BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bagian keempat dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tempat Penulis melakukan
skripsi,
menguraikan
tentang data-data
yang dikumpulkan
dan langkah-langkah pengolahan data. 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Profil Perusahaan Rumah Sakit PMI Bogor merupakan rumah sakit yang berawal dari sebuah rumah sakit yang berdiri atas prakarsa kelompok sosial orang-orang Belanda pada tahun 1931, dimana pada tahun 1938 pengelolaannya dilakukan oleh NERKAI (Nederlansch Rode Kruis Afdeling Van Indonesie), dan diantara tahun 1942-1945 dikuasai oleh Penguasa Jepang. Setelah Jepang kalah perang dan meninggalkan Indonesia, pengelolaan rumah sakit kembali dilakukan oleh NERKAI. Barulah pada tahun 1948, dihibahkan pengelolaannya kepada Pengurus Palang Merah Indonesia Cabang Bogor dan diberi nama Rumah Sakit Kedung Halang yang dipimpin oleh Dokter Respondek, hingga tahun 1951 diserahkan kepada Markas Besar Palang Merah Indonesia dan ditunjuk sebagai rumah sakit umum serta
31
berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor. Untuk pengelolaannya, tahun 1964 dibentuk suatu Yayasan Rumah Sakit Umum PMI Bogor yang diketuai oleh Ibu Hartini Soekarno dan berinduk pada markas Besar Palang Merah Indonesia kemudian di tahun 1965 RS PMI Bogor bekerjasama dengan RS Cipto Mangunkusumo dengan cara memperbantukan tenaga medis dan paramedis RSCM di RSU PMI Bogor
Tahun 1966 Yayasan Rumah Sakit PMI Bogor dibubarkan dengan sebelumnya telah merestorasi bangunan RSU PMI Bogor. Baru pada tahun 1970 RSU PMI Bogor mendapatkan status Rumah Sakit tipe C menurut standar hasil Workshop Hospital. Sejak saat itu RSU PMI Bogor lebih berkiprah seperti pada tahun 1972, Poliklinik Kebidanan ditunjuk sebagai Poliklinik Keluarga Berencana Wilayah Bogor dan sebagai bentuk kepedulian dalam pelayanan pada masyarakat, tahun 1980 RS PMI Bogor bekerjasama dengan BPDPK (Sekarang PT ASKES Indonesia).
Prestasi yang telah diraih diantaranya :
1. Dibidang pendidikan, RS PMI Bogor ditunjuk sebagai Rumah Sakit Pendidikan
bagi
mahasiswa
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Tarumanegara (Untar) pada tahun 1988. 2. Meraih Juara I (satu) sebagai Rumah Sakit Swasta Tipe C tingkat propinsi Jawa Barat Tahun 1988.
32
3. Di tahun 1989, RS PMI Bogor ditunjuk sebagai pengelola Bank Darah dan Sekretariat Bank Mata. 4. Juara III (tiga) lomba penampilan RS swasta tipe B tingkat Propinsi jawa Barat. 5. Tahun 1992 Rumah Sakit PMI Bogor sudah memliki ijin tetap penyelenggaraan rumah sakit (SIUP) 6. Pada bulan oktober 1999 RS PMI Bogor berhasil meraih juara II lomba penampilan kerja RS Swasta tingkat propinsi jawa barat 7. Untuk wadah memajukan kesejahteraan karyawan pada tahun 1990 didirikan koperasi karyawan Mitra Melati dan tahun 1991 didirikan Yayasan Dana Pensiun Palang Merah Indonesia.
Pada tanggal 14 September 1994 dilakukan pemugaran RS PMI Bogor dengan ditandai acara peletakan batu pertama oleh Ibu Tien Soeharto. Dalam rangka meningkatkan pelayanan pada masyarakat, tanggal 15 maret 1999 telah dibuka ruangan perawatan paviliun melati lantai III, Instalasi bedah sentral dilantai aII serta pusat diagnostik di lantai I gedung paviliun melati. Penambahan ruang perawatan kelas I & II mawar digedung sayap kanan depan menghadap Kebun Raya Bogor pada tanggal 1 Juni 1999, Paviliun Anggrek kelas I & II di gedung eks kamar bedah pada tahun 2000.
