BAB IV PENGEMBANGAN MODEL
IV.1
Deskripsi Umum Sistem Tinjauan
Sistem yang ditinjau adalah industri besar dan sedang yang termasuk dalam golongan kendaraan bermotor dan alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau yang berada di bawah Direktorat Jenderal Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan, Departemen Perindustrian RI Jakarta. Penggolongan industri besar dan sedang didasarkan pada jumlah tenaga kerja yang dimiliki.
Industri kendaraan bermotor dan alat angkutan selain kendaraan bermotor termasuk dalam industri pengolahan dengan kode klasifikasi baku lapangan usaha industri (KBLI 34 dan KBLI 35). Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia adalah klasifikasi lapangan usaha berdasarkan International Standard Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC).
Menurut definisi Badan Pusat Statistik (2005), industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan barang yang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Sedangkan pengertian usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan memiliki catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut.
Industri kendaraan bermotor dan alat angkutan selain kendaraan bermotor terdiri dari beberapa industri yaitu: (BPS, 1998) 34
Industri kendaraan bermotor
IV-1
341
Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
3410
Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
34100 Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih Meliputi usaha pembuatan atau perakitan kendaraan bermotor untuk penumpang atau barang: sedan, jeep, truck, pick up, bus dan stasion wagon. Termasuk pembuatan kendaraan untuk keperluan khusus, seperti: mobil pemadam kebakaran, mobil toko, mobil penyapu jalan, ambulan, dan sejenisnya.
342
Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
3420
Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
34200 Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih Meliputi usaha pembuatan bagian-bagian mobil, seperti: bak truk, bodi bus, bodi pick up, bodi untuk kendaraan penumpang, kendaraan bermotor untuk penggunaan khusus: container, caravan, dan mobil tangki. Termasuk pembuatan trailer, semi trailer dan bagian-bagiannya.
343
Industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat atau lebih
3430
Industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat atau lebih
34300 Industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat atau lebih Meliputi usaha pembuatan komponen dan suku cadang kendaraan bermotor roda empat atau lebih, seperti: motor, pembakaran dalam, shock absorber, leaf sporing, radiator, fuel tank, dan muffler.
35
Industri alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih
351
Industri pembuatan dan perbaikan kapal dan perahu
35111 Industri kapal/perahu
IV-2
35112 Industri peralatan dan perlengkapan kapal 35114 Industri pemotongan kapal 35115 Industri bangunan lepas pantai 35120 Industri pembuatan dan pemeliharaan perahu pesiar, rekreasi dan olahraga
352
Industri kereta api
35201 Industri kereta api, bagian dan perlengkapannya 35202 Industri jasa penunjang kereta api
353
Industri pesawat terbang
35301 Industri pesawat terbang dan perlengkapannya 35302 Industri jasa perbaikan dan perawatan pesawat terbang
359
Industri alat angkut lainnya
35911 Industri sepeda motor dan sejenisnya 35912 Industri komponen dan perlengkapan sepeda motor dan sejenisnya Meliputi usaha pembuatan dan perakitan secara lengkap dari macammacam sepeda motor dan sejenisnya, seperti: skuter, bemo, a side-car, dan sejenisnya. Termasuk sepeda yang dilengkapi motor. 35921 Industri sepeda dan becak 35922 Industri perlengkapan sepeda dan becak 35990 Industri alat angkut yang belum termasuk dalam kelompok manapun
Industri otomotif yang dibahas pada penelitian ini adalah industri karoseri (ISIC atau International Standard Industral Classification of All Economics Activities 34200), industri komponen kendaraan roda empat (ISIC 34300) dan industri komponen kendaraan roda dua (ISIC 35912) yang disebut industri komponen otomotif. Sektor industri komponen otomotif termasuk industri pengolahan yang kini merupakan faktor utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Sebagai gambaran, pada tahun 2005 peran sektor
IV-3
industri pengolahan diperkirakan mencapai lebih dari seperempat (28,06 persen) komponen pembentukan PDB. Perinciannya dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Tabel IV.1. Distribusi persentase Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, 2002-2005 (Statistik Indonesia 2005/2006, BPS – Jakarta) Lapangan usaha
2002
2003
2004
2005
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan a. Tanaman bahan makanan b. Tanaman perkebunan c. Peternakan dan hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan a. Minyak dan gas bumi b. Pertambangan bukan migas c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri migas - Pengilangan minyak bumi - Gas alam cair b. Industri bukan migas - Makanan, minuman, dan tembakau - Tekstil, barang kulit dan alas kaki - Barang kayu dan hasil hutan lain - Kertas dan barang cetakan - Pupuk, kimia, dan barang dari karet - Semen dan bahan galian bukan logam - Logam dasar besi dan baja - Alat angkutan, mesin dan peralatan - Barang lainnya 4. Listrik, gas, dan air bersih - Listrik - Gas kota - Air bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, hotel dan restoran - Perdagangan besar dan eceran - Hotel - Restoran
15.46
15,19
14,59
13,40
8,03 2,36 1,89 0,97 2,21 8,83 5,11 2,81 0,91 28,72 3,83 2,39 1,44 24,89 7,97 3,45 1,62 1,33 2,72 0,98 0,76 5,87 0,19 0,84 0,59 0,11 0,14 6,07 17,14 13,35 0,57 3,22
7,83 2,32 1,86 0,91 2,27 8,33 4,73 2,65 0,95 28,25 3,85 2,48 1,37 24,40 7,66 3,36 1,48 1,38 2,82 0,95 0,67 5,87 0,21 0,94 0,69 0,11 0,14 6,22 16,64 12,94 0,56 3,14
7,28 2,27 1,79 0,87 2,38 8,63 4,94 2,74 0,95 28,13 3,91 2,39 1,52 24,22 7,19 3,15 1,37 1,36 2,81 0,96 0,75 6,41 0,22 0,97 0,68 0,14 0,15 6,29 16,27 12,69 0,56 3,02
6,73 2,12 1,58 0,79 2,18 10,44 6,16 3,31 0,97 28,06 4,91 3,15 1,76 23,15 6,52 2,80 1,27 1,24 2,81 0,91 0,74 6,64 0,22 0,92 0,63 0,14 0,15 6,35 15,75 12,33 0,54 2,88
Di Indonesia, industri pengolahan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Pengelompokkan ini didasarkan pada banyaknya pekerja yang terlibat di dalamnya, tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksi yang digunakan ataupun modal yang ditanamkan. Adapun kategorinya adalah sebagai berikut:
IV-4
Industri besar adalah perusahaan industri yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih; Industri sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai pekerja 20-99 orang; Industri kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai pekerja 5-19 orang; Industri kerajinan rumah tangga adalah usaha industri yang mempunyai pekerja antara 1-4 orang.
Berikut ini adalah gambaran umum sistem industri kendaraan bermotor dan komponen yang ditunjukkan pada Gambar IV.1.
IV-5
Gambar IV.1. Sistem industri kendaraan bermotor dan komponen (Pawitra, 1986)
IV-6
Prinsipal Prinsipal menentukan performansi industri otomotif di Indonesia selama menguasai aspek-aspek rancang bangun, perekayasaan, pembelanjaan, keahlian pemasaran, harga, testing, kualitas komponen dan warranty. Kemampuankemampuan yang dimiliki prinsipal terutama bertalian dengan merek kendaraan bermotor yang bersangkutan. Kemampuan yang dimiliki oleh prinsipal merupakan dasar bagi prinsipal untuk memperoleh keuntungan
dengan cara
memasuki dan mempertahankan pasar di negara-negara di dunia. Prinsipalprinsipal masuk ke pasar dunia dalam bentuk perusahaan multi nasional dengan pertimbangan-pertimbangan beberapa hal seperti negara dengan stabilitas politik yang tinggi, kesempatan pasar yang besar, pertumbuhan ekonomi yang pesat, memiliki kesatuan budaya, serta dengan hambatan-hambatan kecil dalam bidang hukum.
Begitu pula pertimbangan prinsipal memasuki Indonesia. Kemudian, prinsipalprinsipal mengelola sendiri distribusi produk-produknya melalui pembentukan perusahaan perakitan, manufacturing dan perusahaan-perusahaan perdagangan prinsipal sendiri. Namun demikian, adanya larangan pemerintah bagi perusahaan atau orang asing melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, maka prinsipal-prinsipal luar negeri mengadakan antara lain perjanjian manajemen, teknis persetujuan lisensi dengan perusahaan nasional, atau jika diijinkan mengadakan perusahaan patungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa prinsipal menentukan arah perkembangan bisnis otomotif beserta industrialisasinya.
Agen tunggal dan pelaku lainnya Agen tunggal, beserta perakit/manufacturer dan pabrikan komponen otomotif merupakan kaitan primer dengan para prinsipal luar negeri. Para agen tunggal menduduki posisi sentral karena: 1. Pemerintah memberikan tanggung jawab besar kepada mereka dalam rangka industrialisasi otomotif, terutama komponen-komponen yang berkaitan dengan merek seperti kabin, chassis, dan mesin
IV-7
2. Secara hukum, agen tunggal menjadi franchise dari suatu merek sehingga bertanggung jawab dan mempunyai hak untuk impor, distribusi, merakit, menyediakan suku cadang dan kegiatan purna jual lainnya 3. Memiliki kekuasaan terhadap para dealer termasuk kekuasaan politis.
Fungsi-fungsi agen tunggal seperti impor, distribusi, purna jual pembelanjaan, investasi komponen utama dan lain-lain ditentukan oleh pertimbangan efektivitas. Agen tunggal telah memiliki organisasi dan pengalaman manajerial, telah mengadakan investasi dan secara hukum bertanggung jawab, tidak hanya kepada prinsipal namun juga kepada pemerintah. Sehingga perlu pula ditata mengenai komponen-komponen manakah yang berhubungan dengan merek (captive components) dan yang mana merupakan komponen universal. Dengan demikian dapat ditentukan tanggung jawab masing-masing lembaga dalam struktur bisnis otomotif.
Menurut Pawitra (1986) struktur pelaku-pelaku bisnis otomotif masih perlu ditata, baik mengenai fungsi-fungsinya maupun mengenai komponen-komponen yang terikat dengan merek dan komponen-komponen universal. Berikut ini merupakan pelaku atau pemain kunci dalam industri otomotif. Performansi bisnis otomotif = F (pemerintah, prinsipal, agen tunggal, variabel-variabel tak terkendali)
IV.1.1 Perkembangan Kebijakan Industri Otomotif Nasional
Secara time series, perkembangan industri otomotif nasional cukup baik. Data sepuluh tahun terakhir menunjukkan adanya trend kenaikan, meskipun dalam lingkup waktu yang lebih kecil terjadi gejolak. Karakteristik pasar otomotif sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan dan peraturan, baik perubahan politik, maupun ekonomi-moneter.
IV-8
Periode Sebelum Tight Money Policy (TMP) 1991 Industri otomotif nasional menunjukkan kemampuannya dalam merebut pangsa pasar nasional. Peningkatan kemampuan teknologi proses yang diikuti oleh peningkatan daya beli masyarakat, mengangkat produksi industri otomotif secara signifikan. Dalam dua tahun (1976 – 1978) produksi otomotif naik tajam sebesar 1,5 kali lipat, yakni mencapai 103.000 unit dari 70.000 unit sebelumnya. Bahkan dengan adanya kondisi stabilitas ekonomi dan stabilitas keamanan, sampai tahun 1981 pemasaran mencapai angka kurang lebih 210.000 unit. Tahun 1981, terjadi gejolak ekonomi lokal, yakni laju inflasi yang relatif tinggi, dan berdampak pada rendahnya daya beli, dan kondisi ini berjalan sampai tahun 1983, sehingga menyebabkan angka penjualan menurun pada angka 150.000 unit. Tahun 1983, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter yang sangat berdampak pada ekonomi secara makro, yakni devaluasi rupiah sebesar 27,5 %. Dan kebijakan ini mampu menahan penurunan penjualan produk otomotif nasional. Tahun 1984, pemerintah melakukan devaluasi rupiah sebesar 31 % dan mampu menaikkan pasar industri otomotif mencapai 160.000 unit. Tahun 1987, pemerintah mengeluarkan kebijakan uang ketat (tight money policy) suatu program pengendalian neraca APBN, dan berimplikasi pada penurunan pasar. TMP 87, disusul dengan perubahan regulasi perbankan tahun 1989, yang memberikan beberapa kemudahan terutama dalam kredit (termasuk kredit konsumsi, dan kredit pemilikan kendaraan) sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap industri. Hasilnya sampai tahun 1990 angka penjualan kendaraan bermotor mencapai 274.000 unit, suatu angka yang belum pernah dicapai sebelumnya. Tahun 1991, pemerintah mengeluarkan kebijakan TMP ke II, dan membuat angka pemasaran kendaraan turun sampai 170.000 unit pada tahun 1992.
IV-9
Periode 1991 sampai dengan Krisis Moneter 1998 Beberapa kebijakan strategis dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang moneter. Banyak sekali kebijakan yang berimplikasi pada pasar kendaraan. Kebijakan bulan Juni yang dikenal dengan PAKJUN 93 mampu mengangkat pasar kendaraan ke angka 322.000 unit. Tahun 1996 pemerintah mencanangkan tentang Industri Mobil Nasional yang dikenal dengan MOBNAS. Pada periode awal Mobnas, pasar melonjak pada angka 387.000 unit pada tahun 1997 dan Krisis Moneter (Krismon 1998) menghancurkan pasar industri otomotif nasional sampai angka 50.000 unit. Periode Pasca Krismon sampai sekarang Berangkat dari keterpurukan ekonomi akibat Krismon tersebut, pemerintah melakukan pembenahan terutama dari sisi politik dan ekonomi, memberikan angin segar bagi industri kendaraan. Pemilu tahun 1999 memberikan implikasi pada kenaikan angka penjualan kendaraan mencapai 300.000 unit pada tahun 2000. Pertumbuhan ekonomi, kepercayaan investor pada sistem ekonomi dan politik dalam negeri secara bertahap mampu menaikkan angka penjualan domestik pada tahun 2003 mencapai 354.000 unit. Dan direncanakan untuk tahun 2006 ini mampu mencapai angka 500.000 unit.
IV-10
450
400 387
379
354
350
Unit Penjualan(x 1000)
322
332 318 301
300
299
274 261
250
211
208
200
189
178
172 152
150
103
100
152
162
160
158
170
144
103
94
88 72 58
50
0 1976 1977 1978 1979
1980 1981 1982
1983 1984 1985 1986
1987 1988 1989
1990 1991 1992 1993
1994 1995 1996
1997 1998 1999 2000
Tahun
Gambar IV.2. Grafik perkembangan pasar kendaraan roda 4 nasional (Disperindag Jabar, 2006)
IV-11
2001 2002 2003
IV.1.2 Kebijakan Otomotif Saat Ini
Kebijakan baru di bidang otomotif yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juli 1999 dimaksudkan guna mengantisipasi perkembangan masa mendatang yang secara ringkasnya dapat dilihat pada Gambar IV.3. Aspek penting dari kebijakan itu mencakup (Sargo, 2004): Dihapuskannya sistem insentif yang dikaitkan dengan ketentuan pencapaian kandungan lokal. Industri bebas memilih tingkat kegiatan yang akan dilakukan apakah manufaktur, perakitan atau impor utuh. Diutamakan produksi jenis sedan dan kendaraan niaga kecil (di bawah 1.500 cc) dengan mengandalkan pasar dan kemampuan produksi yang telah ada, sekaligus mendorong industri komponen. Tarif bea masuk (BM) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) disesuaikan dengan ketentuan harmonized system (HS), dan tidak ada lagi perlakuan khusus terkait dengan investasi. Mempersiapkan industri agar lebih berdaya saing, memasuki era perdagangan bebas (AFTA tahun 2002 dan APEC). Impor kendaraan dalam keadaan utuh (CBU) dipermudah, dengan tarif diturunkan.
Dengan kebijakan tersebut, dan selanjutnya dengan pengaturan tarif (Tabel IV.2), pemerintah ingin mengarahkan industri menjadi lebih berdaya saing. Adapun strategi yang dipilih (Depperin, 2007): Mendorong perkembangan industri komponen sebagai pendukung industri kendaraan. Mempertahankan dan mendorong perkembangan industri kendaraan niaga kategori I, sedan kecil dan sepeda motor. Meningkatkan ekspor, terutama komponen. Melakukan restrukturisasi pasar dan industri melalui penyesuaian tarif bea masuk.
IV-12
Gambar IV.3. Kebijakan Otomotif 1999 (IATDK Depperin, 2007)
Tabel IV.2. Bea Masuk (BM) dan Pajak Barang Mewah (PPn.BM) Kategori Mobil Penumpang < 10 (Sedan) Mobil Penumpang < 10 4 x 2 (Van) 4 x 4 (Jeep / Van 4x4)
Mobil penumpang > 10 (Bus) Trucks / Pick Up Double Cab. 4x4 / 4x2 (Passenger > 3) Sepeda Motor
Keterangan cc < 1.5 lt 1.5 lt < cc < 3.0 lt (P) / 2.5 (D) cc > 3.0 lt (P) / 2.5 (D) cc < 1.5 lt 1.5 lt < cc < 2.5 lt 2.5 lt < cc < 3.0 lt (P) cc > 3.0 lt (P) / 2.5 (D) cc < 1.5 lt 1.5 lt < cc < 3.0 lt (P) / 2.5 (D) cc > 3.0 lt (P) / 2.5 (D) 5 ton < GVW < 24 ton (P/D) GVW > 24 ton (P/D) GVW < 5 ton(P/D) GVW 5 -24 ton (P/D) GVW > 24 ton (P/D) GVW < 5 ton (P/D) double cabin, all cc cc < 250 250 < cc < 500 cc > 500
CBU
Unit CKD
65 70 80 45 45 45 45 45 45 45 40 5 45 40 10 45
35 40 50 25 25 25 25 25 25 25 25 5 25 25 5 25
35 60 60
25 25 25
IKD
Komponen Assy/BD IKD
*1)
15
15 *2) 15 *2) 15 *2) 15 *2)
5 *3) 5 *3) 15 *2) 5 *3) 5 *3) 5 *3)
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
10
*4)
10 10 10 10
*5)
10 10
*5)
15
10
*5)
*5) *5) *5)
*4)
15 15 15
Sumber: IATDK Depperin, 2007 Catatan : * Unit (CKD, CBU, IKD) 2004 berdasarkan Kep. Menteri Keuangan RI N0.: 465/KMK/K.01/2003 (2 0 Oktober 2003)
IV-13
PPn.BM 30 40 75 10 20 40 75 30 40 75 10 10 0 0 0 20 0 60 75
* PPnBM tahun 2004 berdasarkan PP No. 43/2003 (31 Juli 2003) * P = Petrol D = Diesel * Blank material = 5% *1) Exluding engine *2) Excluding body & chassis, engine, transmission, drive axle *3) Excluding body & chassis, engine *4) For engine, transmission, drive axle * Assy/BD (Breakdown)
Melalui kebijakan yang ada saat ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk melepaskan diri dari apa yang dikatakan bahwa indusri ini harganya mahal, daya saing rendah, pemakan devisa, dan seterusnya. Upaya mendorong ekspor di lain pihak membawa konsekuensi pasar dalam negeri juga harus terbuka bagi produk dari luar. Dalam hal ini, yang menjadi ukuran adalah kemampuan bersaing dalam mutu, harga dan pelayanan serta kepuasan konsumen. Berikut ini adalah tabel perbandingan industri otomotif Thailand dengan Indonesia untuk mengetahui posisi industri otomotif nasional (Tabel IV.3).
Tabel IV.3. Perbandingan industri otomotif Thailand dengan Indonesia Negara Thailand Indonesia Jumlah industri perakit (buah) 15 20 Jumlah industri komponen (buah) 1.709 + 600 Kapasitas terpasang tahun 2005 (unit/tahun) 1.400.000 855.000 Utilisasi kapasitas terpasang tahun 2005 (%) 81 59 Pasar domestik tahun 2005 (unit) 703.000 533.917 Volume ekspor KBM tahun 2005 (unit) 440.000 18.112 Nilai ekspor komponen tahun 2005 (USD) 5.450.000.000 1.482.714.000 Kandungan lokal (%) 70-90 30 Sumber: IATDK Depperin, 2007
IV-14
KETERANGAN 1.
2.
3.
4. 5.
KETENTUAN TENTANG: CKD
6.
7.
– PEMBUBARAN PANTAP INTERDEP -- PEMBATASAN MERK/TYPE TIDAK BERLAKU
8.
SK 371: KEHARUSAN PENGGUNAAN KANDUNGAN LOKAL (PENDALAMAN)
9.
SK 34: PENJADWALAN KEMBALI LOKAL SISTEM PENALTI
ATPM ASSEMBLER
KETENTUAN TENTANG: IMPOR CBU IMPOR CKD PEMISAHAN SEDAN-NIAGA SK 307: PENGGUNAAN KOMPONEN LOKAL LARANGAN IMPOR CBU SK 167: PEMBENTUKAN PANTAP INTERDEP
SK 349: PEMBATASAN MERK/TYPE
DEREGULASI: INVESTIGASI INVESTASI IMPOR CBU PENURUNAN TARIF 11. DEREGULASI: PENURUNAN TARIF 12. INPRES 2: MOBNAS
KANDUNGAN
10. SK 114: PENGHITUNGAN KANDUNGAN LOKAL INSENTIF KANDUNGAN LOKAL
13. PP 36: INTENSIF TAMBAHAN ATAS KANDUNGAN LOKAL 14. DEREGULASI 1999
SK 178: PENEGASAN BERLAKUNYA SK 307
Gambar IV.4. Kebijakan industri otomotif 1969-1999 (Sargo, 2004)
IV-15
IV.1.3 Ramalan Perkembangan Pasar Otomotif Dalam Negeri Meskipun sangat banyak faktor yang mempengaruhi pasar otomotif dan sangat rentan dengan pengaruh ekonomi makro, stabilitas politik dan sosial, tetapi berdasarkan data yang lalu dapat dilakukan forecasting (Gambar IV.5).
Ramalan Perkembangan Pasar Otomotif Dalam Negeri 800
U nit P en ju alan (x 1000)
750 700
700 620
600
570 530
500
483
400 300 200
387
379 322
332
301
261 170
299
318
500
354
211
100
94 58
0 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Gambar IV.5. Ramalan perkembangan pasar otomotif dalam negeri (Disperindag Jabar, 2006)
IV-16
IV.1.4 Struktur Industri Kendaraan Bermotor Tumbuhnya pemasok industri kendaraan bermotor akan mempengaruhi struktur industri, dimana pada industri kendaraan bermotor diatur menjadi 4 strata. Strata pertama akan membuat dan menyediakan komponen secara langsung ke perakitan mobil. Strata kedua akan menghasilkan sebagian part yang lebih sederhana yang tercakup di suatu komponen yang tercakup dalam strata pertama. Strata ketiga dan keempat pada umumnya menyediakan bahan baku. Gambaran struktur industri kendaraan bermotor dapat dilihat pada Gambar IV.6.
