1 I.
PENDAHULUAN
Gejolak harga bahan makanan tahiun 2003 yang menjadi salah satu penyebab utama melesetnya perkiraan inflasi 2003, menuntut ditingkatkannya kemampuan untuk dapat memperkirakan pergerakan harga komponen ini. Berangkat dari hal tersebut Direktorat Riset Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia telah membentuk model yang ditujukan untuk memperkirakan perkembangan inflasi IHK tahun 2004 dan tahun 2005 yang didasarkan pada pendekatan disagregasi (core CPI, Volatile food price dan administered price). Dalam kaitannya dengan hal itu peneliti mencoba untuk mencoba menganalisis perilaku harga volatile food dan mensimulasi dampak sejumlah variabel inovasi penting yang mempengaruhinya dan menarik implikasi kebijakan dari temuan empiris yang didapat. Dasar teori dari pembentukan model food price yang digunakan dalam studi ini pada prinsipnya sama dengan model terdahulu yang telah dibentuk oleh SSR BI yakni perilaku harga pangan didasarkan karena interaksi supply dan demand. Adapun yang membedakan model food price ini dengan model sebelumnya lebih pada kerangka modelnya yang menggunakan pendekatan Vector Auto Regression. Keunggulan dari analisis VAR antara lain adalah: 1) Metode ini sederhana, kita tidak perlu khawatir untuk membedakan mana variabel endogen dan mana variabel eksogen, 2) Estimasi sederhana dimana metode OLS biasa dapat digunakan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah, 3) Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks. Selain itu analisis VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna baik di dalam memahami adanya hubungan timbale balik antar variabel ekonomi maupun di dalam pembentukan model ekonomi berstruktur.
2 II.
MODEL PENELITIAN DAN PROSEDUR EKONOMETRIKA
2.1. Model Penelitian Dasar teori dari pembentukan model food price pada prinsipnya sama dengan model terdahulu yang telah dibentuk oleh SSR yakni perilaku harga pangan didasarkan karena interaksi supply dan demand. Adapun yang membedakan model food price ini dengan model sebelumnya adalah sebagai berikut: Pertama, Pada sisi suplai, komponen produksi (PDB) pertanian bahan pangan didekati dengan perilaku fungsi produksi yang umumnya berlaku untuk komoditas pertanian, dimana output merupakan fungsi dari harga input, harga output, teknologi dan iklim. Untuk harga input, model ini mengakomodasi input yang paling penting dalam proses produksi pertanian di Indonesia yakni tenaga kerja, oleh karena itu harga input tenaga kerja (upah tenaga kerja sector pertanian) menjadi variabel penentu yang mempengaruhi PDB bahan pangan. Untuk harga output didekati dengan indeks harga pedagang besar (IHPB) pertanian. Kedua, Untuk persamaan inpor pangan, memasukkan tingkat keterbukaan pasar pangan sebagai faktor penting yang menentukan impor pangan yang masuk ke Indonesia. Variabel tingkat keterbukaan pasar ini didekati dengan ratio impor pangan per PDB. Ketiga, dari sisi demand model ini mengasumsikan bahwa perilaku jumlah uang beredar (M1) sebagai proksi perilaku permintaan. Argumentasi dimasukkan M1 sebagai proksi demand, karena jika dilihat dari konsep demand pull inflation dimana perubahan harga-harga terjadi karena perubahan permintaan agregat, kalangan monetaris menganggap naik turunnya permintaan agregat tersebut dikarenakan perubahan jumlah uang yang beredar. Sehingga dengan demikian untuk mengetahui faktor yang menentukan inflasi volatile food dari sisi demand maka variabel permintaan uang agregat (M1) perlu dimasukkan. Adapun hubungan keterkaitan antara variabel dalam jangka pendek dapat dilihat pada gambar 1.
