BAB1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sastra daerah dalam konteks sastra di Indonesia merupakan kekayaan budaya daerah yang bersangkutan, sebagai sumber yang menyimpan nilainilai kedaerahan1, selain itu sastra daerah merupakan salah satu aset daerah yang seharusnya digali lebih dalam lagi, karena sastra menyimpan suatu nilai moral yang luhur untuk digunakan masyarakatnya, bahkan dapat dijadikan landasan dalam pemerintahan. Babad adalah karya sastra sejarah. Sebagai sastra sejarah, babad memang memakai unsurunsur sejarah sebagai bahan penulisannya, namun sastra babad tidak bertujuan untuk menulis sejarah. Sebaliknya, sastra babad ditulis dengan tujuan untuk menjadi pedoman moral bagi masyarakat pendukungnya, hal ini seperti yang dijelaskan Prapto Yuwono (1999 : 236) dalam Penguasaan Teks dan Wawasan Dasar Penelitian Kesusastraan Jawa dalam Kibas Unggas Budaya berikut: Karya sastra (baca: Babad) bukan hanya sebagai wadah dari ideide, gagasan, normanorma, nilanilai, yang dilandasi oleh orientasi nilai ‘batin’ semata, akan tetapi sekaligus merupakan alat menyampaikannya kepada masyarakatnya.2
Dari kutipan tersebut, semakin jelas bahwa penulisan babad merupakan alat untuk menyampaikan moral pada masyarakat pendukungnya, oleh karena itu efek babad adalah sebagai suritauladan pada pembacanya (turunannya) dengan demikian dapat dipastikan penulisan babad bukan merupakan penulisan sejarah melainkan alat menyampaikan moral, atau bahkan sebagai pelambang legitimasi kekuasaan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Peter Carey (1986: 13) dalam bukunya Ekologi Kebudayaan Jawa dan Kitab Kedung Kebo berikut : 1Zaidan . Pedoman Penelitian Sastra Daerah. (Jakarta: 2002). hlm 6. 2Yuwono, Prapto. Penguasaan Teks dan Wawasan Dasar Penelitian Kesusastraan Jawa dalam Kibas Unggas Budaya Jawa. (Depok: 1999). hlm 236237.
Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
3
“...Babad itu penting artinya sebagai pelambang legitimasi dan otoritasi kekuasaan, di dalam konteks orangorang Jawa, bagi sebuah dinasti yang sedang berkuasa atau bahkan bagi sesuatu keluarga sekalipun, oleh karena Babad kerap kali mempunyai kedudukan pusaka bagi mereka.”3
Maka menjadi jelas bahwa babad ditulis bertujuan sebagai alat penyampaian moral bahkan alat legitimasi. Pada umumnya masyarakat merasa bangga dengan keberadaan babad daeranya, hal ini disebabkan unsurunsur dalam babad yang membuat masyarakat sangat yakin leluhurnya adalah orang yang sangat sakti dan tidak ada yang mampu menandingi. Dalam babad terdapat unsur fiksi serta unsur unsur yang mampu membangun babad seperti yang dijelaskan Darusuprapta (1985: 82) “.....unsurunsur mite, legenda, simbolisme, dan sugesti...”4 adalah unsurunsur yang selanjutnya menjadi aspekaspek babad hingga pada akhirnya menjadi dasar penulisan tersebut merupakan halhal yang menjadikan alur dalam babad seolah nyata dan semakin meyakinkan bagi masyarakatnya. Babad Darmayu (selanjutnya disebut BD) merupakan babad dalam konteks sastra tradisional, yang menceritakan perjalanan Wiralodra dalam mendirikan Darmayu. Darmayu merupakan nama yang diberikan oleh Nyi Indang Darma, seiring berkembannya zaman Darmayu berganti nama menjadi Indramayu. Seperti babad pada umumnya, tujuan penulisan BD untuk menyampaikan moral bagi masyarakat pendukungnya, yaitu masyarakat Indramayu. Alat