I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia baik dalam ekonomi, sosial, budaya, maupun pendidikan. Menurut Pasal satu UU RI No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah salah satu wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, harus mampu mengembangkan dan membangun kecerdasan intelektual dan karakter peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, pembelajaran yang kreatif dan inovatif dan menyenangkan harus diwujudkan dalam proses pembelajaran. Salah satu upaya guru di dalam menciptakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan adalah dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam membangun pengetahuan mereka sendiri dengan metode dan media pembelajaran yang menarik dan tepat. Salah satu mata pelajaran wajib bagi peserta didik SD adalah Matematika. Namun selama ini kita melihat bahwa mata pelajaran Matematika terasa sulit bagi peserta didik sehingga menyebabkan mereka menjadi kurang semangat dan bosan ketika pelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena cara mengajar guru yang kurang menarik bagi siswa. Selain itu, tidak adanya media atau alat peraga yang dapat dilihat, dipegang dan dimanipulasi oleh peserta didik menjadi penyebab matematika menjadi terasa sulit.
1
1.
Identifikasi Masalah Pembelajaran matematika dianggap berhasil jika peserta didik telah menguasai materi yang diajarkan. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pembelajaran oleh peserta didik. Berdasarkan hasil tes formatif pembelajaran matematika tentang Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK), rata-rata nilai kelas hanya mencapai 60 dan terdapat 13 orang dari 30 siswa yang belum mencapai KKM. Tingkat ketuntasan klasikal hanya mencapai 57%. Selain itu, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sangat rendah. Ketika guru menjelaskan, banyak siswa yang tidak memperhatikan. Melihat kondisi tersebut, maka penulis terdorong untuk melakukan refleksi dan perbaikan proses pembelajaran.
2.
Analisis Masalah Hasil refleksi pada prasiklus pembelajaran, penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru. Siswa banyak yang hanya duduk mendengarkan tanpa dilibatkan dalam proses pembelajaran. Tidak adanya media yang digunakan untuk menanamkan konsep kelipatan persekutuan terkecil (KPK) juga menyebabkan siswa kurang aktif dan tidak termotivasi untuk belajar. Padahal seharusnya, dalam proses pembelajaran di dalam kelas peran guru adalah sebagai fasilitator untuk membimbing siswa membangun sendiri pengetahuannya. Artinya, Aktivitas siswa dalam kelas harus terlihat dalam bentuk mendengarkan, bertanya, menjawab, melakukan simulasi, diskusi kelompok, dan sebagainya.
3.
Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah Melihat kondisi di atas, maka penulis akan melakukan perbaikan pembelajaran melalui sebuah penelitian perbaikan pembelajaran dengan memanfaatkan penggunaan media kartu angka untuk
2
melibatkan siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang kelipatan persekutuan terkecil. Maka, penelitan perbaikan pembelajaran ini diberi judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 21 Ampenan Melalui Penggunaan Media Kartu Angka pada Konsep Kelipatan Persekutuan Terkecil Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014”.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penggunaan media kartu angka dapat menigkatkah hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 21 Ampenan melalui penggunaan media kartu angka pada konsep kelipatan persekutuan terkecil semester I tahun pelajaran 2013/2014?”.
C.
Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah: 1.
Untuk mengetahui penggunaan media kartu angka pada konsep kelipatan persekutuan terkecil dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri 21 Ampenan semester I tahun pelajaran 2013/2014.
2.
Untuk mengetahui penggunaan media kartu angka pada konsep kelipatan persekutuan terkecil dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 21 Ampenan semester I tahun pelajaran 2013/2014.
D.
Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran Hasil dari pelaksanaan penelitian perbaikan pembelajaran ini diharapkan akan
memberikan manfaat bagi beberapa pihak yaitu:
3
1.
Bagi Siswa Penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa, antara lain dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan meningkatkan minat siswa melalui penggunaan media kartu angka karena mudah diperoleh dan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan.
2.
Bagi Guru Dengan
dilaksanakan
penelitian
kelas
ini,
guru
menemukan format rancangan pembelajaran Matematika
dapat dengan
menggunakan media kartu angka dari kertas karton diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. 3.
Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran Matematika khususnya dan mata pelajaran lain pada umumnya.
4
II.
A.
KAJIAN PUSTAKA
Karakteristik Siswa SD Pieget (dalam Shaffer, 1996) menjelaskan intelegensia sebagai dasar fungsi kehidupan yang membantu seseorang/organisme untuk beradptasi dengan lingkungannya. Teori Pieget menggolongkan anak usia SD dalam fase yang disebut dengan fase operasional konkret. Kemampuan berfikir logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat berfikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret. Pada tahap ini anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Santrok dan Yussen menggolongkan anak usia SD ke dalam fase kanak-kanak menengah dan akhir. Fase ini berlangsung sejak kira-ira 6 tahun hingga 11 tahun. Pada tahap ini anak-anak menguasai keterampilanketerampilan dasar membaca, menulis dan berhitung. Secara formal mereka sudah mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan budayanya. Sementara itu, dalam bukunya yang berjudul Chilhood and Society Erik H. Erikson menggolongkan usia SD pada fase produktivitas. Pada fase ini anak mulai mampu berfikir deduktif, bermain, dan belajar menurut peraturan yang ada. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis, dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan bila perlu diberi hadiah. Dengan demikian, rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Dalam belajar, seseorang memiliki tiga modalitas utama yaitu, visual, auditorial dan kinestetik. Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas tersebut, hampir semua orang cenderung pada salah satu
5
modalitas belajar (Bandler dan Grinder, 1981) yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi. Orang tidak hanya cenderung pada salah satu modalitas, mereka juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang member mereka bakat dan kekurangan alami tertentu (Markova, 1992)
B.
