53
IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Jenis, Sumber, dan Pengolahan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan rentang waktu penelitian tahun 1981-2010. Periode dengan rentang waktu yang panjang ini dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan performance yang lebih memuaskan. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan tema penulisan tesis ini seperti Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan Republik Indonesia, Dewan Gula Indonesia (DGI), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk kelengkapan serta penyesuaian data juga dilakukan pengumpulan data dari beberapa publikasi seperti Food Agricultural Organization (FAO), World Bank (WB), United States Development of Agricultural (USDA), dan International Monetary Fund (IMF). Sebelum dilakukan pengolahan data lebih lanjut, semua variabel dalam bentuk nominal diriilkan terlebih dahulu, termasuk untuk Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, dan suku bunga Bank Indonesia (BI). Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer yaitu SAS 9.1 for Windows.
4.2. Spesifikasi Model Perdagangan Gula Indonesia Model merupakan suatu abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang ada di dunia nyata. Melalui penyederhanaan ini idealnya yang dimunculkan adalah komponen-komponen penting dari fenomena yang sesungguhnya diamati, sehingga kita dapat menduga secara akurat atau mendekati kondisi dan perilaku fenomena tersebut. Salah satu model pendekatan kuantitatif yang sering digunakan untuk analisis masalah ekonomi adalah model ekonometrika (Hallam, 1990). Model ekonometrika adalah suatu model statistik yang menghubungkan variabel-variabel ekonomi dari suatu fenomena ekonomi yang mencakup unsur stochastic yang terdiri dari satu atau lebih variabel penganggu (Intriligator, 1978).
54 54
Keterangan :
= variabel endogen
= variabel eksogen
SHS
= faktor konstanta SHS
Gambar 7. Diagram Keterkaitan Variabel dalam Model Perdagangan Gula Indonesia
55
Spesifikasi model ekonometrika disusun berdasarkan teori ekonomi, dan berbagai pengalaman empiris yang berhubungan dengan fenomena yang sedang dipelajari. Koutsoyiannis (1977) menyatakan bahwa spesifikasi model meliputi penentuan mengenai (1) endogenous dan exogenous variable yang dimasukkan dalam model, (2) harapan secara teori mengenai tanda dan besaran parameter estimasi dari setiap persamaan, dan (3) bentuk model matematis terkait dengan jumlah persamaan, bentuk persamaan linear atau non linear, dan lain-lain. Model yang baik harus dapat memenuhi kriteria ekonomi (theoritically meaningfull), kriteria statistik yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) biasanya dengan melihat R2 signifikan secara statistik dan kriteria ekonometrika yaitu apakah suatu estimasi model memiliki sifat unbias, konsistensi, kecukupan, dan efisiensi. Salah satu hal yang sangat diperhatikan adalah tahapan spesifikasi model yang diharapkan dapat benar-benar mendekati fenomena sesungguhnya. Berdasarkan tinjauan perkembangan perdagangan gula, relevansi dengan penelitian terdahulu, dan kerangka teoritis, maka Model Perdagangan Gula Indonesia dispesifikasikan dalam bentuk persamaan simultan yang keterkaitan antar variabelnya disajikan dalam Gambar 7.
4.2.1. Luas Areal Perkebunan Tebu Indonesia Analisis respon luas areal perkebunan tebu dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan status pengusahaannya yaitu perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta, dan perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan dipengaruhi oleh harga gula, dimana dalam penelitian ini dilakukan pembedaan terhadap harga gula yang
mempengaruhi
perusahaan
perkebunan
rakyat
dengan
perusahaan
perkebunan besar negara dan swasta. Perkebunan rakyat dipengaruhi oleh harga gula tingkat petani yang merupakan harga lelang dari hasil penggilingan tebu, sedangkan perkebunan besar negara dan swasta dalam pemasarannya menjual kepada distributor dan tidak berhubungan dengan petani, sehingga harga yang mempengaruhi adalah harga gula tingkat pedagang besar. Persamaan areal perkebunan pada ketiga wilayah tersebut dirumuskan masing-masing sebagai berikut :
56
APTNt
=
a0 + a1HRGPBt + a2HRGBt + a3JPGt + a4LSBR+ a5T + a6LAPTN + μ 1 ……………………………………….…(01)
APTSt
=
b0 + b1SHRGPB + b2RHRGB + b3JPGt + b4SBRt + b5T + b6 LAPTS + μ2 ……………………………..………....(02)
APTRt
=
c0 + c1HRGPt + c2HRGBt + c3JPGt + c4SBRt + c5T + c6 LAPTR + μ3………………………………………..(03)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : a1, a3, a5, b1, b3, b5, c1, c3, c5>0 ; a2, a4, b2, b4, c2, c4<0 dan 0
= Luas areal panen perkebunan besar negara tahun t (ha)
APTSt
= Luas areal panen perkebunan besar swasta tahun t (ha)
APTRt
= Luas areal panen perkebunan rakyat tahun t (ha)
HRGPt
= Harga riil gula tingkat petani tahun t (Rp/kg)
HRGPBt
= Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg)
HRGBt
= Harga riil gabah tingkat petani tahun t (Rp/kg)
SHRGPB = HRGPBt - HRGPBt-1 : Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar (Rp/kg) RHRGB
= HRGBt/HRGBt-1 : Rasio harga riil gabah tahun t dengan t-1
JPGt
= Jumlah pabrik gula tahun t (unit)
SBRt
= Suku bunga BI riil tahun t (%)
LSBR
= SBRt-1 : Suku bunga BI riil tahun t-1 (%)
T
= Tren waktu
LAPTN
= APTNt-1 : Luas areal perkebunan besar negara tahun t-1 (ha)
LAPTS
= APTSt-1 : Luas areal perkebunan besar swasta tahun t-1 (ha)
LAPTR
= APTRt-1 : Luas areal perkebunan rakyat tahun t-1 (ha)
μ1, μ2, μ3 = Variabel pengganggu
4.2.2. Produktivitas Gula Hablur Indonesia Produktivitas gula yang digunakan dalam wujud gula hablur yang merupakan salah satu hasil pengolahan nira tebu selain molases (tetes tebu) dan blotong (hasil endapan nira). Produktivitas gula hablur juga didisagregasi berdasarkan status pengusahaannya, yaitu produktivitas gula hablur perkebunan besar negara, produktivitas gula hablur perkebunan swasta, dan produktivitas gula
