BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Garuda Maintenance Facilities AeroAsia (PT. GMF AA) adalah perusahaan yang menyediakan jasa pelayanan perawatan pesawat terbesar di Indonesia. PT. GMF AA memiliki unit perawatan mesin yang bernama Engine Maintenance. Unit Engine Maintenance sudah berdiri sejak tahun 1947, sebagai Motor Shop dari KLM, maskapai penerbangan Belanda. Lalu di tahun 1949 berubah nama menjadi Motor Shop dari Garuda Indonesia Airlines. Hingga tahun 1980, perusahaan ini masih dibawah PT. Garuda Indonesia Airlines, walaupun berganti-ganti nama, JEOS pada tahun 1974 PPOS pada tahun 1980. Pada tahun 1985, PT. GIA berubah nama menjadi PT. Garuda Indonesia. Unit Engine Maintenance kemudian berubah nama menjadi Engine Shop pada tahun yang sama, Maintenance Shop Facility pada tahun 1990, dan akhirnya menjadi Engine Maintenance di tahun 1998. Tahun 2002, PT. Garuda Maintenance Facilities AeroAsia memisahkan diri dari PT. Garuda Indonesia, dengan unit perawatan mesin dengan nama Engine
24
25
Maintenance. Secara singkat, sejarah singkat Engine Maintenance PT GMF AeroAsia dapat digambarkan pada bagan berikut: KLM Motor Shop (1947)
GIA Motor Shop (1949)
JEOS (Jet Engine Overhaul Shop) (1974)
PPOS (Power Plant Overhaul Shop) (1980)
Engine Shop (1985)
Maintenance Shop Facility (1990)
Engine Maintenance (1998)
GMF AeroAsia (2002): Unit Engine Shop
Gambar 4.1 Bagan sejarah Engine Maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014)
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Visi : To be a dominant player in the world market. Misi : To provide integrated and reliable maintenance, repair and overhaul solutions for a safer sky and secured quality of life of mankind.
26
4.1.3 Daerah Operasional Semua fasilitas PT. GMF AeroAsia terdapat di kawasan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta termasuk Engine maintenance. Fasilitas Engine maintenance berdiri di lahan seluas 17,000 m2, termasuk engine test cell. Berikut merupakan gambaran denah dari Engine maintenance.
Gambar 4.2 Denah bangunan Engine Maintenace (Sumber: Data perusahaan, 2014) 4.1.4 Engine Maintenance Unit Dinas Engine Maintenance / TV merupakan bagian dari GMF AeroAsia yang bertanggung jawab di industri jasa perawatan atau perbaikan engine dan APU pada pesawat. Engine Maintenance ini terdiri dari empat sub, yaitu ; a. Production – TVP
c. Engineering – TVE
b. Quality – TVQ
d. Finance – TVF
27
4.1.5 Struktur Organisasi Dinas Engine Maintenance / TV SVP Engine Maintenance
Engineering (TVE)
Material Planning
Finance (TVF)
Procurement & Finance Analyst
Production (TVP)
APU Maintenance
Forecasting
Engine Maintenance 1
Engineering
Engine Maintenance 2
PPIC
Engine APU Test cell
Repair PPIC
Processing & Lab
Tool & Equipment
Machining
Kitting & Config.
Welding & Repair
Warehouse
Bench Inspection
Gambar 4.3 Struktur organisasi Engine Maintenace (Sumber: Data perusahaan, 2014)
Quality (TVQ)
Quality Certifying Staff
28
4.1.6 Diagram Alir Perawatan Engine INDUCTION MEETING
. LLP ( MPS) . WORKSCOPE ( PREDEFINE)
SAP REQ
ENGINE/ APU SHOP IN
INCOMING INSPECTION
WORK ORDER
. REASON OF REMOVAL . DATA RECORD . BOROSCOPE
. WORKSCOPE . NO. WO
REMOVAL AND DISASSEMBLY
DIRTY INSPECTION
CLEANING
CONDEMNED
SAP REQ
. CHEMICAL . MECHANICAL
FARM OU T
VISUAL DIMENSION INSPECTION
SERVICEABLE COMDEMNED REPAIRABLE
CONDEMNED
SAP REQ
NO CAPABILITY CAPABILITY
REPAIR
. . . . .
SHOTPEENING ELECTROPLATING ANODIZING PAINTING MISCELLANEOUS
. . . . .
THERMALSPRAY MACHINING WELDING BRAZING HEATTREATMENT
KITTING OR MATERIAL PREPARATION
SUB ASSEMBLY
ROTOR BALANCING
FINAL ASSEMBLY
. LINIPOT . LEAK CHECK . RIGGING
. FLOW TEST . PRESSURE TEST
TEST CELL
. . . . .
TEMPERATURE VIBRATION SPEED (N 1 & N2) FLOW PRESSURE
. . .