yang digunakan penulis BD sama dengan aspekaspek babad pada umumnya, seperti yang telah diungkapkan Darusuprapta (1985: 82) di atas bahwa mite, legenda, simbolisme, dan sugesti adalah aspek babad. Namun, tidak keseluruhannya termasuk aspek BD karena mite tidak termasuk aspek BD. Sebab, mite berkisah tentang kegiatan, hubungan keluarga, serta kisah para dewa.5 Sedangkan, Wiralodra adalah manusia biasa. Sementara aspek mite dihilangkan, menurut penulis dalam BD terdapat satu aspek lagi yang tidak disebutkan oleh Darusuprapta. Adapun aspek tersebut adalah aspek kesaktian. Dengan kata lain, aspekaspek dalam BD adalah legenda, genealogi, sugesti (wisik, suara gaib, mimpi), simbolisme, dan kesaktian. 3Carey, Peter. Ekologi Kebudayaan Jawa dan Kitab Kedung Kebo. (Jakarta: 1986). hlm 13. 4Darusuprata. Arti Nilai Babad dalam Kebudayaan Jawa dalam Citra Pahlawan dalam Kebudayaan Jawa. (1985). hlm 82. 5Sutarto. Legenda kasada dan karo orang Tengger Lumajang; Disertasi. (Depok: 1997). hlm 23.
Universitas Indonesia Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
BD sangat dibanggakan oleh masyarakat Indramayu. Oleh karena itu, BD tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai halhal yang terjadi di Indramayu. Bahkan dalam penulisan Sejarah Indramayu, BD dijadikan sumber primer. Akan tetapi, seperti yang telah penulis uraikan di atas bahwa sebuah babad tidak bertujuan menuliskan sejarah melainkan alat menyamapaikan moral. Maka, tidak heran jika yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir para sejarawah lokal meragukan kebenaran buku Sejarah Indramayu yang diresmikan pada tahun 1977 itu. Para sejarawan lokal sadar bahwa yang dituliskan dalam Sejarah Indramayu itu bukan sejarah yang semestinya karena tidak memiliki fakta, apalagi setelah diketahui bahwa penulisan Sejarah Indramayu yang dipimpin oleh H.A. Dasuki itu hanya sebuah keterpaksaan untuk kepentingan politik, sehingga ketika itu kebenaran sejarah tidak diperdulikan, yang dipikirkan hanya agar Indramayu memiliki sejarah layaknya daerahdaerah yang lain. Kencangnya kecenderungan perkembangan sejarah sosialah yang menyebabkan munculnya penulisan sejarah lokal yang terburuburu, yang menekankan pada topik dan isu, sebuah sejarah yang “problem~oriented”. “Perkembangan dan Perubahan” menjadi isu sentral, dengan bandingan yang sama dalam perspektif sejarah.6
Dari kutipan di atas jelaslah bahwa pemerintah Indramayu pada saat itu terlalu terburuburu membuat sejarah dan menentukan hari jadi dengan tanpa memperdulikan kebenaran sejarah tersebut. Para sejarawan lokal, sangat merisaukan keberadaan sejarah Indramayu yang belum juga menemukan kebenarannya. Oleh karena itu, pada september 2007 telah diadakan seminar yang bertemakan “Sejarah Indramayu: Rekonstruksi Pemikiran dan Penafsiran Sejarah Indramayu H.A Dasuki dkk”. Pada seminar tersebut beberapa ahli sejarah dengan pendekatan berbagai macam ilmu mencoba mencari jalan keluar dari kebenaran Sejarah Indramayu. Namun, sungguh disayangkan karena suatu hal, hasil seminar itu tidak ditindaklanjuti sehingga hasilnya tetap sama, Sejarah Indramayu masih tetap tidak jelas. Sayang memang, namun itulah yang terjadi walau para sejarawan itu 6Sunarto, Eddy . Tinjauan Historiografi Dekade Kedatangan Wiralodra di Indramayu. Makalah seminar Sejarah Indramayu. (Bandung: 2007). hlm 2.
Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
5
berusaha sekuat tenaga untuk merekonstruksi pemikiran dan menafsirkan Sejarah Indramayu. Namun, apabila yang menjadi sumber primer tetap BD, maka rekonstruksi sejarah sampai kapan pun tidak akan terwujud, sebab BD merupakan karya sastra dan bukan sejarah. Maka, jika Indramayu ingin memperbaiki sejarahnya mautidak mau harus menulis ulang Sejarah Indramayu. Berikut adalah cuplikan wawancara penulis dengan Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah sekaligus Sejarawan lokal Indramayu, Pak O’Ushj Dialambaqa7 yang menekankan pernyataan di atas: “Semua pembuktian sejarah yang ada dianggap gugur karena tidak bisa dibuktikan secara akademis. Indramayu lahir setelah tahun 1950 tapi pada sejarah yang ada, Indramayu lahir 300 tahun yang lalu. Maka dari itu, rekonstruksi benarbenar harus ada untuk nafas pemerintah menjalankan visi misi perkembangan. Pemerintah dan sejarawan lokal masih belum mau berfikir secara analistik lebih dalam mengenai sejarahnya, sejarah benar benar dibangun dari babad.”
Dari hasil wawancara tersebut, terbukti bahwa Sejarah Indramayu masih simpang siur hingga menjadi perdebatan panjang di antara para sejarawan lokal. Penelitian yang dilakukan selama ini lebih condong pada penelitianpenelitian yang bersifat sosial, arkeologi, sejarah, antropologi dan bukan penelitian sastra. Penelitian tersebut tidak mampu mengeluarkan moral yang terkandung dalam BD, melainkan hanya mencoba menafsirkan isi buku Sejarah Indramayu. Berdasarkan uraian di atas menarik bagi penulis untuk mengkaji citra moral Wiralodra dalam BD. Adapun alasannya adalah sebagai berikut: Subjektif: Sebagai masyarakat Indramayu merasa bertanggung jawab atas kesimpangsiuran makna yang terkandung dalam BD. Pragmatis: Belum ada gambaran citra moral Wiralodra untuk menemukan Jati Wiralodra untuk membangun Indramayu. Wiralodra adalah cerminan masyarakat Indramayu, maka jika ingin membangun Indramayu terlebih dahulu harus mengetahui jati diri Wiralodra. Teoritis: Belum ada yang meneliti BD dari sudut pandang sastra yang mengkaji citra moral Wiralodra dan memahami cerita Wiralodra 7 Wawancara dilakukan pada tanggal 20 September 2008, pukul 13:30 s.d. 14.30 WIB.
Universitas Indonesia Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
melalui aspek BDnya. Dari alasanalasan di atas, maka penelitian ini melihat BD bukan sebagai sumber sejarah melainkan sebuah karya sastra daerah yang di dalamnya mengandung banyak nilai yang harus digali. Oleh karena itu, penulis berharap penelitian ini dapat membantu memahami moral dalam BD, agar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Indramayu, mengetahui siapa dan bagaimana jati diri leluhurnya serta memahami citra moral Wiralodra yang tersirat dalam BD. 1.2 Pembatasan Masalah Dalam penelitian BD ini, penulis hanya akan memfokuskan pada analisis Citra moral Wiralodra I (Selanjutnya hanya disebut Wiralodra) sebagai cikal bakal masyarakat Indramayu. Sedangkan Wiralodra IIVIII tidak dianalisis, sebab aspekaspek moral lebih banyak pada Wiralodra, bahkan penulisan yang membahas Wiralodra dalam BD hampir 60 persennya dari keseluruhan cerita. 1.3 Rumusan Masalah
Masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah citra moral Wiralodra yang tersirat dalam BD. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami aspekaspek moral yang membangun citra moral Wiralodra dalam BD. 1.5 Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian adalah sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh faktafakta dengan sabar, hati
Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
7
hati dan sistemis untuk mewujudkan kebenaran8. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah cara untuk memperoleh referensi yang relevan dengan penelitian ini. Dari bukubuku bacaan serta makalahmakalah hasil seminar Sejarah Indramayu yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu karya ilmiah. Adapun metode penulisan yang digunakan adalah analisis deskriptif. Tujuan analisis deskriptif adalah mendeskripsikan teks dan apaapa yang terkandung di dalam teks tersebut. Selain mendeskripsikan dibutuhkan pula upaya untuk menganalisis dan menginterpretasikan makna karya sastra. 1.6 Sumber Data Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah BD milik H.R Sutadji. Naskah yang berukuran 27,5 x 19,5cm ini disalin di buku tulis, dengan tebal halaman 220 dan setiap halaman terdiri dari 30 baris. Naskah yang disalin pada tahun 1988 oleh Sutadji ini, berbentuk tembang9 dan terdiri dari 16 pupuh10 dan beraksara Latin dalam bahasa Jawa dan sedikit bahasa Sunda.