57
hablur perkebunan rakyat. Adapun persamaan produktivitas gula hablur dan tanda estimasi parameter yang diharapkan adalah : YGHNt
= d0 + d1HRGPBt + d2SHRPUK + d3LAPTN + d4RENDt + d5LURBUN + d6T+ μ4…………………………………(04)
YGHSt
= e0 + e1SHRGPB + e2RHPUK + e3LAPTS+ e4CHJt + e5RENDt + e6URBUNt + e7LYGHS + μ5……………...(05)
YGHRt
= f0 + f1HGPUK + f2LAPTR + f3URBUNt + f4DKKPEt + f5RENDt + f6LYGHR + μ6………………………………(06)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : d1, d3, d4, d6, e1, e3, e4, e5, f1, f2, f4, f5 >0 ; d2, d5, e2, e6, f3 < 0 dan 0< e7, f6 <1 dimana : YGHNt
= Produktivitas gula hablur perkebunan besar negara tahun t (ton/ha)
YGHSt
= Produktivitas gula hablur perkebunan besar swasta tahun t (ton/ha)
YGHRt
= Produktivitas gula hablur perkebunan rakyat tahun t (ton/ha)
HRGPBt
= Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg)
HGPUK
= HRGPt/HRPUKt : Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk
SHRGPB = HRGPBt-HRGPBt-1 : Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar (Rp/kg) SHRPUK = HRPUKt-HRPUKt-1 : Perubahan harga riil pupuk (Rp/kg) RHPUK
= HRPUKt/HRPUKt-1 : Rasio harga riil pupuk tahun t dengan tahun t-1
LAPTN
= APTNt-1 : Luas areal perkebunan besar negara tahun t-1 (ha)
LAPTS
= APTSt-1 : Luas areal perkebunan besar swasta tahun t-1 (ha)
LAPTR
= APTRt-1 : Luas areal perkebunan rakyat tahun t-1 (ha)
URBUNt = Upah riil pekerja sektor perkebunan tahun t (Rp/hari) LURBUN = URBUNt-1 : Upah riil pekerja sektor perkebunan tahun t (Rp/hari) CHJt
= Curah hujan Indonesia tahun t (mm/tahun)
DKKPEt
= Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) untuk bongkar ratoon, dimana D = 1 jika ada KKPE dan D = 0 jika tidak ada KKPE
RENDt
= Rendemen tebu Indonesia pada tahun t (%)
T
= Tren waktu
58
LYGHS
= YGHSt-1 : Produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta tahun t-1 (ha)
LYGHR
= YGHRt-1 : Produktivitas gula hablur pada perkebunan rakyat tahun t-1 (ha)
μ 4 , μ5 , μ6 = Variabel pengganggu
4.2.3. Produksi 4.2.3.1.Produksi Gula Kristal Putih Produksi gula kristal putih didefinisikan sebagai hasil kali antara luas areal panen dengan produktivitasnya dengan faktor konstanta SHS = 1.003. QGKPNt = (APTNt * YGHNt)*1.003 .................................................... (07) QGKPSt = (APTSt * YGHSt)*1.003 ..................................................... (08) QGKPRt = (APTRt * YGHRt)*1.003 .................................................... (09) Total produksi gula kristal putih Indonesia QGKPt
= QGKPNt + QGKPSt + QGKPR t ........................................ (10)
dimana : QGKPNt = Produksi gula kristal putih perkebunan besar negara tahun t (ton) QGKPSt =
Produksi gula kristal putih perkebunan besar swasta tahun t (ton)
QGKPRt = Produksi gula kristal putih perkebunan rakyat tahun t (ton) QGKPt
= Produksi gula kristal putih Indonesia tahun t (ton)
APTNt
= Luas areal panen perkebunan besar negara tahun t (ha)
APTSt
= Luas areal panen perkebunan besar swasta tahun t (ha)
APTRt
= Luas areal panen perkebunan rakyat tahun t (ha)
YGHNt
= Produktivitas gula hablur perkebunan besar negara tahun t (ton/ha)
YGHSt
= Produktivitas gula hablur perkebunan besar swasta tahun t (ton/ha)
YGHRt
= Produktivitas gula hablur perkebunan rakyat tahun t (ton/ha)
4.2.3.2.Produksi Gula Indonesia Produksi gula di Indonesia tidak hanya dihasilkan oleh pabrik gula yang menggunakan bahan baku tebu, tetapi juga pabrik gula yang berbahan baku gula mentah. Pabrik gula yang berbahan baku gula mentah ini akan menghasilkan gula
59
yang disebut gula kristal rafinasi. Gula kristal rafinasi sendiri banyak digunakan untuk industri makanan, minuman, dan farmasi. Di Indonesia, pabrik gula kristal rafinasi mulai berproduksi tahun 2003. Gula kristal putih (GKP) dan gula kristal rafinasi (GKR) adalah dua jenis produk gula yang hampir sama, dimana yang membedakan hanya kualitas yang ditunjukkan oleh nilai ICUMSA gula. Oleh karena itu, dalam penelitian ini baik GKP maupun GKR dianggap sama atau homogen, sehingga persamaan produksi gula Indonesia sebagai berikut : QGINAt = QGKP t + QGKRt ……...…..………....……....…..…...…(11) dimana : QGINAt = Produksi gula Indonesia tahun t (ton) QGKPt
= Produksi gula kristal putih Indonesia tahun t (ton)
QGKRt
= Produksi gula kristal rafinasi Indonesia tahun t (ton)
4.2.4. Penawaran Gula Indonesia Penawaran gula dalam penelitian ini merupakan penjumlahan dari produksi gula, jumlah impor gula atau pengadaan luar negeri dan stok gula dalam negeri. Karena Indonesia merupakan net importir maka jumlah ekspor sangat kecil sehingga dalam penelitian ini dianggap nol. Adapun persamaan penawaran gula Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut : SGINAt = QGINAt + MGINAt + LSTG………...….....……....……...(12) dimana : SGINAt = Penawaran gula Indonesia tahun t (ton) QGINAt = Produksi gula Indonesia tahun t (ton) MGINAt = Impor gula Indonesia tahun t (ton) LSTG
= STGt-1 : Stok gula Indonesia tahun t-1 (ton)
4.2.5. Permintaan Gula Indonesia 4.2.5.1.Permintaan Gula Rumah Tangga Permintaan gula oleh rumah tangga digunakan sebagai konsumsi langsung. Permintaan gula dipengaruhi oleh harga gula itu sendiri, harga barang substitusinya, harga barang komplementernya, pendapatan masyarakat, dan jumlah penduduk. Gula merah dianggap sebagai barang substitusi yang biasa
60
menjadi alternatif pengganti gula oleh konsumen di Indonesia, sedangkan kopi merupakan barang komplementer dari gula. Permintaan gula rumah tangga dirumuskan dalam persamaan berikut : DGRTt
= g0 + g1HRGEt + g2RHRGM + g3HRKOt + g4LJPDBR + g5POPINAt + g6LDGRT + μ7.............................................(13)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : g2, g4, g5 > 0; g1, g3 < 0 dan 0
= Permintaan gula Indonesia tahun t (ton)
