BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN
V.1. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AA pada individu dengan riwayat keluarga DMT2 lebih tinggi daripada individu tanpa riwayat keluarga DMT2. 2. Frekuensi alel A pada individu dengan riwayat keluarga DMT2lebih tinggi daripada individu tanpa riwayat keluarga DMT2. 3. Risiko untuk mendapatkan alel A pada individu denganriwayat keluarga DMT2 lebih tinggi dibandingkan individu tanpa riwayat keluarga DMT2. 4. HOMA-β genotip AA lebih rendah dibandingkan genotip GA dan GG pada subyek penelitian.
V.2. Saran 1. Diberikan edukasi tentang risiko terjadinya DMT2 pada subyekterutama bagi individu pembawa genotip AA dan alel A pada penelitian ini. 2. Disarankan pada individu pembawa genotip AA dan alel A pada penelitian ini untuk selalu melakukan pemeriksaan kondisi kesehatan (Checkup). 3. Dilakukan penelitian kohort terhadap individu pembawa genotip AA dan alel A. 4. Dilakukan penelitian lebih lanjut polimorfisme E23K gen KCNJ11pada individu dengan riwayat dan tanpa riwayat keluarga DMT2pada sampel yang mewakili seluruh daerah di Indonesia.
49
V.3. Ringkasan V.3.1.Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit multifaktorial yang melibatkan faktor genetik dan lingkungan (Weberet al., 2012). Berdasarkan patogenesisnya, DM dibagi menjadi 4 tipe, dengan tipe tersering adalah DMT2 (90-95%), yaitu DM yang ditandai dengan resistensi dan defisiensi insulin relatif atau defek sekresi insulin (ADA, 2012). Menurut data World Health Organization (WHO)penderita DM pada tahun 2011 sekitar 346 juta diseluruh dunia dan meningkat menjadi 438 juta pada tahun 2030. Penderita DMdi Indonesia pada tahun 2000 mencapai 8,4 juta dan akan meningkat sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Wild et al., 2004). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) didapatkan prevalensi DM tertinggi di provinsi Yogyakarta(2,6%) dan terendah di Lampung (0,7%) (Kemenkes, 2013). Gen potassium inwardly-rectifying chanel sub family J member 11 (KCNJ11)merupakan gen penyusun kanal ion K+ yang sensitif terhadap ATP (kanal KATP) dan berperan dalam pengaturan sekresi insulin dari sel β pankreas (Riedel et al., 2003). Stimulus sekresi insulin pada sel β pankreas yaitu (a) ketika glukosa ekstraseluler rendah maka kanal KATP terbuka dan metabolisme glukosa pada sel β pankreas menurun sehingga membran sel mengalami hiperpolarisasi. Hiperpolarisasi menjaga pintu kanal ion voltageCa2+tertutup agar Ca2+ yang masuk tetap rendah dan sekresi insulin dihambat; (b) sebaliknya ketika glukosa ekstraseluler tinggi, metabolisme glukosa pada sel β pankreas menghasilkan ATP dalam jumlah besar dan diikuti MgADP yang rendah memicu kanal KATP tertutup
sehingga menyebabkan depolarisasi membran, kanal ion Ca2+terbuka daninflux Ca2+ yang tinggi menyebabkan insulin disekresikan ke ekstrasel(Proks and Ashcroft, 2008). Polimorfisme adalah terdapatnya alel dengan frekuensi lebih dari 1% pada populasi umum (Nussbaumet al., 2004). Salah satu polimorfisme yang berperan dalam patofisiologi DMT2 adalah E23K gen KCNJ11 yang menyebabkan subsitusi guanin (G) menjadi adenin (A) sehingga ada perubahan asam amino glutamat (GAG) menjadi lisin (AAG) (Li, 2013).Individu pembawa alel A dengan riwayat keluarga DMT2 berisiko menderita DMT2.Polimorfisme E23K gen KCNJ11merupakan faktor risikoDMT2 (Abed et al., 2013).Polimorfisme E23K gen KCNJ11mempengaruhi kanal gating kanal KATP dengan menurunkan waktu penutupan kanal sehingga meningkatkan aktivitas kanal KATP (Schwanstecheret al., 2002). Peningkatan aktivitas kanal KATPmenimbulkan gangguan sekresi insulin (Kosteret al., 2005; Vilarealet al., 2009). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui polimorfisme E23K gen KCNJ11 dan sekresi insulin pada individu dengan riwayat keluarga (DRK) dan tanpa riwayat keluarga (TRK) DMT2. V.3.2. Tinjauan Pustaka Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik, lingkungan dan perilaku kesehatan (Weber et al., 2012).Penyakit dengan pola pewarisan disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya sebagai akumulasi dari berbagai jenis mutasi yang terjadi pada deoxyribonucleic acid (DNA)(Bener et al.,2013).
