BAB.1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Lahan memiliki keterkaitan erat dengan tanah dan perkembangannya.
Sutanto (2005) menyatakan bahwa tanah merupakan bagian dari tubuh alam yang memiliki ciri atau karakteristik tertentu. Karakteristik ini terbentuk sebagai akibat dari interaksi antara iklim, organisme, bahan induk, relief, dan waktu. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses terbentuknya tanah sangat mempengaruhi akan kondisi lahan yang terdapat di atasnya. Lahan inilah yang kemudian dapat dievaluasi untuk memperoleh penggunaan yang tepat. Penggunaan lahan dapat menyebabkan konflik akibat adanya benturan kepentingan antar sektoral dan pembangunan hasil dari bertambahnya penduduk. Konfilk yang sering terjadi pada umumnya adalah perubahan lahan tanam produktif seperti sawah dan perkebunan menjadi area terbangun seperti jalan dan bangunan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi dari terjadinya konflik ini adalah dengan melakukan perencanaan terpadu dalam aspek tata ruang. Upaya ini dapat dilakukan dengan terdapatnya data berupa: sumberdaya alam, teknik analisis, dan pengolahan data yang tepat dengan pendekatan tertentu (Worosuprojo, dkk, 1993). Evaluasi lahan merupakan proses yang terdapat dalam tataguna lahan. Proses tataguna lahan yang dimaksudkan adalah melakukan perbandingan antara kondisi penggunaan lahan dengan kondisi kemampuan lahan yang terdapat di suatu lokasi. Tujuan dari evaluasi lahan ini adalah mampu menentukan nilai suatu lahan untuk suatu tujuan tertentu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi lahan adalah aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan yang memiliki keterkaitan erat terhadap pembentukan suatu lahan itu sendiri (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2014). Kesesuaian lahan merupakan penggambaran dari tingkat kesesuaian lahan yang terdapat pada sebidang lahan untuk penggunaan lahan tertentu. Kelas kesesuaian lahan dapat berbeda, hal ini sangat bergantung pada tipe penggunaan lahan yang akan dievaluasi. Kesesuaian lahan tidak hanya berguna bagi para petani, namun juga untuk para ilmuwan yang akan mengidentifikasi karakteristik
1
suatu lahan. Perbedaan karakteristik dari tiap lahan yang mendasari pembuatan dari kelas kesesuaian lahan ini. Penggolongan sesuai kelas kesesuaian lahan diharapkan mempermudah penggunaan lahan yang sesuai untuk tiap-tiap lahan yang ada (Worosuprojo, 1989). Daerah kajian penelitian bertempat di sekitar kawasan Gunungapi Ijen dan sekitarnya, tepatnya pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bendo, daerah kajian dianggap menarik karena kawasan ini memiiki variasi kondisi fisik dan sumberdaya alam yang akan mempengaruhi perkembangan kabupaten-kabupaten di sekitarnya. Kawasan Gunungapi Ijen juga memiliki perbedaan iklim yang diakibatkan oleh kondisi relief Kompleks Gunungapi Ijen (Sartohadi, dkk, 2014). Tutupan lahan yang terdapat di Kawasan Gunungapi Ijen pun bervariasi, banyak ditemui perkebunan, pertanian, hingga savanna, inilah yang menjadi alasan bahwa lokasi ini baik untuk diteliti. Pendekatan penelitian yang digunakan lebih mengarah pada kompleks wilayah. Evaluasi lahan merupakan suatu kajian yang meninjau kemampuan dan kesesuaian yang terdapat pada satu satuan lahan. Penentuan dan pengelompokan dari suatu lahan ini didasarkan pada kondisi dari masing-masing bentuklahannya. Bentuklahan yang berbeda, maka memiliki karakteristik lahan yang berbeda pula, sedangkan kondisi bentuklahan yang ada tidak lepas dari pengaruh alami dan pengaruh dari aktivitas manusia yang berada di sekitarnya. Pendekatan
metode
yang
digunakan
untuk
menganalisis
serta
mengevaluasi lahan ini, dalam ilmu geografi menggunakan pendekatan kompleks wilayah (Regional Complex Approach). Pendekatan ini dianggap sesuai dan tepat karena secara langsung menjadi jembatan sekaligus menghubungkan antara pendekatan spasial yang ditinjau menggunakan alat bantu citra, serta pendekatan berbasis ekologi lingkungan yang menggabungkan antara unsur fisik dan sosial dalam keilmuan geografi. Kegunaan dari pendekatan kompleks wilayah ini, adalah untuk mengidentifikasi bentukan-bentukan khusus yang memiliki karakteristik tertentu dan ditinjau melalui citra ataupun foto udara seperti penggunaan lahan, topografi, lereng, dan sebagainya. Selain itu, pendekatan berbasis lingkungan untuk mengetahui kebiasaan (habit) dari masyarakat sekitar juga mutlak diperlukan,
2
seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa kondisi bentuklahan ditinjau melalui proses alamiah dan juga aktivitas manusia yang berada di sekitarnya. Oleh karena itu, pendekatan geografi yang merupakan pendekatan berbasis kompleks wilayah dianggap tepat untuk digunakan dalam penelitian mengenai evaluasi lahan, melihat dari segi kompleksivitas daerah kajian maupun bahan kajian itu sendiri. Pendekatan ini juga digunakan sebagai alat untuk menganalisis masalah yang terdapat di daerah kajian. Prakiraan masalah yang terdapat di DAS Bendo yang terletak di kaki Gunungapi Ijen adalah proses erosi. Kawah Ijen memiliki potensi yang dapat menghasilkan potensi erupsi yang cukup besar. Lereng curam yang terdapat di kawasan kaki Gunungapi Ijen ini juga dapat menyebabkan terjadinya proses erosi yang intensif. Padatnya jumlah penduduk serta meningkatnya jumlah wisatawan dari tahun ke tahun menjadikan daerah ini cukup rawan. Oleh karena itu, perlu dilakukan mitigasi bencana yang bertujuan untuk mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan oleh Gunungapi Ijen (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2006). Masalah lainnya adalah daerah yang rawan akan longsor, daerah kaki Gunungapi Ijen memliki penggunaan lahan yang sangat intensif untuk perkebunan. Penggunaan lahan yang sangat intensif ini tentunya harus disesuaikan dengan kemampuan lahan yang terdapat di sekitar lokasi tersebut. Pertimbangan akan ancaman bahaya yang berupa longsor juga harus dimasukkan sebagai salah satu pembatas lahan agar penggunaan lahan yang ada sesuai dengan kemampuan lahannya dan tidak menyebabkan ketimpangan lahan. Penentuan tanaman yang mampu untuk mengurangi dampak erosi merupakan salah satu alasan yang melatarbelakangi dibuatnya penelitian ini. Hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai arahan untuk penggunaan lahan yang sesuai dan mampu mengurangi dampak erosi. Banyak penelitian tentang evaluasi lahan, namun banyak didominasi untuk produktivitas lahan sebagai tujuan utamanya. 1.2.
Perumusan Masalah Perubahan penggunaan lahan selama ini seiring perkembangan waktu,
masih menjadi hal yang dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan.
3
Tingginya tekanan penduduk akibat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, namun tidak disertai dengan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap perubahan lahan, menyebabkan hal ini menjadi suatu ancaman yang apabila dibiarkan terus menerus mengakibatkan rusaknya lahan. Sartohadi (2004) menyatakan evaluasi kesesuaian lahan dalam hal ini bertujuan untuk mengkaji sekaligus memberikan arahan penggunaan lahan yang tepat, agar dapat diterapkan oleh penduduk sehingga produktivitas lahan dapat tetap terjaga dan tetap dapat memenuhi kebutuhan lahan untuk aktivitas penduduk. Kondisi penggunaan lahan yang terdapat di daerah penelitian pada saat ini masih banyak didominasi oleh perkebunan. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk baik menganalisis maupun mengevaluasi kesesuaian lahan yang banyak terdapat di berbagai macam daerah. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, karena lokasi kajian yang dipilih merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS). Lokasi DAS yang terletak di kaki gunungapi memiliki spesifikasi yang khusus, seperti lereng yang curam dan material-material tanah yang inkonsisten. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi kesesuaian lahan pada saat ini yang terdapat di DAS Bendo? 2. Apa jenis tanaman perkebunan yang tepat untuk mengurangi dampak erosi di DAS Bendo? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN SEBAGAI FAKTOR PENGURANG DAMPAK EROSI DI DAS BENDO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR”
4
1.4.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan kondisi kesesuaian lahan di tiap-tiap penggunaan lahan lokasi penelitian 2. Mengetahui tanaman perkebunan yang tepat untuk mengurangi dampak erosi berdasarkan hasil kesesuaian lahan
5
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi penggunaan
lahan aktual dan potensial serta peranannya untuk mengurangi dampak erosi. Berdasarkan kondisi penggunaan lahan aktual yang dibandingkan dengan tingkat kemampuan lahannya, maka dapat diketahui tingkat kesesuaian lahan yang didapatkan. Kesesuaian lahan potensial diperoleh dengan mengidentifikasi usahausaha perbaikan yang dilakukan terhadap kondisi lahan aktual. Semakin besar persentase kesesuaian lahan yang terdapat, maka semakin baik pula tingkat produktivitas lahannya. Evaluasi lahan yang dimaksudkan tidak hanya terbatas pada produktivitas lahan. Evaluasi lahan juga ditujukan untuk mengetahui seberapa besar kondisi penggunaan lahan yang ada untuk mengurangi dampak bencana yang terjadi. Sehingga, diharapkan evaluasi kesesuaian lahan yang dihasilkan mampu untuk meningkatkan produktivitas lahan yang sekaligus berfungsi sebagai pengurang dampak erosi. Publikasi mengenai penelitian ini diharapkan mampu memberi rekomendasi ataupun arahan penggunaan lahan yang tepat agar sesuai dengan kapabilitas kemampuan lahannya.