COMPONENT INSTALLATION MEASURERESISTOR JUNCTION BOX CHECK BLEED VALVE CRANK MOVEMENT LOAD
SERVICEBLE/ UNSERVICEABLE
BUILDUP
ENGINE/ APU OUT
Gambar 4.4 Diagram alir perawatan engine (Sumber: Data perusahaan, 2014)
29
Proses perawatan yang terjadi adalah berdasarkan dari order yang telah disepakati. Secara umum proses perawatan yang terjadi terdiri dari scheduled maintenance yang merupakan perbaikan atau penggantian suatu komponen yang telah diprediksi kapan umur komponen tersebut akan habis dan unscheduled maintenance yang merupakan perbaikan atau penggantian komponen sebelum waktu umur pemakaian habis. Kedua proses perawatan tersebut baik scheduled maupun unscheduled, proses perbaikannya akan meliputi proses repair atau overhaul tergantung dari keadaan engine itu sendiri maupun kesepakatan order antara konsumen dengan perusahaan. Kegiatan perawatan yang terdapat di Engine Maintenance meliputi pembongkaran, perbaikan, pemasangan kembali, dan pengujian baik untuk engine maupun APU. Perawatan engine pesawat merupakan usaha yang dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan dan memulihkan kondisi pesawat pada suatu kondisi yang baik dan siap pakai. Engine Service menangani berbagai jenis tipe mesin pesawat, seperti CFM56 – 3 B1/B2/C1 (overhaul) untuk Boeing 737-Classic (-300/-400/-500) dan CFM567B (Boeing 737-NG) (-600/-700/-800/-900) untuk Boeing 737-Next Generation. Selain itu workshop ini
juga melakukan overhaul pada APU (Auxiliary
Power Unit) untuk GTCP85 (untuk Boeing 737-Classic (-300/-400/-500), GTCP131-9B untuk (Boeing 737-NG) (-600/-700/-800/-900), dan GTCP131-9A untuk Airbus A320/ A321.
30
Gambar 4.4 diatas menggambarkan alur proses pengerjaan repair suatu engine dari awal sampai akhir. Secara umum work flow tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Engine Removal Pemisahan engine dari pesawat dilakukan berdasarkan jadwal dari engine tersebut, (LLP – Life Limited Parts) atau jika ditemukan masalah dari engine tersebut misalnya, High Exhaust Gas Temperature, vibration, dll. Tahapan ini dilakukan di hangar. 2. Engine / APU In Penerimaan engine / APU oleh pihak PT. GMF AeroAsia yang dilakukan di Engine Shop untuk diperbaiki dan penyerahan data historis engine tersebut. 3. Incoming Inspection Pada tahapan ini pihak PT. GMF AeroAsia terutama unit Engine Maintenance melakukan pengamatan secara visual (borescope) dan menyeluruh terhadap engine yang datang berdasarkan data historis yang ada untuk mengetahui kondisi engine sebelum diambil suatu keputusan yang dituangkan dalam workscoping. 4. Induction Meeting Pada tahapan ini akan dihasilkan workscope pengerjaan yang akan dilakukan terhadap suatu engine, apakah akan dilakukan repair atau overhaul. 5. Removal and Disassembly Pada tahap ini dilakukan proses pembongkaran pada engine menjadi tiga module utama (major module) yaitu :
Fan module, Core module, dan LPT
module. Setelah itu ketiga module tersebut dibongkar menjadi sub – sub module masing – masing yang telah ditentukan.
31
6. Dirty Inspection Tahap ini masih berada dalam tahapan Removal / Disassembly, dimana akan dilakukan inspeksi pada part – part yang sedang di remove. Dari proses dirty inspection ini diperoleh hasil kondisi part dengan tiga kategori yaitu : comdemned merupakan kondisi part yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi dan harus diganti dengan part lain; repairable dan serviceable merupakan kondisi part yang masih bisa di-repair atau masih layak dipakai, kondisi ini dibedakan menjadi dua, jika engine shop mempunyai kapabilitas untuk me-repair part tersebut, maka akan masuk ke proses repair, sedangkan jika engine shop tidak mempunyai kapabilitas untuk melakukan repair part tersebut, maka proses repair akan di outsourcing ke mitra kerja di luar negeri (farm out). 7. Cleaning Pada proses ini dilakukan permbersihan pada komponen – komponen atau part yang sudah di disassembly dengan melalui dua proses, yaitu proses chemical cleaning yang menggunakan larutan kimia dan mechanical cleaning yang menggunakan mesin tertentu dalam melakukan proses pembersihannya. Chemical cleaning mencakup tiga proses besar, yaitu degreasing, paint removing, dan derusting. Degreasing adalah proses penurunan viskositas dari grease yang menempel pada part sehingga mudah dibersihkan dengan air bertekanan. Salah satu jenis larutan yang digunakan dalam proses degreasing adalah larutan alkali. Paint removing adalah proses pemisahan cat dengan material part dengan proses debonding. Derusting adalah penghilangan scale hasil korosi dengan menggunakan larutan asam dan alkali.
