BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1
Pengumpulan Data 4.1.1
Sistem Kerja PT. X mempunyai lima (5) hari kerja dalam seminggu yaitu mulai
hari Senin sampai Jum’at. Sedangkan untuk bagian produksi waktu kerja adalah setiap hari kecuali hari besar (tanggal merah) dan jika ada aktivitas kerja maka masuk kedalam jam lebur kerja (over time). Perincian waktu kerjanya adalah sebagai berikut : a. Area Produksi (Pembuatan produk) -
Operator
:
3 shift / 3 group
-
Teknisi:
:
3 shift / 3 group
-
Formean
:
3 shift / 3 group
Untuk waktu kerja di area produksi adalah 8 jam kerja, dimulai dari jam 7 pagi sampe dengan 4 sore, kemudain dilanjut oleh shift selanjutnya hingga seterusnya.
48
49
b. Area Office (Perlengkapan Dokument) -
Staf
:
non shift
-
Leader :
:
non shift
-
Formean
:
non shift
-
Supervisor
:
non shift
-
Manager
:
non shift
Untuk waktu kerja bagi yang tidak terkana shift (non shift) di area produksi maupun office adalah 8 jam kerja, dimulai dari jam 8 pagi sampe dengan 5 sore. 4.1.2
Kegiatan Produksi Perusahaan PT. X merupakan suatu perusahaan yang mempunyai kegiatan di
bidang usaha industry manufaktur alat kesehatan yang terbuat dari bahan pelastik, dimana pemasarannya difokuskan di Internasional dan dalam Negeri. Selain itu juga perusahaan menerima order produk yang bersifat umum berdasarkan pesanan oleh konsumen, sehingga spesifikasi yang dibuat juga disesuaikan dengan keinginan konsumen baik dari segi bahan baku, desain, maupun modelnya. Dalam kegiatan produksinya, PT. X melakukan beberapa kegiatan yang secara garis besarnya meliputi pengolahan bahan baku menjadi produk.
50
4.1.3
Produk Yang Dihasilkan Jenis produk yang dihasilkan dari proses produksi yang dilakukan
oleh PT. X adalah alat kesehatan antara lain : 1. Alat Suntik (Syringe) adalah pompa piston sederhana untuk menyuntikkan atau menghisap cairan atau gas. Alat suntik terdiri dari tabung dengan piston di dalamnya yang keluar dari ujung belakang. Adapun ujung depannya dapat dilengkapi dengan jarum hipodermik atau selang untuk membantu mengarahkan aliran ke dalam atau keluar tabung. Alat suntik beserta jarum suntik umumnya dijual dalam satu paket.
2 1
4 3
Gambar 4.1 : Alat Suntik (Syringe)
6 5
51
Keterangan
:
1. Plunger 2. Lock Barrel /Slip Barrel 3. Gasket 4. Needle Hub 5. Canula (Jarum) 6. Needle Protector 38mm Pada PT.X produk suntikan mengalami maslah di bagian pembuatan part needle protector 38mm. Produk yang di produksi di area Dept. Injection. Karena produk needle protector di gunakan pada semua tipe suntikan, seperti :
Tabel 4.1 : Produk yang di rakit dengan produk needle protector 38mm Assy. Part Needle Protector
Size Product Syringe Lock Slip No Barrel Barrel 1 3ml 3ml 2 5ml 5ml 3 10 ml 10 ml 4 20 ml 20 ml
Karena kebutuhannya sangat tinggi dan order dari konsumen setiap tahun naik, maka mencoba menyelaskain masalah yang terjadi pada needle protetor 38mm.
52
4.1.3.1 Bahan Baku dan Mesin / Peralatan Produksi Bahan-bahan / material utama yang digunakan PT. X untuk proses produksi diantaranya adalah : 1. Biji Pelastik : Menggunakan Biji Pelastik PP (poly propylene). Material PP adalah material yang digunakan untuk bahan bahan dasar produk needle protectror 38mm yang mempunyai titik cair (mealting) 180-240 °C. berikut gambar biji pelastik material PP dengan grade z433 :
Gambar 4.2 : Biji Pelastik PP Z433 Natural
53
2. Cetakan (Molding) Cetakan yang berfungsi untuk membetuk sebuah produk dari matrial pelastik yang telah cair karena panas, kemudian di press oleh
sebuah cetakan yang menghasilkan sebuah produk.
