BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1
Tinjauan Umum Perusahaan Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari dokumen perusahaan,
pengamatan langsung ke lapangan dan wawancara langsung dengan pembimbing lapangan. Data yang diperoleh berkaitan dengan gambaran umum mengenai perusahaan, jumlah limbah yang dihasilkan serta jenisnya, dan cara mengolah limbah yang dihasilkan. Adapun pengumpulan data ini dapat dilihat seperti di bawah.
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan PT. DyStar Colours Indonesia (DCI) adalah perusahaan zat pewarna tekstil dan tekstil auxilaries yang memiliki pabrik untuk proses produksi, pemasaran, penjualan dan pelayanan tehnis. DCI adalah salah satu perusahaan anak cabang dari perusahaan zat pewarna kelas dunia DyStar Textilfarben GmbH yang berpusat di Frankfurt – Jerman. Adapun sejarah singkat berdirinya perusahaan adalah sebagai berikut :
41 http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
1995 Pendirian DyStar dari penggabungan 2 perusahaan zat pewarna dunia Bayer dan Hoechst.
2000 Integrasi group BASF ke DyStar.
2002 Akuisisi perusahaan color matching Color Solutions Inc.
2004 Akuisisi perusahaan zat pewarna Yorkshire Americas Inc.
2004 Pembelian saham DyStar oleh investor Platinum Equity dari Amerika.
2005 Akuisisi perusahaan tekstil auxilaries Rotta – Italia.
2009 Pembelian saham DyStar oleh Kiri Dyes – India. DyStar didirikan dari penggabungan perusahaan zat pewarna terbesar dunia
yang telah berpengalaman lebih dari 150 tahun di bidang yang sama yaitu Bayer, Hoechst dan BASF menjadikan DyStar memiliki kekuatan besar sebagai pemimpin pasar pemasok zat pewarna tekstil tingkat dunia selama lebih dari 10 tahun terakhir. DyStar menawarkan produk zat pewarna dan auxilaries yang komplit untuk setiap aplikasi pewarnaan kain dengan dukungan tenaga ahli yang berpengalaman di bidangnya, serta layanan teknis (technical support) yang handal untuk memperoleh hasil pencelupan warna yang optimal. Kualitas produk yang terjamin menjadi kunci sukses DyStar sebagai pemimpin pemasok zat pewarna tingkat dunia, dengan menerapkan standar baku mutu sebagai berikut : a)
DyStar berdiri untuk menjadi pemasok zat pewarna yang handal dan standar ecology yang tinggi sesuai dengan standar internasional dan tidak berhenti melakukan inovasi untuk mememenuhi permintaan pasar dunia.
b)
DyStar menerapkan standar yang tinggi untuk keselamatan kerja dan lingkungan kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
c)
DyStar secara berkesinambungan meningkatkan proses bisnis dan efisiensi untuk membantu konsumennya mencapai proses yang optimal dan efisien. PT. DyStar Colours Indonesia - Gabus Plant (DCI – GP) didirikan pada bulan
September 1995, merupakan akuisisi dengan perusahaan zat pewarna dari China bernama Polkrik, sehingga pada saat itu perusahaan diberi nama “DyStar Polkrik” dengan 70 : 30 joint venture antara DyStar dan Polkrik. Selanjutnya Polkrik menjual seluruh sahamnya ke DyStar, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT. DyStar Colours Indonesia - Gabus Plant sampai sekarang. Pabrik Gabus terletak sekitar 70 km sebelah barat Jakarta tepatnya berada di Cikande, Serang – Banten.
4.1.2 Aspek Dan Tantangan Bisnis DyStar adalah pemimpin pemasok zat pewarna dan auxilaries untuk industri tekstil tingkat dunia, yang saat ini sedang mengembangkan aspek bisnisnya pada sektor pewarnaan kulit dan color matching. DyStar seluruh dunia telah membukukan total penjualan sebesar 965 juta Euro pada tahun 2013, dan berdasarkan market survey angka tersebut setara dengan penguasaan 27.5% pangsa pasar pemasok zat pewarna dan auxilaries seluruh dunia. DyStar Gabus memproduksi zat pewarna dalam bentuk bubuk (powder) dan cair (liquid), meliputi jenis : a)
Zat pewarna disperse untuk kain polyester.
b)
Zat pewarna acid untuk kain wool dan nylon/polyamide.
c)
Zat pewarna pigment untuk kain katun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
d)
Tekstil Auxilaries sebagai zat pembantu proses finishing di pabrik tekstil seperti sequestering agent, levelling agent, anti migration agent, dan lain-lain. Zat pewarna yang dihasilkan selanjutnya dijual ke konsumen menggunakan
merek dagang Dianix, Miketon, Intralan, Telon, Supralan, Isolan, Diamand, Imperon, Sera, dan lain-lain. Kapasitas produksi DCI – GP saat ini adalah sebesar 13.500 ton setahun dari seluruh jenis produk akhir. Setelah melewati terpaan badai krisis ekonomi global yang sangat sulit, dimana transaksi bisnis berubah total dari sistem pembayaran tempo (indent payment) menjadi tunai dibayar dimuka (CAD = Cash Against Document), DyStar saat ini fokus pada transaksi bisnis kepada reliable customers sehingga perputaran uang dapat dikontrol secara optimal dan efisien untuk dapat tetap menjalankan perputaran roda usaha dengan baik. Tantangan bisnis yang sedang dihadapi DyStar saat ini selain terpaan badai krisis ekonomi tersebut diatas adalah : a)
Tersendatnya pasokan bahan baku dari China dan India yang dipicu dari masalah global krisis.
b)
Kenaikan harga bahan baku baik crude dyestuff maupun dispersing agent.
c)
Semakin sulitnya mendapatkan kualitas bahan baku yang memadai sesuai dengan standar baku mutu yang diinginkan, baik dari kekuatan warna (colour strength), arah warna (colour shade) maupun ecology.
d)
Munculnya banyak pesaing terutama dari China yang menawarkan produk dengan harga lebih murah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
Saat ini pesaing utama yang tergolong 5 besar produsen pemasok zat pewarna tekstil tingkat dunia adalah Ciba, Clariant, Hunstman, Jihua dan Longsheng. Berdasarkan market survey tahun 2014, DyStar memperoleh 27% market share untuk zat warna disperse.