Pengetahuan faktor genetik diharapkan dapat mencegah DMT2 secara dini pada setiap individu (Florez et al., 2007). KasusDMberisiko 4 kali lipat menderita DM (Harrison et al., 2003: Elbein, 2009). Sel β pankreas mensekresi insulin akibat stimulasi glukosa. Fase 1 terjadi 3-10 menit pertama setelah makan. Insulin yang disekresi merupakan insulin sel β pankreas. Fase 2 sekresi insulin dimulai 20 menit akibat stimulasi glukosa dan berlangsung sampai 2 jam sebagai insulin yang baru disintesis (Baynes & Domoniczak, 2007). Pada fase 1 glukosa meningkatkan sekresi insulinuntuk pencegahan kenaikan kadar glukosa darah yang akan merangsang fase 2 memproduksi insulin lebih tinggi. Semakin tinggi kadar glukosa darah maka semakin tinggi kebutuhan kadar insulin, kemampuan ini terbatas pada kadar glukosa darahnormal (Thevenod, 2008). Polimorfisme adalah terdapatnya alel dengan frekuensi lebih dari 1% pada populasi umum (Nussbaum et al., 2004). Salah satu polimorfisme adalah E23K gen KCNJ11 yang terletak pada lengan pendek kromosom 11 (11p15.1), mempunyai 1 ekson dengan 2000 basa (2kb) dan tidak memiliki intron. Gen KCNJ11 mengkode sebuah protein dengan 390 asam amino dan 2 segmen transmembran (Genetics Home Reference/ GHR,2013). Gen KCNJ11 berperan dalam pengaturan fisiologis homeostasis glukosa dengan mengatur sekresi insulin dari sel β pankreas, di samping stimulus dari glukosa dan voltage dependent Ca2+kanal ion (Riedel et al., 2003; Li, 2012). Peningkatan aktivitas kanal KATPmenimbulkan gangguan sekresi insulin (Koster et al., 2005; Vilareal et al., 2009).
V.3.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol. Seluruh prosedur penelitian, telah mendapatkan rekomendasi dan persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Subjek penelitian adalah 34kasus yang direkrut dari keluarga pasien DMT2 di Klinik Diabetes Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. dr. Sardjito Yogyakarta dan 34 kontrol yang direkrut dari civitas akademika dan mahasiswa FK UGM. Kasus memenuhi kriteria inklusi yaitu laki-laki atau wanita tampak sehat dengan usia antara 19-39 tahun, mempunyai keluarga menderita DMT2 (ayah/ibu-kakek/nenek), sedangkan kontrol tidak mempunyai keluarga menderita DMT2 (ayah/ibu-kakek/nenek)dan bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria eksklusi yaitu terdeteksi DM dengan kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 2
mg/dL, obesitas (IMT ≥ 25 kg/m ), hipertensi (tekanan darah (TD) sistolik ≥140 mmHg, tekanan darah (TD) diastolik ≥90 mmHg) dan hamil. Kadar GDP dianalisis dengan spektrofotometri metode glucose oxydase-pamino phenazone (GOD-PAP)dan kadar insulin puasa dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dari DRG International, Inc. USA (EIA-2935) (nilai normal kadar insulin puasa2-25 μIU/mL). Sekresi Insulin diketahui dengan menggunakan Homeostatic model asessment β (HOMA-β) sebagai model untuk mengukur fungsi sel β pankreas. Nilai normal HOMA-β ≥ 107%(Ciampelli et al., 2005), Rumus perhitungan HOMA-β (Tabara et al.,2011):
−
360
(%) = ℎ
− 63
Isolasi DNA menggunakan Wizard Genomic DNA Purification Kit Promega. Polimorfisme E23K gen KCNJ11 dianalisis dengan polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP).Amplifikasi fragmen DNA yang mengapit posisi kodon E23K genKCNJ11 dengan primer:forward primers 5'-CCA CCG AGA GGA CTC TGC A-3' dan reverse primers 5'-CTG GCG GGC ACG GTA CCT-3'. PCR reaksi 30 µL yang terdiri dari: 2 µL DNA, 15 µLmaster mix PCR (2x buffer PCR, 150 mM dNTP, dan 0,5 U Taq DNA polymerase), 2 µL primer (1 µLprimer forward dan 1 µLprimer reverse) dan 11 µL aquades. Kondisi temperature siklus PCR:(1) Denaturasi awal selama 7 menit pada suhu 94oC, dilanjutkan 35 siklus PCR: (2) denaturasi pada 94oC 1 menit; (3) annealing pada 63oC 1 menit; (4) extension pada 72oC 1 menit; (5) final extension 7 menit pada suhu 72oC; (6) cooling sampai 4oC. PCR running selama 2 jam 16 menit. Pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi (RFLP):Produk PCR sebanyak 4 µL ditambah 1,0 µL NE buffer, 0.5 µL enzim Ban II(Thermo), 4,5 µL aquades hingga volume akhir 10 µLreaction mixture. Reaction mixture diinkubasi selama 16 jam pada 37oC dalam inkubator.Hasil reaksi dilakukan elektroforesis dengan gel agarose3% (selama 45 menit, 100 volt) dan divisualisasi dengan ethidium bromide. Hasil pemotongan dilihat dibawah sinar UV yaitu: genotip GG (wild type) memiliki 1 pita (179 bp), genotip GA memiliki 3 pita (179 bp, 160 bp dan 19 bp) dan genotip AA memiliki 2 pita (160 bp dan 19 bp).