Untuk meluaskan pelayanan di semua segmen masyarakat dan menunjang sistem subsidi silang, RS PMI Bogor memiliki tenaga medis dokter spesialis yang lengkap dan berpengalaman yang ditunjang dengan peralatan diagnostik yang
33
modern dan lengkap Dilakukan renovasi gedung unit gawat darurat (Emergency) dibulan Agustus 2002 dan ttanggal 14 Juli 2002 dimulai renovasi eks ruang perawatan paviliun Mawar menjadi POLIKLINIK EKSEKUTIF yang beroperasi pada bulan januari 2003 serta pemindahan ruang perawatan paviliun melati( VIP) ke lantai IV dan Paviliun Mawar ke lantai III Gedung Melati.
4.1.2 Alur Proses Penjadwalan Instalasi Bedah Sentral Instalasi Bedah Sentral (IBS) atau kamar operasi rumah sakit melayani kegiatan operasi ringan hingga berat dimana permintaan operasi tersebut berasal dari setiap poliklinik di rumah sakit oleh dokter yang bersangkutan. Proses pengajuan penjadwalan biasanya dilakukan oleh dokter terkait (biasanya diwakili oleh asisten atau perawat lain di poliklinik dokter tersebut) melalui pesawat telepon kepada staf administrasi ruang operasi sehari sebelum pelaksanaan operasi. Setelah didaftar para pasien yang diajukan oleh dokter-dokter dari poliklinik-poliklinik di sana, maka bagian administrasi rumah sakit akan mengecek kembali kepastian operasi tersebut dengan memastikan bahwa pasien yang bersangkutan telah berada di rumah sakit pada malam hari sebelum pelaksanaan operasi untuk pasien elektif yang melakukan rawat inap di rumah sakit, serta pengecekan pada pagi hari sebelum kegiatan operasi dimulai untuk pasien yang melakukan rawat jalan dimana pasien tersebut datang ke rumah sakit pagi hari dan pada hari itu juga dilakukan proses operasi kemudian pada sore harinya pasien tersebut bisa pulang.
34
4.1.3 Sistem Blocking di Instalasi Bedah Sentral dan Kegiatan Operasinya Dalam operasionalnya, rumah sakit menerapkan sistem blocking, yaitu pengalokasian waktu tetap pada hari tertentu untuk dokter bedah atau spesialisasi tertentu pula, untuk keempat ruang operasi yang tersedia. Instalasi Bedah Sentral (IBS) atau ruang operasi rumah sakit beroperasi dari hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 07.30 hingga pukul 14.30 WIB. Waktu yang dibutuhkan untuk pengaturan jadwal tersebut mencapai 1 jam 30 menit. Meskipun terdapat empat ruang operasi dengan spesialiasi yang berbeda dan telah dialokasikan khusus sesuai metode blocking yang diterapkan, keempat ruang operasi yang ada (ruang operasi 1, 2, 3, dan 4) ternyata memiliki peralatan penunjang operasi yang sama dan telah memenuhi standar perlengkapan untuk penyelenggaraan proses operasi sehingga jenis operasi elektif dan emergency jenis apapun bisa ditangani di keempat ruang operasi tersebut. Namun ruang operasi 4 hanya untuk operasi mata saja tidak diperbolehkan untuk operasi lainnya. Hal ini dikarenakan operasi mata memerlukan peralatan khusus yang jauh berbeda dengan operasi-operasi lain dimana peralatan operasi mata tersebut hanya terdapat di ruang operasi 4 dan harus steril. Apabila dilakukan operasi selain operasi mata di ruang 4 maka setelah operasi tersebut selesai harus dilakukan fogging selama 1 jam. Jadi, operasi mata hanya boleh dilakukan di ruang operasi 4, sedangkan operasi selain mata bisa dilakukan di ketiga ruang operasi yang ada.