32
Mechanical cleaning menggunakan mesin seperti dry abrasive blasting, wet abrasive blasting, glass bead, dan tumbling. 8. Visual Dimension Inspection Bagian ini melakukan pemeriksaan terhadap komponen atau part untuk memastikan dalam kondisi baik atau tidak. Komponen yang masih dalam kondisi baik (serviceable) akan dikirim langsung ke bagian kitting atau material preparation. Komponen yang kondisinya kurang baik dan masih bisa diperbaiki (repairable) akan dikirim ke bagian repair untuk diperbaiki, sedangkan komponen yang kondisinya dalam kategori condemned harus diganti dengan komponen yang baru. Inspeksi ini dilakukan secara visual dan NDT. Inspeksi secara visual meliputi pengukuran perubahan dimensi. Sedangkan inspeksi secara NDT menggunakan metode FPI (Fluorescence Penetrant Inpection) dan MPI (Magnetic Particle Inspection). FPI adalah proses inspeksi non-desruktif dengan menggunakan larutan penetran yang fluorescence dan sinar ultraviolet. Prinsip dari FPI adalah capillarity action, dimana larutan penetran meresap ke dalam retakan sehingga retakan dapat muncul dan terlihat ketika disinari sinar ultraviolet. MPI adalah proses inspeksi non-destruktif untuk material yang bersifat ferromagnetic. Prinsip proses MPI adalah memanfaatkan medan magnet yang dihasilkan oleh part yang dialiri arus listrik. Apabila dalam part tersebut terdapat retakan, maka akan timbul kebocoran (leakage) medan magnet di sekitar retakan part yang dapat menarik partikel serbuk besi yang bersifat fluorescence, sehingga retakan di permukaan dapat terdeteksi.
33
9. Repair Pada tahap ini komponen dalam kategori repairable masuk ke bagian part repair untuk diperbaiki sesuai dengan langkah – langkah (prosedur) perbaikan yang telah ditetapkan. Part – part tersebut akan melalui tahapan – tahapan proses sesuai dengan kerusakan masing – masing. Beberapa proses dalam tahap repair sebagai berikut; shot peening, electroplating, anodizing, painting, miscellaneous, thermal spray, machining, welding, dan heat treatment. Shot peening adalah proses peningkatan umur fatigue dari part dengan mendeformasi permukaan menggunakan bola-bola baja atau partikel gelas yang ditembakan ke permukaan part dengan tekanan tertentu. Penembakkan partikel kecil ini akan memberikan tegangan negatif pada part sehingga dapat memperpanjang umur fatigue. Painting adalah pemberian cat pada engine part dengan memberikan lapisan proteksi terhadap korosi. Proses painting yang digunakan adalah spray painting dan brush painting. Cat yang digunakan berbahan dasar polimer. Thermal spray adalah proses pelapisan material part oleh material pelapis yang dilakukan secara semprot (spray) dengan tujuan memberikan perlindungan dan mengembalikan dimensi part. Dalam thermal spray terdapat empat proses, yaitu Oxygen Fuel Powder, Oxygen Fuel Wire, High Velocity Oxygen Fuel (HVOF), dan Plasma Spray. Oxygen Fuel Powder adalah proses spray dengan menggunakan bahan bakar oxyasetylene dan bahan pelapis dari serbuk. Proses Oxygen Fuel Wire hampir sama dengan proses Oxygen Fuel Powder, namun memakai bahan pelapis awal berbentuk kawat, bukan serbuk. High
34
Velocity Oxygen Fuel (HVOF) adalah proses pelapisan dengan metode semprot dan menggunakan bahan bakar oksigen, hidrogen, dan argon yang disemprotkan dengan tekanan dan kecepatan tinggi. Plasma Spray adalah proses pelapisan metode semprot dengan menggunakan plasma dari campuran gas argon dan hidrogen. Machining adalah proses permesinan dengan tujuan mengembalikan dimensi dengan menggunakan mesin bubut, gerinda, bor, rotor, dan lain-lain. Toleransi dimensi dari proses machining ini mencapai 1/10.000 inci. Hasil dari proses machining diinspeksi dengan menggunakan metode NDT untuk memeriksa keberadaan retak (crack). Heat treatment atau proses perlakuan panas yang dilakukan pada part memiliki tujuan untuk : 1. Pada coating, proses heat treatment dilakukan dengan harapan supaya terjadi difusi antara atom pelapis dan base metal sehingga didapatkan daya lekat yang kuat antar keduanya. Terdapat dua jenis proses coating yang dilakukan di PT. GMF AA, yaitu Pack Aluminizing dan Sermetal J. 2. Pada proses welding, proses heat treatment memiliki dua fungsi. Sebelum proses welding dilakukan, pada part yang akan dilas dilakukan proses perlakuan panas untuk menyeragamkan fasa. Setelah proses welding, proses perlakuan panas bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa (stress-relief). 10. Laboratory of Garuda Maintenance Facility PT GMF AA ini memiliki fasilitas laboratorium yang digunakan untuk menguji spesimen dari part yang akan di-repair atau hasil dari proses repair.