3
er Cons W_ag
Ytanitmbl
Mfoodrp
P_ag open
SUPLAI
DEMAND ihvfi
M1
Gambar 1. Diagram Model (Hubungan Jangka Pendek ) Harga Volatile Food Keterangan:
ihvfi M1 Ytanitmbl Mfoodrp W_ag P_ag Er Open Cons
= Indeks Harga Volatile Food = M1 = PDB Pertanian tanaman bahan pangan = Impor Pangan = Upah Sektor Pertanian = IHPB Pertanian =exchange rate = Tingkat keterbukaan pasar pangan domestic (impor pangan/PDB) = Konsumsi rumahtangga
4 Tabel 1. Bobot masing-masing Komoditas Pangan dalam menentukan besarnya Inflasi No
Kode
Komoditi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
10101 10111 10209 10216 10226 10304 10308 10317 10320 10322 10324 10337 10346 10347 10353 10357 10366 10377 10378 10381 10385 10459 10506 10509 10515 10516 10601 10604 10624 10628 10631 10633 10635 10637 10638 10639 10640 10647 10649 10650 10654 10659 10668
Beras Mie Kering Instan Daging Ayam Ras Daging Sapi Rempela Hati Ayam Bandeng Bawal Cakalang Cumi-Cumi Dencis Gabus Kembung/Gembung Layang Lele Mas Mujair Selar Tenggiri Teri Tongkol Udang Basah Teri Susu Bubuk Susu Kental Manis Telur Ayam Ras Telur Itik Bayam Buncis Daun Singkong Jagung Muda Jengkol Kacang Panjang Kangkung Kentang Ketimun Kembang Kol Kol Putih/Kubis Labu Siam/Jipang Cabe Hijau Nangka Muda Petai Sawi Hijau Terong Panjang
SBH 2002
SBH 1996
Bobot (%)
Bobot (%)
Perubahan (%)
4.7241 0.5508 1.6720 1.0777 0.1057 0.3762 0.0568 0.0953 0.1414 0.1378 0.0616 0.4135 0.0850 0.1162 0.2274 0.1252 0.0850 0.0398 0.0450 0.3795 0.3557 0.2151 0.4351 0.2238 0.8637 0.0388 0.2438 0.0661 0.0742 0.0531 0.0107 0.1674 0.2091 0.2296 0.0900 0.0214 0.0564 0.0361 0.0354 0.0680 0.0411 0.1097 0.0546
4.4057 0.5858 1.5093 1.0642 0.0862 0.3744 0.0452 0.0574 0.0759 0.0786 0.0632 0.3467 0.0570 0.0783 0.2327 0.1217 0.0626 0.0319 0.0265 0.3248 0.2283 0.1790 0.4679 0.2291 0.7036 0.0430 0.2356 0.0556 0.0654 0.0852 0.0084 0.1632 0.1803 0.1153 0.0975 0.0245 0.0474 0.0295 0.0261 0.0472 0.0598 0.0702 0.0420
7.23 -5.96 10.78 1.27 22.56 0.47 25.64 66.23 86.14 75.30 -2.53 19.25 49.24 48.49 -2.28 2.94 35.81 24.71 69.89 16.83 55.81 20.16 -7.00 -2.33 22.75 -9.78 3.47 18.95 13.57 -37.71 27.04 2.59 15.95 99.16 -7.62 -12.89 18.90 22.39 35.65 44.29 -31.26 56.33 29.90
5 Tabel 1. Lanjutan 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
10669 10672 10704 10706 10710 10712 10802 10803 10810 10814 10817 10819 10823 10826 10903 10904 10914 10920 10925 10929 10930 11001 11004 11104
TOTAL BOBOT
Tomat Sayur Wortel Kacang Merah/Joglo Kacang Tanah Tahu Mentah Tempe Anggur Apel Jeruk Melon Pepaya Pisang Semangka Tomat Buah Bawang Merah Bawang Putih Gula Merah Kemiri Lada/Merica Cabe Merah Cabe Rawit Kelapa Minyak Goreng Emping Mentah
0.2547 0.0835 0.0158 0.0981 0.4456 0.4622 0.1120 0.3239 0.5975 0.1244 0.2206 0.4888 0.1463 0.0539 0.4626 0.2813 0.0888 0.0427 0.0497 0.5062 0.1646 0.3027 1.2660 0.1110
0.2318 0.0776 0.0230 0.0611 0.4282 0.4484 0.1409 0.3858 0.5115 0.0704 0.2336 0.5302 0.1586 0.0332 0.4576 0.2528 0.0717 0.0452 0.0310 0.5336 0.1389 0.2764 1.1051 0.1506