Gambar 4. 1 Kompetisi Zat Pewarna Tekstil Dunia Sumber : DyStar news letter 2014
4.1.3 Sumber Daya Manusia PT. DyStar Colours Indonesia sebagai salah satu dari 33 cabang DyStar seluruh dunia memiliki fasilitas dan sumber daya manusia sebagai berikut : a)
JAKARTA (Kantor Pusat, Sales dan Marketing) Menara Global Building, 22nd Floor Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 27 Jakarta. 12930 Phone : ++62-21-527 0550 (hunting) Fax : ++62-21-527 0520
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
P.O. Box 8088/JKSTB - Jakarta 12880 Total karyawan sejumlah : 51 orang b)
BANDUNG (Marketing, Technical Service dan Warehouse) Jl. Kopo Jaya II No. 2 (Kompleks Kopo Jaya) Bandung 40233 Phone : ++62-22-540 5222 (hunting) Fax : ++62-22-540 7140 / 540 3324 Total karyawan sejumlah : 19 orang
c)
SOLO (Marketing, danWarehouse) Jl. Siwalan No. 45 - Solo 57143 Phone : ++62-271-718 880 Fax : ++62-271-718 168 Total karyawan sejumlah : 7 orang
d)
Pabrik GABUS Jl. Raya Citeras Rangkas Bitung Km 3,8 Gabus Kopo. Serang 42177 P.O. Box 8088/JKSTB Jakarta 12880
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Phone : ++62-254-401741 Fax : ++62-254-401751 Pabrik Gabus terletak sekitar 70 km sebelah barat Jakarta, kurang lebih 3,8 km dari simpang pertigaan Cikande menuju Rangkas Bitung. Pabrik Gabus memproduksi zat warna disperse, acid, pigment dan auxilaries dengan merek dagang Dianix, Miketon, Intralan, Telon, Supralan, Isolan, Diamand, Imperon, Sera, dan lain-lain. Kapasitas produksi sebesar 13.500 ton per tahun dengan jumlah karyawan sebanyak 252 orang. Pabrik Gabus memiliki luas area sebesar 57,29 hektar, meliputi 8,74 hektar bangunan pabrik dan 0,22 hektar untuk perumahan karyawan.
4.1.4 Proses Produksi DCI – Gabus Plant Secara umum, proses produksi zat pewarna tekstil di PT. DyStar Colours Indonesia – Gabus Plant terbagi dalam 2 tahapan, yaitu : a)
Proses Synthesis : mengolah bahan baku mentah menjadi bahan setengah jadi (semi-finished goods) yang dinamakan crude dyestuff melalui proses diazotasi dan reaksi kopling sehingga dihasilkan filtrate warna, untuk kemudian dicuci dan disaring menggunakan filter press.
b)
Proses Finishing : mengolah bahan setengah jadi (crude dyestuff) menjadi produk akhir (finished goods) melalui proses penggerusan partikel zat pewarna menggunakan mesin milling dan bola-bola kaca (glassbeads). Selanjutnya produk distandarisasi sesuai dengan ketentuan standar dan spesifikasi warna di dalam tangki standarisasi menggunakan zat pewarna
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
sejenis dan dispersing agent . Setelah itu produk dikeringkan menggunakan mesin spray dryer dan dikemas menggunakan kantong plastik di dalam karton box menjadi produk akhir yang siap jual. Berikut merupakan gambar aliran proses produksi di departemen Finishing DCI – GP :
Gambar 4.2 Proses Produksi Departemen Finishing Sumber : Data Sekunder, dokumentasi departemen Finishing
Keterangan Gambar : 1.
Pre-dispersing : proses pencampuran dan homogenisasi bahan baku crude dyestuff dengan dispersing agent menggunakan air proses pada tingkat pH normal (pH = 7 – 8) telah homogen sempurna dan memecah ukuran partikel yang besar (300 – 400 υm) menjadi berukuran relatif kecil (100 – 150 υm). Setelah proses ini wujud produk telah berubah menjadi konsentrat (wet slurry).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
2.
Wet Milling : proses penggerusan partikel pada mesin milling menggunakan bola-bola kaca (glassbeads) pada temperatur maksimal 60oC untuk mengecilkan ukuran partikel dari 100 – 150 υm menjadi 0,2 – 3,0 υm sehingga partikel zat pewarna disperse dapat meresap dan masuk ke dalam kain polyester pada proses pencelupan (dyeing). Secara umum proses pengecilan partikel di milling akan berlangsung selama 3 – 4 hari dengan 4 – 8 putaran milling untuk 20 – 30 m 3 wet slurry.
3.
Standardizing : proses penambahan zat pewarna sejenis dan dispersing agent untuk dibandingkan dengan standar dan spesifikasi produk menggunakan mesin spectrophotometer sebagai pengukur kekuatan warna (color strength) dan arah warna (color shade). Dalam proses ini bagian Quality Control mengarahkan bagian produksi sesuai dengan data kualitas produk agar proses standarisasi dapat dijalankan dan dikontrol secara tepat dan efisien. DCI – GP mengaplikasikan sistem standarisasi basah untuk menjamin homogenisasi produk setiap batch dapat dikontrol secara teliti dan seksama.
4.
