BAB IV PENGEMBANGAN MODEL
Pada bab ini akan dilakukan pengembangan model sistem dinamis untuk industri tepung tapioka. Hal-hal yang akan dijelaskan pada tahap ini adalah dasar pengembangan model, pembentukan struktur model dan validasi model. 4.1 Dasar Pengembangan Model
Model yang dikembangkan didasarkan pada dua hal, yaitu
penelitian-penelitian
sebelumnya yang ditinjau dari empat aspek, yaitu aspek produksi, kebijakan, pengolahan limbah cair dan pemodelan (Gambar 4.1), dan tinjauan terhadap sistem nyata.
37
Gambar 4.1 Penelitian Yang Digunakan Sebagai Dasar Pengembangan Model. Dalam proses produksi tepung tapioka menggunakan masukan utama berupa ubikayu dan tenaga kerja. Tepung tapioka yang dihasilkan dipasarkan di pasar dalam negeri. Dan dari proses produksi dihasilkan limbah cair yang mengandung bahan-bahan organik berkonsentrasi tinggi. Untuk menurunkan konsentrasi bahan-bahan organik dalam limbah cair dilakukan proses pengolahan limbah dengan menggunakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) berbentuk kolamkolam terbuka. Untuk keberlangsungan usahanya, industri tepung tapioka sangat bergantung pada kesinambungan pasokan dan kualitas ubikayu.
Industri tepung tapioka juga
menggunakan energi dalam proses produksinya. Energi yang digunakan bersumber pada bahan bakar fosil terutama solar. Perubahan harga solar pada tahun 2005 cukup mempengaruhi industri tepung tapioka. kenaikan harga solar berimbas pada peningkatan biaya produksi. Perubahan nilai tukar juga ikut berpengaruh pada industri tepung tapioka. Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar pada tahun 2003 disertai dengan penurunan harga tapioka impor menyebabkan harga produk impor menjadi murah di dalam negeri. Hal ini mempengaruhi permintaan tepung tapioka ke industri tepung tapioka Lampung. Adanya kesepakatan internasional mengenai kelestarian lingkungan yang diimplementasikan melalui program CDM merupakan peluang bagi industri tepung tapioka untuk mendapatkan IPAL alternatif untuk menggantikan IPAL konvensional yang dipakai. Penggunaan IPAL alternatif akan meningkatkan efisiensi pengolahan limbah cair dan menghasilkan gas metana sebagai sumber energi alternatif.
38
4.2 Proses Pembentukan Struktur Model a.
Penentuan Batasan Model
Batasan dari model adalah pemisah antara apa saja yang menjadi bagian dari sistem dan apa saja yang menjadi bagian di luar sistem. Untuk memudahkan proses pembatasan model, Sterman (2000) menyarankan pendaftaran variabelvariabel yang akan diformulasikan secara endogen, eksogen dan variabel yang tidak tercakup pada model. Tabel 4.1 Variabel Model
Variabel Eksogen Konsumsi Harga produk impor Angkatan kerja Harga bahan bakar Nilai tukar Upah tenaga kerja Harga bahan baku
Variabel Endogen Permintaan Produksi Kapasitas produksi Kapital industri Utilisasi kapasitas Penyerapan tenaga kerja Pengaruh tenaga kerja Penyerapan bahan baku Pengaruh bahan baku Biaya produksi Pembentukan harga Produksi limbah cair Pengolahan limbah cair
Variabel tidak tercakup Bunga kredit investasi Kualitas produk Proses pengiriman produk
b. Pembentukan Diagram Subsistem
Setelah menentukan batasan model maka proses selanjutnya adalah pembuatan diagram subsistem . Diagram sub sistem yang dibangun pada model ini adalah modifikasi dari diagram sub sistem pada model sistem dinamis untuk kebijakan pembangunan perikanan oleh
Nasution (2001). Adapun model dasar yang
digunakan dapat dilihat pada gambar 4.2.
39
Keterangan : U : Aliran uang M : Aliran material K : Aliran kapital
I : Aliran informasi T : Aliran tenaga kerja
Gambar 4.2 Model Sistem Dinamis Pembangunan Perikana (Nasution, 2001) Model tersebut dibentuk dari enam subsistem, yaitu subsistem permintaan dan produksi, subsistem barang kapital, subsistem tenaga kerja, subsistem sumberdaya ikan, subsistem finansial dan subsistem penduduk. Subsistem permintaan dan produksi berperan membentuk permintaan akan produk (ikan) yang berasal dari subsistem penduduk. Permintaan akan menggerakkan produksi yang dilakukan melalui proses penangkapan ikan di laut. Subsistem barang kapital berperan menyediakan kapital berupa kapal-kapal yang digunakan untuk menangkap ikan. Subsistem penduduk berperan menyediakan angkatan kerja yang akan menjadi input bagi subsistem tenaga kerja. Subsistem penduduk juga berfungsi membentuk konsumsi akan produk. Subsistem tenaga kerja berperan menyediakan tenaga kerja untuk mengoperasikan barang kapital. Subsistem sumberdaya ikan berperan menyediakan bahan baku (ikan) yang dibutuhkan oleh subsistem permintaan dan produksi. Subsistem finansial berperan menggambarkan aliran uang (pendapatan) pada usaha penangkapan ikan. Pada model yang akan dikembangkan, proses produksi menghasilkan produk berupa tepung tapioka. Permintaan berasal dari konsumsi yang dikondisikan
40
sebagai variabel eksogen dengan memperhatikan pengaruh harga produk. Barang kapital yang digunakan dalam proses produksi adalah unit pemproses ubikayu menjadi tepung tapioka. Tenaga kerja yang digunakan pada industri berasal dari angkatan kerja yang dikondisikan sebagai variabel eksogen. Bahan baku yang digunakan adalah ubikayu. Aliran uang yang terjadi
merupakan gambaran
pembentukan harga produk. Pada sistem industri tepung tapioka terdapat sistem pengolahan limbah. Oleh karena hal-hal di atas belum tercakup dalam model dasar, akan dilakukan modifikasi pada model dasar untuk lebih dapat menggambarkan sistem nyata dari industri tepung tapioka. Adapun modifikasi-modifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengganti subsistem sumber daya ikan dengan subsistem ketersediaan ubikayu bagi industri tepung tapioka. 2. Mengganti subsistem finansial dengan subsistem harga. 3. Menambahkan subsistem pengolahan limbah untuk menggambarkan proses pengolahan limbah cair industri tepung tapioka. 4. Meniadakan subsistem penduduk karena angkatan kerja dikondisikan sebagai variabel eksogen. 5. Memecah subsistem produksi dan permintaan menjadi subsistem produksi dan subsistem permintaan untuk menggambarkan proses pembentukan permintaan secara lebih detil. Selanjutnya diagram subsistem hasil modifikasi dapat dilihat pada gambar 4.3.
41
Gambar 4.3 Diagram Subsistem pada Model Modifikasi Diskripsi dan hubungan keterkaitan dari masing-masing subsistem adalah sebagai berikut : 1.
Subsistem Permintaan
Subsistem permintaan dalam model berperan membentuk permintaan tepung tapioka ke industri tepung tapioka Lampung. Permintaan tepung tapioka ke industri dipengaruhi oleh harga dari tepung tapioka Lampung terhadap harga tepung tapioka impor. 2.
Subsistem Produksi
Subsistem produksi berperan sebagai penghasil komoditi tepung tapioka sebagai respon dari sub sistem permintaan. Untuk dapat menghasilkan tepung tapioka, subsistem ini membutuhkan beberapa input faktor-faktor produksi, yaitu barang kapital, tenaga kerja dan bahan baku. Selain menghasilkan tepung tapioka, subsistem produksi juga akan menghasilkan limbah cair yang merupakan input bagi subsistem pengolahan limbah. 3.
Subsistem Barang Kapital
Subsistem barang kapital dalam model berperan menyediakan barang kapital yang dibutuhkan dalam proses pengolahan ubikayu menjadi tepung tapioka pada
42
subsistem produksi. Barang kapital yang dibutuhkan
adalah unit mesin
pemproses tepung tapioka dari bahan baku ubikayu. 4.
Subsistem Tenaga Kerja
Subsistem tenaga kerja berperan menyediakan tenaga kerja untuk subsistem produksi. Perekrutan tenaga kerja dilakukan bila terjadi peningkatan produksi. Subsistem
tenaga
kerja
juga
menyediakan
informasi
untuk
subsistem
pembentukan harga, terkait biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan oleh industri. 5.
Subsistem Ketersediaan Ubikayu
Subsistem ini berperan menyediakan ubikayu sebagai bahan baku utama pembuatan tepung tapioka. Ketersediaan ubikayu berasal dari panen tanaman ubikayu yang dipengaruhi oleh luas panen ubikayu dan produktivitas lahan penanaman ubikayu. Subsistem ini juga menyediakan informasi untuk subsistem pembentukan harga, terkait biaya bahan baku yang harus dikeluarkan oleh industri. 6.
Subsistem Pengolahan Limbah Cair
Subsistem ini berperan menggambarkan proses pengolahan
limbah cair yang
berasal dari sistem produksi. Pengolahan limbah cair tapioka menggunakan IPAL konvensional. Pada subsistem ini juga digambarkan pengolahan limbah cair menggunakan IPAL alternatif yang dapat menghasilkan gas metana sebagai sumber energi alternatif dalam usaha mengurangi pengunaan energi konvensional. 7.
