16
PENDAHULUAN
Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr) di Indonesia merupakan salah satu tanaman buah tropika penting ketiga setelah pisang dan jeruk (BPS 2010). Produksi nenas di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 1.558.196 ton (BPS 2010), sedangkan Thailand dan Philipina masing-masing mencapai 2.705.000 ton dan 1.833.000 ton (FAOSTAT, 2007). Peningkatan produktivitas dan kualitas dapat dilakukan melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan pemuliaan tanaman. Nenas memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai manfaat ganda, baik dikonsumsi dalam bentuk segar maupun sebagai bahan olahan (Medina & Garcia 2005). Standar pasar untuk konsumsi buah segar yaitu : (1) daun tidak berduri, (2) warna kulit buah/luar kuning-hijau, (3) warna daging buah kuning, (4) total padatan terlarut 12.8-13.7 obrix dan (5) rasio gula/asam 1.31-2.11. Standar buah untuk nenas kalengan yaitu : tangkai buah kuat, bentuk buah silindris, mata buah datar dan dangkal, permukaan buah keras, empulur dan serat kurang, serta mempunyai kandungan gula dan asam tertentu dan aroma menarik serta buah tidak berbiji (Py et al. 1987; Broertjes dan Harten 1988; Verheij dan Coronel 1992; Leal dan Coppens 1996). Kualitas buah segar Indonesia belum memenuhi standar kualitas buah segar yang diinginkan oleh pasar. Peningkatan kualitas dan mutu buah segar dapat diperoleh melalui proses pemuliaan tanaman. Keragaman genetik diperlukan dalam proses pemuliaan tanaman dan dapat diperoleh melalui karakterisasi morfologi dan molekuler. Penggunaan karakter morfologi relatif lebih mudah dilakukan dalam karakterisasi tetapi karakter tersebut kurang akurat karena adanya sebagian karakter tanaman yang di pengaruhi oleh lingkungan. Selain itu, biasanya memiliki tingkat keragaman atau polimorfisme yang rendah (Asideu et al. 1989) karena itu diperlukan penanda selain morfologi yaitu penanda molekuler.
17 Penanda molekuler yang tepat mampu menganalisa secara pasti tingkat keragaman genetik karena konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Brar 2002). Salah satu penanda molekuler adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Dibandingkan dengan teknik molekuler yang lain, RAPD merupakan teknik yang lebih cepat dan mudah dilakukan karena tidak perlu diketahui sekuen DNA sebelumnya dan material tanaman yang dibutuhkan lebih sedikit. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) memiliki koleksi aksesi nenas sebanyak 137 aksesi, sebagian sudah dilakukan karakterisasi. Apriyani (2005) melakukan analisa keragaman genetik 22 aksesi, yang terdiri dari 20 koleksi dalam negeri dan 2 aksesi dari Pantai Gading. Pemanfaatan yang lebih optimal, dilakukan dengan karakterisasi terutama pada 32 aksesi yang potensial memiliki sifat unggul.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis dan mengevaluasi keragaman aksesi nenas berdasarkan penanda morfologi dan genetik 2. Mengetahui keragaman genetik aksesi nenas berdasarkan penanda morfologi dan penanda RAPD Nenas koleksi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT)
18 Kerangka Pemikiran PKBT memiliki koleksi nenas yang sangat bermanfaat untuk perakitan varietas unggul akan tetapi belum semuanya dapat dikarakterisasi, dengan demikian manfaat dari koleksi tersebut menjadi belum maksimal, karena itu perlu dilakukan karakterisasi bagi aksesi yang belum dikarakterisasi. Karakterisasi perlu mencakup karakter morfologi serta molekuler, karena keduanya mempunyai manfaat yang saling menunjang baik dari sisi aplikasi maupun cakupan keragamannya. Alur kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut :
Koleksi Nenas PKBT
Pemanfaatan belum maksimal Penanda Morfologi
Penanda Molekuler (RAPD)
Isolasi DNA Fase Vegetatif Daun Anaka n
Fase Generatif Buah
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA
Gel Agarose Analisis Data
Informasi Keragaman Genetik bagi Pemuliaan tanaman
Amplifikasi PCR
Analisis Data
Gambar 1. Bagan alir penelitian studi analisis keragaman nenas koleksi PKBT berdasarkan penanda morfologi dan penanda RAPD
19
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Nenas Nenas (Ananas comosus (L). Merr) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub-kelas Monocotyldonae, ordo Farinosae, family Bromeliaceace, genus Ananas dan spesies Ananas comusus. Kerabat dekat spesies nenas cukup banyak, terutama nenas liar yang biasa dijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl) Schultes, A. fritzmuelleri, Aerectifolius L.B. Smith, dan A. anenassoides (Bak) L.B. Smith. Nenas memiliki banyak kultivar dan berdasarkan warna daging buahnya dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu : (1). Golongan tanaman yang daging buahnya berwarna putih, kultivar penting yang termasuk golongan ini adalah kultivar Red Spanish. Kultivar ini banyak diusahakan di Cuba, Puerto Rico dan Malaysia. Bobot buah rata-rata 0.94 – 1.4 kg, umumnya untuk industri kalengan.; (2). Golongan tanaman nenas
dengan daging buah berwarna kuning emas,
kultivar penting pada golongan ini adalah adalah kultivar Queen, termasuk kultivar Abaka, Natal Queen, Palembang, Cabezona dan Eleuthera. Bobot buah kultivar Natal Queen rata-rata 0.4 – 0.9 kg dan sampai 1.6 kg. Kultivar Cabezona bobot buah rata-rata 7 kg, sebagian besar kultivar tersebut dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan sebagian lagi dikalengkan.; ( 3 ) Golongan tanaman nenas dengan daging buah berwarna berwarna kuning muda, kultivar penting yang termasuk golongan ini adalah Smooth Cayenne, merupakan kultivar nenas paling penting di dunia, banyak diusahakan di Hawai. Bobot buah rata-rata 2.3-3.6 kg (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bengkulu 1994). Berdasarkan karakteristik daun dan buahnya nenas (Ananas comosus (L). Merr) dapat dibedakan menjadi lima group yaitu: (1) Spanish (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), (2) Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), (3) Abacci (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida), (4) Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), dan (5) Maipure (Nakasone dan Paull 1990), dan yang paling banyak ditanam adalah Cayenne. Kultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah
20 golongan Cayenne yang dikenal dengan nama lokal nanas
(Subang), nanas
minyak (Bogor) sedangkan untuk kultivar Queen dikenal dengan nama lokal seperti nanas Bogor, Palembang, Pemalang dan Blitar. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Spanish bobot buah 0.9 – 1.8 kg, bentuk buah membulat, mata buah menonjol, warna kulit buah orange atau merah, warna daging buah kuning pucat sampai putih, hati (core) besar, berserat dan asam. Kultivar yang termasuk dalam Spanish yaitu : Red Spanish, Singapore Spanish, Green Selangor, Castilla, PRI67 dan Cabezona. Red Spanish banyak di budidayakan di Amerika Tanah dan Amerika Selatan dan Singapore Spanish hanya dibudidayakan di Malaysia (Wee dan Thongtham 1992). Nenas kelompok Queen mempunyai ukuran tanaman, daun dan buahnya lebih kecil daripada Cayenne. Pinggir daun berduri, bobot buah sekitar 0.5 – 1.1 kg, bentuk buah konikal, mata buah menonjol, warna kulit buah