BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1
Pembentukan Tim Kolaborasi Pembentukan tim kolaborasi dilakukan pada saat pertemuan perwakilan dari
kedua belah (manufaktur dan ritel). Anggota tim yang dipilih akan mewakili setiap bidang dari departemen terkait proses pelaksanaan projek. Kemudian untuk memastikan bahwa tim yang dibentuk sudah cukup untuk memenuhi fungsi yang dibutuhkan dan untuk memudahkan setiap role untuk saling berinterkasi dengan orang yang tepat pada saat terlaksananya project maka setiap role diberi deskripsi atau lingkup kerja masing-masing. Lebih jelasnya dapat dilihat pada table 4.1. di bawah ini : Tabel 4.1 Anggota Tim dan Lingkup Kerja
4.2
Pengumpulan Data Data Service Level dari ritel yang telah diverifikasi dan dilengkapi dengan
rincian RCA oleh manufaktur terangkum dalam Tabel 4.2. Tabel-tabel ini 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
digunakan untuk mengarahkan tim kolaborasi dalam memperbaiki isu berdasarkan RCA yang ditemukan. Tabel 4.2 Data awal service level
Sedangkan data OSA didapatkan dari pengecekan harian di toko menggunakan data sheet dan informasi verbal dari pihak terkait di lapangan. Hasil pengisian data sheet dari masing – masing toko yang telah dilengkapi dengan RCA kemudian dirangkum dalam sebuah format softcopy data sheet yang secara detail dapat dilihat pada halaman daftar lampiran, dan secara umum terangkum dalam tabel 4.2. Tabel 4.3 Data awal OSA
4.3
Pengolahan Data Setelah memperoleh data awal, tim kolaborasi kemudian melakukan
langkah-langkah berikut :
38 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
4.3.1
Evaluasi Standard / Proses Kerja
Evalusi dilakukan untuk mengkaji kembali apakah sudah terdapat standard terkait aktivitas yang sedang menjadi isu penyebab OOS. Jika belum maka mungkin perlu dibuat untuk menghindari terjadinya isu tersebut. Namun apabila standard sudah tersedia maka apakah sudah berjalan dengan baik, jika belum maka mungkin perlu dilakukan pembaharuan, revisi, atau strategi untuk membuat standard tersebut dapat berjalan dengan baik. Evaluasi tidak hanya dilakukan dari sisi manufaktur namun juga dari pihak ritel. 4.3.2
Review Project (Oleh Tim Project Dari Perusahaan Dan Ritel)
Data di atas menjadi bahan dalam diskusi pada saat pertemuan rutin antara pihak manufaktur dan ritel yang dilakukan setiap 2 minggu sekali. Diskusi ini membahas update project dari 2 minggu terakhir, isu yang masih terjadi, dan menentukan action plan. Untuk memudahkan pemahaman terhadap korelasi antar sebab dan akibat permasalahan, hasil evaluasi dan pengkajian bersama tim project digambarkan dengan diagram fishbone seperti pada gambar 4.1.
39 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Gambar 4.1 Digram Fishbone RCA Penjelasan dari setiap akar masalah yang tercantum pada diagram di bawah ini dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.4 Detail Diagram Fishbone Gambar 4.1
40 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
41 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
4.4
Menentukan Action Plan & Evaluasi Hasil Kerja Action plan secara konsisten dibuat untuk menyelesaikan setiap isu yang
sedang terjadi. Dari beberapa yang telah dibuat, dalam penelitian ini penulis merangkum action plan yang dinilai paling efektif atau sebagai best practice dalam menyelesaikan isu penyebab OOS. Tabel 4.5 Best Practice
4.5
Analisa Hasil Dengan Metode CPFR Dalam tahap ini penulis menganalisa project yang telah berjalan dengan
menggunakan metode CPFR. 4.5.1
Strategi & Planing
a) Collaboration Arrangement -
Mendefinisikan proses secara praktis. Manufaktur dan Ritel telah menyepakati proses kerja yang berkaitan dengan kolaborasi, diantaranya :
42 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Strategi
pemasaran
produk,
Sistem
merchandising,
dan
Sistem
pengontrolan OOS di toko -
Mengidentifikasi peran masing-masing mitra dagang dan bagaimana kinerja masing-masing akan diukur. Identifikasi peran secara detail dapat dilihat di Tabel 4.1. Sedangkan kinerja yang diukur dalam project kolaborasi ini difokuskan terhadap dua penilaian utama yaitu berupa persentasi Service Level dan On-Shelf Availbility (OSA).