HRGEt == Harga riil eceran gula tahun t (Rp/kg) RHRGM = HRGMt/HRGMt-1 : Rasio harga riil gula merah tahun t dengan tahun t-1 HRKOt
= Harga riil kopi tahun t (Rp/kg)
LJPDBR = (PDBRt - PDBRt-1)/PDBRt-1 : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun t POPINAt = Jumlah penduduk Indonesia tahun t (jiwa) LDGRT = DGRTt-1 : Permintaan gula Indonesia tahun t-1 (ton) μ7
= Variabel pengganggu
4.2.5.2.Permintaan Gula oleh Industri Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri makanan dan minuman yang menggunakan gula sebagai salah satu bahan baku produksinya. Gula yang biasa digunakan oleh industri makanan dan minuman adalah gula kristal rafinasi karena industri ini membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan warna yang putih. Permintaan gula oleh industri makanan dan minuman dipengaruhi oleh harga gula tingkat pedagang besar, harga komposit makanan dan minuman, jumlah industri makanan dan minuman, serta PDB sektor industri makanan dan minuman. Harga komposit makanan dan minuman ditetapkan berdasarkan harga ekspor dari produk makanan dan minuman yang paling banyak diekspor, yaitu confectionary sugar (permen gula). Permintaan gula oleh industri makanan dan minuman dirumuskan dalam persamaan berikut : DGINt
= h0 + h1LHRGPB + h2HRKINt + h3LJJIM + h4L2PDBIN + h5LDGIN + μ8…………………………….………………(14)
61
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : h2, h3, h4>0; h1<0 dan 0
= Permintaan gula industri tahun t (ton)
LHRGPB== HRGPBt-1 : Harga riil gula pedagang besar tahun t (Rp/kg) t HRKINt
= Harga riil komposit produk makanan dan minuman tahun t (US$/kg)
LJJIM
= (JIMt-JIMt-1)/JIMt-1 : Pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun t
L2PDBIN = PDBINRt-2 : Produk Domestik Bruto riil Sektor Industri Makanan dan Minuman tahun t-2 (Rp miliar) LDGIN
= DGINt-1: Permintaan gula industri tahun t-1 (ton)
μ8
= variabel penganggu
4.2.5.3.Permintaan Gula Indonesia Permintaan gula Indonesia merupakan penjumlahan dari permintaan gula oleh rumah tangga dan industri. Persamaan total permintaan gula di Indonesia adalah sebagai berikut : DGINAt = DGRTt + DGINt ……………...………….………………(14) dimana : DGINAt = Permintaan gula Indonesia tahun t (ton) DGRTt
= Permintaan gula rumah tangga tahun t (ton)
DGINt
= Permintaan gula industri tahun t (ton)
4.2.6. Harga Gula Indonesia 4.2.6.1.Harga Gula Tingkat Petani Harga gula tingkat petani yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah harga gula yang diterima oleh petani. Sebelum tahun 2000 harga gula yang diterima petani adalah harga provenue yang merupakan harga pembelian BULOG kepada petani tebu. Tahun 2000-2003 harga gula yang diterima petani adalah harga gula lelang kesepakatan antara petani dengan investor gula, sedangkan setelah tahun 2004 hingga saat ini harga gula yang diterima petani adalah harga lelang berdasarkan harga patokan petani (HPP) sebagai harga dasar pembelian
62
gula oleh investor. Adapun persamaan harga gula tingkat petani dirumuskan dalam persamaan berikut : HRGPt
= i0 + i1HRGPBt + i2RQGINA + i3DHPP + i4T + i5LHRGP + μ9……………………………………………………...(16)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : i1, i3, i4 >0; i2 <0 dan 0
= Harga riil gula tingkat petani tahun t (Rp/kg)
HRGPBt
= Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg)
RQGINA
= QGINAt/QGINAt-1 : Produksi gula Indonesia tahun t-1 (ton)
DHPP
= Dummy Kebijakan HPP Gula, dimana D = 1 jika ada kebijakan HPP dan D = 0 jika tidak ada kebijakan HPP
T
= Tren waktu
LHRGP
= HRGPt-1 : Harga gula riil di tingkat petani tahun t-1 (Rp/kg)
μ9
= Variabel pengganggu
4.2.6.2.Harga Gula Tingkat Pedagang Besar Harga gula di tingkat pedagang besar meliputi biaya pembelian dan biaya transportasi. Adapun persamaan harga gula di tingkat pedagang besar dirumuskan dalam persamaan berikut : HRGPBt
= j0 + j1HRGEt + j2T + j3LHRGPB + μ10………………….(17)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : j1, j2>0 dan 0<j3<1 dimana : HRGPBt
= Harga riil gula di tingkat pedagang besar tahun t (Rp/kg)
HRGEt
= Harga riil eceran gula tahun t (Rp/kg)
T
= Tren waktu
LHRGPB = HRGPBt -1 : Harga riil gula tingkat pedagang besar tahun t-1 (Rp/kg) μ9
= Variabel pengganggu
63
4.2.6.3.Harga Eceran Gula Indonesia Harga eceran gula merupakan harga yang diterima oleh konsumen. Persamaan harga eceran gula Indonesia dirumuskan dalam sebagai berikut : HRGEt
= k0 + k1HRGINAt + k2DGINAt + k3SGINAt + μ11……….(18)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : k1, k2>0 dan k3<0 dimana : HRGEt
= Harga riil eceran gula tahun t (Rp/kg)
HRGINAt = Harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/kg) DGINAt
= Permintaan gula Indonesia tahun t (ton)
SGINAt
= Penawaran gula Indonesia tahun t (ton)
μ11
= Variabel pengganggu
4.2.6.4.Harga Impor Gula Indonesia Harga impor gula Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga rata-rata impor gula Indonesia dari beberapa negara eksportir yang mengekspor gulanya ke Indonesia. Adapun persamaan harga impor gula Indonesia dirumuskan dalam persamaan berikut : HRGINAt
= l0 + l1HRGWt + l2T + l3LHRGINA + μ12…….……......(19)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : l1, l2>0 dan 0
= Harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/Kg)
HRGWt
= Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton)
T
= Tren waktu
LHRGINA = HRGINAt-1 : Harga impor riil gula Indonesia tahun t-1 (Rp/kg) μ12
= Variabel pengganggu
64
4.2.7. Impor Gula Indonesia 4.2.7.1.Impor Gula Indonesia dari Thailand Thailand merupakan ekspotir gula utama bagi Indonesia, karena Thailand merupakan produsen penghasil gula terbesar di Asia Tenggara. Adapun impor gula Indonesia dari Thailand dapat dirumuskan dalam persamaan berikut : MGITHt
= m0 + m1HRGINAt + m2QGINAt + m3ERITHt + m4LSTG + m5TIGt + m6T + m7LMGITH+ μ13…………..….…..…(20)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : m6>0; m1, m2, m3, m4, m5<0 dan 0<m7<1 dimana : MGITHt
