BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1
PENGUMPULAN DATA
4.1.1. Sejarah Perusahaan Perusahaan ini didirikan pada tanggal 26 Maret 2003 di Jakarta dengan nama PT. Natrus Paradigma Listrik Mandiri (Napalima). Merupakan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang semua saham kepemilikanya di miliki oleh pengusaha dalam negeri. PT. Napalima berkantor pusat Rukan Artha Gading jalan boulevard artha gading no 1 kelapa gading Jakarta Utara. PT. Napalima Group memiliki beberapa anak perusahaan diantaranya: 1. PT. Emely Megawatt Listrik Swasta 2. PT. Emily Megawatt Power system 3. PT. Jakarta Jenset Power System 4. PT. Napalima Tarakan listrik Swasta 5. PT. Napalima Batam Energy Baru 4.1.2. Deskripsi Obyek Penelitian PT. Napalima site Plant Mangga Dua Square terletak dijalan Gunung Sahari Raya No 1 Jakarta Utara mulai melakukan operasi pada bulan September 2005. Site Plant Mangga Dua Square mempunyai dua sumber daya listrik (Incoming Feeder) yang di pasang secara parallel.yang pertama bersumber dari PLN dengan daya tersambung sebesar 8 MW dan yang ke dua dari Gas engine dengan daya maksimum setiap engine adalah 1745 KW. Dengan jumlah engine 12 buah maka daya maksimum yang dapat di pikul adalah 20.94 MW. Dengan Daya sebesar itu digunakan untuk mensuplai tiga beban besar (Outgoing Feeder) yaitu Mangga Dua Square (MDS), Novotel dan Carefour. Dengan daya maksimum harian (Peakload) sebesar 12.5 MW. Deskripsi gambaran layout engine dapat dilihat dalam lampiran 4.1 sebagai berikut :
36
Gambar 4.1 layout Ruang gas engine Site Plant Mangga Dua Square 4.1.3 Pemilihan sistem (system selection)
4.1.3.1 Deskripsi System Gas Engine Generating Set 4.1.3.1.1. Data spesifikasi Mesin
a. Data Spesifikasi Mesin Tipe
: TCG 2020 V 20 37
Work Procedure
: Four stroke Lean mixture combustion Mixture turbocharging Mixture cooling
Cylinder arrangement: V-engine, 90⁰ V-engine Speed
: 1500 rpm
Jumlah silinder
: 20
Bore
: 170 mm
Stroke
: 195 mm
Rasio kompresi
: 13.5 : 1
Capacity per cylinder : 4.426 dm3 Power Regulation
: DEUTZ TEM system
Bahan Bakar
: Gas alam (Natural Gas)
b. Data Spesifikasi Generator Type
: DIG 130 I / 4
Power Output
: 2500 KVA
Tegangan
: 11000 Volt Y
Arus
: 131 Ampere
Power factor
: 0.8
Frekuensi
: 50 Hz
Insulasi
:F
Koneksi
:Y
Speed
: 1500/min
Exitation
: 54 V / 4.4 A
Aux Exitation
: 80 V / 50 Hz
Gambar ilustrasi gas engine Deutz TCG 2020 V 20
38
Gambar 4.2 gas engine Deutz TCG 2020 V 20 (sumber (sumber operation manual book gas engine TCG 2020 V 20 ) 4.1.4 Boundary system and functional definition Menjelaskan dan menentukan faktor-faktor fisik utama apa saja yang
masuk ke dalam sistem dan keluar dari system serta menjelaskan fungsi sistem dan subsistem yang terdapat dalam gas engine TCG 2020 V 20
4.1.4.1 Prinsip Kerja Gas Engine Pada prinsipnya gas engine merupakan salah satu jenis dari motor bakar
pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) Engine) yaitu alat penghasil tenaga dimana proses pembakaran dan penghasil tenaga berada pada satu tempat (basic diesel engine caterpillar s.suhardi & Firmansyah, Trakindo utama). utama). Gas engine merupakan motor bakar torak yang terdiri dar darii beberapa silinder. Di dalam silinder tersebut terdapat torak yang bergerak translasi (bolak-balik). Proses Pembakaran terjadi di dalam silinder tersebut antara bahan bakar dengan oksigen dari udara. Motor gas ini dilengkapi dengan busi dan karburator seperti pada motor bensin dan diesel. Busi menghasilkan loncatan api listrik yang menyalakan campuran bahan bakar dengan udara, karena itu gas engine juga dinamakan spark ignition engine. Sedangkan karburator berfungsi sebagai tempat percampuran
antara bahan bakar dengan udara. 39
Untuk selanjutnya agar gas engine beroperasi sebagaimana mestinya perlu di tunjang oleh beberapa system pembantu, yaitu system bahan bakar (Fuel system), system pemasukan udara dan pembuangan gas bekas (Air Industion & Exhaust System), Sistem pelumasan (Lubrication System) dan Sistem Pendinginan (Cooling system). Pada prinsipnya gas engine Deutz TCG 2020 V 20 telah dilengkapi dengan system computer yang terintegrasi dengan engine. Semua parameter dan settinganya dapat di ketahui dan disetting secara langsung di computer dengan tingkat keamanan yang relative tinggi, karena operator yang dapat mengubah settingan hanya operator yang dapat lisensi dari pihak Deutz Power system Jerman . Semua parameter yang ada di gas engine tersebut ditampilkan dalam monitor layar sentuh (touch screen) yang dapat dilihat secara real time yang dinamakan TEM (Total Engine Management) Evo. Didalam TEM Evo inilah semua kegiatan dan kejadian yang terjadi pada gas engine dapat dilihat karena tersimpan secara rapi dan berurutan sesuai hari/tanggal dan waktu kejadian. Gambar dibawah ini menunjukan halaman depan dari TEM Evo engine Deutz Power system.
40
Gambar 4.3 layar depan TEM Evo gas engine Deutz Power system (sumber operation manual TEM Evo) Air Induction Cooling Lubrication
Combution & Ignition
TEM Evo
Generator
Starting
Fuel
Gambar 4.4 hubungan antar sub-sistem pembentuk gas engine
41
4.1.4.2 Sistem Pemasukan Bahan Bakar (Fuel System) Fuel system adalah suatu system untuk mengalirkan bahan bakar (Natural gas) ke dalam engine untuk selanjutnya dicampur dengan udara di dalam carburator dan untuk selanjutnya digunakan untuk pembakaran didalam ruang pembakaran gas engine untuk menghasilkan energi. Untuk mendapatkan suatu system pembakaran yang baik dan mendekati sempurna maka dibutuhkan jumlah gas dan udara dalam komposisi yang tepat selanjutnya mengabutkan secara berurutan dan mengatur jumlah dan saat penginjeksian bahan bakar (Fuel injection timing) ke dalam cylinder dengan tepat secara berkesinambungan. Agar engine dapat bekerja secara aman dan reliable maka dibutuhkan system gas dan tekanan gas yang memadai. Di dalam system gas terdapat regulator yang dapat diatur untuk mengatur jumlah gas yang masuk ke dalam engine serta komponen – komponen pendukung lainya seperti regulator gas, solenoid valve, servomotor,proximity switch lean mixture, multi gas mixture, karburator dsb. Sistem gas dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
4.1.4.3 Sistem Pemasukan Udara & Pembuangan Gas Buang (Air Induction
and Exhaust system). Untuk menghasilkan proses pembakaran di dalam cylinder, disamping bahan bakar juga di butuhkan oksigen. Adapun oksigen diperlukan tersebut di peroleh dari udara. Untuk itu, diperlukan system pemasukan udara dan pembuangan gas sisa pembakaran agar engine dapat beroperasi sebagaimana mestinya.