Normalitas data diuji dengan menggunakan Saphiro-Wilkdilanjutkan uji parametrik Independen Sampel T-test. Jika distribusi data tidak normal maka dilakukan transformasi data, jika distribusi data tetap tidak normal maka digunakan Mann-Whitney U-test. Perbedaan frekuensi genotip dan alel antara kasusdan kontrol, dianalisis dengan Chi-Square test.Risiko untuk mendapatkan alel A terhadap kasusdan kontrol dianalisis dengan uji Odds ratio. Perbedaan HOMA-β diantara genotip AA, GA dan GG dianalisis menggunakan one way ANOVA, dilanjutkan post hoc. Nilai p< 0,05 sebagai batas signifikansi.
V.3.4. Hasil Tabel 2 menunjukkan karakteristik kasus(7 laki-laki dan 27 perempuan) dankontrol(8 laki-laki dan 26 perempuan). Tidak ada perbedaan bermakna pada distribusi jenis kelamin, usia, BB, TB, IMT, TD sistolik, TD diastolik, GDP pada kasusdan kontrol. Kadar insulin puasa dan HOMA-β menunjukkan ada perbedaan bermakna pada kasusdan kontrol. Tabel 3 menunjukkan distribusi frekuensi genotippada kasus adalah AA(41%), GA (53%) dan GG (6%), sedangkan pada kontrol adalah AA(6%), GA (65%) dan GG (29%). Terdapat perbedaan bermakna pada distribusi frekuensi genotipantara kasusdan kontrol (p=0,001). Distribusi frekuensi alel pada kasus adalah A(68%) dan G (32%), sedangkan pada kontrol adalah A(38%) dan G (62%). Terdapat perbedaan bermakna pada distribusi frekuensi alelantara kasusdan kontrol (p=0,001). Hasil uji Odds ratio untuk mengetahui risiko genotip AA dan GA menunjukkan hubungan bermakna pada genotip AA dan GA antarakasusdan kontrol (p=0,011, OR 6,66, IK 95% 1,33-33,27). Begitu juga pada
alel A menunjukkan hubungan bermakna antarakasusdan kontrol (p=0,001, OR 3,38, IK 95% 1,67-6,84). Perbedaan nilai HOMA-β pada subyek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisisOne-Way ANOVAmenunjukkan bahwaada perbedaanbermaknanilai HOMA-βantara individu dengan genotip AA, GA dan GG(p=0,000).Nilai HOMA-β individu dengan genotip AA (85,44% ± 39,55) lebih rendah daripada genotip GA (212,20% ± 79,30) dan GG (254,00% ± 61,98) pada subyek penelitian. V.3.4. Pembahasan 1.
Distribusi Frekuensi Genotip dan Alel Polimorfisme E23K Gen KCNJ11pada Individu dengan Riwayat dan tanpa Riwayat Keluarga DMT2. Frekuensi genotip dan alel polimorfisme E23K gen KCNJ11 pada individu
dengan riwayat keluarga DMT2 (kasus) dan tanpa riwayat keluarga DMT2 (kontrol) di Yogyakarta bervariasi karena didapatkan sebaran genotip yang berbeda pada homozigot maupun heterozigot. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di beberapa negara adalah pada subyek penelitian dan jumlah sampel. Subyek penelitian ini adalah individu dengan riwayat keluarga DMT2 dan tanpa riwayat keluarga DMT2 sedangkan subyek penelitian pada beberapa negara adalah individu normal dan penderita DMT2. Jumlah sampel pada penelitian di beberapa negara lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sampel pada penelitian ini. Tabel 7 menunjukkan bahwa penelitian ini sama dengan penelitian di beberapa populasi yaitu Asia Barat (Palestina, Israel), Asia Timur (Cina, Jepang),
Eropa Tengah (Cekoslowakia) dan Eropa Barat (Jerman) bahwa frekuensi genotip AA pada penderita DMT2 lebih tinggi daripada individu normal. Dengan demikian genotip AA banyak ditemukan di beberapa etnik yang berbeda.