1.7 Landasan Teori Untuk memahami citra moral Wiralodra dalam BD, maka menggunakan pengertian citra yang diajukan Panuti Sudjiman (1990: 17); Citra diartikan sebagai kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat. Citra merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi11. Dengan demikian dapat terlihat segala sesuatu yang dipikirkan, dirasakan, diucapkan dan yang dilakukan tokoh karena hal itu merupakan pencitraan 8 Mardalis. Metode Penelitian. (Jakarta: 1990).hlm 24. 9 Tembang adalah susunan titilaras (nada) sebagai perangkat untuk membaca puisi tradisional, terutama macapat. Karsono (2001: 193). 10 Pupuh adalah bagian dari wacana yang berbentuk puisi, dapat disamakan dengan bab untuk wacana prosa. ibid. 11Sudjiman. Kamus Istilah Sastra. (Jakarta: 1990). hlm 17.
Universitas Indonesia Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
baginya. Berdasarkan pengertian citra tersebut, penulis merasa bahwa untuk menganalisis citra moral tersebut diperlukan teori moral. Maka, penulis menggunakan teori moral yang dikemukakan Franz MagnisSuseno (1987); yang mengatakan moral adalah tolokukur untuk menentukan benarsalahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baikburuknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Dalam memahami citra moral Wiralodra yang tercermin dari aspek BD. Dibutuhkan sebuah pendekatan penafsiran terhadap aspekaspek BD. Maka, peneliti menggunakan pendekatan Interpretasi menurut Jan van luxemburg, Mieke bal dan Willem g. westeijn (1991: 25) ; Interpretasi ialah cara membaca dan menjelaskan teks yang lebih sistematis dan lengkap”.12 Dengan menggunakan pendekatan Interpretasi tersebut peneliti ingin menginterpretasi BD secara makna yang lebih luas lagi, demi menemukan moral yang terkandung dalam aspek BD dengan lebih objektif. Penulis melihat bahwa karya sastra perlu diinterpretasi. Oleh karena analisis ini bertumpu pada aspekaspek BD maka seperti yang telah penulis jelaskan di atas, terdapat lima aspek BD yaitu : 1. Aspek legenda adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap oleh empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh–sungguh pernah terjadi.13 2. Aspek sugesti adalah ramalan atau firasat, suara gaib, tabir mimpi dan pemali14 3. Aspek simbolisasi berupa lambanglambang, bendabenda keramat, atau katakata kiasan yang penuh makna15 4. Aspek genealogi adalah garis keturunan manusia dalam hubungan keluarga sedarah16 5. Aspek kesaktian adalah kepandaian (kemampuan) berbuat sesuatu
12 Luxemburg, Jan van. dkk. Tentang Sastra. (Jakarta: 1991). hlm 25. 13Dandajaya. Folklore Indonesia. (Jakarta: 2002.) hlm 67 14 Soedarsono, dkk. 1985. Citra Pahlawan dalam Kebudayaan Jawa. hlm.83 15Ibid. hlm.83 16KBBI. (Jakarta: 2001.)hlm 353
Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
9