-
Menjelaskan kesiapan masing-masing organisasi dan peluang yang ada untuk memaksimalkan manfaat dari hubungan mereka. Kedua belah pihak menyatakan kesiapan sesuai dengan lingkup kerjanya masing-masing.
-
Memformalkan komitmen dan kesediaan masing-masing pihak untuk bertukar pengetahuan dan berbagi risikonya. Tim kolaborasi mengadakan kick off meeting untuk memformalkan komitmen yang telah disepakati serta menyusun strategi dan sistem bersama guna memudahkan keduanya dalam bertukar informasi. Namun dari hasil pengamatan selama pelaksanaan project, komitmen ini belum dapat dijalankan secara konsisten.
b) Joint Business Plan -
Memiliki landasan proses peramalan. Menurut metode CPFR, hal ini menjadi salah satu kunci dari keberhasilan terlaksananya proses kolaborasi. Namun sampai saat ini proses peramalan masih dilakukan oleh masingmasing pihak karena Ritel masih memiliki keyakinan mampu mengontrol proses peramalannya untuk menjaga ketersediaan barang di toko. Meskipun pada kenyataannya seringkali ditemukan barang OOS yang disebabkan oleh
43 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
masalah pemesanan (ritel belum melakukan pemesanan, jumlah yang dipesan kurang, atau waktu pemesanan yang tidak tepat). -
Mengurangi pengecualian dan kebutuhan interaksi yang berlebihan. Masih ada beberapa pengecualian terhadap aktivitas yang berkaitan dengan usaha memaksimalkan OSA dalam project ini yang masih perlu dikurangi. Misalnya ketika ditemukan adanya selisih jumlah barang antara system dan kondisi fisik, petugas tidak bisa segera melakukan cycle count Karena harus menunggu jadwal cycle count yang akan datang (contoh: jumlah barang di sistem ada 5 buah, sedangkan kondisi fisiknya sudah kosong atau dalam batas minimum). Apalagi kebanyakan barang hanya bisa dipesan ketika jumlah di system sudah berada dalam batas minimum. 4.5.2
Demand & Supply Manajement
Sales Forecasting seharusnya digunakan sebagai dasar dalam pembuatan Order Forecast, serta aktivitas rantai pasokan lainnya. Sedangkan Order Forecasting memungkinkan penjual mengalokasikan kapasitas produksi terhadap permintaan sambil meminimalkan stok pengaman. Kolaborasi real-time mengurangi ketidakpastian antara mitra dagang dan mengarah pada persediaan rantai pasokan konsolidasi. Meskipun pada kasus ini manufaktur tidak memiliki demand forecasting yang sama dengan ritel, namun pemenuhan pesanan yang stabil di atas 90% menunjukan bahwa manufaktur masih memiliki perhitungan yang cukup baik disini. 4.5.3
Execution
Order Generation dan Order Fulfillment pada dasarnya berkaitan dengan tahap sebelumnya dimana pemenuhan order dipengaruhi oleh akurasi peramalan
44 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
pesanan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Dikarenakan kedua belah pihak belum menggunakan forecasting tunggal maka pemenuhan pesanan ritel seringkali tidak dapat terpenuhi karena keterbatasan ketersediaan barang dari manufaktur yang diakibatkan oleh adanya perbedaan antara forecasting manufaktur dan ritel. 4.5.4
Analysis
a) Exception Management Perlunya mengontrol ketersediaan produk dalam hal ini adalah untuk menjaga akurasi forecast, jika pada saat berjalannya waktu ditemukan kriteria yang berada diluar batas yang ditetapkan maka perlu adanya pengkajian ulang terhadap item tersebut. Dan apabila tim kolaborasi memiliki forecast tunggal maka perlu dilakukan adanya adjustment. Setiap bulan Buyer dan Seller mengadakan pertemuan untuk membahas dan menyepakati focus item yang terbaru. Namun seringkali terdapat adanya perubahan status menjadi non-aktif di suatu toko (artinya produk tersebut tidak lagi dijual di toko tersebut yang salah satunya disebabkan oleh penjualan yang kurang baik) tidak menginformasikan kepada seller terlebih dahulu. b) Perfomance Assessment Pada penilian kolaborasi dengan model CPFR, masing-masing pihak memiliki tugas sebagai berikut :
45 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Tabel 4.6 Tugas – Tugas Kolaborasi
Pada penelitian ini, penulis menemukan bahwa belum seluruh tugas yang tercantum di atas terpenuhi oleh tim kolaborasi.
46 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
47 http://digilib.mercubuana.ac.id/z