35
4.1.4 Sumber Daya Manusia di Instalasi Bedah Sentral Dalam operasional IBS, ketersediaan ruang operasi selain ditunjang dengan perlengkapan yang telah memenuhi standar, juga terdapat sumber daya manusia yang turut menunjang kegiatan operasi tersebut. Untuk setiap operasi, kebutuhan minimal sumber daya manusianya adalah sebagai berikut :
1 dokter operator
1 dokter anestesi
1 penata anestesi
1 perawat / asisten
1 instrumentator
1 omloop
Dokter operator merupakan dokter bedah atau dokter yang menangani pasien tersebut ketika melakukan pemeriksaan diagnosis di poliklinik. Dokter tersebutlah yang mengatur jadwal operasi pasien untuk dioperasi pada hari apa, sedangkan untuk alokasi waktu lebih tepatnya menjadi tanggungjawab pihak administrasi IBS sebagai pengatur jadwal dari semua dokter yang ada. Untuk pelayanan kesehatan disemua polikliniknya terdapat 23 dokter yang bertugas, namun tidak semuanya menangani proses operasi di IBS. berikut ini merupakan daftar dokter-dokter yang melakukan operasi di IBS:
36
Tabel 4.1 Daftar Dokter yang Melakukan Operasi di IBS
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dokter Agil Salim, dr. Sp.B Budi Susetyo, dr. Sp.OG Edward Syah, dr.Sp.B I Nyoman Aris S, dr.Sp.OG Laura S.M, dr.Sp.Ur Maria Widiastuti, dr.Sp.B Nurjaya, dr.Sp.BO Rahmawati T, dr.Sp.OG Vivi Sylvia K, dr. Sp.OG
4.1.5 Tingkat permintaan Selain melayani operasi elektif/terencana emergency atau sering disebut cito atau operasi yang tidak direncanakan sebelumnya. Contoh operasi cito di IBS adalah operasi biasanya pasiennya merupakan pasien rujukan dari kamar bersalin dimana pasien tersebut mengalami kesulitan dalam proses persalinan sehingga terpaksa harus dibantu dengan operasi. Sedangkan untuk operasi akibat korban kecelakaan tidak termasuk sebagai pasien di ruang operasi yang berada di Instalasi Gawat Darurat atau IGD. Tingkat permintaan atau harinya, namun permintaan operasi biasanya akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada hari Senin, Kamis, dan Sabtu dikarenakan ada penumpukan pasien sebelum atau sesudah hari libur seperti libur pada hari minggu sehingga dokter atau Senin.
37
Permintaan Operasi November 2013 12 10 8 6 4 Permintaan
2 30-Nov-2013
28-Nov-2013
26-Nov-2013
24-Nov-2013
22-Nov-2013
20-Nov-2013
18-Nov-2013
16-Nov-2013
14-Nov-2013
12-Nov-2013
10-Nov-2013
8-Nov-2013
6-Nov-2013
4-Nov-2013
0
Gambar 4.1 Permintaan Operasi Bulan November 2013 Mengenai jumlah permintaan operasi elektif dan ODC tersebut dapat dilihat bahwa demand operasi bervariasi dari hari ke hari dimana puncak permintaan biasanya terjadi pada hari sebelum dan sesudah hari libur. Hari libur tersebut adalah hari Minggu serta hari libur nasional lain dimana kegiatan operasi elektif dan ODC di rumah sakit juga libur yang ditandai dengan tidak adanya demand operasi elektif dan ODC atau jumlah kasusnya nol, meskipun tetap ada dokter jaga serta staf medis lain yang bertugas pada hari libur untuk menangani adanya operasi emergency/cito. Permintaan yang telah didapatkan kemudian diberikan dummy untuk membuat penelitian lebih kompleks dan melakukan antisipasi ketika permintaan meningkat. Seingga total permintaan bulan November dari rata-rata operasi perminggu 32 menjadi 50 operasi perminggu. Setiap jenis diagnosis penyakit akan memiliki waktu penanganan yang berbeda-beda tergantung beberapa faktor, seperti faktor jenis tindakan yang
38
dilakukan, kecepatan operasi dokter yang menangani, tingkat kesulitan operasi akibat perbedaan stadium penyakit, kondisi ruang operasi, dan faktor eksternal lainnya. Namun kisaran waktunya tidak jauh dari 2 jam 30 menit termasuk persiapan dan pembersihan.
4.2 Pengolahan Data 4.2.1 Penentuan Slot Operasi sebagai Satuan Waktu Penjadwalan Dalam penelitian mengenai penjadwalan operasi ini, salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah faktor kemudahan dalam implementasi proses penjadwalan sehingga diharapkan proses penjadwalan dengan metode dalam penelitian ini akan lebih efisien dibandingkan dengan metode manual yang membutuhkan waktu lebih lama dan bahkan sering kali sulit untuk mencapai tujuan penjadwalan itu sendiri, yaitu memaksimalkan kapasitas yang ada dan menghindari segala konflik yang ada seperti waktu operasi yang tidak boleh berbentrokan untuk setiap dokternya. Dalam proses penjadwalan ini, alokasi penggunaan ruangan akan dibuat dalam suatu satuan waktu dasar yang sama yang mampu mewakili keseluruhan durasi waktu tindakan operasi apapun. Satuan waktu tersebut dinamakan slot operasi yang mewakili alokasi waktu dan ruang yang tersedia untuk dokter tersebut dalam melaksanakan proses operasi. Dalam menentukan ukuran slot tersebut, data mengenai rata-rata durasi operasi elektif dalam suatu hari sangat diperlukan sehingga diharapkan satu slot yang akan dibuat mampu mewakili kebutuhan durasi operasi dengan kelonggaran yang mencukupi.