9.91 7.62 -31.11 60.53 4.07 3.10 -20.54 -16.06 16.81 76.65 -5.56 -7.81 -7.75 62.39 1.10 11.29 23.74 -5.56 60.26 -5.15 18.49 9.52 14.56 -26.27
20.9180
19.2295
8.78
2.2. Analisis Vector Auto Regression Vector Auto Regression atau VAR biasanya digunakan untuk memproyeksikan system variabel-variabel runtut waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam system variabel tersebut. Pada dasarnya analisis VAR bisa dipadankan dengan suatu model persamaan simultan, oleh karena dalam analisis VAR kita mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersamaan dalam suatu model. Perbedaannya dengan model simultan biasa adalah dalam analisis VAR masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau juga dipengaruhi oleh nilai masa lampau semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Disamping itu, dalam analisis VAR biasanya tidak ada varaibel eksogen dalam model. Keunggulan dari analisis VAR antara lain adalah (lihat Hadi, 2003): 1) Metode ini sederhana, kita tidak perlu khawatir untuk membedakan mana variabel endogen dan mana variabel eksogen, 2) Estimasi sederhana dimana metode OLS biasa dapat digunakan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah, 3) Hasil perkiraan (forecast) yang
6 diperoleh dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks. Selain itu analisis VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna baik di dalam memahami adanya hubungan timbal balik antar variabel ekonomi maupun di dalam pembentukan model ekonomi berstruktur. Secara umum VAR dengan ordo p dan n buah variabel endogen pada waktu ke t dapat dimodelkan sebagai berikut: Yt = Ao + A1 Yt-1 + A2 Yt-2 + ……+ApYt-p + t Dimana: = Vektor variabel endogen (Y1.t, Y2.t, Yn.t) berukuran n x 1 Yt Ao = Vektor intersep berukuran n x 1 Ai = matrik parameter berukuran n x 1 = Vektor sisaan ( 1t, 2t, …… nt) berukuran n x 1 Persamaan VAR secara umum menurut Thomas (1999) sebagai berikut: t
Yt dimana: Yt At K
=
k
Ai Yt-I +
i=1
t
= Vektor kolom dari pengamatan pada waktu t semua variabel dalam model = matrik parameter = Ordo dari model VAR
2.3. Tahapan dan Cakupan Analisis VAR Pada dasarnya analisis VAR meliputi: Pertama, Uji akar unit (Unit Root test). Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Tes penting untuk dilakukan karena asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel endogen yang digunakan harus stasioner, semua sisaan bersifat white noise yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan dan diantara variabel endogen tidak ada korelasi. Kedua, Uji Hipotesis yang terdiri atas; a) Uji ordo VAR, uji digunakan untuk menentukan berapa lag yang harus dimasukkan dalam model VAR. b) Uji Granger Causality Test, uji ini digunakan untuk mengetahui apakah suatu variabel yang mempengaruhi suatu variabel endogen meningkatkan kinerja forecasting variabel endogen tersebut ataukah tidak.
