Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
BAB
3.1
BAB III PENGEMBANGAN MODEL EKONOMETRIKA
Dasar Pemikiran
Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangaan penuh kepada pemerintah daerah untuk
menentukan
kebijakan
dan
program
pembangunan
yang
terbaik
bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Hal ini berarti pula bahwa kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus mampu
memberikan
stimulus
terhadap
perekonomian
daerah.
Berkembangnya
perekonomian daerah, akan berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan PAD dan lain sebagainya yang pada akhirnya akan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat dan kemandirian daerah, serta penurunan terhadap ketergantungan
pada
pemerintah
pusat.
Makmun
(2004)
menegaskan
bahwa
pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Konsekuensinya, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan sharing dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulkan efek multiplier yang besar. Di satu sisi, pemerintah pusat juga menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal yang bertujuan untuk; (1) memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah; (2) menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif dan bertangggung jawab; dan (3) mengurangi kesenjangan pembangunan antardaerah. Dengan desentralisasi fiskal diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan meningkat dan lebih merata. Dalam persektif pembiayaan pembangunan, desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi alokasi anggaran daerah. Peningkatan efisiensi alokasi anggaran tersebut seyogyanya akan mampu menjadi trigger pertumbuhan ekonomi di daerah seperti meningkatnya konsumsi, kebutuhan akan jasa perencanaan dan pembangunan, penyerapan buruh dan tenaga kerja, serta memicu kreativitas dan ide baru bagi para pelaku pembangunan di daerah. Selain itu, desentralisasi fiskal akan Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
39
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor memberikan dampak yang signifikan, khususnya menyangkut pemerataan PDB per kapita di Indonesia.
Pemerataan pendapatan ini akan berarti pula meningkatnya
kesempatan dan lapangan kerja daerah. Disisi lain, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, beban keuangan negara yang tercermin dalam APBN semakin berat.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan
upaya untuk mengatur alokasi pengeluaran pembangunan dimana pengeluaran pembangunan lebih diprioritaskan kepada sektor yang memberikan manfaat secara langsung bagi masyarakat.
Hal ini berarti bahwa dalam menentukan pengeluaran
pembangunan, baik pemerintah pusat maupun daerah, harus memperhatikan efisiensi dan efektivitas pengeluaran pembangunan serta dampaknya kinerja perekonomian wilayah, penganggguran, kemiskinan.
3.1.1 Tujuan Pengembangan Model Ekonometrika Untuk mengetahui respon alokasi anggaran masing-masing sektor terhadap kinerja pembangunan daerah, pengangguran dan kemiskinan nilai elastisitas variabel-variabel yang mewakili kebijakan fiskal (belanja pegawai, belanja modal dan belanja barang dan jasa) perlu dihitung. Kajian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kinerja perekonomian wilayah selama diberlakukannya kebijakan desentralisasi. Secara spesifik tujuan kajian ini adalah: (1) mengetahui besaran nilai elastisitas pengeluaran pemerintah (belanja modal, belanja barang dan belanja pegawai); dan (2) mengetahui dampak pengeluaran pemerintah terhadap kinerja ekonomi yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB, penyerapan tenaga kerja dan tingkat kemiskinan berdasarkan sektor PDRB untuk seluruh provinsi.
3.2 3.2.1
Perumusan Model Ekonometrika Spesifikasi Model
Spesifikasi model merupakan tahap awal dan merupakan tahap yang sangat penting. Dalam tahap ini dilakukan pengkajian mengenai hubungan diantara berbagai variabel endogen dan eksogen yang dituliskan dalam bentuk persamaan struktural. Menurut Intriligator, (1978), model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih peubah pengganggu. Sedangkan Koutsoyiannis, (1977) mendefinisikan model sebagai abstraksi dari fenomena dunia nyata. Dari dua definisi di atas dapat diartikan bawa model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
40
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor terhadap peubah endogen (dependent variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign) dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R²) serta nyata secara statistik (statistically significant) sedangkan kriteria ekonometrika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti
unbiasedness, consistency,
sufficiency, efficiency. Statisitk Dw adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji validitas dari asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977). Spesifikasi model pengeluaran pemerintah yang dibangun terkait erat dengan tujuan penelitian. Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan pendekatan ekonometrik, yaitu model sistem persamaan simultan. Model dipilah ke dalam beberapa blok yaitu blok output, blok tenaga kerja, blok pengeluaran rumah tangga, blok kemiskinan dan blok fiskal. Berikut ini akan diuraikan persamaan untuk masing-masing blok sebagai berikut:
Blok Output
3.2.2
Persamaan untuk blok output atau produk domestik regional bruto (PDRB) terdiri dari 10 persamaan, yaitu 9 persamaan struktural dan satu persamaan identitas. Pesamaan struktural yaitu persamaan output sektor PDRB dan satu persamaan indentitas, yaitu total produk domestik regional bruto provinsi. Dalam persamaan stokhastik dapat dituliskan sebagai berikut: Y1
= a0 WGY1 + a1 ISY1 + a2 IDY1 + a3 BMD + a4 BBJ + ε1 …………………..