Anggota Giamm
Car/Motorcycle maker 7
8
1
Tier 1-2 67
Tier 3-4
3
43
110
18
15
PMA
PMDN
77
59
TOTAL 136
Gambar IV.6. Struktur industri kendaraan bermotor (IATDK Depperin, 2007)
IV-17
Berikut adalah jenis-jenis komponen berdasarkan tier.
TIER 1 – 2
•
Engine Assy : Engine Block/Cover; Crank/Cam Shaft; Connecting Rod; Piston Assy; Bearing; Valve; Fly Wheel; Water/Oil/Fuel Pump; Air Cleaner; Oil/Fuel Filter; Spark Plug; Silent Chain; Pulley; V-Belt; Gasket; Starter; Alternator; Brackets etc.
•
Body Side/Floor/Roof/Door panel; Door Frame; Bracket; Hinge etc.
•
Chassis Main Frame; cross Member; Brackets
•
Clutch & Transmission - Clutch Cover/Facing/Disc etc - Transmission Case; Gears; Shaft; Bearing etc
•
Propeller Shafts & Axle - Propeller shaft; Universal Joint; Axle Cover; Gears; Bearing etc
•
Suspension System - Shock Absorber; Coil/Rear Spring; Wheel; Tire; Strut Bar etc
•
Steering System - Steering wheel/Column; Tie Rod; Bearing etc
•
Exhaust System - Exhaust Pipe; Silencer/Muffler
•
Brake System - Brake Drum/Disc; Brake Shoe/Pad; Tube; Valve; Control Cable
•
Electrical/Electronic - Wiring Harness; Battery; Switch/Relay/ Flasher; Lamp; Horn; Ignition Coil; High Tension cable; Alternator; Starter; engine Control Unit; ABS etc
•
Cooling System
IV-18
- Radiator; Hose; Water Pump; Brackets etc •
Air Conditioner - Evaporator; Cooling Unit; Compressor; Accumulator Dryer; Hose & Pipe; Brackets; Oil Valve; Control Units etc
•
Interior - Sheet; Dashboard; Safety Belt; Safety Glass; Floor Mat etc
Tier 2 – 3
•
Al/Fe/Steel Casting
•
Steel Forging
•
Bearing
•
Bolt & Nut
•
Friction Material
•
Bearing
•
Oil Seal
•
Gasket
•
etc
Tier 3 – 4
•
Tooling - Mold; Dies; Jig & Fixture; Tool Holder/Bit
•
Steel & Alloy - Sheet; Strip; Wire
•
Alumunium & Al Alloy - Ingots; Strip; Sheets
•
Cu & Alloy - Strip; Sheets; Wire
•
Nickel Ni
•
Glass
IV-19
•
Timbal Pb
•
Seng Zn
•
Timah Putih Sn
•
Plastic - PE; PP; PA; ABS etc
•
Rubber - Natural; Synthetic Silicon etc
IV.2
Pengembangan Model
Pengembangan model digunakan untuk mengetahui lebih baik sistem yang menjadi pusat kajian oleh pembuat model. Pengetahuan tentang berjalannya sistem yang akan dimodelkan, digambarkan dalam dua diagram yaitu diagram sub sistem dan diagram hubungan kausal.
IV.2.1 Diagram Sub Sistem
Model dibangun berdasarkan pada sistem industri dan struktur industri kendaraan bermotor (Gambar IV.1 dan Gambar IV.6). Model yang dibangun terdiri dari tujuh buah sub sistem yang saling berkaitan yaitu sub sistem industri komponen otomotif, sub sistem bahan baku, sub sistem tenaga kerja, sub sistem permintaan pasar domestik, sub sistem permintaan pasar ekspor, sub sistem pemerintah, dan sub sistem impor. Untuk lebih jelas mengenai keterkaitannya dapat dilihat pada Gambar IV.7 di bawah ini.
IV-20
Gambar IV.7. Diagram sub sistem industri komponen otomotif
IV-21
Pada diagram sub sistem di atas, sub sistem industri komponen otomotif terdiri dari tier 1-2, tier 2-3 dan tier 3-4, dimana hasil produksi yang dihasilkan dari industri komponen otomotif dibagi menurut klasifikasi namun dalam alirannya, klasifikasi di atas dilakukan agregat dalam perhitungannya. Dalam memproduksi, industri komponen otomotif memerlukan bahan baku dimana pengadaannya berasal dari lokal dan impor, barang kapital dan tenaga kerja diperlukan untuk melakukan transformasi dari input menjadi output. Aliran hasil produksi yang dihasilkan industri komponen otomotif terbagi menjadi dua yaitu permintaan pasar domestik dan permintaan pasar ekspor. Sedangkan aliran impor secara fisik dapat berupa bahan baku maupun produk jadi baik di pasar domestik dan pasar ekspor. Sedangkan peran pemerintah di sini adalah membina, mengawasi dan mengendalikan dalam hal yang berhubungan dengan perekonomian makro. Untuk lebih jelasnya mengenai aliran dapat dilihat pada Tabel IV.4 di bawah ini.
Tabel IV.4. From to chart aliran pada diagram sub sistem
IV-22
Sub sistem industri komponen otomotif Sub sistem industri komponen menggambarkan penyediaan barang komoditi (tier 1-2, tier 2-3 dan tier 3-4) ke sub sistem permintaan pasar domestik dan permintaan pasar ekspor. Sub sistem industri komponen juga menyediakan barang dan jasa bagi pemerintah yang direpresentasikan dalam pengeluaran pemerintah. Sub sistem industri komponen harus membayar retribusi kepada pemerintah berupa pajak maupun tingkat tarif yang telah ditetapkan. Sub sistem industri komponen otomotif memerlukan barang kapital yang menggambarkan investasi para penanam modal untuk membeli barang dan peralatan modal yang diperlukan untuk berproduksi. Pada tesis ini, investasi kapital diasumsikan hanya dipengaruh oleh ekspektasi profit industri dalam jangka panjang.
Sub sistem bahan baku Sub sistem bahan baku menggambarkan input berupa bahan mentah yang diperlukan oleh produksi yang kemudian diolah menjadi barang setengah jadi dan produk jadi. Pengadaan bahan baku untuk membuat komponen dilakukan secara lokal dan impor.
Sub sistem tenaga kerja Sub sistem tenaga kerja menggambarkan penyediaan tenaga kerja bagi industri komponen otomotif. Sub sistem tenaga kerja juga menggambarkan ketersediaan kesempatan kerja yang ditawarkan oleh industri komponen otomotif.
Sub sistem permintaan pasar domestik Sub sistem permintaan pasar domestik akan membeli barang konsumsi yang dihasilkan oleh sub sistem industri komponen otomotif. Dalam sub sistem ini juga digambarkan mekanisme pembentukan harga yang dipengaruhi oleh mekanisme permintaan dan penawaran.
IV-23
Sub sistem permintaan pasar ekspor Sub sistem permintaan pasar ekspor akan membeli barang konsumsi yang dihasilkan sub sistem industri komponen otomotif. Dalam sub sistem ini juga digambarkan mekanisme pembentukan harga yang dipengaruhi oleh mekanisme permintaan dan penawaran.
Sub sistem pemerintah Sub sistem pemerintah menggambarkan sebagai pengawas, pengendali, pemberi pengarahan, pembina serta pengambil kebijakan dalam mekanisme ekonomi makro. Pemerintah berperan dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh sektor produksi dan masyarakat serta tingkat tarif dalam perdagangan internasional.
Sub
sistem
pemerintah
juga
menggambarkan
mekanisme
pembentukan produk domestik bruto.
Sub sistem impor Sub sistem impor menggambarkan mekanisme impor barang konsumsi, mengingat sistem yang ditinjau berada dalam sistem perekonomian terbuka. Pasar luar negeri melakukan pemesanan atas produk dalam negeri dan sebaliknya pasar domestik juga melakukan pemesanan produk impor yang dihasilkan negara lain.
IV-24
IV.2.2 Diagram Hubungan Kausal
IV.2.2.1
Sub Sistem Industri Komponen Otomotif
Sub sistem permintaan pasar domestik
Kebutuhan kapasitas produksi Tier 1234 +
Tingkat permintaan domestik OEM & AM
+
Gap kapasitas Tier 1234
-
Sub sistem bahan baku
B-2 + +
Tingkat permintaan konsumen OEM & AM
+
+
Kebutuhan produksi Tier 1234
Investasi kapital Tier 1234 Persediaan bahan baku
-
Tingkat permintaan ekspor OEM & AM
B-1
+ Kapasitas terpasang produksi Tier 1234
+ Pengiriman produk jadi Tier 1234 +
Sub sistem permintaan pasar ekspor
Tingkat produksi Tier 1234
Persediaan produk jadi Tier 1234
+
Produktivitas tenaga kerja
+
+ Output industri Tier 1234
+
Sub sistem tenaga kerja
Gambar IV.8. Diagram hubungan kausal sub sistem industri komponen otomotif
Sub sistem industri komponen dibangun untuk memodelkan interaksi antara sistem industri dengan permintaan pasar. Industri menerjemahkan permintaan konsumen baik domestik maupun ekspor yang berasal dari OEM (Original Equipment manufacturing) dan AM (After Market) menjadi kebutuhan produksi tier 1234. Adanya kebutuhan produksi tier 1234 ini akan menimbulkan kebutuhan terhadap kapasitas produksi yang ditentukan oleh ketersediaan barang kapital, tenaga kerja dan bahan baku. Jika kebutuhan produksi tier 1234 melebihi kapasitas produksi dari barang kapital, maka akan timbul gap kapasitas. Gap ini akan disesuaikan dengan investasi kapital sehingga kapasitas produksi sama dengan kebutuhan produksi tier 1234 (loop B-2).
Peningkatan kapasitas produksi akan meningkatkan tingkat produksi yang dilakukan oleh industri. Output produksi yang diklasifikasikan dalam tier 1234
IV-25
kemudian disimpan dalam persediaan produk jadi untuk selanjutnya dilakukan pengiriman ke pasar berdasarkan permintaan pasar. Tingkat pengiriman yang dilakukan akan mengurangi produk jadi sehingga menimbulkan kebutuhan produksi untuk menyeimbangkan gap permintaan dan penawaran (loop B-1).
Barang Kapital Industri Komponen Otomotif
Gambar IV.9. Diagram hubungan kausal barang kapital industri komponen otomotif Barang kapital menggambarkan mekanisme pengadaan barang kapital sebagai realisasi investasi. Dimana kebutuhan kapital dapat diketahui melalui kebutuhan kapasitas tier 1234 kemudian menjadi kebutuhan kapital tier 1234. Penambahan barang kapital tier 1234 terjadi karena penyusutan akan kapasitas produksi yang disebut depresiasi. Penambahan kapasitas akan terjadi apabila kapital terpasang lebih kecil dari kebutuhan kapital yang menyebabkan timbulnya gap kapital.
IV-26
Terpenuhinya investasi berpengaruh positif terhadap kapital terpasang sebagai penyeimbang akan gap kapital (loop B-3). Peningkatan kapital terpasang berarti kapasitas terpasang juga meningkat sehingga dapat mendorong output industri.
IV.2.2.2.
Sub Sistem Bahan Baku Kebutuhan produksi tier 1234
+
Kebutuhan bahan baku tier 1234
+ Gap bahan baku tier 1234
-
+ Tingkat pemesanan B-4 bahan baku tier 1234
+ Persediaan bahan baku tier 1234
+ Output industri + tier 1234
Tingkat produksi aktual tier 1234
+
Output potensial tenaga kerja
+
Kapasitas terpasang Sub sistem industri komponen otomotif
Sub sistem tenaga kerja
Gambar IV.10. Diagram hubungan kausal sub sistem bahan baku
Sub sistem ini menguraikan pengadaan bahan baku tier 1234 bagi kebutuhan produksi industri komponen otomotif. Mekanisme yang terjadi pada sub sistem bahan baku tier 1234 adalah kebutuhan atas bahan baku tier 1234 yang timbul sebagai tanggapan akan adanya kebutuhan produksi tier 1234. Kebutuhan produksi
IV-27
itu dikonversikan menjadi kebutuhan bahan baku melalui rasio input-output. Kebutuhan bahan baku tier 1234 untuk kegiatan produksi ini akan dibandingkan dengan persediaan bahan baku yang ada di industri. Jika persediaan bahan baku lebih kecil daripada kebutuhannya, industri akan melakukan pemesanan bahan baku, baik bahan baku domestik maupun impor, untuk menutupi gap bahan baku (loop B-4). Tingkat ketersediaan bahan baku ini akan mempengaruhi tingkat produksi yang mungkin dilakukan oleh industri.
IV.2.2.3
Sub Sistem Tenaga Kerja
Gambar IV.11. Diagram hubungan kausal sub sistem tenaga kerja
Sub sistem tenaga kerja menggambarkan mekanisme yang terjadi dalam penciptaan lapangan kerja, perekrutan, pelatihan, pemberhentian tenaga kerja serta pengaruh
IV-28
yang diberikan oleh kapabilitas tenaga kerja terhadap tingkat produksi yang mampu dilakukan oleh industri. Kemampuan tenaga kerja dicerminkan oleh tingkat ketrampilan kerja yang direprentasikan oleh variabel produktivitas tenaga kerja.
Kebutuhan produksi akan mendorong penambahan kapital untuk meningkatkan kapasitas terpasangnya. Selanjutnya, penambahan kapital akan mendorong akan kebutuhan tenaga kerja dibandingkan dengan tenaga kerja yang tersedia. Jika kebutuhan tenaga kerja lebih besar dari pada tenaga kerja tersedia maka akan timbul gap tenaga kerja yang mengakibatkan adanya penyerapan tenaga kerja dan sebaliknya (loop B-5). Tenaga kerja tersedia yang diserap industri berasal dari angkatan kerja nasional yang tersedia yang akan menghasilkan output potensial tenaga kerja yang dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja. Output dari tenaga kerja juga dipengaruhi oleh kapasitas terpasang menjadi output yang berasal dari tenaga kerja dan kapital untuk mendorong output industri.
IV.2.2.4
Sub Sistem Permintaan Pasar Domestik Sub sistem industri komponen otomotif
+
Ukuran pasar domestik
+
Tingkat permintaan domestik dari OEM & AM
Kebutuhan produksi domestik dari OEM & AM
+
+
Kebutuhan produksi tier 1234
+ R-1 B-6 Market share
Ketersediaan produk di pasar domestik : Tier 1234
Tingkat pengiriman produk domestik : Tier 1234
+
Kapasitas produksi tier 1234
+ Output industri : tier 1234
+ + Tingkat attractiveness produk domestik : Tier 1234
+
R-2
-
+ +
Harga produk jadi domestik -
Penyediaan bahan baku substitusi impor
Persediaan produk jadi domestik : Tier 1234
-
-
+
+
Output industri untuk konsumsi domestik : tier 1234
Efisiensi kegiatan industri
Gambar IV.12. Diagram hubungan kausal sub sistem permintaan pasar domestik
IV-29
Sub sistem permintaan pasar domestik terdiri dari tiga buah loop. Dua loop positif (R-1 & R-2) menggambarkan mekanisme market clearing dimana pertemuan antara permintaan pasar dan tingkat penawaran oleh industri akan menentukan harga produk. Sedangkan satu buah loop negatif (B-6) menggambarkan kegiatan produksi pasar domestik sebagai tanggapan atas tingkat permintaan pasar domestik ke industri.
Tingkat permintaan pasar domestik ditentukan oleh besarnya tingkat attractiveness produk domestik. Tingkat attractiveness produk domestik dipengaruhi oleh harga dan ketersediaan produk jadi di pasar domestik. Sementara itu, harga produk dibentuk oleh mekanisme penawaran seperti efisiensi pemakaian bahan baku, efisiensi kegiatan industri dan permintaan yang terjadi. Mekanisme ini direpresentasikan oleh persediaan produk jadi dan tingkat permintaan pasar. Permintaan pasar dan harga berbanding lurus sedangkan penawaran industri berbanding terbalik dengan harga. Harga produk dan ketersediaan produk di pasaran akan menentukan tingkat permintaan yang kemudian akan mendorong kebutuhan produksi. Tingkat produksi yang dilakukan akan meningkatkan persediaan produk jadi di industri yang berarti penawaran meningkat dan selanjutnya mekanisme penentu tingkat attractiveness produk akan terbentuk. Mekanisme tersebut digambarkan pada loop R-1 dan R-2. Jika penawaran industri lebih besar daripada permintaan pasar, maka industri akan mengurangi tingkat produksinya (loop B-6) dan mekanisme penawaran dan permintaan yang baru akan terbentuk.
IV-30
IV.2.2.5
Sub Sistem Permintaan Pasar Ekspor
Gambar IV.13. Diagram hubungan kausal sub sistem permintaan pasar ekspor
Sub sistem permintaan pasar ekspor terdiri dari tiga buah loop. Dua loop positif (R3 & R-4) menggambarkan mekanisme market clearing dimana pertemuan antara permintaan pasar dan tingkat penawaran oleh industri seperti efisiensi bahan baku, efisiensi kegiatan industri yang akan menentukan harga produk. Sedangkan satu buah loop negatif (B-7) menggambarkan kegiatan produksi pasar domestik sebagai tanggapan atas tingkat permintaan pasar ekspor ke industri.
Tingkat permintaan pasar ekspor ditentukan oleh besarnya tingkat attractiveness produk ekspor. Tingkat attractiveness produk ekspor dipengaruhi oleh harga dan
IV-31
ketersediaan produk jadi di pasar ekspor. Sementara itu, harga produk dibentuk oleh mekanisme penawaran dan permintaan yang terjadi. Mekanisme ini direpresentasikan oleh persediaan produk jadi dan tingkat permintaan pasar. Permintaan pasar dan harga berbanding lurus sedangkan penawaran industri berbanding terbalik dengan harga. Harga produk dan ketersediaan produk di pasaran akan menentukan tingkat permintaan yang kemudian akan mendorong kebutuhan produksi. Tingkat produksi yang dilakukan akan meningkatkan persediaan produk jadi di industri yang berarti penawaran meningkat dan selanjutnya mekanisme penentu tingkat attractiveness produk akan terbentuk. Mekanisme tersebut digambarkan pada loop R-1 dan R-2. Jika penawaran industri lebih besar daripada permintaan pasar, maka industri akan mengurangi tingkat produksinya (loop B-7) dan mekanisme penawaran dan permintaan yang baru akan terbentuk. Adapun negara tujuan ekspor seperti Thailand, Malaysia, Filiphina, Singapura, Australia, Amerika, Jepang, dan lain-lain. Sedangkan produk yang diekspor seperti crank case, piston ring, crank shaft, cylinder liner, dan lain-lain.
IV.2.2.6
Sub Sistem Pemerintah
Gambar IV.14. Diagram hubungan kausal sub sistem pemerintah
IV-32
Sub sistem pemerintah menggambarkan mekanisme pembentuk produk domestik bruto. Produk domestik bruto Indonesia dibentuk oleh beberapa komponen, yaitu pengeluaran pemerintah, ekspor netto, konsumsi masyarakat dan investasi nasional. Pemerintah juga menetapkan kebijakan dalam bentuk tarif perdagangan internasional (bea masuk barang impor dan bea ekspor) serta tingkat pajak. Pengeluaran pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi nasional, dan ekspor akan meningkatkan permintaan agregat dan impor akan mengurangi permintaan agregat. Permintaan agregat akan mempengaruhi besarnya produk domestik bruto yang kemudian akan mempengaruhi tingkat impor (loop B-8) dan tingkat pendapatan disposible. Besarnya tingkat pendapatan disposible ditentukan oleh besarnya PDB dan pajak pendapatan. Besarnya pendapatan disposible akan mendorong daya konsumsi masyarakat (loop R-5).
IV.2.2.7
Sub Sistem Impor Sub sistem permintaan domestik
Tingkat pengiriman domestik
Tarif impor
Permintaan produk lokal
+ +
Permintaan domestik -
+
Permintaan domestik tidak terpenuhi
+
Tingkat impor
B-9
Permintaan produk impor
Neraca perdagangan +
Tingkat pengiriman ekspor
+
Tingkat ekspor
Sub sistem permintaan ekspor
Gambar IV.15. Diagram hubungan kausal sub sistem impor
IV-33
Sub sistem impor menggambarkan mekanisme timbulnya tingkat impor yang diakibatkan oleh tidak terpenuhinya permintaan pasar domestik. Besarnya tingkat impor dipengaruhi oleh persaingan harga antara harga produk domestik dan harga produk impor yang ada di pasar yang akan mempengaruhi pada jumlah permintaan. Jika harga produk impor lebih murah dari harga produk domestik maka permintaan akan impor akan bertambah dan jumlah permintaan pasar domestik akan menurun, dan sebaliknya. Adapun negara asal impor seperti Thailand, Australia, Singapura, Amerika, Jepang, German. Produk yang diimpor seperti piston, crank shaft, crank case cover, cylinder head, ignition coil, dan lain-lain.
IV.3
Formulasi Model
Konseptualisasi sistem yang telah digambarkan dalam diagram sub sistem dan diagram hubungan kausal kemudian akan dikonversikan ke dalam persamaan matematis yang selanjutnya dilakukan simulasi komputer. Konstruksi persamaan matematis didasarkan pada diagram alir. Pada tesis ini, konstruksi program komputer dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Powersim Constructor version 2.5d.