35
Laboratorium yang tersedia adalah laboratorium kimia dan laboratorium untuk pengujian tarik (tensile testing). Laboratorium kimia dapat mengecek crack pada Corner Penetration untuk proses sertifikasi personal welding. Pengujian yang ada pada laboratorium kimia ini antara lain pengujian komposisi menggunakan XRF, pengujian kekerasan dengan Rockwell dan Vickers, pengujian viskositas dari oli dan larutan hidrolik dengan viscosity bath, mengacu pada ASTM D445. Proses lainnya adalah pengecekan porous pada coating dengan stereometri, memonitor jumlah mikroba pada avtur dengan testpack khusus, dan memonitor kualitas cairan kimia yang digunakan pada chemical cleaning. Laboratorium uji tarik digunakan untuk mengetahui kekuatan ikatan antara material pelapis (coating) dengan material yang dilapisi. Prosedur preparasi sampelnya sesuai dengan manual yang ada. Pengujian tarik dilakukan pada dua sampel yang dilekatkan dengan adhesive dimana salah satu dari kedua sampel merupakan sampel yang mengalami perlakuan sama dengan sampel coating namun tidak dilapisi (noncoating). Kegagalan diharapkan terjadi pada daerah coating agar penguji dapat mengetahui kekuatan dari coating. 11. Kitting or Material Preparation Tahap kitting merupakan tahap pengumpulan part – part yang sudah dalam kategori serviceable dan persiapan kelengkapan material sebelum dirakit kembali. Komponen dari suatu engine tertentu akan dikumpulkan menjadi satu pada suatu tempat untuk dilanjutkan ke tahap sub assembly
36
12. Sub Assembly Komponen yang telah lengkap pada tahap kitting kemudian akan mulai dirakit kembali menjadi tiga module utama (Fan module, Core module, dan LPT module). Pada tahap ini juga dilakukan rotor balancing pada komponen agar dapat beroperasi dengan baik. 13. Final Assembly Pada tahap ini dilakukan perakitan tiga module utama yang telah selesai di assembly untuk disatukan kembali menjadi suatu engine yang utuh. Pada tahap ini dilakukan beberapa proses seperti: linipot, leak check, rigging, flow test, dan pressure test. 14. Test Cell Test Cell merupakan tahapan yang dapat dikatakan sebagai uji kelayakan terhadap engine yang telah selesai direpair. Uji kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai EGT margin atau temperatur dan ada tidaknya vibrate (getaran) pada engine sesuai dengan standar yang dimiliki oleh perusahaan. Selain itu beberapa test yang dilakukan pada tahap ini adalah speed (N1 & N2), flow, dan pressure. Untuk selanjutnya jika dari hasil test dinyatakan engine tersebut serviceable akan menuju ketahap build up, namun jika engine tersebut dinyatakan unserviceable, maka engine akan kembali ke proses disassembly untuk dilakukan repair pada part yang menjadi penyebab engine tersebut unserviceable (tidak layak untuk diinstall pada pesawat). 15. Build Up Pada tahap ini dilakukan pemasangan komponen – komponen engine yang tidak diikutkan pada tahap test cell.
37
16. Engine / APU Out Tahapan ini adalah tahapan dimana engine telah siap untuk digunakan kembali oleh customer. 4.1.7 Engine Maintenance Gate System Untuk mencapai target yang telah disepakati dalam sebuah workscope agreement, Engine Maintenance menerapkan gate system untuk mengontrol dan menjaga agar Turn Around Time (TAT) dapat tercapai.
Gambar 4.5 Gating Procedure Engine Maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014)
38
Tabel 4.1 Gate system description Gate
Description
Gate “0”
Engine is inducted and the TAT Clock Starts
Gate “1”
Complete disassembly completed and off-logged down to piece part
Gate “2”
All Fast Track Parts have been shipped to Vendor for Repair
Gate “3”
All Inspections have been completed
Gate “4”
All parts in the Repair and Vendor Processes have return dates
Gate “5”
All parts on late return form Repair and Vendor Processes have been swapped, exchanged, loaned or purchased
Gate “6”
Sub Assembly is initiated with Critical Path Parts
Gate “7”
Final Assembly is initiated
Gate “8”
Test Cell Process is initiated
Gate “9”
Serviceable Engine is shipped
Deskripsi umum dari tiap Gate dijelaskan pada paragraf berikut ini:
39
Gate 0 Pada gate 0, merupakan awal dari shop visit procedure dimana disini direncanakan yang namanya proses, dan bisnis berkepanjangan yang dilakukan oleh unit TRS 3 (forecasting dan scheduling) dan EO team (engine owner). Tim tersebut terdiri dari leader, logistic, engineer, planner dan certified staff. Pada gate 0, hal- hal yang harus disiapkan adalah antara lain workscope dan material monitoring. Gate 1 Pada gate 1, dilakukan yang namanya “off-log” yang berarti semua komponenkomponen yang berada pada mesin dibongkar. Gate 2 Pada gate 2, semua komponen yang sudah off-logged dan tidak memungkinkan diperbaiki sendiri dikirim ke vendor lain untuk diperbaiki. Komponen lain yang bisa diperbaiki masuk ke dalam kategori “in-house repair”. Gate 3 Pada gate 3, semua inspeksi sudah selesai dan barang-barang yang sudah termasuk servicable kembali dipasang ke mesin dan yang masuk ke kategori repair, diperbaiki di dalam atau dikirim ke vendor lain. Gate 4 Pada gate 4, semua komponen di repair and vendor processes sudah memasuki waktu pengembalian dan juga disini, dilakukan kitting, yang berarti pengumpulan alat-alat yang akan dipasang.