(1)
Y2
= b0 TKY2 + b1 BPG + b2 DT + ε2 …………………………………………..
(2)
Y3
= c0 TKY3 + c1 ISY3 + c2 BMD + c3 BBJ + c4 BPG + ε3 …………………..
(3)
Y4
= d0 TKY4 + d1 ISY4 + d2 BBJ + ε4
………………………………………….
(4)
Y5
= e0 TKY5 + e1 IDY5 + e2 BMD + e3 BBJ + e4 BPG + ε5 ............................
(5)
Y6
= f0 TKY6 + f1 IDY6 + f2 BMD + f3 BPG + ε6 ...............................................
(6)
Y7
= g0 TKY7 + g1 IDY7 + g2 BMD + g3 BBJ + g4 BPG + ε7 ............................
(7)
Y8
= h0 TKY8 + h1 ISY8 + h2 BMD + h3 BPG + ε8
(8)
Y9
= i0 TKY9 + i1 IDY9 + i2 BMD + i3 BBJ + i4 BPG + ε9
……………………………
GDP = Y10 + Y20 + Y30 + Y40 + Y50 + Y60 + Y70 + Y80 + Y90 dimana: Yi
= output PDRB sektor i dimana i = 1,2,3,...,9 1 = output PDRB sektor pertanian 2 = output PDRB sektor pertambangan 3 = output PDRB sektor industri 4 = output PDRB sektor listrik gas dan air 5 = output PDRB sektor bangunan
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
41
……………………..
(9)
..............................
(10)
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor 6 = output PDRB sektor perdagangan 7 = output PDRB sektor transportasi dan angkutan 8 = output PDRB sektor lembanga keuangan 9 = output PDRB sektor jasa-jasa WGY1
= upah sektor pertanian
BPG
= pengeluaran untuk belanja pegawai
BBJ
= pengeluaran untuk belanja barang dan jasa
BMD
= pengeluaran untuk belanja modal
GDP
= total output sektoral PDRB provinsi
ISi
= Investasi Swasta di masing-masing sektor i
IDi
= Investasi Pemerintah Daerah di masing-masing sektor i
Tanda parameter yang diharapkan a1 < 0, dan a2, a3, a4, b1, b2, c1, c2, c3, c4, d1, d2, e1, e2, e3, e4, f1, f2, f3, g1, g2, g3, g4, h1, h2, h3, i1, i2, i3, i4 > 0.
3.2.3
Blok Tenaga Kerja
Secara teoritis dapat diketahui bahwa secara umum fungsi dari permintaan tenaga kerja adalah tingkat upah dan tingkat output. Dalam penelitian ini selain kedua variabel tersebut juga dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah dan tingkat investasi baik swasta maupun pemerintah daerah. Blok tenaga kerja terdiri dari 9 persamaan perilaku. Persamaan sthokastik dari permintaan tenaga kerja di masing-masing sektor ditentukan sebagai berikut: TKY1 = j0 + j1 WGY1 + j2 Y1 + j3 BPG + ε10
............................................................
TKY2 = k0 + k1 WGY2 + k2 Y2 + k3 ISY2 + k4 IDY2 + k5 BMD + k6 BBJ + ε11
(11)
..........
(12)
..........................................................................
(13)
TKY4 = m0 + m1 WGY4 + m2 Y4 + m3 IDY4 +m4 BMD + ε13 ....................................
(14)
TKY5 = n0 + n1 WGY5 + n2 Y5 + n3 ISY5 + ε14
……………………………………
(15)
TKY6 = o0 + o1 WGY6 + o2 Y6 + o3 ISY6 + ε15
………………………………………
(16)
TKY7 = p0 + p1 WGY7 + p2 Y7 + p3 ISY7 + ε16
………………………………………
(17)
TKY3 = l0 + l1 WGY3 + l2 Y3 + ε12
TKY8 = q0 + q1 WGY8 + q2 Y8 +q3 IDY8 + q4 BBJ + ε17 TKY9 = r0 + r1 WGY9 + r2 Y9 + r3 ISY9 + ε18
..………………………….