IV.3.1 Sub Sistem Industri Komponen Otomotif
Nilai output industri adalah keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri yang berupa barang yang dihasilkan. Dalam model ini, nilai output industri dihitung dari keluaran proses produksi yang berupa barang yang dihasilkan. Nilai output industri ditentukan oleh tingkat produksi yang dilakukan oleh industri.
nilai output industri aux
OutputInds = LjProdSlsi
OutputInds LjProdSlsi
: nilai output industri : tingkat produksi
IV-34
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Tingkat produksi dinyatakan dengan delay. Asumsi delay orde 3 pada variabel tingkat produksi digunakan untuk menggambarkan distribusi proses produksi selama waktu siklus manufaktur yang diasumsikan selama 0,5 tahun. Waktu siklus manufaktur merupakan rata-rata delay sejak mulai produksi hingga penyelesaian dimana produk siap dikirim ke pasar.
tingkat produksi aux LjProdSlsi = DELAYMTR(LjProdInds, WktSkls, 3) const WktSkls = 0,5 tahun LjProdSlsi LjProdInds WktSkls
: tingkat produksi : tingkat produksi aktual : waktu siklus manufaktur
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tahun]
Tingkat produksi aktual merupakan tingkat produksi yang mungkin dilakukan oleh industri dengan melihat pengaruh ketersediaan bahan baku untuk keperluan proses produksi.
tingkat produksi aktual aux
LjProdInds = RtProdPos*EfkMat
LjProdInds RtProdPos EfkMat
: tingkat produksi aktual : tingkat produksi yang mungkin dilakukan : pengaruh persediaan bahan baku pada tingkat produksi
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
Tingkat produksi yang mungkin dilakukan merupakan fungsi dari kapasitas produksi yang dihitung berdasarkan output potensial dari kapasitas terpasang dengan melihat pengaruh ketersediaan tenaga kerja yang mengoperasikan kapital tersebut.
tingkat produksi yang mungkin dilakukan aux
RtProdPos = Output_Kpsts_TK
IV-35
RtProdPos Output_Kpsts_TK
: tingkat produksi yang mungkin dilakukan : output potensial produksi dari kapasitas dan tenaga kerja
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
output potensial produksi dari kapasitas dan tenaga kerja aux
Output_Kpsts_TK = PotOutKpsts*EfkTK
Output_Kpsts_TK PotOutKpsts EfkTK
: output potensial produksi dari kapasitas dan tenaga kerja : output potensial produksi dari kapasitas : pengaruh ketersediaan tenaga kerja pada tingkat produksi
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
Kegiatan produksi dilakukan sebagai tanggapan akan produksi yang diharapkan. Tingkat produksi yang diharapkan ditentukan oleh koreksi tingkat produksi yang diharapkan ditambah penyesuaian gap produk setengah jadi. Produksi yang diharapkan ditentukan oleh permintaan pasar ditambah penyesuaian gap persediaan produk jadi.
tingkat produksi yang diharapkan aux aux
KorTkRcnProd = MAX(0,TkRcnProd) TkRcnProd = KorRcnProd+AdjWIP
KorTkRcnProd TkRcnProd KorRcnProd AdjWIP
: koreksi tingkat produksi yang diharapkan : tingkat produksi yang diharapkan : koreksi produksi yang diharapkan : penyesuaian gap produk setengah jadi
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
produksi yang diharapkan aux aux
KorRcnProd = MAX(0,RcnProd) RcnProd = PrmlnPrmtn+AdjPersdPrdkJd
KorRcnProd RcnProd PrmlnPrmtn AdjPersdPrdkJd
: : : :
koreksi produksi yang diharapkan produksi yang diharapkan peramalan permintaan pasar penyesuaian gap persediaan produk jadi
IV-36
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Penyesuaian gap produk setengah jadi dilakukan untuk menjamin agar produk dalam proses selalu berada pada level yang diharapkan sehingga mampu menghasilkan produk jadi pada waktu yang diinginkan dan dikirim ke pasar sesuai dengan permintaan. Penyesuaian gap dilakukan jika terjadi perbedaan antara produk setengah jadi yang diharapkan dengan produk setengah jadi saat sekarang selama waktu penyesuaian gap produk setengah jadi.
penyesuaian gap produk setengah jadi aux AdjWIP = (RcnWIP-WIP)/WktAdjWIP const WktAdjWIP = 0,5 tahun AdjWIP RcnWIP WIP WktAdjWIP
: : : :
penyesuaian gap produk setengah jadi produk setengah jadi yang diharapkan produk setengah jadi waktu penyesuaian gap produk setengah jadi
[rupiah per tahun] [rupiah] [rupiah] [tahun]
Untuk menghasilkan output yang diinginkan, selama waktu siklus manufaktur industri harus memiliki sejumlah produk setengah jadi. Material selama waktu siklus manufaktur berada dalam level produk setengah jadi (work in process), yang berarti material tersebut masih menjalani beberapa proses produksi. Produk setengah jadi yang diharapkan ditentukan oleh produksi yang diharapkan dikalikan dengan waktu siklus manufaktur.
produk setengah jadi flow init
WIP = +dt*LjProdInds-dt*LjProdSlsi WIP = RcnWIP
WIP LjProdInds LjProdSlsi RcnWIP
: : : :
produk setengah jadi tingkat produksi aktual tingkat produksi produk setengah jadi yang diharapkan
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah]
produk setengah jadi yang diharapkan aux
RcnWIP = KorRcnProd* WktSkls
RcnWIP
: produk setengah jadi yang diharapkan
IV-37
[rupiah]
KorRcnProd WktSkls
: produksi yang diharapkan : waktu siklus manufaktur
Peramalan permintaan
pasar
dilakukan
dengan
[rupiah per tahun] [tahun] menggunakan
first-order
exponential smoothing dari total tingkat permintaan pasar. Smoothing merupakan pemodelan yang realistis untuk digunakan pada proses peramalan (Sterman, 2000). Total permintaan pasar dihitung berdasarkan permintaan pasar domestik dan permintaan pasar ekspor.
peramalan permintaan pasar flow init
PrmlnPrmtn = +dt*LjPrbhnPrmtn PrmlnPrmtn = TotPrmtn
PrmlnPrmtn LjPrbhnPrmtn
: peramalan permintaan pasar : perubahan tingkat permintaan pasar
TotPrmtn
: total tingkat permintaan pasar
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun per tahun] [rupiah per tahun]
total tingkat permintaan pasar aux
TotPrmtn = PrmtnDom+PrmtnEksp
TotPrmtn PrmtnDom PrmtnEksp
: total tingkat permintaan pasar : permintaan pasar domestik : permintaan pasar ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Perubahan tingkat permintaan pasar merupakan selisih total tingkat permintaan pasar dengan peramalan permintaan pasar. Perubahan ini dihitung selama waktu yang diperlukan oleh industri untuk merata-ratakan tingkat permintaan pasar yang diasumsikan selama 0,5 tahun.
perubahan tingkat permintaan pasar aux LjPrbhnPrmtn = (TotPrmtn-PrmlnPrmtn)/WktRtPrmtn const WktRtPrmtn = 0,5 tahun LjPrbhnPrmtn TotPrmtn PrmlnPrmtn WktRtPrmtn
: : : :
perubahan tingkat permintaan pasar total tingkat permintaan pasar peramalan permintaan pasar waktu merata-ratakan tingkat
IV-38
[tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tahun]
permintaan konsumen Penyesuaian gap persediaan produk jadi dilakukan agar persediaan produk jadi selalu berada pada level yang diharapkan. Penyesuaian dilakukan jika terjadi perbedaan antara persediaan produk jadi yang diharapkan dengan persediaan produk jadi saat sekarang selama waktu penyesuaian gap persediaan produk jadi. Waktu penyesuaian gap persediaan produk jadi pada model ini diasumsikan selama 0,5 tahun.
penyesuaian gap persediaan produk jadi aux AdjPersdPrdkJd = (RcnPersd-PersdPrdkJd)/WktAdjPersdPrdkJd const WktAdjPersdPrdkJd = 0,5 tahun AdjPersdPrdkJd
: penyesuaian gap persediaan produk jadi RcnPersd : persediaan produk jadi yang diharapkan PersdPrdkJd : persediaan produk jadi WktAdjPersdPrdkJd : waktu penyesuaian gap persediaan produk jadi
[rupiah per tahun] [rupiah] [rupiah] [tahun]
Persediaan produk jadi yang diharapkan ditentukan oleh peramalan permintaan pasar dikalikan referensi waktu cakupan persediaan produk jadi. Referensi waktu cakupan persediaan produk jadi yang diharapkan oleh industri, yang dalam model ini diasumsikan selama 0,5 tahun.
persediaan produk jadi yang diharapkan aux RcnPersd = PrmlnPrmtn*WktCkpRefPers const WktCkpRefPers = 0,5 tahun RcnPersd PrmlnPrmtn WktCkpRefPers
: persediaan produk jadi yang diharapkan : Peramalan permintaan pasar : referensi waktu cakupan persediaan produk jadi
[rupiah] [rupiah per tahun] [tahun]
Persediaan produk jadi merupakan penjumlahan antara persediaan produk jadi untuk pasar domestik dengan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor.
IV-39
persediaan produk jadi aux
PersdPrdkJd = PersdPrdkJdDom+PersdPrdkJdEksp
PersdPrdkJd PersdPrdkJdDom PersdPrdkJdEksp
: persediaan produk jadi : persediaan produk jadi untuk pasar domestik : persediaan produk jadi untuk pasar ekspor
[rupiah] [rupiah] [rupiah]
Penentuan Biaya Produksi
Ekspektasi ongkos produksi dimodelkan dengan delay informasi orde pertama dari ongkos produksi dengan asumsi waktu penyesuaian ekspektasi ongkos produksi konstan selama 1 tahun. Waktu ini merupakan waktu yang diperlukan produsen untuk membentuk persepsi mengenai ongkos produksi. Ongkos produksi dihitung dari penjumlahan ongkos variabel dengan ongkos tetap.
ekspektasi ongkos produksi aux EksptsBiyProd = DELAYINF(BiyUnit, WktAdjBiyProd) const WktAdjBiy = 1 tahun EksptsBiyProd BiyUnit WktAdjBiyProd
: ekspektasi ongkos produksi : ongkos produksi total : waktu penyesuaian ongkos produksi
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tahun]
ongkos produksi total aux BiyUnit = BiyVar+BiyTtp const BiyTtp = INIT(HrgDsr-BiyVar) const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000} BiyUnit BiyVar BiyTtp HrgDsr
: : : :
ongkos produksi total ongkos variabel ongkos tetap harga dasar produk
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [rupiah per unit] [rupiah per unit]
ekspektasi biaya variabel aux EksptsBiyVar = DELAYINF(BiyVar, WktAdjEksptsBiyVar) const WktAdjEksptsBiyVar = 0,5 tahun
IV-40
EksptsBiyVar BiyVar WktAdjEksptsBiyVar
: ekspektasi ongkos variabel : ongkos variabel : waktu penyesuaian ekspektasi ongkos variabel
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tahun]
Ongkos variabel merupakan penjumlahan ongkos bahan baku, baik bahan baku domestik maupun impor, dan ongkos variabel lain. Ongkos bahan baku domestik dinyatakan oleh besarnya perubahan ongkos bahan baku domestik yang dipengaruhi oleh tingkat inflasi (Gambar IV.16) pada setiap tahunnya. Proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total sama dengan 0,88. Nilai proporsi ini diperoleh dari rata-rata proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total tahun 20002005.
ongkos variabel aux BiyVar = BiyMatDom+BiyMatImp+PctBiyOutMat*HrgDsr const PctBiyOutMat = 0,1 {Rata-rata ongkos variabel di luar bahan baku terhadap ongkos total pada tahun 2000-2005} const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000} BiyVar BiyMatDom BiyMatImp PctBiyOutMat HrgDsr
: : : :
ongkos variabel ongkos bahan baku domestik ongkos bahan baku impor proporsi ongkos variabel di luar bahan baku terhadap ongkos total : harga dasar produk
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [rupiah per unit] [tanpa satuan] [rupiah per unit]
ongkos bahan baku domestik flow init
BiyMatDom = +dt*LJPrbhnBiyMatDom BiyMatDom = InitBiyMat*(1-RtoMatImp)
BiyMatDom LJPrbhnBiyMatDom InitBiyMat RtoMatImp
: ongkos bahan baku domestik : perubahan ongkos bahan baku domestik : inisialisasi ongkos bahan baku : proporsi penggunaan bahan baku impor
IV-41
[rupiah per unit] [rupiah per unit per tahun] [rupiah per unit] [tanpa satuan]
perubahan ongkos bahan baku domestik aux
LJPrbhnBiyMatDom = BiyMatDom*TkInfls
LJPrbhnBiyMatDom BiyMatDom TkInfls
: perubahan ongkos bahan baku domestik : ongkos bahan baku domestik : tingkat inflasi di Indonesia
[rupiah per unit per tahun] [rupiah per unit] [per tahun]
Tingkat Inflasi di Indonesia 0.18 TkInfls [per tahun]
0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
TkInfls
: Tingkat Inflasi [per tahun]
Gambar IV.16. Grafik tingkat inflasi di Indonesia
tingkat inflasi di Indonesia aux TkInfls = GRAPH(TIME, 2000, 1, T_Infls) const T_Infls = [0.0833,0.1256,0.1003,0.0506,0.064,0.1711] {Inflasi pada tahun 2000-2005} dim T_Infls = (i=1..6) TkInfls T_Infls
: tingkat inflasi di Indonesia : tabel tingkat inflasi di Indonesia
[per tahun] [per tahun]
inisialisasi ongkos bahan baku aux InitBiyMat = HrgDsr*(InitPctBiyVar-PctBiyOutMat) const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000} const InitPctBiyVar = 0,88 {Rata-rata proporsi Ongkos Variabel Terhadap Ongkos Total pada Tahun 2000-2005} const PctBiyOutMat = 0,1 {Rata-rata ongkos variabel di luar bahan baku terhadap ongkos total pada tahun 2000-2005}
IV-42
InitBiyMat HrgDsr InitPctBiyVar
: inisialisasi ongkos bahan baku : harga dasar produk : inisialisasi proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total : proporsi ongkos variabel di luar bahan baku terhadap ongkos total
PctBiyOutMat
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
Ongkos bahan baku impor dipengaruhi oleh proporsi penggunaan bahan baku impor yang diperoleh dari rata-rata penggunaan bahan baku impor periode 20002005 dan kurs rupiah.
ongkos bahan baku impor aux BiyMatImp = InitBiyMat*RtoMatImp*KursMultiplier const RtoMatImp = 0,45 {Rata-rata penggunaan bahan baku impor terhadap ongkos variabel pada tahun 2000-2005} BiyMatImp InitBiyMat RtoMatImp
: ongkos bahan baku impor : inisialisasi ongkos bahan baku : proporsi penggunaan bahan baku impor : pengali nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
KursMultiplier
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
Nila i tukar [rupiah terhada p Dollar]
Nilai Tuk ar 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar IV.17. Grafik nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
IV-43
pengali nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika aux aux
KursMultiplier = Kurs/INIT(Kurs) Kurs = GRAPH(TIME, 2000, 1, [9595,10400,8940,8465,9290,9900])
KursMultiplier Kurs
: pengali nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika : nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
[tanpa satuan] [rupiah per dollar]
Barang Kapital Industri Komponen Otomotif
Dua karakteristik penting yang menjadi ukuran performansi pada barang kapital adalah output potensial produksi dari kapasitas dan realisasi produksi terhadap kapasitas terpasang. Output potensial dari kapasitas terpasang ditentukan oleh kapasitas produksi dari kapital terpasang dikalikan dengan tingkat utilisasi kapasitas. Sedangkan realisasi produksi terhadap kapasitas terpasang merupakan rasio antara tingkat produksi dengan kapasitas produksi dari kapital.
output potensial produksi dari kapasitas aux
PotOutKpsts = KpstsProdKptl*UtilKpsts
PotOutKpsts KpstsProdKptl UtilKpsts
: output potensial produksi dari kapasitas [rupiah per tahun] : kapasitas produksi dari kapital [rupiah per tahun] terpasang : tingkat utilisasi kapasitas [tanpa satuan]
prosentase realisasi produksi terhadap kapasitas terpasang aux
PctAktlProd = PCT(LjProdInds/KpstsProdKptl)
PctAktlProd LjProdInds KpstsProdKptl
: prosentase realisasi produksi terhadap kapasitas terpasang : tingkat produksi : kapasitas produksi dari kapital
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Utilisasi kapasitas diformulasikan sebagai delay informasi orde pertama dari indikasi utilisasi kapasitas berdasarkan ekspektasi profit dalam jangka pendek dan schedule pressure. Formulasi dengan menggunakan delay didasari oleh alasan
IV-44
bahwa utilisasi tidak dapat diubah dengan segera. Diperlukan waktu bagi produsen untuk untuk mengumpulkan data tentang ongkos dan profit. Meskipun data-data ini telah tersedia, diperlukan waktu untuk membentuk persepsi mengenai profit. Bahkan ketika produsen telah memutuskan tentang utilitas yang akan digunakan, diperlukan waktu untuk mengimplementasikan keputusan tersebut. Waktu penyesuaian utilisasi kapasitas merepresentasikan agregasi seluruh kegiatan mulai dari pengumpulan data, pengambilan keputusan hingga implementasi keputusan yang dalam model ini diasumsikan selama 0,5 tahun.
tingkat utilisasi kapasitas aux UtilKpsts = DELAYINF(IndksUtilPrftSP, WktAdjUtilKpsts) const WktAdjUtilKpsts = 0,5 tahun UtilKpsts IndksUtilPrftSP WktAdjUtilKpsts
: tingkat utilisasi kapasitas : indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan : waktu penyesuaian utilitas kapasitas
[tanpa satuan] [tanpa satuan] [tahun]
Indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek dan schedule pressure ditentukan oleh indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan dan pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas produksi. Indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan merupakan fungsi non linear dari ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek.
indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek dan schedule pressure aux
IndksUtilPrftSP = IndksUtilPrft*Efk_SP
IndksUtilPrftSP
IndksUtilPrft Efk_SP
: indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek dan schedule pressure : indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan : pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas produksi
IV-45
[tanpa satuan]
[tanpa satuan] [tanpa satuan]
indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan aux
IndksUtilPrft = EfkPrftSTPdUtil
IndksUtilPrft EfkPrftSTPdUtil
: indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar [tanpa satuan] keuntungan jangka pendek : pengaruh indikasi tingkat utilisasi [tanpa satuan] kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek
Pengaruh profit jangka pendek pada utilisasi kapasitas dirumuskan sebagai fungsi non linear dari ekspektasi profit jangka pendek. Fungsi non linear yang digunakan pada model ini merupakan fungsi utilisasi untuk industri secara agregat. Dalam kasus ini, akan terdapat distribusi antara produktivitas kapital dan ongkos produksi dimana beberapa kapital dapat beroperasi lebih efisien daripada kapital yang lain. Ekspektasi profit dalam jangka pendek pada persamaan merepresentasikan rata-rata tingkat kepercayaan seluruh produsen dimana akan ada beberapa produsen yang optimis sementara ada juga beberapa produsen yang merasa pesimis terhadap ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek. Gambaran utilisasi industri secara agregat dapat dilihat pada Gambar IV.18.
Pada saat ekspektasi profit dalam jangka pendek rendah, hanya industri yang efisien dan produsen yang optimis yang akan mengoperasikan kapitalnya. Seiring dengan meningkatnya ekspektasi profit dalam jangka pendek ini, akan lebih banyak lagi produsen yang merasa optimis sehingga utilisasi kapasitas meningkat dan mencapai saturasi ketika seluruh kapital yang ada telah dioperasikan.
IV-46
Indikasi Tingkat Utilisasi Kapasitas Berdasarkan Keuntungan Jangka Pendek
EfkPrftST P dU til [tan p a s atu an ]
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.25 0.5 0.75 1
1.25 1.5 1.75 2
2.25 2.5 2.75 3 3.25 3.5 3.75 4
4.25 4.5 4.75 5
EksptsPrftST [tanpa satuan)
EfkPrftSTPdUtil
:
EksptsPrftST
:
indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek [tanpa satuan] ekspektasi keuntungan industri jangka pendek [tanpa satuan]
Gambar IV.18. Grafik indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek terhadap keuntungan jangka pendek indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek aux EfkPrftSTPdUtil = GRAPH(EksptsPrftST, 0, 0.25, T_EfkPrftSTPdUtil) const T_EfkPrftSTPdUtil= [0,0,0,0.05,0.5,0.68,0.75,0.8,0.84,0.87,0.9,0.93,0.96,0.985,0.995,0.995,1,1, 1,1,1] {Sterman, 2000, hal.803} dim T_EfkPrftSTPdUtil = (i = 1..21) EfkPrftSTPdUtil EksptsPrftST T_EfkPrftSTPdUtil
: pengaruh keuntungan jangka pendek pada utilisasi kapasitas : ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek : tabel pengaruh tingkat profitabilitas industri
[tanpa satuan] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek aux
EksptsPrftST = EksptsHrgST/EksptsBiyVar
EksptsPrftST
: ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek
IV-47
[tanpa satuan]
EksptsHrgST EksptsBiyVar
: ekspektasi harga dalam jangka pendek [rupiah per unit] : ekspektasi biaya variabel [rupiah per unit]
Ekspektasi harga dalam jangka pendek dirumuskan sebagai delay informasi orde pertama dari rata-rata harga produk di pasaran domestik maupun ekspor. Rata-rata harga produk dihitung dengan memberi bobot pada harga produk berdasarkan tingkat pengiriman produk ke masing-masing pasar, baik domestik maupun ekspor dengan waktu penyesuaian ekspektasi harga sama dengan 1 tahun.
ekspektasi harga dalam jangka pendek aux EksptsHrgST = DELAYINF(RtHrg, WktAdjHrgST) const WktAdjHrgST = 1 tahun EksptsHrgST RtHrg WktAdjHrgST
: ekspektasi harga dalam jangka pendek : Rata-rata harga produk : waktu penyesuaian ekspektasi harga dalam jangka pendek
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tahun]
rata-rata harga produk aux
RtHrg= (HrgDom*LjKrmDom+HrgEksp*LjKrmEksp)/(LjKrmDom+LjKrmEksp)
RtHrg HrgDom LjKrmDom HrgEksp LjKrmEksp
: Rata-rata harga produk : harga produk di pasar domestik : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik : harga produk di pasar ekspor : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [rupiah per tahun] [rupiah per unit] [rupiah per tahun]
Jika indikasi utilisasi berdasar profit masih belum mencukupi karena ternyata industri mengalami kekurangan persediaan, maka timbul schedule pressure dan produsen akan meningkatkan utilisasi kapasitasnya. Dampak schedule pressure pada utilisasi kapasitas merupakan fungsi non linear seperti pada Gambar IV.19.
pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas produksi aux
Efk_SP = GRAPH(SchdPres, 0, 0.25, T_Efk_SP)
IV-48
const T_Efk_SP = [0,0.33,0.62,0.85,1,1.1,1.17,1.22,1.25,1.25,1.25] {Sterman, 2000, hal. 571} dim T_Efk_SP = (i = 1..11) Efk_SP
: pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas produksi : Schedule pressure : tabel pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas produksi
SchdPres T_Efk_SP
[tanpa satuan] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
Pengaruh Schedule Pressure Produksi pada Utilisasi Kapasitas Produksi
Efk_SP [tanpa satuan]
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
2
2.25
2.5
SchdPre s [tanpa satua n]
Efk_SP
:
SchdPres
:
pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas produksi [tanpa satuan] schedule pressure [tanpa satuan]
Gambar IV.19. Grafik pengaruh schedule pressure pada utilisasi kapasitas produksi Schedule pressure menggambarkan rasio antara koreksi kebutuhan produksi yang diharapkan dengan perkalian antara kapasitas produksi dari kapital dikali utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek.