kuning, warna daging buah kuning tua, hati (core) kecil, rasanya manis, kandungan asam rendah. Kultivar yang yang termasuk jenis ini adalah Queen, Mac Gregor, Natal, Ripley dan Alexandria. Collins (1960) menyatakan bahwa warna kulit dan daging buah ketika matang berwarna kuning keemasan. Panjang tangkai buah sekitar 7 – 12 cm, ukuran mata buah lebih kecil, renyah dan memiliki aroma yang lebih baik. Abacaxi banyak ditanam di Brazilia untuk keperluan lokal. Tanamannya berdiri tegak. Panjang daun berkisar antara 60 – 65 cm pada bagian daun berduri. Tangkai buah kaku dengan panjang sekitar 40 cm. Buah berbentuk seperti piramida, berat kurang lebih 1.5 kg. Kultivar yang termasuk jenis ini yaitu Abacaxi, Abaka, Sugar Loaf, Venezolara, Amarella, dan Papelon (Collins 1968). Cayenne mempunyai pinggir daun yang tidak berduri, bobot buahnya berkisar antara 2.3 – 2.5 kg, bentuk buah silinder, mata buah datar, warna kulit buah orange, warna daging buah kuning pucat sampai kuning hati (core) sedang, rasa manis, kandungan serat sedikit, juicy. Kultivar yang termasuk Cayenne yaitu Smoth Cayenne, Cayenne Lisse, Smooth Guatemalan Typhone, St Michael dan Esmeralda. Nenas jenis Cayenne ini paling banyak ditanam di Filipina, Thailand, Hawaii, Kenya, Meksiko dan Taiwan (Wee dan Thongtham, 1992).
21 Varietas nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayenne dan Queen. Dewasa ini ragam kultivar nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang. Maipure mempunyai bobot buah sekitar 0.8 – 2.5 kg, berbentuk silinder, warna daging buah putih atau kuning tua, hati kecil sampai medium, rasanya lebih manis daripada Cayene, berserat, sangat juicy, kurang cocok untuk pengalengan. Maipure, Rondon, Perolera, Monte Lirio dan Lebrija termasuk kultivar jenis ini. Jenis ini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Tengah sebagai buah segar untuk pasaran lokal (Prosea 1997). Daerah Penyebaran Nenas Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum kedatangan Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15 (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Nenas tersebar hampir di seluruh provinsi dan dibudidayakan terutama di daerah dataran rendah. Sentra produksi nenas di Indonesia meliputi: Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Karakter Vegetatif Nenas termasuk tanaman herbaceous dari kelas monokotil yang bersifat perennial. Nenas dewasa dapat mencapai ketinggian ketinggian 100 - 200 cm, dengan diameter tajuk 100 - 200 cm tergantung dari varietas tanamannya. Struktur utama morfologi dibedakan menjadi batang, daun, tangkai buah, buah majemuk atau sinkarp, mahkota, tunas dan akar (Coppens dan Leal 2001). Batang nenas memiliki panjang antara 20 – 25 cm dengan diameter bagian bawahnya 2 – 3.5 cm dan semakin ke atas diameter batang semakin besar yaitu 5.5 – 6.5 cm serta bagian puncaknya mengalami mengecil. Batang nenas terdiri dari ruas – ruas yang panjangnya bervariasi dari 1 – 10 cm (Collins 1960). Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat batang, menghasilkan tunas