40
Gate 5 Di gate 5, engine owner akan menentukan apakah barang-barang yang telat kembali dari repair dan vendor processes akan ditukar, diganti, disewa, atau dibeli. Gate 6 Pada gate 6, dilakukan pemasangan kembali berdasarkan “critical path parts” yang artinya bagian-bagian yang harus didahulukan (penting) dipasang terlebih dahulu. Fungsinya agar tidak terjadi kesalahan dalam pemasangan bagian engine tersebut. Gate 7 Di gate 7, pemasangan akhir dilakukan hingga semua bagian-bagian engine terpasang sempurna. Gate 8 Pada gate 8, test cell dilakukan pada mesin yang baru saja dilakukan perawatan. Sehingga akan ditemukan dua kemungkinan yang terjadi, yaitu: -
Engine bekerja sempurna dan masuk ke kategori “serviceable”
-
Engine tidak bekerja dengan baik dan masuk ke kategori “reject”
Gate 9 Pada gate 9, engine yang masuk ke kategori servicable dikirim kepada engine owner dan akan segera dilakukan pembuatan invoice, yang terdiri dari: -
Cost
-
Revenue
-
Profit
-
Quality
41
4.2 Pengolahan data 4.2.1 Penggambaran Value Stream Mapping Untuk mempermudah penggambaran terhadap kondisi aktual dari proses maka digambarkan dalam bentuk Value Stream Mapping. Value stream mapping adalah sebuah metode visual untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang di dalamnya termasuk material dan informasi dari masing-masing stasiun kerja (George, 2002). Value stream mapping ini dapat dijadikan titik awal untuk mengenali pemborosan dan mengidentifikasi penyebabnya.
Adapun tahap
pembuatan Stream Mapping adalah sebagai berikut (Shiftindonesia.com, 2014): o Mengumpulkan data yang diperlukan dalam proses produksi. o Mengetahui tahapan-tahapan pokok dari proses produksi.. o Menggambarkan ke dalam bentuk Stream mapping. Langkah awal dari penggambaran Value Stream Mapping adalah penjelasan mengenai Aliran Informasi dan Aliran Fisik dari proses maintenance atau overhaul engine di Engine Maintenance PT. GMF AeroAsia. 4.2.1.1 Aliran Informasi Aliran Informasi dari proses perawatan engine diperoleh melalui observasi di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak- pihak yang terkait. Penggambaran aliran informasi dilakukan untuk keseluruhan pihak yang terlibat dalam pemenuhan permintaan dari customer. Adapun gambaran aliran informasi dari proses perawatan atau overhaul engine adalah sebagai berikut:
42
Customer Request, Last Shop visit data break down into sales order. Account Manager Sales and Customer Program Manager Responsibility Draft of Maintenance, arranged by Engineering, Workscope proposal. AMS & Engineering Responsibility Engine Arrival in Shop. Preliminary Inspection and Borescope Inspection are performed. Production crew Responsibility Rearrange Workscope based on Preliminary and Borescope Inspection. Engineering Responsibility. Jobcard are issued and delivered to production by PPIC based on Master Production Schedulling . PPIC Responsibility. Disassy and Overhaul process started. Production Responsibility, controlled by PPIC. Gambar 4.6 Aliran informasi pada proses engine maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014) 1) Aliran informasi diawali dari customer yang engine di engine shop.
akan melakukan perawatan
Customer tersebut kemudian memberikan rincian
permintaan tipe perawatan yang dilakukan dan data last shop visit dari engine yang akan dilakukan perawatan atau overhaul di engine shop GMF AA. Data last shop visit sangat penting mengingat didalamnya terdapat history dari perawatan engine tersebut. Data tersebut menyangkut configuration structure, umur dari
43
LLP (Life Limited Part), data EGT, dan parameter lain terkait dengan thrust, fuel consumption, serta informasi kemungkinan penggunaan part PMA. 2) Setelah customer menyetujui mengenai tawaran harga awal dari Account Manager Sales (AMS) maka selanjutnya AMS bekerja sama dengan Engineering membuat proposal untuk perawatan engine tersebut. Proposal tersebut berisi planning awal yang masih berupa draft dari perawatan atau overhaul. 3) Jika proposal telah disetujui oleh customer, maka engine pun dikirim ke engine shop untuk dilakukan preliminary inspection untuk mengetahui kondisi eksternal engine dan borescope inspection untuk mengetahui kondisi internal dari engine. 4) Hasil dari preliminary dan borescope selanjutnya akan digunakan Engineering untuk menyusun customer workscope. Customer workscope tersebut berisi planning dari proses overhaul atau perawatan per module dan submodule dari engine tersebut. 5) Workscope kemudian di break down menjadi Jobcard / PD Sheet untuk dikerjakan di area produksi. Job card tersebut disusun oleh Engineering berdasarkan OEM manual dari engine yang sedang dikerjakan. 6) Jobcard diserahkan ke bagian PPIC untuk diteruskan ke area produksi. Di sini peran dari PPIC yaitu untuk membuat schedule dari proses per module per engine berdasarkan workscope dan list of jobcard. Peran PPIC juga untuk mereservasi material/ part yang dibutuhkan. Part yang di reservasi bisa berasal dari internal warehouse atau vendor. 7) Part / Material yang direservasi sedangkan tidak ada di warehouse selanjutnya diinfokan oleh PPIC ke pihak procurement untuk dilakukan pengadaan dari vendor- vendor yang berkerjasama dengan engine shop. Peran vendor tidak