Subsistem Harga
Pada subsistem harga menggambarkan pembentukan harga dari tepung tapioka. Harga tepung tapioka yang terbentuk akan mempengaruhi tingkat permintaan ke industri tepung tapioka Lampung. C. Pembentukan Diagram Sebab Akibat
Dari Diagram subsistem yang terbentuk diurai lagi menjadi diagram sebab akibat Dengan diagram sebab akibat diharapkan dapat membantu untuk menjelaskan hubungan - hubungan yang terjadi antar variabel yang terlibat dalam sistem industri tepung tapioka. Adapun diagram sebab akibat untuk setiap subsistem adalah sebagai berikut:
43
1.
Diagram Sebab Akibat Subsistem Permintaan
Gambar 4.4 Diagram Sebab Akibat Subsistem Permintaan Subsistem permintaan dibentuk untuk menggambarkan interaksi antar variabel dalam subsistem permintaan serta interaksi antar variabel dalam subsistem permintaan dengan variabel dalam subsistem produksi dan pembentukan harga. Permintaan tepung tapioka ke industri Lampung berasal dari indikasi permintaan tepung tapioka ke industri yang dipengaruhi oleh waktu penyesuaian permintaan. Waktu penyesuaian permintaan menggambarkan waktu yang dibutuhkan konsumen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan harga yang terjadi. Indikasi permintaan tepung tapioka ke industri adalah gambaran jumlah tapioka yang diminta konsumen sebagai respon terhadap harga tapioka Lampung terhadap harga impor. Indikasi permintaan tepung tapioka ke industri berasal dari referensi permintaan tapioka ke industri yang dipengaruhi oleh permintaan potensial ke
44
industri Lampung. Permintaan potensial
tapioka adalah jumlah tapioka yang
diminta pasar sebagai respon atas perubahan konsumsi tapioka domestik. Selanjutnya permintaan tepung tapioka ke industri akan diterjemahkan sebagai produksi harapan yang bisa dilakukan oleh industri tepung tapioka Lampung. 2.
Diagram Sebab Akibat Subsistem Produksi
Gambar 4.5 Diagram Sebab Akibat Subsistem Produksi Dalam subsistem produksi, industri menterjemahkan permintaan tepung tapioka ke industri sebagai produksi harapan yang bisa dilakukan oleh industri. Produksi harapan akan meningkatkan kebutuhan kapasitas produksi. Kebutuhan kapasitas produksi dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada akan membentuk gap kapasitas. Gap kapasitas akan mempengaruhi kebutuhan penambahan kapasitas yang selanjutnya akan mempengaruhi kebutuhan penambahan kapital pada subsistem kapital. Penambahan kapital akan meningkatkan kapital dari industri
45
tepung tapioka yang berarti akan meningkatkan kapasitas produksi yang ada. Penambahan kapasitas produksi selanjutnya mengurangi gap kapasitas. Interaksi antara gap kapasitas - kebutuhan penambahan kapasitas - kebutuhan penambahan kapital - kapital industri – kapasitas produksi membentuk balancing loop (Loop B-1). Kapasitas produksi akan mempengaruhi produksi potensial yang bisa dilakukan industri. Produksi potensial dengan mempertimbangkan pengaruh tenaga kerja selanjutnya akan menjadi produksi yang mungkin dilakukan oleh industri. Produksi yang mungkin dilakukan dengan memperhatikan pengaruh bahan baku akan menjadi produksi aktual yang bisa dilakukan oleh industri. Dari proses produksi yang dilakukan akan menghasilkan limbah cair yang akan masuk ke dalam subsistem pengolahan limbah cair. 3.
Diagram Sebab Akibat Subsistem Kapital
Gambar 4.6 Diagram Sebab Akibat Subsistem Kapital Subsistem kapital menggambarkan mekanisme penambahan kapital sebagai respon dari kebutuhan penambahan kapital. Kebutuhan penambahan kapital adalah respon dari kebutuhan penambahan kapasitas pada subsistem produksi. Kebutuhan penambahan kapital
dibandingkan dengan kapital yang ada akan
membentuk gap kapital yang akan meningkatkan realisasi kapital. Dalam
46
merealisasikan kapital tidak bisa dilakukan secara langsung, diperlukan waktu untuk merealisasikan kapital. Realisasi kapital akan meningkatkan kapital industri yang selanjutnya akan meningkatkan kapasitas produksi. Peningkatan kapital industri akan mengurangi gap kapital yang terbentuk. Interaksi antara gap kapital – realisasi kapital – kapital industri akan membentuk balancing loop (Loop B-2). Kapital yang tersedia akan mempengaruhi kapasitas produksi yang selanjutnya akan mempengaruhi produksi potensial pada subsistem produksi. Kapital industri akan meningkatkan depresiasi kapital yang selanjutnya mempengaruhi kapasitas produksi. 4.
Diagram Sebab Akibat Subsistem Tenaga Kerja
Gambar 4.7 Diagram Sebab Akibat Subsistem Tenaga Kerja Pada subsistem ini digambarkan mekanisme penyerapan tenaga kerja dari industri tepung tapioka. Penyerapan tenaga kerja dimulai dari kebutuhan tenaga kerja yang dipengaruhi kapasitas produksi dari subsistem kapital. Kebutuhan tenaga kerja akan dibandingkan dengan tenaga kerja yang ada pada industri yang memunculkan gap tenaga kerja. Gap tenaga kerja akan meningkatkan penyerapan
47
tenaga kerja dari angkatan kerja Propinsi Lampung. Penyerapan tenaga kerja akan meningkatkan tenaga kerja industri tepung tapioka yang selanjutnya mengurangi gap tenaga kerja. Interaksi antara gap tenaga kerja – penyerapan tenaga kerja – tenaga kerja industri akan membentuk balancing loop (Loop B-3). Keberadaan tenaga kerja dengan mempertimbangkan produktivitas dari tenaga kerja akan mempengaruhi output potensial yang bisa dihasilkan oleh tenaga kerja. Output potensial tenaga kerja selanjutnya akan dibandingkan dengan kapasitas produksi dari industri untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan tenaga kerja. Pengaruh tenaga kerja akan mempengaruhi produksi yang mungkin dapat dilakukan oleh industri. 5.
Diagram Sebab Akibat Subsistem Ketersediaan Ubikayu
Gambar 4.8 Diagram Sebab Akibat Subsistem Ketersediaan Ubikayu Pada subsistem ini digambarkan mekanisme pengadaan bahan baku dari industri tepung tapioka. Pengadaan bahan baku dimulai dari kebutuhan bahan baku yang
48
dipengaruhi produksi yang mungkin dilakukan dari industri tepung tapioka. Kebutuhan bahan baku akan dibandingkan dengan bahan baku yang tersedia pada industri yang kemudian memunculkan gap bahan baku. Gap bahan baku akan meningkatkan penyerapan ubikayu dari produksi ubikayu di Propinsi Lampung. Produksi ubikayu sendiri dipengaruhi oleh luas lahan penanaman ubikayu dan produktivitas lahan penanaman ubikayu. Penyerapan bahan baku akan meningkatkan bahan baku tersedia industri tepung tapioka yang selanjutnya mengurangi gap bahan baku. Interaksi antara gap bahan baku – penyerapan ubikayu – bahan baku tersedia akan membentuk balancing loop (Loop B-4). Keberadaan bahan baku akan mempengaruhi output potensial yang bisa dihasilkan oleh ketersediaan bahan baku. Output ini selanjutnya akan dibandingkan dengan produksi yang mungkin dilakukan dari industri untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan bahan baku. Pengaruh bahan baku akan mempengaruhi produksi aktual yang dapat dilakukan oleh industri 6.
Diagram Sebab Akibat Subsistem Pengolahan Limbah Cair
Gambar 4.9 Diagram Sebab Akibat Subsistem Pengolahan Limbah Cair
49
Pada sub sistem ini digambarkan mekanisme pengolahan limbah cair sebagai produk lain dari produksi
tepung tapioka. Pengolahan limbah cair secara
konvensial terdiri dari dua tahap. Limbah cair industri tapioka yang dihasilkan dari proses produksi akan menjadi input bagi proses pengolahan limbah cair tahap 1 pada kolam oksidasi I. Proses pengolahan pada kolam I adalah proses anaerobik atau proses pengolahan tanpa menggunakan oksigen. Pada proses ini akan dihasilkan gas metana yang akan terlepas ke udara bebas. Setelah menjalani proses pengolahan tahap 1 limbah cair akan menjalani proses pengolahan tahap 2 pada kolam oksidasi II. Proses pengolahan pada kolam II adalah proses aerobik atau proses pengolahan dengan menggunakan bantuan oksigen. Setelah menjalani proses pengolahan pada kolam oksidasi tahap II, limbah cair siap dibuang ke sungai atau yang disebut limbah cair outlet. Selain pengolahan di atas, terdapat pengolahan alternatif berbentuk reaktor tertutup. Pada proses pengolahan dengan reaktor tetutup limbah cair dialirkan pada suatu reaktor tertutup yang dilengkapi penangkap gas. Proses pengolahan pada reaktor adalah proses anaerobik. Penangkap gas yang ada dimaksudkan untuk menangkap gas metana dari proses anaerobik. Gas metana dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif untuk mengurangi rasio guna energi konvensional. Pengolah limbah cair berbentuk reaktor tertutup diasumsikan merupakan hasil dari implementasi CDM sehingga tidak memerlukan investasi dari industri tepung tapioka. Selain itu biaya operasional pengolah limbah cair berbentuk reaktor tertutup diasumsikan sama dengan biaya operasional pengolahan limbah kolam terbuka yang telah tercakup dalam variabel biaya lain pada subsistem harga.