Cetakan tersebut dapat menghasilkan 96 peroduk dalam satu proses injeksi (one cycle).
Gambar 4.3 : Cetakan (molding)Needle Protector 38mm
54
3.
MTC (Mold Temperature Control) MTC adalah suatu alat pembantu untuk mengatur kondisi temperature dari cetakan atau molding, setiap molding membutuhkan dua unit MTC untuk mengontor kondisi temperature plat bagian cetakan (molding) yaitu core dan cavity yang bertujuan untuk menjaga spesifikasi produk.
Gambar 4.4 : Mold Temperature Control
55
4.
Mesin Injeksi
Gambar 4.5 : Mesin Injeksi, Tonase 180 Ton Mesin yang digunakan untuk membuat produk needle protector 38mm adalah, Nama Mesin
:
Sumitomo
Tonase
:
180 ton
Tahun /Pembuatan
:
2012 / Jepang
56
Tabel 4.2 : Spesifikasi Mesin Injection NO
ITEM
1
DIMENSI
2 3 4 5 6 7
WEIGHT Ø SCREEW CLAMP PLATENS MAX ( L x H ) CLEARENCE BETWEEN TIE BARS ( L x H ) MOLD OPENING STROKE LOCATRING RING
8 9 10 11 12 13
EJECTOR FORCE EJECTOR STROKE SCREW STROKE NUMBER OF TEMP CONTROL XONE HEATER CAPACITY HOPPER CAPACITY
4.1.4
DIMENSIO N 5364 x 1284 x 2060 6,5 40 & 45 800 x 750 560 x 510 450 Ø120 / Ø100 option 45 120 160 5 10,4 38
Unit Mm Ton Mm Mm Mm Mm Mm kN Mm Mm Xone Kw Kg
Proses Produksi Untuk membuat sebuah part memrelukan proses pengerjaan yang
bertahap pada produksi yang ada di area departemen Injection, mulai dari bahan baku sampai jadinya part dan siap untuk dikirim ke departemen perakitan. Proses ini melibatkan departemen QC (Quality Cotrol) merka bekerja untuk mengecek hasil dari start-up dan mengotrol selama jalanya produksi. Ketika terjadi part yang bermasalah saat produksi, mereka tidak menginjinkan untuk part tesebut untuk di kirim ke bagian perkaitan, harus di sortir 100% terlebih dahulu atau yang disebut part holding. Jika part
57
yang rusak dapat di temukan atau sedikit maka part tersebut dapat di buang atau di sbut juga part reject. Part holding yang telah di sortir 100% tidak dapat di akumulasikan ke dalam laporan produksi, maka part tersebut masuk ke dalam laporan sortir. Untuk pembahasan ini penulis hanya mengambil data total produksi. Dibawah ini merupakan alur proses dari pembuatan part di departemen injection :
58
Planning Mass Pro.
Penyiapan Bahan Baku
1
2
Penyiapan Mesin dan Molding 3
Instalasi Molding Ke Mesin Injection 4 Leaking Check Instalasi 5
Start Up mesin 6
Kirim sample Product 7
Check visual & dimensi 8
Konfirmasi produk OK
Mass Production
9
10
Gambar 4.6 : Flow Chart Produksi
Product NG
59
Keterangan : 1.
Planning Mass production Proses produksi masal diawali dengan adanya planning production untuk mengetahui sekaligus menargetkan mulai kapan dan samapai kapan mesin dan ceteakan tersebut harus memproduksi (running).
2.
Penyiapan Bahan Baku Lanjut ke Proses penyiapan bahan baku, untuk menyiapkan material biji pelastik agar selalu terkontrol dan terjaga stok ketika material biji plastik habis saat pertengan mass production, ini bertujuan menghindari kehabisan material saat mass production.
3.
Penyiapan Mesin dan Cetakan (molding) Sebelum mass production mesin dan cetakan harus dipersiapkan, kondisi mesin injeksi harus di bersihkan sekaligus di adjust ulang karena mesin tersebut kemungkinan tidak dalam kondisi sesuai parameter setting dan kondisi mesin injeksi harus bersih dari part-part yang tersisah di area mesin injeksi . Sebelum cetakan dilakukan instalasi cetakan tersebut harus di bersihkan terlebih dahulu (maintenance) baiasanya semua ini dilakukan satu hari sebelum mass production untuk menyingkat waktu set-up.
4.