schedule pressure aux
SchdPres = KorTkRcnProd/(KpstsProdKptl*IndksUtilPrft)
SchdPres KorTkRcnProd
: schedule pressure : koreksi tingkat produksi yang
IV-49
[tanpa satuan] [rupiah per tahun]
KpstsProdKptl IndksUtilPrft
diharapkan : kapasitas produksi dari kapital : indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek
[rupiah per tahun] [tanpa satuan]
Kapasitas produksi dari kapital terpasang diperoleh dengan membagi nilai kapital terpasang dengan capital output ratio (COR). Capital output ratio merupakan rasio modal-produksi yang menyatakan besarnya investasi yang diperlukan untuk menghasilkan tambahan satu output (Sukirno, 1999). Selama periode simulasi model dasar, diasumsikan bahwa nilai rasio modal-produksi konstan sebesar 1. Nilai ini diperoleh dari rata-rata rasio modal-produksi untuk industri komponen otomotif di Indonesia.
kapasitas produksi dari kapital aux KpstsProdKptl = (KptlTpsng/COR)/WktKorKpsts const COR = 1 {Rata-rata COR Industri pada tahun 2000-2005} const WktKorKpsts = 1 tahun KpstsProdKptl KptlTpsng COR WktKorKpsts
: : : :
kapasitas produksi dari kapital kapital terpasang capital output ratio waktu koreksi kapasitas
[rupiah per tahun] [rupiah] [tanpa satuan] [tahun]
Kapital dalam model ini merepresentasikan bangunan dan peralatan modal yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi. Nilai kapital terpasang ditentukan oleh tingkat akuisisi kapital dikurangi dengan tingkat depresiasi kapital.
kapital terpasang flow init
KptlTpsng = -dt*LjDprsKptl+dt*LjAkssKptl KptlTpsng = InitKptlTpsng
KptlTpsng LjDprsKptl LjAkssKptl InitKptlTpsng
: : : :
kapital terpasang tingkat depresiasi kapital terpasang tingkat akuisisi kapital Inisialisasi nilai kapital terpasang
IV-50
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah]
Inisialisasi nilai kapital terpasang dihitung dengan mengalikan rasio modalproduksi dengan kapasitas produksi awal dari kapasitas terpasang yang dapat diketahui dengan membagi referensi permintaan pasar ke industri dengan indikasi utilisasi kapasitas berdasar ekspektasi profit jangka pendek. Referensi permintaan pasar ke industri merupakan total referensi permintaan pasar domestik dan ekspor.
inisialisasi nilai kapital terpasang const InitKptlTpsng = INIT((RefPrmtnInds/IndksUtilPrft)*COR) InitKptlTpsng RefPrmtnInds IndksUtilPrft COR
: Inisialisasi nilai kapital terpasang : referensi permintaan pasar ke industri : indikasi utilisasi kapasitas berdasar ekspektasi profit jangka pendek : capital output ratio
[rupiah] [rupiah per tahun] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
referensi permintaan pasar ke industri aux
RefPrmtnInds = RefPrmtnDom+RefPrmtnEksp
RefPrmtnInds RefPrmtnDom RefPrmtnEksp
: referensi permintaan pasar ke industri : referensi permintaan pasar domestik : referensi permintaan pasar ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Tingkat akuisisi kapital dimodelkan dengan delay dari tingkat pemesanan kapital. Asumsi delay orde 3 pada variabel tingkat akuisisi kapital digunakan untuk menggambarkan distribusi proses pemesanan dan konstruksi. Pemesanan kapital dilakukan sebagai tanggapan akan kebutuhan kapital dan diasumsikan bahwa kapital yang telah dipesan tidak dapat dibatalkan. Waktu akuisisi kapital diasumsikan konstan selama 4 tahun.
tingkat akuisisi kapital aux LjAkssKptl = DELAYMTR(LjPmsnnKptl, WktAkssKptl, 3) const WktAkssKptl = 4 tahun LjAkssKptl LjPmsnnKptl
: tingkat akuisisi kapital : tingkat pemesanan kapital
IV-51
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
WktAkssKptl
: selang waktu akuisisi kapital
[tahun]
tingkat pemesanan kapital aux
LjPmsnnKptl = KorRcnPmsnnKptl
LjPmsnnKptl KorRcnPmsnnKptl
: tingkat pemesanan kapital : koreksi tingkat pemesanan kapital
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
tingkat pemesanan kapital yang diharapkan aux
RcnPmsnnKptl = RcnAkssKptl+AdjKptlDlmKonstrs
RcnPmsnnKptl RcnAkssKptl AdjKptlDlmKonstrs
: tingkat pemesanan kapital yang diharapkan : tingkat akuisisi kapital yang diharapkan : penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Akuisisi kapital dilakukan karena adanya penurunan nilai kapital akibat depresiasi dan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kebutuhan akuisisi kapital dihitung berdasarkan ekspektasi produsen terhadap depresiasi kapital dan penyesuaian gap kapital. Penyesuaian gap kapital dilakukan jika terdapat perbedaan antara kebutuhan kapital dengan kapital terpasang saat sekarang. Waktu penyesuaian gap kapital diasumsikan konstan selama 3 tahun. Dalam model ini, ekspektasi tingkat depresiasi kapital diasumsikan sama dengan depresiasi kapital aktual, dimana depresiasi kapital dihitung dengan metode garis lurus dengan ratarata umur kapital sama dengan 20 tahun.
tingkat akuisisi kapital yang diharapkan aux
RcnAkssKptl = AdjKptl+EksptsDprs
RcnAkssKptl AdjKptl EksptsDprs
: tingkat akuisisi kapital yang diharapkan : penyesuaian gap kapital : ekspektasi tingkat depresiasi kapital terpasang
IV-52
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
ekspektasi tingkat depresiasi kapital terpasang aux
EksptsDprs = LjDprsKptl
EksptsDprs LjDprsKptl
: ekspektasi tingkat depresiasi kapital terpasang : tingkat depresiasi kapital terpasang
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
tingkat depresiasi kapital terpasang aux LjDprsKptl = KptlTpsng/RtUmrKptl const RtUmrKptl = 20 tahun LjDprsKptl KptlTpsng RtUmrKptl
: tingkat depresiasi kapital terpasang : kapital terpasang : rata-rata umur kapital
[rupiah per tahun] [rupiah] [tahun]
penyesuaian gap kapital aux AdjKptl = (RcnKptl-KptlTpsng)/WktAdjKptl const WktAdjKptl = 3 tahun AdjKptl RcnKptl KptlTpsng WktAdjKptl
: : : :
penyesuaian gap kapital kapital yang diharapkan kapital terpasang waktu penyesuaian gap kapital
[rupiah per tahun] [rupiah] [rupiah] [tahun]
Kebutuhan kapital ditentukan berdasarkan kapital terpasang saat ini dan dipengaruhi oleh profitabilitas industri dalam jangka panjang. Fungsi non linear dari pengaruh ekspektasi profitabilitas industri dalam jangka panjang pada investasi kapital yang digambarkan dalam bentuk grafik seperti terlihat pada Gambar IV.20. Industri akan menambah kapital terpasangnya apabila mereka yakin bahwa investasi baru pada kapital akan memberikan keuntungan. Hal ini berarti akan ada pemain baru yang masuk. Sebaliknya, jika dalam jangka panjang industri tidak memberikan keuntungan, efek ekspektasi profitabilitas menjadi negatif yang berarti ada beberapa yang keluar dari pasar dan hanya pemain yang optimis dan efisien yang tetap bertahan. Dalam model ini, kebutuhan investasi kapital diasumsikan hanya dipengaruhi oleh ekspektasi profitabilitas jangka panjang.
IV-53
kapital yang diharapkan aux
RcnKptl = KptlTpsng*EfkPrftLTPdKptl
RcnKptl KptlTpsng EfkPrftLTPdKptl
: kapital yang diharapkan : kapital terpasang : pengaruh tingkat profitabilitas industri dalam jangka panjang terhadap investasi kapasitas terpasang
[rupiah] [rupiah] [tanpa satuan]
pengaruh tingkat profitabilitas industri dalam jangka panjang terhadap investasi kapasitas terpasang aux EfkPrftLTPdKptl = GRAPH(EksptsPrftLT, -1, 0.25, T_EfkPrtfLTPdKptl) const T_EfkPrtfLTPdKptl = [0,0.1,0.3,0.67,1,1.25,1.45,1.6,1.7] {Sterman, 2000, hal 809} dim T_EfkPrtfLTPdKptl = (i = 1..9) EfkPrftLTPdKptl
EksptsPrftLT T_EfkPrtfLTPdKptl
: pengaruh tingkat profitabilitas industri dalam jangka panjang terhadap investasi kapasitas terpasang : ekspektasi keuntungan industri dalam jangka panjang : tabel pengaruh tingkat profitabilitas industri dalam jangka panjang pada investasi kapital
IV-54
[tanpa satuan]
[tanpa satuan] [tanpa satuan]
EfkPrftPd Kptl [tan pa satu an ]
Pengaruh Tingkat Profitabilitas Industri 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -1
-0.75
-0.5
-0.25
0
0.25
0.5
0.75
1
EksptsPrftLT [tanpa satuan]
EfkPrftPdKptl
:
EksptsPrftLT
:
pengaruh tingkat profitabilitas industri dalam jangka panjang terhadap investasi kapasitas terpasang [tanpa satuan] ekspektasi keuntungan industri dalam jangka panjang [tanpa satuan]
Gambar IV.20. Grafik pengaruh tingkat profitabilitas industri
Ekspektasi keuntungan industri dalam jangka panjang merupakan perbedaan antara ekspektasi harga dalam janga panjang dengan ekspektasi ongkos produksi. Dalam model ini, diasumsikan tidak ada perkembangan teknologi pada kapital sehingga ongkos untuk kapital baru akan konstan dalam kondisi equilibrium.
ekspektasi keuntungan industri dalam jangka panjang aux
EksptsPrftLT = (EsptsHrgLT - EksptsBiyProd) / EsptsHrgLT
EksptsPrftLT EsptsHrgLT EksptsBiyProd
: ekspektasi keuntungan industri dalam jangka panjang : Ekspektasi harga dalam jangka panjang : Ekspektasi ongkos produksi
[tanpa satuan] [tanpa satuan] [rupiah per unit]
Ekspektasi harga dalam jangka panjang diformulasikan sebagai delay informasi orde pertama dari rata-rata harga produk di pasaran dengan waktu penyesuaian ekspektasi harga dalam jangka panjang sama dengan 2 tahun.
IV-55
ekspektasi harga dalam jangka panjang aux EsptsHrgLT = DELAYINF(RtHrg, WktAdjHrgLT) const WktAdjHrgLT = 2 tahun EsptsHrgLT RtHrg WktAdjHrgLT
: ekspektasi harga dalam jangka panjang : rata-rata harga produk : waktu penyesuaian ekspektasi harga dalam jangka panjang
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tahun]
Penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi dilakukan agar diperoleh tingkat akuisisi kapital yang sesuai dengan kebutuhan akuisisi. Penyesuaian dilakukan jika terdapat perbedaan antara kapital dalam masa konstruksi yang diharapkan dengan barang kapital dalam masa konstruksi. Waktu penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi pada model ini diasumsikan selama 1 tahun.
penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi aux
AdjKptlDlmKonstrs=(RcnKonstrsKptl-KonstruksiKptl)/WktAdjKptlDlmKonstrs
const WktAdjKptlKonstrs = 1 tahun AdjKptlDlmKonstrs
: penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi RcnKonstrsKptl : kapital dalam masa konstruksi yang diharapkan KonstruksiKptl : barang kapital dalam masa konstruksi WktAdjDlmKptlKonstrs : waktu penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi
[rupiah per tahun] [rupiah] [rupiah] [tahun]
kapital dalam masa konstruksi yang diharapkan aux
RcnKonstrsKptl = RcnAkssKptl*WktAkssKptl
RcnKonstrsKptl RcnAkssKptl WktAkssKptl
: kapital dalam masa konstruksi yang diharapkan : tingkat akuisisi kapital yang diharapkan : selang waktu akuisisi kapital
IV-56
[rupiah] [rupiah per tahun] [tahun]
barang kapital dalam masa konstruksi flow init
KonstruksiKptl = -dt*LjAkssKptl+dt*LjPmsnnKptl KonstruksiKptl = LjDprsKptl*WktAkssKptl
KonstruksiKptl LjAkssKptl LjPmsnnKptl LjDprsKptl WktAkssKptl
: : : : :
barang kapital dalam masa konstruksi tingkat akuisisi kapital tingkat pemesanan kapital tingkat depresiasi kapital terpasang selang waktu akuisisi kapital
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tahun]
IV.3.2 Sub Sistem Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku akan sangat mempengaruhi tingkat produksi yang mungkin dilakukan oleh industri. Ketidaktersediaan bahan baku industri akan mengakibatkan kegiatan produksi tertunda. Dalam model ini, pengaruh persediaan bahan baku ditunjukkan oleh rasio output potensial produksi dari ketersediaan bahan baku dengan tingkat produksi yang mungkin dilakukan.
pengaruh persediaan bahan baku pada tingkat produksi aux
EfkMat = MIN((OutMat/RtProdPos),1)
EfkMat OutMat RtProdPos
: pengaruh persediaan bahan baku pada tingkat produksi : output potensial produksi dari ketersediaan bahan baku : tingkat produksi yang mungkin dilakukan
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Output potensial produksi dari ketersediaan bahan baku menggambarkan tingkat produksi yang mungkin dilakukan dengan melihat persediaan bahan baku. Output potensial ini ditentukan oleh tingkat pemakaian bahan baku dengan komposisi input bahan baku terhadap output. Tingkat pemakaian bahan baku ditentukan oleh tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan dikalikan dengan rasio pemakaian bahan baku.
IV-57
output potensial produksi dari ketersediaan bahan baku aux
OutMat = LjPmkainMat/IO_Ratio
OutMat LjPmkainMat IO_Ratio
: output potensial produksi dari ketersediaan bahan baku : tingkat pemakaian bahan baku : rasio input bahan baku terhadap output industri
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
tingkat pemakaian bahan baku aux
LjPmkainMat = RcnPmkinMat*RtoPmkinMat
LjPmkainMat RcnPmkinMat RtoPmkinMat
: tingkat pemakaian bahan baku : tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan : rasio pemakaian bahan baku
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan aux
RcnPmkinMat= RtProdPos*IO_Ratio
RcnPmkinMat RtProdPos IO_Ratio
: tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan : tingkat produksi yang mungkin dilakukan : rasio input bahan baku terhadap output industri
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
Rasio pemakaian bahan baku menggambarkan rasio pemakaian bahan baku dari persediaan bahan baku yang ada. Level persediaan bahan baku merepresentasikan agregat bahan baku komoditi. Variabel rasio pemakaian bahan baku merupakan fungsi non linear dari rasio maksimum tingkat pemakaian bahan baku dengan kebutuhan pemakaian bahan baku (Gambar IV.21).
rasio pemakaian bahan baku aux
RtoPmkinMat= GRAPH(MaxPmkinMat/RcnPmkinMat,0,0.1,T_RtoPmkinMat) const T_RtoPmkinMat = [0,0.2,0.4,0.58,0.73,0.85,0.93,0.97,0.99,1,1] {Sterman, 2000, hal.721} dim T_RtoPmkinMat = (i=1..11)
IV-58
RtoPmkinMat MaxPmkinMat
: rasio pemakaian bahan baku : maksimum tingkat pemakaian bahan baku : tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan : tabel rasio pemakaian bahan baku
RcnPmkinMat T_RtoPmkinMat
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
RtoPmk inM at [tanpa satuan]
Rasio Pemakaian Bahan Baku 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
MaxPmkinMat/RcnPmkinMat [tanpa satua n]
RtoPmkinMat : MaxPmkin/RcnPmkinMat :
rasio pemakaian bahan baku [tanpa satuan] rasio antara tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan dengan tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan [tanpa satuan]
Gambar IV.21. Grafik rasio pemakaian bahan baku
Maksimum tingkat pemakaian bahan baku ditentukan oleh level persediaan bahan baku industri dibagi dengan waktu cakupan persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku industri ditentukan oleh tingkat pengiriman bahan baku dikurangi dengan tingkat pemakaian bahan baku. Sementara itu, waktu cakupan persediaan bahan baku diasumsikan sama dengan 0,25 tahun.
maksimum tingkat pemakaian bahan baku aux MaxPmkinMat = Persd_Mat/WktCkpMat const WktCkpMat = 0,25 tahun
IV-59
MaxPmkinMat Persd_Mat WktCkpMat
: maksimum tingkat pemakaian bahan baku : persediaan bahan baku industri : Waktu cakupan persediaan bahan baku
[rupiah per tahun] [rupiah] [tahun]
persediaan bahan baku industri flow init
Persd_Mat = +dt*LjKrmMat-dt*LjPmkainMat Persd_Mat = RcnPersdMat
Persd_Mat LjPmkainMat LjKrmMat RcnPersdMat
: : : :
persediaan bahan baku industri tingkat pemakaian bahan baku tingkat pengiriman bahan baku persediaan bahan baku yang diharapkan
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah]
persediaan bahan baku yang diharapkan aux
RcnPersdMat = RcnPmkinMat*WktCkpMat
RcnPersdMat RcnPmkinMat WktCkpMat
: persediaan bahan baku yang diharapkan : tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan : waktu cakupan persediaan bahan baku
[rupiah] [rupiah per tahun] [tahun]
Tingkat pengiriman bahan baku dimodelkan dengan delay dari tingkat pemesanan bahan baku, dimana pemesanan dilakukan sebagai tanggapan atas kebutuhan terhadap bahan baku untuk melakukan proses produksi. Asumsi delay orde 3 pada variabel tingkat pengiriman bahan baku digunakan untuk menggambarkan distribusi proses pemesanan dan pemenuhan order oleh pemasok. Dalam model ini diasumsikan tidak ada konstrain kapasitas produksi dari pemasok, yang berarti bahwa pemasok selalu dapat memenuhi order bahan baku oleh industri. Waktu pengiriman bahan baku diasumsikan konstan sama dengan 0,25 tahun. Diasumsikan pula bahwa bahan baku yang telah dipesan tidak dapat dibatalkan.
tingkat pengiriman bahan baku aux LjKrmMat = DELAYMTR(LjPmsnnMat, WktKrmMatPmsk, 3) const WktKrmMatPmsk = 0,25 tahun
IV-60
LjKrmMat LjPmsnnMat WktKrmMatPmsk
: tingkat pengiriman bahan baku : tingkat pemesanan bahan baku : waktu pengiriman bahan baku oleh supplier
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tahun]
tingkat pengiriman bahan baku yang diharapkan aux
RcnKrmMat = RcnPmkinMat+AdjPersdMat
RcnKrmMat RcnPmkinMat AdjPersdMat
: tingkat pengiriman bahan baku yang diharapkan : tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan : penyesuaian gap persediaan bahan baku
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
tingkat pemesanan bahan baku aux
LjPmsnnMat = KorRcnPmsnnMat
LjPmsnnMat : tingkat pemesanan bahan baku KorRcnPmsnnMat : koreksi tingkat pemesanan bahan baku yang diharapkan
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
tingkat pemesanan bahan baku yang diharapkan aux
RcnPmsnnMat = RcnKrmMat+AdjMatDlmPsnn
RcnPmsnnMat RcnKrmMat AdjMatDlmPsnn
: tingkat pemesanan bahan baku yang diharapkan : tingkat pengiriman bahan baku yang diharapkan : penyesuaian gap bahan baku dalam pesanan
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Penyesuaian gap persediaan bahan baku dilakukan untuk menjamin agar persediaan bahan baku selalu berada pada level yang diharapkan. Waktu penyesuaian gap persediaan bahan baku pada model ini diasumsikan selama 0,25 tahun.
penyesuaian gap persediaan bahan baku aux AdjPersdMat = (RcnPersdMat-Persd_Mat)/WktAdjPersdMat const WktAdjPersdMat = 0,25 tahun
IV-61
AdjPersdMat RcnPersdMat Persd_Mat WktAdjPersdMat
: : : :
penyesuaian gap persediaan bahan baku persediaan bahan baku yang diharapkan persediaan bahan baku industri waktu penyesuaian gap persediaan bahan baku
[rupiah per tahun] [rupiah] [rupiah] [tahun]
Penyesuaian gap bahan baku dalam pesanan dilakukan agar diperoleh tingkat pengiriman bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan pengiriman sehingga dapat digunakan untuk proses produksi pada saat yang dibutuhkan. Waktu penyesuaian gap penyesuaian supply line bahan baku diasumsikan selama 0,25 tahun dengan mengacu pada waktu pengiriman bahan baku oleh pemasok.
penyesuaian gap bahan baku dalam pesanan aux AdjMatDlmPsnn = (RcnMatDlmPsnn-MatDlmPsnn)/WktAdjPmsnnMat const WktAdjPmsnnMat = 0,25 tahun AdjMatDlmPsnn
: penyesuaian gap bahan baku dalam pesanan RcnMatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan yang diharapkan MatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan WktAdjPmsnnMat : waktu penyesuaian gap supply line bahan baku
[rupiah per tahun] [rupiah] [rupiah] [tahun]
bahan baku dalam pesanan flow init
MatDlmPsnn = +dt*LjPmsnnMat-dt*LjKrmMat MatDlmPsnn = RcnMatDlmPsnn
MatDlmPsnn LjPmsnnMat LjKrmMat RcnMatDlmPsnn
: : : :
bahan baku dalam pesanan tingkat pemesanan bahan baku tingkat pengiriman bahan baku bahan baku dalam pesanan yang diharapkan
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah]
Ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku oleh pemasok menggambarkan persepsi produsen terhadap kecenderungan waktu pengiriman bahan baku oleh pemasok.
IV-62
ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku aux aux
WktEksptsPrdsnKrmMat = RefWktKrmMatPmsk*EfkLTMat RefWktKrmMatPmsk = WktKrmMatPmsk
WktEksptsPrdsnKrmMat : ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku RefWktKrmMatPmsk : persepsi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku EfkLTMat : Pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku WktKrmMatPmsk : waktu pengiriman bahan baku oleh supplier
[tahun] [tahun] [tanpa satuan]
[tahun]
Pengaruh lead time pemasok diformulasikan sebagai fungsi non linear dari rasio antara persepsi produsen dengan terhadap waktu pengiriman bahan baku dengan referensi waktu pengiriman bahan baku. Fungsi non linear dapat dilihat pada Gambar IV.22.