= Impor gula Indonesia dari Thailand tahun t (kg)
HRGINAt = Harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/Kg) QGINAt
= Produksi gula Indonesia (ton)
ERITHt
= Nilai tukar riil Indonesia terhadap Thailand tahun t (Rp/Bath)
LSTG
= STGt-1 : Stok gula Indonesia tahun t-1 (ton)
TIGt
= Tarif impor gula Indonesia tahun t (%)
T
= Tren waktu
LMGITH = MGITHt-1 : Impor gula Indonesia dari Thailand tahun t-1 (ton) μ13
= Variabel pengganggu
4.2.7.2.Impor Gula Indonesia dari China China merupakan salah satu negara produsen gula terbesar di dunia. Tujuan utama ekspor gula China adalah Indonesia. Indonesia dan China akan terlibat dalam perdagangan bebas gula melalui skema perjanjian perdagangan ACFTA. Adapun impor gula Indonesia dari China dapat dirumuskan dalam persamaan berikut : MGICNt
= n0 + n1SHRGINA + n2QGINAt + n3TIGt + n4SERICN + n5SSTG+ n6T + μ14…………………….……….….....(21)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : n1, n2, n3, n4, n5<0 dan n6>0 dimana : MGICNt
=
SHRGINA =
Impor gula Indonesia dari China tahun t (ton) HRGINAt - HRGINAt-1 : Perubahan harga impor riil gula Indonesia tahun t (Rp/Kg)
65
QGINAt
=
Produksi gula Indonesia tahun t (ton)
TIGt
=
Tarif impor gula Indonesia tahun t (%)
SERICN
=
ERICNt - ERICNt-1: Perubahan nilai tukar riil Indonesia terhadap China tahun t (Rp/Yuan)
SSTG
=
STGt - STGt-1 : Perubahan stok gula Indonesia tahun t (ton)
T
=
Tren waktu
μ14
=
Variabel pengganggu
4.2.7.3.Total Impor Gula Indonesia Total impor gula Indonesia adalah penjumlahan dari permintaan impor gula Indonesia dari Thailand, China, dan negara lain. Persamaan impor gula Indonesia dirumuskan sebagai berikut : MGINAt
= MGITHt + MGICNt + MGIRWt……………………..…(22)
dimana : MGITHt
= Impor gula Indonesia dari Thailand tahun t (ton)
MGICNt
= Impor gula Indonesia dari China tahun t (ton)
MGIRWt
= Impor gula negara lain (rest of the world) tahun t (ton)
4.2.8. Ekspor Impor Gula Dunia Ekspor Gula Dunia 4.2.8.1. Ekspor Gula Brazil Brazil merupakan negara produsen dan eksportir gula baik untuk gula mentah maupun gula kristal rafinasi terbesar di dunia. Adapun persamaan ekspor gula Brazil dirumuskan sebagai berikut : XGBRt
= o0 + o1HRGWt + o2QGBR + o3SERBRt + o4LXGBR+ μ15 (23)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : o1, o2, o3 >0 dan 0
= Ekspor gula Brazil tahun t (ton)
HRGWt = Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton) QGBRt
= Produksi gula Brazil tahun t (ton)
SERBR = ERBRt - ERBRt-1 : Perubahan Nilai tukar riil Brazil terhadap Dollar Amerika tahun t (R$/US$)
66
LXGBR = XGBRt-1 : Ekspor gula Brazil tahun t-1 (ton) μ15
= Variabel pengganggu
4.2.8.2.Ekspor Gula Thailand Thailand juga merupakan produsen dan eksportir gula baik raw sugar maupun refined sugar dengan share terbesar kedua di dunia. Adapun persamaan ekspor gula Thailand dirumuskan dalam persamaan berikut : XGTHt
= p0 + p1HRGWt + p2QGTHt + p3SERTH + p4T + μ16……..(24)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : p1, p2, p3, p4>0 dimana : XGTHt
= Ekspor gula Thailand tahun t (ton)
HRGWt = Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton) QGTHt
= Produksi gula Thailand tahun t (ton)
SERTH = ERTHt - ERTHt-1 : Nilai tukar riil Thailand terhadap Dollar Amerika (Bath/US$) T
= Tren waktu
μ16
= Variabel pengganggu
4.2.8.3. Total Ekspor Gula Dunia Ekspor gula dunia dibentuk melalui persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor gula negara eksportir terbesar dunia (Brazil dan Thailand) dan negara lainnya. Setiap perubahan yang mempengaruhi ekspor gula negara-negara eksportir terbesar dunia mempengaruhi ekspor gula dunia. XGWt
= XGBRt + XGTHt + XGRWt.................................................(25)
dimana : XGWt
= Ekspor gula dunia tahun t (ton)
XGBRt
= Ekspor gula Brazil tahun t (ton)
XGTHt
= Ekspor gula Thailand tahun t (ton)
XGRWt = Ekspor gula sisa dunia (selain Brazil dan Thailand) tahun t (ton)
67
Impor Gula Dunia 4.2.8.4. Impor Gula India India yang merupakan salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia juga merupakan importir gula. Adapun persamaan gula India dirumuskan dalam persamaan berikut : MGINt
= q0 + q1HRGWt + q2QGINt + q3LJPOPIN + q4SERIN + q5IRINt + q6T + μ17…….........................……….…….......(26)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : q3, q5, q6>0 dan q1, q2, q4<0 dimana : MGINt
= Impor gula India tahun t (ton)
HRGWt
= Harga riil gula dunia tahun t (US$/ton)
QGINt
= Produksi gula India tahun t (ton)
LJPOPIN = (POPINt - POPINt-1)/POPINt-1 : Pertumbuhan populasi penduduk India SERIN
= ERINt - ERINt-1 : Nilai tukar India terhadap Dollar Amerika (Rupee/US$)
IRINt
= Pendapatan riil India (US$)
T
= Tren waktu
μ17
= Variabel pengganggu
4.2.8.5.Impor Gula Amerika Serikat Amerika Serikat yang merupakan negara produsen gula juga menjadi negara yang mengimpor gula dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan gula penduduknya. Adapun persamaan gula India dirumuskan dalam persamaan berikut : MGUSt
= r0 + r1SHRGW + r2QGUSt + r3CGUSt + r4STUSt + r5LMGUS + μ18………………………………………………………(27)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : r3>0; r1, r2, r4<0dan 0
= Impor gula Amerika Serikat tahun t (ton)
SHRGW
= HRGWt - HRGWt-1: Harga gula dunia tahun t-1 (US$/ton)
68
QGUSt
= Produksi gula Amerika Serikat tahun t (ton)
CGUSt
= Konsumsi gula Amerika Serikat tahun t (ton)
STUSt
= Stok gula Amerika Serikat tahun t (ton)
LMGUS
= MGUSt-1: Impor gula Amerika Serikat tahun t-1 (ton)
μ18
= Variabel pengganggu
4.2.8.6.Impor Gula China China sekalipun merupakan negara penghasil gula terbesar di dunia juga masih kekurangan dalam memenuhi kebutuhan gula penduduknya yang terbesar di dunia sehingga harus melakukan impor gula dari negara lain. Adapun persamaan gula India dirumuskan dalam persamaan berikut : MGCNt