50
7.
Diagram Sebab Akibat Subsistem Harga
Gambar 4.10 Diagram Sebab Akibat Subsistem Harga Subsistem harga menguraikan bagaimana biaya produksi dari tepung tapioka terbentuk. Dalam model yang dibuat, biaya produksi dipengaruhi oleh biaya variabel, biaya lain-lain dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan pada
51
tepung tapioka. Untuk biaya variabel disusun dari tiga jenis biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya energi. Biaya energi dipengaruhi oleh rasio guna energi yang digunakan dan harga bahan bakar. Biaya bahan baku dan tenaga kerja dipengaruhi oleh harga ubikayu dan tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi tepung tapioka. Biaya produksi yang terbentuk akan mempengaruhi harga minimum produk tapioka. Harga jual minimum tepung tapioka akan dibandingkan dengan harga tepung tapioka dipasar untuk menentukan indikasi harga tepung tapioka. Indikasi harga adalah harga maksimum dari harga produk di pasar terhadap harga jual minimum produk. Indikasi harga yang terbentuk akan mempengaruhi ekspektasi harga produsen yang akan mempengaruhi harga tepung tapioka di pasar. Dari interaksi antara indikasi harga produk, ekspektasi harga produsen dan harga produk di pasar akan membentuk reinforcing loop (R-1). Biaya produksi yang terbentuk juga akan mempengaruhi ekspektasi produsen terhadap biaya produksi tepung tapioka di masa depan. Ekspektasi biaya produksi dibandingkan dengan ekspektasi harga produsen dengan mempertimbangkan sensitifitas harga terhadap biaya produksi akan membentuk pengaruh biaya produksi yang akan mempengaruhi harga tepung tapioka di pasaran. Harga tapioka dipasar selanjutnya akan mempengaruhi permintaan tepung tapioka ke industri Lampung. Interaksi antara variabel indikasi harga – ekspektasi harga – pengaruh biaya produksi - harga produk membentuk balancing loop (B-5). D. Pembentukan Diagram Stock & Flow
Dari Diagram sebab akibat yang terbentuk diurai lagi menjadi diagram stock & flow sekaligus dilengkapi dengan persamaan matematis, parameter dan kondisi inisial sistem. Selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan melakukan simulasi komputer menggunakan bantuan Softwere Powersim. Adapun diagram stock & flow untuk setiap subsistem adalah sebagai berikut :
52
1. Diagram Stock & Flow Permintaan
Permintaan tepung tapioka potensial Lampung berasal dari konsumsi domestik. Konsumsi diasumsikan tumbuh secara linear. Dari nilai konsumsi akan dicari tingkat pertumbuhan pasarnya. Diasumsikan jika tingkat pertumbuhan konsumsi tepung tapioka meningkat maka permintaan potensial tepung tapioka Lampung akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan konsumsi tepung tapioka domestik. Waktu peramalan adalah 1 tahun. Nilai inisial permintaan potensial adalah nilai produksi aktual industri tepung tapioka Lampung tahun 2001. Adapun persamaan, parameter dan kondisi inisial yang terlibat untuk variabel permintaan domestik adalah sebagai berikut : Permintaan potensial tepung tapioka Lampung
Level init const
PrmtPotTL = +dt*PrbhPrmt PrmtPotTL = InitPrmtPot InitPrmtPot = 536883
PrmtPotTL = Permintaan potensial tapioka Lampung (Ton) PrbhPrmt = Perubahan permintaan potensial tapioka Lampung (Ton/tahun) InitPrmtPot = Permintaan potensial inisial (Ton) Perubahan permintaan potensial tepung tapioka Lampung
aux
PrbhPrmt = PrmtPotTL*PrtmbhPrmt
PrbhPrmt = Perubahan permintaan potensial (Ton/tahun) PrmtPotTL = Permintaan potensial tapioka Lampung (Ton) PrtmbhPrmt = Pertumbuhan permintaan (tanpa satuan) Pertumbuhan permintaan
aux
PrtmbhPrmt = TREND(Konsumsi,WRml)
PrtmbhPrmt = Pertumbuhan permintaan WRml = Waktu peramalan (Tahun) Konsumsi = Konsumsi tepung tapioka domestik (Ton/tahun) Konsumsi GRAPH(TIME, 2001, 1, TKonsmsi) TKonsmsi = [858277,975160,1201183,1134962,1235697,1300304,1410150.043, 1466881.315,1513396.006,1613121.99,1681571.409,1753747.396,1819322.996,1 896511.385,1973580.787]
53
Permintaan potensial tapioka Lampung selanjutnya akan menjadi referensi dalam memperkirakan indikasi permintaan tapioka Lampung. Persamaan –persamaan untuk variabel indikasi permintaan adalah sebagai berikut : Indikasi permintaan tapioka ke industri tapioka Lampung
aux
IndPTL = (RefPTL*MAX(0,1+KKmrg*((HrgJTLHrgImpor)/RefPTL)))
IndPTL RefPTL HrgJTL HrgImpor KKmrg
= Indikasi permintaan tapioka ke industri Lampung (Ton/tahun) = Referensi permintaan tapioka ke industri (Ton/tahun) = Harga tepung tapioka Lampung (Rupiah/kg) = Harga tapioka impor (Rupiah/kg) = Kemiringan kurva permintaan (tanpa satuan)
Kemiringan kurva permintaan
aux const
KKmrg = (-RefPTL*ElstsPrmtan)/HrgImpor ElstsPrmtan = 0.425437488
KKmrg = Kemiringan kurva permintaan (tanpa satuan) ElstsPrmtan = Elastisitas permintaan (tanpa satuan) RefPTL = Referensi permintaan tapioka ke industri (Ton/tahun) Nilai elastisitas
yang merupakan proporsi perubahan permintaan terhadap
perubahan harga diestimasi dari data historis perubahan permintaan tapioka ke Industri Lampung terhadap perubahan harga tapioka Lampung. Untuk nilai referensi harga impor diolah dari data historis
harga tepung tapioka impor
Thailand dalam dollar untuk setiap ton tapioka
(TTTA, 2007) dengan
memperhatikan perubahan nilai tukar rupiah dan tarif impor produk tepung tapioka. Persamaan untuk penentuan harga tapioka impor adalah sebagai berikut : Harga tepung tapioka impor
aux
HrgImpor = ((RefhrgImp*NT)/1000)*(1+TarIm)
HrgImpor NT RefhrgImp TarIm
= Harga tepung tapioka impor (Rp/kg) = Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika (Rp/U$) = Referensi harga impor (U$/ton) = Tarif impor (tanpa satuan)
54
RefhrgImp GRAPH(TIME, 2001, 1, [158,185,172,188,221,230,241,255,276,290,302,318,335,350,364]) Nilai Tukar Rupiah terhadap dollar GRAPH(TIME, 2002, 1, [10265,9261,8571,8985,9750,9118,8939.69184,9320.946667,9196.5911 11,9060.142519,9198.409975,9229.760566,9170.782889,9144.801315]) Tarif impor aux TarIm = GRAPH(TIME, 2001, 1, [0.05,0.05,0.05,0.05,0.1,0.1]) Selanjutnya indikasi permintaan yang terbentuk akan menjadi permintaan pasar domestik terhadap industri Lampung dengan memperhatikan waktu penyesuaian permintaan. Permintaan tapioka ke industri dirumuskan sebagai delay dengan waktu penyesuaian diasumsikan konstan selama 0.5 tahun. Permintaan tapioka ke industri Lampung selanjutnya
akan menjadi produksi harapan bagi industri
tepung tapioka. Persamaan-persamaan terkait dengan variabel permintaan ke industri adalah sebagai berikut : Pemintaan tapioka ke industri Lampung
aux unit
PrmtTI = DELAYINF(IndPTL,WPPrmt,1) PrmtTI = Ton/tahun
PrmtTI IndPTL WPPrmt
= Permintaan tapioka ke industri Lampung (Ton/tahun) = Indikasi permintaan tapioka ke industri Lampung (Ton/tahun) = Waktu penyesuaian permintaan (tahun)
Tingkat produksi harapan
aux
ProdHrp = PrmtTL
ProdHrp PrmtTI
= Produksi harapan tapioka Lampung (Ton/tahun) = Permintaan tapioka ke industri Lampung (Ton/tahun)
2.