EfkLTMat [tanpa satuan]
Pengaruh Lead Time Pemasok pada Ekspektasi Produsen 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
PrspsPrdsnKrmMa t/RefWktKrmMatPmsk [tanpa satua n]
EfkLTMat
:
PrspsPrdsnKrmMat/ RefWktKrmMatPmsk
:
pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku [tanpa satuan] rasio antara ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku dengan persepsi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku [tanpa satuan]
Gambar IV.22. Grafik pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi produsen
IV-63
Grafik di atas menyatakan bahwa jika persepsi produsen terhadap waktu pengiriman bahan baku oleh pemasok lebih besar daripada referensi waktu pengiriman bahan baku, ekspektasi produsen terhadap waktu pengiriman bahan baku pada periode berikutnya akan meningkat. Hal ini berarti waktu pengiriman bahan baku oleh produsen semakin lama dan berimbas pada semakin banyaknya kebutuhan bahan baku dalam pesanan agar tingkat pengiriman bahan baku tetap sesuai dengan kebutuhan pengiriman.
pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi produsen aux
EfkLTMat= GRAPH(PrspsPrdsnKrmMat/RefWktKrmMatPmsk,0,0.5,T_EfkLTMat) const T_EfkLTMat = [0,0.5,1,1.5,2.1,2.8,3.3,3.6,3.8,3.9,3.95,3.98,4] {Sterman, 2000, hal. 737} dim T_EfkLTMat = (i = 1..13) EfkLTMat
: pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku PrspsPrdsnKrmMat : persepsi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku RefWktKrmMatPmsk : referensi waktu pengiriman bahan baku T_EfkLTMat : tabel pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi
[tanpa satuan]
[tahun] [tahun] [tanpa satuan]
Persepsi produsen terhadap waktu pengiriman bahan baku diformulasikan sebagai delay informasi orde pertama dari waktu aktual yang diperlukan produsen untuk melakukan pengiriman bahan baku. Perumusan dengan delay ini didasari bahwa produsen memerlukan waktu untuk membentuk persepsi tersebut, yang dalam model ini waktu persepsi diasumsikan selama 1 tahun.
persepsi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku aux
PrspsPrdsnKrmMat =DELAYINF(WktKrmMat, WktPrspsKrmMat, 1, RefWktKrmMatPmsk) const WktPrspsKrmMat = 1 tahun
IV-64
PrspsPrdsnKrmMat
: persepsi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku WktKrmMat : selang waktu pengiriman bahan baku WktPrspsKrmMat : waktu persepsi delay pengiriman bahan baku RefWktKrmMatPmsk : persepsi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku
[tahun] [tahun] [tahun] [tahun]
selang waktu pengiriman bahan baku aux
WktKrmMat = MatDlmPsnn/LjKrmMat
WktKrmMat MatDlmPsnn LjKrmMat
: selang waktu pengiriman bahan baku : bahan baku dalam pesanan : tingkat pengiriman bahan baku
[tahun] [rupiah] [rupiah per tahun]
Level bahan baku dalam pesanan ditentukan oleh tingkat pemesanan bahan baku dikurangi dengan tingkat pengiriman bahan baku, dengan nilai inisialisasi sama dengan kebutuhan bahan baku dalam pesanan yang diharapkan.
bahan baku dalam pesanan flow init
MatDlmPsnn = +dt*LjPmsnnMat-dt*LjKrmMat MatDlmPsnn = RcnMatDlmPsnn
MatDlmPsnn LjPmsnnMat LjKrmMat RcnMatDlmPsnn
: : : :
bahan baku dalam pesanan tingkat pemesanan bahan baku tingkat pengiriman bahan baku bahan baku dalam pesanan yang diharapkan
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah]
IV.3.3 Sub Sistem Tenaga Kerja
Ketersediaan tenaga kerja akan mempengaruhi output potensial produksi karena tenaga kerja diperlukan untuk mengoperasikan kapital yang telah diakuisisi oleh industri. Dalam model ini, pengaruh ketersediaan tenaga kerja ditunjukkan oleh rasio output potensial tenaga kerja dengan output potensial dari kapasitas.
pengaruh ketersediaan tenaga kerja pada tingkat produksi aux
EfkTK = MIN((PotOutTK/PotOutKpsts),1)
IV-65
EfkTK PotOutTK PotOutKpsts
: pengaruh ketersediaan tenaga kerja pada tingkat produksi : output potensial tenaga kerja : output potensial produksi dari kapasitas
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
output potensial tenaga kerja aux
PotOutTK = KpbltsTK/KbthTKperKptl
PotOutTK KpbltsTK KbthTKperKptl
: output potensial tenaga kerja : kapabilitas tenaga kerja : kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang
[rupiah per tahun] [orang] [orang per rupiah per tahun]
Kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas diperoleh dari data tahun 2000 sampai 2005 dengan membagi jumlah tenaga kerja dengan output yang dihasilkan pada setiap tahunnya.
kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang aux KbthTKperKptl = GRAPH(TIME,2000,1,T_KbthTKperKptl) const T_KbthTKperKptl = [1.94,2.32,4.19,3.64,4.13,2.59]*10^-9 {Rasio antara jumlah tenaga kerja industri dengan nilai output industri tahun 2000-2005} dim T_KbthTKperKptl = (i = 1..6) KbthTKperKptl T_KbthTKperKptl
: kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang : tabel kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang
[orang per rupiah per tahun] [orang per rupiah per tahun]
Kapabilitas tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja aktual yang mampu mengoperasikan kapital dengan membedakan produktivitas tenaga kerja belum terampil dan tenaga kerja terampil.
kapabilitas tenaga kerja aux KpbltsTK = (TKTrampil*PrdktvtsTK1)+(TK0Trampil*PrdktvtsTK0) const PrdktvtsTK1 = 1 const PrdktvtsTK0 = 0.5
IV-66
KpbltsTK TKTrampil PrdktvtsTK1 TK0Trampil PrdktvtsTK0
: : : : :
kapabilitas tenaga kerja tenaga kerja terampil produktivitas tenaga kerja terampil tenaga kerja belum terampil produktivitas tenaga kerja belum terampil
[orang] [orang] [tanpa satuan] [orang] [tanpa satuan]
Level tenaga terampil diperoleh dari tingkat asimilasi tenaga kerja yang menggambarkan proses pelatihan tenaga kerja belum terampil dikurangi tingkat pengurangan dan pemberhentian tenaga kerja terampil. Dalam model ini diasumsikan bahwa industri tidak melakukan rekruitmen terhadap tenaga kerja terampil, sehingga tenaga kerja baru harus melalui proses pelatihan terlebih dahulu untuk mencapai tingkat produktivitas penuh. Diasumsikan pula bahwa selama masa pelatihan tidak ada tenaga kerja yang keluar. Inisialisasi jumlah tenaga kerja terampil sama dengan kebutuhan tenaga kerja saat sekarang. Kebutuhan tenaga kerja diperoleh dengan mengalikan output potensial produksi dari kapasitas dikalikan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang.
tenaga kerja terampil flow init
TKTrampil = +dt*LjAsml-dt*LjPngrngn-dt*TkPmbhtnTK1 TKTrampil = RcnTK
TKTrampil LjAsml LjPngrngn TkPmbhtnTK1 RcnTK
: tenaga kerja terampil : tingkat asimilasi tenaga kerja : ekspektasi tingkat pengurangan tenaga kerja : tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil : kebutuhan tenaga kerja
[orang] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
kebutuhan tenaga kerja aux
RcnTK = PotOutKpsts*KbthTKperKptl
RcnTK PotOutKpsts KbthTKperKptl
: kebutuhan tenaga kerja : output potensial produksi dari kapasitas : kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang
IV-67
[orang per tahun] [rupiah per tahun] [orang per rupiah per tahun]
ekspektasi tingkat pengurangan tenaga kerja aux LjPngrngn = TKTrampil/RtBkrj const RtBkrj = 25 tahun LjPngrngn TKTrampil RtBkrj
: tingkat pengurangan tenaga kerja : tenaga kerja terampil : rata-rata lama bekerja
[orang per tahun] [orang] [tahun]
tingkat asimilasi tenaga kerja aux LjAsml = TK0Trampil/WktAsml const WktAsml = 1 tahun LjAsml TK0Trampil WktAsml
: tingkat asimilasi tenaga kerja : tenaga kerja belum terampil : waktu pelatihan tenaga kerja
[orang per tahun] [orang] [tahun]
Pemberhentian tenaga kerja dilakukan bila industri mengalami kelebihan tenaga kerja. Terjadinya kelebihan tenaga kerja dapat dilihat pada saat variabel kebutuhan perekrutan tenaga kerja menunjukkan nilai yang negatif. Untuk melakukan pemberhentian, industri akan mendahulukan tenaga kerja belum terampil karena memberhentikan tenaga kerja belum terampil lebih mudah dilakukan daripada memberhentikan tenaga kerja yang telah terampil. Dalam model ini, diasumsikan bahwa kemauan industri untuk melakukan pemberhentian tenaga kerja sama dengan 1, yang berarti jika terjadi kelebihan tenaga kerja maka industri akan langsung melakukan pemberhentian tenaga kerja tanpa memperhitungkan faktorfaktor lain.
tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil aux
TkPmbhtnTK1=MIN((RcnTkPmbhtnTK-TkPmbhtnTK0),MaxPmbhtnTK1)
TkPmbhtnTK1 RcnTkPmbhtnTK TkPmbhtnTK0 MaxPmbhtnTK1
: tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil : tingkat pemberhentian tenaga kerja yang diharapkan : tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil : maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil
IV-68
[orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil aux MaxPmbhtnTK1 = TKTrampil/WktPmbhtnTK const WktPmbhtnTK = 1 tahun MaxPmbhtnTK1 TKTrampil WktPmbhtnTK
: maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil : tenaga kerja terampil : waktu pemberhentian tenaga kerja
[orang per tahun] [orang] [tahun]
tingkat pemberhentian tenaga kerja yang diharapkan aux RcnTkPmbhtnTK = MAX(0,-RcnPrkrtnTK)*MtvsPmbhtn const MtvsPmbhtn = 1 RcnTkPmbhtnTK MtvsPmbhtn RcnPrkrtnTK
: tingkat pemberhentian tenaga kerja yang diharapkan : kemauan untuk memberhentikan tenaga kerja : tingkat perekrutan tenaga kerja yang diharapkan
[orang per tahun] [tanpa satuan] [orang per tahun]
tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil aux
TkPmbhtnTK0 = MIN(RcnTkPmbhtnTK, MaxPmbhtnTK0)
TkPmbhtnTK0 RcnTkPmbhtnTK MaxPmbhtnTK0
: tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil : tingkat pemberhentian tenaga kerja yang diharapkan : maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil
[orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil aux MaxPmbhtnTK0 = TK0Trampil/WktPmbhtnTK const WktPmbhtnTK = 1 tahun MaxPmbhtnTK0 TK0Trampil WktPmbhtnTK
: maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil : tenaga kerja belum terampil : waktu pemberhentian tenaga kerja
IV-69
[orang per tahun] [orang] [tahun]
Kebutuhan perekrutan tenaga kerja dilakukan karena adanya kebutuhan untuk menyesuaikan gap tenaga kerja dan adanya pengurangan tenaga kerja yang telah lama bekerja di industri. Penyesuaian gap tenaga kerja dilakukan saat terjadi perbedaan antara jumlah tenaga kerja total, baik tenaga kerja terampil dan tenaga kerja belum terampil, dengan kebutuhan tenaga kerja. Dalam model ini, ekspektasi pengurangan tenaga kerja diasumsikan sama dengan tingkat pengurangan tenaga kerja aktual.
tingkat perekrutan tenaga kerja yang diharapkan aux
RcnPrkrtnTK = AdjTK+TkPngrngnTK
RcnPrkrtnTK
: tingkat perekrutan tenaga kerja yang diharapkan : Penyesuaian gap tenaga kerja : ekspektasi tingkat pengurangan tenaga kerja
AdjTK TkPngrngnTK
[orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
ekspektasi tingkat pengurangan tenaga kerja aux
TkPngrngnTK = LjPngrngn
TkPngrngnTK
: ekspektasi tingkat pengurangan tenaga kerja : tingkat pengurangan tenaga kerja
LjPngrngn
[orang per tahun] [orang per tahun]
penyesuaian gap tenaga kerja aux AdjTK = (RcnTK-TotTK)/WktAdjTK const WktAdjTK = 1 tahun AdjTK RcnTK-TotTK TotTK WktAdjTK
: : : :
penyesuaian gap tenaga kerja kebutuhan tenaga kerja tenaga kerja total waktu penyesuaian gap tenaga kerja
[orang per tahun] [orang per tahun] [orang] [tahun]
tenaga kerja total aux
TotTK = TKTrampil+TK0Trampil
TotTK TKTrampil TK0Trampil
: tenaga kerja total : tenaga kerja terampil : tenaga kerja belum terampil
IV-70
[orang] [orang] [orang]
Level tenaga kerja belum terampil ditentukan oleh tingkat perekrutan tenaga kerja dikurangi oleh tingkat asimilasi dan tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil. Diasumsikan bahwa pada tahun 2000 semua tenaga kerja yang ada telah memiliki ketrampilan, sehingga nilai inisialisasi level tenaga kerja belum terampil sama dengan nol.
tenaga kerja belum terampil flow init
TK0Trampil = -dt*LjAsml+dt*LjPrkrtnTK-dt*TkPmbhtnTK0 TK0Trampil = 0 {Diasumsikan pada Tahun 2000 Semua Tenaga Kerja yang Ada Telah Memiliki Ketrampilan}
TK0Trampil LjAsml LjPrkrtnTK TkPmbhtnTK0
: : : :
Tenaga kerja belum terampil Tingkat asimilasi tenaga kerja Tingkat perekrutan tenaga kerja Tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil
[orang] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
Perekrutan tenaga kerja dilakukan jika terdapat kesempatan kerja di industri. Industri melakukan perekrutan dari angkatan kerja nasional. Kesempatan kerja yang tersedia timbul karena adanya kebutuhan untuk menambah tenaga kerja dan penyesuaian gap kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang ada akan berkurang oleh adanya perekrutan tenaga kerja. Kesempatan kerja yang ditawarkan dapat dibatalkan jika ternyata kebutuhan penciptaan tenaga kerja belum menunjukkan nilai negatif yang berarti di industri telah terjadi kelebihan tenaga kerja.
tingkat perekrutan tenaga kerja aux LjPrkrtnTK = MIN(TKInds,LwKrj)/WktPrkrtn const WktPrkrtn = 0,5 tahun LjPrkrtnTK TKInds LwKrj WktPrkrtn
: : : :
tingkat perekrutan tenaga kerja tenaga kerja di industri kesempatan kerja yang tersedia waktu perekrutan.
IV-71
[orang per tahun] [orang] [orang] [tahun]
kesempatan kerja yang tersedia flow init
LwKrj = -dt*LjPntpnLwKrj+dt*LjPcptnLwKrj-dt*LjPmbtlnTK LwKrj = RcnLwKrj
LwKrj LjPntpnLwKrj LjPcptnLwKrj LjPmbtlnTK RcnLwKrj
: : : : :
kesempatan kerja yang tersedia tingkat penutupan kesempatan kerja tingkat penciptaan kesempatan kerja tingkat pembatalan kesempatan kerja kesempatan kerja yang diharapkan
[orang] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang]
kesempatan kerja yang diharapkan aux
RcnLwKrj = RcnPrkrtnTK*WktPrkrtn
RcnLwKrj RcnPrkrtnTK WktPrkrtn
: kesempatan kerja yang diharapkan : tingkat perekrutan tenaga kerja yang diharapkan : waktu perekrutan
[orang] [orang per tahun] [tahun]
tingkat penciptaan kesempatan kerja aux
LjPcptnLwKrj = KorPcptnLwKrj
LjPcptnLwKrj KorPcptnLwKrj
: tingkat penciptaan kesempatan kerja [orang per tahun] : koreksi tingkat penciptaan kesempatan [orang per tahun] kerja yang diharapkan
tingkat penciptaan kesempatan kerja yang diharapkan aux aux
RcnPcptnLwKrj = RcnPrkrtnTK+AdjLwKrj KorPcptnLwKrj = MAX(0,RcnPcptnLwKrj)
RcnPcptnLwKrj RcnPrkrtnTK AdjLwKrj KorPcptnLwKrj
: tingkat penciptaan kesempatan kerja yang diharapkan : tingkat perekrutan tenaga kerja yang diharapkan : penyesuaian gap kesempatan kerja : koreksi tingkat penciptaan kesempatan kerja yang diharapkan
[orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
penyesuaian gap kesempatan kerja aux AdjLwKrj = (RcnLwKrj-LwKrj)/WktAdjLwKrj const WktAdjLwKrj = 1 tahun AdjLwKrj
: penyesuaian gap kesempatan kerja
IV-72
[orang per tahun]
RcnLwKrj LwKrj WktAdjLwKrj
: kesempatan kerja yang diharapkan : kesempatan kerja yang tersedia : waktu penyesuaian gap kesempatan kerja
[orang] [orang] [tahun]
tingkat penutupan kesempatan kerja aux
LjPntpnLwKrj = LjPrkrtnTK
LjPntpnLwKrj LjPrkrtnTK
: tingkat penutupan kesempatan kerja : tingkat perekrutan tenaga kerja
[orang per tahun] [orang per tahun]
tingkat pembatalan kesempatan kerja aux
LjPmbtlnTK = MIN(TkPmbtlnTK,MaxPmbtlnTK)
LjPmbtlnTK TkPmbtlnTK MaxPmbtlnTK
: tingkat pembatalan kesempatan kerja : tingkat pembatalan kesempatan kerja yang diharapkan : maksimum tingkat pembatalan kesempatan kerja
[orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
maksimum tingkat pembatalan kesempatan kerja aux MaxPmbtlnTK = LwKrj/WktPmbtlnTK const WktPmbtlnTK = 1 tahun MaxPmbtlnTK LwKrj WktPmbtlnTK
: maksimum tingkat pembatalan kesempatan kerja : kesempatan kerja yang tersedia : waktu pembatalan kesempatan kerja
[orang per tahun] [orang] [tahun]
tingkat pembatalan kesempatan kerja yang diharapkan aux
TkPmbtlnTK = MAX(0,-RcnPcptnLwKrj)
TkPmbtlnTK RcnPcptnLwKrj
: tingkat pembatalan kesempatan kerja yang diharapkan : tingkat penciptaan kesempatan kerja yang diharapkan
IV-73
[orang per tahun] [orang per tahun]
Pertumbuhan angkatan kerja
Jumlah tenaga kerja di industri nasional dihitung berdasarkan jumlah tenaga kerja dikalikan dengan prosentase tenaga kerja industri terhadap tenaga kerja nasional. Nilai prosentase ini merupakan rata-rata prosentase tenaga kerja industri terhadap tenaga kerja nasional tahun 2000-2005.
tenaga kerja di industri aux TKInds = TKBkrj*PctTKInds const PctTKInds = 0,0006 {Rata-Rata Prosentase Tenaga Kerja Industri terhadap Tenaga Kerja Nasional Tahun 2000-2005} TKInds TKBkrj PctTKInds
: tenaga kerja di industri : jumlah tenaga kerja nasional : prosentase tenaga kerja industri terhadap tenaga kerja nasional
[orang] [orang] [tanpa satuan]
Tenaga kerja adalah bagian dari angkatan kerja yang memiliki pekerjaan (BPS, 2005). Jumlah tenaga kerja nasional dihitung berdasarkan jumlah angkatan kerja dikali dengan rata-rata prosentase bekerja terhadap angkatan kerja. Nilai prosentase diperoleh dari rata-rata prosentase bekerja terhadap angkatan kerja tahun 20002005.
jumlah tenaga kerja nasional aux TKBkrj = AktKrjNas*PctBkrj const PctBkrj = 0,91 {Rata-Rata Prosentase Bekerja terhadap Angkatan Kerja Tahun 2000-2005} TKBkrj AktKrjNas PctBkrj
: jumlah tenaga kerja nasional : angkatan kerja nasional : prosentase bekerja terhadap angkatan kerja
[orang] [orang] [tanpa satuan]
Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan (BPS, 2005). Penduduk usia kerja yang tidak ingin mencari pekerjaan (misal: pelajar dan
IV-74
mahasiswa, ibu rumah tangga) adalah bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dihitung dengan mengalikan populasi penduduk usia kerja dengan tingkat partisipasi angkatan kerja. Nilai tingkat partisipasi angkatan kerja diperoleh dari rata-rata tingkat partisipasi angkatan kerja tahun 2000-2005 yang merupakan perbandingan antara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja.
angkatan kerja nasional aux AktKrjNas = Pop1565*RtPrtspsAgktKrjNas const RtPrtspsAgktKrjNas = 0,68 {Rata-Rata Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tahun 2000-2005} AktKrjNas Pop1565
RtPrtspsAgktKrjNas
: angkatan kerja nasional : populasi penduduk usia 15-65 tahun (populasi penduduk usia kerja) : tingkat partisipasi angkatan kerja nasional
[orang] [orang per tahun]
[tanpa satuan]
Populasi penduduk usia kerja diperoleh dari tingkat maturitas penduduk usia 0-14 tahun dikurangi tingkat maturitas dan tingkat kematian penduduk usia 15-65 tahun. Nilai inisialisasi penduduk usia kerja diperoleh dari populasi penduduk usia 15-65 tahun pada tahun 2000 (BPS, 2002).
populasi penduduk usia 15-65 tahun (populasi penduduk usia kerja) flow init
Pop1565 = +dt*LjMtrts014-dt*LjMtrts1565-dt*LjKmtin1565 Pop1565 = 141.170.805 orang {Populasi Penduduk Usia 15-65 Tahun pada Tahun 2000}
Pop1565
LjMtrts014 LjMtrts1565 LjKmtin1565
: populasi penduduk usia 15-65 tahun (populasi penduduk usia kerja) : tingkat maturitas penduduk usia 014 tahun : tingkat maturitas penduduk usia 15-65 tahun : tingkat kematian penduduk usia 15-65 tahun
IV-75
[orang per tahun]
[orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
Populasi penduduk usia 0-14 tahun diperoleh dari tingkat kelahiran dikurangi tingkat maturitas dan tingkat kematian penduduk usia 0-14 tahun. Nilai inisialisasi penduduk usia 0-14 tahun diperoleh dari populasi penduduk 0-14 tahun pada tahun 2000 (BPS, 2002).
populasi penduduk usia 0-14 tahun flow init
Pop014 = -dt*LjKmtin014-dt*LjMtrts014+dt*LjKlhrn Pop014 = 63.961.195 orang {Populasi Penduduk Usia 0-14 Tahun pada Tahun 2000}
Pop014 LjKmtin014 LjMtrts014 LjKlhrn
: populasi penduduk usia 0-14 tahun : tingkat kematian penduduk usia 014 tahun : tingkat maturitas penduduk usia 014 tahun : tingkat kelahiran penduduk
[orang] [orang per tahun] [orang per tahun] [orang per tahun]
Tingkat maturitas menunjukkan jumlah penduduk yang berpindah dari satu struktur umur ke struktur umur yang lebih tinggi. Tingkat maturitas dirumuskan sebagai delay pipeline karena distribusi waktu di dalam suatu struktur umur setiap orang sama. Inisialisasi tingkat maturitas diperoleh dengan mengasumsikan distribusi masing-masing tingkatan umur dalam suatu struktur adalah sama.