44
terbatas pada pengadaan saja namun juga repair subcont. Untuk lebih memperjelas alur material dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.7 Aliran material secara umum pada proses engine maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014) 4.2.1.2 Aliran Fisik Aliran Fisik dari proses perawatan engine kurang lebih sama dengan aliran informasi yaitu diperoleh melalui observasi di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak- pihak yang terkait. Adapun gambaran aliran informasi dari proses perawatan tersebut adalah sebagai berikut:
45
Gambar 4.8 Aliran fisik material pada proses engine maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014)
46
47
48
Aliran fisik material dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Gate 1 dimana proses fisik dimulai bersamaan dengan sistem SAP, pada tahap ini engine mulai dilakukan induction atau tahap removal sesuai dengan workscope yang sebelumnya sudah disepakati. Pada tahap ini engine di bongkar berurutan dari level Major module, Submodule, Assy part, Piece part. Bersamaan dengan proses pembongkaran fisik dilakukan juga technical off log atau removal secara sistem di SAP. Secara harfiah kru produksi sering menyebutnya dengan proses removal and dirty inspection. 2) Setelah part atau module di remove baik secara fisik maupun sistem maka langkah selanjutnya ditentukan status part atau module tersebut sesuai kondisi pada saat removal. Kondisi tersebut dikategorikan ke dalam 5 jenis yaitu Serviceable, Subcont, Condemned, Continue to next process, dan Holding. Disini merupakan Gate 2 dimana part atau module yang diremove dari engine assy mulai dipecah flownya. Part serviceable akan langsung menuju area kitting, subcont langsung dikirim ke outside vendor, part atau module yang rusak akan langsung di scrap atau condemned, part atau module yang teremove akibat sequence removal process tapi tidak masuk dalam workscope dikategorikan holding, dan continue to next process artinya part tersebut akan dilakukan cleaning process dan detailed inspection. 3) Pada gate ini, Gate 3, material berupa module atau piece part selanjutnya dilakukan detailed inspection setelah di cleaning dan NDT untuk selanjutnya ditentukan apakah serviceable, condemned, return as is, subcont, atau internal repair. Serviceable akan langsung menuju kitting, condemned artinya scrap, return as is artinya part atau module dikembalikan ke customer namun tidak
49
dipasang kembali dan diganti baru. Subcont artinya di repair di outside vendor dan Internal repair menuju ke area repair. 4) Part yang bisa dilakukan repair selanjutnya dilakukan repair di unit repair maintenance yang melibatkan sebagian atau keseluruhan unit tersebut untuk melakukan repair. Part yang serviceable setelah dilakukan repair selanjutnya dikirim ke area kitting. Pun begitu dengan part yang telah kembali dari repair di outside vendor dikumpulkan kembali di area kitting. Kedua proses tersebut terjadi di gate 3. 5) Di gate 4, module atau piece part yang mengalami keterlambatan repair process dikumpulkan di area kitting. Gate 4 diperuntukkan pada part atau module yang memiliki kecenderungan mengalami kerusakan yang tidak terduga. 6) Seluruh part yang dinyatakan dikumpulkan di area kitting untuk selanjutnya pada area ini ditentukan apakah ditukar, diganti, disewa, atau dibeli. Penentuan ini dilakukan oleh Engine Owner atau Project manager bekerjasama dengan project team dan unit lain yang terkait di gate 5 ini. 7) Module atau part yang merupakan bagian utama yang menjadi acuan process assembling (Critical path) mulai dirakit kembali menjadi beberapa submodule. Semua proses assembling ulang menjadi submodul assy terjadi di gate 6. 8) Submodule yang telah dirakit ulang selanjutnya di assembling menjadi module yang level assy nya lebih besar yaitu Major moduel dan digabungkan ke satu assy engine utuh di gate 7 ini. 9) Di gate 8 ini, engine yang telah utuh selanjutnya dilakukan test untuk mengetahui apakah hasil dari overhaul dapat memperbaiki parameter performance dari engine. Apabila tidak memenuhi target maka dinyatakan RTS (Return to
50
Shop) dan dilakukan overhaul ulang. Jika memenuhi target maka dilanjutkan ke gate 9. 10) Di gate 9 ini engine yang telah serviceable selanjutnya dilakukan instalasi part QEC, Outgoing inspection dan Outgoing Borescope, Issued Airworthiness Release Certificate, Billing dan akhirnya redelivered to customer. Dari penjabaran mengenai Aliran Informasi dan Aliran Fisik maka dapat digambarkan Value Stream Mapping dari proses maintenance atau overhaul engine di Engine Maintenance PT. GMF AeroAsia. Penggambaran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :
51
Gambar 4.9 Value Stream Mapping Engine maintenance
52
Untuk mengetahui gate mana yang merupakan gate dengan waktu delay yang lama maka berikut ini disajikan data berupa gambar barchart dari 10 Engine Serial Number yang melakukan perawatan di Engine Maintenance selama periode Juli 2013 sampai November 2014.