Diagram Stock & Flow Produksi
Dari produksi harapan selanjutnya akan menentukan indikasi utiliti dengan memperhatikan kapasitas terpasang. Indikasi utiliti akan mempengaruhi kapasitas produksi yang menjadi produksi potensial dari industri. Dari produksi potensial dengan memperhatikan pengaruh tenaga kerja akan menjadi produksi yang
55
mungkin dilakukan oleh industri. Selanjutnya produksi yang mungkin dengan memperhatikan pengaruh ketersediaan bahan baku akan menjadi produksi aktual dari industri. Persamaan-persamaan yang terlibat pada subsistem produksi adalah sebagai berikut : Tingkat produksi aktual
aux
ProdAktual = PngrhBB*ProdMngk
ProdAktual = Produksi aktual industri (Ton/tahun) ProdMngk = Produksi yang mungkin (Ton/tahun) PngrhBB = Pengaruh bahan baku (tanpa satuan) Tingkat produksi yang mungkin
aux ProdMngk ProdPot PngrhTK
ProdMngk = ProdPot*PngrhTK = Produksi yang mungkin dilakukan oleh industri (Ton/tahun) = Produksi potensial industri (Ton/tahun) = Pengaruh dari tenaga kerja (tanpa satuan)
Tingkat produksi potensial
aux
ProdPot = KpstProd
ProdPot KpstProd
= Produksi potensial industri (Ton/tahun) = Kapasitas produksi (Ton/tahun)
Indikasi utilitasasi kapasitas
aux const const
IndkUtil = MIN(KorProdHrp/KpstTpsng,UtilMax) UtilMax = 0.9 KorProdHrp =MAX(ProdHrp,0)
IndkUtil UtilMax KorProdhrp
= Indikasi utilisasi (tanpa satuan) = Utilitas maksimum dari kapasitas = Koreksi produksi harapan (Ton/tahun)
Tingkat produksi harapan
aux
Prodhrp = PTDI (Ton/tahun)
PTDI
= Permintaan tapioka domestik terhadap industri tapioka Lampung (Ton/tahun)
56
Pada produksi potensial yang muncul, akan dibandingkan dengan kapasitas terpasang dari industri. Jika terdapat perbedaan antara kapasitas terpasang dengan kapasitas produksi, maka akan terbentuk gap kapasitas. Gap kapasitas bersama ekspetasi keusangan kapasitas akan
memunculkan kebutuhan akan kapasitas.
persamaan-persamaan matematis yang terlibat adalah sebagai berikut : Kebutuhan akan kapasitas
aux aux
KbthKpst = TkUsngKpst+KorGKpst KorGKpst = MAX(GapKpst,0)
KbthKpst = Kebutuhan kapasitas (Ton/tahun) KorGKpst = Koreksi gap kapasitas (Ton/tahun) TkUsngKpst = Tingkat keusangan kapasitas (Ton/tahun) Gap kapasitas aux
GapKpst = KpstProd-KpstTpsng
GapKpst KpstProd KpstTpsng
= Gap kapasitas (ton/tahun) = Kapasitas produksi (Ton/tahun) = Kapasitas terpasang (Ton)
3.
Diagram Stock & Flow Kapital
Salah satu karakteristik yang penting dalam sub sistem kapital adalah utilisasi dari kapasitas terpasang. Utilisasi dari kapasitas terpasang adalah rasio antara produksi aktual dengan kapasitas terpasangnya. Kapasitas terpasang adalah level dari tingkat penambahan kapasitas dan tingkat keusangan kapasitas. Tingkat penambahan kapasitas
berasal dari penambahan kapital
hasil dari realisasi
kapital. Sedangkan tingkat keusangan kapasitas adalah pengaruh dari depresiasi kapital perkapasitas terhadap kapasitas terpasang. Depresiasi kapasitas sendiri adalah laju depresiasi kapital terhadap umur kapital. Adapun persamaanpersamaan, parameter dan kondisi inisial yang terlibat dalam subsistem kapital adalah sebagai berikut : Kapasitas produksi
aux
KpstsProd = KpstTpsng*IndkUtil
KpstsProd
= Kapasitas produksi (Ton/tahun)
57
KpstTpsng IndkUtil
= Kapasitas terpasang (Ton) = Indikasi utilisasi (tanpa satuan)
Kapasitas terpasang
Level
KpstTpsng = +dt*PngktKpst -dt*TkUsngKpst
KpstTpsng PngktKpst PngktKpst KapPerKpst const
= Kapasitas terpasang (Ton) = Peningkatan kapasitas (Ton/tahun) = Peningkatan kapital (Rp/tahun) = Rasio kapital per kapasitas (Rp/ton) = KapPerKpst = 79.84535295 (Rp/ton)
Utilisasi kapasitas
aux
Utilisasi = ProdAktual/KpstTpsng
Utilisasi ProdAktual KpstTpsng
= Utilisasi kapasitas (tanpa satuan) = Produksi aktual (Ton/tahun) = Kapasitas terpasang (Ton)
Tingkat Keusangan kapasitas
rate
TkUsngKpst = KpstTpsng*DepKpst
KpstTpsng = Kapasitas terpasang (Ton) TkUsngKpst = Tingkat keusangan kapasitas (Ton/tahun) DepKpst = Depresiasi kapasitas (ton/tahun) Tingkat penambahan kapasitas
rate
PngktKpst = PngktKap/KapPerKpst
PngktKpst PngktKap KapPerKpst
= Peningkatan kapasitas (Ton/tahun) = Peningkatan kapital (Rp/tahun) = Rasio kapital per kapasitas (Rp/ton)
Depresiasi kapasitas
aux
DepKpst = PngrhDepKapKpst/KpstTpsng
DepKpst PDKK KpstTpsng
= Depresiasi kapasitas (Ton/tahun) = Pengaruh depresiasi kapital tehadap kapasitas (ton/tahun) = Kapasitas terpasang (Ton)
Kapital industri tepung tapioka
Level
Kapital = -dt*Depresiasi+dt*PngktKap
58
init
Kapital = 82210532
Kapital Depresiasi PngktKap
= Investasi pada industri tepung tapioka (Rupiah) = Kapital/UmurKap (Rp/tahun) = Peningkatan investasi (Rp/tahun)
Peningkatan kapital
aux
PngktKap = RealKap
PngktKap RealKap
= Peningkatan kapital (Rp/tahun) = Realisasi kapital (Rp/tahun)
Depresiasi kapital
aux const Kapital UmurKap
Depresiasi = Kapital/UmurKap UmurKap = 20 = Investasi pada industri tepung tapioka (Rupiah) = Umur kapital (tahun)
Pengaruh depresiasi kapital kapasitas
aux
PngrhDepKapKpst = Depresiasi/KapPerKpst
Depresiasi KapPerKpst
= Depresiasi kapital (Rp/tahun) = Rasio kapital per kapasitas (Rp/ton)
Untuk realisasi kapital adalah fungsi delay dari kebutuhan kapital. Hal ini didasari bahwa untuk merealisasikan kapital memerlukan waktu antara lain untuk pemesanan kapital dan konstruksi kapital. Kebutuhan kapital sendiri merupakan respon dari gap kapasitas dan tingkat keusangan kapital. Persamaan yang terlibat adalah sebagai berikut : Realisasi kapital
aux const
RealKap = DELAYMTR(KbthKap,WktReal,1) WktReal = 1
KbthKpst RealKap WktReal
= Kebutuhan kapasitas (Ton/tahun) = Realisasi kapital (Rp/tahun) = Waktu realisasi kapital (tahun)
59
4.
Diagram Stock & Flow Tenaga Kerja
Kebutuhan akan tenaga kerja akan timbul dari kapasitas produksi industri. Tenaga kerja tersedia selanjutnya
berpengaruh terhadap produksi potensial industri.
Pengaruh tenaga kerja ditunjukkan oleh rasio output potensial dari tenaga kerja yang terbentuk dibandingkan dengan produksi potensial industri. Persamaanpersamaan yang terlibat pada subsistem tenaga kerja adalah sebagai berikut : Pengaruh tenaga kerja
aux
PngrhTK = MIN(OutptPotTK/ProdPot,1)
PngrhTK OutpotTK
= Pengaruh tenaga kerja (tanpa satuan) = Output potensial yang bisa diberikan oleh tenaga kerja (Ton/tahun)
Ouput potensial tenaga kerja
aux
OutptPotTK = (Kapabilitas/TKPerOutT)
Kapabilitas TKPerOutT
= Kapabilitas tenaga kerja (orang) = Rasio tenaga kerja per satu unit output kapasitas (Orang/ton)
Rasio tenaga kerja persatu unit output adalah rata-rata kebutuhan tenaga kerja persatu unit output tepung tapioka. Kebutuhan tenaga kerja per satu unit output diperoleh dengan membagi jumlah tenaga kerja dengan output tepung tapioka yang dihasilkan oleh industri setiap tahunnya. Rata-rata rasio tenaga kerja per unit output
const
TKPerOutT = 0.032
Kapabilitas tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja aktual yang ada diindustri dengan membedakan produktivitas antara tenaga kerja terampil dan tidak terampil. Penentuan kapabilitas tenaga kerja adalah sebagai berikut : Kapabilitas tenaga kerja industri
aux const const
Kapabilitas = (TKNtr*ProdTKNtr)+(TKtr*ProdTKtr) ProdTKtr = 1 ProdTKNtr = 0.5
60
ProdTKtr ProdTKtr TKNtr TKtr
= = = =
Produktivitas tenaga kerja terampil (tanpa satuan) Produktivitas tenaga kerja belum terampil (tanpa satuan) Tenaga kerja belum terampil (orang) Tenaga kerja terampil (orang)
Pada model ini tenaga kerja terampil diperoleh dari proses asimilasi yang menggambarkan proses pelatihan tenaga kerja belum terampil dikurangi dengan tenaga kerja terampil yang diberhentikan dan tenaga terampil yang pensiun. Asumsi yang diterapkan pada subsistem tenaga kerja adalah, bahwa industri tidak melakukan rekrutimen pada tenaga kerja terampil, sehingga tenaga kerja yang baru masuk harus melalui proses asimilasi untuk mencapai produktivitas maksimum. Asumsi yang lain adalah tidak adanya tenaga kerja yang keluar pada saat asimilasi. Sedangkan inisialisasi jumlah tenaga kerja terampil adalah sama dengan kebutuhan tenaga kerja yang diperoleh dengan mengalikan kapasitas produksi dengan rasio tenaga kerja per satu unit output. Tenaga kerja terampil
Level init
TKtr = -dt*TkPens - dt*TkPbtTKtr + dt*TkAsm TKtr = KebTK
TKtr TkAsm TkPbtTKtr TkPens Init KebTK
= Tenaga kerja terampil (Orang/tahun) = Tenaga kerja dalam proses asimilasi (Orang/tahun) = Tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil (Orang/tahun) = Tingkat pensiun (Orang/tahun) = Inisialisasi tenaga kerja terampil (orang) = Kebutuhan tenaga kerja (orang)