42
Gas engine Deutz TCG 2020 V 20 menggunakan system turbocharged & Aftercooled engine. Exhaust gas tidak langsung dibuang ke atmosfer, tetapi dimanfaatkan untuk memutar turbin wheel dari turbocharger. Karena pada poros turbine wheel dipasang kompresor wheel, maka ketika turbin berputar compressor wheel juga ikut berputar, dan pada daerah inlet manifold dan kompressor disisipkan aftercooler. Dengan dipasangnya aftercooler, maka udara yang masuk ke dalam cylinder pun akan lebih padat jika dibandingkan dengan udara yang masuk pada turbocharged engine. Maka akan didapat pembakaran fuel yang lebih banyak lagi, sehingga akan memperoleh daya engine yang lebih besar lagi. gambar skema air induction & exhaust system pada gas engine TCG 2020 V 20 dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.5 skematik air induction & exhaust system (sumber manual book gas engine Deutz TCG 2020 V 20)
43
4.1.4.4 . Sistem Pendinginan (Cooling System) Power stroke pada gas engine, panas yang terjadi akibat proses pembakaran yang terjadi di dalam cylinder bias mencapai 1900 ⁰C. ±33 % berubah menjadi brake horse Power pada flywheel, ±30 % sebagai exhaust gas , 7% heat rejection (kehilangan panas akibat radiasi udara luar ke permukaan engine) ±30 persen harus ditanggung oleh system pendingin. Oleh sebab itu system pendinginan sangat diperlukan sekali oleh engine. Gas engine Deutz TCG 2020 V 20 menggunakan system pendinginan air bertekanan (Water Pressurized Cooling System). Beberapa keuntungan dalam menggunakan pendingin air bertekanan diantaranya adalah pendinginan lebih merata sehingga memungkinkan membuat engine dengan daya besar tapi blok kecil, menaikkan titik didih air sehingga engine dapat beroperasi dengan aman pada temperature agak tinggi, mencegah kavitasi dsb. Berikut adalah gambar skema cooling system dari gas engine :
44
Gambar 4.6 skema cooling system gas engine TCG 2020 V 20
4.1.4.5 Sistem Pelumasan (Lubrication System) Selain air induction & exhaust system, fuel system, dan cooling system , agar dapat beroperasi secara normal gas engine harus dilengkapi dengan lubrication system. Karena selama proses kerja berlangsung akan timbul beberapa hal yang mempengaruhinya : a. Panas akibat pembakaran atau gesekan dari bagian engine yang berputar
45
b. Patikel logam yang terkikis akibat gesekan. c. Endapan asam (acid) dari sisa pembakaran. d. Penempelan arang(carbon) sisa pembakaran. Ada beberapa fungsi utama dari system pelumasan diantaranya sebagai pelumas (Lubrication), pendingin(Cooling), pembersih (Cleaning), penyekat (Sealing), pelapis (Coating) dan peredam (Damping). Gambar system pelumasan pada gas engine dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.7 Lube oil System Gas engine TCG 2020 V 20 4.1.4.6 Sistem Penyalaan (Starter system) System ini bekerja pada waktu pertama kali gas engine dinyalakan. Pada gas engine Deutz TCG 2020 V 20 menggunakan system penyalaan udara bertekanan (Compressed air starter) oleh sebab itu dibutuhkan regulator untuk menggerakkan flywheel pada engine. Dengan tekanan udara ±10 bar maka flywheel akan
46
berputar dengan adanya tekanan udara sehingga engine akan menyala (start).gambar compressed air starter dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.8 Compressed air starter with regulator line Disamping Compressed air starter untuk dapat menyalakan dibutuhkan ignition system. Karena engine Deutz ini dilengkapi mikroprosesor ignition system maka proses penyalaan engine diatur oleh system electrical yang otomatis sehingga busi (spark plug) akan menyala pada waktu yang tepat bersamaan masuknya bahan bakar kedalam ruang bakar (Cylider) dengan teknik penyalaan empat langkah (Four stroke technique). dalam penyalaan harus diperhatikan adalah kondisi busi, tekanan udara, ignition cable & igbition coil sehingga penyalaan berjalan dengan baik.gambar Ignition system gas engine Deutz dapat dlihat dibawah ini :
47
Gambar 4.9 Ignition system Engine Deutz TCG 2020 V 20
4.1.4.7 System Display Engine Deutz TCG 2020 V 20 dilengkapi oleh sensor electrical di semua parameter penting di engine. Dan semua parameter akan ditampilkan dalam layar monitor yang disebut TEM Evo (Total Electronic Management Evolution System). Setiap kejadian yang terjadi didalam engine akan tersimpan dan ditampilkan di TEM Evo. Fault, error, alarm, temperature engine, oli
dan yang lain sebagainya akan di tampilkan
sehingga operator akan dapat menentukan langkah yang harus dilakukan terhadap engine. Didalam TEM Evo operator juga dapat melakukan operasi menghidupkan dan mematikan engine.didalam TEM Evo juga dapat mensetting parameter dalam engine, namun untuk dapat mensetting diperlukan dongle khusus yang dikeluarkan oleh Deutz power system Jerman karena TEM Evo dilengkapi tingkat keamanan yang tinggi sehingga tidak sembarang operator yang dapat mengubah parameter
48
engine. Gambar dari skema hubungan engine dengan TEM Evo dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.10 TEM Evo Display Sistem Engine Deutz TCG 2020 V 20
4.2 Identifikasi Kehandalan dan ketersediaan. Berdasarkan data kerusakan yang diperoleh dari historical report sejak periode waktu Januari tahun 2008 sampai dengan Juli tahun 2009, kemudian dapat dilakukan perhitungan kehandalan dari aset tersebut. Perhitungan kehandalan dilakukan hanya pada level sistem engine yaitu gas engine type TCG 2020 V 20 engine no 9 tidak mencakup sistem keseluruhan dari Power Plant ini. Hal yang sama juga dilakukan untuk dapat melakukan perhitungan ketersediaan dari gas sistem gas engine. Identifikasi antar sub-sistem dalam level sistem pada gas engine didasarkan pada kerusakan pada sub-sistem tersebut yang langsung
49
mengakibatkan terjadinya breakdown dan berpengaruh terhadap operasional level sistem gas engine. 4.2.1 Penentuan Distribusi Kerusakan. Untuk mengetahui bahwa distribusi pengamatan sesuai yang diharapkan, maka data yang digunakan harus di analisis baik dari segi teknis maupun statistic, karena terkadang data yang tidak signifikan dipandang dari segi statistic akan tetapi masih bernilai jika dipandang dari segi teknisnya. 4.2.2 Estimasi Reliability (kehandalan) Kehandalan engine sangat tergantung pada kehandalan subsistem yang bekerja didalamnya. engine merupakan salah satu aset utama yang memiliki fungsi penting sehingga harus dijaga kehandalannya. Oleh karena itu, menentukan nilai kehandalan engine sangat diperlukan untuk memberikan gambaran seberapa handal engine
bekerja sehingga dapat ditentukan tindakan apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan kehandalannya. Nilai kehandalan suatu mesin sangat bergantung pada laju kerusakan (λ) dan mean time between failure (MTBF). Laju kerusakan dapat dihitung dengan rumus :
λ=
BanyaknyaKerusakan yang Terjadi Jumlah Jam Operasi
Perhitungan seberapa besar tingkat kehandalan (reliability) sebuah asset dapat ditentukan melalui 2 cara yaitu: 1. Mengetahui secara langsung dari pabrik pembuat (vendor equipment) tentang besarnya reliability asset pada saat desain, yang hal ini dikenal dengan inherent reliability. 2. Mengetahui besarnya tingkat kehandalan asset dengan mengevaluasi data operasi dan data perawatan asset, untuk kemudian dihitung reliability operasionalnya dengan persamaan model matematis. Cara pertama terkadang sulit untuk dilakukan karena inherent reliability sebuah asset biasanya dirahasiakan oleh pihak pabrik pembuat, karena inherent reliability biasanya ditentukan dalam sebuah uji coba (reliability testing) terhadap
50
produk sebelum produk tersebut dipasarkan. Konsumen hanya mendapat jaminan (garansi) bahwa produk/asset tersebut handal. Cara kedua merupakan cara yang biasa dilakukan karena mudah dalam perhitungannya.Cara kedua dilakukan dengan mengevaluasi data operasional dan data kerusakan Gas Engine TCG 20 V 20 di PT. Napalima Group site Plant Mangga Dua Square selama 21 bulan (Oktober 2007 - April 2009) Dalam mengestimasi kehandalan menggunakan data kerusakan setiap susbsistem engine
dan dalam menentukan kehandalannya menggunakan
parameter antara lain laju kerusakan, MTBF dan Reliability. Sebelum melakukan perhitungan reliability dilakukan menganalisa dan pemilihan distribusi kerusakan yang sesuai pada tiap tiap kerusakan komponen Untuk data kerusakan yang laju kerusakan kontsan menggunakan persamaan eksponansial dan untuk data yang tidak kontsan dilakukan dengan mengidentifikasi distribusi. 4.2.3 Identifikasi Failure Distribution pada kerusakan sub-sistem Dalam mengidentifikasi failure distribution dilakukan tahap tahap sebagai berikut yaitu (Ebeling, 1997) 1. Identifikasi candidat distribution 2. Menghitung Parameter Estimation 3. Perform goodness of fit test. Salah satu contoh analisa kerusakan komponen dari subsistem gas engine dapat ditunjukkan seperti dibawah ini, dan kegagalan komponen lainnya dapat dilihat pada lampiran (Perhitungan distribusi)
51
Tabel 4.1 Data kerusakan Cooling system Gas engine TCG 2020 V No 9 Tanggal Kerusakan
Tindakan
Lama
Waktu antar
Waktu antar
Kerusakan
Kerusakan t1
Kerusakan t1
TTF
(jam)
(hari)
(jam)
(Bulan)
2-Nov-07
clean up CAC
72
0
0
0.000
20-Nov07
Filled-up water radiator
1
18
270
0.600
27-Nov07
3-Way Valve G9 due to receiver
1
7
105
0.233
24-May08
Cleaned CAC Side A & B
12
180
2700
6.000
24-May08
Cleaned Screen CAC side A&B Cleaned CAC G9 (Body) Side A & B
12
1
15
0.033
12
1
15
0.033
Installed cover CAC side A & B
5
1
15
0.033
Cleaned radiator
2
106
1590
3.533
25-May08 26-May-08 9-Sep-08
I.