Gambar 4.10 Gate Bar chart dari 10 engine SN (Sumber: Data perusahaan, 2014)
53
54
Dari Barchart di atas kemudian data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan Pareto diagram untuk mempermudah analisa terhadap gate yang paling banyak mengalami delay di sepanjang aktivitas prosesnya. Hasil dari pengolahan data dapat dilihat pada gambar 4.11.
55
Gambar 4.11 Perhitungan olah data delay per gate
56
Hasil pengolahan data barchart dari 10 ESN yang melakukan perawatan selama periode Juli 2013 sampai November 2014 yang diterjemahkan kedalam bentuk tabel rata rata delay time per gate serta akumulasi dari presentase delay per gate untuk keseluruhan gate atau total aktivitas proses dan direpresentasikan pada pareto diagram berikut ini.
19
120,00%
17 100,00%
15 13
80,00%
11 9
Delay
60,00%
% Accumulative
7 40,00%
5 3
20,00%
1 -1
G1 G3 G5 G6 G7 G4 G9 G2 G0 G8
0,00%
Grafik 4.1 Pareto diagram delay per gate 4.2.2 Identifikasi aktivitas value added dan non value added Aktivitas - aktivitas pada proses overhaul Engine di Engine Shop dapat diklasifikasikan pada tabel berikut ini : Tabel 4.2 Identifikasi value per gate Kode A.1 A.2 A.3 A.4
Tipe aktivitas
Value Added
Engine Incoming Penerimaan data Last Shop visit √ Penyusunan Draft Workscope Preliminary Inspection Borescope Inspection
Non value Added
Necessary Nonvalue Added √ √ √
57
Kode B.1 B.2 B.3 B.4 B.5 B.6 C.1 C.2 C.3 C.4 C.5 C.6 C.7 D.1 D.2 D.3 E.1 E.2 E.3 E.4 E.5 E.6 E.7
Tipe aktivitas
Value Added
Non value Added
Pre Induction (Gate 0) √ Penyusunan Structure Engine di SAP Pemilihan Job card yang sesuai √ workscope √ Penyusunan Final Workscope √ Waiting Customer acceptance √ Penyusunan Work order √ Penyusunan Production Schedule Induction (Gate 1) Persiapan Jobcard, Tool, dan √ Equipment Proses Removal Major Module ke √ Submodule Proses Removal SubModule ke Piece √ part Dirty Inspection √ Waiting for routine jobcard Updating module/part status √ Pemindahan module/part sesuai status Vendor fast track & CNI process (Gate 2) Pengiriman module/ part subcont ke √ Outside Vendor Proses Cleaning pada Continue √ module/ part Proses NDT pada Continue module/ √ part Detailed Inspection & Inhouse Repair (Gate 3) Detailed Inspection pada Continue module/part Updating module/part status √ Waiting for shortage breakdown part Inhouse Repair Process ( Machining, √ Welding, etc) Pengiriman module/ part subcont ke √ Outside Vendor Pengumpulan module/ part subcont dirty & repair di kitting √ Pendataan Shortage material
Necessary Nonvalue Added
√ √
√ √
√
58
Non Necessary value Nonvalue Added Added Repair & subcont from detailed inspection module/ part marshalling (Gate 4) F.1 Waiting for shortage subcont shipment √ Pengumpulan module/ part subcont F.2 √ detailed inspection Pengumpulan module/ part rework F.3 √ inhouse repair Kitting and Material Configuration Control (Gate 5) Reservasi shortage material lewat G.1 √ robbing, purchasing, loaning G.2 Waiting for shortage part shipment √ Update Staging dan kontrol G.3 √ konfigurasi module/ part Critical path Submodule Assembling (Gate 6) Persiapan Jobcard, Tool, dan H.1 √ Equipment Proses Assembling Critical path H.2 √ module/part ke submodule Updating status module/part di sistem H.3 √ SAP Final Assembling (Gate 7) Persiapan Jobcard, Tool, dan I.1 √ Equipment Proses Assembling Submodule ke I.2 √ major module lalu Engine assy Updating status module/part di sistem I.3 √ SAP Engine Performance Test (Gate 8) Persiapan Jobcard, Tool, dan √ J.1 Equipment √ J.2 Engine Performance Test √ J.3 Pembuatan laporan hasil pengetesan Engine Final Release (Gate 9) √ K.1 Waiting for QEC Build up material √ K.2 Instalasi part QEC √ K.3 Outgoing Borescope Inspection K.4 Outgoing Inspection √ Penyusunan Airworthiness Release √ K.5 Certificate √ K.6 Redeliver to Customer
Kode
Tipe aktivitas
Value Added
59
4.2.3 Identifkasi waste pada proses overhaul engine Berdasarkan pada konsep seven waste, ada beberapa waste yang umumnya terdapat dalam sebuah proses yang antara lain sebagai berikut: 1) Overproduction, untuk jenis waste ini dalam proses overhaul engine tidak dapat ditemukan karena overhaul engine lebih bersifat mengonsumsi, atau memperbaiki material dari part atau module yang ada, sehingga tidak ada kemungkinan untuk itu. 2) Defect, Cacat yang terjadi pada saat proses kerja ini lebih sering ditemui saat dilakukan proses removal, internal repair, dan installation. Defect tersebut berupa: a) Defect akibat machining process, defect akibat welding process, defect akibat thermal spray process, defect akibat shootpeening process, dan lain sebagainya yang terkait dengan proses internal repair. b) Defect akibat material handling (umumnya part yang dikirim untuk subcont dan perpindahan yang terjadi selama proses overhaul). c) Defect akibat kesalahan removal dan installation process, penyebabnya dapat dikarenakan adanya human error, weak equipment, wrong tools dan wrong method. 3) Unnecessary Inventory, waste jenis ini terjadi pada saat ada penumpukan part/ module di satu titik dan tidak berlanjut ke next process atau dapat diistilahkan stuck WIP (Work In Progress). Penumpukan yang terjadi antara lain: a) Penumpukan part di gate 1 setelah dilaksanakan proses dirty inspect akibat keterlambatan routine jobcard untuk proses CNI.