Tenaga Kerja dalam Proses Pelatihan
rate const
TkAsm = TKNtr/WktAsm WktAsm = 0.16
TkAsm WktAsm
= Tenaga kerja dalam proses asimilasi (Orang/tahun) = Waktu Asimilasi (tahun)
Tenaga Kerja Pensiun rate TkPens = TKtr/Rata2Wkrj const R2Wkrj = 15
TkPens TKtr R2Wkrj
= Tingkat pensiun (Orang/tahun) = Tenaga kerja terampil (Orang) = Rata-rata waktu bekerja (tahun)
61
Kebutuhan Tenaga Kerja
aux
KebTK = ProdPot*TKPerOtpt
KebTK ProdPot TKPerOutT
= Kebutuhan tenaga kerja (Orang/tahun) = Produksi potensial industri (Ton/tahun) = Rasio tenaga kerja per satu unit output kapasitas (Orang/ton)
Pemberhentian tenaga kerja diambil saat industri mengalami kelebihan tenaga kerja yang dilihat jika variabel kebutuhan perekrutan tenaga kerja menunjukkan tanda negatif. Dalam memberhentikan tenaga kerja, industri akan mendahulukan memberhentikan tenaga kerja belum terampil. Pada model ini diasumsikan jika kehendak industri memberhentikan tenaga kerja adalah 1. Arti dari angka satu adalah jika terjadi kelebihan tenaga kerja, industri akan langsung memberhentikan tenaga kerja tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain. Tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil
aux
TkPTKtr = MIN(TkMTKtr,(TkPbtTot-TkPTKNtr))
TkPTKtr TkMTKtr
= Tingkat pemberhentiann tenaga kerja terampil(Orang/tahun) = Tingkat pemberhentian maksimum tenaga kerja terampil (Orang/tahun) = Tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil (Org/thn) = Tingkat pemberhentian tenaga kerja total (Orang/tahun)
TkPTKNtr TkPbtTot
Tingkat pemberhentian maksimum tenaga kerja terampil
aux const
TkMTKtr = TKNtr/WPmbrht WPmbrht = 1
TkMTKNtr WPmbrht TKNtr
= Tingkat pemberhentian tenaga kerja tidak terampil (Orang/tahun) = Waktu pemberhentian (Tahun) = Tenaga kerja belum terampil (orang)
Tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil
aux
TkPTKNtr = MIN(TkPMTKNtr,TkPbtTot)
TkPTKNtr
=Tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil (Orang/tahun) = Tingkat pemberhentian maksimum tenaga kerja belum terampil (Orang/tahun) = Tingkat pemberhentian tenaga kerja total (Orang/tahun)
TkMTKNtr TkPbtTot
62
Tingkat pemberhentian maksimum tenaga kerja belum terampil
aux
TkPMTKNtr = TKNtr/WktPmbrht
TkPMTKNtr = Tingkat pemberhentian tenaga kerja tidak terampil maksimum (Orang/tahun) TKNtr = Tenaga kerja belum terampil (orang) WPmbrht = Waktu pemberhentian (Tahun) Tingkat pemberhentian tenaga kerja total
aux
TkPbtTot = MAX(0,-KebRekTK)*KbjkPmbrht
TkPbtTot = Tingkat pemberhentian total (Orang/tahun) KebRekTK = Kebutuhan perekrutan tenaga kerja (Orang/tahun) KbjkPmbrht = Kebijakan pemberhentian (tanpa satuan) Adanya perekrutan tenaga kerja dilakukan karena terjadi gap tenaga kerja dan tingkat pensiun tenaga kerja. Penyesuaian gap tenaga kerja dilakukan saat terdapat perbedaan antara jumlah tenaga kerja total dengan kebutuhan tenaga kerja. Persamaan-persamaan matematis yang terlibat adalah sebagai berikut : Kebutuhan perekrutan tenaga kerja
aux
KebRekTK = PngrTK+PnyTK
KebRekTK PngrhTK PnyTK
= Kebutuhan perekrutmen tenaga kerja (Orang/tahun) = Pengurangan tenaga kerja (Orang/tahun) = Penyesuaian gap tenaga kerja (Orang/tahun)
Penyesuaian gap tenaga kerja
aux const
PnyTK = (KebTK-TotalTK)/WPny WPny = 1
PnyTK KebTK TotalTK WPny
= = = =
Penyesuaian gap tenaga kerja (Orang/tahun) Kebutuhan tenaga kerja (Orang/tahun) Jumlah total tenaga kerja (Orang/tahun) Waktu penyesuaian gap tenaga kerja (tahun)
Pengurangan tenaga kerja
aux
PngrTK = TkPens
PngrhTK TkPens
= Pengurangan tenaga kerja (Orang/tahun) = Tingkat pensiun (Orang/tahun)
63
Jumlah Tenaga Kerja Total
aux
TotalTK = TKNtr+TKtr
Total TK TKtr TKNtr
= JumlahTenaga kerja total di Industri (Orang/tahun) = Tenaga kerja terampil (Orang) = Jumlah tenaga kerja belum terampil (Orang)
Keberadaan tenaga kerja belum terampil ditentukan oleh tingkat perekrutan tenaga kerja dikurangi dengan tingkat asimilasi dan pemberhentian tenaga kerja belum terampil. Pada model diasumsikan untuk tahun 2001 semua tenaga kerja pada industri tepung tapioka adalah tenaga kerja terampil, sehingga inisialisasi level tenaga kerja belum terampil adalah nol. Jumlah tenaga kerja belum terampil
Level
TKNtr = -dt*TkPbtTKNtr + dt*TkRekr - dt*TkAsm
TKNtr TkRekr TkAsm TkPbtTKNtr
= = = =
Jumlah tenaga kerja belum terampil (Orang) Tingkat rekrutmen tenaga kerja (Orang/tahun) Tenaga kerja dalam proses asimilasi (Orang/tahun) Tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil (Orang/tahun)
Proses perekrutan tenaga kerja pada industri terjadi jika ada kesempatan kerja di industri. Industri melakukan perekrutan tenaga kerja belum terampil dari angkatan kerja Propinsi Lampung. Kesempatan kerja timbul karena adanya kebutuhan untuk menambah tenaga kerja dan penyesuaian gap tenaga kerja. Kesempatan kerja akan berkurang oleh proses perekrutan tenaga kerja. Kesempatan kerja yang ada juga dapat dibatalkan jika kebutuhan tenaga kerja menunjukkan nilai negatif yang berarti telah terjadi kelebihan tenaga kerja di industri. Perekrutan tenaga kerja
aux aux const
TkRekr = MIN(KsptKrj,TKPRopLmpg)/WrekTK WrekTK = 1
TkRekr KsptKrj TkPropLmpg WrekTK
= Tingkat rekrutmen tenaga kerja (Orang/tahun) = Kesempatan bekerja (Orang) = Tenaga kerja Propinsi Lampung (Orang/tahun) = Waktu perekrutan (tahun)
64
Kesempatan Kerja
Level init
KsptKrj = -dt*TkTtpKsptKrj+dt*TkBkKsptKrj-dt*TkPbtlKsptKrj KsptKrj = KsptKrjHrp
KsptKrj = TkBkKKrj = TkTtpKsptKrj = TkPbtlKsptKrj = KsptKrjHrp =
Kesempatan bekerja (Orang) Tingkat pembukaan kesempatan bekerja (Orang/tahun) Tingkat penutupan kesempatan bekerja (Orang/tahun) Tingkat pembatalan kesempatan bekerja (Orang/tahun) Kesempatan bekerja harapan (Orang/tahun)
Kesempatan kerja harapan
aux
KsptKrjHrp = KebRekTK*WrekTK
KsptKrjHrp TkRekr WrekTK
= Kesempatan bekerja harapan (Orang/tahun) = Tingkat perekrutan tenaga kerja (Orang/tahun) = Waktu rekrutmen tenaga kerja (tahun)
Tingkat pembukaan kesempatan bekerja
aux
TkBkKsptKrj = KorPmbKKrj
TkBkKsptKrj = Tingkat peningkatan pembukaan kesempatan kerja (Orang/tahun) KorPmbKKrj = Koreksi pembukaan kesempatan bekerja (Orang/tahun) aux
KorPmbKKrj = MAX(0,PmbkKsptKrj)
KorPmbKKrj = Koreksi pembukaan kesempatan bekerja (Orang/tahun) PmbkKsptKrj = Kebutuhan pembukaan kesempatan bekerja (Orang/tahun) Kebutuhan pembukaan kesempatan kerja
aux
PmbkKsptKrj = (PnyGapKKrj+KebRekTK)
PmbkKsptKrj = Kebutuhan pembukaan kesempatan kerja (Orang/tahun) PnyGapKKrj = Penyesuaian gap kesempatan bekerja (Orang/tahun) KebRekTK = Kebutuhan perekrutmen tenaga kerja (Orang/tahun) Penyesuaian gap kesempatan bekerja
aux const
PnyGapKKrj = (KsptKrjHrp-KsptKrj)/WpnyKKrj WpnyKKrj = 1
PnyGapKKrj = Penyesuaian gap kesempatan bekerja (Orang/tahun) KsptKrjHrp = Kesempatan kerja harapan (Orang/tahun) KsptKrj = Kesempatan kerja (Orang)
65
Tingkat penutupan kesempatan Kerja
aux
TkTtpKsptKrj = TkRekr
TkTtpKsptKrj = Tingkat penutupan kesempatan bekerja (Orang/tahun) TkRekr = Tingkat rekrutmen tenaga kerja (Orang/tahun) Tingkat pembatalan kesempatan kerja
aux
TkPbtlKsptKrj = MIN(PbtlKKrj,PbtlM)
TkPbtlKsptKrj = Tingkat pembatalan kesempatan kerja (Orang/tahun) PbtlM = Kebutuhan pembatalan maksimum kesempatan kerja (Orang/tahun) Kebutuhan pembatalan maksimum kesempatan kerja
aux const
PmbtMak = KsptKrj/WktPmbtl WktPmbtl = 1
PbtlM
= Kebutuhan Pembatalan maksimum kesempatan kerja (Orang/tahun) = Kesempatan kerja (Orang) = Waktu pembatalan (Tahun)
KsptKrj WktPmbtl
Kebutuhan pembatalan kesempatan kerja
aux
PbtlKKrj = MAX(0,-PmbkKsptKrj)
PbtlKKrj = Kebutuhan pembatalan kesempatan kerja (Orang/tahun) PmbkKsptKrj = Kebutuhan pembukaan kesempatan kerja (Orang/tahun) Angkatan Kerja Propinsi Lampung
Level init
AngkKrj = +dt*PngktAK AngkKrj = 3559087
Angkatan kerja = Angkatan kerja Propinsi Lampung (Orang) Init AngkKrj = Angkatan kerja inisiasi (Orang) PngktAK = Peningkatan jumlah angkatan kerja (Orang/tahun) Peningkatan jumlah angkatan kerja
aux
PngktAK = AngkKrj*AnkPrbhAK
PngktAK AnkPrbAK
= Peningkatan jumlah angkatan kerja (Orang/tahun) = Angka pertumbuhan angkatan kerja (tanpa satuan)
66
AnkPrbhAK GRAPH(TIME, 2002, 1 , [0.2258,0.1143,0.0728,0.0679,0.1980,0.0442,0.0748,0.0818,0.0798,0.06 90,0.0504,0.0653,0.0571,0.0518]) Tenaga kerja Propinsi Lampung
aux
TKPRopLmpg = AngkKrj*TPK
Angkatan kerja = Angkatan kerja Propinsi Lampung TKPropLmpg = Tenaga kerja Propinsi Lampung (Orang/tahun) TPK = Tingkat partisipasi kerja (tanpa satuan) 5.