(18)
….………………………………………
(19)
Dimana: TKYi
= Jumlah tenaga kerja di sektor i
WGYi
= tingkat upah di sektor i
Tanda parameter yang diharapkan j1, k1, l1, m1, n1, o1, p1, q1, r1 < 0, dan j2, j3, k2, k3, k4, k5, k6, l2, m2, m3, m4, n2, n3, o2, o3, p2, p3, q2, q3, q4, r2, r3 > 0.
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
42
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
3.2.4 Blok Pengangguran Persamaan blok pengangguran didisagregasi berdasarkan daerah perkotaan dan perdesaan. Dalam penelitian ini blok pengangguran terdiri dari dua persamaan perilaku dan satu persamaan identitas. Berikut ini adalah model stokastik dari blok pengangguran, yaitu: UNE1 = s0 + s1 GDP + s2 ISY3 + s3 BPG + s4 UMP + s5 POP1 + ε19
…..………
(20)
UNE2 = t0 + t1 GDP + t2 IDY1 + t3 BPG + t4 UMP + t5 LF + ε20 .........................
(21)
UNEM = UNE1 + UNE2
(22)
......................................................................................
Dimana: UNE1
= jumlah pengangguran di perkotaan
UNE2
= jumlah pengangguran di perdesaan
UNEM
= total pengangguran
POP1
= jumlah penduduk di perkotaan
LF
= jumlah angkatan kerja
Tanda parameter yang diharapkan s1, s2, s3, t1, t2, t3, < 0; dan s4, s5, t4, t5 > 0;
3.2.5 Blok Kemiskinan Blok kemiskinan dibentuk dari empat persamaan struktural, yaitu persamaan tingkat kemiskinan di perdesaan, tingkat kemiskinan di perkotaan, human capital di perkotaan dan human capital diperdesaan. Bentuk persamaan struktural dituliskan sebagai berikut: POV1 = u0 + u1 GDP + u2 WGY9 + u3 ISY9 + u4 IDY9 + u5 POP + ε21
..……….
(23)
POV2 = v0 + v1 GDP + v2 WGY1 + v3 ISY1 + v4 BPG + v5 POP + ε22 …..………
(24)
Dimana: POV1
= jumlah penduduk miskin di perkotaan
POV2
= jumlah penduduk miskin di perdesaan
POP
= jumlah penduduk
Tanda parameter yang diharapkan untuk u1, u2, u3, u4, v1, v2, v3, v4 < 0; u5 dan v6 > 0;
3.2.6 Blok Fiskal Daerah Blok fiskal daerah umumnya dibagi dalam dua kelompok, yaitu blok penerimaan daerah dan blok pengeluaran daerah. Penerimaan atau pendapatan daerah merupakan penjumlah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana perimbangan dan pendapatan lainnya yang sah. Pengeluaran daerah teridir dari 3 bagian bagian besar yaitu: belanja Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
43
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor aparatur daerah, belanja pelayanan publik dan pembiayaan daerah. Khusus dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah belanja pelayanan publik. Adapun rincian dari belanja pelayanan publik adalah: (1) belanja pegawai (2) belanja barang dan jasa (3) belanja modal, (4) belanja perjalanan dinas, (5) biaya pemeliharaan, (6) belanja lain-lain, (7) bagi hasil dan bantuan keuagan, dan (8) pengeluaran tidak tersangka. Dari delapan jenis pengeluaran pelayanan publik di atas, dalam penelitian ini akan kita fokuskan pada pengeluaran belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Variabel pegeluran ini merupakan variabel eksogen. Dalam penelitian ini, fiskal daerah terdiri dari satu persamaan perilaku dan satu persamaan identitas. Persamaan perilaku blok fiskal adalah penerimaan dari pajak dan dana alokasi umum. RTAX = w0 + w1 GDP + w2 UPAH + ε23 ..………..……………………………….
(25)
PAD
(26)
= RTAX + RRET + HPMD + PADL
……………………………………….