Spray Drying : produk yang telah selesai distandarisasi, kemudian dikeringkan pada mesin spray dryer dengan cara produk slurry dijalankan menggunakan pompa kecepatan tinggi menuju ruang mesin pengering (spray chamber) pada suhu tertentu, produk didorong keluar melalui lubang nozzle untuk menghasilkan proses pengkabutan sehingga dalam hitungan detik produk akan berubah menjadi bubuk/powder dengan kandungan air (moisture content) 6 – 8 % kelembaban. Selanjutnya ditambahkan minyak anti debu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
(de-dusting oil)
sebanyak 0,2 – 0,5 % untuk menghindari debu saat
pemakaian di konsumen. 5.
Packaging : proses pengepakan produk akhir menggunakan mesin pengepak semi otomatis ke dalam kantong plastik menggunakan karton box. Produk dikemas dalam 25 kg setiap box, kemudian disusun setiap 20 box dalam 1 pallet kayu untuk kemudian dililit menggunakan wrapping plastic. Selanjutnya produk akhir dikirim ke gudang dan siap dipasarkan.
4.2
Pengumpulan Data
4.2.1 Proses Pengolahan Limbah DyStar Colours Indonesia Proses pengolahan limbah dari masing-masing departemen dipisahkan dalam sebuah bak penampungan (pond). Limbah dari proses finishing dan laboratorium QC ditampung di bak C304 dengan daya tampung 384 m3, sedangkan limbah dari proses sintesis ditampung di E411 dengan daya tampung 576 m3. Selanjutnya dari kedua bak tersebut disalurkan ke dalam satu bak sebagai proses Equalisasi atau penggabungan di bak E410 dengan dimensi 3456 m3, limbah tersebut memiliki sifat asam dengan pH 1 sampai 2, sebelum ditransfer ke proses berikutnya air limbah dinetralisasi terlebih dahulu menggunakan kaustik cair 48% yang diharapkan dapat menghasilkan pH netral antara 6 sampai 8. Setelah pH limbah dinetralkan maka limbah dialirkan ke proses Evaporasi dengan kapasitas 600 m3/hari. Di unit ini limbah diuapkan (evaporasi) dengan menggunakan energi steam sehingga dihasilkan 2 fase air, yaitu uap air dan konsentrat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Uap air yang dihasilkan kemudian dikondensasi dengan menggunakan sistem vakum dan cooling tower sehingga terbentuk kondesat, kondesat merupakan air dari hasil limbah yang dapat didaur ulang. Sedangkan air limbah yang tidak teruapkan akan menjadi konsentrat dengan kadar solid content kurang lebih 20%. Konsentrat yang dhasilkan kemudian ditransfer ke Spray Drying (unit pengering) yang berkapasitas 50 m3/hari, untuk dikeringkan hingga 96%. Bentuk limbah pada ini berupa bubuk (powder) dikemas dalam kantong jumbo (jumbo bag) berukuran 90 x 90 x 110 cm. Limbah padat ini kemudian dikirim ke perusahaan pengolahan B3 yang sudah mendapatkan ijin untuk penanganan limbah B3. Selama ini limbah zat pewarna cair yang dihasilkan oleh departemen Finishing dialirkan dan ditampung dalam bak penampungan limbah cair (pond). Jumlah limbah zat pewarna cair yang dihasilkan oleh masing-masing departemen diukur dengan flow meter yang terpasang di bak penampungan limbah cair. Setiap hari jumlah limbah zat pewarna cair yang dihasilkan oleh masingmasing departemen dicatat oleh bagian Environment dan dilaporkan kepada departemen terkait setiap bulan sekali sebagai monitoring. Jika didapati jumlah limbah cair yang dihasilkan melebihi ambang batas dari rasio jumlah limbah cair dengan hasil produksi, maka departemen yang bersangkutan diminta untuk melakukan langkah-langkah perbaikan. Data yang dilaporkan bagian Environment hanya menyebutkan jumlah limbah zat pewarna cair yang dihasilkan oleh masing-masing departemen tanpa menyebutkan detail data darimana dan apa penyebab munculnya limbah zat pewarna cair tersebut secara spesifik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
Berikut merupakan data jumlah limbah yang dihasilkan PT. DyStar Colours Indonesia – Gabus Plant selama tahun 2014 : Tabel 4. 1 Jumlah Limbah DCI - GP Tahun 2014
Sumber : Data Sekunder, dokumen perusahaan departemen lingkungan PT. DyStar Colours Indonesia
Berdasarkan tabel jumlah limbah di tahun 2014 yang dihasilkan DyStar Colours Indonesia berasal dari beberapa departemen perusahaan, seperti Synthesis sebesar 24.000 m3 selama satu tahun, PCL sebesar 76 m3 selama satu tahun, departemen Finishing sebesar 32.370 m3 selama satu tahun, pond C304 yang menampung limbah sementara dari departemen Synthesis, Finishing, dan PCL sebesar 56.512 m3, lab Quality Control (QC) sebesar 916 m3 selama satu tahun. Jadi total keseluruhan limbah cair selama 1 tahun sebanyak 57.687 m3 selama satu tahun.
4.2.2 Jenis-jenis Limbah DyStar Colours Indonesia
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
DyStar Colours Indonesia (DCI) memiliki 2 jenis limbah yang disebut dengan kondensat dan konsentrat. Kondensat merupakan jenis limbah yang dapat diproses ulang dan dapat digunakan lagi berupa air proses, air proses ini digunakan untuk proses pencucian alat dan mesin produksi sehabis proses produksi. Sedangkan konsentrat merupakan limbah yang tidak dapat digunakan, lalu limbah ini akan dikeringkan menggunakan Spray Drying (unit pengering) dan ditampung ke dalam jumbo bag yang nantinya akan dibuang oleh pihak pengolah limbah B3.