1.6.
Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.5.1.
Komplek Gunungapi Ijen Indonesia merupakan Negara yang memiliki 143 buah gunungapi
dengan jumlah 1 Gunungapi berstatus awas, 3 Gunungapi berstatus siaga, 16 Gunungapi berstatus waspada (BNPB, 2015). Sejumlah 63 di antaranya memiliki kaldera dan danau kawah. (Ramli, dkk, 1984). Sebanyak delapan buah gunungapi yang ada memiliki danau kawah yang bersifat asam. Danau kawah ini seperti yang terdapat pada Kawah Putih (Jawa Barat), Telaga Warna (Jawa Tengah), Kawah Ijen (Jawa Timur), Kawah Mahawu (Sulawesi Utara), Kawah Kelimutu (Nusa Tenggara Timur), Kawah Kaba, Kawah Dempo (Sumatera), dan Kawah Gunungapi Tompaluan atau Lokon (Sulawesi Utara) (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2006). Komplek Gunungapi Ijen yang terdapat di Jawa Timur merupakan komplek gunungapi yang sangat menarik. Tingkat kemenarikan komplek
6
gunungapi ini banyak ditinjau melalui sisi ilmu ke-gunungapian-nya maupun dari segi pariwisata. Komplek gunungapi Ijen terbentuk oleh endapan batuan vulkanik yang menindih batuan dasar batu gamping Miosen (Bemmelen, 1949). Secara umum morfologi Komplek Kaldera Ijen dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Kelompok morfologi ini terdiri dari morfologi tubuh Gunung Kendeng, Kaldera Ijen, dan kerucut gunungapi paska kaldera. Selain itu, terjadinya proses vulkanotektonik di kawasan ini, sedikit banyak telah mempengaruhi pula morfologi dari keaslian bentuknya (Sujanto, dkk, 1988). 1.5.2.
Pengertian Lahan Hasil kegiatan masa lalu dan pada masa sekarang dan mencakup suatu
areal di permukaan bumi meliputi geologi, atmosfir, tanah, hidrologi, dan organisme serta mempengaruhi pemanfaatan lahan sekarang maupun masa depan merupakan definisi lahan. Lahan disebut juga sebagai tempat atau wadah untuk manusia melakukan aktivitasnya sehari-hari. Tempat manusia melakukan segala jenis aktivitas sehari-hari dapat mempengaruhi dan mengubah sifat-sifat fisiknya. Hal ini terjadi akibat adanya pengaruh dari proses aktivitas manusia (FAO, 1976). Secara geografi, lahan merupakan suatu areal yang terdapat di permukaan bumi. Areal ini mencakup seluruh ekstensi yang terdapat baik di atas maupun di bawahnya. Ekstensi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah atmosfir, tanah, topografi, geologi, hidrologi, dan tanaman yang tumbuh serta berkembang. Ekstensi ini saling bersinergi dengan aktivitas manusia baik yang terjadi di masa lampau maupun masa mendatang. Aktivitas ini dilakukan untuk memperluan pemanfaatan atribut-atribut lahan yang ada (Brinkman dan Smyth, 1973). Lahan merupakan keseluruhan kenampakan muka daratan beserta segala gejala yang terjadi di bawah permukaan maupun di atas permukaaannya. Kenampakan ini dibagi menjadi beberapa zona, yaitu zona atmosfir sebagai iklim, zona pedosfir sebagai tanah, hidrologi sebagai air, dan litosfir sebagai geologi, serta antropisfir sebagai hasil kegiatan manusia. Berbagai macam zona yang terdapat di atas maupun bagian bawah ini tidak dapat dipisahkan dalam keberlangsungannya. Manusia sebagai agen yang menyatukan dan memanfaatkan
7
berbagai macam zona ini sebagai lingkup aktivitas kegiatan sehari-harinya (Notohadiprawiro, 1987). 1.5.3.