tingkat maturitas penduduk usia 0-14 tahun aux LjMtrts014 = DELAYPPL(LjKlhrn, RtMtrts014,(Pop014/RtMtrts014)) const RtMtrts014 = 14 tahun LjMtrts014 LjKlhrn RtMtrts014 Pop014
: tingkat maturitas penduduk usia 014 tahun : tingkat kelahiran penduduk : lama penduduk berada dalam struktur usia 0-14 tahun : populasi penduduk usia 0-14 tahun
[orang per tahun] [orang per tahun] [tahun] [orang]
tingkat maturitas penduduk usia 15-65 tahun aux LjMtrts1565=DELAYPPL(LjMtrts014, RtMtrts1565,(Pop1565/RtMtrts1565)) const RtMtrts1565 = 51 tahun
IV-76
LjMtrts1565 LjMtrts014 RtMtrts1565
Pop1565
: tingkat maturitas penduduk usia 15-65 tahun : tingkat maturitas penduduk usia 014 tahun : lama penduduk berada dalam struktur usia 15-65 tahun : populasi penduduk usia 15-65 tahun (populasi penduduk usia kerja)
[orang per tahun] [orang per tahun] [tahun] [orang per tahun]
Perhitungan tingkat kematian pada setiap struktur umur dilakukan dengan mengasumsikan angka kematian setiap struktur umur sama dengan angka kematian kasar (CDR) pada populasi.
tingkat kematian penduduk usia 0-14 tahun aux
LjKmtin014 = Pop014*CDR/1000
LjKmtin014 Pop014 CDR
: tingkat kematian penduduk usia 014 tahun : populasi penduduk usia 0-14 tahun : angka kematian kasar
[orang per tahun] [orang] [orang per tahun]
tingkat kematian penduduk usia 15-65 tahun aux
LjKmtin1565 = Pop1565*CDR/1000
LjKmtin1565 Pop1565
CDR
: tingkat kematian penduduk usia 15-65 tahun : populasi penduduk usia 15-65 tahun (populasi penduduk usia kerja) : angka kematian kasar
[orang per tahun] [orang per tahun]
[per tahun]
Populasi penduduk Indonesia ditentukan oleh tingkat kelahiran dan tingkat kematian dengan asumsi net migrasi sama dengan nol. Nilai inisialisasi populasi penduduk Indonesia diperoleh dari populasi penduduk Indonesia tahun 2000 (BPS, 2002).
populasi penduduk Indonesia flow
Populasi = +dt*LjKlhrn-dt*LjKmtin
IV-77
init
Populasi = 205.132.000 orang{Populasi Penduduk Indonesia Tahun 2000}
Populasi LjKlhrn LjKmtin
: populasi penduduk Indonesia : tingkat kelahiran penduduk : tingkat kematian penduduk
[orang] [orang per tahun] [orang per tahun]
Tingkat kematian yang terjadi pada suatu tahun diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah penduduk dengan angka kematian kasar. Cara yang sama juga digunakan untuk menghitung tingkat kematian.
tingkat kelahiran penduduk aux
LjKlhrn = Populasi*CBR/1000
LjKlhrn Populasi CBR
: tingkat kelahiran penduduk : populasi penduduk Indonesia : angka kelahiran kasar
[orang per tahun] [orang] [per tahun]
tingkat kematian penduduk aux
LjKmtin = Populasi*CDR/1000
LjKmtin Populasi CDR
: tingkat kematian penduduk : populasi penduduk Indonesia : angka kematian kasar
[orang per tahun] [orang] [per tahun]
Untuk menentukan tingkat kelahiran dan kematian penduduk digunakan parameter angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate) dan angka kematian kasar (Crude Death Rate). Parameter ini menunjukkan angka kelahiran (dan atau kematian) per seribu penduduk. Telah diuraikan sebelumnya pada bagian diagram hubungan kausal bahwa peningkatan pendapatan akan menurunkan tingkat kelahiran dan kematian pada suatu negara. Hubungan antara PDB per kapita dengan CDR dan CBR di Indonesia yang diperoleh dari data penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya kecenderungan yang mendukung pernyataan tersebut. Berdasarkan data historis, dapat dibuat grafik hubungan antara produk domestik bruto riil per kapita dengan angka kelahiran dan angka kematian di Indonesia seperti terlihat pada Gambar IV.23 dan IV.24.
IV-78
Angka Kematian Kasar 12
CDR [p er tahun]
10 8 6 4 2 0 750000
1000000
1250000
1500000
1750000 2000000
2250000
2500000
2750000
3000000
PDB_perKpt [rupiah per orang]
CDR PDB_perKpt
: :
angka kematian kasar produk domestik bruto riil per kapita
Gambar IV.23. Grafik hubungan angka kematian kasar dengan PDB per kapita
Angka Kelahiran Kasar 30
CBR [per tahu n]
25 20 15 10 5 0 750000
1000000
1250000
1500000
1750000 2000000
2250000
2500000
2750000
3000000
PDB_perKpt [rupiah per orang]
CBR PDB_perKpt
: :
angka kelahiran kasar [per tahun] produk domestik bruto riil per kapita [rupiah per tahun]
Gambar IV.24. Grafik hubungan angka kelahiran kasar dengan PDB per kapita
IV-79
angka kelahiran kasar aux CBR = GRAPH(PDB_perKpt, 750000, 250000, T_CBR) const T_CBR = [28,26,26,23,23,21,21,20,20,20] {Estimasi Giyanti, 2004} dim T_CBR = (i = 1..10) CBR PDB_perKpt T_CBR
: angka kelahiran kasar : produk domestik bruto riil per kapita : tabel CBR
[per tahun] [rupiah per orang] [per tahun]
angka kematian kasar aux CDR = GRAPH(PDB_perKpt, 750000, 250000, T_CDR) const T_CDR = [10,9,9,8,8,8,7,7,6,6] {Estimasi Giyanti, 2004} dim T_CDR = (i = 1..10) CDR PDB_perKpt T_CDR
: angka kematian kasar : produk domestik bruto riil per kapita : tabel CDR
[per tahun] [rupiah per orang] [per tahun]
PDB riil per kapita yang merupakan indikator bagi pendapatan seseorang, merupakan hasil pembagian antara PDB riil dengan jumlah penduduk dalam satu tahun.
produk domestik bruto riil per kapita aux
PDB_perKpt = PDBRiil/Populasi
PDB_perKpt PDBRiil Populasi
: produk domestik bruto riil per kapita : produk domestik bruto riil : populasi penduduk Indonesia
[rupiah per orang] [rupiah] [orang]
IV.3.4 Sub Sistem Permintaan Pasar Domestik
Dalam model ini diasumsikan industri akan kehilangan order jika tidak dapat memenuhi permintaan pasar dengan segera (tidak ada backlog). Permintaan pasar domestik dimodelkan dengan delay informasi orde pertama dari indikasi permintaan pasar domestik. Perumusan dengan delay ini didasari alasan bahwa
IV-80
pasar tidak dapat dengan segera merespon perubahan harga produk. Diperlukan waktu bagi pasar untuk membentuk persepsi tentang harga serta mencari produk substitusi. Waktu ini diagregasikan dalam waktu penyesuaian permintaan pasar domestik yang diasumsikan konstan selama 0,5 tahun. Pangsa pasar domestik merupakan persentase permintaan pasar domestik terhadap total permintaan pasar.
permintaan pasar domestik aux PrmtnDom=DELAYINF(IndksPrmtnDom,WktAdjPrmtnDom ,1,RefPrmtnDom) const WktAdjPrmtnDom = 0,5 tahun PrmtnDom IndksPrmtnDom WktAdjPrmtnDom RefPrmtnDom
aux
: permintaan pasar domestik : indikasi permintaan pasar domestik ke industri : waktu penyesuaian permintaan pasar domestik : referensi permintaan pasar domestik
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tahun] [rupiah per tahun]
PgsPsrDom = PCT(PrmtnDom/TotPrmtn)
PgsPsrDom PrmtnDom TotPrmtn
: pangsa pasar domestik : permintaan pasar domestik : total tingkat permintaan pasar
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Indikasi permintaan pasar domestik ke industri menggambarkan jumlah barang yang diminta sebagai respon pasar terhadap perubahan harga. Dalam model ini diasumsikan kurva permintaan berbentuk garis lurus. Pada saat harga produk di pasar domestik sama dengan harga referensi, yang merepresentasikan harga produk substitusi, indikasi permintaan akan sama dengan referensi permintaan pasar domestik yang berarti sama dengan permintaan potensial di pasar domestik.
indikasi permintaan pasar domestik ke industri aux
IndksPrmtnDom=RefPrmtnDom*MAX(0, 1+KrvRefPrmtnDom*(HrgDomHrgPrdkImp)/RefPrmtnDom)
IndksPrmtnDom RefPrmtnDom
: indikasi permintaan pasar domestik ke industri : referensi permintaan pasar
IV-81
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
KrvRefPrmtnDom HrgDom rgPrdkImp
domestik : kemiringan kurva permintaan pasar domestik : harga produk di pasar domestik : harga produk impor di pasar domestik
[tanpa satuan] [rupiah per unit] [rupiah per unit]
referensi permintaan pasar domestik aux
RefPrmtnDom = PotPrmtnDom
RefPrmtnDom PotPrmtnDom
: referensi permintaan pasar domestik : permintaan potensial pasar domestik
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Akumulasi permintaan potensial pasar domestik dinyatakan oleh besarnya pertumbuhan permintaan pasar domestik setiap tahunnya. Nilai pertumbuhan ini diperoleh dengan mengalikan permintaan potensial pasar domestik dikalikan dengan pertumbuhan permintaan pasar domestik. Tingkat pertumbuhan permintaan pasar domestik pada model ini diramalkan melalui pertumbuhan konsumsi masyarakat atas barang dan jasa dengan asumsi tingkat pertumbuhan tingkat pertumbuhan yang sama juga akan terjadi pada konsumsi industri komponen otomotif. Waktu peramalan permintaan pasar pada model ini sama dengan 1 tahun. Nilai inisialisasi permintaan potensial pasar domestik diperoleh dari nilai produksi industri komponen otomotif pada tahun 2000 dikalikan dengan proporsi output industri untuk pasar dalam negeri.
permintaan potensial pasar domestik flow PotPrmtnDom = +dt*LjPrbhnPrmtnDom init PotPrmtnDom = InitPotPrmtnDom const InitPotPrmtnDom = Rp 19.291.053.518.525,00 {Output Aktual Industri Tahun 2000 x (1-Prosentase Produksi yang Diekspor)} PotPrmtnDom LjPrbhnPrmtnDom InitPotPrmtnDom
: permintaan potensial pasar domestik : perubahan permintaan pasar domestik : inisialisasi permintaan pasar
IV-82
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun per tahun [rupiah per tahun]
domestik perubahan permintaan pasar domestik aux
LjPrbhnPrmtnDom = PotPrmtnDom*PrtmbhnPrmtnDom
LjPrbhnPrmtnDom PotPrmtnDom PrtmbhnPrmtnDom
: perubahan permintaan pasar domestik : permintaan potensial pasar domestik : pertumbuhan permintaan pasar domestik
[rupiah per tahun per tahun] [rupiah per tahun] [per tahun]
pertumbuhan permintaan pasar domestik aux PrtmbhnPrmtnDom = TREND(Konsumsi, WktPrmlnPrmtn) const WktPrmlnPrmtn = 1 tahun PrtmbhnPrmtnDom Konsumsi WktPrmlnPrmtn
: pertumbuhan permintaan pasar domestik : konsumsi masyarakat : waktu peramalan tingkat permintaan pasar
[per tahun] [rupiah] [tahun]
Kemiringan kurva permintaan ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan koefisien elastisitas permintaan pasar domestik pada harga referensi. Koefisien elastisitas permintaan adalah angka yang menggambarkan berapa besar perubahan jumlah barang yang diminta dibandingkan dengan perubahan harga. Dalam model ini, koefisien elastisitas permintaan pasar domestik diperoleh berdasarkan hasil estimasi Sawitri (1999).
kemiringan kurva permintaan pasar domestik aux KrvRefPrmtnDom = (-RefPrmtnDom * ElstsPrmtnDom) /HrgPrdkImp const ElstsPrmtnDom = 0,259 {Hasil estimasi Sawitri, 1999} KrvRefPrmtnDom RefPrmtnDom ElstsPrmtnDom HrgPrdkImp
: kemiringan kurva permintaan pasar domestik : referensi permintaan pasar domestik : elastisitas permintaan domestik : harga produk impor di pasar domestik
IV-83
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [tanpa satuan] [rupiah per unit]
Harga produk di pasar domestik ditentukan oleh ekspektasi produsen terhadap harga produk di pasar domestik dan dipengaruhi oleh ongkos produksi dan waktu cakupan persediaan produk jadi di pasar domestik.
harga produk di pasar domestik aux
HrgDom = EksptsHrgDom*EfkEksptsHrgDom*EfkCkpPersdPrdkJdDom
HrgDom EksptsHrgDom
: harga produk di pasar domestik : ekspektasi harga di pasar domestik EfkEksptsHrgDom : pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar domestik EfkCkpPersdPrdkJdDom : pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar domestik
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
Ekspektasi produsen terhadap harga produk di pasar domestik dinyatakan oleh besarnya perubahan ekspektasi harga. Nilai inisialisasi ekspektasi harga produk di pasar domestik sama dengan Rp 9.595,00 dimana nilai ini setara dengan 1$ pada tahun 2000. Inisialisasi ini digunakan untuk menggambarkan bahwa pada awal simulasi, harga produk nasional sama dengan harga produk impor.
ekspektasi harga di pasar domestik flow init
EksptsHrgDom = +dt*LjPrbhnHrgDom EksptsHrgDom = RefHrgDom
EksptsHrgDom LjPrbhnHrgDom RefHrgDom
: ekspektasi harga di pasar domestik : perubahan ekspektasi harga di pasar domestik : referensi harga di pasar domestik
[rupiah per unit] [rupiah per unit per tahun] [rupiah per unit]
referensi harga di pasar domestik aux RefHrgDom = HrgDsr const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000} RefHrgDom HrgDsr
: referensi harga di pasar domestik : harga dasar produk
IV-84
[rupiah per unit] [rupiah per unit]
Perubahan ekspektasi produsen terhadap harga produk di pasar domestik terjadi karena adanya perbedaan antara indikasi harga produk di pasar domestik dengan ekspektasi harga pada saat ini. Indikasi harga di pasar domestik merupakan nilai maksimum dari harga minimum dengan harga produk di pasar domestik. Harga minimum adalah harga yang ditentukan berdasarkan ekspektasi ongkos variabel.
perubahan ekspektasi harga di pasar domestik aux LjPrbhnHrgDom = (IndksHrgPsrDom-EksptsHrgDom)/WktAdjHrg const WktAdjHrg = 1 tahun LjPrbhnHrgDom IndksHrgPsrDom EksptsHrgDom WktAdjHrg
: perubahan ekspektasi harga di pasar domestik : indikasi harga di pasar domestik : ekspektasi harga di pasar domestik : waktu penyesuaian perubahan ekspektasi harga
[rupiah per unit per tahun] [rupiah per unit] [rupiah per unit] [tahun]
indikasi harga di pasar domestik aux
IndksHrgPsrDom = MAX(MinHrgDom,HrgDom)
IndksHrgPsrDom MinHrgDom HrgDom
: indikasi harga di pasar domestik : harga minimum di pasar domestik : harga produk di pasar domestik
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [rupiah per unit]
harga minimum di pasar domestik aux
MinHrgDom = EksptsBiyVar
MinHrgDom EksptsBiyVar
: harga minimum di pasar domestik : ekspektasi biaya variabel
[rupiah per unit] [rupiah per unit]
pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar domestik aux
EfkEksptsHrgDom = GRAPH((EksptsBiyProd/EksptsHrgDom), 0, 0.20, T_EfkEksptsHrgDom) const T_EfkEksptsHrgDom= [0.75,0.80,0.85,0.90,0.95,1.00,1.05,1.10,1.15,1.20,1.25,1.30,1.35,1.40,1.45, 1.50] {Sterman, 2000, hal. 819} dim T_EfkEksptsHrgDom = (i = 1..16)
IV-85
EfkEksptsHrgDom EksptsBiyProd EksptsHrgDom T_EfkEksptsHrgDom
: pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar domestik : ekspektasi ongkos produksi : ekspektasi harga di pasar domestik : tabel pengaruh ongkos produksi pada harga
[tanpa satuan] [rupiah per unit] [rupiah per unit] [tanpa satuan]
EfkE ksptsHrgD om [tanpa satuan]
Pengaruh Ongkos Produksi pada Harga Produk di Pasar Domestik 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
2.2
2.4
2.6
2.8
3
EksptsBiyProd/EksptsHrgDom [tanpa satuan]
EfkEksptsHrgDom
:
EksptsBiyProd/ EksptsHrgDom
:
pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar domestik [tanpa satuan] rasio antara ekspektasi ongkos produksi dengan ekspektasi harga di pasar domestik [tanpa satuan]
Gambar IV.25. Grafik pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar
Harga bergantung pada persepsi produsen terhadap waktu cakupan persediaan produk jadi di pasar domestik, bukan pada waktu cakupan saat itu juga, karena tingkat pengiriman tidak dapat diketahui seketika itu juga. Variabel pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi pada harga di pasar domestik menyatakan bahwa harga akan turun jika waktu cakupan persediaan produk jadi di pasar domestik melebihi referensinya, dan sebaliknya. Pengaruh ini merupakan fungsi non linear dari rasio waktu cakupan persediaan produk jadi dan dirumuskan dengan graph (Gambar IV.26).
IV-86
E fkCkpP ersdPrdkJdDom [tanpa satuan]
Pengaruh Waktu Cakupan Persediaan Produk Jadi terhadap Harga di Pasar Domestik 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
2
2.25
RtoCkpPersdDom [tanpa satua n]
EfkCkpPersdPrdkJdDom
:
RtoCkpPersdDom
:
pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar domestik [tanpa satuan] rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik [tanpa satuan]
Gambar IV.26. Grafik pengaruh waktu cakupan produk jadi terhadap harga di pasar domestik pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar domestik aux
EfkCkpPersdPrdkJdDom= GRAPH(RtoCkpPersdDom,0,0.25,T_EfkCkpPersd) const T_EfkCkpPersd = [2.24,1.58,1.29,1.12,1,0.91,0.85,0.79,0.75,0.71] {Sterman, 2000, 821} dim T_EfkCkpPersd = (i = 1..10) EfkCkpPersdPrdkJdDom : pengaruh waktu cakupan [tanpa satuan] persediaan produk jadi terhadap harga di pasar domestik RtoCkpPersdDom : rasio waktu cakupan persediaan [tanpa satuan] produk jadi untuk pasar domestik T_EfkCkpPersd : pengaruh waktu cakupan [tanpa satuan] persediaan produk jadi terhadap harga di pasar domestik rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik aux
RtoCkpPersdDom = PrspsPrdsnCkpPersdDom/WktCkpRefPers
IV-87
RtoCkpPersdDom
: rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik PrspsPrdsnCkpPersdDom : persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik WktCkpRefPers : referensi waktu cakupan persediaan produk jadi
[tanpa satuan]
[tahun]
[tahun]
persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik aux PrspsPrdsnCkpPersdDom=DELAYINF(CkpPersdDom, WktPrspsCkpPersd) const WktPrspsCkpPersd = 0,167 tahun PrspsPrdsnCkpPersdDom : persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik CkpPersdDom : waktu cakupan persediaan produk jadi WktPrspsCkpPersd : waktu persepsi cakupan persediaan produk jadi
[tahun]
[tahun] [tahun]
waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik aux
CkpPersdDom = PersdPrdkJdDom/LjKrmDom
CkpPersdDom PersdPrdkJdDom LjKrmDom
: waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik : persediaan produk jadi untuk pasar domestik : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik
[tahun] [rupiah] [rupiah per tahun]
Level persediaan produk jadi untuk pasar domestik ditentukan oleh output industri yang dialokasikan untuk pasar domestik dikurangi oleh tingkat pengiriman produk ke pasar domestik. Pengalokasian output industri pada model ini diasumsikan didasarkan pada rasio permintaan pasar domestik terhadap total permintaan. Nilai inisialisasi level persediaan produk jadi untuk pasar domestik dihitung berdasarkan inisial permintaan pasar domestik dikalikan dengan referensi waktu cakupan persediaan produk jadi.
IV-88
persediaan produk jadi untuk pasar domestik flow init
PersdPrdkJdDom = +dt*LjOutIndsDom-dt*LjKrmDom PersdPrdkJdDom = InitPersdPrdkJdDom
PersdPrdkJdDom LjOutIndsDom LjKrmDom InitPersdPrdkJdDom
: persediaan produk jadi untuk pasar domestik : nilai produksi untuk pasar domestik : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik : inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah]
inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik const InitPersdPrdkJdDom = INIT(PrmtnDom*WktCkpRefPers) const WktCkpRefPers = 0,5 tahun InitPersdPrdkJdDom PrmtnDom WktCkpRefPers
: inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik : permintaan pasar domestik : referensi waktu cakupan persediaan produk jadi
[rupiah] [rupiah per tahun] [tahun]
nilai produksi untuk pasar domestik aux
LjOutIndsDom = OutputInds*(PrmtnDom/TotPrmtn)
LjOutIndsDom OutputInds PrmtnDom TotPrmtn
: nilai produksi untuk pasar domestik : nilai output industri : Permintaan pasar domestik : total tingkat permintaan pasar
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Tingkat pengiriman produk ke pasar domestik dinyatakan oleh perkalian antara pengiriman produk ke pasar domestik yang diharapkan dengan rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik. Tingkat pengiriman produk ke pasar domestik yang diharapkan ditentukan oleh besarnya permintaan pasar domestik.
tingkat pengiriman produk ke pasar domestik aux
LjKrmDom = RcnKrmDom*RtoKrmPrmtnDom
IV-89
LjKrmDom
: tingkat pengiriman produk ke pasar [rupiah per tahun] domestik : tingkat pengiriman produk ke pasar [rupiah per tahun] domestik yang diharapkan : rasio pemenuhan pesanan di pasar [tanpa satuan] domestik
RcnKrmDom RtoKrmPrmtnDom
tingkat pengiriman produk ke pasar domestik yang diharapkan aux
RcnKrmDom = PrmtnDom
RcnKrmDom
: tingkat pengiriman produk ke pasar [rupiah per tahun] domestik yang diharapkan : Permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]
PrmtnDom
Rasio Pemenuhan Pesanan di Pasar Domestik
RtoKrmPrmtnDom [tanpa satuan]
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
Max KrmDom/RcnKrmDom [tanpa satuan]
RtoKrmPrmtnDom
:
MaxKrmDom/ RcnKrmDom
:
rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik [tanpa satuan] rasio antara maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar domestik dengan tingkat pengiriman produk ke pasar domestik yang diharapkan [tanpa satuan]
Gambar IV.27. Grafik rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik
rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik aux
RtoKrmPrmtnDom = GRAPH(MaxKrmDom / RcnKrmDom,0,0.2,T_RtoPmnhn)
IV-90
const T_RtoPmnhn = [0,0.2,0.4,0.58,0.73,0.85,0.93,0.97,0.99,1,1] {Sterman, 2000, hal.721} dim T_RtoPmnhn = (i=1..11) RtoKrmPrmtnDom
MaxKrmDom RcnKrmDom T_RtoPmnhn
: rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik : maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar domestik : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik yang diharapkan : tabel rasio pemenuhan order
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
Maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar domestik ditentukan oleh level persediaan produk jadi untuk pasar domestik dibagi dengan waktu proses pengiriman ke pasar domestik yang diasumsikan sama dengan 0,25 tahun.
maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar domestik aux MaxKrmDom = PersdPrdkJdDom/WktKrmDom const WktKrmDom = 0,25 tahun MaxKrmDom PersdPrdkJdDom WktKrmDom
: maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar domestik : persediaan produk jadi untuk pasar domestik : waktu proses pengiriman ke pasar domestik
[rupiah per tahun] [rupiah] [tahun]
IV.3.5 Sub Sistem Permintaan Pasar Ekspor
Mekanisme interaksi antar variabel pada sub sistem permintaan pasar ekspor pada dasarnya sama dengan mekanisme yang terjadi pada sub sistem permintaan pasar domestik. Karena itu, pada bagian ini interaksi antar variabel hanya akan diterangkan secara sekilas sementara itu keterangan lebih detail mengenai variabelvariabel dalam sub sistem permintaan pasar ekspor dapat dilihat pada sub sistem permintaan pasar domestik. Dalam sub sistem permintaan pasar ekspor diasumsikan juga bahwa industri akan kehilangan order jika tidak dapat memenuhi permintaan pasar pasar ekspor dengan segera (tidak ada backlog).