Pembelajaran Matematika SD Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi
dalam
pikiran
(struktur
kognitif)
manusia
yang
mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Tahap Enaktif adalah suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata.
2.
Tahap
Ikonik
pengetahuan
adalah
suatu
direpresentasikan
tahap
pembelajaran
(diwujudkan)
di mana
dalarn
bentuk
bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif. 3.
Tahap
Simbolik adalah suatu
tahap pembelajaran di mana
pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik simbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau
kalimat-kalimat),
lambang-lambang
matematika
maupun
lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9). Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap
6
belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang
kedua,
yaitu
tahap
belajar
dengan
menggunakan
modus
representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap
ketiga,
yaitu
tahap
belajar
dengan
menggunakan
modus
representasi simbolik. Dalam
teori belajar
Konstruktivis,
mengajar
bukan
hanya
memindahkan pengetahuan dari guru kepada murid, melainkan suatu kegiatan
yang
memungkinkan
siswa
membangun
sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam mengonstruksi
pengetahuan,
membuat
makna,
mempertanyakan
kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencourt, 1989). Salah satu strategi pembelajaran matematika yang konstruktivistik dan dianggap sesuai saat ini adalah penemuan terbimbing (guided discovery). Penemuan terbimbing adalah suatu kegiatan yang mana guru membimbing peserta didik dengan menggunakan media pembelajaran dan
langkah-langkah
yang
sistematis
sehingga
mereka
merasa
menemukan sesuatu. Apa yang diperoleh peserta didik bukanlah temuantemuan baru bagi guru, tetapi bagi siswa dapat mereka rasakan sebagai temuan baru.
C.
Media Pembelajaran Matematika SD 1.
Pengertian Media Menurut Drs. M. Basyiruddin Usman, M.Pd dan Prof. Dr. H. Asnawir
dalam bukunya “Media Pembelajaran”, “Media”
memiliki arti “Perantara” atau “Pengantar”. Association for education and communication Technology (AECT) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan
7
bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai
pesan
atau
media.
Bentuk-bentuk
stimulus bisa
dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar untuk memahami apa yang disampaaikan guru. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Menurut Drs. M. Basyiruddin Usman, M.Pd dan Prof. Dr. H. Asnawir dalam bukunya media pembelajaran ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain; tujuan pembelajaran
yang
ingin
di
capai,
ketepatgunaan,
kondisi
siswa/mahasiswa, ketersediaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), mutu teknis dan biaya. Oleh sebab itu, beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain : 1.
Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran
yang
telah
diterapkan.
Masalah
tujuan
pembelajaran ini merupakan komponen yang utama yang harus diperhatikan dalam memilih media. Dalam penetapan media harus jelas san operasional, spesifik, dan benar-benar tergambar dalam bentuk prilaku (behavior). 2.
Aspek materi menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam memilih media.Sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran siswa.
3.
Kondisi audien (siswa) dari segi subyek belajar menjadi perhatian yang serius bagi guru dalam memilih media yang sesuai dengan kondisi anak. Faktor umur, intelegensi latar belakang pendidikan, budaya, dan lingkungan anak menjadi titk
8
perhatian dan pertimbangan dalam memilih media pengajaran. 4.
Ketersediaan media disekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan seorang guru. Seringkali suatu media dianggap tepat untuk digunakan di kelas akan tetapi di sekolah tersebut tidak tersedia media atau peralatan yang diperlukan, sedangkan untuk mendesain atau merancang suatu media yang dikehendaki tersebut tidak mungkin dilakukan oleh guru.
5.
Media yang dipilih seharusnya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada audien (siswa) secara tepat dan berhasil guna, dengan kata lain tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal.
6.
Biaya yang dikeluarkan dalam pemanfatan media harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Pemanfatan media yang sederhana mungkin lebih menguntungkan daripada menggunakan media yang canggih (teknologi tinggi) bilamana hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan. Gerlac & Ely (1971) mengatakan bahwa media dipahami secara
garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, dan sikap. Pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photo grafis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Batasan media yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah AECT (asosiatif of Education and Communication Technologi, 1997) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan, selain itu menurut Fleming (1987 :234) media adalah penyebab atau alat yang
9
turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikan media dapat mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses pembelajaran siswa dan isi pelajaran. Selain itu media dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pengajaran yang melakukan peran mediasi. Mulai dari guru, sampai pada peralatan yang paling canggih, dapat disebut sebagai media. Dengan kata lain media dapat diartikan sebagai alat penyampaian pesan-pesan pengajaran. Dalam mengajarkan matematika modern kita harus berusaha agar siswa lebih banyak mengerti dan mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam matematika akan lebih besar. Siswa akan lebih besar minatnya dalam belajar matematika bila pelajaran
itu
disajikan
dengan
baik
dan
menarik.
Dengan
dipergunakan media maka siswa akan lebih tertarik dan tidak jenuh dalam belajar matematika. Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan media kartu angka untuk menanamkan konsep tentang kelipatan persekutuan terkecil.
2.