Identifikasi Kandidat Distribusi
Perhitubgan nilai parameter distribusi pada dasarnya menggunakan prinsip regresi linier, yaitu membuat fungsi distribusi komulatif menjadi bentuk linier nilai X, di dapat dengan menaksir fungsi distribusi kumulatif dari persamaan :
) (i − 0,3) F (t i ) = (n + 0,4) Keterangan: i = pengamatan ke-1,2,3,…,n n = jumlah data
) (i − 0,3) F (t i ) = (n + 0,4) =
(1 − 0.3) (7 + 0.4)
= 0.09459
a. Analisa dengan metode Eksponensial Xi = ti (TTF) Yi = ln
1 ) 1 − F (t )
52
Yi = ln
1 1 − 0.09459
= 0.09937 Tabel 4.2. Analisi data secara distribusi Exponential plot failure i 1 2 3 4 5 6 7 Total
Xi = ti 0.600 0.233 6.000 0.033 0.033 0.033 3.533 10.467
F(ti) Yi = ln [1/(1-F(ti))] 0.09459 0.09937 0.22973 0.26101 0.36486 0.45392 0.50000 0.69315 0.63514 1.00823 0.77027 1.47085 0.90541 2.35815
Nilai X dan Y diplot dengan persamaan least square Eksponensial Least Square Plot Data Of Cooling System 2,50000 y = 2,576x - 0,382 R² = 0,904
Yi = ln [1/(1-F(ti))]
2,00000 1,50000
Cooling Failure Time 1,00000 Linear (Cooling Failure Time)
0,50000 0,00000 0,000000,200000,400000,600000,800001,00000 -0,50000 ti, Bulan
Gambar 4.11 Grafik least square Plot Cooling System secara distribusi eksponensial
Tabel 4.3. Parameter dari hasil eksponensial plot Intercept Slope Estimated Index of fit
a b MTTF (1/b) r
53
-0.382 2.576 0.38820 0.95079
a. Analisa dengan metode weibull Xi = ln ti (TTF) Yi = ln ln
1 1 − F (t )
Xi = ln 0.600 = -0.51083 Yi = ln ln ( 0.09937) = -2.30888
Tabel 4.4. Analisa data secara distribusi weibull plot failure data Cooling system i
ti 1 2 3 4 5 6 7
0.600 0.233 6.000 0.033 0.033 0.033 3.533
Yi = ln ln [1/(1Xi = ln (ti) F(ti) ln [1/(1-F(ti))] F(ti))] -0.51083 0.09459 0.09937 -2.30888 -1.45529 0.22973 0.26101 -1.34318 1.79176 0.36486 0.45392 -0.78984 -3.40120 0.50000 0.69315 -0.36651 -3.40120 0.63514 1.00823 0.00819 -3.40120 0.77027 1.47085 0.38584 1.26224 0.90541 2.35815 0.85788
Weibull Least Square Plot Data Of Cooling System 1,50000 1,00000 y = -0,064x - 0,591 R² = 0,017
Yi = ln ln [1/(1-F(ti))]
0,50000 0,00000
-4,00000-3,00000-2,00000-1,000000,000001,000002,000003,00000 -0,50000
Cooling Failure Time Linear (Cooling Failure Time)
-1,00000 -1,50000 -2,00000 -2,50000 Xi= Ln (ti), Month
54
Gambar 4.12 Grafik least square Cooling System secara distribusi weibull Tabel 4.5. Parameter dari hasil weibulll plot Intercept Slope Estimated Estimated
a b ⁰ : ⁰' θ : θ' (e -a/⁰')
-0.591 -0.064 -0.064 0.00010
a. Analisa dengan metode Normal Plots Xi = ti (TTF) Yi = Zi = Φ-1 (F(ti)) dapat dilihat dari tabel standardized normal probabilities Tabel 4.6. Analisa data secara distribusi normal plot failure data cooling system i 1 2 3 4 5 6 7
Xi = ti F(ti) Yi = zi 0.600 0.09459 0.233 0.22973 6.000 0.36486 0.033 0.50000 0.033 0.63514 0.033 0.77027 3.533 0.90541
-1.31301 -0.73974 -0.34549 0.00000 0.34549 0.73974 1.31301
Normal Least Square Plot Data Of Cooling System 1,50000 1,00000
y = 0,049x - 0,073 R² = 0,017
Yi= Zi
0,50000 0,00000
Failure Time
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 -0,50000
Linear (Failure Time)
-1,00000 -1,50000
Xi=ti, Month
55
Gambar 4.13 Grafik least square Cooling System secara distribusi normal
Tabel 4.7. Parameter dari hasil normal plot Intercept Slope Estimated Estimated Index of fit
a b ⁰ : ⁰' (1/b) ⁰ : ⁰' (-a/b) r
-0.076 0.049 20.40816 1.55102 0.130384
d. Analisa dengan metode Log Normal Xi = ln ti (TTF) Yi = Zi = = Φ -1 (F(ti)) dapat dilihat dari tabel standardized normal probabilities
Tabel 4.8. Log Normal plot failure data Cooling System i
ti 1 2 3 4 5 6 7
0.600 0.233 6.000 0.033 0.033 0.033 3.533
Xi = ln ti F(ti) -0.51083 -1.45529 1.79176 -3.40120 -3.40120 -3.40120 1.26224
56
0.09459 0.22973 0.36486 0.50000 0.63514 0.77027 0.90541
Yi = zi -1.31301 -0.73974 -0.34549 0.00000 0.34549 0.73974 1.31301
LogNormal Least Square Plot Data Of Cooling System 1,50000 y = -0,030x - 0,039 R² = 0,005
1,00000
Yi= Zi
0,50000 Failure Time
0,00000
-4,00000
-2,00000 0,00000 -0,50000
2,00000
4,00000
Linear (Failure Time)
-1,00000 -1,50000 Xi= Ln ti, Month
Gambar 4.14 Grafik least square Cooling System secara distribusi
Lognormal
Tabel 4.9. Parameter dari hasil Log normal plot a b s (1/b) tmed (e -sa) r
Intercept Slope Estimated Estimated Index of fit
0.039 -0.03 -33.33333 3.669297 0.070711
II. Parameter Estimation MLE Eksponensial Tabel 4.10 Parameter MLE eksponensial r 7
T λ' = r/T 10.467 0.669
MLE Weibull ø' = Estimate characteristic life 1/ β
1 r β β ø' = ∑ ti + (n − r )t s r i =1
57
1 / − 0.064
1 6 = ∑ 710467 0.064 + (7 − 7 )t sβ 7 i =1
= 0.23757
Tabel 4.11 Parameter MLE weibulll r
⁰'
7
ti⁰'
ti
1.033 1.098 0.892 1.243 1.243 1.243 0.922 7.67445
0.600 0.233 6.000 0.033 0.033 0.033 3.533 ⁰ti⁰'
-0.064
1/⁰'
1/r
-15.625
0.142857
θ' = [(1/r)x⁰ti⁰']1/⁰'
0.23757
MLE Normal Mean
) t =µ=x n
t =
ti
∑n = ∑
6
i =1
i =1
0.6 + 0.233 + 6 + 0.033 + 0.033 + 0.033 + 3.533 7
= 1106
Standar Deviasi
∑ (ti − t )
2
n
s = σ=
i =1
n −1
6
∑ (0.6 − 1.495) =
2