22 ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat menghasilkan tunas dasar buah atau tunas anakan (Verheij dan Coronel 1997; Nakasone dan Paull 1998). Daun merupakan bagian yang melekat pada bagian batang yang berada di bagian atas permukaan tanah, pada tangkai dan pada batang mahkota. Rata-rata jumlah daun yang berfungsi dan aktif berkisar antara 70-80 helai dan berbentuk pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5-8 cm, pinggirannya berduri atau hampir rata dan berujung lancip. Daun di bagian bawah merupakan daun tua dan ukurannya pendek, di bagian tengah tanaman ukuran daun paling panjang dan daun bagian atas umumnya muda dan ukurannya pendek, sehingga tanaman seakan-akan berbetuk hati. Warna daun nenas sebelah atas ada hijau mengkilap, hijau tua, merah tua bergaris coklat kemerahan, tergantung dari varietasnya, sedang permukaan daun bagian bawah berwarna putih seperti perak. Berdasarkan pengamatan anatomi terdapat jaringan penyimpanan air (water storage tissue) yang terdiri dari sel-sel yang tidak berwarna, berbentuk tiang dan terletak di bawah jaringan hypodermal bagian atas dan meluas ke bawah sampai mesofil. Jaringan penyimpanan air dapat mencapai setengah dari tebalnya daun. Pada musim kering, tanaman nenas akan menggunakan air dalam jaringan tersebut (Collins 1968). Stomata terdapat pada permukaan daun bagian bawah. Jumlah stomata lebih kurang 70-85/mm2. Stomata ini tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Mekanisme menutupnya stomata pada nenas ini disebabkan nenas termasuk mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism). Karbondioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur fotosintesis memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat menghemat penggunaan air. Nenas berdasarkan keberadaan duri pada daun dibagi tiga kelompok yaitu : (1) berduri di ujung daun, (2) berduri pada seluruh tepi daun dan (3) tidak berduri sama sekali, daunnya menggulung seperti pipa (“pipping”) (Collins 1968; Verheij dan Coronel 1997; Samson 1980). Nenas
mempunyai tangkai buah yang berkembang dari perpanjangan
meristem apikal yang kemudian berdiferensiasi dan membentuk buah. Pada saat terbentuk buah, beberapa tunas ketiak pada batang tumbuh menjadi tunas batang.
23 Tunas batang yang telah mencapai panjang 30-35 cm dapat dipotong dan digunakan untuk bibit. Tangkai buah yang merupakan perpanangan dari batang adalah tempat melekatnya bunga atau buah. Pada tangkai buah, di bawah buah, terdapat sejumlah daun yang pendek dan sempit. Jumlah dan besarnya tunas dasar buah tergantung pada sifat keturunan tanaman nenas dan kesuburan tanah. Panjangnya dapat mencapai 26 cm dengan bobot antara 285-425 gram (Coppens dan Leal 2001; Verheij dan Coronel 1997; Nakasone dan Paull 1998). Mahkota
merupakan kelanjutan dari sel – sel meristem pada batang.
Pertumbuhannya sejalan dengan perkembangan buah dan ketika buah matang mahkota menjadi dorman. Rangkaian bunga dan buah tanaman nenas terdapat pada meristem apikal batang. Pertumbuhan mahkota berlangsung selama buah berkembang menjadi besar. Setelah buah masak, mahkota dapat ditanam sebagai bibit tanaman. Pada ujung mahkota terdapat meristem pembentuk daun. Peningkatan pertumbuhan mahkota kira-kira 30-45 hari setelah pertumbuhan buah dimulai (Collins 1968; Nakasone dan Paull 1998). Nenas mempunyai perakaran yang dangkal dan terbatas walaupun ditanam pada media yang paling baik. Kedalaman perakarannya tidak lebih dari 50 cm (Samson 1980). Berdasarkan cara terbentuknya perakaran nenas dikelompokkan menjadi akar primer, akar sekunder dan akar adventif. Akar prmer berasal dari biji sebagai akar tunggang. Pada pertumbuhan bibit selanjutnya akar ini hilang dan berganti dengan akar adventif. Pada akar adventif selanjutnya bercabang menjadi akar sekunder yang dapat berupa rambut akar, epidermis, exodermis, korteks bagian luar dan dalam, endodermis, perisikel, floem, xylem dan sel-sel empulur. Tanaman nenas hanya mempunyai sistem perakaran serabut yang sebarannya kea rah horizontal dan vertikal mencapai radius 50 cm (Collins 1968; Samson 1980; Nakasone dan Paull 1998).