Media Kartu Angka Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kartu adalah kertas tebal yg tidak berapa besar, berbentuk persegi panjang (untuk berbagai keperluan, hampir sama dengan karcis). Jadi kartu angka dapat diartikan sebagai kertas tebal yang tidak berapa besar berbentuk persegi panjang yang berisi sebuah angka. Kartu angka yang digunakan peneliti terbuat dari kertas bufalo. Kertas buffalo dipilih karena memiliki ragam warna dan memiliki ketebalan yang sesuai untuk membuat kartu. Untuk membuat kartu angka, kertas buffalo dipotong dengan ukuran 12cm x 10cm.. Selanjutnya pada kertas karton tersebut di tulis angka 2 – 100 masingmasing dibuat rangkap 2.
10
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini tentang model kartu angka
yang digunakan peneliti dalam
pembelajaran konsep kelipatan persekutuan terkecil.
25
8 cm
10 cm Gambar 2.1 Model Kartu Angka
11
III.
A.
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
Subjek, Tempat Dan Waktu Penelitian, Pihak Yang Membantu 1.
Subjek Penelitian Mata pelajaran yang menjadi subjek penelitian adalah matematika
dengan topik kelipatan persekutuan terkecil. Sampel penelitian adalah siswa kelas IV SD dengan jumlah siswa 30 orang terdiri dari 18 laki-laki dan 12 perempuan.
2.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelas IV SD Negeri 21 Ampenan, Jl.
Cakalang 6B Pondok Perasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan Kota Mataram dengan jadwal sebagai berikut : No. 1.
2.
Hari/Tanggal
Materi
Kamis,
Kelipatan
31 Oktober 2013
Persekutuan Terkecil
Senin,
Kelipatan
4 November 2013
Persekutuan Terkecil
Siklus
Waktu
I
07.30 s/d 09.15
II
07.30 s/d 09.15
Tabel 3.1 Jadwal Perbaikan Pembelajaran
3.
Pihak Yang Membantu Dalam pelaksanaan penelitian perbaikan pembelajaran ini, peneliti dibantu oleh : 1.
Supervisor 2 yang ditunjuk oleh Universitas Terbuka selaku observer yang membantu mulai dari perencanaan hingga penyusunan laporan penelitian perbaikan pembelajaran.
2.
Kepala SD Negeri 21 Ampenan yang membantu menyediakan sarana dan prasarana selama perencanaan hingga penyusunan laporan penelitian perbaikan pembelajaran.
12
B.
Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Perencanaan
Perencanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Observasi
Observasi
Refleksi
Refleksi
Gambar 3.1 Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran, peneliti menggunakan prinsip Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 2 siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. 1.
Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini sebagai berikut:
Membuat Rencana Perbaikan Pembelajaran tentang kelipatan persekutuan terkecil berdasarkan hasil analisis masalah.
2.
Membuat lembaran observasi kegiatan guru .
Membuat lembar observasi siswa
Membuat lembar kerja siswa.
Menyediakan media pembelajaran berupa kartu angka.
Pelaksanaan Tindakan
13
Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
yang
telah
direncanakan
pada
rencana
perbaikan
pembelajaran. Setiap langkah yang telah direncanakan diamati dan dikumpulkan data-datanya, baik data aktivitas selama proses pembelajaranmaupun data hasil tes penilaian pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan hasil dan aktivitas belajar siswa maupun kemampuan guru dalam proses pembelajaran pada masing-masing siklus.
3.
Observasi Melaksanakan obeservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilaksanakan oleh teman sejawat dalam hal ini supervisor 2 sebagai observer yang dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan proses pembelajaran. Kegiatan observasi dilakukan untuk menilai aktivitas siswa dalam proses pembelajaran serta kemampuan guru sebagai peneliti dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian perbaikan pembelajaran.
4.
Refleksi Hasil observasi yang dilakukan bersaa supervisor 2 mengenai aktivitas siswa dan guru selama proses perbaikan pembelajaran didiskusikan
bersama.
Kekurangan
selama
proses
tersebut
diidentifikasi dan dianalisis. Dari hasil identifikasi dan analisis tersebut, peneliti bersama supervisor 2 melakukan diskusi untuk menentukan langkah-langkah yang dapat dijadikan solusi pada siklus berikutnya.
C.
Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data yang telah terkumpul dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Data berupa komentar dan hasil observasi tentang proses perbaikan pembelajaran yang oleh supervisor 2 selaku observer
14
dianalisis secara kualitatif. Sementara untuk data berupa skor hasil tes dianalisis secara kuantitatif. Analisisa data yang berupa skor hasil tes menggunakan standar Kriteria Ketuntasan. Data tersebut dianalisis secara kuantitatif dengan cara sebagai berikut: 1.
Ketuntasan Individu Setelah diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), setiap sekolah memiliki Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi sekolah dan karakter siswa yang meliputi kompleksitas materi, daya dukung yang ada di sekolah dan intake (kemampuan awal) siswa. Untuk KKM mata pelajaran matematika siswa kelas 4 SD Negeri 21 Ampenan adalah 70. Artinya, jika siswa mendapat nilai ≥ 70 maka dianggap tuntas. Jika nilai yang diperoleh siswa < 70 maka dianggap belum tuntas.
2.
Ketuntasan Klasikal Selain dikonversi ke ketuntasan individu, data tes hasil belajar dianalisis menggunakan analisis hasil belajar secara klasikal dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: KK = ketuntasan klasikal = jumlah siswa yang tuntas z
= jumlah siswa yang ikut tes
Jika ketuntasan klasikal ≥ 85% maka kelas tersebut dianggap tuntas secara klasikal dan jika ketuntasan klasikal < 85% maka tersebut dianggap belum tuntas secara klasikal.