= s0 + s1LHRGW + s2QGCNt + s3CGCNt + s4STCNt + s5IRCNt + s6LJPOPCN + s7LMGCN+ μ19…………..……………..(28)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : s3, s5, s6>0; s1, s2, s4 <0dan 0<s7<1 dimana : MGCNt
= Impor gula China tahun t (ton)
LHRGW
= HRGWt-1: Harga gula dunia tahun t-1 (US$/ton)
QGCNt
= Produksi gula China tahun t (ton)
CGCNt
= Konsumsi gula China tahun t (ton)
STCNt
= Stok gula China tahun t (ton)
IRCNt
= Pendapatan riil China (US$)
LJPOPCN = (POPCNt-POPCNt-1)/POPCNt-1 : Populasi China tahun t (jiwa) LMGCN
= MGCNt-1: Impor gula China tahun t-1 (ton)
μ19
= Variabel pengganggu
4.2.8.7. Total Impor Gula Dunia Total impor gula dunia merupakan penjumlahan dari impor negara terbesar gula di dunia, yaitu India, Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Indonesia dalam penelitian ini diasumsikan sebagai negara importir gula yang cukup besar di dunia dengan pertimbangan share impor gula Indonesia terhadap impor gula dunia yang cukup tinggi dan masuk dalam sepuluh besar negara importir gula dunia. Negara lain yang mengimpor gula dikelompokkan sebagai
69
rest of the world atau sisa dunia. Adapun persamaan total impor gula dunia dirumuskan sebagai berikut : MGWt
= MGINt + MGUSt + MGCNt + MGINAt + MGRWt...........(29)
dimana : MGWt
Impor gula dunia tahun t (ton)
MGINt
Impor gula India tahun t (ton)
MGUSt
Impor gula Amerika Serikat tahun t (ton)
MGCNt
Impor gula China tahun t (ton)
MGINAt
Impor gula Indonesia tahun t (ton)
MGRWt
Impor gula sisa dunia tahun t (selain India, Amerika Serikat dan China) (ton)
4.2.9. Harga Gula Dunia Setiap komoditas ekspor masing-masing memiliki harga yang ditentukan oleh keseimbangan pasar dunia. Harga dunia yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga dunia untuk white sugar. Harga dunia tersebut sangat ditentukan oleh penawaran ekspor dan permintaan gula dunia. Selain itu juga dipengaruhi oleh harga gula dunia sebelumnya. Oleh karena itu, persamaan harga gula dunia dapat dirumuskan sebagai berikut : HRGWt
= t0 + t1XGWt + t2MGWt + t3LHRGW + μ20………....……(30)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah : dimana :
4.3.
HRGWt
= Harga gula dunia tahun t (US$/ton)
XGWt
= Volume ekspor gula dunia tahun t (ton)
MGWt
= Volume impor gula dunia tahun t (ton)
LHRGW
= HRGWt-1: Harga gula dunia tahun t-1 (US$/ton)
μ20
= Variabel pengganggu
Prosedur Analisis
4.3.1. Identifikasi Model Identifikasi dilakukan sebelum estimasi model dan tidak hanya terkait dengan penentuan metode estimasi model, tetapi juga spesifikasi model
70
persamaan simultan. Identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition menurut Koutsoyiannis (1977) dapat ditentukan dengan rumus : (K-M) ≥ (G-1) ……………………………..………….………..………(31) dimana : K
= Total variabel dalam model (variabel endogen dan eksogen)
M
= Jumlah variabel endogen dan eksogen terbanyak dalam persamaan
G
= Total persamaan (jumlah variabel endogen dalam model)
Apabila (K–M) lebih besar dari (G–1) maka persamaan teridentifikasi berlebih dikatakan over-identified. Jika (K–M) sama dengan (G–1) maka persamaan teridentifikasi tepat exactly-identified dan jika (K–M) lebih kecil dari (G–1) maka persamaan dikatakan dikatakan under-identified. Hasil identifikasi setiap persamaan struktural haruslah exactly-identified atau over-identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Model Perdagangan Gula Indonesia yang telah dirumuskan terdiri dari 30 persamaaan dengan 20 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas. Model ini terdiri dari 30 variabel endogen (G) dan 74 predetermined variables yang terdiri dari 15 lag variabel endogen dan 59 variabel eksogen, sehingga total variabel dalam model adalah 104 variabel (K). Jumlah variabel yang paling banyak dalam persamaan adalah 7 variabel (M). Berdasarkan kriteria order condition, maka dapat disimpulkan bahwa setiap persamaan struktural yang terdapat dalam model adalah over identified.
4.3.2. Metode Estimasi Model Berdasarkan hasil identifikasi model yang menyatakan model over identified, maka estimasi model dapat dilakukan dengan metode 2SLS (Two Stage Least Squares) atau metode 3SLS (Three Stage Least Squares). Koutsoyiannis (1977) menjelaskan bahwa metode 3SLS sensitif terhadap perubahan spesifikasi model. Apabila terdapat perubahan spesifikasi pada salah satu persamaan dalam sistem maka dapat mempengaruhi semua estimasi parameter. Sedangkan menurut Gujarati (2004), metode 2SLS tidak terlalu sensitif terhadap terhadap kesalahan spesifikasi model serta dapat memberikan estimasi parameter secara konsisten dan
71
tidak bias. Selain itu, metode 3SLS memerlukan data sampel yang lebih besar daripada metode 2SLS karena semua parameter struktural diestimasi pada waktu yang sama (Sinaga, 1989). Berdasarkan pertimbangan ketersediaan data dan kemungkinan adanya perubahan dalam spesifikasi model untuk alternatif simulasi kebijakan, maka metode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2SLS.
4.3.2.1.Uji Statistik F Pengujian statistik F digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Mekanisme untuk menguji hipotesis dari estimasi parameter secara bersama-sama (uji statistik F) adalah sebagai berikut : Hipotesis : Ho : β1= β2 = β3 =…..= βi = 0 H1 : minimal ada satu βi ≠ 0 dimana : i = banyaknya variabel penjelas dalam suatu persamaan β= estimasi parameter Kriteria yang digunakan dalam pengujian estimasi model adalah : 1. Apabila nilai probabilitas (Pr) uji statistik F < taraf α = 5 persen maka H0 ditolak. Artinya variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman dari variabel endogen. 2. Apabila nilai probabilitas (Pr) uji statistik F > taraf α = 5 persen maka H0 diterima. Artinya variabel penjelas secara bersama-sama tidak mampu menjelaskan keragaman dari variabel endogen.