39
Tujuan dari perhitungan durasi rata-rata tersebut adalah untuk mengetahui rata-rata keperluan waktu operasi yang nantinya akan dipergunakan sebagai dasar dalam penentuan ukuran slot yang dipakai. Angka rata-rata 2 jam 30 menit merupakan titik tengah yang dipakai dimana angka tersebut memungkinkan proses penjadwalan untuk memberikan kelonggaran terhadap semua jenis operasi yang memiliki waktu lebih cepat atau lebih lama dari 2 jam. Tabel 4.2 berikut menjelaskan tentang pembagian slot operasi berdasarkan rata-rata durasi operasi tersebut.
Tabel 4.2 Pembagian Slot Operasi
07.30-10.00 10.00-12.30 12.30-15.00 15.00-17.30 17.30-20.00
Ruang 1 Slot 1 Slot 2 Slot 3 Slot 4 Slot 5
Ruang 2 Slot 1 Slot 2 Slot 3 Slot 4 Slot 5
Ruang 3 Slot 1 Slot 2 Slot 3 Slot 4 Slot 5
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, slot operasi dapat dibagi berdasarkan durasi rata-rata operasi, yaitu 2 jam 30 menit, untuk ketiga ruang operasi dan dalam waktu operasional normal IBS (pukul 07.30 hingga 20.00). Slot 1 berarti alokasi operasi di kamar operasi pada jam pertama atau jam 07.30 - 10.00, sedangkan slot 2 berarti operasi pada kamar operasi pada jam 10.00 - 12.30, dan seterusnya. Pembagian slot ini berfungsi sebagai salah satu komponen variabel keputusan pada programa integer yang akan diselesaikan nantinya dengan hasil akhir apakah slot tersebut akan dipergunakan untuk operasi atau tidak. Slot operasi yang memiliki durasi waktu 2 jam 30 menit diharapkan telah memiliki kelonggaran
40
yang cukup untuk semua jenis operasi yang akan dilakukan. Misalkan untuk suatu kamar, pada jam pertama diisi oleh operasi dengan durasi operasi kurang dari 1 jam, kemudian operasi pada jam kedua diisi oleh operasi dengan durasi lebih dari 2 jam 30 menit, kemudian pada jam ketiga dengan durasi lebih dari 2 jam 30 menit, dan seterusnya, maka pada akhirnya waktu longgar pada operasi dengan durasi kurang dari 2 jam 30 menit tersebut akan dipergunakan sebagai tambahan waktu bagi operasi dengan durasi lebih dari 2 jam 30 menit. Selain berfungsi sebagai penyeimbang waktu, kelonggaran dalam penentuan waktu slot selama 2 jam 30 menit ini juga berfungsi untuk mempermudah proses penentuan keputusan dibandingkan dengan harus menentukan secara detail durasi per kasusnya karena jikapun telah dimasukkan durasi rata-rata untuk setiap kasus secara berbeda, angka tersebut juga masih berupa perkiraan dimana durasi pada kenyataannya kemungkinan besar bergeser, mungkin lebih lama atau lebih cepat dari waktu ratarata, tergantung kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan operasi yang telah diuraikan sebelumnya.
4.2.2 Permintaan Operasi yang Akan Dijadwalkan Beserta Kendalanya Dalam penelitian ini, penentuan alokasi ruang operasi yang akan dilakukan merupakan penjadwalan untuk satu minggu tertentu yang dianggap mampu mewakili keseluruhan permintaan operasi setiap harinya.