Diagram Stock & Flow Ketersediaan Ubikayu
Ketersediaan bahan bahan berupa ubikayu akan menentukan produksi yang mungkin dilakukan oleh industri tepung tapioka. Pada model ini pengaruh bahan baku berasal dari rasio output potensial yang bisa dihasilkan oleh ketersediaan bahan baku dengan produksi yang mungkin dilakukan. Dalam model ini ketersediaan bahan baku industri tepung tapioka
dipengaruhi oleh produksi
ubikayu Lampung dan proporsi ubikayu untuk industri tapioka. Produksi ubikayu dimodelkan hanya dipengaruhi oleh luas lahan dan produktivitas tanaman ubikayu. Persamaan –persamaan yang terlibat dalam subsistem ketersediaan ubikayu adalah sebagai berikut : Pengaruh bahan baku
aux
PngrhBB = MIN(OutptPotBB/ProdMngk,1)
PngrhBB = Pengaruh bahan baku (tanpa satuan) OutputPotBB = Output potensial dari ketersediaan bahan baku (Ton/tahun) ProdMngk = Produksi yang mungkin dilakukan (Ton/tahun) Output potensial yang dapat dihasilkan dari ketersediaan bahan baku
aux
OutptPotBB = PenggBB/RBBOutp
OutptPotBB
= Output potensial yang dapat dihasilkan dari ketersediaan bahan baku (Ton/tahun) = Penggunaan bahan baku (Ton/tahun) = Rasio guna bahan baku (tanpa satuan)
PenggBB RBBOutp
67
Penggunaan Bahan Baku
aux
PenggBB = MIN(KebBB,UKuT)
PenggBB KebBB UkuT
= Penggunaan bahan baku (Ton/tahun) = Kebutuhan bahan baku (Ton/tahun) = Ubikayu untuk industri tepung tapioka (Ton/tahun)
Ubikayu untuk industri tepung tapioka
aux const
UKuT = ProdUk*PropUKuT PropUKuT = 0.7
UkuT = Ubikayu untuk industri tepung tapioka (Ton/tahun) PropUKuT = Proporsi ubikayu yang digunakan untuk tapioka (tanpa satuan) Kebutuhan Bahan Baku
aux const
KebBB = (ProdMngk/RBBOutp) RBBOutp = 0.2
ProdMngk RBBOutp
= Produksi yang mungkin dilakukan (Ton/tahun) = Rasio guna bahan baku (tanpa satuan)
Produksi ubikayu
Level init
ProdUk = +dt*TkProdUk ProdUk = 35840816
ProdUk = Produksi ubikayu (Ton) TkProdUk = Tingkat produksi ubikayu Propinsi Lampung (Ton/tahun) InitProdUk = Produksi ubikayu inisial (Ton) Tingkat produksi ubikayu
aux
TkProdUk = LLahan*Prodktv
TkProdUk Llahan Prodktv
= Peningkatan Produksi ubi kayu (Ton/tahun) = Luas lahan tanam ubikayu (Ha/tahun) = Produktivitas lahan tanam ubikayu (Ton/tahun)
LLahan = GRAPH(TIME, 2002, 1, [295156,298989,266586,252984,283430,253021,247932,240604,239879,233065, 219797,217905,211260,204495])
68
Prodktv = GRAPH(TIME, 2002, 1, [11.726,16.672,17.529,18.900,19.403,22.209,23.938,24.862,26.598,28.311,30.08 4,31.424,33.017,34.752]) 6.
Diagram Stock & Flow Pengolahan Limbah Cair
Pada model industri tepung tapioka, kemampuan IPAL industri dalam menurunkan beban pencemar dimodelkan dalam bentuk efektivitas penguraian bahan organik dari limbah cair.
Sistem pengolahan limbah cair tapioka
diasumsikan stabil tidak dipengaruhi oleh kondisi cuaca sepanjang tahun. Adapun persamaan-persamaan yang terlibat dalam subsistem pengolahan limbah cair adalah sebagai berikut : Volume limbah cair industri
aux const
VLC = ProdAktual*RAirUk RTAir = 25
VLC ProdAktual RTAir
= Volume limbah cair industri ( M3/tahun) = Produksi aktual (Ton/tahun) = Rasio penggunaan air per ton tapioka (M3/ton)
Beban pencemar
aux const
BBnCODI = VLC*KCODI KCOD = 2.2
BBnCODI VLC KCODI
= Beban COD sebelum diolah (Kg/tahun) = Volume limbah cair industri ( M3/tahun) = Konsentrasi bahan-bahan organik dalam setiap Meter Kubik limbah cair sebelum diolah (Kg/M3)
Pengolahan tahap 1
aux const
PnglLCTI = BbnCODI*FPUAn FPUAn = 0.28
PngLCTI BBnCODI FPUAn
= Proses penurunan kandungan organik tahap 1(Kg/tahun) = Beban COD sebelum diolah (Kg/tahun) = Efisiensi penguraian kolam oksidasi 1(tanpa satuan)
69
Pengolahan tahap 2
aux const
PUA = PnglLCTI*FPUA FPUA = 0.23
PUA PngLCTI FPUA
= Proses penurunan kandungan organik tahap 2 (Kg/tahun) = Proses penurunan kandungan organik tahap 1(Kg/tahun) = Efisiensi penguraian kolam oksidasi 2 (tanpa satuan)
Beban pencemar setelah diolah
aux
Bpencemar = PUA
Bpencemar
= Beban pencemar setelah diolah dan siap dibuang ke sungai (Kg/tahun) = Proses penurunan kandungan organik tahap 2 (Kg/tahun)
PUA
Potensi gas metana terlepas ke udara
aux
CH4Lps = CODRe1*FCH4
CH4Lps CODRe1 FCH4
= gas metana terlepas keudara (M3/tahun) = COD terurai pada kolam oksidasi 1 (Kg/tahun) = Fraksi gas metana dari COD terurai (M3/Kg)
Selain IPAL berbentuk kolam terbuka, terdapat IPAL berbentuk reaktor tertutup. Penggunaan IPAL berbentuk reaktor tutup
akan menghasilkan biogas yang
didalamnya terdapat gas metana. Gas metan dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk mengurangi rasioguna energi konvensional. Dengan hal tersebut akan terjadi pengurangan biaya energi untuk industri. Adapun persamaanpersamaan matematis yang terlibat untuk IPAL alternatif adalah sebagai berikut : Pengolahan dengan reaktor tertutup
aux const
PnglLCA = BbnCODI*FPUAnAl FPUAn = 0.05
PnglLCA BBnCODI FPUAnAl
= Proses penguraian dalam reaktor tertutup (Kg/tahun) = Beban COD sebelum diolah (Kg/tahun) = Efisiensi penguraian (tanpa satuan)
Pembentukan Biogas
aux const
Biogas = CODRemove*FBG FBG = 0.6
70
Biogas
= Biogas terbentuk dari proses penguraian bahan-bahan organik dalam limbah cair (M3/Tahun) CODRemove = COD yang terurai dari proses produksi limbah cair cair (Kg/tahun) FBG = Rasio biogas per kg COD yang terurai (M3/kg) COD terurai
aux
CODRemove2 = IF(TIME>2008,((BbnCODI-PnglLCA)*0),0)
CODRemove2 = jumlah COD terurai (Kg/tahun) PnglLCA = Proses penguraian dalam reaktor tertutup (Kg/tahun) BBnCODI = Beban COD sebelum diolah (Kg/tahun) Pembentukan gas metana
a aux const
Metan = Biogas*FMBg FMBg = 0.83
Metan Biogas
= Gas metana terbentuk (M3/tahun) = Biogas terbentuk dari proses penguraian bahan-bahan organik dalam limbah cair (M3/Tahun) = Fraksi gas metana dalam biogas
FMBg
Konversi metan terhadap energi konvensional
Pada konversi ini biogas dikonversikan dengan nilai solar aux const
KonMS = Metan/FKonMS FKonMS = 2.7
KonMS Metan FkonMS
= Konversi gas metana ke bahan bakar solar (Liter/tahun) = Gas metana terbentuk (M3/tahun) = fraksi konversi gas metan terhadap solar (M3/liter)
Persentase subsitusi bahan bakar
aux
PSEAl = KonMS/KebSolar
KonMS PSEAl KebSolar
= Konversi gas metana ke bahan bakar solar (Liter/tahun) = Persentase subsitusi (tanpa satuan) = Kebutuhan solar produksi (Liter/tahun)
Kebutuhan solar industri
aux const
KebSolar = ProdAkt*(RBBkOutp*1000) RBBkrOutT = 0.05
71
ProdAkt KebSolar RBBkrOutT
= Produksi aktual (Ton/tahun) = Kebutuhan solar untuk industri (Liter/tahun) = Rasio bahan bakar per output (Liter/kg)
Rasio bahan bakar alternatif terhadap bahan bakar konvensional
Level init
RasBBAlt = +dt*LjRBBA RasBBAlt = 0
RasBBAlt LjRBB
= Rasioguna gas metana terhadap solar (tanpa satuan) = Perubahan rasio guna
Perubahan rasio guna bahan bakar alternatif
aux
LjRBBA = MAX(RGEAl-RasBBAlt,0)
PSEAl RasBBAlt
= Persentase subsitusi (tanpa satuan) = Rasio bahan bakar alternatif terhadap bahan bakar konvensional (tanpa satuan)
7.