4.3.2.2.Uji Statistik-t Uji statistik-t digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas secara parsial berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogennya. Adapun mekanisme pengujian hipotesis dari estimasi parameter secara parsial (uji statistik t) adalah sebagai berikut :
72
Hipotesis : H0 : βi = 0 (tidak ada pengaruh Xi terhadap Y) H1 : Pengujian satu arah a) βi > 0 (ada pengaruh positif Xi terhadap Y) b) βi < 0 (ada pengaruh negatif Xi terhadap Y) Pengujian dua arah c) βi ≠ 0 (ada pengaruh Xi terhadap Y) Kriteria pengujian : 1. H0 ditolak apabila H1 : βi > 0 ; dengan probabilitas uji t < α 2. H0 ditolak apabila H1 : βi < 0 ; dengan probabilitas uji t < α 3. H0 ditolak apabila H1 : βi ≠ 0 ; dengan probabilitas uji t < 𝛼/2 Penelitian ini menggunakan uji satu arah dengan taraf α = 15 persen, sehingga apabila nilai probabilitas uji statistik-t < taraf α =15 persen maka H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel penjelas berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogennya. Pada program SAS, hasil uji statistik bisa dilihat dari nilai probabilitas (Pr). Nilai probabilitas ini merupakan probabilitas untuk uji dua sisi (two tails test), sehingga untuk pengujian satu arah nilai probabilitas harus dibagi dua.
4.3.2.3.Uji Statistik Durbin-h Metode pengujian yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi (autocorrelation) adalah dengan statistik dw (Durbin Watson Statistics). Namun, mengingat di dalam model terdapat persamaan yang mengandung variabel bedakala, maka penggunaan statistik dw sudah tidak valid. Oleh karena itu, digunakan uji statistik dh (Durbin-h Statistics) untuk mengetahui ada tidaknya serial korelasi pada persamaan yang mengandung variabel bedakala (Pindyck dan Rubinfield, 1998). Persamaan 32 berikut merupakan formula untuk memperoleh nilai Durbin-h Statistics atau hhitung. d hhitung 1 W 2
N ............................................................(32) 1 N Var
dimana : h
= Nilai statistik durbin h
N
= Jumlah pengamatan contoh
73
Var (β) = Varians dari koefisien lag endogen dW
= Nilai durbin watson hitung (dari pengolahan komputer)
Apabila digunakan taraf α = 5 persen, sehingga diketahui -1.96 ≤ hhitung ≤ 1.96, maka dapat disimpulkan persamaan tidak mengalami masalah serial korelasi. Namun apabila diketahui hhitung<-1.96 maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya apabila nilai hhitung >1.96 maka terdapat autokorelasi positif.
4.3.3. Validasi Model Tujuan dari validasi model adalah untuk menganalisis sejauh mana model dapat menggambarkan dunia nyata. Untuk mengetahui apakah model cukup valid digunakan untuk simulasi kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal, maka dilakukan validasi model. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi nilai estimasi Model Perdagangan Gula Indonesia dalam penelitian ini yaitu RMSPE (Root Mean Squares Percent Error) dan Theil’s Inequality Coefficient (U) (Pindyck dan Rubinfield, 1998). Adapun kriterita validasi tersebut dirumuskan sebagai berikut : 2
s a 1 T Yt Yt RMSPE T t 1 Yta
U
1 T Yts Yta T t 1
1 T Yts T t 1
2
100% ……………..….………………(33)
2
1 T Yta T t 1
……………..………...……..……...(34)
2
dimana : Yt s
= Nilai simulasi dasar dari variabel endogen
Yt a
= Nilai aktual variabel endogen
T
= Jumlah periode pengamatan
U
= Theil’s inequality coefficient
RMSPE
= Root Mean Squares Percent Error
Statistika RMSPE digunakan untuk mengukur presentase penyimpangan nilai-nilai estimasi variabel endogen dari nilai aktualnya selama periode pengamatan. Semakin kecil nilai RMSPE maka estimasi variabel endogen tersebut
74
semakin valid. Sitepu dan Sinaga (2006) juga menyatakan bahwa nilai statistik U dapat digunakan sebagai ukuran validasi model untuk mengevaluasi kemampuan model dalam analisis simulasi. Statistik U selalu bernilai antara 0 dan 1. Jika nilai U=1 maka estimasi variabel endogen adalah naif, sedangkan jika U=0 maka estimasi variabel endogen sempurna, sangat mendekati kenyataan. Oleh karena itu, semakin kecil nilai RMSPE dan U maka estimasi variabel endogen semakin baik.
4.3.4. Simulasi Model Prosedur selanjutnya setelah validasi model adalah simulasi model. Simulasi diperlukan untuk mempelajari dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam model. Tujuan dari simulasi dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan dampak dari berbagai kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal terhadap Model Perdagangan Gula Indonesia dan terhadap surplus produsen, surplus konsumen, penerimaan pemerintah dari tarif, serta devisa impor. Pindyck dan Rubinfield (1998) menjelaskan bahwa simulasi model bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan masa lampau dan membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Dalam penelitian ini, simulasi digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan faktor eksternal melalui simulasi historis (ex post simulation) dan untuk meramalkan dampak alternatif kebijakan dan perubahan faktor eksternal melalui simulasi peramalan (ex ante simulation).
4.3.4.1.Simulasi Historis (Ex Post Simulation) Tujuan kedua mengenai evaluasi dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian terhadap permintaan dan penawaran gula Indonesia, penerimaan pemerintah dan kesejahteraan pelaku ekonomi gula Indonesia pada tahun 20042010 diselesaikan dengan menggunakan simulasi historis. Pada analisis simulasi ini lebih lanjut dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan tingkat kesejahteraan baik menurut pelaku pasar maupun masyarakat secara keseluruhan. Skenario simulasi kebijakan ekonomi di sektor pertanian yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain :
75
1.
Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen HPP untuk komoditas gula kristal putih selalu mengalami revisi setiap tahunnya. Beberapa pertimbangan mengenai kenaikan HPP gula ini antara lain disesuaikan dengan perhitungan biaya pokok produksi yang mengalami kenaikan dikarenakan biaya sewa lahan yang juga mengalami kenaikan. Selain itu, kenaikan inflasi juga menjadi perhitungan dalam kenaikan HPP gula. Peningkatan harga gula tingkat petani disimulasikan sebesar 25 persen. HPP gula pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar Rp 5 350.00 menjadi Rp 6 350.00 atau sebesar 18.7 persen sedangkan Dewan Gula Indonesia mengusulkan kenaikan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen.
2.