+ (0.233 − 1.495) 2 + .... + .(3.533 − 1.495) 2
i =1
7 −1
58
= 2.35415
Tabel 4.12. Parameter MLE normal ⁰' = ⁰⁰
n
ti
⁰'
⁰
= ⁰ ti/n
0.600 0.233 6.000 1.49524 0.033 0.033 0.033 3.533 10.47 ⁰ (ti-⁰')2/(n-1)
7
ti
(ti-⁰')2/(n-
2
(ti-⁰') /(n-1) 1) 0.13358 0.26540 3.38215 2.354147528 0.35619 0.35619 0.35619 0.69231 5.54201
MLE Lognormal ) ) Mean t = µ n
)
µ =
∑ i =1
6
∑ i =1
Lnti n
Ln0.6 + Ln0.233 + Ln6 + Ln0.033 + Ln0.033 + Ln0.033 7
= -1.30224 ) t med = e µ = e 6.83 = 0.27192 Standar Deviasi / scale
) s =σ =
) ∑ (ln ti − µ ) n
2
i =1
n
∑ (Ln0.6 − (−1.302)) 6
2
i =1
+ ( Ln 0.233 − ( −1.302)) 2 ......... + ( Ln3.533 − ( −1.302) 2 7
= 2.07075
59
Tabel 4.13. Parameter MLE Lognormal n
ti
ln (ti) 0.600 0.233 6.000 0.033 0.033 0.033 3.533
7
-0.51083 -1.45529 1.79176 -3.40120 -3.40120 -3.40120 1.26224 ⁰' =⁰ ln (ti)/n
(ln ti s' = ⁰(⁰ (ln ti ln (ti)/n t'med = e⁰' ⁰')2 ⁰')2/n) -0.07298 0.62634 -0.20790 0.02342 0.25597 9.57285 2.07074954 -0.48589 0.27192108 4.40561 -0.48589 4.40561 -0.48589 4.40561 0.18032 6.57658 2 -1.30224 ⁰(ln ti - ⁰') 30.01603
III. Perform goodness of fit test a. BARLETT’S Test untuk distribusi eksponensial Tabel 4.14. Uji hipotesis BARLETT’S Test eksponensial r
ti
7
ln [(1/r) x ln (ti) ⁰ti] 0.600 -0.51083 0.233 -1.45529 6.000 1.79176 0.40229 0.033 0.14286 -3.40120 0.033 -3.40120 0.033 -3.40120 3.533 1.26224 1/r
[(1/r) x ⁰ ln (ti)] B
-1.30224
20.04525937
⁰
ti
10.47 ⁰ ln (ti)
B=
-9.11570
[(
)
2r ln (1 / r )∑i =1 ti − (1 / r )∑i =1 ln ti r
1 + (r + 1) / 6r
r
]
Untuk mengetahui bahwa data yang telah dibangkitkan telah mengikuti distribusi eksponensial, maka dilakukan uji hipotesis. Dalam hal ini hipotesisnya adalah Ho : Failure time terdistribusi eksponensial H1 : Failure time tidak mengikuti distribusi eksponensial
60
Uji Hipotesis akan menggunakan level toleransi α = 0.10, untuk membuktikan hipótesis, uji distribusi menggunakan statistik Barletts test dengan acuan chi square distribusi X20.95,n-1 < B < X20.05,n-1 12.5 < B < 1.64
B = 20.045 > X20.95,n-1, H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga failure time terditribusi eksponensial (konstan). b. Man Test untuk distribusi weibull Hipotesis dengan spesifik test dari weibull distribution yaitu H0 = Failure time terdistribusi weibull H1 = Failure time tidak terdistribusi weibull Test statistic
k1∑i =k1+1 [(ln ti +1 − ln ti ) / Mi] r −1
M=
k 2∑i =1 [(ln ti +1 − ln ti ) / Mi] k1
Dimana k1 = r/2, k2 =( r-1)/2 Mi= Zi+1 - Zi
i − 0.5 Zi = Ln − ln1 − n + 0.25 Bila M < Fcrit maka Ho diterima dan sesuai terdistribusi, Nilai Fcrit dapat dilihat pada tabel F distribution dengan parameter numerator 2k2 dan denominador 2k1 Tabel 4.15. Uji hipotesis MANN Test weibull i
ti 1 2 3 4 5 6 7
ln (ti) 0,600 0,233 6,000 0,033 0,033 0,033 3,533
Mi = Zi+1-Zi
Zi -0,51083 -1,45529 1,79176 -3,40120 -3,40120 -3,40120 1,26224
-2,63863 -1,46187 -0,86072 -0,41666 -0,03108 0,35163 0,81920
1,17676 0,60115 0,44406 0,38558 0,38271 0,46757 -0,81920
ln (ti+1)-ln (ti) -0,94446 3,24705 -5,19296 0,00000 0,00000 4,66344 -1,26224
61
ln (ti+1)-ln (ti)/Mi k1 Σ[(ln (ti+1)-ln (ti))/Mi] k2 Σ[(ln (ti+1)-ln (ti))/Mi] -0,80260 5,40138 -11,69420 0,00000 0,00000 9,97383 1,54082
40,30128787
-21,28627003
K1 = [r/2] k2 = [(r-1)/2] M F crit,0.1,6,7
ν α
3,5 3 -1,89330 3,87
Numerator Denominator
6 0,1 6 7
K1 = r/ 2 = 6 /2 =3 K2 = (r -1)/2 = 2.5 Uji Hipotesis akan menggunakan level toleransi α = 0.05, untuk membuktikan hipótesis, uji distribusi menggunakan statistik MANN’S test dengan acuan F distribusi Numerator
= 2K2
Denominador = 2K1
= 2x3=6 =7
Nilai F critical = 3.87, M = -1.893 (M < Fcitical) sehingga hipotesis awal dapat diterima. c. Kolmogorov smirnov Test untuk distribusi normal H0 = Failure time terdistribusi normal H1 = Failure time tidak terdistribusi normal Test statistic Dn = Max (D1,D2) ) ) ti − µ i − 1 i ti − µ Dimana D1 = maks Φ , D2 = maks Φ s n n s Cumulative Probabaility F(t)
) 0.6 − 1.495 ti − µ F(t) = Φ =Φ σ 0.961 = Φ (-0.93) (table distribusi normal) = 0.17619 Bila Dn < Dcritical maka Ho dapat diterima, nilai D critical dapat dilihat pada table kolmogorov smirnov test
Tabel 4.16. Uji hipotesis Kolmogorov smirnov normal
62
Kolmogorov - Smirnov (Normal) µ' (ti-µ')2 ti
0,600 0,233 6,000 0,033 1,49524 0,033 0,033 3,533 2 Σ (ti-µ')
σ=s
(i-1)/n
0,80145 1,59240 20,29288 2,13717 0,96108 2,13717 2,13717 4,15383 33,252
(ti-µ')/s
i/n 0,00 0,14 0,29 0,43 0,57 0,71 0,86
0,14 0,29 0,43 0,57 0,71 0,86 1,00
0.1 7
⁰
n
F(ti) = Φ((ti-µ')/s) D1(i) D2(i) -0,93 0,17619 0,17619 -1,31 0,09510 -0,04776 4,69 0,99999 0,71428 -1,52 0,06425 -0,36432 -1,52 0,06425 -0,50718 -1,52 0,06425 -0,65004 2,12 0,98300 0,12586
max. D1 max. D2 KS test stat Dcrit,0.1,7
-0,03333 0,19061 -0,57142 0,50718 0,65004 0,79289 0,01700
0.714 0.793 0.793 0.276
Max D1 = 0.714 Max D2 = 0.853 Kolmogorov smirnov stat = 0.853 Sample size = 7 (D7), level toleransi α = 0.1 D(6) = 0.853 < Dcrit 0.10 = 0.276 Uji hipotesis awal dapat ditolak, atau tidak sesuai dengan distribusi normal.