Evaluasi Lahan Evaluasi
lahan
adalah
bagian
dari
proses
penyusunan
dan
penginterpretasian dari kondisi alam yang terdiri dari tanah, tanaman, iklim, dan berbagai macam aspek lainnya. Kondisi ini yang kemudian dapat diidentifikasi agar dapat terbentuk kondisi lahan yang diinginkan baik dalam hal ekonomi atau lainnya. Evaluasi lahan menjadi penyambung jarak antara biologi fisik dengan teknologi yang dapat digabungkan. Penggabungan keduanya dapat berguna dalam bidang ekonomi dan sosial, meskipun tujuan ekonomi bukanlah tujuan utama dari dilakukannya evaluasi lahan ini (Vink, 1975). Evaluasi lahan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui sekaligus mengukur potensi yang dimiliki oleh suatu lahan yang diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu. Evaluasi lahan pada dasarnya diukur dengan didasarkan dari tingkat kemampuan lahan yang dimiliki oleh tiaptiap lahan. Kemampuan lahan ini dapat diukur melalui kemiringan lereng, tebal solum tanah, drainase, jenis tanah, topografi, dan lain sebagainya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, apabila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan bahkan hingga sampai tingkat yang fatal. Oleh karena itu, evaluasi lahan dalam hal ini berperan untuk melakukan arahan penggunaan lahan yang tepat agar produktivitas lahan dapat optimal dan lahan tetap lestari (Hardjowigeno, 2011) Program evaluasi lahan pada umumnya bertujuan untuk merehabilitasi lahan kritis yang sekaligus berfungsi sebagai pelindung dan penjaga dari kemampuan lahan yang terdapat di dalamnya. Evaluasi lahan bukan berarti sebagai larangan untuk penggunaan suatu lahan, namun lebih kepada penyesuaian suatu lahan terhadap aktivitas yang akan dilakukan di atas lahan tersebut. Pemanfaatan sumberdaya lahan dapat lestari dan optimal apabila penatagunaan lahan yang dilakukan secara bijak tetap memperhatikan unsur dan estetika dari kemampuan lahannya. Permasalahan lebih banyak terletak pada apakah karakteristik fisik yang dimiliki suatu lahan sudah sesuai dengan penggunaanya,
8
dan dewasa ini penggunaan lahan yang ada cenderung berseberangan dengan kesesuaian lahannya, sehingga banyak menimbulkan ketimpangan lahan (Senawi, 2006) 1.5.4.
Erosi Erosi merupakan proses alam yang disebabkan akibat oleh pengikisan
tanah akibat dari kekuatan tenaga transport baik yang angin maupun air. Proses ini dapat berlangsung baik secara alami, maupun akibat adanya pengaruh atau tindakan dari manusia. Secara garis besar, proses erosi terdiri tiga bagian yang berturut-turut, yaitu: Pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Proses-proses inilah yang secara signifikan mempengaruhi terjadinya erosi maupun sedimentasi. Proses erosi maupun sedimentasi yang berlangsung akan mampu mempengaruhi perubahan relief atau permukaan tanah (Asdak, 2007). Proses erosi diawali dengan terjadinya hancurnya agregat-agregat tanah yang disebabkan oleh dampak dari tetesan air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah memiliki energi kinetik yang mampu melepaskan agregat tanah. Agregat-agregat tanah yang telah terlepas kemudian menyumbat pori-pori tanah, sehingga infiltrasi air hujan berkurang dan berubah menjadi air limpasan permukaan. Air limpasan permukaan ini bersifat mengangkut material yang dilaluinya termasuk partikel tanah. Setelah tenaga dari air limpasan ini berkurang, kemudian material permukaan yang dibawa diendapkan di suatu tempat. Apabila diruntut secara keseluruhan, terdapat tiga proses yang bekerja pada proses erosi, yaitu penghancuran agregat, pengangkutan, dan diakhiri oleh pengendapan (Utomo, 1989) Secara umum, erosi sangat dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, derajat lereng, panjang lereng, hingga penutup lahan, dan sebagainya yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Variabel ini dapat dinyatakan dengan pernyataan sebagai berikut: (Utomo, 1989)
Dimana: i : iklim
9
t : tanah r : topografi v : vegetasi m : manusia Erosi yang terjadi pada umumnya masih dapat diperbolehkan, namun terdapat ketentuan khusus untuk tingkat erosi yang diperbolehkan. Besarnya erosi tanah maksimum yang masih diperbolehkan (soil loss tolerance) yaitu erosi yang tidak lebih cepat dari pembentukan tanah. Umumnya pada lahan-lahan pertanian tujuannya adalah untuk membatasi agar tanah yang hilang tidak sampai mengganggu produktivitas pertanian. Tindakan pencegahan dapat dilakukan apabila erosi yang terjadi telah melebihi dari besarnya laju pembentukan tanah. Tindakan ini perlu dilakukan agar tidak menyebabkan terjadinya kerusakan pada lahan. Tingkat erosi yang diperbolehkan dapat terlihat pada Gambar 1.1 (Supriyandono, 1991).