yang bersifat gaib (melampaui kodrat alam).17 1.8 Penelitian Terdahulu Cerita Wiralodra yang begitu menarik membuat banyak orang ingin meneliti lebih dalam mengenai perjalanan Wiralodra dalam membangun cikal bakal Indramayu dilihat dari sudut pandang yang beraneka ragam. Penelitian mengenai Wiralodra ada yang sudah berwujud bukubuku literatur, makalah makalah seminar, dan lainlain. Bukubuku yang membahas mengenai Wiralodra antara lain adalah H. A Dasuki, dkk (1977) dalam buku yang berjudul Sejarah Indramayu, Cetakan ke 3. Di dalam buku tersebut, dalam salah satu babnya, yaitu bab lima, diceritakan kedatangan Wiralodra ke Sungai Cimanuk, dan cerita itu dikutip langsung dari BD. Buku lain selanjutnya yang juga membahas tentang cerita Wiralodra adalah karya Sutadji (2003) dalam buku yang berjudul Dwitunggal Pendiri Darma Ayu Nagari; Aria Wiralodra (Prabu Indrawijaya) dan Nyi Endang Darma (Ratu Gandasari). Buku ini pun mengutip langsung dari BD. Perbedaanya dengan buku Sejarah Indramayu adalah dalam buku ini terdapat penggabungan antara BD dan Lontar Darmayu, yang menjadikan fakta cerita dalam BD tidak semestinya. Selain bukubuku yang telah membahas mengenai Wiralodra, setelah penulis telusuri, penulis menemukan beberapa makalah Seminar Sejarah Indramayu dengan tema: ‘Rekonstruksi Pemikiran dan Penafsiran Indramayu’. Adapun beberapa makalah yang berhubungan dengan Wiralodra dan BD adalah sebagai berikut: 1. H.R Sutadji K.S. Meluruskan Benang Kusut Legenda Kesejarahan. Makalah ini menguraikan gagasan dan menunjukkan kebenaran Sejarah Indramayu melalui lampiranlampiran. Adapun lampiran tersebut adalah Indramayu Awal Abad ke5 Kerajaan Manukrawa, Misi Aria Wiralodra Kerajaan Galuh Kaler Nagari Tahun 1510, 17ibid. hlm 982
Universitas Indonesia Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
Masuknya Agama Islam ke Indramayu, Hari Jadi Indramayu tanggal 7 Oktober 1527 Perlu ditinjau kembali, Buku Sejarah Indramayu terbitan PEMDA patut direvisi, Dwi Tunggal Pendiri Darma Ayu Nagari; Aria Wiralodra dan Nyi Endang Darma antara Legenda dan Sejarah. Lampiranlampiran tersebut sebagian besar menggunakan referensi BD, maka makalah tersebut sama saja tidak akan menemukan kebenaran Sejarah Indramayu sebab yang digunakan adalah BD. 2. Eddy Sunarto. Tinjauan Historiografi Dekade Kedatangan Wiralodra di Indramayu. Makalah ini menguraikan gagasan dan menunjukkan kebenaran Sejarah Indramayu. Eddy menyimpulkan bahwa cerita Sejarah Wiralodra telah membaurkan unsurunsur fiksional dan faktual yang di dalamnya saling terjalin, tetapi di dalamnya mengandung sejumlah informasi yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai disiplin ilmu, terutama ilmuilmu sosial untuk menggali isi dan makna dari sebuah karya sastra. Eddy menyadari dalam buku Sejarah Indramayu unsurunsur fiksional dan faktual berbaur namun dia tetap mengatakan dapat dimanfaatkan oleh berbagai disiplin ilmu, terurtama ilmuilmu sosial. Padahal BD merupakan karya sastra yang tidak ada kaitan sama sekali dengan masalah sosial. 3. Urip Sucipto. Kronologis Penetapan Lahirnya Hari Jadi Indramayu 7 Oktober 1527, antara Hasrat dan Fakta Sejarah. Makalah ini menguraikan gagasan dan menunjukkan kebenaran Sejarah Indramayu. Urip menyimpulkan bahwa penetapan hari jadi Indramayu berdasarkan kesepakatan musyawarah dan bukan kebenaran sejarah. Apa yang telah dilakukan Urip tidak menyinggung BD. 4. Agus Aris Munandar. Indramayu Perspektif ArkeologiSejarah. Makalah ini menguraikan gagasan dan menunjukkan kebenaran Sejarah Indramayu. Agus menyimpulkan bahwa artefak di Indramayu
Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
11