Instalasi Cetakan (Memasang Cetakan Ke Mesin Injeksi) Pemasangan cetakan ke dalam mesin injeksi dilakuakn oleh team khusus yaitu bagian setup mold bagian ini yang bertanggung jawab
60
mulai cetakan dimasukan ke dalam line produksi sampai dengan kondisi start up. 5.
Check C ondition Instalasi Molding (Cek kondisi pemasangan cetakan) Pengecekan instalasi dilakukan oleh tim setup molding karena dikhawatirkan ada masalah kebocoran air di cetakan (molding) sehingga tim setup molding dapat langsung memperbaikinya.
7.
Memulai menjalakan Mesin (Start Up) Setelah proses instalasi selesai dan tidak bermasalah, teknisi yang bertanggung jawab untuk proses selajutnya yaitu menjalakan mesin kemudian membuat produk sample untuk di cek kondisi produk dalam batas standar spesifikasi produk.
8.
Kirim Sample Produk Setelah dilakuakn pengambilan sample, teknisi mengirim produk sample ke bagian IPQC (inspection quality control) utnuk di cek standar spesifikasi produk, jika terjadi masalah pada produk (produk tidak masuk dalam spesifikasi produk) maka teknisi bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan. Namun jika kondisi sesuai spesifikasi maka produk dapat dilanjutkan mass production.
9.
Konfirmasi Produk Untuk Mass Production Teknisi bertanggung jawab melaporakan hasil dari pengecekan IPQC ke formean production, yang nantinya formena mempersiapkan operator untuk mengawal proses produksi.
61
10. Produksi Masal (Mass Production) Untuk prose ini semua bertanggung jawab untuk mengawal mesin yang sedang berjalan, mulai dari operator, teknisi, dan formean. Semua harus bekomunikasi ketika terjadi masalah dan maslah pencapaian target produk dalam satu hari.
4.1.5
Produk Cacat dan Bermaslah Dalam melakukan aktivitas pengendalian proses produksi, ternyata
masih terjadi kerusakan pada needle protector 38mm, produksi perusahaan yang cukup tinggi bahkan melebihi batas toleransi kerusakan produk yang ditetapkan oleh perusahaan. Kerusakan tersebut dapat bersifat kompleks atau bersifat sederhana. Pihak perusahaan harus berusaha untuk dapat menyelesaikan masalah yang timbul dengan segera. kerusakan yang terjadi pada produk needle protector 38mm antara lain: a. Produk tidak cacat bending (Product OK) Gambar Produk yang terlihat di bawah ini adalah produk yang tidak bending yang secara visul dan dimensi sesuai dengan setandar, produk ini berfungsi untuk menutup salah satu produk lain yang bertujuan untuk melindungi dari benturan dan kotoran.
62
Gambar 4.7 : Produk Needle Protectro 38mm
b. Produk cacat Bending /deform (Product Defect) Gambar dibawah ini adalah produk needle protector yang mengalami sebuah perubahan bentuk atau deformasi, produk ini yang kita akan cari penyebab masalah terjadi bending atau diformasi, produk banding terjadi saat proses injeksi berjalan terus menerus atau mass production, produk bending ditemukan setipa satu lot atau 1 box. Untuk menghindari terjadinya produk cacat karena bending untuk itu kita membuat suatu analisa cacat produk bending pada needle protector.
63
Gambar 4.8 : Produk Cacat Needle Protector 38mm Pada kondisi produk seperti ini, produk tersebut harus dibuang atau di reject, karena tidak toleransi untuk produk cacat. Namun jika produk cacat tercampur dengan lot produk saat produksi, maka produk tersebut harus di sortir 100% terlebih dahulu dan lot produk tersebut dalam setatus holding. c. Produk Tergores (Scrathss) Produk scrathss adalah dimana produk mengalami goresan pada bagian produk yang mengakibatkan kondisi visual produk tidak bagus, biasanya ini terjadi karena goresan antara produk dengan prosotoan produk (jalur jatuhnya produk) namun kondisi ini jarang terjadi pada produk needle protector 38 mm. cdibawah ini merupakan contoh produk yang tergores :
64
Gambar 4.9 : Produk Tergores Untuk kondisi produk seperti ini harus di reject atau di buang, karena tidak ada toleransi untuk kondisi cacat seperti ini. d. Produk Kotor (Dirty) Produk kotor atau dirty terjadi karena produk yang telah jatuh kelantai saat proses produksi maupun ketidak sengajaan saat proses taking, maka produk tersebut dinyatakan reject karena sudah terkontaminasi dengan kotoran yang menempel di lantai. Catatn untuk mesin yang terjadi alarm kemudian di oprasikan lagi, maka secara otomatis produk terbuang ke kota reject sebanyak 5 proses (shoots). Berikut ini adalah salah satu contoh gamabar produk yang jatuh dan produk yang kotor akibat proses produksi.