Gambar 1.1. Besarnya Erosi yang diperbolehkan Sesuai Keadaan Tanah Sumber: Thompson, 1957 dalam Supriyandono, 1991
1.5.5.
Peranan Tanah dalam Menekan Erosi Air hujan yang jatuh ke permukaan akan memiliki limpasan permukaan
yang berbeda di antara permukaan yang memiliki penutup lahan dengan yang tidak memiliki penutup lahan. Tanah yang memiliki penutup lahan, meskipun hanya rumput akan menghasilkan limpasan aliran yang bersih. Berbeda halnya
10
dengan limpasan yang terjadi pada permukaan tanah yang tidak memiliki penutup lahan, akan menghasilkan limpasan yang berwarna coklat. Kedua kejadian tersebut menunjukkan bahwa pada permukaan tanah yang memiliki penutup lahan berupa tanaman akan mengurangi terjadinya erosi. Permukaan tanah yang tidak memiliki penutup lahan akan mudah tererosi secara intensif, sehingga menyebabkan warna limpasan menjadi coklat (Arsyad, 1976). Tanah yang terdiri dari kandungan lempung yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh ke tanah. Pori-pori tanah yang tersuspensi akan menghambat butiran air hujan untuk meresap akibat suspensi tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya aliran air permukaan yang menyebabkan erosi. Agregasi tanah yang terdapat di tiap tekstur sangat berpengaruh terhadap suspensi tanah. Suspensi tanah yang ada, memiliki keterkaitan erat dengan proses meresapnya air permukaan ke dalam tanah. Namun, apabila tanah memiliki struktur yang mantap dan tidak mudah terdispersi, maka proses infiltrasi yang terjadi akan cukup besar. Proses infiltrasi ini akan menghalangi tanah dari terciptanya aliran air permukaan (Arsyad, 2012). Gambar 1.2 menjelaskan tentang pengaruh tanaman terhadap limpasan. Tanaman dalam hal ini berperan untuk mengurangi pelepasan agregat tanah yang terjadi akibat tenaga kinetik yang dilepaskan air hujan ketika menghujam permukaan tanah. Tabel 1.1 menjelaskan tentang pengaruh tanaman terhadap terjadinya proses erosi serta limpasan permukaan. Semakin rapat tajuk tanaman, maka erosi yang terjadi akan semakin kecil. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, telah dikatakan peranan tanaman dalam mengurangi erosi. Tanaman mampu untuk mengurangi dampak erosi karena: (Utomo, 1994) 1) Terdapat intersepsi air hujan oleh tajuk daun; 2) Terdapat pengaruh terhadap limpasan permukaan; 3) Terdapat pengaruh tanaman terhadap sifat fisik tanah; 4) Terdapat peningkatan kecepatan kehilangan air karena proses transpirasi
11
Gambar 1.2. Pengaruh Tanaman Terhadap Limpasan Permukaan Sumber: (Duley dan Hays, 1972 dalam Utomo, W. H, 1994)
Tabel 1.1. Pengaruh Tanaman Terhadap Erosi dan Limpasan Permukaan Perlakuan
Erosi (ton/ha)
Limpasan permukaan (%)
Rumput (blue grass)
0,77
12,0
Rotasi:jagung-wheat-clover
6,31
13,8
Kacang
22,90
23,3
12
Jagung
44,76
29,4
Tanah terbuka
94,54
30,7
Sumber: Utomo, W. H, 1994
1.5.6.