7 Ketiga, Innovation Accounting. Pada dasarnya test ini digunakan untuk menguji struktur dinamis dari system variabel dalam model yang diamati yang dicerminkan oleh variabel innovasi. Tes ini terdiri atas: a) The Cholesky Decomposition atau biasa juga disebut The Variance Decomposition digunkan untuk memberikan informasi mengenai variabel innovasi yang relative lebih penting dalam VAR. Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar kontribusi dari masing-masing variabel innovasi terhadap variabel endogen yang diamati ketika terjadi shock. Hal ini juga mencerminkan bagaimana mekanisme transmisi perubahan kontribusi dari masing-masing varaibel yang ada dalam model terhadap variabel endogen yang sedang diamati. b) The Impulse Response, tes yang digunakan untuk melihat efek shock suatu standar deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel endogen yang terdapat dalam model.
8 III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Uji Unit Root dan Uji Ordo VAR Sesuai dengan teknis analisis data urut waktu (time series), untuk data urut waktu memerlukan pengujian kestasioneran terlebih dahulu. Data urut waktu yang langsung dianalisis akan menimbulkan spurious (kelancungan) dalam hasil karena dalam variabel yang digunakan sering kali mengandung unit root (Verbeek, 2002) sehingga sebelum tahapan analisis VAR terlebih dahulu dilakukan uji Augmented Dcky Fuller (ADF). Pengujian ini berdasarkan pada nilai SBC yang terbesar (Pesaran and Pesaran dalam Siregar, 2002). Selanjutnya membandingkan antara nilai statistic dengan nilai kritis (critical value) 95 dan 99 persen. Jika nilai statistitik lebih besar dari critical value maka data stasioner (I(0)) tetapi apabila lebih kecil dari critical value maka data non stasioner. Tabel 2. Kriteria Seleksi Lag yang digunakan dalam Model VAR Lag LogL LR FPE AIC SC 0 530.0654 NA 1.17E-21 -22.65502 -22.29724 1 618.6091 138.5902 8.99E-22 -22.98301 -19.40523 2 750.6962 155.0587 1.47E-22 -25.20418 -18.40641 3 892.3302 110.8440 3.84E-23 -27.84044 -17.82267 4 1269.827 147.7159* 4.11E-27* -40.73159* -27.49381* Keterangan: * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion Endogenous variabels: DLOG(IHVFI) DLOG(CONS) DLOG(EXR) DLOG(MFOODRP) DLOG(YTANITMBL) DLOG(M1) DLOG(OPEN) DLOG(W_AG) Exogenous variabels: C Sample: 1990:1 2004:4 Included observations: 46
HQ -22.52099 -21.64275 -22.65769 -24.08773 -35.77264*
Konsekuensi jika data nonstasioner I(0) artinya data tersebut mengandung unit root, jika langsung diestimasi akan menghasilkan persamaan yang spurious. Untuk menghindari hal tersebut maka dilakukan hal sebagai berikut: 1) membuat first difference ( Yt= Yt – Yt-1) dengan menarik diferensiasi dari variabel endogennya maka data menjadi stasioner pada kondisi I(1) dan 2) melakukan koreksi terhadap error termnya yang disebut dengan analisis Error Corection Model (ECM). Hasil pengujian menunjukkan semua variabel yang dianalisis menunjukkan stasioner pada I(1) (lihat lampiran 1). Hasil uji stasioner menunjukkan semua masih ada variabel yang tidak stasioner pada first difference nya