Karakter Generatif dan Pembungaan Karakter generatif yaitu dari meristem ujung terbentuk tangkai buah dan bunga. Bunga nenas muncul sebanyak 50-200 bunga pada setiap individu ditandai dengan berubahnya dasar pangkal buah menjadi merah (Okimoto 1984; Leal dan Coppens 1996). Bunga nenas termasuk bunga majemuk, mekar sebanyak 5
24 sampai 10 bunga setiap hari (Samson 1980). Masing-masing bunga memiliki satu daun pelindung (braktea) yang lancip, mempunyai 3 helai daun kelopak, pendek dan berdaging terdapat 3 helai daun mahkota, membentuk tabung yang mengelilingi 6 lembar benangsari dan satu lembar tangkai putik yang sempit berisi kepala putik yang bercabang tiga (Verheij dan Cronel 1997). Masa reseptif dan anthesis hampir bersamaan, bervariasi pada setiap kultivar mulai satu minggu sampai dua bulan setelah inisiasi bunga, akan tetapi persilangan sendiri tidak terjadi karena adanya self-incompatibilitas karena terhambatnya pertumbuhan tabung polen pada stilus (Kerns et al. 1932; Leal dan Coppens 1996). Buah nenas termasuk buah senokarp (cenocarfium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros pembungaan dan dari peleburan masingmasing bunga yang kecil, kulit buahnya yang keras terbentuk dari kelopakkelopak dan braktea yang tidak rontok. Berat buah meningkat sekitar 20 kali lipat dari pembungaan sampai maksimum. Studi perkembangan buah menunjukkan bahwa berat buah dan komponen-komponen buah lainnya meningkat berupa sigmoid. Buah normal berisi buah kecil yang tersusun dalam deretan ke kiri dan ke kanan secara teratur. Dalam deretan yang memutar ke kiri terdapat 8 deretan dan deretan ke kanan terdapat 13 deretan. Sejak munculnya bunga sampai saat buah masak diperlukan waktu kurang lebih lima sampai enam bulan (Coppens dan Leal 2003; Collins 1968; Verheij dan Coronel 1997; Nakasone dan Paull 1998). Pemuliaan Tanaman Nenas Tujuan pemuliaan seleksi tanaman nenas berbeda-beda di setiap tempat, tetapi biasanya menekankan pada reisistensi terhadap hama dan penyakit (Coppens dan d’eeckenbrugge 1996). Saat ini, pengembangan kultivar untuk konsumsi buah segar telah menjadi perhatian utama. Populasi yang diperoleh dari persilangan untuk memungkinkan diseleksi tipe-tipe yang lebih baik.
Dalam
seleksi ini melibatkan sifat-sifat yang jelek dan mutasi dan yang diseleksi tipe superior. Mutasi tetap terjadi pada klon-klon terpilih, pengaruh seleksi tidak permanen dan tanpa seleksi lebih lanjut, klon-klon komersil di lapang dapat kembali ke kondisi seperti populasi yang sebelum diseleksi (Nakasone dan Paull 1998).
25 Kegiatan hibridisasi nenas pertama kali dikerjakan dan mengambil tempat di Florida sebagai usaha untuk menghasilkan kultivar yang adaptif pada kondisi lokal sehingga bisa bersaing dengan nenas impor dari India Barat untuk pasar nenas segar. Pemuliaan nenas dalam skala besar diselenggarakan dari tahun 1914 sampai tahun 1972 oleh Pineapple Growers Association of Hawaii (PGAH) di kebun percobaan Pineapple Research Institute (PRI) dibawah pimpinan K. Kern dan J.L Collins. Program ini sangat lengkap dan meliputi studi biologi bunga (sitologi, sitogenetik, self incompatibility), pengembangan uji resistensi hama dan penyakit, pewarisan karakter yang diseleksi, prospek plasma nutfah dan evaluasi. Hasilnya menjadi dasar yang diwajibkan dalam pengetahuan genetika nenas saat ini (Leal dan Coppens 1996).