Gambar 4.3 Air Proses Pond C307
Sumber : Data Primer, dokumentasi lapangan bak penampungan C307
Gambar 4.2 merupakan gambar air proses yang ditampung di pond C307. Air proses ini memiliki kadar pH netral yang berkisar antara 6-8. Air proses ini lalu dialirkan ke departemen Finishing dan Synthesis sebagai air untuk mencuci mesin yang selesai digunakan untuk produksi. Karakteristik dari air ini adalah warnanya menyerupai warna minyak goreng, dan berbau seperti oli.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
Gambar 4.4 Limbah Konsentrat Hasil Filtrasi Sumber : Data Primer, dokumentasi pada penampungan limbah B3
Pada gambar 4.4 terlihat bahwa limbah berupa konsentrat hasil dari proses penyaringan (filtration), limbah ini merupakan limbah dengan kada solid content di atas 20% sehingga tidak dapat diproses secara evaporasi dan tidak dapat dipergunakan kembali sebagai air proses.
4.1.5 Mesin Evaporator Proses pengolahan di DCI menggunakan proses evaporasi (penguapan), tujuannya adalah untuk memisahkan antara limbah yang bersifat kondensat dengan limbah yang bersifat konsentrat. Mesin ini menggunakan sistem steam yang dapat menguapkan limbah menjadi uap, uap tersebut adalah limbah yang bersifat konsentrat yang kemudian didinginkan menggunakan air pendingin yang akhirnya menjadi air proses. Sedangkan limbah yang tidak menjadi uap adalah limbah konsentrat, limbah ini kemudian akan dialirkan ke penampungan limbah konsentrat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
di pond E423 yang nantinya akan dikeringkan oleh mesin Spray Drying sebelum diserahkan ke pihak penanganan limbah B3.
Gambar 4.5 Mesin Evaporator Sumber : Data Primer, dokumentasi pada bagian Evaporasi
Terdapat beberapa langkah dalam menjalankan proses evaporasi dari tahap mulai hingga selesai, adapun langkah-langkah proses tersebut adalah sebagai berikut : A.
Mulai
Melihat tingkat jumlah limbah di bak E410, apabila lebih tinggi dari 250-350 cm, persiapkan Evaporator untuk operasi.
B.
Persiapan
Pastikan aliran listrik ada.
Pastikan aliran steam ada.
Pastikan aliran angin ada.
Pastikan air proses dan air sumur ada.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
C.
Pastikan kondisi evaporator siap proses (tidak dalam perbaikan).
Pastikan operator terdiri dari 2 orang.
Operasi
Buka kran air dan isi cooling tower sampai penuh dengan air.
Hidupkan pompa dan kipas cooling tower.
Tekan tombol ON pada power panel.
Tetapkan panel kendali.
Pastikan katup untuk aliran by-pass kondensat terbuka sedangkan untuk katup utamanya tertutup.
Hidupkan pompa air pendingin.
Jalankan pompa limbah bak E410 dan E411, setelah levelnya mencapai setengah feed tank kemudian hidupkan pompa feed.
Jalankan pompa konsentrat dan pompa sirkulasi.
Buka valve steam bertahap dari mulai angka 2 garis, selang 5 menit naikan lagi 2 garis hingga panel menunjukan garis 4,5.
Hidupkan pompa kondensat.
Tunggu hingga dihasilkan kondisi yang stabil dan kondensat yang ada menjadi jernih, buka valve utama kondensat dan tutup katup aliran bypass kondensat.
D.
Operasi dilanjutkan hingga waktu pencucian atau dihentikan.
Selesai
Periksa solid content air limbah dan konsentratnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
Bila hasil konsentrat solid content di bawah 15% maka lakukan tahap pencucian.
4.3
Pengolahan Data Jumlah limbah zat pewarna cair yang dihasilkan oleh departemen Finishing
selama tahun 2014 dilaporkan rata-rata sebesar 88,68 m3 per hari, bagian Milling menyumbang 36,73 m3 per hari, sedangkan bagian Drying 46,76 m3 per hari. Adapun standar biaya pengolahan limbah periode tersebut adalah sebagai berikut : (a)
Biaya evaporasi (evaporation cost)
USD 7,72 / m3
(b)
Biaya pengeringan (Spray Drying cost)
USD 8,43 / m3
(c)
Biaya pembuangan (Disposal cost)
USD 3,64 / m3
Artinya setiap hari perusahaan mengeluarkan biaya 88,68 m3 x USD 19,79 /m3 = USD 1.754 atau setara dengan Rp. 22.814.703,- setiap hari (kurs 1 USD = Rp. 13,000) atau Rp. 684.441.108,- sebulan atau Rp. 8.213.293.296,- selama setahun hanya untuk mengolah limbah zat pewarna cair pada departemen Finishing, biaya yang luar biasa besar untuk mengolah limbah zat pewarna cair. Mengingat demikian besarnya biaya pengolahan limbah zat pewarna cair tersebut, maka perlu dilakukan langkah-langkah penghematan, antara lain melalui program Six Sigma dengan penerapan DMAIC sistem (Define, Measure, Analyze, Improve dan Control). 4.3.1 Define
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