2.
Polimorfisme E23K Gen KCNJ11 sebagai Faktor Risiko untuk Mendapatkan Alel A pada Individu dengan Riwayat dan tanpa Riwayat Keluarga DMT2.
Tabel 3 menunjukkanbahwa individu dengan riwayat keluarga DMT2 (kasus) mempunyai risiko untuk mendapatkan genotip AA dan GA 6,66 kali lebih tinggi daripada tanpa riwayat keluarga DMT2 (kontrol) (p=0,011, OR 6,66, IK 95% 1,33-33,27). Risikountuk mendapatkan alel A 3,38 kali lebih tinggi pada kasus daripada kontrol (p=0,001, OR 3,38, IK 95% 1,67-6,84). Odds ratio penelitian ini merupakan risiko alel A sedangkan OR pada penelitian beberapa etnik merupakan risiko terjadinya DMT2. Pada penelitian ini individu dikelompokkan berdasarkan adanya alel A dan riwayat keluarga DMT2 yaitu (1) risiko rendah apabila individu tidak membawa alel A dan tidak mempunyai riwayat keluarga DMT2; (2) risiko sedang apabila individu tidak membawa alel A dan mempunyai riwayat keluarga DMT2 atau individu membawa alel A dan tidak mempunyai riwayat keluarga DMT2; (3) risiko tinggi apabila individu membawa alel A dan mempunyai riwayat keluarga DMT2. Pada penelitian di Amerika Serikat, individu dikelompokkan hanya berdasarkan adanya riwayat keluarga DMT2 yaitu (1) risiko rendahapabila tidak mempunyai riwayat keluarga DMT2; (2) risiko sedang apabila salah satu orang tua menderita DMT2 dan salah satu kakek nenek menderita DMT2 atau kakek nenek menderita DM dari garis keturunan ibu atau ayah; (3)risiko tinggi apabila
kedua orang tua atau salah satunya menderita DMT2 dan kakek nenek dari kedua orang tua menderita DMT2 (Tabel 9). 3.
Perbedaan HOMA-β Genotip AA, GA dan GG pada Subyek Penelitian. Pada penelitian ini sekresi insulin diketahui dengan menggunakan HOMA-β
sebagai suatu model untuk mengukur fungsi sel β pankreas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaanbermaknanilai HOMA-β antara individu dengan genotip AA, GA dan GG. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianRadha et al. (2003) bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi biosintesis dan sekresi insulin. Begitu juga dengan penelitian Chen et al. (2012) yang menyatakan bahwa terjadi penurunan fungsi sel β pankreas yang ditandai dengan rendahnya nilai HOMA-β. Penurunan sekresi insulin ini terjadi karena abnormalitas fungsi sel β pankreas yang disebabkan beberapa faktor, antara lain faktor genetik (Defronzo, 2008). Faktor genetik berperan penting dalam kejadian DMT2 dalam suatu keluarga (Bener, 2013). Tabel 5 menunjukkan bahwa HOMA-β genotip AA lebih rendah dibandingkan genotip GA dan GG karena polimorfisme E23K gen KCNJ11 menyebabkan perubahan asam amino. Asam amino yang mengalami perubahan yaitu asam glutamat (GAG) menjadi lisin (AAG). Perubahan asam amino ini akan menyebabkan perubahan muatan negatif menjadi positif dan perubahan sifat asam amino dari asam menjadi basa. Terjadinya perubahan muatan mengakibatkan penurunan respon kanal KATPuntuk segera menutup dengan adanya ATP sehingga kanal KATPterbuka lebih lama dan terjadi penurunan sekresi insulin (Haider et al., 2005; Bryan et al., 2004).
Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai HOMA-βpada kasus dan kontrol di beberapa negara lain menunjukkan hasil yang bervariasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai HOMA-β kasus lebih rendah daripada nilaiHOMA-β kontrol. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian di Meksiko, Hongkong, India(Romero et al.,2005; Tam et al.,2014; Gupta et al.,2014). Tabel
12
menunjukkan
bahwa
nilai
HOMA-β
pada
penelitian
polimorfisme E23K gen KCNJ11 di beberapa negara lain bervariasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai HOMA-β individu dengan genotip AA lebih rendah daripada genotip GA dan GG. Penelitian di Shanghai Cina menunjukkan bahwa genotip GA lebih rendah daripada AAdan GG (He et al.,2008). Berbeda dengan penelitian di Rusia menunjukkan genotip AA dan GA lebih rendah daripada genotip GG (Christiakov et al., 2009).
V.3.5. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi genotip AA, alel A dan risiko untuk mendapatkan alel A pada kasus lebih tinggi daripada kontrol. Nilai HOMA-β individu dengan genotip AA lebih rendah daripada genotip GA dan GG pada penelitian ini.