d. Kolmogorov smirnov Test untuk distribusi log normal H0 = Failure time terdistribusi log normal H1 = Failure time tidak terdistribusi log normal Test statistic Dn = Max (D1,D2) ) ) ln ti − µ i − 1 i ln ti − µ Dimana D1 = maks Φ - , D2 = maks - Φ s n s n Cumulative Probability F(t) ) ln ti − µ ln 456 − 6.83 F(t) = Φ = Φ σ 0.6071 = Φ (-1.158) (table distribusi normal) = 0.1231
63
Tabel 4.17 Uji hipotesis Kolmogorov smirnov test Log normal Kolmogorov - Smirnov (Lognormal)
i ti 1 2 3 4 5 6 7
µ' (ln (ti)-µ')2 s' ln (ti)/n t'med = e 0,600 -0,51083 -0,07298 0,62634 0,233 -1,45529 -0,20790 0,02342 6,000 1,79176 0,25597 9,57285 0,033 -3,40120 -0,48589 0,27192 4,40561 0,78267 0,033 -3,40120 -0,48589 4,40561 0,033 -3,40120 -0,48589 4,40561 3,533 1,26224 0,18032 6,57658 µ' = Σ (ln (ti)/n) -1,30224 Σ (ln (ti)-µ')2 30,01603
ln (ti)
α
0,1 7
n
(i-1)/n
i/n 0,00 0,14 0,29 0,43 0,57 0,71 0,86
max. D1 max. D2 KS test stat Dcrit,0.1,7
(ln (ti)-µ')/s F(ti) = Φ((ln (ti)-µ')/s) D1(i) D2(i) 0,14 1,01 0,84375 0,84375 -0,70089 0,29 -0,20 0,42074 0,27788 -0,13503 0,43 3,95 0,99996 0,71425 -0,57139 0,57 -2,68 0,00368 -0,42489 0,56775 0,71 -2,68 0,00368 -0,56775 0,71061 0,86 -2,68 0,00368 -0,71061 0,85346 1,00 3,28 0,99948 0,14234 0,00052
0,844 0,853 0,853 0,276
Max D1 = 0.714 Max D2 = 0.793 Kolmogorov smirnov stat = 0.793 Sample size = 7 (D7), level toleransi α = 0.1 D(7) = 0.2976 > Dcrit 0.10 = 0.276 (tabel kolmogorov) Uji hipotesis awal ditolak, atau tidak sesuai dengan distribusi log normal. Untuk menentukan distribusi yang sesuai untuk tiap-tiap komponen maka diambil distribusi yang mempunyai rangking pertama. Karena pada pengujian distribusi, rangking pertama merupakan distribusi yang sesuai dengan komponen tersebut. Dengan membandingkan hasil goodness of fit test dan index of fit yang paling tinggi. Sehingga distribusi tiap-tiap komponen yang mempunyai rangking pertama dapat dilihat pada tabel hasil analisa distribusi kerusakan komponen. 4.2.4 Hasil analisa identifying failure distribution kerusakan sub-sistem Dari hasil perhitungan identifikasi kegagalan distribusi dengan melakukan ketiga tahap diatas maka hasil akhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
64
Tabel 4.18 Hasil Analisa identifying failure distribution Induction system Air Induction System The least square Distribusi
Intercept
Slope
Index of fit
a
b
r
Estimated
Maximum likelihood estimato r (MLE)
Eksponensial
-0,474
2,913
0,893
Weibull
-0,473
0,063
0,047
MTTF = 0.34324 β ; β' =0.063
ø = 1.803,749
β ; β' =0.9712
ø =0,24441
Normal
-0,088
0,254
0,080
σ ; σ' = 3.9386
µ;µ' =0.3474
σ'= s=724.708
t;µ'= 0,46439
Lognormal
0,019
0,013
0,000
s = 76.923
tmed=0
σ'= s=0.607
µ =0,906
tmed=0,238
Distribusi
Ho
F Distrib
D Distrib.
Decision
Rangking
num= 2k2,den=2k1
α = 0.1, d
Ho
Goodness of fit Test Test statistic
Yes
Chi square 2
x 0.95,n-1
B < x20.05,n-1
43,8
18,5
Eksponensial
x20.95,n-1
B = 39.994
Weibull
Ms < Fkritis
M =-1,14954
Normal
Ds< D kritis
D = 0.919
0,155
Rejected
Lognormal
Ds< D kritis
D= 0.739
0,155
Rejected
1,53
accepted
1
accepted
2
Tabel 4.19 Hasil Analisa identifying failure distribution Fuel System fuel System The least square Distribusi
Intercept
Slope
Index of fit
a
b
r
Estimated
Maximum likelihood estimato r (MLE)
Eksponensial
-0,489
2,964
0,87977
Weibull
-2,296
-0,750
0,52536
MTTF = 0.33758 β ; β' = -0.750
ø = 0,04683
β ; β' = -0.750
ø =0,04203
Normal
0,189
-1,931
0,37815
σ ; σ' = -5.1787
µ;µ' =0,097877
σ'= s=0,19395
t;µ'= 0,09820
Lognormal
-1,669
-0,559
0,49800
s = -1.78891
tmed=0.05050
σ'= s=0.87829
µ =-2.98168
tmed=0,05071
Distribusi
Ho
F Distrib
D Distrib.
Decision
Rangking
num= 2k2,den=2k1
α = 0.1, d
Ho
Goodness of fit Test Test statistic
Yes
Chi square x20.95,n-1
B < x20.05,n-1
Eksponensial
x20.95,n-1
B = 209,443
43,8
18,5
-
-
rejected
Weibull
Ms < Fkritis
M = 2,318
-
-
2,12
-
accepted
Normal
Ds< D kritis
D = 0.745
-
-
-
0,090
rejected
Lognormal
Ds< D kritis
D= 0.995
-
-
-
0,059
rejected
1
Tabel 4.20 Hasil Analisa identifying failure distribution Starting System Starting System The least square Distribusi
Intercept
Slope
Index of fit
a
b
r
Estimated
Maximum likelihood estimato r (MLE)
Eksponensial
-0,460
2,865
0,904
MTTF = 0.34904
-
-
-
Weibull
-0,184
0,154
0,170
β ; β' =0.154
ø = 3,30291
β ; β' =1,54
ø =0,10491
Normal
-0,100
0,229
0,362
σ ; σ' = 4,36681
µ;µ' =0,43668
σ'= s=0,502
t;µ'= 0,439
-
Lognormal
0,469
0,195
0,268
s = 5.128
tmed=0.090
σ'= s=1,311
µ =-2,404
tmed=0,090
Distribusi
Ho
F Distrib
D Distrib.
Decision
Rangking
num= 2k2,den=2k1
α = 0.1, d
Ho
Goodness of fit Test Test statistic
Yes
Chi square x20.95,n-1
B < x20.05,n-1
Eksponensial
x20.95,n-1
B = 94,487
43,8
18,5
-
-
rejected
-
Weibull
Ms < Fkritis
M = 0.566
-
-
2,12
-
accepted
1
Normal
Ds< D kritis
D = 0.558
-
-
-
0,206
rejected
-
Lognormal
Ds< D kritis
D= 0.971
-
-
-
0,136
rejected
-
Tabel 4.21 Hasil Analisa identifying failure distribution Cooling System
65
Cooling System The least square Distribusi
Intercept
Slope
Index of fit
a
b
r
Maximum likelihood estimato r (MLE)
Estimated
Eksponensial
-0,382
2,576
0,95079
Weibull
-0,591
-0,064
0,13038
MTTF = 0.38820 β ; β' =-0.064
ø = 0,0001
β ; β' =-0,064
Normal
-0,073
0,049
0,13038
σ ; σ' = 20,40816
µ;µ' =1,4898
σ'= s=2,354
t;µ'= 1,495
Lognormal
0,039
-0,030
0,07071
s = -33.3333
tmed=3,6693
σ'= s=2,071
µ =-1,30224
tmed=0,272
Distribusi
Ho
F Distrib
D Distrib.
Decision
Rangking
num= 2k2,den=2k1
α = 0.1, d
Ho
ø =0,23757
Goodness of fit Test Test statistic
Yes
Chi square x20.95,n-1
B < x20.05,n-1
Eksponensial
x20.95,n-1
B = 20,045
12,6
1,64
-
-
rejected
Weibull
Ms < Fkritis
M = -1,8933
-
-
3,87
-
accepted
Normal
Ds< D kritis
D = 0.793
-
-
-
0,276
rejected
Lognormal
Ds< D kritis
D= 0.853
-
-
-
0,276
rejected
1
Tabel 4.22 Hasil Analisa identifying failure distribution Generating System Generator The least square Distribusi
Intercept
Slope
Index of fit
a
b
r
Estimated
Maximum likelihood estimato r (MLE)
Eksponensial
-0,405
2,666
0,938
Weibull
-0,335
0,166
7,524
MTTF = 0.37509 β ; β' = 0.166
ø = 7,52381
β ; β' =0,166
ø =0,445
Normal
-0,270
0,175
0,483
σ ; σ' = 5.714
µ;µ' =1,5434
σ'= s= 2,393
t;µ'= 1,543
Lognormal
0,158
0,140
0,315
s = 7.14256
tmed=0.323
σ'= s= 1,955
µ = -1,130
tmed=0,323
Distribusi
Ho
F Distrib
D Distrib.