9 oleh karena itu semua variabel yang dimasukkan dalam model VAR yang digunakan adalah dalam bentuk first difference. Hal ini juga mengindikasikan hubungan antar variabel yang ditunjukkan adalah hubungan jangka pendek. Hasil uji ordo (table 2) berdasarkan sejumlah criteria pemilihan semuanya menunjukkan bahwa lag yang harus digunakan dalam model VAR penelitian adalah 4 lag. 3.2. Variabel yang Paling Menentukan Indeks Harga Volatile Food Untuk mengetahui variabel mana saja yang paling berpengaruh dari delapan variabel yang diduga akan mempengaruhi Indeks harga Volatile Food ( konsumsi rumahtangga (DLOG(CONS)), exchange rate (DLOG(EXR)), Impor pangan (DLOG(MFOODRP)), PDB tanaman pangan (DLOG(YTANITMBL)), M1 (DLOG(M1)), Keterbukaan Pasar Domestik DLOG(OPEN)), Upah Tenaga Kerja Pertanian (DLOG(W_AG)) maka dilakukan uji Kausalitas Garnger. Hasil uji menunjukkan bahwa variabel, exchange rate, PDB tanaman pangan, M1 dan kredit sector pertanian merupakan variabel-variabel yang siknifikan pengaruhnya terhadap indeks harga volatile food (lihat table 3). Tabel 3. Uji Kausalitas Granger Variabel-variabel yang mempengaruhi Indeks Harga Volatile Food Kausalitas
Dari Konsumsi Rumahtangga DLOG(CONS) Exchange rate DLOG(EXR)
Ke Indeks Harga Volatile Food DLOG(IHVFI) Indeks Harga Volatile Food DLOG(IHVFI) Impor Pangan Indeks Harga DLOG(MFOODRP) Volatile Food DLOG(IHVFI) PDB tanaman bahan Indeks Harga pangan Volatile Food DLOG(YTANITMBL) DLOG(IHVFI) M1 Indeks Harga DLOG(M1) Volatile Food DLOG(IHVFI) Keterbukaan Pasar Indeks Harga Domestik Volatile Food DLOG(OPEN) DLOG(IHVFI) Upah Tenaga Kerja Indeks Harga Pertanian Volatile Food DLOG(W_AG) DLOG(IHVFI) Keterangan:
Sample: 1990:1 2004:4
Keberadaan Kausalitas
F-Statistic 0.31715
Probability 0.72977
11.1952
0.00010
Ada
1.18476
0.31460
Tidak ada
6.99736
0.00219
Ada
8.69944
0.00061
Ada
0.84264
0.43697
Tidak ada
1.92177
0.15871
Tidak ada
Tidak ada
10 Walapun demikian perlu diketahui diantara ketiga variabel yang berpengaruh siknifikan terhadap indeks harga volatile food tersebut, variabel mana yang paling memberikan kontribusi besar terhadap perubahan indeks harga volatile food. Untuk mengetahui hal ini maka dilakukan analisis variance decomposition yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Analisis Variance Decomposition Indeks harga volatile food Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
DLOG (IHVFI)
0.0340 0.0430 0.0606 0.0812 0.0958 0.0983 0.0998 0.1019 0.1055 0.1083
100.0000 78.23398 56.50989 37.17634 34.51728 32.9782 32.21011 31.78451 30.56327 31.00073
(Dlog(ihvfi)
Variance Decomposition of DLOG(IHVFI): DLOG DLOG DLOG DLOG DLOG (CONS) (EXR) (MFOODRP) (YTANITMBL) (M1)
DLOG DLOG (OPEN) (W_AG)
0.00000 0.93393 1.04341 0.60650 0.45214 0.46963 0.67688 1.82201 2.98673 3.08258
0.00000 0.01235 0.31391 0.23319 0.26485 1.42018 2.33906 2.26012 2.21213 2.1208
0.000 15.03 37.97 54.80 56.48 55.65 54.03 53.01 50.26 47.70
0.000000 0.265012 0.859020 1.261238 1.095721 1.445618 1.439798 1.625824 1.771823 2.311555
0.000000 3.450194 1.772283 1.432608 1.193386 2.20080 2.286371 2.758878 3.438205 5.223847
0.00000 0.67505 0.54147 3.89878 4.37137 4.15831 4.03734 3.87584 5.67475 5.45851