IV-91
permintaan pasar ekspor aux PrmtnEksp=DELAYINF(IndksPrmtnEksp, WktAdjPrmtnEksp,1,RefPrmtnEksp) const WktAdjPrmtnEksp = 0,5 tahun PrmtnEksp IndksPrmtnEksp WktAdjPrmtnEksp RefPrmtnEksp aux
: permintaan pasar ekspor : indikasi permintaan pasar ekspor ke industri : waktu penyesuaian permintaan ekspor : referensi permintaan pasar ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tahun] [rupiah per tahun]
PgsPsrEksp = PCT(PrmtnEksp/TotPrmtn)
PgsPsrEksp PrmtnDom TotPrmtn
: pangsa pasar ekspor : permintaan pasar domestik : total tingkat permintaan pasar
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
indikasi permintaan pasar ekspor ke industri aux
IndksPrmtnEksp=RefPrmtnEksp*MAX(0, 1+KrvRefPrmtnEksp*(HrgPrdkEkspLN-RefHrgEksp)/RefPrmtnEksp)
IndksPrmtnEksp RefPrmtnEksp KrvRefPrmtnEksp HrgPrdkEkspLN RefHrgEks
: indikasi permintaan pasar ekspor ke industri : referensi permintaan pasar ekspor : kemiringan kurva permintaan pasar ekspor : harga produk di pasar luar negeri : referensi harga pasar untuk produk ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan] [dollar per unit] [dollar per unit]
referensi permintaan pasar ekspor aux
RefPrmtnEksp = PotPrmtnEks
RefPrmtnEksp PotPrmtnEks
: referensi permintaan pasar ekspor : permintaan potensial pasar ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
Nilai inisialisasi permintaan potensial pasar ekspor diperoleh dari nilai produksi aktual industri komponen otomotif pada tahun 2000 dikalikan dengan proporsi output industri untuk perdagangan internasional (BPS, 2005).
IV-92
permintaan potensial pasar ekspor flow PotPrmtnEks = +dt*LjPrbhnPrmtnEksp init PotPrmtnEks = InitPotPrmtnEksp const InitPotPrmtnEksp = Rp 5.676.067.182.475,00 {Output Aktual Industri Tahun 2000 x Prosentase Produksi yang Diekspor} PotPrmtnEks LjPrbhnPrmtnEksp InitPotPrmtnEksp
: Permintaan potensial pasar ekspor : perubahan permintaan pasar ekspor : inisialisasi permintaan pasar ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun per tahun] [rupiah per tahun]
Tingkat pertumbuhan permintaan pasar ekspor dalam model ini diperoleh dari ratarata pertumbuhan output industri yang dialokasikan untuk pasar ekspor selama periode 2000-2005.
perubahan permintaan pasar ekspor aux LjPrbhnPrmtnEksp = PotPrmtnEks*PrtmbhnPrmtnEksp const PrtmbhnPrmtnEksp = 0,16 {Rata-rata pertumbuhan permintaan ekspor industri pada tahun 2000-2005} LjPrbhnPrmtnEksp PotPrmtnEks PrtmbhnPrmtnEksp
: perubahan permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun per tahun] : permintaan potensial pasar ekspor [rupiah per tahun] : Pertumbuhan permintaan ekspor [per tahun]
Kemiringan kurva permintaan ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan koefisien elastisitas permintaan ekspor pada harga referensi. Dalam model ini, koefisien elastisitas permintaan ekspor diperoleh berdasarkan hasil estimasi Sawitri (1999).
kemiringan kurva permintaan pasar ekspor aux KrvRefPrmtnEksp = (-RefPrmtnEksp * ElstsPrmtnEksp) /RefHrgEks const ElstsPrmtnEksp = 2,088 {Hasil estimasi Sawitri,1999} KrvRefPrmtnEksp RefPrmtnEksp ElstsPrmtnEksp
: kemiringan kurva permintaan ekspor : referensi permintaan pasar ekspor : elastisitas permintaan ekspor
IV-93
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
RefHrgEks
: referensi harga pasar untuk produk ekspor
[rupiah per unit]
Referensi harga pasar untuk produk ekspor ditentukan berdasarkan harga dasar produk internasional dikalikan dengan tarif ekspor.
referensi harga pasar untuk produk ekspor aux RefHrgEks = InitHrgDsr*(1+TrfEksp) const InitHrgDsr = $1 const TrfEksp = 0 {Kebijakan industri otomotif tahun 1999} RefHrgEks InitHrgDsr TrfEksp
: referensi harga pasar untuk produk ekspor : harga dasar produk internasional : bea ekspor
[dollar per unit] [dollar per unit] [tanpa satuan]
Harga produk nasional di luar negeri dipengaruhi oleh mata uang asing yang dalam model ini direpresentasikan oleh nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika dan bea ekspor. Bea ekspor yang dikenakan pemerintah kepada produsen pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen karena pada dasarnya produsen tidak ingin keuntungannya berkurang akibat bea ekspor ini.
harga produk di pasar luar negeri aux
HrgPrdkEkspLN = (HrgEksp/Kurs)*(1+TrfEksp)
HrgPrdkEkspLN HrgEksp Kurs TrfEksp
: harga produk ekspor di pasar luar negeri : harga produk di pasar ekspor : nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika : bea ekspor
[dollar per unit] [rupiah per unit] [rupiah per dollar] [tanpa satuan]
Harga produk untuk pasar ekspor ditentukan oleh ekspektasi produsen terhadap harga produk di pasar ekspor dan dipengaruhi oleh ongkos produksi dan waktu cakupan persediaan produk jadi di pasar ekspor.
IV-94
harga produk di pasar ekspor aux
HrgEksp = EksptsHrgEksp*EfkEksptsHrgEksp*EfkCkpPersdPrdkJdEksp
HrgEksp EksptsHrgEksp EfkEksptsHrgEksp
: harga produk di pasar ekspor : ekspektasi harga di pasar ekspor : pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar ekspor EfkCkpPersdPrdkJdEksp : pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar ekspor
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
Nilai ekspektasi harga di pasar ekspor sama dengan referensi harga untuk pasar ekspor, dimana referensi harga untuk pasar ekspor ini sama dengan harga dasar produk. Harga dasar produk yang ditetapkan sebesar Rp 9.595,00 dimana nilai ini setara dengan 1$ pada tahun 2000. Inisialisasi ini digunakan untuk menggambarkan bahwa pada awal simulasi, harga produk nasional untuk pasar ekspor sama dengan harga produk di negara-negara lain.
ekspektasi harga di pasar ekspor flow init
EksptsHrgEksp = +dt*LjPrbhnHrgEksp EksptsHrgEksp = RefHrgEksp
EksptsHrgEksp LjPrbhnHrgEksp RefHrgEksp
: ekspektasi harga di pasar ekspor : perubahan ekspektasi harga di pasar ekspor : referensi harga di pasar ekspor
[rupiah per unit] [rupiah per unit per tahun] [rupiah per unit]
referensi harga di pasar ekspor aux RefHrgEksp = HrgDsr const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000} RefHrgEksp HrgDsr
: referensi harga di pasar ekspor : harga dasar produk
[rupiah per unit] [rupiah per unit]
perubahan ekspektasi perubahan harga di pasar ekspor aux LjPrbhnHrgEksp = (IndksHrgPsrEksp-EksptsHrgEksp)/WktAdjHrg const WktAdjHrg = 1 tahun LjPrbhnHrgEksp
: perubahan ekspektasi harga di
IV-95
[rupiah per unit
IndksHrgPsrEksp EksptsHrgEksp WktAdjHrg
pasar ekspor : indikasi harga di pasar ekspor : ekspektasi harga di pasar ekspor : waktu penyesuaian perubahan ekspektasi harga
per tahun] [rupiah per unit] [rupiah per unit] [tahun]
indikasi harga di pasar ekspor aux
IndksHrgPsrEksp = MAX(MinHrgEksp,HrgEksp)
IndksHrgPsrEksp MinHrgEksp HrgEksp
: indikasi harga di pasar ekspor : harga minimum di pasar ekspor : harga produk di pasar ekspor
[rupiah per unit] [rupiah per unit] [rupiah per unit]
harga minimum di pasar ekspor aux
MinHrgEksp = EksptsBiyVar
MinHrgEksp EksptsBiyVar
: harga minimum di pasar ekspor : ekspektasi biaya variabel
[rupiah per unit] [rupiah per unit]
pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar ekspor aux
EfkEksptsHrgEksp = GRAPH((EksptsBiyProd/EksptsHrgEksp), 0, 0.20, T_EfkEksptsHrgDom) const T_EfkEksptsHrgDom= [0.75,0.80,0.85,0.90,0.95,1.00,1.05,1.10,1.15,1.20,1.25,1.30,1.35,1.40,1.45, 1.50] {Sterman, 2000, hal 819} dim T_EfkEksptsHrgDom = (i = 1..16) EfkEksptsHrgEksp EksptsBiyProd EksptsHrgEksp T_EfkEksptsHrgDom
: pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar ekspor : ekspektasi ongkos produksi : ekspektasi harga di pasar ekspor : tabel pengaruh ongkos produksi pada harga
[tanpa satuan] [rupiah per unit] [rupiah per unit] [tanpa satuan]
pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar ekspor aux
EfkCkpPersdPrdkJdEksp= GRAPH(RtoCkpPersdEksp,0,0.25,T_EfkCkpPersd) const T_EfkCkpPersd = [2.24,1.58,1.29,1.12,1,0.91,0.85,0.79,0.75,0.71] {Sterman, 2000, hal.821} dim T_EfkCkpPersd = (i = 1..10) EfkCkpPersdPrdkJdEksp : pengaruh waktu cakupan
IV-96
[tanpa satuan]
persediaan produk jadi terhadap harga di pasar ekspor : rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : tabel pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi pada harga
RtoCkpPersdEksp T_EfkCkpPersd
[tanpa satuan] [tanpa satuan]
EfkEksp tsHrgE ksp [tanp a satu an ]
Pengaruh Ongkos Produksi pada Harga Produk di Pasar Ekspor 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
2.2
2.4
2.6
2.8
3
EksptsBiyProd/EksptsHrgEksp [tanpa satuan]
EfkEksptsHrgEksp
:
EksptsBiyProd/ EksptsHrgEksp
:
pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar ekspor [tanpa satuan] rasio antara ekspektasi ongkos produksi dengan ekspektasi harga di pasar ekspor [tanpa satuan]
Gambar IV.28. Grafik pengaruh ongkos produksi pada harga produksi pasar ekspor
IV-97
E fkCkpP ersdPrdkJdEksp [tanpa satuan]
Pengaruh Waktu Cakupan Persediaan Produk Jadi terhadap Harga di Pasar Ekspor 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
2
2.25
RtoCkpPersdEksp [tanpa satua n]
EfkCkpPersdPrdkJdEksp
:
RtoCkpPersdEksp
:
pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar ekspor [tanpa satuan] rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor [tanpa satuan]
Gambar IV.29. Grafik pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar ekspor rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor aux RtoCkpPerdEksp = PrspsCkpEksp/WktCkpRefPers const WktCkpRefPers = 0,5 tahun RtoCkpPerdEksp PrspsCkpEksp
WktCkpRefPers
: rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : referensi waktu cakupan persediaan produk jadi
[tanpa satuan] [tahun]
[tahun]
persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan aux PrspsCkpEksp = DELAYINF(CkpPersdEksp, WktPrspsCkpPersd) const WktPrspsCkpPersd = 0,167 tahun PrspsCkpEksp
: persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor
IV-98
[tahun]
CkpPersdEksp WktPrspsCkpPersd
: waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : waktu persepsi cakupan persediaan produk jadi
[tahun] [tahun]
waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor aux
CkpPersdEksp = PersdPrdkJdEksp/LjKrmEksp
CkpPersdEksp PersdPrdkJdEksp LjKrmEksp
: waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor
[tahun] [rupiah] [rupiah per tahun]
persediaan produk jadi untuk pasar ekspor flow init
PersdPrdkJdEksp = +dt*LjOutIndsEksp-dt*LjKrmEksp PersdPrdkJdEksp = InitPersdPrdkJdEksp
PersdPrdkJdEksp LjOutIndsEksp LjKrmEksp InitPersdPrdkJdEksp
: persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : nilai produksi untuk pasar ekspor : waktu proses pengiriman ke pasar ekspor : inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik
[rupiah] [rupiah per tahun] [tahun] [rupiah]
inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik const InitPersdPrdkJdDom = INIT(PrmtnDom*WktCkpRefPers) InitPersdPrdkJdDom PrmtnDom WktCkpRefPers
: inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik : permintaan pasar ekspor : referensi waktu cakupan persediaan produk jadi
[rupiah] [rupiah per tahun] [tahun]
nilai produksi untuk pasar ekspor aux
LjOutIndsEksp = OutputInds*(PrmtnEksp/TotPrmtn)
LjOutIndsEksp OutputInds PrmtnEksp
: nilai produksi untuk pasar ekspor : nilai output industri : permintaan pasar ekspor
IV-99
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
TotPrmtn
: total tingkat permintaan pasar
[rupiah per tahun]
tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor aux
LjKrmEksp = RcnKrmEksp*RtoPmnhnEksp
LjKrmEksp RcnKrmEksp RtoPmnhnEksp
: tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor yang diharapkan : rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor yang diharapkan aux
RcnKrmEksp = PrmtnEksp
RcnKrmEksp PrmtnEksp
: tingkat pengiriman produk ke pasar [rupiah per tahun] ekspor yang diharapkan : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]
Variabel rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor merupakan fungsi non linear dari rasio maksimum tingkat pengiriman dari ketersediaan produk jadi untuk pasar ekspor yang ada dengan kebutuhan pengiriman produk ke pasar ekspor. Fungsi non linear ini dirumuskan dengan fungsi graph dan gambaran mengenai rasio pemenuhan order untuk pasar ekspor dapat dilihat pada Gambar IV.30. Keterangan lebih detail mengenai rasio pemenuhan pesanan dapat dilihat pada sub sistem bahan baku untuk variabel rasio pemakaian bahan baku.
IV-100
RtoPm nh nE ksp [tanp a satuan ]
Rasio Pemenuhan Pesanan di Pasar Ekspor 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
MaxKrmEksp/RcnKrmEksp [tanpa satuan]
RtoPmnhnEksp
:
MaxKrmEksp/ RcnKrmEksp
:
rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor [tanpa satuan] rasio antara maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor dengan tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor [tanpa satuan]
Gambar IV.30. Grafik rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor
rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor aux
RtoPmnhnEksp= GRAPH(MaxKrmEksp / RcnKrmEksp,0,0.2,T_RtoPmnhn)
const T_RtoPmnhn = [0,0.2,0.4,0.58,0.73,0.85,0.93,0.97,0.99,1,1] {Sterman, 2000, hal.721} dim T_RtoPmnhn = (i=1..11) RtoPmnhnEksp MaxKrmEksp RcnKrmEksp T_RtoPmnhn
: rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor : maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor yang diharapkan : tabel rasio pemenuhan order
maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor aux MaxKrmEksp = PersdPrdkJdEksp/WktKrmEksp const WktKrmEksp = 0,25 tahun
IV-101
[tanpa satuan] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
MaxKrmEksp PersdPrdkJdEksp WktKrmEksp
: maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor : persediaan produk jadi untuk pasar ekspor : waktu proses pengiriman ke pasar ekspor
[rupiah per tahun] [rupiah] [tahun]
IV.3.6 Sub Sistem Pemerintah
Pengeluaran konsumsi masyarakat ditentukan oleh pendapatan disposible dikalikan dengan kecenderungan mengkonsumsi marginal (MPC). Pendapatan disposible adalah pendapatan yang siap dibelanjakan yaitu pendapatan yang telah dikenai pajak pendapatan. Pajak pendapatan yang digunakan dalam model ini diasumsikan konstan sebesar 20% dengan menggunakan aturan pajak proporsional. Sedangkan MPC adalah perbandingan antara pertambahan konsumsi yang dilakukan dengan adanya pertambahan pendapatan disposible. Nilai MPC diperoleh dari rata-rata prosentase perbandingan pertambahan konsumsi dan pertambahan pendapatan dari data pembentukan produk domestik bruto riil tahun 2000-2005.
konsumsi masyarakat aux Konsumsi = PdptnDpsbl*MPC const MPC = 0,75 {Rata-Rata Prosentase Pengeluaran untuk Konsumsi dari Produk Domestik Bruto Riil Setelah Diperhitungkan Pajak yang Diasumsikan Konstan Sebesar 20%} Consumption DispIncome MPC
: konsumsi masyarakat : pendapatan disposible : kecondongan mengkonsumsi marginal
[rupiah] [rupiah] [tanpa satuan]
pendapatan disposible aux PdptnDpsbl = Pdptn0Tax-(Pdptn0Tax*Pajak) const Pajak = 0,20 {Asumsi : Pajak Proporsional} PdptnDpsbl Pdptn0Tax Pajak
: pendapatan disposible : ekspektasi pendapatan : tingkat pajak
IV-102
[rupiah] [rupiah] [tanpa satuan]
ekspektasi pendapatan flow init
Pdptn0Tax = +dt*LjPrbhnPdptn0Tax Pdptn0Tax = InitPDBRiil
Pdptn0Tax LjPrbhnPdptn0Tax InitPDBRiil
: ekspektasi pendapatan : perubahan ekspektasi pendapatan : inisialisasi produk domestik bruto riil
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah]
perubahan ekspektasi pendapatan aux LjPrbhnPdptn0Tax = (PDBRiil-Pdptn0Tax)/WktPmbtknPdptn const WktPmbtknPdptn = 2 tahun LjPrbhnPdptn0Tax PDBRiil Pdptn0Tax WktPmbtknPdptn
: : : :
perubahan ekspektasi pendapatan produk domestik bruto riil ekspektasi pendapatan waktu pembentukan ekspektasi pendapatan
[rupiah per tahun] [rupiah] [rupiah] [tahun]
Akumulasi PDB riil dinyatakan oleh besarnya pertumbuhan PDB riil dalam setiap tahunnya. Nilai inisialisasi PDB riil diperoleh dari data pembentukan produk domestik bruto riil tahun 2000.
produk domestik bruto riil flow init
PDBRiil = +dt*LjPrbhnPDBRiil PDBRiil = InitPDBRiil
PDBRiil LjPrbhnPDBRiil InitPDBRiil
: produk domestik bruto riil : perubahan produk domestik bruto riil : inisialisasi produk domestik bruto riil
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah]
inisialisasi produk domestik bruto riil aux InitPDBRiil = (InitPglrnPmrth+InitMdlTtp+InitEkspNas)*MoneyMltp const InitPglrnPmrth = Rp 24.119.600.000.000 {Pengeluaran Pemerintah Tahun 2000} const InitMdlTtp = Rp 74.578.300.000.000 {Pembentukan Modal Tetap Tahun 2000} const InitEkspNas = Rp 596.079.780.000.000 {Ekspor Nasional Tahun 2000}
IV-103
InitGDPReal InitGovex InitInv InitNatExp MoneyMltp
: inisialisasi produk domestik bruto riil : inisialisasi pengeluaran pemerintah : inisialisasi pembentukan modal tetap tahun 2000 : inisialisasi ekspor nasional : money multiplier
[rupiah] [rupiah] [rupiah] [rupiah] [tanpa satuan]
Dalam perekonomian terbuka, money multiplier dihitung berdasarkan MPC dan tingkat impor (m). Tingkat impor diperoleh dari rata-rata prosentase impor terhadap produk domestik bruto riil pada tahun 2000-2005.
money multiplier aux MoneyMltp = 1/(1-MPC+MPC*Pajak+m) const m = 0,18 {Rata-Rata Prosentase Impor dari Produk Domestik Bruto Riil Tahun 2000-2005} MoneyMltp MPC Pajak M
: money multiplier : kecondongan mengkonsumsi marginal : tingkat pajak : prosentase pendapatan untuk impor
[tanpa satuan] [tanpa satuan] [tanpa satuan] [tanpa satuan]
Nilai pertumbuhan PDB riil diperoleh dari jumlah pengaruh yang diberikan oleh nilai ekspor, pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap PDB riil. Pengaruh yang diberikan oleh nilai ekspor, pengeluaran pemerintah dan investasi pada pertumbuhan pendapatan nasional dinyatakan oleh pertumbuhan komponen tersebut dikalikan dengan money multiplier.