60
b) Penumpukan part di gate 3 akibat kesalahan proses updating status part di dirty inspection dan waiting material untuk repair process (Shortage Breakdown Part) 4) Inappropriate Processing, proses dari overhaul yang seringkali tidak dibutuhkan namun sering dilakukan yaitu aktivitas removal yang berlebihan atau part yang seringkali tidak perlu dilakukan removal berdasarkan workscope. Hal ini lebih sering diakibatkan adanya miscommunication atau kurangnya pemahaman kru produksi terhadap instruksi kerja. 5) Excessive Transportation, pemindahan part yang kurang efisien dari satu proses ke proses yang lain menyebabkan pemborosan waktu sebagai contoh pemindahan part/ module yang dipindahkan secara terpisah akan membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pemindahan secara massal. 6) Waiting, merupakan waste yang seringkali muncul dan menjadi akar penyebab terjadinya waste- waste yang lain. Proses waiting ini sangat berdampak langsung dalam proses perawatan engine dikarenakan waiting menyumbang kontribusi terbesar dalam penambahan delay dari Turn Around Time. Adapun waiting yang sering terjadi yaitu antara lain sebagai berikut: a) Waiting customer acceptance contoh untuk status part yang critical, perubahan workscope akibat upgrade workscope type dan data last shop visit dari customer. b) Waiting for work instruction / jobcard, waiting ini seringkali terjadi sesaat setelah dilakukan removal dan dirty inspection yaitu untuk CNI jobcard (routine jobcard) c) Waiting for shortage breakdown part material yang lebih sering terjadi akibat nil stock expandable part di warehouse dan menyebabkan terhentinya proses internal repair, dan proses installation.
61
d) Waiting for subcont material part dari outside vendor, Waiting ini sering terjadi akibat keterlambatan pengiriman dari vendor dan keterlambatan saat shipping. 7) Unnecessary Motion, yaitu waste yang diakibatkan pergerakan yang tidak diperlukan selama proses overhaul, contohnya ketika kru produksi mondarmandir hanya karena kesalahan pemilihan tools atau equipment. Namun hal ini umumnya jarang terjadi. 4.2.4 Pembobotan waste pada proses overhaul engine Untuk mengetahui jenis waste yang critical dan memerlukan perhatian lebih untuk pengurangannya maka digunakan metode pembobotan dan pemeringkatan untuk mengetahui waste mana yang paling dominan terjadi. Berikut ini merupakan rekap hasil kuesioner untuk mengetahui waste yang seringkali terjadi pada proses overhaul engine. Tabel 4.3 Rekap hasil olah data kuesioner Jenis Waste
0 0 Over Production 0 Defects 0 Unnecessary Inventory Inappropriate Processing 0 Excessive Transportation 0 2 Waiting 0 Unnecessary Motion
Gate 1 0 3 4 1 2 4 2
2 0 1 2 0 0 2 0
3 0 4 3 0 2 4 0
4 0 2 0 0 0 3 0
5 0 0 0 0 2 2 0
6 0 2 0 2 0 1 1
7 0 1 0 2 0 1 1
8 0 1 0 0 0 1 0
9 0 0 0 0 0 3 0
Total Bobot % Ranking 0 14 9 5 6 23 4
0 0.23 0.15 0.08 0.09 0.38 0.07
0 23 15 8 9 38 7
Berdasarkan tabel yang ada diatas maka dapat disimpulkan bahwa waste yang sering ditemui atau yang terjadi yaitu Waiting. Adapun bobot dari tiap waste dapat dilihat pada grafik berikut ini.
7 2 3 5 4 1 6
62
0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
0,38
0,23 0,15 0,08
0,09
0,07
0
Grafik 4.2 Hasil olah data pembobotan waste Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa bobot tertinggi yaitu pada jenis waste waiting dengan bobot sebesar 0.38, diikuti waste berupa defect dengan bobot 0.23, lalu waste berupa unnecessary inventory dengan bobot 0.15. Di urutan keempat waste jenis excessive tranportation dengan bobot 0.09, diikuti Inappropriate processing dengan bobot sebesar 0.08. Unnecessary motion dengan bobot 0.07 menempati urutan keenam . Waste Overproduction tidak dapat dihitung bobotnya dikarenakan waste jenis ini lebih umum ditemui di perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk massal.