65
Gambar 4.10 : Produk yang Jatuh Saat Proses Produksi 4.1.6
Data Produksi Dalam melakukan pengendalian kualitas dengan metode seven
tools, langkah pertama yang akan dilakukan adalah membuat check sheet. Check sheet berguna untuk mempermudah proses pengumpulan data serta analisis. Selain itu pula berguna untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak.
66
Sebagai catatan bahwa pada 1 lot produksi, bisa saja terdapat tidak hanya satu jenis kerusakanan, akan tetapi bisa lebih dari satu macam. Oleh karena itu, jenis kerusakan yang dicatat oleh bagian produksi adalah jenis kerusakan yang paling dominan. Adapun hasil pengumpulan data melalui check sheet yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 : Data Produksi Periode 2014 Bulan 2014 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Total Produksi 5.697.008 5.478.373 6.385.628 5.403.523 4.970.831 5.650.334 4.970.831 5.403.523 6.190.482 5.719.408 6.134.373 5.184.111
5.656.000 5.362.245 6.343.755 5.384.000 4.928.470 5.550.400 4.952.619 5.384.000 6.149.200 5.678.268 6.043.490 5.159.294
Part Bermaslah Holding Reject 24.000 17.008 104.000 12.128 32.000 9.873 16.000 3.523 40.000 2.361 80.000 19.934 16.000 2.212 16.000 3.523 40.000 1.282 24.000 17.140 88.000 2.883 16.000 8.817
Total
67.188.425
66.591.741
496.000
Part OK
100.684
% Part Bermasalah
0,7% 2,1% 0,7% 0,4% 0,9% 1,8% 0,4% 0,4% 0,7% 0,7% 1,5% 0,5% 10,6%
Sumber : Data Primer yang diolah, 2014
Untuk memudahkan dalam melihat lebih jelas misdruk yang terjadi sesuai dengan tabel diatas, maka langkah selanjutnya adalah membuat diagram pareto. Data produksi priode 2014 disajikan dalam bentuk grafik balok yang dibagi berdasarkan kalender bulan.
67
Sumber : Table 07
Gambar 4.11 : Diagram Pareto Produksi Priode 2014 Dari diagram pareto yang telah ditunjukkan pada gambar 17, dapat dilihat jenis masalah terbesar yang terjadi dalam priode 2014 adalah di bulan Februari dengan jumlah produk holding 128.00 pcs dan produk reject sebanyak 3.063 pcs. Total keselurahan produk yang bermasalah adalah 131.063 pcs. Catatan untuk produk holding harus dilakukan sortir 100%, namun hasilnya tidak terdaftar dalam laporan produksi.