Penanda Morfologi Secara tradisional, identifikasi tanaman dan analisis hubungan keragaman antar tanaman dilakukan secara kombinasi menggunakan penanda morfologi, sifat agronomi atau analisis biokimia (Hadiati et al. 2002). Identifikasi tanaman dan analisis hubungan kekerabatan antar tanaman dilakukan secara kombinasi mengunakan penanda morfologi, sifat agronomi atau analisis biokimia seperti isozim (Waugh 1997). Analisis keragaman morfologi dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan atau pengukuran karakter morfologi tertentu (Falconer 1970). Kelemahan analisis keragaman genetik menggunakan penanda morfologi adalah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, memperlihatkan penurunan sifat dominan – resesif, dan memiliki tingkat keragaman atau polimorfisme yang rendah (Asiedu et al. 1989; Tanksley dan Bernatsky 1989). Penanda morfologi adalah suatu penanda yang berdasarkan bentuk – bentuk organ tanaman yang mudah diamati. Penanda morfologi yang digunakan adalah deskripsi taksonomi karena lebih mudah, lebih cepat, sederhana dan lebih murah.
Penanda
morfologi
dipergunakan
sebagai
cara
cepat
untuk
mengidentifikasi varietas dan diharapkan dapat digunakan untuk menilai kekerabatan.
26 Penanda Molekuler Beberapa metode analisis DNA untuk studi keragaman genetik antara lain : 1) Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), 2) Amplified Polymorphic DNA
(RAPD), 3) Amplified Fragment
Random Length
Polymorpism (AFLP) dan 4) Simple Sequence Repeat (SSR). Teknik analisis RAPD
mempunyai banyak kelebihan dibandingkan
dengan penanda DNA lainnya yaitu antara lain: 1) penanda RAPD lebih murah, 2) regenerasi cepat, 3) membutuhkan DNA lebih sedikit, 4) tidak menggunakan radio isotop. Selain itu penanda RAPD dapat dihasilkan tanpa perlu diketahui latar belakang genomnya. Disamping itu, pada analisis RAPD dapat diperoleh hasil yang cepat, tidak membutuhkan informasi urutan primer serta primer yang acak yang dipakai dan dapat digunakan untuk analisis genom semua jenis organisme (Williams et al. 1991). Metode RAPD ini menggunakan satu primer acak. Primer tersebut akan berpasangan dengan utas tunggal DNA genom yang satu dan pada utas DNA pasangannya dengan orientasi yang berlawanan. Selama situs penempelan primer masih berada dalam jarak yang masih dapat diamplifikasi, maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi. Semakin pendek fragmen yang akan diamplifikasi semakin efisien amplifikasinya (Tingey et al. 1992; Darmono 1996; Weising et al. 1995). Analisis keragaman genetik menggunakan RAPD telah digunakan pada tanaman nenas. Hasil analisis keragaman genetik 22 aksesi nenas koleksi PKBT IPB menunjukkan bahwa dari 4 primer yang digunakan diperoleh total pita polimorfik sebanyak 23 dari 29 total pita secara keseluruhan dan menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.62-1.00 (Apriyani 2005). Selanjutnya Nasution (2008) dengan menggunakan analisis RAPD telah berhasil mengevaluasi jarak genetik dan pola hubungan 30 genotipe nenas hasil persilangan antara tetua ”Smooth Cayenne” dan “Queen” dimana hasil uji koefisien kemiripan menunjukkan rentang 0.38-0.81. Berdasarkan hasil analisis gerombol berhasil memisahkan menjadi dua kelompok utama pada koefisien kemiripan 0.61. Hadiati dan Sukmajaya (2002) memperoleh empat kelompok kekerabatan dari 30 aksesi nenas yang dianalisis berdasarkan penanda isozim pada
27 derajat kemiripan 0.63. Duval et al. (2001) dengan menggunakan RFLP berhasil membuktikan bahwa Ananas comosus dengan spesies lainnya, seperti Pseudananas sagenarius mempunyai polimorfisme yang tinggi yaitu 58.7%, sedangkan Ananas lucidus, Ananas ananassoides
dan Ananas parguazensis
relative homogen. Popluechai et al. (2007) berhasil
mengelompokkan tiga
kelompok kultivar nenas di Thailand melalui penanda RAPD dengan koefisien kemiripan 0.64 hingga 0.96. Metode RAPD merupakan salah satu metode yang akhir-akhir ini banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tanaman, karena relatif lebih cepat dan lebih mudah.