Decision
Rangking
num= 2k2,den=2k1
α = 0.1, d
Ho
Goodness of fit Test Test statistic
Yes
Chi square x20.95,n-1
B < x20.05,n-1
Eksponensial
x20.95,n-1
B = 26,436
16,9
3,33
-
-
rejected
-
Weibull
Ms < Fkritis
M = 0,22
-
-
2,97
-
accepted
1
Normal
Ds< D kritis
D = 0.879
-
-
-
0,239
rejected
-
Lognormal
Ds< D kritis
D= 0.833
-
-
-
0,239
rejected
-
Untuk system lainya seperti system pembuangan gas (exhaust system), display system(TEM Evo), dan lain sebagainya yang merupakan system pendukung dari gas engine
terdistribusi secara eksponensial karena laju kerusakan konstan.
Sistem yang terdistribusi secara weibull dapat menggunakan software RCM Cost 4.0 untuk menganalisa reabilitinya.
4.3 Analisa Reliability pada tiap-tiap kerusakan pada system gas engine Setelah mengetahui distribusi pada tiap-tiap system maka dilakuakan perhitungan reability sesuai distribusi failurenya.untuk data kerusakan tiap system gas engine dapat dilihat pada lampiran kerusakan engine, 4.3.1 Analisa kerusakan pada air induction system Tabel data kerusakan air induction system dapat dilihat pada lampiran kerusakan engine bagian air induction system. Distribusi probabilitas kegagalanya yang
66
paling sesuai dari data yaitu distribusi weibull (dapat dilihat dari analisa Identifiying Failure distribution pada Air Induction System) Dengan menggunakan RCM Cost 4.0 maka Analisa dari air Induction system dapat dilihat dari gambar dibawah ini
Nilai Parameter Data
Gambar 4.15 Hasil Parameter data set weibull Plot Air Induction sistem Dari hasil plot RCM Cost, Parameter yang diperoleh yaitu : Ø ; η = 168.354 β = 1.303 Dari data diatas, maka reliability screw Air Induction system (t=1700 jam) dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut : R(t) = e =e
t − θ
β
t 1.303 − 168.354
= 1.065 MTTF= MTBF dapat dihitung dengan menggunakan rumus;
1 MTTF= MTBF = θ Γ1 + β
67
1 = 168.354 Γ1 + 1.303 1 = 168.354 Γ1 + 0.978 = 353.989 x 0 .92376 = 155. 518
4.3.2 Analisa kerusakan Pada Cooling System Tabel kerusakan pada cooling system dapat dilihat pada lampiran
kerusakan gas engine pada bagian cooling system. Distribusi probabilitas kegagalanya yang paling sesuai dari data yaitu distribusi weibull (dapat (dapat dilihat dari analisa Identifiying Failure distribution pada Cooling System) Dengan menggunakan RCM Cost 4.0 maka Analisa dari dari air Induction system dapat dilihat dari gambar dibawah ini :
Gambar 4.16 Hasil Parameter data set weibull Plot Cooling Sistem Dari hasil plot RCM Cost, Parameter yang diperoleh yaitu :
Ø ; η = 394.425 β = 0.434 Dari data diatas, maka reliability screw Air Cooling system (t=1700 jam) dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
R(t) = e
β t − θ
68
=e
t − 394 .425
0 .434
= 0.065 MTTF= MTBF dapat dihitung dengan menggunakan rumus;
1 MTTF= MTBF = θ Γ1 + β
1 = 394.425 Γ1 + 0.434 1 = 394.425 Γ1 + 0.434 = 394.425 x 2.683 = 1058.242
4.3.3 Analisa kerusakan pada Fuel and Combutions system Tabel data kerusakan air Fuel & combutions system dapat dilihat pada lampiran kerusakan engine bagian air Fuel system. Distribusi probabilitas kegagalanya yang paling sesuai dari data yaitu distribusi weibull (dapat (dapat dilihat dari analisa Identifiying Failure distribution pada Fuel and Combution System) Dengan menggunakan RCM Cost 4.0 maka Analisa dari Fuel and Combution system dapat dilihat dari gambar dibawah ini :
Gambar 4.17 Hasil Parameter data set weibull Plot Fuel and Combutions Sistem
69
Dari hasil plot RCM Cost, Parameter yang diperoleh yaitu : Ø ; η = 93.277 β = 0.858 Dari data diatas, maka reliability fuel & combustion system (t=1700 jam) dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut : R(t) = e =e
β t − θ t − 93 .277
0.858
= 1.179 MTTF= MTBF dapat dihitung dengan menggunakan rumus;
1 MTTF= MTBF = θ Γ1 + β
1 = 93.277 Γ1 + 0.858 1 = 93.277 Γ1 + 0.858 = 93.277 x1 .084233 = 101.135 4.3.4 Analisa kerusakan pada Starting system Tabel data kerusakan Starting system dapat dilihat pada lampiran kerusakan engine bagian Starting. Distribusi probabilitas kegagalanya yang paling sesuai dari data yaitu distribusi weibull (dapat dilihat dari analisa Identifiying Failure distribution pada Starting System) Dengan menggunakan RCM Cost 4.0 maka Analisa dari starting system dapat dilihat dari gambar dibawah ini :
70
Gambar 4.18 Hasil Parameter data set weibull Plot Starting Sistem Dari hasil plot RCM Cost, Parameter yang diperoleh yaitu :
Ø ; η = 91.306 β = 0.687 Dari data diatas, maka reliability Starting system (t=4003 jam) dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
R(t) = e =e
t β − θ 0.687 t − 91.306
= 0.269 MTTF= MTBF dapat dihitung dengan menggunakan rumus;
1 MTTF= MTBF = θ Γ1 + β
1 = 91.306 Γ1 + 0.687 1 = 91.306 Γ1 + 0.687 = 91.306 x 1 .292976 = 118.056
71
4.3.5 Analisa kerusakan pada Generator system Tabel 4.23 analisa kerusakan Generator sistem waktu downtime Frekuenai down time ∑ downtime/th ∑ waktu kerja ∑ jam operasi λ MTTF=MTBF=1/λ
λ=
rep Time 10 10 4401 4391 0,002277386 439,1
Banyak ker usakan yang terjadi Jumlah jam operasi
λ = 2/9360 λ = 0.0002277386 Reliability screw conveyor selama 21 bulan ( t = 4003 jam) R(t)
= e- λt
R(4003) = e - 0.0002277386 x 4003 = 0.40186
4.3.6 Analisa kerusakan pada Lubrication system Tabel 4.24 Analisa kerusakan Lubrication waktu downtime Tanggal waktu 29-Des-07 10:00 27-Jan-08 09:00 Frekuenai down time ∑ downtime/th ∑ waktu kerja ∑ jam operasi λ MTTF=MTBF=1/λ
λ=
rep Time jam 1 1 2 2 4401 4399 0,000454649 2199,5
Banyak ker usakan yang terjadi Jumlah jam operasi
λ = 2/4399
72
λ = 0.000454649 Reliability Lubcrication selama 21 bulan ( t = 4003 jam) R(t)
= e- λt
R(1752) = e - 0.000454649 x 4003 = 0.162
4.3.7 Analisa kerusakan pada Display system Tabel 4.25 Analisa kerusakan Display System waktu downtime Tanggal waktu 29-Mar-09 10:00:00 27-Jun-09 09:00 Frekuenai down time ∑ downtime/th ∑ waktu kerja ∑ jam operasi λ MTTF=MTBF=1/λ
λ=
rep Time jam 1 1 2 2 4401 4399 0,000454649 2199,5
Banyak ker usakan yang terjadi Jumlah jam operasi
λ = 2/4399 λ = 0.000454649 Reliability screw conveyor selama 21 bulan ( t = 4003 jam) R(t)
= e- λt
R(4003) = e - 0.000454649 x 4003 = 0.162 Rekapitulasi kehandalan dari semua system gas engine TCG 2020 V pada engine 9 site Plant Mangga Dua Square dalam kurun waktu 21 bulan (Data penelitian) adalah sebagai berikut :
73
Table 4.26 Rekapitulasi kehandalan system Gas Engine No
Sistem
Kehandalan dalam
Kekandalan
(4003 jam) R (t)
%
MTBF (Jam)
1
Air Induction
1.065
10.65
155.518
2
Cooling
0.065
6.5
1058.242
3
Fuel & combustion
1.179
11.79
101.135
4
Startung
1.475
14.75
118.056
5
Generator
0.402
40.2
439.1
6
Lubrication
0.162
16.2
2199.5
7
Display
0.162
16.2
2199.5
Dengan kehandalan yang kecil dibawah 10 % yaitu sebesar 6.5 % maka system cooling merupakan system yg kritis dan tidak reliable. Namun system yang mempunyai jarak rata-rata antar kegagalan terkecil adalah lubrication dan display yaitu sebesar 2199.5 jam. Dengan kehandalan keseluruhan system yg kurang dari 50 % dan rata kehandalanya hanya sebesar 16.1 % maka diperlukan usaha perbaikan system manajemen pemeliharaan gas engine. Disamping itu untuk menurunkan laju kerusakan komponen pada system gas engine yg mempunyai MTTF/MTBF kurang dari waktu minor over haul (PM/2000 jam)
Kehandalan (%)
Kehandalan Gas Engine TCG 2020 V 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Kehandalan
Air Induct
Cooling
Fuel & Combuti on
Starting
Generat or
Lubricati on
Display
10,65
6,5
11,79
14,75
40,2
16,2
16,2
Gambar 4.19 Diagram Kehandalan system Gas Engine TCG 2020
74