68
4.2
Analisa Data 4.2.1
Lembar Pengecekan (Check Sheet) Setelah mendapatkan data hasil produksi pada priode 2014 maka
selanjutnya akan diolah dengan menggunakan diagaram pareto, dimana data semple di dapat dari check sheet produksi dibulan Februari 2014. Pengambilan sempel dipilih pada bulan Februari 2014 karena mengalami masalah lebih tinggi di bandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Berikut ini adalah data produksi yang diperoleh dari check sheet :
Gambar 4.12 : Check Sheet Produksi Priode 11 Februari 2014
69
Dari Check Sheet harian produksi pada table 08. maka dapat diketahui masalah-masalah yang terjadi selama satu hari proses produksi. Setelah dilakukan pengumpulan check sheet produksi di bulan Februari, maka dapat di jabarkan masalah-masalah yang terjadi selama 1 bulan. Berikut data keseluruhan hasil dari produksi di bulan Februari 2014: Tabel 4.4 : Laporan Produksi Produk Defect Priode Bulan Februari 2014
Tanggal Jumlah Produksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Total
200.000 224.000 216.312 224.011 208.000 208.497 224.000 208.000 224.000 216.000 145.553 168.000 200.000 216.000 216.000 40.000 208.000 224.000 260.000 112.000 216.000 224.000 224.000 208.000 224.000 216.000 224.000 5.478.373
Jenis Defect Deform Short Mold 4.200 4.000 2.000 4.000 5.300 3.000 3.000 4.500 1.011 6.000 947 1.800 4.000 4.000 5.000 800 4.000 6.000 5.000 1.452 5.000 2.000 3.000 2.000 4.000 4.000 4.000 94.010
Remark : tgl 1 dilakukan maintenance molding
Dirty
-
31 560 1.000 950 348 15 200 800 1.000 251 1.553 510 300 3 850 65 900
240 215 50 41 21 1.000 200 14 25 150 100 -
200 62
6 500 25 2.849
800 800 980 2.000 2.000 300 2.000 2.000 20.216
Jumlah Defect % Defect 4.231 4.800 3.215 5.000 5.689 3.015 3.200 5.321 3.011 6.451 2.500 2.324 4.325 4.003 6.000 865 5.000 6.000 6.000 2.314 5.980 4.000 3.006 4.500 4.325 6.000 6.000 117.075
2,12% 2,14% 1,49% 2,23% 2,74% 1,45% 1,43% 2,56% 1,34% 2,99% 1,72% 1,38% 2,16% 1,85% 2,78% 2,16% 2,40% 2,68% 2,31% 2,07% 2,77% 1,79% 1,34% 2,16% 1,93% 2,78% 2,68% 2,13%
70
4.2.2
Analisa Dengan Menggunaka Peta Kendali P (P-Chart)
Setelah melihat data pada tabel 09, maka dapat dilihat terdapat jumlah produk bermasalah yang melebihi batas toleransi produk bermaslah yang ditetapkan perusahaan sebesar 0.5% per produksi. Oleh karena itu, selanjutnya akan dianalisis kembali untuk mengetahui sejauh mana produk yang bermasalah dalam batas kendali kualitas melalui grafik kendali. Peta kendali p mempunyai manfaat untuk membantu pengendalian kualitas produksi serta dapat memberikan informasi mengenai kapan dan dimana perusahaan harus melakukan perbaikan kualitas. Adapun langkah-langkah untuk membuat peta kendali p tersebut adalah : a. Menghitung Prosentase Kerusakan
Keterangan : np
=
Jumlah Produk Bermasalah
n
=
Jumlah Sample
Subgrup
=
Hari Ke-
Maka perhitungan datanya sebagai berikut : Hari Ke-1
:
Hari ke-2
:
Hari ke-3
:
Dan seterusnya….
71
b. Menghitung Garis Pusat Center Line (CL) Garis pusat yang merupakan rata-rata produk yang bermasalah (p).
Keterangan
: =
Jumlah Total produk yang bermaslah
=
Jumlah Total produk yang diperiksa
Maka perhitungannya adalah :
=
c. Menghitung Batas Kendali Atas (UCL) Untuk menghitung batas kendali atas atau UCL dilakukan dengan rumus :
Keterangan :
n
=
Rata-rata ketidak sesuaian produk
=
Jumlah Produksi
Maka perhitungannya adalah : Hari ke-1
:
=0.022
72
Hari ke-2
:
= 0.022 Hari ke-3
:
= 0.022 Dan seterusnya….