15
IV.
A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Berikut adalah deskripsi hasil penelitian perbaikan pembelajaran prasiklus, siklus I, dan siklus II yang dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 21 Ampenan pada mata pelajaran matematika tentang konsep kelipatan persekutuan terkecil. 1.
Pembelajaran Prasiklus Hasil pembelajaran prasiklus pada hari Kamis, 17 Oktober 2013 yang
menjadi
dasar
dalam
melakukan
penelitian
perbaikan
pembelajaran adalah sebagai berikut : No.
Nama Siswa
Nilai
Keterangan
1
Aditia Asaputra
75
tuntas
2
Aeratia
40
tidak tuntas
3
Amelia Aspari
75
tuntas
4
Angel Relief Clarita
75
tuntas
5
Ardy Nurmi Narto Harmain
70
tuntas
6
Azhari Akbar
50
tidak tuntas
7
Firman Wahyudi
60
tidak tuntas
8
Fitria Rapi'in
45
tidak tuntas
9
Hapip Udin
45
tidak tuntas
10
Hary Ferdiyansah
50
tidak tuntas
11
Hermalinda
45
tidak tuntas
12
Iqbal Pathani
80
tuntas
13
Isror Hamid
70
tuntas
14
Junaidi
30
tidak tuntas
15
Khaekal Dzil Ikhsan
70
tuntas
16
Loliza Alwi
75
tuntas
17
Naela Hariani
70
tuntas
18
Mahnun
30
tidak tuntas
16
19
Mirnawati
50
tidak tuntas
20
Muhammad Ramli
75
tuntas
21
Muhammad Safiq
70
tuntas
22
Muhammad Surya Sasaki
70
tuntas
23
Muhammad Wildan
80
tuntas
24
Nurul Hidayah
70
tuntas
25
Pahmi Al Tasah
70
tuntas
26
Retop Edison
70
tuntas
27
Siti Aisah
60
tidak tuntas
28
Sulaiman Yusuf
70
tuntas
29
Sumarnah
30
tidak tuntas
30
Yunita Eka Amelia
40
tidak tuntas
Jumlah
1810
Rata-rata
60
Jumlah Siswa yang memenuhi KKM
17
Ketuntasan Klasikal
57%
Tabel 4.1 Tabel Hasil Belajar Siswa Prasiklus
Dari hasil belajar prasiklus di atas, dapat dibuat rentang hasil belajar sebagai berikut: Rentang Hasil Belajar
Frekuensi
Persentase
30 – 39
3
10 %
40 – 49
5
16 %
50 – 59
3
10 %
60 – 69
2
7%
70 – 79
15
50 %
80 – 89
2
7%
90 – 100
0
0%
Jumlah
30
100 %
Tabel 4.2 Tabel Rentang Hasil Belajar Prasiklus
17
Dari Tabel 4.1 dan 4.2 di atas, siswa yang mendapat nilai ≥ 70 berjumlah 17 orang dengan rincian 15 orang (50%) mendapat nilai pada rentang 70-79 dan 2 orang (7%)pada rentang 80-89. Sehingga, ketuntasan klasikal hanya mencapai 57% dari 85% target yang telah ditetapkan. Sementara untuk nilai rata-rata kelas hanya mencapai 60. Maka dari itu, perlu dilakukan tindak lanjut berupa pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui siklus I.
2.
Pembelajaran Siklus I a.
Persiapan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini sebagai berikut:
Membuat Rencana
Perbaikan Pembelajaran tentang
kelipatan persekutuan terkecil berdasarkan hasil analisis masalah.
Membuat lembaran observasi kegiatan pembelajaran untuk guru
b.
Membuat Lembar Kerja Siswa
Menyediakan media pembelajaran
Pelaksanaan Perbaikan pembelajaran siklus I dilakukan pada hari kamis tanggal 31 Oktober 2013 dibantu oleh supervisor 2 sebagai observer. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dimulai dengan kegiatan awal yang berlangsung sekitar 15 menit. Guru mempersiapkan
siswa
agar
siap
untuk
melalui
proses
pembelajaran. Guru memotivasi siswa dengan melakukan beberapa
tepuk-tepuk
penyemangat.
Selanjutnya
guru
melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab tentang materi sebelumnya yaitu tentang kelipatan bilangan. Setelah siswa dirsa siap, setiap siswa dibagikan kartu angka yang
18
sebelumnya telah disiapkan. Semua kartu angka dibagi kepada semua siswa sampai kartu angkanya habis. Dalam kegiatan inti yang berlangsung sekitar 75 menit, guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 3. Siswa yang memegang kartu angka 3 berdiri di sebelah kanan kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memengan kelipatan 3 berikutnya berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 3. Hal yang sama dilakukan hingga terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 3.
Gambar 4.1 Penentuan Kelipatan 3
Selanjutnya guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 4. Siswa yang memegang kartu angka 4 berdiri di sebelah kiri kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memengan kelipatan 4 berikutnya berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 4. Hal yang sama dilakukan hingga terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 4.