Proses perancanaan
alokasi ruang operasi akan dilakukan untuk ke-40 pasien, elektif yang ditangani oleh 9 dokter bedah yang melaksanakan operasi pada hari tersebut. Dalam hal ini tidak berpatokan pada spesialisasi dokter dan diagnosa terhadap pasien karena
41
waktu operasi sudah diambil titik tengah pada 2 jam 30 menit untuk semua operasi. Sedangkan dalam proses penjadwalan yang akan dilakukan nanti akan didasarkan pada asumsi-asumsi berikut yang mana merupakan akibat dari kompleksitas dan variasi dalam masalah perencanaan alokasi ruang operasi. 1. Semua ruang operasi yang ada mampu menangani semua jenis spesialisasi, kecuali operasi mata yang hanya mampu ditangani di ruang operasi 1. 2. Dokter yang akan menangani bisa mengajukan pilihan operasi berdasarkan kecenderungan ketersediaan waktu dokter tersebut dalam proses operasi. 3. Sumber daya lain selain dokter bedah (yaitu dokter anestesi, penata anestesi dan kru operasi) selalu tersedia dalam jumlah yang mencukupi dan memiliki kemampuan yang sama sehingga penempatannya bisa dilakukan secara bebas sehingga yang menjadi permasalahan dalam penjadwalan hanyalah pasien, dokter, waktu operasi dan ruang operasi yang diwakili oleh slot operasi. 4. Operasi emergency tidak termasuk dalam proses penjadwalan dikarenakan jenis operasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti kedatanganya. Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, slot operasi merupakan penentuan waktu operasi dan tempatnya, yaitu 2 jam 30 menit operasi di salah satu ruang operasi antara ruang 1, 2, atau 3. Pada kondisi sebenarnya, penjadwalan operasi dilakukan setiap harinya dimana penjadwalan dilakukan tersebut ditujukan untuk mengatur operasi elektif dan ODC keesokan harinya. Penjadwalan tersebut hanya akan ditiadakan jika keesokan harinya merupakan hari Minggu atau hari libur nasional lainnya dikarenakan IBS tidak melayani
42
kegiatan operasi elektif dan ODC pada hari tersebut, meskipun IBS tetap melayani permintaan operasi emergency oleh dokter jaga karena jenis operasi tersebut tidak bisa dijadwalkan dan tidak direncanakan. Sesuai dengan batasan permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian mengenai perencanaan alokasi ruang operasi ini hanya akan mengambil contoh satu minggu untuk operasi elektif kecuali operasi mata. Pada tabel 4.3 berikut ini dipaparkan mengenai daftar dokter dan pasien yang akan dijadwalkan:
Tabel 4.3 Daftar dokter dan pasien yang akan dijadwalkan. No.
Dokter
1
Agil Salim, dr. Sp.B
2
Budi Susetyo, dr. Sp.OG
3
Edward Syah, dr.Sp.B
4
I Nyoman Aris S, dr.Sp.OG
5
Laura S.M, dr.Sp.Ur
6
Maria Widiastuti, dr.Sp.B
7
Nurjaya, dr.Sp.BO
8
Rahmawati T, dr.Sp.OG
9
Vivi Sylvia K, dr. Sp.OG
Hari Operasi Senin Rabu Sabtu Senin Kamis Jumat Selasa Kamis Sabtu Senin Rabu Sabtu Senin Rabu Sabtu Senin Selasa Jumat Selasa Rabu Sabtu Rabu Kamis Sabtu Selasa Kamis Jumat
Shift
Jumlah Pasien
Pagi
5
Pagi
6
Pagi
5
Pagi
6
Pagi
6
Siang
6
Siang
6
Siang
5
Siang
5
43
4.2.3 Penyusunan Model Optimasi Alokasi Ruang Operasi Berdasarkan keterangan pada tabel 4.3 telah didapati beberapa hal untuk membuat model matematik untuk alokasi ruang operasi di Rumah Sakit PMI Bogor. Dari data yang telah didapatkan didapati kasus berupa : 1. Jumlah dokter yang tersedia sebanyak sembilan dokter. 2. Jumlah pasien yang ditangani sebanyak 50 pasien. 3. Hari operasi yang tersedia adalah Senin hingga Sabtu. 4. Ruang operasi yang tersedia adalah tiga ruang operasi. 5. Jumlah slot yang tersedia dalam satu ruangan perhari adalah lima slot. 6. Jadwal pengoperasian dokter ada shift pagi dan shift siang. Pada penelitian ini, disusun model optimasi untuk meminimumkan. Tujuan model optimasi alokasi ruang operasi adalah untuk meminimumkan terjadinya dokter memulai ngoperasi melebihi shift yang tersedia. Sehingga tidak menggangu jadwal operasi yang lain dan jadwal dokter untuk di poliklinik. 1. Penentuan Indeks dan Range Indeks yang digunakan dalam memformulasikan model optimasi yaitu: i, menunjukan dokter; j, menunjukan pasien; k, menunjukan hari; l, menunjukan raung; m,menunjukan slot; Range nilai masing-masing indeks di atas adalah: i {1,2,3, ... , 9};