d. Menghitung Batas Kendali Bawah Lower Control Limit (LCL) Untuk menghitung batas kendali atas atau UCL dilakukan dengan rumus :
Keterangan :
n
=
Rata-rata ketidak sesuaian produk
=
Jumlah Produksi
Maka Perhitungannya adalah : Hari ke-1
:
=0.020
73
Hari ke-2
:
=0.020 Hari ke-3
:
=0.020 Dan seterunya… Untuk hasil perhitungan peta kendali p yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
74
Tabel 4.5 : Perhitungan Batas Kendali Proide Bulan Februari 2014 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Total
Jumlah Produksi
Jumlah Defect
200.000 224.000 216.312 224.011 208.000 208.497 224.000 208.000 224.000 216.000 145.553 168.000 200.000 216.000 216.000 40.000 208.000 224.000 260.000 112.000 216.000 224.000 224.000 208.000 224.000 216.000 224.000 5.478.373
4.231 4.800 3.215 5.000 5.689 3.015 3.200 5.321 3.011 6.451 2.500 2.324 4.325 4.003 6.000 865 5.000 6.000 6.000 2.314 5.980 4.000 3.006 4.500 4.325 6.000 6.000 117.075
Remark : tgl 1 dilakukan maintenance molding
Sumber : Tabel 09 dan Rumus Peta Kendali
Proporsi Produk Bermaslah (p ) 0,02116 0,02143 0,01486 0,02232 0,02735 0,01446 0,01429 0,02558 0,01344 0,02987 0,01718 0,01383 0,02163 0,01853 0,02778 0,02163 0,02404 0,02679 0,02308 0,02066 0,02769 0,01786 0,01342 0,02163 0,01931 0,02778 0,02679
CL 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021
UCL 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,023 0,022 0,022 0,022 0,022 0,024 0,022 0,022 0,022 0,023 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022
LCL 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,019 0,020 0,020 0,021 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020
75
Dari hasil perhitungan tabel 10 di atas, maka selanjutnya dapat dibuat peta kendali p yang dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.13 : Peta Kendali Proporsi Produk Bermasalah Bulan Februai 2014 Berdasarkan gambar peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa data yang diperoleh tidak seluruhnya berada dalam batas kendali yang telah ditetapkan bahkan banyak yang keluar dari batas kendali, hanya 6 (enam) titik yang berada didalam batas kendali, sehingga bisa dikatakan bahwa
76
proses tidak terkendali. Hal ini menunjukkan terjadi penyimpangan yang tinggi. Hal tersebut menyatakan bahwa pengendalian kualitas di PT. X memerlukan adanya perbaikan. Karena adanya titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan yang menunjukkan bahwa proses produksi masih mengalami penyimpangan.
4.2.3
Uji Kecukupan Data Setelah data diperoleh maka perlu diketahui apakah data yang
diambil tersebut telah mencukupi atau belum. Untuk menghitung apakah data yang diambil sudah mencukupi, dapat digunakan rumus : N’ = Keterangan : z
=
Tingkat Keyakinan (99%) = 3
a
=
Tingkat Ketelitian (10%) = 0,01
Kriteria yang digunakan adalah apabila sampel yang sudah digunakan (N) lebih besar atau sama dengan jumlah sampel yang seharusnya (N’), maka data atau sampel yang digunakan sudah mencukupi. Namun apabila jumlah sampel yang sudah digunakan (N) lebih kecil atau sama dengan jumlah sampel yang seharusnya (N’), maka sampel atau data yang telah diambil tidak mencukupi, sehingga perlu dialakukan pengambilan sampel lagi. Berdasarkan data yang ada maka perhitungannya adalah : N’ =
= 1851 Data
77
Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan bahwa nilai N’ lebih kecil dari nilai N yaitu 1851 < 117.075, artinya bahwa data atau sampel yang dikumpulkan telah mencukupi.
4.2.4
Diagram Pareto Diagram
pareto
adalah
diagram
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi, mengurutkan dan bekerja untuk menyisihkan kerusakan produk cacat (bermaslah) secara permanen. Dengan diagram ini, maka dapat diketahui jenis produk cacat yang paling dominan pada hasil produksi selama bulan Februari 2014. Pada tabel 09 dapat dilihat jenis-jenis produk bermasalah yang sering terjadi pada produk Needle Protector 38mm. Jenis-jenis produk bermasalah tersebut terjadi pada saat proses produksi sedang berlangsung dan tidak langsung, sehingga bisa di reject atau dipisahkan (holding) dari produk yang baik agar tidak sampai ke departemen perakitan. Berikut ini merupakan tabel dari jumlah misdruk selama periode Februari 2014 : Tabel 4.6 : Jenis Produk Bermasalah Priode Februari 2014 NO
Jenis Defect
Total
1
Deform
94.010
2
Short Mold
2.849
3
Dirty
20.216
TOTAL Sumber : Tabel 09
117.075
78
Langkah selanjutnya yaitu data pada table 11 harus diurutkan berdasarkan jumlah misdruk, mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil dan dibuat persentase kumulatifnya. Persentase kumulatif berguna untuk menyatakan berapa perbedaan yang ada dalam frekuensi kejadian diantara beberapa permasalahan yang dominan. Tabel 4.7 : Jumalah Frekunsi Produk Bermasalah (Berdasrkan Urutan Jumlahnya) Priode Februari 2014
NO
Jenis Defect
Jumlah
% defect
1
Deform
94.010
80,30%
2
Dirty
20.216
17,27%
3
Short Mold
2.849
2,43%
117.075
100%
TOTAL
Sumber : Tabel 09 Berdasarkan data diatas maka dapat disusun sebuah diagram pareto seperti terlihat pada gambar berikut :
79
Sumber : Tabel 12 Gambar 4.14 : Grafik Pareto Produk Bermasalah Priode Februari 2014
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hampir 90 % kerusakan (produk bermaslah) yang terjadi pada produksi produk Needle Protector 38mm bulan Februari 2014 sangat dominan maslah cacat produk deform
jenis kerusakan karena ‘bentuk produk mengkerut’ dengan
persentase 80,30%. Dan kemudian produk kotor (dirty) dengan persentasi 17,27% di akibatkan kuranngnya pengaman produk saat produk di keluarkan dari mesin. Selanjutnaya produk short mold produk yang bentuknya tidak sempurna dengan persentasi 2,4% di akibatkan dari faktor produk deform.
