PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem manajemen sumberdaya manusia (SDM) yang berkembang di era industri, mengalami transformasi menuju pendekatan human capital pada era pengetahuan dan informasi sekarang ini. Manusia yang dulunya disebut sebagai sumberdaya, saat ini dinyatakan sebagai aset yang paling berharga bagi perusahaan. Aset penting yang dimiliki oleh manusia pada era informasi dan pengetahuan ini adalah berupa kompetensi yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan kinerja manusia tersebut di dalam sebuah organisasi. Adapun karakter dari kompetensi ini dapat berupa keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge) dan perilaku (behavior) yang relevan dengan pekerjaan atau jabatan tertentu. Saat ini kompetensi telah menjadi salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan manusia di dalam sebuah organisasi, seperti keputusan perekrutan, penempatan, pengelolaan kinerja, pengelolaan karir dan pemberian kompensasi. Masing-masing keputusan penting tadi didukung oleh sub-sistem tertentu, seperti sub-sistem perekrutan, sub-sistem penempatan, sub-sistem pengelolaan kinerja, sub-sistem pengelolaan karir dan sub-sistem kompensasi, yang terintegrasi dalam satu kesatuan Human Capital Management System (HCMS). Setiap sub-sistem tentunya dapat dilihat sebagai satu sistem sendiri yang berinteraksi dan berkoordinasi dengan sistem lainnya di dalam organisasi. Sistem kompensasi merupakan satu dari tiga alasan utama seorang karyawan pindah dari suatu perusahaan, selain perilaku dari atasan langsung dan ketidak-jelasan karir dan pengembangan. Berkaitan dengan hal ini Rappaport et al, dalam Harvard Business Review on Compensation (2001) menyebutkan bahwa yang penting bukan seberapa besar perusahaan membayar gaji karyawannya, tetapi lebih pada bagaimana sistem pembayaran gaji tersebut dilakukan. Tidak banyak perusahaan yang secara transparan memberitahukan sistem penghitungan kompensasi yang diberikan kepada karyawannya. Dengan informasi yang terbatas, karyawan biasanya mencoba membanding-bandingkan apa yang dia terima dengan apa yang diterima oleh karyawan lainnya. Sebagai akibatnya,
2
persepsi yang muncul akan memberikan dampak pada cara pandang karyawan tersebut terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Persepsi atau keterterimaan yang baik atas sistem kompensasi dapat mendorong kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing organisasi. Sebaliknya, persepsi atau keterterimaan yang buruk terhadap sistem kompensasi dapat menurunkan motivasi karyawan dan berdampak kepada rendahnya kinerja organisasi secara keseluruhan. Lebih jauh dari itu, keterterimaan yang buruk atas sistem kompensasi ini dapat menyebabkan organisasi kehilangan orang-orang terbaiknya yang pindah ke pesaing. Karena itu salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pimpinan organisasi adalah menemukan cara-cara baru di dalam mengelola sistem kompensasi, agar efektif mendukung strategi organisasi dan mampu mempertahankan talenta terbaiknya untuk memenangkan persaingan yang semakin terbuka dan kompetitif. Sistem kompensasi total menurut Chingos (2002) harus mempertimbangkan 3P, yaitu pay for position (kompensasi atas posisi), pay for person (kompensasi atas orang), dan pay for performance (kompensasi atas kinerja). Salah satu komponen dari sistem kompensasi ini adalah gaji pokok, yang biasanya ditentukan oleh nilai jabatan yang dihitung dengan serangkaian proses yang disebut job evaluation (evaluasi jabatan). Metode evaluasi jabatan menggunakan asumsi yang sama pada basis perhitungannya yaitu setiap pemangku jabatan dianggap memiliki kinerja maksimal 100%. Dengan menggunakan asumsi ini gaji pokok seorang pemangku jabatan pada nilai jabatan yang sama ditetapkan sama. Kalaupun ada perbedaan, biasanya hanya perbedaan kecil yang timbul karena ada pertimbangan pendidikan dan pengalaman kerja dari seorang pemangku jabatan. Pada era informasi dan pengetahuan sekarang ini, asumsi ini sebetulnya sudah tidak lagi relevan, karena setiap pemangku jabatan yang memiliki kompetensi berbeda berpotensi untuk menghasilkan kinerja berbeda, meskipun ditempatkan pada posisi yang sama. Menurut Aplied Phsycology Journal yang dimuat pada materi lokakarya Leadership: Great Leaders, Great Teams, Great Result yang dikembangkan oleh FranklinCovey (2006), kinerja superior (hebat) dibandingkan dengan kinerja yang