Konservasi Tanah Konservasi tanah memiliki pengertian adalah bagaimana agar tanah yang
digunakan dapat memberian manfaat yang optimum dalam jangka waktu yang lama dan berkelanjutan. Setiap tanah pada dasarnya memiliki sifat dan kemampuan yang berbeda, sehingga agar dapat lestari tanah harus digunakan sesuai dengan kemampuannya. Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya yang sulit untuk diperbaharui. Salah satu upaya dalam mempertahankan kondisi tanah adalah dengan mempertahankan kandungan bahan organik di dalam tanah serta mengurangi proses erosi yang terjadi di permukaan tanah. Kegiatan seperti ini banyak dikenal sebagai proses “rehabilitasi” lahan kritis (Utomo, 1985). Keselamatan
sumberdaya
tanah
dapat
diukur
melalui
besaran
kemampuan tanah dalam menjalani fungsi pokoknya. Setiap kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan tanah selalu mengakibatkan perubahan pada lingkungan karena bertujuan: (1) meningkatkan produktivitas sumberdaya, (2) menganekaragamkan hasil produksi, (3) memperbaiki tata ruang untuk sumberdaya, (4) memasukkan fungsi konservasi, dan lain sebagainya. Kegiatan inilah yang banyak berperan dalam terjadinya perubahan tataguna lahan (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 1997). Konservasi lahan berarti menggunakan tanah sebagaimana mestinya. Tanah yang memiliki kemampuan digunakan sesuai dengan daya guna lahan yang dimiliki. Konservasi lahan tidak hanya terbatas sampai sini saja. Setelah tanah digunakan sesuai dengan kemampuannya, maka produktivitasnya harus tetap dijaga dengan cara memperlakukan dengan syarat yang sesuai. Tanah yang terlanjur rusak harus diperbaiki dengan kegiatan konservasi. Kegiatan konservasi tanah ini pada umumnya disebut dengan istilah “reklamasi tanah” atau rehabilitasi tanah (Utomo, 1994).
13
1.5.7.
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan menurut FAO (1976) memiliki beberapa tingkatan
dalam penentuan ordo, kelas, sub kelas, dan unit. Ordo merupakan keadaan yang menunjukkan kondisi lahan secara general atau global. Ordo digolongkan menjadi dua jenis, yaitu ordo Sesuai (S) dan ordo Tidak Sesuai (N). Tingkat kesesuaian ini kemudian terbagi lagi menjadi beberapa kelas. Tingkat sesuai terbagi menjadi kelas: Sangat Sesuai (S1), Cukup Sesuai (S2), Sesuai Marginal (S3), Tidak Sesuai pada Saat Ini (N1), dan Tidak Sesuai untuk Selamanya (N2). Penggolongan ini didasarkan pada perbedaan-perbedaan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Kelas kesesuaian terbagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut: Kelas S1
Sangat Sesuai: Faktor yang membatasi dalam penggunaan dan pengelolaan lahan tidak memiliki pengaruh besar terhadap dan tidak berkelanjutan, atau mempengaruhi lahan secara nyata
Kelas S2
Cukup Sesuai: Faktor pembatas lahan memiliki pengaruh yang cukup berarti terhadap lahan itu sendiri, sehingga memerlukan tambahan masukan (input) dalam pengelolaannya. Namun, batasan faktor pembatas ini masih tergolong mudah untuk diatasi
Kelas S3
Sesuai Marginal: Faktor pembatas lahan tergolong berat dan berpengaruh kuat terhadap produktivitas lahan. Tambahan masukkan yang diperlukan untuk mengolah lahan harus cukup dominan dan lebih masif apabila dibandingkan dengan Kelas S2. Oleh karena itu, diperlukan bantuan dari pihak-pihak lain yang terkait dalam mengatasi faktor pembatas di kelas kesesuaian ini.
Kelas N1
Tidak Sesuai untuk Saat Ini: Pembatas yang terdapat pada lahan masih memungkinkan untuk diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan modal yang normal. Kondisi pembatas yang terdapat, mencegah penggunaan lahan untuk dapat lestari dalam jangka panjang
Kelas N2
Tidak Sesuai untuk Selamanya: Pembatas yang dimiliki oleh lahan adalah pembatas permanen yang mencegah lahan untuk penggunaan lahan secara lestari
14
Berdasarkan tingkatan ordo yang telah dijelaskan sebelumnya, kondisi lahan yang ada kemudian disesuaikan lagi dengan persyaratan tumbuh tanaman yang terdiri dari:
Kondisi perakaran (r): dipengaruhi oleh pengatusan (drainage), tekstur, dan jeluk (effective depth)
Ketersediaan hara (f) dan retensi hara (n): kombinasi atau sifat tunggal dari ketersediaan hara makro (N, P, dan K)
Kegaraman (c): asumsi bahwa tanah hasil olahan memiliki kadar garam yang tinngi/rendah
Keracunan (x): pada umumnya dipengaruhi oleh pirit, dapat tercermin dari kondisi H dan Al yang saling tertukar
Kelerengan (s): kelerengan dicerminkan pada posisi kemiringan lahan, sudut kemiringan, dan tingkat kemudahan dalam melakukan konservasi lereng yang ada
Bahaya Banjir (b): terkait dengan lama genangan dan tinggi genangan Setelah tingkatan Ordo yang ada ditentukanm kemudian pada bagian