80
Jadi perbaikan dapat dilakukan dengan memfokuskan pada jenis kerusakan terbesar yaitu Product Deform, bentuk produk yang mengkerut tidak sesuai dengan spesifikasi produk.
4.2.5 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart ) Diagram
sebab
akibat
memperlihatkan
hubungan
antara
permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor
yang
mempengaruhinya.
Adapun
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dan menjadi penyebab kerusakan produk secara umum dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Man (manusia) Para pekerja yang melakukan pekerjaan yang terlibat dalam proses produksi. 2. Material (bahan baku) Segala sesuatu yang dipergunakan oleh perusahaan sebagai komponen produk yang akan diproduksi tersebut, terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. 3. Machine (mesin) Mesin-mesin dan berbagai peralatan yang digunakan dalam proses produksi. 4. Methode (metode) Instruksi kerja atau perintah kerja yang harus diikuti dalam proses produksi.
81
Setelah diketahui jenis-jenis produk bermasalah yang terjadi, maka PT. X perlu mengambil langkah-langkah perbaikan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang berkelanjutan. Hal penting yang harus dilakukan dan ditelusuri adalah mencari penyebab timbulnya kerusakan tersebut. Sebagai alat bantu untuk mencari penyebab terjadinya masalah kerusakan tersebut, digunakan diagram sebab akibat atau yang disebut fishbone chart. Adapun penggunaan diagram sebab akibat adalah sebagai berikut :
Gambar 4.15 : Diagram Sebab Akibat Product Deform Produk deform atau perubahan bentuk produk yang menjadi mengkerut terjadi karena proses saat mesin mengeluarkan produk, disaat
82
kondisi produk masih panas di dalam cetakan maka saat proses pengeluar produk dari cetakan terjadinya diformasi atau perubahan bentuk mengkerut. Berikut hasil dari diskusi masalah deform :
83
Tabel 4.8 : Rangkuman diskusi pada sesi Brainstorming Fishbone Diagram NO
Possible Root Cause
Discussion
Root Cause
Man
1
2
3
Operator baru harus di lakukan training selama 3 minggu sebelum memegang mesin. Kurangannya pengenalan karakter (produk deform dapat terjadi lagi saat produk pada operator mesin. produksi, bukan maslah terjadinya produk deform) QC harus menyiapka man power sesuai Mesin running terlalu banyak. dengan jumlah mesin yang produksi. (bukan Pengecekan terlambat. maslah terjadinya produk deform) Method WI / SOP di buat dan di tempel di area mesin SOP/WI tidak tersosialisai (produk deform dapat terjadi lagi saat produksi) Verifikasi data trial setting Update SPS (produk deform dapat terjadi lagi saat produksi) Machine / Tools Chiler dalam kondisi setabil, check kondisi Temperature molding berubah, bagian cetakan. bukan maslah terjadinya kondisi cetakan panas produk deform)
N
N
N
N
N
Ada penutupan produk pada molding
Check kondisi temperaur produk, aliran pendinginan mold tidak maksimal, (repair molding)
Y
Mesin injeksi sesuai SPS
Referensi dari mold maker dalam pemilihan tonase mesin dan dilakuakn trial bersama (bukan maslah terjadinya produk deform)
N
Masih dalam toleransi material PP 10% Material yang dimixing banyak yang karena material tersebut soft (produk deform melebihi komposisi. dapat terjadi lagi saat produksi)
N
Keslahan pengisin grade material
Pewarnaan lebel pada material, dan penempatan material sudah berkelompok dengan gardenya masing-masing. (produk deform dapat terjadi lagi saat produksi)
N
Filter mampet
Dilakukan cleaning setiap awal dan akhir pergantian shift. (produk deform dapat terjadi lagi saat produksi)
N
Material
4
Note : Possible Root Cause Discussion Root Cause
: Faktor-faktor yang terjadinya masalah : Menjabarkan maslah dari faktor-faktor yang berkaitan perbaikan produk deform : (N) Bukan penyebab utama terjadinya produk deform. (Y) penyebab utama terjadinya produk deform.