19
Gambar 4.2 Penentuan Kelipatan 4
Kegiatan inti selanjutnya adalah siswa dari kelipatan 3 dan 4 yang memegang kartu dengan angka yang sama diminta pindah dari barisan dan berdiri berdampingan di depan kelas membuat barisan. Siswa dijelaskan bahwa angka yang sama dari dua kelipatan yang berbeda disebut kelipatan persekutuan.
Gambar 4.3 Penentuan Kelipatan Persekutuan dari 3 dan 4
20
Selanjutnya di antara barisan kelipatan pesekutuan yang memegang kartu angka terkecil diminta maju 3 langkah ke depan sambil mengangkat kartu angka di atas kepala. Sementara guru menjelaskan bahwa itulah yang disebut dengan kelipatan persekutuan terkecil (KPK). Artinya, KPK dari 3 dan 4 adalah 12.
Gambar 4.4 Penentuan KPK dari 3 dan 4
Selanjutnya siswa berlatih menentukan KPK dari 2 dan 5. Di saat yang sama, supervisor 2 selaku observer mengamati aktivitas guru dan siswa dalam proses perbaikan pembelajaran. Kegiatan inti diakhiri pemberian tugas kepada siswa untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa. Tahapan pelaksanaan berikutnya adalah kegiatan akhir yang berlangsung sekitar 15 menit. Siswa mengumpulkan Lembar Kerja Siswa yang telah dikerjakan. Siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti. Selanjutnya siswa dibimbing guru menyimpulkan materi pembelajaran dan diakhiri dengan menutup pembelajaran.
21
c.
Pengamatan Dari hasil pengamatan aktivitas siswa menunjukkan adanya peningkatan setelah penggunaan media kartu angka. Siswa yang hanya duduk dan mendengar pada pembelajaran prasiklus tampak mulai bersemangat mengikuti pembelajaran. Suasana
menyenangkan
mulai
terlihat
dalam
proses
pembelajaran. Ini tampak dari siswa yang berebut untuk bisa maju ke barisan kelipatan. Namun masih ada beberapa siswa yang masih bingung tentang alur penggunaan kartu angka. (Lembar pengamatan aktivitas siswa terlampir) Sementara
dari
hasil
pengamatan
aktivitas
guru
menunjukkan bahwa penggunaan media kartu angka dalam menjelaskan konsep kelipatan persekutuan terkecil membuat guru lebih percaya diri ketika mengajar. Secara umum, guru telah melasksanakan aktivitas mengajar dengan baik. Terlihat dari nilai hasil pengamatan oleh supervisor 2 mencapai 84,86. Walaupun pada awal kegiatan inti ada kegaduhan dari siswa yang berebut mendapatkan kartu angka dan maju ke depan kelas. Ini menunjukkan antusias dari siswa tinggi setelah adanya media
kartu
angka
yang digunakan pada
saat proses
pembelajaran. (Lembar pengamatan aktivitas guru terlampir) Hasil pembelajaran siklus I yang merupakan tindak lanjut dari pembelajaran prasiklus adalah sebagai berikut : No.
Nama Siswa
Nilai
Keterangan
1
Aditia Asaputra
75
tuntas
2
Aeratia
70
tuntas
3
Amelia Aspari
80
tuntas
4
Angel Relief Clarita
75
tuntas
5
Ardy Nurmi Narto Harmain
80
tuntas
6
Azhari Akbar
60
tidak tuntas
22
7
Firman Wahyudi
70
tuntas
8
Fitria Rapi'in
65
tidak tuntas
9
Hapip Udin
50
tidak tuntas
10
Hary Ferdiyansah
70
tuntas
11
Hermalinda
60
tidak tuntas
12
Iqbal Pathani
90
tuntas
13
Isror Hamid
70
tuntas
14
Junaidi
55
tidak tuntas
15
Khaekal Dzil Ikhsan
70
tuntas
16
Loliza Alwi
90
tuntas
17
Naela Hariani
80
tuntas
18
Mahnun
55
tidak tuntas
19
Mirnawati
70
tuntas
20
Muhammad Ramli
75
tuntas
21
Muhammad Safiq
70
tuntas
22
Muhammad Surya Sasaki
70
tuntas
23
Muhammad Wildan
80
tuntas
24
Nurul Hidayah
70
tuntas
25
Pahmi Al Tasah
65
tidak tuntas
26
Retop Edison
75
tuntas
27
Siti Aisah
75
tuntas
28
Sulaiman Yusuf
80
tuntas
29
Sumarnah
75
tuntas
30
Yunita Eka Amelia
75
tuntas
Jumlah
2145
Rata-rata
72
Jumlah Siswa yang memenuhi KKM Ketuntasan Klasikal
23 77%
Tabel 4.3 Tabel Hasil Belajar Siklus I
23
Dari hasil belajar siklus I di atas, dapat dibuat rentang hasil belajar sebagai berikut: Rentang Nilai
Frekuensi
Persentase
30 – 39
0
0%
40 – 49
0
0%
50 – 59
3
10 %
60 – 69
4
13 %
70 – 79
16
53 %
80 – 89
5
17 %
90 – 100
2
7%
Jumlah
30
100 %
Tabel 4.4 Tabel Rentang Hasil Belajar Siklus I
Dari Tabel 4.3 dan 4.4 di atas, siswa yang mendapat nilai ≥ 70 berjumlah 23 orang dengan rincian 16 orang (53%) mendapat nilai pada rentang 70-79, 5 orang (17%) pada rentang 80-89, dan 2 orang (7%) pada rentang 90-100. Sehingga, ketuntasan klasikal meningkat dari 17 orang (57%) menjadi 23 orang (77%) dari 85% target yang telah ditetapkan. Sementara untuk nilai rata-rata kelas sudah meningkat pula menjadi 72.
d.