belakang ditambahkan notasi sifat dan karakter tanah yang sesuai dengan karakter persyaratan tumbuh tanaman (contoh: S2.f.r – lahan cukup sesuai untuk pertumbuhan tanaman namun bermasalah dengan kesuburan dan perakaran). Berdasarkan tingkatan ordo yang telah ditentukan ini kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun kelas-kelas kesesuaian lahan yang ada. 1.7.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai evaluasi lahan merupakan penelitian yang tidak
tergolong baru. Namun demikian, pada penelitian terdahulu lebih menekankan kepada evaluasi lahan untuk optimalisasi lahan maupun produktivitas lahan. Penelitian yang telah banyak dilakukan tidak banyak yang menekankan evaluasi lahan sebagai pengurang dampak akan bencana. Tidak banyak penelitian tentang evaluasi lahan yang dilakukan dengan kawasan kompleks gunungapi sebagai daerah kajiannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan sebagai pengurang dampak erosi yang dilakukan pada Daerah Aliran Sungai yang terletak di Kaki gunungapi. 15
No
1
2
3
4
Peneliti
Junun Sartohadi
Ade Setia Budi
M. Reza Pratama
Metria Larasati
Tahun
Judul Penelitian
Tujuan
Metode
Hasil
1996
Pendekatan Geomorfologi untuk Pemetaan Tanah Semi Detil di Daerah Aliran Sungai Pesing, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengetahui sebaran tanah dan tingkat kesesuaian lahan berdasarkan pendekatan geomorfologi
Kuantitatif,Pembuatan peta geomorfologi dan satuan lahan, skoring
Sebaran jenis tanah , kemampuan, dan kesesuaian lahan
2008
Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Tempat Tinggal di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, DIY
Mengetahui persebaran kesesuaian lahan untuk bangunan tempat tinggal, mengetahui arahan pembangunan lokasi tempat tinggal, mengevaluasi bangunan tempat tinggal
Menggunakan metode survei, matching, dan analisis keruangan
Peta kesesuaian lahan untuk bangunan tempat tinggal
2008
Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Bangunan Gedung di Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur
Mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk bangunan gedung, mengetahui karakteristik dan kualitas lahan yang membatasi penggunaan lahan untuk bangunan gedung. Member alternative pengarahan
Analisis Kualitatif menggunakan metode matching, teknik pengambilan dengan stratified random sampling
Alternative arahan pengembangan bangunan gedung dan peta kelas kesesuaian lahan untuk gedung
2009
Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jarak Pagar (Jatropa Curcas L) di Daerah Aliran Sungai Kayangan, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengetahui kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jarak pagar, mengetahui kesesuaian lahan potensial untuk tanaman jarak pagar, mengetahui lokasi arahan penggunaan lahan untuk tanaman jarak pagar
Metode pengambilan data sekunder, analisa laboratorium terhadap sampel tanah, pengambilan sampel dengan stratified random sampling
Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jarak pagar, peta kesesuaian lahan potensial untuk tanaman jarak pagar, peta arahan lokasi pengembangan tanaman jarak pagar
16 1
5
6
Alvyntha Glaudia Ardianingrum
Arkha Dhemas Gunanda
2010
Optimalisasi Lahan dengan Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Produktivitas Tanaman Pangan di Sebagian Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta
2014
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Perkebunan Sebagai Faktor Pengurang Dampak Erosi di Das Bendo, Banyuwangi, Jawa Timur
Mengetahui nilai kelas kesesuaian lahan, memberikan arahan penggunaan lahan untuk optimalisasi lahan, menjelaskan keterkaitan antara produktivitas tanaman pangan dengan optimalisasi lahan
Metode pengambilan sampel dengan stratified random sampling dengan strata satuan lahan, perhitungan kelas kesesuaian dengan metode matching, analisis labroatorium
Peta kesesuaian lahan untuk tanaman pangan, peta produktivitas tanaman pangan
Mengetahui kelas kesesuaian lahan
Kuantitatif, menggunakan metode matching, pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling, identifikasi kriteria lahan dengan analisis lab dan survei lapangan
-
aktual dan potensial, mengetahui penggunaan lahan yang tepat untuk pengurang dampak erosi
17 17
1.8.
Kerangka Pemikiran Evaluasi lahan merupakan proses penaksiran akan kemampuan yang
dimiliki oleh suatu lahan terhadap penggunaan lahan yang terdapat di lahan tersebut. Evaluasi lahan sangat berkaitan dengan kemampuan lahan sekaligus kesesuaian lahan. Kemampuan lahan diukur berdasarkan kondisi fisik yang dimiliki oleh lahan seperti kemiringan lereng, topografi, tebal tanah, dan lain sebagainya.