Diagram Stock & Flow Harga
Diagram stock & flow untuk subsistem harga beserta persamaan-persamaan yang membentuk harga diuraikan sebagai berikut : Biaya produksi
aux
BP = BV*(1+BL+PPN)
BP BV BL PPN
= = = =
Biaya produksi (Rp/Kg) Biaya variabel (Rp/Kg) Proporsi biaya lain-lain (tanpa satuan) Pajak Pertambahan Nilai (tanpa satuan)
Biaya variabel
aux
BV = BiaBBkr+BiaBB+BiaTK
BV BiaBbkr BiaBB BiaTK
= Biaya variabel (Rp/Kg) = Biaya bahan bakar (Rp/Liter) = Biaya bahan baku (Rp/Kg) = Biaya tenaga kerja (Rp/Kg)
Biaya Bahan Bakar
aux
Bbkr = HRgBBk*(RBBkOutp(1-RasBBAlt))
72
Bbkr HRgBbkr RBbkrOutT RasBBAlt
= Biaya bahan bakar (Rp/kg) = Harga bahan bakar konvensional (Rp) = Rasioguna bahan bakar terhadap output (Liter/kg) = Rasioguna bahan bakar alternatif terhadap output (Liter/kg)
Harga bahan bakar konvensional
Level init
HRgBbkr = +dt*PrbhHrgBbkr HRgBbkr = 984
HRgBbkr = Harga bahan bakar konvensional (Rp) InitHRgBBk = Harga bahan bakar inisial (Rp) PrbhHrgBbkr = Perubahan harga bahan bakar (Rp/Liter) Perubahan harga bahan bakar
aux
PrbhHrgBBk = HRgBBk*AgkPrbhHrgBBk
HRgBBk APBbkr
= Harga bahan bakar konvensional (Rp) = Angka perubahan harga bahan bakar solar (tahun)
APBbkr GRAPH(TIME, 2002, 1,T_PrbhHrgBBk) T_PrbhHrgBBk [0.200000,0.367283951,0.074285714,0.502723183,0.146868687,0.094788174,0. 165457061,0.137120594,0.121651316,0.075509981,0.096609461,0.090399869,0. 074098499,0.069195426] Biaya Bahan baku
aux const
BiaBB = HrgBB/RBBOutT RBBOutp = 0.2
BiaBB HrgBB RBBOutT
= Biaya bahan baku ( Rp/kg) = Biaya pembelian ubikayu (Rp/kg) = Rasioguna bahan baku terhadap output (tanpa satuan)
Harga Ubi Kayu
aux
HrgBB = RefHrgUkP*(1+BBrok)
HrgBB = Biaya pembelian ubikayu (Rp/kg) RefHrgUkP = Referensi harga ubikayu petani (Rp/kg) BPngmp = Persentase biaya untuk pengumpul (tanpa satuan) RefHrgUkP RefHrgUkP = GRAPH(TIME, 2001, 1, [153,164,173,97,230,236,400,342,396,457,525,559,607,639,705])
73
Biaya Tenaga Kerja
aux
BiaTK = HRgTK*(TKPerOtpt/1000)
BiaTK = Biaya untuk tenaga kerja (Rp/tahun) HRgTK = Harga tenaga kerja (Rp) TKPerOutT = Rasio tenaga kerja per satu unit output kapasitas (Orang/ton) Harga tenaga kerja
Level init
HRgTK = +dt*PrbhHrgTK HRgTK = 2880000
HRgTK = Harga tenaga kerja (Rp) Init HRgTK = Harga Tenaga kerja inisial (Rp) PrbhHRgTK = Perubahan harga tenaga kerja (Rp/tahun) Perubahan harga tenaga kerja
aux
PrbhHrgTK = HRgTK*AgkPrbhHrgTK
PrbhHrgTK = Perubahan harga tenaga kerja (Rp/tahun) APHrgTK = angka perubahan harga tenaga kerja (tahun) APHrgTK GRAPH(TIME, 2002, 1, [0.2258,0.1143,0.0728,0.0679,0.1980,0.0442,0.0748,0.0818,0.0798,0.0690,0.050 4,0.0653,0.0571,0.0518]) Harga jual minimum produk
aux HgJMin BP
HgJMin = BP = Harga jual minimum (Rp/Kg) = Biaya produksi (Rp/Kg)
Indikasi harga jual tepung tapioka
aux
IndkHrgD = MAX(HgJMin,HrgJTL)
IndkHrgD HrgJTL HgJMin
= Indikasi harga jual tepung tapioka (Rp/kg) = Harga jual tepung tapioka di pasar (Rp/kg) = Harga jual minimum (Rp/Kg)
Harga jual tepung tapioka di pasar
aux
HrgJTL = EkspHrgJ*PngrhBP
74
HrgJTL EkspHrgJ PngrhBP
= Harga jual tepung tapioka Lampung di pasar domestik (Rp/kg) = Ekspektasi harga jual produsen (Rp/kg) = Pengaruh biaya produksi (tanpa satuan)
Ekspektasi harga jual produsen
Level init
EkspHrgJ = +dt*PrbhHrgJ EkspHrgJ = HgJMin
EkspHrgJ Init PrbhHrgJ
= Ekspektasi harga jual produsen (Rp) = Inisialisasi ekspektasi harga jual produsen (Rp) = Perubahan Ekspektasi (Rp/th)
Perubahan Ekspektasi
aux
PrbhHrgJ = IndkHrgD-EkspHrgJ
PrbhHrgJ IndkHrgD EkspHrgJ
= Perubahan Ekspektasi (Rp/th) = Indikasi harga jual tepung tapioka (Rp/kg) = Ekspektasi harga jual produsen (Rp)
Ekspektasi biaya Produksi
aux EkspBP BP
EkspBP = DELAYINF(BP, 0.5 ,1) = Ekspektasi biaya produksi (Rp/kg) = Biaya produksi (Rp/Kg)
Pengaruh biaya produksi
aux PngrhBP EkspBP TblPngrh
PngrhBP = GRAPH(EkspBP/EkspHrgJ, 0.4, 0.1, TblPngrh) = Pengaruh biaya produksi (tanpa satuan) = Ekspektasi biaya produksi (Rp/kg) = Tabel pengaruh biaya produksi terhadap
TblPngrh [0.6778,0.7422,0.8067,0.8711,0.9356,1.0000,1.0644,1.1289,1.1933,1.2578,1.322 2,1.3867,1.4511,1.5156,1.5800,1.6445]
4.2 Pengujian Model
Pengujian model dilakukan dalam dua tahap, yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model. Penjelasan untuk setiap tahap diberikan sebagai berikut :
75
4.2.1
Validasi Struktur Model
Pada tahap validasi struktur model dilakukan dua jenis uji, yaitu uji kesesuaian struktur dan uji konsistensi dimensi. Penjelasan untuk setiap uji adalah sebagai berikut : A.