0.00000 1.39355 0.98139 0.5873 1.62392 1.66857 2.97067 2.85825 3.08332 3.09331
Analisis variance decomposition menunjukkan bahwa pada awalnya 100% perubahan indeks harga volatile food pada awalnya ditentukan oleh dirinya sendiri, dan baru pada bulan kedua pergerakan indeks harga volatile food ini, selain ditentukan oleh dirinya sendiri (sebesar 78,23%) juga telah ditentukan oleh variabel exchange rate dimana pada bulan kedua tersebut kontribusi exchange rate terhadap perubahan indeks harga volatile food adalah sebesar 15%. Pada bulan ke 4 kontribusi exchange rate (54,8%) mulai lebih besar dari indeks harga volatile food (37,17%), dan fenomena ini berlangsung pada bulan-bulan selanjutnya. Sedangkan variabel lain relative tidak memberikan kontribusi berarti bagi perubahan indeks harga volatile food. Dengan demikian dalam jangka panjang faktor yang mempunyai kontribusi besar terhadap kenaikan indeks harga volatile food adalah exchange rate sedangkan dalam jangka pendek yang berperan besar adalah inflasi dari harga volatile food itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter untuk mengendalikan shock inflasi harga volatile food penting dilakukan dalam jangka pendek sementara kebijakan moneter untuk mengendalikan laju depresiasi exchange rate penting dilakukan dalam jangka panjang.
11 3.3. Respon Indeks harga Volatile Food terhadap shock Exchange Rate Berdasarkan analisis variance decomposition telah diketahui bahwa yang paling besar kontribusinya terhadap perubahan indeks harga volatile food dalam jangka panjang adalah exchange rate. Untuk itu dalam analisis Impulse respon, respon indeks harga volatile food terhadap exchange rate akan dilihat (gambar 2), sedangkan respon terhadap variabel inovasi lain diabaikan karena kontribusinya yang kecil terhadap perubahan indeks harga volatile food. Melalui analisi Impulse Response dapat dilihat besarnya respon dari adanya shock atau inovasi exchange rate sebesar 1% standar deviasi (SD) terhadap besarnya laju indeks harga volatile food. Sumbu horizontal merupakan waktu dalam bulan ke depan setelah terjadinya shock, sedangkan sumbu vertical adalah nilai respon . Dalam simulasi ini data yang digunakan adalah data turunan pertama (first difference) oleh karena itu besarnya respon menunjukkan besarnya tingkat laju perubahannya bukan besarnya perubahan. Pada gambar 2 dapat dilihat, pada awalnya dengan adanya inovasi atau shock exchange rate sebesar 1 S.D telah menyebabkan laju depresiasi meningkat sebesar 0.12, yang berarti karena data yang dipakai dalam simulasi dalam bentuk log maka shock dari exchange rate sebesar 1 S.D berdampak pada laju depresiasi sebesar 12%. Namun besarnya dampak shock exchange rate ini hanya berlangsung dalam jangka pendek atau temporer yakni hanya sekitar 4 bulan, karena selanjutnya dampaknya berangsur melemah bahkan hilang. Akibat shock exchange rate yang menimbulkan depresiasi nilai tukar tersebut indeks harga volatile food meningkat menjadi sekitar 1,6% sampai pada bulan ketiga. Setelah bulan ke empat indeks harga volatile food mulai menurun sampai bulan ke 6. Pada bulan ke 7 dampak shock exchange rate terhadap indeks harga volatile food telah hilang.