Kesesuaian
lahan
merupakan
perbandingan
antara
kondisi
penggunaan lahan pada saat ini yang dibandingkan dengan kemampuan lahannya. Lahan dikatakan sesuai apabila penggunaan lahan yang ada tidak melebihi pembatas lahannya, atau tidak mengancam kelestarian lahan yang ada. Konsep evaluasi lahan pada dasarnya berkaitan erat dengan kondisi bentuklahan dari daerah yang akan diteliti. Bentuklahan daerah yang diteliti dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan secara makroskopis dari daerah penelitian yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan evaluasi lahan. Bentuklahan yang ada di lokasi penelitian dapat diketahui melalui peta satuan lahan yang dibuat berdasarkan kondisi fisik daeri daerah yang akan diteliti. Kompleksivitas akan kondisi fisik daerah penelitian ini kemudian dapat lebih disederhanakan melalui peta satuan lahan yang telah dibuat. Salah satu fungsi dari evaluasi lahan yang akan dilakukan adalah untuk menemukan serta membuat rekomendasi arahan penggunaan lahan yang tepat pada lokasi penelitian yang didasarkan pada kondisi fisiknya. Evaluasi lahan juga dapat berfungsi untuk menemukenali berbagai macam ancaman bencana yang berperan sebagai pembatas lahan dalam proses evaluasi lahan. Evaluasi lahan ini kemudian dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahannya. Semakin banyak pembatas yang dimiliki leh satu satuan lahan, maka lahan tersebut kurang memiliki kelas kemampuan lahan yang tinggi, sedangkan semakin sedikit pembatas yang dimiliki oleh satu satuan lahan, maka lahan tersebut dianggap mampu untuk digunakan secara cukup intensif. Konsep proses evaluasi lahan dapat dilihat pada Gambar 1.3.
18
Lahan
Ketersediaan Lahan
Penentuan daerah erosi
Komponen Lahan
Penggunaan Lahan
Karakteristik Lahan
Pengamatan Gully/Pedestal/ Rill erosion
Penentuan Kelas berat/ringan erosi
Syarat Kesesuaian Lahan
Tekanan Penduduk
Ancaman erosi
Teknik Matching
Kesesuaian Lahan
Penggunaan Lahan saat ini
Sesuai
Tidak Sesuai
EVALUASI LAHAN Gambar 1.3. Bagan Konsep Evaluasi Lahan
19
1.9.
Batasan Istilah Lahan merupakan bagian dari lingkungan fisik yang mencakup tanah,
relief, hidrologi, dan vegetasi yang berpengaruh pada potensi penggunaan lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011). Lahan mempunyai faktor yang dapat diukur besarannya yang sering disebut dengan karakteristik lahan. Karakteristik lahan akan berpengaruh pada kesesuaian penggunaan lahan. Karakteristik lahan yang berpengaruh meliputi: sudut lereng, topografi, kondisi banjir, tingkat erosi, daya dukung tanah. Satuan Lahan adalah kelompok lokasi yang saling berhubungan dengan bentuklahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh satuam lahan yang sama. Satuan lahan juga bisa berarti kompleks wilayah atas asosiasi karakteristik tertentu (Sitorus, 1995:93). Tanah mempunyai sifat fisik dan karakteristik yang khas dalam aspek fisik, kimia, biologi, dan morfologi. Tanah mampu menggambarkan proses geomorfologi yang terbentuk di suatu daerah, sehingga tanah mempunyai peranan penting dalam pemetaan satuan lahan di suatu daerah (Sartohadi, dkk, 2012). Kesesuaian lahan adalah penetuan tingkat kecocokan suatu pengunaan lahan atas sebidang lahan tertentu (Pradana, dkk, 2013). Penentuan kesesuaian lahan juga melihat aspek jenis tanaman dan tingkat pengelolaannya. Kesesuaian lahan dapat di lakukan pada bidang pertanian maupun bidang non pertanian. Kesesuaian lahan yang tepat dapat mengembangkan suatu komoditi dan secara ekonomi akan menjawab kelayakan usaha tani. Evaluasi lahan adalah proses penilaian keragaan atau kinerja (performance) lahan jika digunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan intepretasi survei dan studi mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976) Erosi merupakan peristiwa hilangnya tanah atau sebagian tanah akibat terangkut ke tempat lain. Hilangnya tanah ini disebabkan oleh tenaga pengangkut, baik berupa angin maupun air. Erosi di tempat tropis lebih banyak disebabkan oleh tenaga air yang mengalir di permukaan tanah. Erosi hanya akan terjadi ketika tenaga pengangkut mampu mengangkut material yang dilewatinya (Arsyad, 1989).
20