4.3.8 Estimasi Ketersediaan. Setelah mengerahui kehandalan dari masing-masing sub-sistem gas engine maka perlu adanya estimasi terhadap ketersediaan dari gas engine no 9 sebagai salah satu system yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu system yang lebih besar .sama halnya dengan perhitungan kehandalan, estimasi ketersediaan dari gas engine no 9 pada level sub-sistem . dari perhitungan pada lampiran maka ketersediaan tiap sub-sistem pada unit power Plant PT Napalima unit no 9 site plant Mangga Dua Square adalah seperti pada diagram berikut : Availability of Sub-sistem Gas Engine Air Induction
Cooling
Lubrication
Fuel & Combution
Starting
Generator
0,99955
Display
0,99955
0,99654 0,98977
0,98843
0,98863
0,98637
Sub-sistem
Gambar 4.20 grafik perbandingan ketersediaan antar sub-sistem gas engine Dari grafik diatas tampak bahwa ketersediaan sub-sistem pada unit 9 power plant cukup tinggi . Tingginya nilai ketersediaan dari sub-sistem selain dikarenakan lamanya interval antar kegagalan masing – masing sub-sistem , serta pendeknya waktu perbaikan yang dibutuhkan untuk memperbaiki atau memperbarui komponen system yang mengalami kerusakan. .sehingga disimpulkan bahwa masing-masing system dalam unit power plant engine 9 tidak lama untuk tidak digunakan sewaktu mengalami kerusakan dan kebutuhan untuk menyediakan energy berupa listrik tetap ada. Ketersediaan sub-sistem pada gas engine unit 9 PT. Napalima Group akan dapat menurun seiring dengan bertambahnya jam operasionaldan sering tidaknya terjadi kerusakan bila tidak segera dilakukan perbaikan. Perbaikan yang harus dilakuakan antara lain meningkatkan kinerja perawatan, memperbaiki mutu dan sirkulasi udara di ruang engine, meningkatkan pengawasan terhadap operasional system dan logistic spare part serta mengidentifikasi resiko yang mungkin yang akan muncul dengan berdasarkan kondisi yang ada saat ini.
75
4.4. Identifikasi Resiko Identifikasi resiko pada pembahasan ini dipertimbangkan dari sudut pandang yang berfokus pada frekuensi terjadinya kerusakan pada komponen tersebut, tingkat keparahan dari kerusakan yang ditimbulkan (severity). Proses identifikasi ini dilakukan pada level sub-sistem dan level komponen dengan metode PHA (Preliminary Hazard Analysis) dan FMECA (Failure Mode, Effect & Cricality Analysis).
Identifikasi ini
diharapkan dapat diketahui resiko-resiko yang memiliki efek yang cukup besar bagi operasional gas engine. 4.4.1 Identifikasi awal resiko Dalam melakukan identifikasi resiko, terlebih dahulu dilakukan penjabaran fungsional komponen seperti pada lampiran 11. Hal ini dilakukan agar identifikasi resiko awal dengan berdasarkan pada tingkat keparahan sebagai efek dari kerusakan yang terjadi (severity) menjadi lebih mudah. Pada langkah ini digunakan metode Preliminary Hazard Analysis, dimana masingmasing severity diklasifikasikan sebagai berikut. Tabel 4.27 Karakterisasi kualitatif resiko Hazard
Hazard
Class
Identification
A
Effects Likely to cause one or more deaths or
Catastrophic
total plant loss Likely to cause severe injury, major
B
Critical
property or system damage and total loss of output Likely to cause minor injury, property or
C
Marginal
system damage with some loss of availability
D
Negligible
76
Unlikely to cause injury, property or system damage
Dari identifikasi awal resiko (Preliminary Hazard Analysis) pada lampiran 12 dengan berdasarkan
pada karakterisasi kualitatif
mengenai resiko di atas, didapatkan identifikasi awal resiko sebagai berikut : Table 4.28 klasifikasi resiko pada gas engine Kategori
Jumlah Mode Kegagalan
A
16
B
2
C
4
D
2
Dari table klasifikasi resiko pada komponen gas engine TCG 2020 V (Tabel masing-masing komponen pada tia-tiap sub-sistem dapat dilihat pada
lampiran PHA) diatas tampak bahwa ada cukup
banyak komponen yang mempunyai efek cukup besar bagi operasional atau bahkan keberadaan gas engine.ada 16 kegagalan dari komponen yang dikategorikan A atau mempunyai efek cukup besar. Tetapi untuk menentukan apakah komponen-komponen tersebut pada saat ini (penelitian) dalam kondisi kritis, maka perlu dilakukan identifikasi lanjutan dengan berdasarkan frekuensi kerusakan dan severity yang merujuk pada data kerusakan engine (Historical report) . 4.4.2 Identifikasi Resiko Resiko Level sub-sistem Pada identifikasi resiko level subsistem dengan menggunakan metode FMECA, hal yang menjadi dasar penetuan dimana suatu mede kerusakan dikatakan beresiko tinggi atau tidak adalah severity dan frekuensi terjadinya kerusakan yang sama pertahunnya. Dari lampiran FMECA level sub-sistem pada lampiran 13 didapatkan matriks sebagai berikut :
77
High
>1 failure/year
4
F9
Medium
0,1-1 failure/year
3 A2,A3
B6,D4,D6
Low
0,01-0,1 failure/year
2 B3
A7,B5,C7,D5,E1 E6, G1,G2,G3,G4,G6
very Low
<0,01 Failure/year
1 A1,A4,A5,A6,B8 E3,E4,G5
a8,b1,b2,b4,b7 D1,D2,D8,E2,E5 C1,C2,C3,C4,C5,C6F2,F3,F5,F6,F8 D3,D7,G7 3 4 No Output Property Damage
Unacceptable ALARP Acceptable
1 No effect
2 Reduced Output
F1,F4,F7
Gambar 4.21 Criticality Matrix Sub-sistem Berdasarkan criticality Matrix diatas dapat diketahui bahwa gas engine TCG 2020 V 20 site plant Mangga Dua Square selama beroperasi selama kurang lebih 5 tahun memiliki sub-sistem dengan kritis cukup tinggi. Meskipun kondisi mode kerusakan tiap sub-sistem sebagian besar berada pada level ALARP (as low as reasonably practicable) atau memiliki kerusakan relative rendah akan tetapi berpeluang menghasilkan efek rusak yang cukup parah. Dikarenakan ada sebagian sub-sistem yang mempunyai frekuensi yang relative tinggi yang dapat mempengaruhi kinerja system engine secara keseluruhan. Sub-sistem yang memiliki level kekritisan paling tinggi adalah sub-sistem Ignition & combustion system yaitu komponen Regulator gas.Dalam sub-sistem ini hampir setiap hari harus mensetting ulang regulator gas untuk dapat Idle dan sikron ke system. Hal ini merupakan hal serius yang dapat mengganggu kinerja system oleh sebab itu diperlukan analisa yang mendalam dalam menyelesaikan problem regulator gas ini. Dengan mengkomunikasikan dengan pihak engine maker agar dicarikan solusi yang tepat dan komprehensif.Regulator Air starter yang berfungsi untuk mengatur tekan udara tinggi dalam memutar flywheel juga merupakan komponen sub-sistem starter yang cukup tinggi mengalami kerusakan.oleh sebab itu diperlukan perawatan dan pemeriksaan secara rutin.dan spare part yang cukup karena pentingnya komponen tersebut dalam starting engine
78
Selain itu disamping itu ada komponen lain yang memerlukan penanganan yang lebih dikarenakan sanagt nerpengarus terhadap system.diantaranya spark plug, sensor chamber, CAC, throttle valve dan motor starter dengan frekuensi yang cukup tinggi maka diperlukan usaha untuk mencari solusi agar system tetap handal. Untuk sub-sistem starting sering terjadi gagal start yang disebabkan oleh starter motor yang rusak karena tidak dapat memutar fly wheel.komponen ini sangat vital karena berhubungan dengan starting awal engine. Regulator Air starter yang berfungsi untuk mengatur tekan udara tinggi dalam memutar flywheel juga merupakan komponen sub-sistem starter yang cukup tinggi mengalami kerusakan.oleh sebab itu diperlukan perawatan dan pemeriksaan secara rutin.dan spare part yang cukup karena pentingnya komponen tersebut dalam starting engine. Maka untuk jangka pendek dalam mengantisipasinya dengan perawatan dan pemeriksaan secara berkala terhadap kondisi dan operasional Motor starter harus di tingkatkan. Dan untuk jangka panjang sebagai saran agar starting diganti dengan starting model baterei menggunakan Accu karena lebih efiesien dan mudah dalam perawatan. Untuk sub-sistem cooling CAC (Charge Air Cooler) adalah komponen yang penting dan kritis karena fungsinya sebagai pendingin engine dan hal ini berkaitan dengan throttle valve yang mengatur volume bahan bakar masuk ke dalam combustion chamber sehingga akan mempengaruhi boros tidaknya konsumsi bahan bakarnya. Dikarenakan pentingnya sub-sistem ini diperlukan perawatan dan pemeriksaan secara berkala .