Pada umumnya, sumber limbah biasa dihasilkan pada proses pencucian alat dan mesin produksi saat selesai proses produksi dan terjadinya pergantian warna. Proses pencucian alat dan mesin produksi menggunakan air proses yang dihasilkan dari limbah kondensat melalui proses evaporasi. Cara pencucian dengan menyiram permukaan mesin dan alat hingga sisa-sisa produk yang menempel hilang menggunakan selang biasa (tanpa tekanan). Limbah yang dihasilkan akan dialirkan ke bak penampungan sementara untuk departemen Finishing sesuai dengan jenis proses yang dilakukan, Untuk departemen Finishing, jumlah limbah berasal dari 2 gedung yaitu gedung mesin Milling (penggerus), dan mesin Drying (pengering). Berikut merupakan gambar alur limbah cair yang dihasilkan di departemen Finishing:
Gambar 4.6 Aliran Limbah Cair Di Departemen Finishing Sumber : Data Sekunder, berkas DyStar Colours Indonesia – Gabus Plant
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
Setelah proses produksi selesai, semua peralatan dan mesin produksi dibersihkan menggunakan air proses, air cucian ditampung dalam bak penampungan limbah. Produk yang tercecer di lantai dibersihkan dengan cara menyemprotkan air ke lantai menggunakan selang air (wet cleaning). Limbah yang dihasilkan dari proses pencucian alat dan mesin produksi serta pencucian lantai dan area produksi dialirkan dan ditampung dalam bak penampungan limbah (pond), untuk selanjutnya dieveporasi, dikeringkan menjadi limbah padat dan dibuang ke pusat pembuangan limbah akhir (landfill) untuk dimusnahkan. Masalah yang dihadapi adalah limbah yang dihasilkan di departemen Finishing PT. DyStar Colours Indonesia – Gabus Plant yang terbilang besar. Hal ini menjadi masalah apabila jumlah limbah terus bertambah sedangkan kapasitas pengolahan limbah tidak dapat ditambah, jika benar terjadi perusahaan tidak memiliki tempat lebih untuk menampung jumlah limbah yang dihasilkan dan akan terjadi pengeluapan limbah cair di bak penampungan limbah. Kondisi yang optimal adalah pada saat jumlah limbah yang dihasilkan masih dapat ditampung dan diproses pada pengolahan limbah, sehingga kapasitas bak penampungan dapat dioptimalkan. Setelah tim penelitian Six Sigma dibentuk, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan sumber limbah zat pewarna cair yang dihasilkan oleh departemen Finishing. Masalah limbah yang terjadi dapat digambarkan dengan diagram Critical To Quality Tree yang menjadi standar dari limbah zat pewarna cair di PT. DyStar Colours Indonesia berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
Gambar 4.7 Diagram Pohon CTQ Limbah Zat Pewarna Cair Sumber : Data Primer, hasil wawancara dengan kepala departemen Environment
Menurut diagram pohon Critical To Quality (CTQ) ada 2 indikator yang menjadi penilaian dari limbah zat pewarna cair, yaitu jumlah limbah yang dihasilkan dan tingkat kepadatan dari limbah (solid content). Untuk jumlah limbah yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas penampungan limbah sementara berupa bak penampungan (pond) dari masing-masing departemen Limbah dari proses finishing dan laboratorium QC ditampung di bak C304 dengan daya tampung 384 m3, sedangkan limbah dari proses sintesis ditampung di E411 dengan daya tampung 576 m3. Untuk kepadatan limbah harus di bawah atau sama dengan 5% yang berarti hanya terdiri dari sedikit kandungan yang bersifat padat, tujuannya adalah agar memudahkan dalam proses penguapan (evaporasi) yang nantinya akan menghasilkan limbah kondensat (air proses) dan konsentrat (limbah B3) yang memiliki tingkat kepadatan (solid content) sebesar 20%. Dalam penelitian ini berfokus pada jumlah limbah yang dihasilkan dari departemen Finishing,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
selanjutnya adalah mengidentifikasi permasalahan
61
munculnya limbah menggunakan diagram tulang ikan (fishbone diagram) sebagai berikut :
Gambar 4.8 Fishbone Diagram Limbah Departemen Finishing Sumber : Data Primer, pemetaan dari hasil pengamatan lantai produksi
Pada diagram Fishbone dapat dilihat bahwa ada beberapa sumber dari limbah zat pewarna cair pada departemen Finishing yaitu manusia, metode, mesin, proses, dan lainnya. Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai sumber limbah yang tepat dan sebagai langkah pengukuran (Measure), maka penggunaan air proses perlu diukur dengan flow meter dan dicatat pada lembar catat air (Milling dan Drying). Besarnya penggunaan air proses akan menjadi jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh pencucian mesin dan alat produksi. Pengukuran dengan flow meter bertujuan untuk mengukur jumlah air proses yang digunakan pada departemen Finishing yang menjadi tolak ukur dan menentukan di mana indikator yang menjadi penghasil limbah yang paling besar di departemen Finishing. Semakin banyak penggunaan air proses untuk pencucian maka semakin besar jumlah limbah yang dihasilkan. Maka jumlah terbesar dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
penggunaan air proses akan menjadi hal yang menjadi masalah utama yang perlu diperbaiki demi tercapainya tujuan penelitian ini.