Refleksi Hasil refleksi yang dilakukan guru sebagai peneliti bersama supervisor 2 selaku pengamat adalah sebagai berikut. Kelebihan-kelebihan yang terdapat pada siklus I yaitu: 1.
Guru sudah menguasai materi dengan baik.
2.
Guru sudah mempersiapkan RPP dengan matang sebelum melaksanakan pembelajaran.
3.
Guru memberikan siswa kesempatan dalam mengeluarkan pendapatnya.
4.
Volume suara guru dalam menjelaskan materi sudah bagus
24
5.
Di akhir pertemuan, guru menunjuk beberapa siswa untuk diberikan kesempatan menyimpulkan hasil pembelajaran yang diperoleh
6.
Siswa masuk kelas tepat waktu.
7.
Siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sementara kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
siklus I sebagai berikut: 1.
Masih ada beberapa siswa yang tidak terlalu aktif
2.
Guru kurang memberikan motivasi dan membimbing siswa secara individual.
3.
Guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi.
4.
Guru belum menunjukkan hubungan antar pribadi yang harmonis, sehingga respon tindakan yang diharapkan belum semuanya muncul.
5.
Siswa masih bermain-main ketika guru menjelaskan sehingga kelas menjadi ribut.
6.
Interaksi siswa dengan guru masih rendah karena ada siswa belum mampu merespon pertanyaan guru .
7.
Beberapa siswa masih kurang mampu menjaga ketertiban di dalam kelas karna masih ada siswa yang ribut. Kekurangan-kekurangan tersebut di atas berakibat pada
masih ada 7 orang siswa yang belum memenuhi KKM yang telah ditetapkan. Termasuk belum tercapainya ketuntasan klasikal 85% karena baru mencapai 77%. Oleh karena itu diperlukan proses perbaikan pembelajaran selanjutnya yang akan dilakukan melaui perbaikan pembelajaran siklus II.
2.
Pembelajaran Siklus II a.
Persiapan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini sebagai berikut:
25
Membuat Rencana
Perbaikan Pembelajaran tentang
kelipatan persekutuan terkecil berdasarkan hasil analisis masalah.
Membuat lembaran observasi kegiatan pembelajaran untuk guru
b.
Membuat Lembar Kerja Siswa
Menyediakan media pembelajaran
Pelaksanaan Perbaikan pembelajaran siklus II dilakukan pada hari Senin tanggal 4 November 2013 dibantu oleh supervisor 2 sebagai observer. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dimulai dengan kegiatan awal yang berlangsung sekitar 15 menit. Guru mempersiapkan
siswa
agar
siap
untuk
melalui
proses
pembelajaran. Guru memotivasi siswa dengan melakukan beberapa
tepuk-tepuk
penyemangat.
Selanjutnya
guru
melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab tentang materi sebelumnya yaitu tentang kelipatan bilangan. Setelah siswa dirsa siap, setiap siswa dibagikan kartu angka yang sebelumnya telah disiapkan. Semua kartu angka dibagi kepada semua siswa sampai kartu angkanya habis. Dalam kegiatan inti yang berlangsung sekitar 75 menit, guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 3. Siswa yang memegang kartu angka 3 berdiri di sebelah kanan kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memegang kelipatan 3 berikutnya maju ke depan kelas menunjukkan ke temannya yang lain sambil menyebut nama angka yang dipegang. Siswa lain memeriksa apakah kartu angka yang dipegang temannya termasuk kelipatan 3 atau tidak. Jika benar, siswa yang bersangkutan berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 3. Hal yang sama dilakukan hingga
26
terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 3. Siswa yang memegang kelipatan 3 mengucapkan ”Kami adalah kelipatan 3. 3, 4,.......” dan seterusnya
Gambar 4.5 Penentuan Kelipatan 3
Selanjutnya guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa akan diminta untuk menentukan kelipatan 4. Siswa yang memegang kartu angka 4 berdiri di sebelah kanan kelas. Selanjutnya siswa yang merasa memegang kelipatan 4 berikutnya maju ke depan kelas menunjukkan ke temannya yang lain sambil menyebut nama angka yang dipegang. Siswa lain memeriksa apakah kartu angka yang dipegang temannya termasuk kelipatan 4 atau tidak. Jika benar, siswa yang bersangkutan berdiri di sebelah siswa yang memegang kartu angka 4. Hal yang sama dilakukan hingga terdapat sepuluh kartu angka yang dipegang siswa yang berisi kelipatan 4. Siswa yang memegang kelipatan 4 mengucapkan ”Kami adalah kelipatan 4. 4, 8,.......” dan seterusnya
27
Gambar 4.6 Penentuan Kelipatan 4
Kegiatan inti selanjutnya adalah siswa dari kelipatan 3 dan 4 yang memegang kartu dengan angka yang sama diminta pindah dari barisan dan berdiri berdampingan di depan kelas membuat barisan. Siswa dijelaskan bahwa angka yang sama dari dua kelipatan yang berbeda disebut kelipatan persekutuan. Siswa yang memegang kelipatan persekutuan 3 dan 4 mengucapkan ”Kami adalah kelipatan persekutuan 3 dan 4. 12, 24”
Gambar 4.7 Penentuan Kelipatan Persekutuan 3 dan 4
28
Selanjutnya di antara barisan kelipatan pesekutuan yang memegang kartu angka terkecil diminta maju 3 langkah ke depan sambil mengangkat kartu angka di atas kepala. Sementara guru menjelaskan bahwa itulah yang disebut dengan kelipatan persekutuan terkecil (KPK). Siswa yang memegang kelipatan persekutuan 3 dan 4 mengucapkan ”Kami adalah kelipatan persekutuan terkecil dari bilangan 3 dan 4 yaitu 12”. Artinya, KPK dari 3 dan 4 adalah 12.