Peningkatan harga eceran tertinggi pupuk 33 persen Tata niaga pupuk diatur oleh pemerintah mengingat peranannya yang esensial dalam produksi gula Indonesia. Dasar pertimbangan simulasi kebijakan peningkatan harga eceran tertinggi (HET) pupuk adalah pernyataan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32 Tahun 2010 yang menaikkan harga eceran tertinggi (HET) untuk pupuk bersubsidi yang diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia dari harga sebelumnya Rp 1 200.00 per kilogram meningkat menjadi Rp 1 600.00 per kilogram atau sebesar 33.33 persen. Adapun tujuan kebijakan tersebut antara lain (1) menghindari penggunaan pupuk urea berlebih guna meningkatkan produksi dan rendemen tebu, (2) mengurangi subsidi pupuk, dan (3) diharapkan dalam jangka panjang petani dapat beralih menggunakan pupuk organik.
3.
Peningkatan luas areal perkebunan tebu Indonesia 20 persen Salah satu program revitalisasi industri gula yang dicanangkan pemerintah untuk pencapaian swasembada gula adalah ekstensifikasi pertanian. Dukungan lahan pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah untuk tercapainya program tersebut adalah 350 ribu hektar. Namun, hingga saat ini target perluasan areal tersebut belum tercapai. Peningkatan luas areal tanam tebu di Indonesia hingga tahun 2010 hanya mencapai 3.75 persen per tahunnya, sedangkan harapan pemerintah peluang ekstensifikasi lahan perkebunan tebu untuk tahun 2011 bisa mencapai 20 persen.
76
4.
Penurunan tarif impor 49 persen Seiring dengan penerapan kebijakan ACFTA di Indonesia yang masih memperbolehkan penurunan tarif impor di Indonesia hingga 50 persen, maka berdasarkan kebijakan sebelumnya ingin diketahui dampak penurunan tarif impor sebesar 49 persen. Simulasi kebijakan penurunan tarif ini didasarkan atas Peraturan Menteri Keuangan No.83/PMK.01/2005 yang pernah memberikan keringanan tarif bea masuk atas impor gula menjadi Rp 400.00 per kilogram dari sebelumnya Rp 790.00 per kilogram atau sebesar 49 persen.
5.
Penurunan kuota impor gula 50 persen Penurunan kuota impor ini didasarkan atas wacana pemerintah yang mengusulkan untuk penurunan kuota impor gula sampai 50 persen. Pembatasan kuota impor tersebut diharapkan dapat memacu para petani tebu untuk meningkatkan produksinya dan mengurangi rembesan gula kristal rafinasi ke pasar konsumsi.
4.3.4.2.Simulasi Peramalan (Ex Ante Simulation) Simulasi peramalan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu meramalkan dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal terhadap keragaan industri gula nasional, kesejahteraan pelaku ekonomi gula di Indonesia, dan penerimaan pemerintah dengan membandingkan pada 2 periode, yaitu sebelum diberlakukannya liberalisasi perdagangan gula ACFTA (2011-2014) dan pada saat liberalisasi perdagangan gula ACFTA (20152020). Simulasi peramalan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu simulasi tunggal dan simulasi kombinasi. Adapun skenario simulasi tersebut antara lain : Skenario Simulasi Tunggal Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian 1.
Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 30 persen. Peningkatan harga gula tingkat petani ini didasarkan atas keluhan petani melalui APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) yang menginginkan kenaikan HPP gula sebesar 30 persen. Usulan HPP sebesar 30 persen yang diinginkan petani tersebut diperoleh dengan asumsi kenaikan biaya produksi yang sebesar 30 persen yang terdiri dari biaya sewa lahan, sewa traktor, bibit,
77
biaya tanam, biaya tebang, biaya angkut, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bukan 14.7 persen seperti survei yang dilakukan oleh tim independen. Dengan HPP yang ada dan memperhitungkan 10 persen besarnya keuntungan bagi petani dirasa terlalu kecil bagi petani sebab petani membutuhkan waktu satu tahun untuk mendapatkan keuntungan 10 persen. 2.
Penguatan kembali peran BULOG Melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 25 Tahun 1998, pemerintah telah menghapuskan peranan BULOG sebagai pengendali tunggal tata niaga gula di Indonesia. Penghapusan intervensi gula oleh BULOG ini juga berarti bahwa stok gula yang ada pada BULOG setelah kebijakan tersebut adalah nol atau tidak ada lagi. Namun kemudian pemerintah menyadari bahwa selama ini ketika produksi gula di dalam negeri tidak ada karena musim giling sudah selesai, pedagang sering kali memainkan harga gula di tingkat konsumen. Sementara pemerintah juga tidak dapat menstabilkan harga gula, karena tidak adanya stok gula. Oleh karena itu, muncul wacana dari Panitia Kerja swasembada gula DPR untuk mengembalikan peran BULOG sebagai buffer stock pengendalikan harga komoditas strategis ini. Wacana peningkatan
kembali
peran
BULOG
sebagai
lembaga
buffer
stock
disimulasikan dengan peningkatan stok gula sebesar 20 persen. 3.
Peningkatan luas areal perkebunan tebu 30 persen Peningkatan luas areal perkebunan tebu ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai swasembada gula yang telah dirumuskan melalui Program Revitalisasi Industri Gula Nasional. Dalam program tersebut pemerintah berharap dapat membuka areal perkebunan baru untuk pertanaman tebu sebesar 350 ribu hektar atau meningkat sekitar 30 persen, baik yang diupayakan oleh pihak pemerintah maupun swasta.
4.
Swasembada absolut gula di Indonesia Simulasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan industri gula Indonesia dalam permintaan dan penawarannya apabila pemerintah menutup kran impor. Hal ini sejalan dengan salah satu varian dari konsep swasembada pangan dengan pemenuhan kebutuhan pangan seluruhnya oleh produksi dalam negeri tanpa adanya impor gula.
78
5.
Penghapusan tarif impor gula di Indonesia Sejak tanggal 1 Januari 2010 perjanjian antara China dan Indonesia efektif berlaku. Sesuai dengan skema kesepakatan ACFTA dimana komoditas gula yang dimasukkan kategori HSL akan mengalami penghapusan atau penurunan tarif pada 1 Januari 2015. Untuk melihat performansi industri gula di Indonesia terkait dengan impor gula, maka dilakukan simulasi penghapusan tarif yang artinya tarif impor gula sebesar nol.
6.
Penurunan Tarif Impor Gula Simulasi ini dimaksudkan untuk melihat alternatif penurunan tarif impor gula terbaik yang masih dapat diterapkan dalam era liberalisasi perdagangan gula ACFTA pada komoditas yang masuk dalam kategori HSL. Karena batas penurunan tarif yang diperbolehkan dalam perjanjian tersebut adalah antara 0 sampai 50 persen, maka simulasi kebijakan penurunan tarif impor yang dilakukan antara lain penurunan tarif 10 persen, 30 persen, dan 50 persen.