4.3.2 Measure Flow meter dipasang di setiap sumber kran air di bagian produksi dan operator sudah mendapat training tentang cara membaca dan mencatat flow meter air tersebut menggunakan form yang sudah disediakan, maka mulai bulan Januari 2015 dimulai pengukuran jumlah air proses yang digunakan untuk proses pencucian alat dan mesin produksi serta kebersihan lingkungan kerja setelah pergantian warna. Pengukuran air proses dibagi menjadi 5 – 6 faktor yang menjadi sumber utama munculnya limbah zat pewarna cair, dan untuk mesin Milling dicatat dengan 5 indikator diantaranya adalah floor (lantai), Milling, Mixing, transfer (pipa penyalur), dan lainnya. Sedangkan untuk mesin Drying dicatat dengan indikator yaitu floor (lantai), Drying, Filtration (penyaring), Vessel (tabung), Pump (pompa), dan lainnya. Indikator lainnya adalah pemakaian air proses yang di luar indikator utama yang menjadi bagian penting dalam pengoperasian mesin. Setelah pengukuran tahap awal selama 1 bulan di bulan Januari, berikut adalah data limbah yang dihasilkan dari penggunaan air proses untuk pencucian alat, mesin, dan lantai produksi :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Tabel 4.2 Tabel Data Jumlah Limbah Zat Pewarna Cair Departemen Finishing (Januari)
Sumber : Data Primer, pengukuran langsung menggunakan flow meter
Setelah dicatat dan dimasukan ke dalam tabel, maka selanjutnya data tersebut dimasukan ke dalam bentuk diagram pareto sebagai berikut :
Gambar 4.9 Gambar Diagram Pareto Bagian Milling (Januari)
Sumber : Data Primer, pemetaan dari data limbah Milling bulan Januari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
Gambar 4. 10 Gambar Diagram Pareto Bagian Drying (Januari)
Sumber : Data Primer, pemetaan dari data limbah Drying bulan Januari
Pemetaan menggunakan diagram pareto merupakan langkah awal dalam menentukan potensi sumber limbah yang dihasilkan di departemen Finishing, data dalam diagram tersebut adalah data limbah pada departemen Finishing sebelum improvement. Pencatatan dilanjutkan hingga bulan Februari, selama proses pencatatan tersebut tim Six Sigma membuat catatan harian di papan tulis pada bagian Milling dan Drying berupa jumlah limbah harian dari bulan Januari dengan tujuan sebagai pengingat bagi pekerja agar meningkatkan kepedulian (awareness) tentang jumlah limbah cair yang dihasilkan. Hal ini sengaja dilakukan agar pihak yang berkaitan pada departemen Finishing terutama operator produksi agar merubah sedikit demi sedikit pola pikir dalam penggunaan air proses agar lebih bijaksana dan bertanggung jawab serta menjaga kebersihan lantai produksi dalam pencucian mesin dan alat setelah proses produksi selesai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
Data yang diperoleh selama 2 bulan yaitu Januari dan Februari memiliki perbedaan yang signifikan, selama bulan Februari tim Six Sigma melakukan pencatatan dan pemberian informasi tentang jumlah limbah cair yang dihasilkan selama bulan Januari, jumlah limbah selama bulan februari berkurang cukup banyak. Tercatat bahwa pada mesin Milling mengalami penurunan jumlah limbah dari 29,4 m3/hari menjadi 26 m3/hari dan mesin Drying dari 43,6 m3/hari menjadi 38,4 m3/hari, penurunan jumlah limbah departemen Finishing selama 1 bulan menurun dari 73 m3/hari menjadi 64,4 m3/hari. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah limbah ini, antara lain :
Meningkatnya kepedulian (awareness) pekerja terhadap biaya pengolahan limbah sehingga dapat menghemat penggunaan air.
Briefing tentang besarnya biaya pengolahan limbah cair serta jumlah limbah yang selama ini dihasilkan oleh perusahaan.
Mengubah pola pikir (mindset) pekerja tentang pentingnya sebuah upaya dan proses penghematan. Data jumlah limbah selama bulan Februari diukur selama satu bulan sebagai
langkah membandingkan penurunan jumlah limbah dari bulan Januari, berikut adalah data limbah yang dihasilkan dari penggunaan air proses untuk pencucian alat, mesin, dan lantai produksi selama bulan Februari :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
Tabel 4. 3 Tabel Data Jumlah Limbah Zat Pewarna Cair Departemen Finishing (Februari)
Sumber : Data Primer, pengukuran langsung menggunakan flow meter
Gambar 4.11 Gambar Diagram Pareto Bagian Milling (Februari) Sumber : Data Primer, pemetaan dari data limbah Milling bulan Februari
Tercatat bahwa bagian Milling mengalami penurunan jumlah limbah dari 29,4 m3/hari menjadi 26 m3/hari. Bagian pencucian lantai produksi (floor) mengalami penurunan dari 12,1 m3/hari menjadi 11,1 m3/hari, bagian unit penggerusan (Milling) menurun dari 8,4 m3/hari menjadi 7,1 m3/hari, bagian pencampuran (Mixing) dari 4,5 m3/hari menjadi 4,0 m3/hari, bagian tabung pipa pemindah (trnasfer) menurun dari 3,4 m3/hari menjadi 3,0 m3/hari, dan indikator lainnya (other) menurun dari 0,9 m3/hari menjadi 0,8 m3/hari.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
Gambar 4.12 Gambar Diagram Pareto Bagian Drying (Februari) Sumber : Data Primer, pemetaan dari data limbah Drying bulan Februari
Tercatat bahwa bagian Drying dari 43,6 m3/hari menjadi 38,4 m3/hari. Bagian pencucian lantai produksi (floor) mengalami penurunan dari 18,0 m3/hari menjadi 16,8 m3/hari, bagian unit pengeringan (Drying) menurun dari 11,2 m3/hari menjadi 9,8 m3/hari, bagian penyaringan (Filtration) dari 5,3 m3/hari menjadi 4,7 m3/hari, bagian tabung penyimpanan (Vessel) menurun dari 4,8 m3/hari menjadi 3,7 m3/hari, bagian pompa pendorong (pump) menurun dari 2,8 m3/hari menjadi 2,3 m3/hari, dan indikator lainnya (other) menurun dari 1,5 m3/hari menjadi 1,1 m3/hari.