sudah mulai dimusnahkan, mengenai Sejarah Indramayu Agus membenarkan bahwa BD tidak dapat dijadikan sumber sejarah. 5. Raffan S. Hasyim. Sejarah Darmayu Berdasarkan Naskah yang Ditemukan. Makalahnya tidak banyak menyinggung BD, sebab dalam analisisnya hanya menguraikan beberapa naskahnaskah yang ditemukan. 6. Supali Kasim. Mencari Indramayu dalam Tanda Tanya Sejarah. Makalah ini menguraikan gagasan dan menunjukkan kebenaran Sejarah Indramayu. Supali menyiratkan banyak pertanyaan yang diajukan untuk kebenaran Sejarah Indramayu. Hal ini sangat wajar karena BD merupakan karya sastra dan bukan penulisan sejarah dan jika memaksakan dijadikan sejarah yang ada hanya membuat bingung pembacanya. 7. R. Bambang Irianto. Catatan Pembanding tentang Penulisan Sejarah Indramayu. Makalah ini menguraikan gagasan dan menunjukkan kebenaran Sejarah Indramayu melalui Sejarah Jawa Barat; Yosef Iskandar, Babad Galuh; Kyai Serengrana, naskah Sunan Rohmat Suci Godog; Deddy EffendieWarjta, dan naskah Mertasinga. Bambang menyimpulkan bahwa penulis Sejarah Indramayu, terlalu berani mengatakan yang ditulisnya adalah Sejarah Indramayu meski tanpa menggunakan bukti primer dan hanya menggunakan BD, ini mengurangi kebenaran buku Sejarah Indramayu. Buku Sejarah Indramayu memang tidak akan pernah cocok dengan sejarahsejarah yang lain sebab menggunakan BD sebagai sumber primer, seperti penulis katakan di atas BD adalah karya sastra yang tidak menuliskan sejarah. Jadi sebagimana usahanya mencari kebenaran Sejarah Indramayu tapi sumber yang digunakan tetap BD tidak akan menemukan kebenarannya. 8. Sobana Hardjasaputra. Buku Sejarah Indramayu Tanggapan dari Segi
Universitas Indonesia Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009
Metodelogi. Sobana menyimpulkan bahwa penulisan Sejarah Indramayu, khususnya Bab V, cenderung bersifat tulisan popular. Kelemahan utamanya adalah ketidakakuratan fakta, ditambah oleh kacaunya sistematika uraian menyangkut kronologi dan hubungan permasalahan. Demikian telah penulis uraikan penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Di sini dapat penulis simpulkan, banyak orang yang mengkaji Wiralodra dilihat dari pendekatan sejarah dan ilmuilmu lain, sementara pendekatan sastra sendiri belum ada yang melakukannya. Oleh karena itu, untuk mendapat makna yang mengsndung moral penulis mencari Citra Moral Wiralodra dengan melihat BD sebagai karya sastra yang mengandung banyak moral. Dengan kata lain, penulis tidak melakukan seperti penelitian terdahulu, namun lebih memandang BD sebagai sebeuah karya sastra yang mengandung moral untuk masyarakat Indramayu. 1.9 Sistematika Penulisan Bab I
:Menguraikan latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penulisan, sumber data, landasan
teori, dan penelitian terdahulu. Bab II
:Idintifikasi naskah BD, dengan mendeskripsikan naskah dan ringkasan BD.
Bab III
: Menganalisis aspekaspek BD serta citra moral Wiralodra yang tercermin didalamnya.
Bab IV
: Berisi Kesimpulan.
Lampiran
: Berisi tabel data, diperlukan karena tabel data adalah gambaran proses analis.
Sistematika ini didasarkan atas data dan hasilhasil kajan. Diharapkan dengan sistematika seperti ini permasalahan kajian dapat dijawab.
Citra moral..., Iddah Bio Watti, FIB UI, 2009