Skenario Tunggal Simulasi Perubahan Faktor Eksternal Simulasi perubahan faktor eksternal dalam penelitian ini meliputi : (1) peningkatan produksi gula China sebesar 20 persen dan (2) peningkatan produksi gula Thailand dan Brazil sebesar 20 persen. Pertimbangan memasukkan China didasarkan pada proyeksi adanya peningkatan produksi gula negara ini akibat peningkatan efisiensi pabrik gula yang mampu menghasilkan gula lebih banyak, sedangkan pertimbangan memasukkan Brazil dan Thailand sehubungan dengan terus menurunnya harga gula dunia menyusul keberhasilan panen kedua negara yang notabene menjadi eksportir gula terbesar di dunia. Besarnya perubahan sebesar 20 persen tersebut semata-mata hanya berdasarkan kecenderungan adanya peningkatan volume produksi dari negara bersangkutan mendekati 20 persen. Skenario Simulasi Kombinasi Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian 1. Kombinasi penurunan tarif impor 50 persen dan peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen. Skenario kebijakan kombinasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani yang direfleksikan dari peningkatan HPP gula dapat melindungi industri gula khususnya produsen domestik dari derasnya impor gula jika kebijakan penurunan tarif impor harus dilakukan.
79
2. Penurunan tarif impor 50 persen, peningkatan harga gula petani 30 persen, dan peningkatan luas areal 30 persen. Skenario kombinasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan harga gula tingkat petani dan tercapainya target perluasan areal dalam Program Revitalisasi Industri Gula Nasional mampu melindungi industri gula dari serbuan gula impor. 3. Kombinasi peningkatan produksi gula China 20 persen, penurunan tarif impor 30 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen, dan peningkatan stok gula 20 persen. Simulasi ini dilakukan untuk melihat efektivitas dari kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen dan peningkatan stok dalam melindungi industri gula nasional dari peningkatan produksi gula China yang diduga akan meningkatkan ekspornya ke Indonesia serta keharusan penurunan tarif impor sesuai skema ACFTA yang menyebabkan peningkatan impor gula Indonesia. 4. Penurunan tarif impor 50 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen, peningkatan luas areal 30 persen, dan peningkatan stok gula 20 persen. Kombinasi simulasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana peningkatan luas areal, peningkatan stok gula, dan peningkatan harga gula tingkat petani mampu melindungi industri gula nasional dan kesejahteraan masyarakat.
4.3.5. Metode Peramalan Proses simulasi pada periode peramalan dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah meramalkan variabel eksogen. Prosedur yang digunakan untuk meramalkan nilai-nilai variabel eksogen adalah prosedur FORECAST. Prosedur tersebut merupakan prosedur ekstrapolasi yang praktis dan efisien dalam meramalkan nilai variabel tertentu dibandingkan dengan prosedur ilmiah yang memerlukan pengujian hipotesis yang lebih rumit (Sitepu dan Sinaga, 2006). Metode yang dapat digunakan untuk meramalkan nilai-nilai variabel eksogen antara lain Stepwise Autoregressive Method (STEPAR), Exponential Smoothing Method (EXPO), dan Winters Exponentially Smoothed Trend-Seasonal Method (WINTERS). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode STEPAR. Metode ini mengkombinasikan kecenderungan waktu dengan autoregressive dan menggunakan metode stepwise untuk memilih lag yang
80
digunakan pada prosedur autoregressive. Program dan hasil peramalan variabel eksogen dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Tahap kedua adalah peramalan nilai variabel endogen menggunakan prosedur SIMNLIN dan metode NEWTON. Program dan hasil peramalan variabel endogen dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 12.
4.4. Analisis Perubahan Indikator Kesejahteraan Surplus produsen dan konsumen menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan merupakan indikator penentu arah kebijakan yang dilakukan. Perubahan kesejahteraan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Perubahan Surplus Produsen Gula = a + b + c a. Produsen Perkebunan Besar Negara QGKPNb(HRGPBs – HRGPBb) + ½ (QGKPNs – QGKPNb) (HRGPBs – HRGPBb) b. Produsen Perkebunan Besar Swasta QGKPSb(HRGPBs – HRGPBb) + ½ (QGKPSs – QGKPSb) (HRGPBs – HRGPBb) c. Produsen Perkebunan Rakyat QGKPNb(HRGPs – HRGPb) + ½ (QGKPNs – QGKPNb) (HRGPs – HRGPb) 2. Perubahan Surplus Konsumen = a + b + c a. Konsumen Rumah Tangga DGRTb(HRGEb – HRGEs) + ½(DGRTb–DGRTs)(HRGEs – HRGEb) b. Konsumen Industri DGINb(HRGPBb – HRGPBs) + ½(DGINb–DGINs)(HRGPBs – HRGPBb) 3. Perubahan Penerimaan Pemerintah dari Tarif Impor Gula = a + b + c a. Impor Gula Indonesia dari Thailand (TIGs*MGITHs*(HRGINAs*1000))/100 - (TIGd*MGITHd*(HRGINAd*1000))/100 b. Impor Gula Indonesia dari China (TIGs*MGICNs*(HRGINAs*1000))/100 - (TIGd*MGICNd*(HRGINAd*1000))/100 c. Impor Gula Indonesia dari Negara Lain (TIGs*MGIRWs*(HRGINAs*1000))/100 - (TIGd*MGIRWd*(HRGINAd*1000))/100 4. Penerimaan Devisa Negara a. Impor Gula Indonesia dari Thailand (MGITHs*HRGINAs*1000) - (MGITHd*HRGINAd*1000)
81
b. Impor Gula Indonesia dari China (MGICNs*HRGINAs*1000) - (MGICNd*HRGINAd*1000) c. Impor Gula Indonesia dari Negara Lain (MGIRWs*HRGINAs*1000) - (MGIRWd*HRGINAd*1000) 5. Kesejahteraan Pelaku Pasar Net Surplus = Perubahan surplus produsen + Perubahan surplus konsumen + Penerimaan pemerintah dari tarif impor gula Keterangan : Subscript d
= menyatakan nilai simulasi dasar
Subscript s
= menyatakan nilai simulasi kebijakan
QGKPN
= Produksi gula kristal putih perkebunan besar negara (ton)
QGKPS
= Produksi gula kristal putih perkebunan besar swasta (ton)
QGKPR
= Produksi gula kristal putih perkebunan rakyat (ton)
DGRT
= Permintaan gula rumah tangga (ton)
DGIN
= Permintaan gula industri (ton)
HRGE
= Harga riil eceran gula (Rp/Kg)
HRGPB
= Harga riil gula tingkat pedagang besar (Rp/Kg)
HRGP
= Harga riil gula tingkat petani (Rp/Kg)
HRGINA
= Harga impor riil gula Indonesia (Rp/Kg)
TIG
= Tarif impor gula Indonesia (%)
MGITH
= Impor gula Indonesia dari Thailand (ton)
MGICN
= Impor gula Indonesia dari China (ton)
MGIRW
= Impor gula Indonesia dari Negara Lain (ton)
82