3
poor (buruk) di era informasi dan pengetahuan ini semakin jauh rentangnya. Perbedaan kinerja pada jenis pekerjaan yang kategorinya sederhana saja bisa mencapai 300%. Adapun contoh dari pekerjaan yang kompleksitasnya rendah ini adalah pramusaji. Dengan perbandingan kinerja seperti itu, perusahaan lebih baik memiliki 1 orang pramusaji yang kinerjanya superior dibandingkan memiliki 3 pramusaji yang kinerjanya buruk. Sementara itu untuk pekerjaan yang kategori kompleksitasnya sedang bisa mencapai 1200%. Contoh pekerjaan untuk kategori sedang ini adalah produksi pabrik. Perbedaan kinerja yang tidak terhingga bisa terjadi pada pekerjaan dengan kategori sangat kompleks seperti investment banking, konsultan manajemen atau dokter spesialis. Aspek yang dianggap paling berpengaruh kepada perbedaan kinerja ini adalah kompetensi. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk merumuskan kompetensi yang dibutuhkan organisasi; biasa disebut kamus kompetensi; atau yang dibutuhkan oleh suatu jabatan; biasa disebut model kompetensi jabatan; agar sukses menjalankan misinya. Begitu juga penelitian tentang bagaimana meningkatkan efektivitas dari proses perekrutan, penempatan atau pengembangan karir karyawan di dalam organisasi, dikaitkan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing jabatan di dalam organisasi. Penelitian ini mencoba melihat aspek yang lain dari manajemen sumberdaya manusia berkaitan dengan aspek kompetensi, yaitu sistem kompensasi yang diberikan kepada human capital yang ada di perusahaan. Kebaruan dari penelitian ini diawali dengan perubahan cara pandang terhadap sistem kompensasi yang selama ini lebih fokus pada nilai jabatan (job value) sebagai faktor yang paling berpengaruh, kepada person value yang ditentukan oleh kompetensinya sebagai pemangku jabatan. Pada sistem kompensasi yang konvensional, nilai jabatan sangat mempengaruhi gaji seseorang. Nilai jabatan adalah nilai relatif dari suatu jabatan dibandingkan dengan jabatan lainnya yang ada di dalam sebuah organisasi. Nilai jabatan ini kemudian dilekatkan pada rentang gaji yang memberikan pedoman tentang gaji maksimum dan minimum pada suatu jabatan atau klasifikasi jabatan tertentu. Kemudian untuk menentukan gaji seorang karyawan yang duduk di suatu jabatan, biasanya manajemen melakukan judgment dengan mempertimbangkan
4
latar belakang, pengalaman, gaji saat ini dan kompetensi dari karyawan tersebut untuk ditempatkan pada rentang gaji sesuai dengan jabatan yang ditugaskan kepadanya. Kebaruan dari studi ini adalah pada formula penetapan gaji pokok seorang karyawan yang menempatkan kompetensi sebagai determinannya, sebagai aspek yang dianggap paling berpengaruh pada kinerja. Dengan demikian hal yang selama ini ditetapkan dengan pertimbangan manajemen; yang berpotensi menimbulkan rasa ketidak-adilan; dapat ditetapkan menggunakan formula yang lebih transparan guna meningkatkan keterterimaan karyawan. Disamping itu, melalui sistem ini, yang lebih dominan mempengaruhi gaji seseorang bukanlah nilai jabatannya, melainkan person value yang dimilikinya.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan desain sistem kompensasi human capital berbasis person value pada perusahaan Agroindustri yang memberikan rasa keadilan kepada karyawan. Perbedaan person value secara relatif di dalam perusahaan akan ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki, yang relevan dengan kebutuhan organisasi atau jabatan yang dipangku oleh karyawan di dalam organisasi tersebut.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Desain sistem kompensasi dibatasi pada aspek gaji pokok sebagai komponen utama dari sistem kompensasi. (2) Penghitungan person value dibatasi pada aspek kompetensi sebagai faktor yang diasumsikan bersifat paling berhubungan dengan kinerja dan menjadi komponen utama dalam persyaratan jabatan. (3) Ruang lingkup kompetensi dibatasi pada 20 kompetensi yang ditemukan oleh Spenser & Spencer (1993) sebagai kompetensi pembeda (differentiating competency).
5
(4) Organisasi yang dijadikan tempat penelitian adalah PT. XYZ yang merupakan perusahaan Agroindustri berbahan baku singkong, dengan produk utamanya adalah ethanol. (5) Ruang lingkup jabatan dan pemangku jabatan yang akan dianalisis terbatas pada jabatan struktural yang ada di PT XYZ, sebagai jabatan kunci yang ada di perusahaan tersebut.