Gambar 4.8 Penentuan KPK dari 3 dan 4
Selanjutnya siswa berlatih menentukan KPK dari 2 dan 5. Di saat yang sama, supervisor 2 selaku observer mengamati aktivitas guru dan siswa dalam proses perbaikan pembelajaran. Kegiatan inti diakhiri pemberian tugas kepada siswa untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa. Tahapan pelaksanaan berikutnya adalah kegiatan akhir yang berlangsung sekitar 15 menit. Siswa mengumpulkan Lembar Kerja Siswa yang telah dikerjakan. Siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
29
Selanjutnya siswa dibimbing guru menyimpulkan materi pembelajaran dan diakhiri dengan menutup pembelajaran.
c.
Pengamatan Dari hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan. Beberapa siswa yang sebelumnya tidak serius mengikuti pembelajaran sudah mulai berkurang. Siswa yang tidak tertib ketika pembelajaran mulai juga mulai berkurang. Suasana menyenangkan semakin terlihat dalam proses pembelajaran. Ini tampak dari siswa yang berebut untuk bisa maju ke barisan kelipatan. (Lembar pengamatan aktivitas siswa terlampir) Sementara
dari
hasil
pengamatan
aktivitas
guru
menunjukkan bahwa kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya disempurnakan pada siklus II ini. Guru lebih pelan dan jelas ketika menjelaskan materi. Tempat duduk siswa ditukar. Siswa yang tidak tertib pada pembelajaran siklus sebelumnya
didudukkan
paling
depan
dengan
tujuan
mempermudah kontrol oleh guru. Guru mengulang pertanyaan beberapa kali sebelum dijawab oleh siswa. Sehingga siswa faham maksud dari pertanyaan dan mampu untuk menjawabnya. Interaksi antara siswa dan guru tampak meningkat. Secara umum, guru telah melasksanakan aktivitas mengajar dengan baik. Terlihat dari hasil pengamatan oleh supervisor II mencapai nilai 91,14. (Lembar pengamatan aktivitas siswa terlampir) Hasil pembelajaran siklus II yang merupakan tindak lanjut dari pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut : No.
Nama Siswa
Nilai
Keterangan
1
Aditia Asaputra
95
tuntas
2
Aeratia
80
tuntas
30
3
Amelia Aspari
100
tuntas
4
Angel Relief Clarita
80
tuntas
5
Ardy Nurmi Narto Harmain
100
tuntas
6
Azhari Akbar
75
tuntas
7
Firman Wahyudi
85
tuntas
8
Fitria Rapi'in
75
tuntas
9
Hapip Udin
70
tuntas
10
Hary Ferdiyansah
70
tuntas
11
Hermalinda
75
tuntas
12
Iqbal Pathani
100
tuntas
13
Isror Hamid
90
tuntas
14
Junaidi
70
tuntas
15
Khaekal Dzil Ikhsan
85
tuntas
16
Loliza Alwi
90
tuntas
17
Naela Hariani
85
tuntas
18
Mahnun
70
tuntas
19
Mirnawati
85
tuntas
20
Muhammad Ramli
90
tuntas
21
Muhammad Safiq
90
tuntas
22
Muhammad Surya Sasaki
80
tuntas
23
Muhammad Wildan
100
tuntas
24
Nurul Hidayah
80
tuntas
25
Pahmi Al Tasah
70
tuntas
26
Retop Edison
100
tuntas
27
Siti Aisah
75
tuntas
28
Sulaiman Yusuf
100
tuntas
29
Sumarnah
75
tuntas
30
Yunita Eka Amelia
80
tuntas
Jumlah
2520
Rata-rata
84
31
Jumlah Siswa yang memenuhi KKM Ketuntasan Klasikal
30 100%
Tabel 4.5 Tabel Hasil Belajar Siklus II
Dari hasil belajar siklus II di atas, dapat dibuat rentang hasil belajar sebagai berikut: Rentang Nilai
Frekuensi
Persentase
30 – 39
0
0%
40 – 49
0
0%
50 – 59
0
0%
60 – 69
0
0%
70 – 79
10
33 %
80 – 89
9
30 %
90 – 100
11
37 %
Jumlah
30
100 %
Tabel 4.6 Tabel Rentang Hasil Belajar Siklus II
Dari Tabel 4.5 dan 4.6 di atas, siswa yang mendapat nilai ≥ 70 berjumlah 30 orang dengan rincian 10 orang (33%) mendapat nilai pada rentang 70-79, 9 orang (30%) pada rentang 80-89, dan 11 orang (37%) pada rentang 90-100. Sehingga, ketuntasan klasikal meningkat dari 23 orang (77%) menjadi 30 orang (100%) dari 85% target yang telah ditetapkan. Sementara untuk nilai rata-rata kelas sudah meningkat pula menjadi 84. Ini menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal telah mencapai 100%, melebihi target 85 % yang telah ditetapkan.
d.