84
Dari hasil dikusi untuk mencarai masalah dan penyebab terjadinya produk deform maka didapat sebuah kesimpulan yang menyebabkan produk menjadi deeform, salah satunya adalah kondisi aliran pendingin pada struktur molding yang harus diperbaiki. Selanjutnya adalah melakukan implementasi proses produksi yang sudah di analisa. 4.3
Implementasi Proses Produksi Setalah dilakukan analisa dengan menggunakan
4 (empat) metode
pengendali kualitas, maka hasil dari analisa akan di implementasikan dalam proses produksi dan meliahat hasil setelah di lakukan perbaikan. 4.3.1
Kondisi Sebelum di lakukan implenntasi
85
Gambar 4.16 : Produk Deform Temuan Dep. Assy Gambar produk di atas merupakan temuan dari Dep. Perakitan, pada tanggal 12 April 2014. Dengan Lot produksi I/140210-F2-3 yang artinya produk tersebut diproduksi tanggal 02 Februari 2014 di mesin F-02 dan shift 3. 4.3.2
Root cause Deform on Needle Protector 38 mm by molding Dari hasil penjabaran diagram sebab akibat maka di gambarkan
alur masalah yang menyebabkan produk deform. Berikut alur maslahnya :
Gambar 4.17 : Alur Masalah Terjadinya Deform
86
Dari alur ini dapat dilakukan perbaikan mulai dari desain pendingin molding yang tidak maksimal. Dan dilakuan pengecekan komponenkomponen dari cetakan produk needle protector 38mm. untuk proses selanjutnya dilakuan perbaikan pada cetakan. 4.3.3
Perbaikan Aliran Air pada Cetakan (Colling Lines) Alir air ini berfungsi untuk menggatur kondisi temperature pada
cetakan (colling lines) yang di kontorl oleh MTC (mold temperature control) nilai temperature dapat dikendalikan oleh alat MTC. Berikut adalah aliran air (Colling Lines) sebelum dan sesudah dimodifikasi : Before :
Gambar 4.18 : Colling Lines (before)
87
Kondisi diatas menggabarkan aliran air sebelumnya hanya menggunakan “1 in dan 1 out”. Untuk gambar lingkaran yang di block hitam, lubang tersebut di block (tidak diguanakan) dari pembelian barunya. Aliran ini menyebabkan proses pendinginan menjadi tidak maksimal, berikut setelah di modifikasi : After :
Gambar 4.19 : Colling Lines (After )
Dari gambar Merupakan hasil dari modifikasi (perbaikan) dengan menambah aliran air pada cetakan agar pendingin dapat dilakuakn lebih
88
maximal. Kondisi sesudah dilakukan perbaikan mempunya “2 in dan 2 out” 4.3.4
Perbaiakan Pada Core Pin Core pin adalah salah satu part yang terpenting pada cetakan,
karena produk dapat terbentuk atau terlubangi itu karena adanaya core pin. Berikut ini perbaikan yang dilakukan pada core pin.
Panjang Tembaga (colling pipe)
Diameter Tembaga (colling pipe)
Gambar 4.20 : Core Pin
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kondisi aktual pada core pin di dalam ada lubang yang di isi dengan sebuag tembaga panjang, yang berfungsi untuk menghantar dingin yang di dapat dari alira air MTC yang kemudian merambat ke colling lines tersebut.
89
L = 123.8 mm (before) L = 161.5 mm (after)
Gambar 4.20 : Colling Pipe (before & after)
Dari perbaikan pada core pin dilakukan perbaikan dengan membuat panjang dari isi core pin tersebut yaitu colling pipe yang terbuat dari material tembaga, tujuan dari pemanjangan dimensi yaitu untuk memaksimalkan proses pendinginian pada produk agar pendinginan sampai ke ujung core pin.