4.4.3 Identifikasi Resiko Level Komponen Pada identifikasi resiko level komponen dengan metode FMECA yang menjadi dasar penentuan risk priority adalah severity, frekuensi kerusakan yang sama dan kemudahan pendeteksian adanya kerusakan (detectability).
79
Dari lampiran table FMECA pada lampiran 13. Sub-sistem yang di analisa ditentukan berdasarkan resiko pada identifikasi sub-sistem dimana dalam identifikasi tersebut semua sub-sistem di analisa karena antara sub-sistem satu dengan yang lainya saling berhubungan dan dapat menimbulkan efek yang cukup parah. Dari analisa tersebut kemudian di dapatkan nilai RPN (Risk Priority Number) sebagai berikut Tabel 4.29 Risk Ranking dan RPN Sub-sistem
Komponent
Ignition & Combutions Starting Starting Ignition & Combutions Ignition & Combutions Cooling Display Generator Dgenerator Air Inductions
Failure Mode
Regulator Gas Starter Regulator Motor Starter Spark Plug Throttle Valve CAC Suplay Daya DC Winding Generator Bearing Filter Dacron
tidak Bekerja Rusak/error Rusak/error tidak ada pengapian tidak bekerja Kotor Low/hight Voltage tidak Bekerja Rusak/error Kotor
RPN
Critical Rank
6650 1664 640 540 280 196 192 144 140 118
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Risk Priority Number Chart Regulator Gas
Starter Regulator
Motor Starter
Spark Plug
Throttle Valve
CAC
Suplay Daya DC
Winding
Generator Bearing
Filter Dacron
6650
1664 640
540
280
196
192
144
140
118
Component
Gambar 4.22 Diagram Perioritas Resiko Dari risk ranking dan diagram metric diatas, dapat diketahui bahwa beberapa komponen memiliki resiko yang harus diantisipasi lebih lanjut karena memiliki
80
RPN yang sangat tinggi. Khususnya pada komponen yang ada pada sub-sistem dimana kehandalanya rendah serta mempengaruhi ketersediaan. Dari kesemua komponen yang masuk ranking 10 besar memiliki RPN diatas 100 sehingga memerlukan perhatian yang lebih terhadap komponen-komponen tersebut karena relative kritis dan mempengaruhi kertersediaan sistem. Pada subsistem Ignitions system komponen Regulator gas mempunyai RPN tertinggi yaitu 6650. Ini adalah komponen yang paling kritis dan perlu penangan yang ekstra serta mencari solusi yang komprehensif terhadap komponen ini.dari historical kita dapat melihat hampir setiap hari mengalami kerusakan.sehingga diperlukan solusi yang tepat. Salah satunya adalah melaporkan ke pada engine maker yaitu pihak Deutz Power Sistem Jerman sehingga dicarikan solusi yang memadai. Pada sub-sistem starting terdapat 2 komponen kritis yaitu starter regulator dan Motor starting karena komponen ini sangat fital dalam proses starting engine dan mempunyai RPN yang cukup tinggi 1664 dan 640 maka perlu perhatian dan spare part yang cukup. Identifikasi dari level sub-sistem kemungkinan resiko kerusakan komponen ini disebabkan oleh tekanan udara yang kurang dan motor yang tidak berputar. Oleh karena itu untuk mengantisipasi resiko-resiko tersebut dilakukan pengawasan dan perbaiakan secara ketat.dan untuk solusi jangka panjangnya adalah mengubah dari system starting dengan udara bertekanan dengan system baterai sehingga resiko gagal start dapat di minimalisir. Dari sub-sistem ignitions and combustions terdapat komponen yang juga perlu perhatian lebih. Yaitu komponen spark plug dan throttle valve, karena dengan RPN yang relative tinggi 540 dan 280 maka diperlukan pengawasan dan perawatan ekstra. Dari level sub-sistem kemungkinan resiko kerusakan komponen ini disebabkan oleh usia spark plug dan kondisi udara di ruangan sehingga perlu adanya solusi yang komprehensif salah satunya membersihkan spark plug secara berkala dan membuat sirkulasi udara bersih di ruang engine menjadi lebih lancar.karena dengan throtle valve yang tinggi akan mempengaruhi konsumsi bahan bakar sehingga engine akan boros. Dari sub-sistem cooling terdapat komponen yang vital yang memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra yaitu CAC (Charge Air Cooler). Dengan RPN
81
sebesar 196 komponen ini termasuk komponen yang relative kritis.dari level subsistem kemungkinan resiko kerusakan komponen ini disebabkan oleh udara kotor dan kondisi ruangan yang tidak bersih. Karena kotoran tersebut akan menyumbat CAC sehingga proses kerjanya menjadi terganggu. Salah satu solusinya adalah membuat sirkulasi udara bersih menjadi lebih baik dan menurunkan batas ambang ruang engine. Pada sub-sistem display terdapat komponen yang sangat penting yang memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra yaitu suplay daya DC yang mana komponen ini adalah baterai accu yang digunakan untuk mensuplai daya DC ke TEM (Total Engine Management).dari analisa sub-sistem kemungkinan kerusakan komponen disebabkan oleh baterai yang tidak terawatt atau umur baterai yang sudah tua.oleh sebab itu diperlukan perawatan dan penggantian secara berkala baterai yang di gunakan. Pada sub-sistem generator terdapat 2 komponen yang mempunyai RPN relative tinggi yaitu 144 dan 140 yaitu winding dan generator bearing. Dari analisa subsistem kemungkinan kereusakan komponen disebabkan oleh suhu dan kondisi winding dan bearing yang tinggi serta kotor, disamping olie generator yang sudah habis dan tidak diisi kembali.oleh sebab itu perlu pengawasan terhadap kondisi suhu dan keadaan generator secara berkala. Yang menempati ranking 10 yaitu dari sub-sistem air Induction system terdapat komponen filter elemen Dacron yaitu RPN sebesar 118. Dari analisa sub-sistem kemungkinan kerusakan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kotor.meski penggantian filter sudah dilakukan setiap seminggu sekali tapi karena kondisi lingkungan yang sangat kotor sehingga filter Dacron tetap sangat kotor. Salah satu solusinya adalah memberikan intake fan tambahan yang dapat mengalirkan udara bersih ke ruangan Dacron. Disamping itu untuk memperlancar sirkulasi udara bersih di dalam ruang engine perlu blower exhaust untuk menghisap udara di ruangan gas engine .
82