4.3.3 Analyze
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
Tim Six Sigma melakukan analisa tentang sumber penghasil limbah yang paling besar yaitu pada pencucian lantai produksi (floor) dengan cara membuat analisa FMEA (Failure Mode Effect Analysis) sebagai bahan untuk melakukan langkah perbaikan untuk mengurangi jumlah limbah cair. Dengan menentukan besarnya akibat dari kegagalan dengan nilai skala dari 1 – 10 berupa indikator seberapa besar dampak (severity) yang dirasakan dalam jumlah limbah zat pewarna cair, lalu seberapa sering kegagalan terjadi (occurance) yang menjadi ukuran berapa sering kegagalan tersebut terjadi pada saat proses pencucian, dan mengetahui besarnya nilai pendeteksian (detection) pada masalah tersebut. Nilai-nilai tersebut merupakan kondisi saat sebelum dilakukan perbaikan, di mana analisis ini memungkinkan peneliti untuk menentukan sumber terbesar dari penghasil limbah yang menjadi masalah dalam proses pencucian alat, mesin, dan lantai produksi departemen Finishing. Untuk membuat analisis tersebut tim Six Sigma melakukan Brainstorming kepada pihak terkait dalam pelaksanaan proses pencucian lantai produksi untuk menemukan kendala selama proses pengukuran. Hasil dari Brainstorming ini kemudian dimasukan ke dalam bentuk FMEA sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
Tabel 4. 4 Tabel Analisis FMEA Bagian Milling
Sumber : Data Primer, pemetaan dan analisa langsung pada operator
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
Tabel 4. 5 Tabel Analisis FMEA Bagian Drying
Sumber : Data Primer, pemetaan dan analisa langsung pada operator
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
Setelah dilakukan analisa FMEA pada bagian Milling dan Drying dapat dilihat bahwa metode pencucian menjadi masalah yang sering menjadi penyebab jumlah limbah zat pewarna cair sehinga tidak adanya pengendalian pada penggunaan air proses saat proses pencucian, dan menyebabkan jumlah limbah zat pewarna cair menjadi banyak. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai langkah perbaikan sebagai langkah mengurangi jumlah limbah zat pewarna cair pada departemen Finishing, di antaranya adalah mengubah alat pencucian, merubah cara pencucian, dan lain sebagainya dalam hal pencucian mesin, alat, dan lantai produksi.
4.3.4 Improve Langkah-langkah perbaikan yang dilakukan oleh team Six Sigma setelah proses analisa melalui FMEA adalah mengubah cara pencucian yang masih membutuhkan jumlah air proses yang banyak, langkah perbaikan adalah sebagai berikut : 1.
Pencucian Lantai (Floor Cleaning) Proses pencucian lantai tercatat sebagai wastewater generator tertinggi baik
di bagian Milling maupun Drying karena sistem dan prosedur pencucian dilakukan dengan cara pencucian basah (wet cleaning), yaitu operator menyemprotkan air ke lantai produksi untuk menghilangkan kotoran zat pewarna. Cara ini sangat tidak efektif karena zat pewarna justru akan tersebar dengan cepat dan area lantai produksi yang harus dibersihkan akan bertambah banyak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
Gambar 4.13 Gambar Metode Pencucian Lantai Secara Basah (Wet Floor Cleaning) Sumber : Data Primer, dokumentasi langsung pada proses pencucian lantai produksi
Langkah penyempurnaan yang dilakukan adalah dengan cara merubah sistem pencucian lantai dari pencucian sistem basah (wet floor cleaning) menjadi sistem pencucian kering (dry floor cleaning), yaitu menggunakan mesin floor scrubber . Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian 2 unit heavy duty floor scrubber adalah USD 2.600 atau sekitar Rp. 33.800.000,- (dikalikan kurs Rp. 13.000,-), dimana 1 unit digunakan untuk bagian Milling dan yang lain untuk bagian Drying.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
Gambar 4.14 Gambar Pencucian Lantai Produksi Secara Kering (Dry Floor Cleaning) Sumber : Data Primer, dokumentasi langsung pada proses pencucian lantai produksi
2.
Pencucian Milling dan Mixer (Milling and Mixer Cleaning) Proses pencucian milling dilakukan dengan cara manual, bagian paling sulit
dibersihkan adalah milling net, karena memiliki bentuk seperti jala dan sisa produk menempel di sela-sela celah milling net. Pencucian milling net memerlukan waktu yang lama dan menggunakan air yang banyak karena peralatan yang dipakai menggunakan selang air tak bertekanan. Cara ini sangat tidak efektif, karena disamping alasan tersebut diatas, sisa air cucian akan tercecer dan jatuh ke lantai produksi, sehingga area produksi menjadi kotor dan licin. Setiap proses penggerusan partikel dengan menggunakan mesin milling dan glassbeads sedikitnya memerlukan 4 unit milling, ini berarti diperlukan sedikitnya proses pencucian 4 unit milling net untuk setiap pergantian produk atau batch.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
Gambar 4.15 Gambar Sisa Produk Yang Menempel Pada Milling Net Sumber : Data Sekunder, berkas dokumnetasi departemen Finishing
Gambar 4.15 merupakan gambar dari Milling Net dengan sisa produk yang menempel setelah proses produksi selesai, untuk mencegah peluang terjadinya kontaminasi pada pergantian produk, maka proses pencucian dua kali (confirmation cleaning) perlu dilakukan. Langkah penyempurnaan yang dilakukan adalah dengan cara merubah sistem pencucian milling net secara manual dengan selang air tak bertekanan diganti dengan water gun yang menghasilkan air bertekanan tinggi. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian 4 unit water gun dengan desain khusus untuk membersihkan milling net adalah sebesar USD 400 atau sekitar Rp. 5.200.000,- (dikalikan kurs Rp. 13.000,-). Adapun untuk pembelian 2 unit multi purpose water gun adalah USD 1.250 atau sekitar Rp. 16.250.000,- (dikalikan kurs Rp. 13.000,-).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
Gambar 4.16 Gambar Water Gun Untuk Pencucian Milling Net Sumber : Data Sekunder, berkas dokumnetasi departemen Finishing
Gambar 4.17 Gambar Multi Purposes Water Gun Sumber : Data Primer, dokumentasi langsung pada departemen Finishing
Multi purpose water gun bertekanan tinggi ini juga dapat dipergunakan untuk proses pencucian mixer, pipa transfer, selang, pompa, tangki standarisasi, dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
peralatan lain sehingga jumlah air yang dipergunakan dan waktu pencucian jauh lebih sedikit dengan hasil yang lebih optimal. 3.