Tanda parameter yang diharapkan untuk w1, w2, x1, x2 dan x3 > 0. dimana: RTAX
= penerimaan pajak daerah
RRET
= penerimaan retribusi daerah
PAD
= pendapatan asli daerah
HPMD
= penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah
PADL
= penerimaan lain-lain PAD yang sah
3.2.7 Perhitungan Elastisitas Untuk mendapatkan nilai kuantitatif dari respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya, dapat digunakan konsep elastisitas. Untuk model yang dinamis dapat dihitung elastisitas jangka pendek dan jangka panjang. Adapun persamaan untuk mendapatkan nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang adalah : Elastisitas Jangka Pendek (ESR) −
∂Yt X = b ESR = * ∂X t Y−
−
X −
……………………………………………………
Y
dimana: b −
X −
Y
= koefisien parameter dugaan variabel eksogen = rata-rata variabel eksogen = rata-rata variabel endogen
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
44
(30)
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
3.3 Prosedur Analisis Identifikasi Model
3.3.1
Indentifikasi model ditentukan atas dasar “order condition” sebagai syarat keharusan dan “rank condition” sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K - M) > (G - 1)
........................................................................................ (31)
dimana: K
= Total variabel dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined.
M
= Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model, dan
G
= Total persamaan dalam model, yaitu jumlah variabel endogen dalam model.
Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut. (K–M)>(G–1)
=
maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified)
(K – M ) = ( G – 1 )
=
maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified ), dan
(K – M ) < (G – 1 )
=
maka
persamaan
tersebut
dinyatakan
tidak
teridentifikasi
(unidentified). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified
untuk
dapat
menduga
parameter-parameternya.
Kendati
suatu
persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Dalam penelitian ini, model yang telah dirumuskan terdiri dari 26 persamaan atau 26 variabel endogen ( G ), dan 46 predetermined variables, sehingga total variabel dalam model ( K ) adalah 72 variabel, sementara jumlah variabel dalam persamaan ( M ) adalah 6 variabel. Maka berdasarkan kriteria order condition
yang ditunjukkan oleh
persamaan (31) maka setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over identified.
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
45
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor 3.3.2 Metode Pendugaan Model Dari hasil identifikasi model, maka model dinyatakan over identified, dalam hal ini untuk pendugaan model dapat dilakukan dengan 2SLS (Two Stage Least Squares), 3SLS (Three Stage Least Squares), LIML (Limited Information Maximum Likelihood) atau FIML (Full Information Maximum Likehood). Dalam penelitian metode pendugaan model yang digunakan adalah 2SLS, dengan beberapa pertimbangan, yaitu penerapan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode 3SLS dan FIML menggunakan informsi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model (Gujarati, 1999) Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t. Untuk pengolahan data digunakan perangkan lunak SAS/ETS.
3.3.3 Validasi Model Untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif kebijakan atau non kebijakan dan peramalan, maka perlu dilakukan suatu validasi model, dengan tujuan untuk manganalisis sejauhmana model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Dalam penelitian ini, kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah: Root Means Percent Square Error (RMSPE)) dan Theil’s Inequality Coefficient (U) (Pindyck and Rubinfield, 1991).
RMSPE =
U
1 n
n
∑ t =1
⎛ Yt s − Yt a ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ a Y t ⎝ ⎠ 1 n
= 1 n
∑ (Y n
t =1
∑ (Y ) n
t =1
s 2
t
t
+
s
2
− Yt a 1 n
)
2
∑ (Y ) n
t =1
a 2
t
dimana:
Yt s Yt a
n
= nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = nilai aktual variabel observasi = jumlah periode observasi
Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Sedangikan nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
46
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna, jika U =1 maka pendugaan model naif. Untuk melihat keeratan arah (slope)
antara
aktual
dengan
hasil
yang
disimulasi
dilihat
dari
nilai
koefisien
determinasinya (R²). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSPE dan U-Theil’s dan makin besar nilai R², maka pendugaan model semakin baik.
3.4 Simulasi Model Simulasi historis kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kinerja makroekonomi Indonesia (GDP, Pengangguran dan Kemiskinan). Beberapa alternatif skenario kebikajakn yang ditetapkan secara arbitrary yaitu: 1. Meningkatkan pengeluaran belanja pegawai sebesar 5 persen 2. Meningkatkan pengeluaran belanja modal sebesar 5 persen 3. Meningkatkan pengeluaran belanja barang dan jasa sebesar 5 persen 4. Simulasi kombinasi kebijakan dalam rangka untuk meningkatkan GDP nasional sebesar 5 persen.
3.5 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series dan cross-section. Cross-section mewakili seluruh provinsi (kecuali untuk Provinsi Sulawesi Barat, Irian Jaya Barat dan Kepulauan Riau), dengan demikian jumlah provinsi dalam penelitian adalah 30 provinsi dan series dimulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian ini, antara lain Biro Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan, dan publikasi lain yang dianggap relevan.
ZY
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
47