12
Respon Exchange Rate (DLOG(EXR)) terhadap Shock 1 S.D. Exchange Rate (DLOG(EXR)) .12 .10
Respon
.08 .06 .04 .02 .00 -.02
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Periode ke depan (Bulan) 10
Respon Indeks Harga Volatile Food (DLOG(IHVFI)) terhadap Shock 1 S.D. Exchange (DLOG(EXR)) .020 .016
Respon
.012 .008 .004 .000 -.004
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Periode ke Depan (Bulan) 10
Gambar 2. Respon Indeks harga Volatile Food terhadap shock 1 S.D Exchange rate
13 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Hasil penelitian ini menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. dalam jangka panjang faktor yang mempunyai kontribusi besar terhadap kenaikan indeks harga volatile food adalah exchange rate sedangkan dalam jangka pendek yang berperan besar adalah inflasi dari harga volatile food itu sendiri. 2. Akibat shock exchange rate yang menimbulkan depresiasi nilai tukar sebesar 12% maka indeks harga volatile food meningkat menjadi sekitar 1,6% sampai pada bulan ketiga. Setelah bulan ke empat indeks harga volatile food mulai menurun sampai bulan ke 6. Pada bulan ke 7 dampak shock exchange rate terhadap indeks harga volatile food telah hilang. 4.2. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian bahwa dalam jangka pendek shock exchange rate kurang dominant pengaruhnya terhadap perubahan inflasi harga volatile food, dampaknya shock exchage rate baru terasa setelah periode ketiga. Kondisi ini dimungkinkan karena dalam system mengambang bebas para pelaku usaha tidak mudah menghitung ekspetasi besarnya depresiasi sehingga dampaknya terhadap laju inflasi lebih besar dari yang seharusnya. Hal ini menunjukkan kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi volatile food penting dalam jangka pendek, sedangkan untuk mengendalikan inflasi volatile dalam jangka panjang kebijakan moneter diarahkan untuk mengendalikan laju depresiasi exchange rate.
14 V. DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Y.S. 2003. Analisis Vector Auto Regression (VAR) terhadap Korelasi antara Pendapatan Nasional dan Investasi Pemerintah di Indonesia 1983/1984 – 1999/2000. Jurnal Keuangan dan Moneter 6 (2) : 107-121. Siregar, H. 2002. Can Monetary Policy/ Shock Stabilize Indonesia Macroeconomic Fluctuation? didalam Tan, A.H.H. Editor. Monetary and Financial Management in Asian in The 21st Century. World Scientific PublishingCo. Pte.Ltd. Singapore. Thomas, R.L. 1999. Modern Econometric. Department of Economics, Manchaster Metropolitan University. Addison-Wesley. England Verbeek, M. 2002. England.
A Guide to Modern Econometrics John Wiley and Sons Ltd.
15 Lampiran 1. Uji Unit Root Variabel-variabel dalam Model Penelitian t-Statistics ADF Test Variabel Keterangan Level Keterangan First Keterangan Difference Log(ihvfi) Indeks Harga -0.75 Non stasioner -4.148774 Stasioner Volatile Food -1.62 Log(YTANITMBL) PDB Bahan Non stasioner -5.480202 Stasioner Pangan Log(MFOODRP)
Impor Pangan
-1.63
Non stasioner
-7.123973
Stasioner
Log(YTANITMBL)
PDB Bahan Pangan Upah sector Pertanian
-1.62
Non stasioner
-5.480202
Stasioner
-0.24
Non stasioner
-1.978850
Non Stasioner
Log(P_AG)
IHPB Pertanian
-0.69
Non stasioner
-3.125073
Stasioner
Log(M1)
M1
-0.12
Non stasioner
-6.325897
Stasioner
Log(MFOODRP)
Impor Pangan
-1.63
Non stasioner
-7.123973
Stasioner
Log(ER)
Exchange Rate Pengeluaran Konsumsi Rumhatngga Tingkat Keterbukaan Pasar Pangan Domestik
-1.05
Non stasioner
-5.502194
Stasioner
-2.57
Non stasioner
-11.63520
Stasioner
-1.12
Non stasioner
-6.942329
Stasioner
Log(W_AG)
Log(CONS) Log(OPEN)
Keterangan
1) Test critical values: 1% level = Include intercept in test 5% level = equation 10% level =
-3.552666 -2.914517 -2.595033
2) Test critical values: None include in test equation
-2.616203 -1.948140 -1.612320
1% level 5% level 10% level