Uji Kesesuaian Struktur
Uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menjawab apakah struktur model yang terbentuk tidak berlawanan dengan pengetahuan mengenai struktur yang telah ada pada sistem nyata, dan apakah model telah memiliki struktur-struktur utama yang relevan dengan sistem nyatanya (Sushil, 1993). Uji kesesuaian dilakukan dengan membandingkan struktur yang terbentuk pada model sistem industri tepung tapioka dengan model dasar, A Generic Commodity Market Model dari Sterman (2000) dan A Dynamic Simulation Model of Tourism and Environment in Yucatan Peninsula dari Kandelaars. Perbandingan struktur model dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Perbandingan Struktur Model
Item struktur
Model dasar
A Generic Commodity Model
A Dynamic Simulation Model of Tourism and Environment in Yucatan Peninsula
Model Sistem Industri Tepung Tapioka
Subsistem permintaan Subsistem produksi Subsistem kapital Subsistem tenaga kerja Subsistem bahan baku Subsistem Pengolahan limbah Subsistem Harga
76
Dari tabel di atas terlihat bahwa struktur yang dimiliki oleh model sistem industri tepung tapioka juga terdapat pada beberapa model yang telah dikembangkan sebelumnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa struktur model tidak berlawanan dengan pengetahuan tentang struktur-struktur yang telah ada. B.
Uji Konsistensi Dimensi
Uji konsitensi dimensi dilakukan untuk menjawab pertanyaan ”apakah dimensi satuan dalam setiap variabel untuk setiap persamaan telah seimbang pada kedua sisi persamaan?” (Sushil,1993). Uji konsistensi dimensi dilakukan dengan memeriksa dimensi-dimensi seluruh persamaan yang terlibat dalam model untuk memastikan konsistensi dimensi. Dimensi dari variabel yang terlibat dalam model telah diperiksa dan didapatkan hasil bahwa dimensi seluruh variabel telah seimbang pada kedua sisi persamaam. Oleh karena itu model dapat dikatakan memenuhi syarat validasi konsistensi dimensi. Adapun contoh pemeriksaan terhadap salah satu dimensi dalam variabel adalah sebagai berikut :
Dimensi Kosistensi
KebTK = KpstProd * TKPerOutT (Orang/tahun) = (Ton/tahun) * (Orang/ton) Orang/tahun = Orang/tahun
KebTK = Kebutuhan tenaga kerja (Orang/tahun) KpstProd = Kapasitas produksi (Ton/tahun) TKPerOutT = Rasio tenaga kerja per satu unit output kapasitas (Orang/ton)
4.2.2
Validasi Perilaku Model
Pada tahap ini dilakukan lima jenis uji, yaitu uji reproduksi perilaku, uji kondisi ekstrem, uji kesalahan pemilihan step, uji kesalahan metode integrasi dan uji prediksi perilaku. Penjelasan untuk setiap tahap adalah sebagai berikut : A.
Uji Reproduksi Perilaku
Uji reproduksi perilaku dilakukan dengan cara membandingkan nilai output aktual dari variabel yang dijadikan indikator kinerja sistem dengan nilai output model. Alat statistik yang digunakan pada uji reproduksi perilaku adalah Theil Inequality
77
(U-Theil). Statistik ini digunakan untuk mengetahui apakah perbedaan output model terhadap data aktual dikarenakan kesalahan atau hanya karena efek random (Sterman,2000). Alat pengujian statistik yang digunakan adalah Mean Square Error (MSE), Bias (Um), Unequal variation (Us), Unequal covarian (Uc) serta r (Koefisien korelasi). Bias terjadi jika output model dan aktual memiliki rataan yang berbeda. Unequal variation mengindikasikan bahwa variansi antara output model dan aktual berbeda, Unequal covarian mengindikasikan jika output model dan aktual berkorelasi dengan sempurna namun berbeda pada setiap titik-titiknya. Hasil uji reproduksi perilaku untuk varibel yang dijadikan indikator kinerja sistem adalah sebagai berikut : a.
Tingkat Produksi
MSE Um Uc
= 1.093E+9 = 2.217E-3 = 0.943
Us r
= 0.055 = 0.873
Gambar 4.11 Reproduksi Indikator Produksi
78
b. Jumlah Tenaga Kerja
MSE Um Uc
= 1.146E+6 = 0.041 Us = 0.893 r
= 0.066 = 0.885
Gambar 4.12 Reproduksi Indikator Tenaga kerja c.
Jumlah Beban Pencemar
MSE Um Uc
= 1.018E+10 = 0.14 Us = 0.715 r
= 0.144 = 0.924
Gambar 4.13 Reproduksi Indikator Beban Pencemar
79
Berdasarkan hasil uji dari ketiga variabel performansi di atas, kesalahan terkonsentrasi pada Unequal covarian (Uc). Hal ini berarti bahwa secara statistik output dari model memiliki tren yang sama dengan data. Kesalahan (error) yang terjadi antara output model dengan data aktual bukan merupakan kesalahan sistematis. B.
Uji Kondisi Ekstrem
Uji kondisi ekstrem dilakukan untuk mengetahui Robutness model. Robutness berarti model harus berperilaku dengan kecenderungan realistik, tidak tergantung seberapa ekstrim input yang dimasukkan. Model diuji dengan mengeset nilai produktivitas menjadi nol, yang menggambarkan ketidaktersediaan tenaga kerja untuk mengoperasikan barang kapital. Hasil dari perubahan nilai produktivitas terhadap salah satu indikator yaitu perkembangan produksi dapat dilihat pada gambar 4.14. Robutness model ditunjukkan dengan nilai produksi yang sama dengan nol. Hal ini terjadi karena kegiatan produksi tidak dapat dilaksanakan akibat tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sistem produksi tidak tersedia
Gambar 4.14 Uji Perilaku pada Kondisi Ekstrem
80
C.
Uji Kesalahan Integrasi
Dalam uji ini akan dibandingkan penggunaan metode integrasi. Metode integrasi yang akan dibandingkan adalah metode Euler dan Runge-Kutta. Jika tidak terdapat perbedaan yang mencolok terhadap kedua metode, maka metode Euler yang digunakan pada model dapat diterima. Untuk itu dilakukan perbandingan simulasi antara simulasi dengan model dasar dengan berbagai metode integrasi yang ditunjukkan pada tabel 4.3. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 4.15. Tabel 4.3 Metode Integrasi Simulasi
Simulasi ke1 2 3 4
Metode Integrasi Euler Runge-Kutta orde 2 Runge-Kutta orde 3 Runge-Kutta orde 4
Gambar 4.15 Uji Kesalahan Integrasi Dari gambar di atas terlihat bahwa model tidak sensitif terhadap perubahan metode intergrasi. Dengan demikian pemakaian metode intergrasi Euler untuk model dapat diterima.
81
D.
Uji Kesalahan Pemilihan Time Step
Dalam uji ini akan dibandingkan penggunaan beberapa time step. Hal ini untuk menguji apakah pada rentang time step yang digunakan model tidak memperlihatkan perbedaan perilaku yang mencolok. Model disimulasikan pada time step 0.0625. Untuk itu dilakukan perbandingan simulasi antara simulasi dengan lima time step berbeda yang ditunjukkan pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Rentang Time Step
Simulasi ke1 2 3 4 5
Time step 0.25 0.125 0.0625 0.03215 0.015625
Gambar 4.16 Uji Pemilihan Time Step Dari gambar di atas terlihat bahwa model tidak sensitif terhadap rentang time step 0.25 – 0.015625. Oleh karena itu pemilihan time step pada nilai 0.0625 pada model dasar dapat diterima.
82
E. Uji Prediksi Perilaku
Uji prediksi perilaku dilakukan adalah even prediction test yang memprediksi dinamika alami dari suatu kejadian, yaitu lonjakan kenaikan
dan penurunan
permintaan pasar. Hasil simulasi harus menunjukkan perilaku yang logis. Pada bagian ini model akan diuji perilakunya jika terjadi kenaikan permintaan dan penurunan sebesar 50% pada tahun 2008. Kenaikan permintaan disebabkan adanya permintaan akan tepung tapioka untuk pembuatan etanol sebagai bagian dari konversi energi alternatif. Penurunan permintaan disebabkan peningkatan produksi tepung jagung sebagai akibat keberhasilan swasembada jagung. Tepung tapioka adalah produk subsitusi bagi tepung jagung pada beberapa jenis industri makanan. Hasil dari uji prdiksi dapat dilihat pada gambar 4.17 dan 4.18.
-1- Model dasar -2- Skenario peningkatan permintaan Gambar 4.17 Uji Perilaku Menanggapi Peningkatan Permintaan Peningkatan permintaan pasar secara tiba-tiba akan ditanggapi dengan peningkatan produksi secara bertahap. Terlihat bahwa peningkatan permintaan baru bisa dipenuhi pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena untuk meningkatkan produksi dilakukan dibutuhkan peningkatan kapasitas dan tenaga kerja untuk mengoperasikannya. Dalam dalam proses perekrutan tenaga kerja untuk
83
mendapatkan tenaga kerja terampil ada proses asimilasi tenaga kerja yang menyebabkan penyediaan tenaga kerja terampil tidak langsung bisa disediakan. Sedangkan dalam usaha meningkakan kapasitas akan terpengaruhi oleh delay dari realisasi kapital sebagai usaha untuk menaikkan kapasitas terpasang.
Gambar 4.18 Uji Perilaku Menanggapi Penurunan Permintaan Penurunan permintaan secara tiba-tiba akan ditanggapi oleh industri dengan menurunkan produksinya. Hal ini disebabkan siklus manufaktur dari industri tepung tapioka adalah harian. Pada tahun 2009 akan terjadi kenaikan produksi sesuai kembali untuk merespon
permintaan. Industri tepung tapioka adalah
industri umumnya tidak mempunyai inventori produk. Hal ini terkait dengan sifat produk yang mudah rusak sehingga harus cepat dijual ke pasar.
84