Pencucian Ulang Untuk Pipa Transfer, Selang, Pompa, dan Tabung Selama ini proses pencucian pipa transfer, selang, pompa
dan tangki
standarisasi dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah proses produksi selesai (confirmation cleaning). Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi antara warna produk yang akan diproduksi dengan sisa produk sebelumnya yang dikhawatirkan masih menempel di pipa transfer, selang, pompa maupun tangki standarisasi, mengingat sifat zat pewarna sangat kuat mencemari warna yang lain. Langkah perbaikan yang dilakukan adalah dengan melakukan percobaan berupa pembuktian secara teknis apakah pipa transfer, selang, pompa dan tangki standarisasi setelah dicuci menggunakan water gun dengan jumlah air yang lebih sedikit dari sebelumnya, masih meninggalkan sisa produk di dalamnya. Pencucian dengan cara 2 kali pencucian sebagai bentuk pencegahan kontaminasi produk akan dihilangkan, namun timbul rasa khawatir dari operator bahwa nantinya produk akan tetap terkontaminasi apabila cara pencucian tidak dilakukan secara 2 kali (confirmation cleaning). Pengujian dilakukan menggunakan metode TLC (Tin Line Chromatography) dilakukan untuk menguji seberapa besar pendeteksi warna dengan mengambil sample air hasil pencucian ulang sebelum produk ditransfer melalui pipa transfer, selang dan pompa ke dalam tangki standarisasi. Dari 30 sample yang dianalisa ternyata 27 sample tidak terkontaminasi dan 3 sample terkontaminasi dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
kandungan zat pewarna antara 0,05-0,15%. Mengingat potensi kontaminasi yang relatif kecil, maka atas persetujuan bagian Quality Control, proses pencucian ulang (confirmation cleaning) dapat dihilangkan. Setelah dilakukan langkah-langkah penyempurnaan melalui pembelian peralatan penunjang, training berkelanjutan, benckmarking besarnya limbah cair yang dihasilkan, serta dukungan dari semua pihak terkait, maka jumlah limbah zat pewarna cair mengalami penurunan secara berkelanjutan pada beberapa bulan berikutnya. Data jumlah limbah zat pewarna cair pada bulan Maret setelah proses perbaikan (improvement) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4. 6 Tabel Data Jumlah Limbah Zat Pewarna Cair Departemen Finishing (Maret)
Sumber : Data Primer, pengukuran langsung menggunakan flow meter
Tercatat bahwa bagian Milling mengalami penurunan jumlah limbah dari 29,4 m3/hari di bulan Januari dan 26 m3/hari di bulan Februari menjadi 16,1 m3/hari. Bagian Drying mengalami penurunan jumlah limbah dari 43,6 m3/hari di bulan Januari dan 38,4 m3/hari di bulan Februari menjadi 25,2 m3/hari.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
Gambar 4.18 Gambar Diagram Pareto Bagian Milling (Maret) Sumber : Data Primer, pemetaan dari data limbah Milling bulan Maret
Tercatat bahwa bagian pencucian lantai produksi (floor) mengalami penurunan dari 12,1 m3/hari (Januari) dan 11,1 m3/hari (Februari) menjadi 6,8 m3/hari, bagian unit penggerusan (Milling) menurun dari 8,4 m3/hari dan 7,1 m3/hari menjadi 4,4 m3/hari, bagian pencampuran (Mixing) dari 4,5 m3/hari dan 4,0 m3/hari menjadi 2,2 m3/hari, bagian tabung pipa pemindah (trnasfer) menurun dari 3,4 m3/hari dan 3,0 m3/hari menjadi 1,9 m3/hari, dan indikator lainnya (other) menurun dari 0,9 m3/hari dan 0,8 m3/hari menjadi 0,7 m3/hari.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
Gambar 4. 19 Gambar Diagram Pareto Bagian Drying (Maret) Sumber : Data Primer, pemetaan dari data limbah Drying bulan Maret
Bagian pencucian lantai produksi (floor) mengalami penurunan dari 18,0 m3/hari (Januari) dan 16,8 m3/hari (Februari) menjadi 9,6 m3/hari, bagian unit pengeringan (Drying) menurun dari 11,2 m3/hari dan 9,8 m3/hari menjadi 5,6 m3/hari, bagian penyaringan (Filtration) dari 5,3 m3/hari dan 4,7 m3/hari mengalami kenikan menjadi 5,3 m3/hari, bagian tabung penyimpanan (Vessel) menurun dari 4,8 m3/hari dan 3,7 m3/hari menjadi 2,5 m3/hari, bagian pompa pendorong (pump) menurun dari 2,8 m3/hari dan 2,3 m3/hari menjadi 1,5 m3/hari, dan indikator lainnya (other) menurun dari 1,5 m3/hari dan 1,1 m3/hari menjadi 0,6 m3/hari.
4.3.5 Control Setelah proses perbaikan pada tahap Improvement berjalan, langkah selanjutnya adalah terus melakukan pengawasan terhadap langkah perbaikan terus menerus berdasarkan data yang diperoleh dari 3 bulan pengukuran. Salah satu cara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
melakukan pengendalian (control) adalah mencatat perkembangan jumlah limbah zat pewarna cair departemen Finishing secara berkelanjutan, langkah ini sebagai pengendalian dan pengawasan terhadap tahap Improvement dapat dilakukan dengan baik sesuai harapan, dan dapat terus menurunkan jumlah limbah zat pewarna cair pada departemen Finishing
http://digilib.mercubuana.ac.id/