Refleksi Hasil refleksi yang dilakukan guru sebagai peneliti bersama supervisor 2 selaku pengamat adalah sebagai berikut.
32
1.
Penggunaan alat peraga kartu angka efektif pada materi kelipatan persekutuan terkecil.
2.
Kontrol terhadap siswa yang tidak tertib ketika belajar perlu mendapat perhatian yang lebih.
3.
Guru
membimbing siswa
secara
individual ketika
mengalami kesulitan. 4.
Guru bisa memanfaatkan tutor sebaya untuk membantu siswa yang bermasalah.
B.
Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Hasil pembelajaran dengan menggunakan media kartu angka pada materi tentang kelipatan persekutuan terkecil mulai dari pembelajaran Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II adalah sebagai berikut : Rentang
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
Nilai
f
%
f
%
f
%
30 – 39
3
10 %
0
0%
0
0%
40 – 49
5
16 %
0
0%
0
0%
50 – 59
3
10 %
3
10 %
0
0%
60 – 69
2
7%
4
13 %
0
0%
70 – 79
15
50 %
16
53 %
10
33 %
80 – 89
2
7%
5
17 %
9
30 %
90 – 100
0
0%
2
7%
11
37 %
Jumlah
30
100 %
30
100 %
30
100 %
17
57%
23
77%
30
100%
Ketuntasan Klasikal
Tabel 4.7 Tabel Rentang Hasil Pembelajaran Semua Siklus
Dari Tabel 4.7 di atas dapat dibuat diagram ketuntasan klasikal hasil pembelajaran Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II adalah sebagai berikut :
33
Diagram Ketuntasan Klasikal 100% 100%
77%
80%
57%
60% 40% 20% 0% Prasiklus
Siklus I
Siklus II
Gambar 4.9 Ketuntasan Klasikal
Dari tabel 4.7 dan gambar 4.9 di atas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari pembelajaran prasiklus hingga siklus II terus mengalami peningkatan. Pada pembelajaran prasiklus ketuntasan kelas hanya 57% (17 orang) saja. Pada siklus I terjadi peningkatan ketuntasan klasikal menjadi 77% (23 orang) setelah guru menggunakan media kartu angka dalam menjelaskan materi. Peningkatan ketuntasan klasikal terus terjadi pada siklus II mencapai 100% (30 orang). Artinya, pada siklus II ketuntasan klasikal melebihi target 85% yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembahasan di atas menunjukkan bahwa selain kemampuan guru dalam menyampaikan materi, keberhasilan pembelajaran harus ditunjang oleh penggunaan media yang tepat. Modalitas siswa dalam belajar berupa visual, audiotorik, dan kinestetik perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan
media
pembelajaran.
Artinya,
ketika
melalui
proses
pembelajaran ketiga modalitas utama tersebut harus dimanfaatkan. Media kartu angka yang digunakan peneliti dalam pembelajaran konsep kelipatan persekutuan terkecil memungkinkan siswa untuk menggunakan ketiga modalitas tersebut. Dengan penggunaan media tersebut, siswa bisa memegang, mendengar, melihat, mengucapkan dan bergerak. Dengan begitu akan terciptalah pembelajaran yang menyenangkan dan konsep pembelajaran menjadi mudah dipahami oleh siswa.
34
V.
A.
SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT
Simpulan Dari hasil penelitian perbaikan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berupa kartu angka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 21 Ampenan Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran matematika tentang kelipatan persekutuan terkecil dapat disimpulkan bahwa : 1. Terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa. 2. Aktivitas guru semakin optimal karena adanya aktivitas pengendalian dan pengontrolan proses pembelajaran, 3. Terjadinya peningkatan hasil belajar pada setiap tahapan siklus. Dari KKM yang ditetapkan 70 diperoleh ketuntasan belajar klasikal prasiklus = 57% (17 orang), Siklus I = 77% (23 orang) dan Siklus II = 100% (30 orang).
B.
Saran Tindak Lanjut Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagi guru diharapkan agar dapat memanfaatkan benda sekitar untuk membuat media kartu angka. Dengan berhasilnya penelitian ini maka tidak menutup kemungkinan pada pada tingkat kelas dan materi yang berbeda media kartu angka dapat menjadi
alternatif
untuk
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran untuk mendukung upaya peningkatan mutu pembelajaran di kelas. 2.
Bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kartu angka sebagai media pembelajaran di kelas
dapat
mempelajari
kelemahan dan keunggulannya dari hasil penelitian ini.
35
DAFTAR PUSTAKA
DePorter, Bobbi., Reardon, Mark., & Singer-Nourie, S. (2003). Quantum Teaching. Bandung : Mizan Pustaka Muhsetyo, Gatot., dkk. (2012). Pembelajaran Matematika SD.
Jakarta:
Universitas Terbuka. Mulyani, Sumantri. (2012). Perkembangan Peserta Didik.. Jakarta: Universitas Terbuka. Sahri. (2012). Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional. Mataram : Universitas Terbuka Taufiq, Agus., dkk. (2012). Pendidikan Anak di SD. Jakarta : Universitas Terbuka Tim FKIP-UT. (2013). Pemantapan Kemampuan Profesional.
Jakarta:
Universitas Terbuka. Usman, Basyiruddin. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta : Delia Citra Utama. Wahyudin, Dinn., dkk. (2012). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka. Wardani, I.G.A.K., dkk. (2012) Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Universitas Terbuka
36