44
j{1,2,3, ... , 50}; k; l {1,2,3}; m {1,2,3,4,5}; 2. Identifikasi Variabel Keputusan Identifikasi mengenai variabel keputusan akan dapat ditentukan setelah melakukan pengamatan pada kondisi lapangan yang terjadi. Variabel keputusan ini merupakan parameter terkontrol yang mempengaruhi sistem dan nilainya harus ditentukan. Berdasarkan pengamatan lapangan, diketahui bahwa keputusan yang harus ditentukan dalam menentukan alokasi penggunaan ruang operasi yang optimal adalah keputusan mengenai penempatan pasien tertentu pada suatu slot operasi tertentu. Jadi, variabel keputusan yang ingin ditentukan adalah berupa variabel binary integer mengenai alokasi pasien dan slotnya yang dinyatakan dalam vaiabel Xijklm dimana i menyatakan urutan pasien atau indeks pasien, sedangkan j merupakan slot operasinya. Nilai dari Xijklm yang diharapkan adalah 0 atau 1 yang berarti :
3. Penyusunan Fungsi Tujuan Tujuan mengoptimalkan alokasi ruang operasi direpresentasikan dengan meminimumkan terjadinya operasi pada slot 3 dan slot 5. (4.1)
45
4. Penyusunan Fungsi Kendala Ada 6 kategori kendala kendala dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan model optimasi untuk persoalan alokasi ruang operasi, yaitu : a. Dokter i hanya mengoperasi paling banyak satu pasien pada satu slot waktu. (4.2) b. Dokter i hanya mengoperasi pasiennya saja. (4.3) c. Dokter i hanya mengoperasi pada hari prakteknya saja. (4.4) d. Dokter i hanya mengoperasi pada shift prakteknya saja. (4.5) e. Pasien j dioperasi satu kali saja. (4.6) f. Dokter i mengoperasi pasien tidak bentrok dengan dokter lainnya. (4.7) 4.2.4 Verifikasi Model Tahap verfikasi pada penelitian ini menggunakan software LINGO 9.0. algoritma yang digunakan adalah B-and-B atau yang sering disebut dengan Branch and Bound. Model matematika yang sudah ada di modelkan dengan bahasa pemrograman LINGO 9.0 dengan mengatur data sets terlebih dahulu agar semua data yang sudah dimasukkan bisa dibaca oleh software LINGO ketika proses run-data.
46
sets: !parameter; dokter/D1..D9/; pasien/P1..P50/ ; hari/senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu/; ruang /ruang1..ruang3/ ; slot/slot1, slot2, slot3, slot4, slot5/; PasienDokter (dokter, pasien) : PD; HariPraktek (dokter, hari) : HP; ShiftPraktek (dokter, slot) : SP; variabel; var1(dokter, pasien, hari, ruang, slot):x; endsets
Fungsi tujuan untuk persamaan (4.1)
min=@sum(var1(i,j,k,l,m):x(i,j,k,l,3)+ (x(i,j,k,l,5)));
Kendala 1 pada persamaan (4.2)
@for (dokter (i) : @for (hari (k) : @for (ruang (l) : @for (slot (m) : @sum (var1 (i, j, k, l, m) : x (i, j, k, l, m)) <= 1))));
Kendala 2 pada persamaan (4.3)
@for (dokter (i): @for (pasien (j) :@for (var1 (i,j,k,l,m) : x (i, j, k, l, m) <= PD(i,j))));
Kendala 3 pada persamaan (4.4)
@for (dokter (i): @for (hari(k) :@for (var1 (i,j,k,l,m) : x (i, j, k, l, m) <= HP(i,k))));
Kendala 4 pada persamaan (4.5)
@for (dokter (i): @for(slot(m): @for (var1 (i,j,k,l,m) : x (i, j, k, l, m) <= SP(i,m))));
47
Kendala 5 pada persamaan (4.6)
@for (pasien (j): @sum (var1(i, j, k, l, m) : x (i, j, k, l, m)) = 1 );
Kendala 6 pada persamaan (4.7)
@for(ruang(l):@for(hari(k):@for(slot(m):@sum(var1(i,j,k,l,m):x( i,j,k,l,m))<=1)));
Setelah memasukkan semua data dan rumus pada software LINGO 9.0 maka didapat output seperti gambar 4.1 di bawah ini dan model optimasi yang didapatkan
Global
Optimum
dengan
model
kelas
LinearProgramming.
Gambar 4.1 Lingo Solver Status
Pure
Integer