perubahan produk domestik bruto riil aux
LjPrbhnPDBRiil = EfkEkspNas+EfkPglrnPmrth+EfkMdlTtp
LjPrbhnPDBRiil EfkEkspNas EfkPglrnPmrth
: perubahan PDB real : pengaruh kenaikan ekspor pada pendapatan nasional : pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah pada pendapatan nasional
IV-104
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
EfkMdlTtp
: pengaruh perubahan investasi pada [rupiah per tahun] pendapatan nasional
pengaruh kenaikan ekspor pada pendapatan nasional aux
EfkEkspNas = LjPrbhnEkspNas*MoneyMltp
EfkEkspNas LjPrbhnEkspNas MoneyMltp
: pengaruh kenaikan ekspor pada pendapatan nasional : perubahan ekspor nasional : money multiplier
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah pada pendapatan nasional aux
EfkPglrnPmrth = LjPrbhnPglrnPmrth*MoneyMltp
EfkPglrnPmrth
LjPrbhnPglrnPmrth MoneyMltp
: pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah pada pendapatan nasional : perubahan pengeluaran pemerintah : money multiplier
[rupiah per tahun]
[rupiah per tahun] [tanpa satuan]
pengaruh kenaikan investasi pada pendapatan nasional aux
EfkMdlTtp = LjPrbhnMdlTtp*MoneyMltp
EfkMdlTtp LjPrbhnMdlTtp MoneyMltp
: pengaruh kenaikan investasi pada pendapatan nasional : perubahan investasi nasional : money multiplier
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [tanpa satuan]
Pertumbuhan ekspor, pengeluaran pemerintah dan investasi pada model ini diasumsikan konstan. Nilai pertumbuhan diperoleh dari rata-rata pertumbuhan tiap komponen tahun 2000-2005.
ekspor nasional flow EkspNas = +dt*LjPrbhnEkspNas init EkspNas = InitEkspNas const InitEkspNas = Rp 596.079.780.000.000,00 {Ekspor Nasional Tahun 2000} EkspNas LjPrbhnEkspNas InitEkspNas
: ekspor nasional : perubahan ekspor nasional : inisialisasi ekspor nasional
IV-105
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah]
perubahan ekspor nasional aux LjPrbhnEkspNas = EkspNas*PrtmbhnEkspNas const PrtmbhnEkspNas = 0,01 {Rata-Rata Pertumbuhan Ekspor Nasional Tahun 2000-2005} LjPrbhnEkspNas EkspNas PrtmbhnEkspNas
: perubahan ekspor nasional : ekspor nasional : pertumbuhan ekspor nasional
[rupiah per tahun] [rupiah] [per tahun]
pengeluaran pemerintah flow PglrnPmrth = +dt*LjPrbhnPglrnPmrth init PglrnPmrth = InitPglrnPmrth const InitPglrnPmrth = Rp 24.119.600.000.000,00 {Pengeluaran Pemerintah Tahun 2000} PglrnPmrth LjPrbhnPglrnPmrth InitPglrnPmrth
: pengeluaran pemerintah : perubahan pengeluaran pemerintah : inisialisasi pengeluaran pemerintah
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah]
perubahan pengeluaran pemerintah aux LjPrbhnPglrnPmrth = PglrnPmrth*PrtmbhnPglrnPmrth const PrtmbhnPglrnPmrth= 0,13 {Rata-Rata Pertumbuhan Pemerintah Tahun 2000-2005} LjPrbhnPglrnPmrth PglrnPmrth PrtmbhnPglrnPmrth
Pengeluaran
: perubahan pengeluaran pemerintah [rupiah per tahun] : pengeluaran pemerintah [rupiah] : pertumbuhan pengeluaran [per tahun] pemerintah
investasi nasional flow ModalTetap = +dt*LjPrbhnMdlTtp init ModalTetap = InitMdlTtp const InitMdlTtp = Rp 74.578.300.000.000,00 {Pembentukan Modal Tetap Tahun 2000} ModalTetap LjPrbhnMdlTtp InitMdlTtp
: investasi nasional : perubahan investasi nasional : inisialisasi pembentukan modal tetap tahun 1999
IV-106
[rupiah] [rupiah per tahun] [rupiah]
perubahan investasi nasional aux LjPrbhnMdlTtp = ModalTetap*PrtmbhnMdlTtp const PrtmbhnMdlTtp = 0,06 {Rata-Rata Pertumbuhan Modal Tetap Nasional Tahun 2000-2005} LjPrbhnMdlTtp ModalTetap PrtmbhnMdlTtp
: perubahan investasi nasional : investasi nasional : pertumbuhan investasi nasional
[rupiah per tahun] [rupiah] [per tahun]
IV.3.7 Sub Sistem Impor
Sub sistem impor menguraikan tentang pembentukan harga produk impor dan tingkat permintaan impor karena pasar dalam negeri diperebutkan baik produk nasional maupun produk impor. Harga produk impor di dalam domestik dihitung dengan mata uang dalam negeri. Karena itu, harga produk impor di pasar domestik sangat dipengaruhi oleh kurs Rupiah disamping pajak impor yang harus ditanggung oleh konsumen. Data tarif impor yang digunakan pada model merupakan kebijakan otomotif tahun 1999.
harga produk impor di pasar domestik aux
HrgPrdkImp = DELAYINF(HrgImpStlhPjk, 1,1, HrgPrdkImpDN)
HrgPrdkImp HrgImpStlhPjk
HrgPrdkImpDN
: harga produk impor di pasar domestik : harga produk impor di pasar domestik setelah dikenai tarif impor : referensi harga produk impor di pasar domestik
[rupiah per unit] [rupiah per unit]
[rupiah per unit]
harga produk impor di pasar domestik setelah dikenai tarif impor aux HrgImpStlhPjk = RefHrgImp*(1+TrfImpor)*Kurs const RefHrgImp = $1 const TrfImpor = 0,15 {Kebijakan otomotif tahun 1999} HrgImpStlhPjk
RefHrgImp
: harga produk impor di pasar domestik setelah dikenai tarif impor : referensi harga produk impor
IV-107
[rupiah per unit]
[dollar per unit]
TrfImpor Kurs
: tarif impor : nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
[tanpa satuan] [rupiah per dollar]
Referensi harga produk impor di pasar domestik dihitung berdasarkan referensi harga produk impor dikalikan dengan inisialisasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika tahun 2000.
referensi harga produk impor di pasar domestik const HrgPrdkImpDN = INIT(RefHrgImp*Kurs) HrgPrdkImpDN RefHrgImp Kurs
: referensi harga produk impor di pasar domestik : referensi harga produk impor : nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika
[rupiah per unit] [$ per unit] [rupiah per dollar]
Impor akan mengurangi neraca perdagangan suatu negara. Neraca perdagangan merupakan selisih antara tingkat ekspor dengan tingkat impor. Tingkat ekspor oleh industri komponen otomotif dihitung berdasarkan tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor. Tingkat impor potensial dapat dihitung dari referensi permintaan pasar domestik dikurangi tingkat pengiriman ke pasar domestik. Hal ini berarti bahwa permintaan potensial pasar domestik atas barang komponen otomotif tidak dapat dipenuhi sehingga merupakan peluang bagi masuknya produk impor.
neraca perdagangan komoditi aux
NrcPrdgn = TkEkspor-TkImpor
NrcPrdgn TkEkspor TkImpor
: neraca perdagangan komoditi : tingkat ekspor komoditi : tingkat impor komoditi
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
tingkat ekspor komoditi aux
TkEkspor = LjKrmEksp
TkEkspor LjKrmEksp
: tingkat ekspor komoditi : tingkat pengiriman produk ke pasar
IV-108
[rupiah per tahun] [rupiah per tahun]
ekspor tingkat impor komoditi aux
TkImpor = MAX(0,RefPrmtnDom-LjKrmDom)
TkImpor RefPrmtnDom
: tingkat impor komoditi [rupiah per tahun] : referensi permintaan pasar [rupiah per tahun] domestik : tingkat pengiriman produk ke pasar [rupiah per tahun] domestik
LjKrmDom
IV.4
Pengujian Model Sistem Dinamis
Proses pengujian yang diterapkan pada model yang dibangun dibagi menjadi dua bagian, yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model. Validasi struktur model yang dilakukan adalah verifikasi struktur dan uji konsistensi dimensi. Sedangkan validasi perilaku model dilakukan dengan melakukan uji reproduksi perilaku, uji prediksi perilaku dan uji statistik.
IV.4.1 Validasi Struktur Model
IV.4.1.1
Uji Kecukupan Batasan Model
Pada pengembangan model ini, ada beberapa konsep dan permasalahan yang diperlakukan sebagai variabel eksogen dan variabel yang tidak dicakup. Walaupun konsep dan masalah tersebut cukup penting dan berpengaruh pada sistem yang sedang dimodelkan, namun model yang dibuat masih relevan dengan tujuan yang akan ingin dicapai. Batasan model yang digunakan pada model ini seperti ditunjukkan pada tabel sudah dapat diterima. Dengan memperlakukan variabelvariabel inti
sebagai
variabel endogen,
model
dapat digunakan
untuk
menggambarkan sistem yang ditinjau dan mampu memecahkan masalah sesuai dengan tujuan pemodelan. Variabel-variabel yang diperlakukan sebagai variabel eksogen dan variabel yang tidak dicakup tersebut diterangkan pada bagian ini.
IV-109
Variabel eksogenus
Tingkat Inflasi Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian (Sukirno, 1999). Tingkat inflasi menggambarkan prosentase pertambahan harga dari waktu ke waktu. Dalam model ini, mekanisme dan struktur inflasi tidak dimodelkan karena banyak faktor yang sulit untuk diukur seperti kekacauan politik. Tingkat inflasi dalam model ini digunakan untuk untuk menggambarkan kenaikan harga bahan baku terhadap ongkos produksi.
Tingkat Tarif Tingkat tarif pada model ini diperlakukan sebagai variabel eksogen yang akan mempengaruhi besarnya harga produk yang harus dibayar oleh konsumen.
Tingkat Pajak Tingkat pajak pada model ini diperlakukan sebagai variabel eksogen yang berpengaruh pada pendapatan disposible. Besarnya pendapatan disposible akan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, dalam hal ini adalah produk komponen otomotif.
Kurs Rupiah Kurs rupiah pada model ini diperlakukan sebagai variabel eksogen yang digunakan untuk menentukan besarnya harga produk ekspor dan produk impor. Kurs yang digunakan adalah dollar Amerika terhadap rupiah.
Variabel yang tidak dicakup
Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan menentukan besarnya konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa. Pada distribusi pendapatan yang tidak merata biasanya tingkat
IV-110
tabungannya cenderung besar begitu sebaliknya. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi lebih tinggi daripada menabung.
Tabungan Masyarakat Pada model ini, tabungan masyarakat yang digunakan sebagai dana investasi kapital yang dilakukan oleh investor tidak dicakup. Dimana tabungan masyarakat berasal dari rumah tangga, melalui institusi–institusi keuangan yang kemudian mengalir ke sektor perusahaan.
Tingkat Bunga Menurut Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran uang. Tingkat bunga akan menentukan jenis investasi yang menarik bagi investor. Pada prinsipnya, selama keuntungan yang diperoleh lebih besar dari tingkat bunga maka pengusaha akan melakukan investasi pada bidang tersebut. Dalam model ini, tingkat bunga tidak dibahas.
Kemajuan Teknologi Pada model tesis ini, diasumsikan bahwa tingkat teknologi yang digunakan selama periode simulasi tidak berubah. Perkembangan teknologi pada peralatan modal akan mempengaruhi efisiensi kegiatan produksi. Akan tetapi kemajuan teknologi tidak dicakup di dalam model dan diasumsikan bahwa ongkos untuk kapital baru akan konstan dalam kondisi equlibrium.
Tingkat Upah Tingkat upah merupakan salah satu daya tarik dalam menentukan jenis pekerjaan. Dalam hal ini, tingkat upah tidak dimasukkan dalam model karena masih banyak pekerjaan yang dicari oleh masyarakat dengan tingkat upah dibawah upah minimum regional.
IV-111
IV.4.1.2
Uji Kesesuaian Struktur
Model tesis yang dibangun berdasarkan pada beberapa model dasar sehingga dapat dikatakan bahwa struktur model telah memenuhi dan sesuai dengan pengetahuan yang ada dalam struktur sistem nyata. Struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan dengan level agregasi yang sesuai dengan tujuan analisis. Struktur model dibangun berdasarkan studi literatur atas model-model dasar berikut ini: A generic commodity market model (Sterman, 2000) Model yang dibangun terdiri dari beberapa sub model yaitu: -
Produksi dan persediaan
-
Utilisasi kapasitas
-
Kapasitas produksi
-
Kapasitas yang diharapkan
-
Permintaan pasar ke industri
-
Penentuan harga komoditi
Produksi dan persediaan Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model industri komponen otomotif menggambarkan kegiatan produksi di industri serta pasar industri ke pasar barang.
Utilisasi kapasitas Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model ini memodelkan kebijakan produsen dalam menggunakan kapasitas terpasangnya.
Kapasitas produksi Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model ini memodelkan struktur pemesanan dan akuisisi kapital untuk memperoleh kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan produksi.
IV-112
Kapasitas yang diharapkan Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model ini memodelkan pengaruh tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh pada kemauan produsen untuk menambah barang modalnya.
Permintaan pasar ke industri Sub model ini analog dengan sub sistem permintaan pasar domestik dan permintaan pasar ekspor. Sub model ini memodelkan struktur umum proses permintaan pasar ke industri berdasarkan respon pasar terhadap perubahan harga barang.
Penentuan harga komoditi Sub model ini analog dengan sub sistem permintaan pasar domestik dan permintaan pasar ekspor. Sub model ini memodelkan struktur penentuan harga berdasarkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Sub model ini juga memodelkan secara endogen ongkos produksi terhadap harga produk.
IV.4.1.3
Uji Konsistensi Dimensi
Uji ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan atas dimensi dalam seluruh persamaan di dalam model yang dibangun untuk memastikan terjadinya konsistensi dimensi. Dimensi variabel pada model yang dibangun telah diperiksa bahwa dimensi seluruh variabel pada kedua sisi persamaan telah seimbang, sehingga model dikatakan valid dari segi konsistensi dimensinya serta tidak bertentangan dengan konsep yang ada pada sistem nyata.
IV.4.1.4
Uji Kesesuaian Parameter
Uji kesesuaian parameter digunakan untuk memverifikasi apakah variabel dan parameter yang terlibat dalam model memiliki konsep yang berarti dalam sistem nyata. Parameter-parameter yang digunakan dalam model ini telah diperiksa bahwa
IV-113
seluruh parameter yang dilibatkan dalam model tidak bertentangan dengan konsep yang ada pada sistem yang dimodelkan.
IV.4.2 Validasi Perilaku Model
IV.4.2.1
Uji Model pada Kondisi Ekstrim
Model diuji pada kondisi ekstrim dengan mengeset nilai produktivitas sama dengan nol. Setting produktivitas tenaga kerja ini digunakan untuk menggambarkan ketersediaan tenaga kerja yang diperlukan untuk mengoperasikan kapital. Berdasarkan uji model pada kondisi ekstrim ini, model mampu menunjukkan robustness-nya seperti yang ditunjukkan oleh variabel output industri dan persediaan produk jadi pada Gambar IV.31.
Robustness model ditunjukkan oleh nilai output industri yang sama dengan nol. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi tidak dapat dilakukan oleh industri karena tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kapital tidak ada. Variabel lain yang digunakan untuk menilai robustness model yang dibangun adalah persediaan produk jadi. Dimana persediaan produk jadi yang ada digunakan untuk memenuhi permintaan pasar dan karena kegiatan produksi tidak berjalan maka level persediaan barang jadi menjadi nol.
IV-114
OutputInds PersdPrdkJd
: nilai output industri [rupiah per tahun] : total persediaan produk jadi [rupiah per tahun]
Gambar IV.31. Uji perilaku model pada kondisi ekstrim
IV.4.2.2
Uji Kesalahan Integrasi
Model dasar disimulasikan dengan time step (interval solusi, dt) sama dengan 0,0078125 tahun dan metode integrasi yang digunakan adalah Euler (fixed step). Untuk menguji kesalahan pemilihan time step dan metode integrasi, model disimulasikan pada berbagai time step dan metode integrasi.
Uji kesalahan pemilihan time step
Uji kesalahan pemilihan time step dilakukan dengan melakukan simulasi model dasar pada lima time step yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel IV.5. Hasil pengujian (Gambar IV.32) menunjukkan bahwa pada rentang time step 0,0078125 sampai 0,625 tahun, model tidak sensitif terhadap pemilihan time step. Pada time step 0,125 tahun, perilaku model tidak berubah akan tetapi nilai output model berbeda jika dibandingkan dengan empat simulasi sebelumnya. Dengan demikian, pemilihan time step pada model dasar dapat diterima.
IV-115
Tabel IV.5. Pemilihan time step Simulasi ke-
Time step (dt) (tahun)
1
0,0078125
2
0,015625
3
0,03125
4
0,0625
5
0,125
OutputInds
: nilai output industri [rupiah per tahun]
Gambar IV.32. Uji perilaku model terhadap pemilihan time step
Uji kesalahan pemilihan metode integrasi
Metode integrasi yang akan dibandingkan dalam uji ini adalah metode Euler dan Runge-Kutta dengan fixed step. Metode integrasi Euler merupakan metode integrasi yang sederhana dan cukup memadai untuk diterapkan pada berbagai model. Dimana metode Runge-Kutta memerlukan waktu komputasi yang lebih lama daripada metode Euler pada time step yang sama. Jika perilaku model hasil simulasi dengan metode Runge-Kutta tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka metode Euler yang digunakan dapat diterima.
IV-116
Pada model tesis yang dibangun, uji kesalahan pemilihan metode integrasi dilakukan dengan membandingkan output simulasi dasar yang dilakukan dengan metode Euler dengan output simulasi metode Runge-Kutta pada berbagai orde seperti ditunjukkan pada Tabel IV.6. Hasil pengujian menunjukkan bahwa output dan perilaku model dengan metode Euler tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Gambar IV.33). Dengan demikian, pemilihan metode Euler pada model dasar dapat diterima.
Tabel IV.6. Pemilihan metode integrasi Simulasi ke-
Metode integrasi (fixed step)
1
Euler
2
Runge-Kutta 2
3
Runge-Kutta 3
4
Runge-Kutta 4
OutputInds
: nilai output industri [rupiah per tahun]
Gambar IV.33. Uji perilaku model terhadap pemilihan metode integrasi
IV-117
IV.4.2.3
Uji Reproduksi Perilaku
Dalam uji reproduksi perilaku, perilaku yang dihasilkan oleh model dibandingkan dengan perilaku sistem nyata. Variabel yang akan dibandingkan adalah nilai output industri. Hasil uji reproduksi perilaku menunjukkan bahwa output model dasar mampu mengikuti perilaku sistem nyata yang dimodelkan seperti ditunjukkan pada Gambar IV.34.
OutputInds AktualOutputInds
: nilai output industri [rupiah per tahun] : nilai output industri aktual [rupiah per tahun]
Gambar IV.34. Uji reproduksi perilaku
Untuk menilai kesesuaian perilaku model dengan sistem nyata, pada model tesis ini digunakan statistik Theil Inequality. Statistik Theil Inequality digunakan untuk mengetahui apakah perbedaan output yang dihasilkan oleh model terhadap data aktual disebabkan oleh kesalahan sistematis atau karena efek random (Sterman, 2000). Deskripsi lebih detail mengenai statistik Theil Inequality dan intepretasinya dapat dilihat pada bagian lampiran.
IV-118
Hasil uji statistik Theil Inequality menghasilkan output sebagai berikut:
UM U
S
UC
UM
= 0,0934
US
= 0,1541
UC
= 0,7525
: bias : unequal variation : unequal covariation
Berdasarkan uji statistik Theil Inequality, terlihat bahwa kesalahan (error) terkonsentrasi pada unequal covariation, UC. Hal ini berarti bahwa secara statistik, output model memiliki rata-rata (mean) dan tren yang sama dengan data. Kesalahan (error) yang terjadi antara output model dengan data aktual disebabkan oleh efek random (unsystematic error).
IV.4.2.4
Uji Prediksi Perilaku
Uji prediksi perilaku memfokuskan pada perilaku model di masa depan. Uji prediksi perilaku yang akan dilakukan adalah event prediction test yang memfokuskan pada dinamika alami dari suatu kejadian. Output model harus menunjukkan perilaku yang logis dan tidak bertentangan dengan pemikiran rasional. Pada bagian ini akan diuji perilaku model dalam menghadapi lonjakan dan penurunan permintaan pasar, baik domestik maupun ekspor, 30% pada tahun 2006 karena terjadi perubahan selera pasar terhadap komoditi tinjauan. Untuk melakukan uji ini, pada model dasar digunakan fungsi STEP pada variabel permintaan pasar domestik (PrmtnDom) dan permintaan pasar ekspor (PrmtnEksp) yang merepresentasikan lonjakan (Gambar IV.35 & Gambar IV.36) dan penurunan yang terjadi (Gambar IV.37 & Gambar IV.38).
IV-119
TotPrmtn LjProdInds OutputInds LjPmsnnKptl PotOutTK
: total permintaan pasar [rupiah per tahun] : tingkat produksi aktual [rupiah per tahun] : nilai output industri [rupiah per tahun] : tingkat pemesanan kapital [rupiah per tahun] : output potensial tenaga kerja [rupiah per tahun]
Gambar IV.35. Perilaku model menghadapi lonjakan permintaan pasar: kriteria produksi
PrmtnDom LjKrmDom PrmtnEksp LjKrmEksp
: permintaan pasar domestik [rupiah per tahun] : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik [rupiah per tahun] : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun] : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor [rupiah per tahun]
Gambar IV.36. Perilaku model menghadapi lonjakan permintaan pasar: kriteria pengiriman
IV-120
Lonjakan permintaan pasar pada tahun 2006 mengakibatkan tingkat produksi aktual dan nilai output industri tidak mampu mengimbangi lonjakan ini. Hal tersebut dikarenakan untuk mencapai tingkat produksi yang diinginkan, industri perlu melakukan penyesuaian terhadap kapasitas produksinya melalui akusisi kapital maupun perekrutan tenaga kerja. Sedangkan proses perekrutan tenaga kerja ditunjukkan oleh output potensial tenaga kerja yang semakin meningkat.
Proses akuisisi kapital dan perekrutan tenaga kerja memerlukan delay. Hal ini mengakibatkan saat terjadi lonjakan, industri tidak mampu memenuhi permintaan pasar. Indikasi tersebut ditunjukkan oleh tingkat pengiriman produk yang lebih kecil daripada permintaan pasar. Sehingga industri kehilangan order.
TotPrmtn LjProdInds OutputInds LjPmsnnKptl PotOutTK
: total permintaan pasar [rupiah per tahun] : tingkat produksi aktual [rupiah per tahun] : nilai output industri [rupiah per tahun] : tingkat pemesanan kapita [rupiah per tahun] : output potensial tenaga kerja [rupiah per tahun]
Gambar IV.37. Perilaku model menghadapi penurunan permintaan pasar: kriteria produksi
IV-121
PrmtnDom LjKrmDom PrmtnEksp LjKrmEksp
: permintaan pasar domestik [rupiah per tahun] : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik [rupiah per tahun] : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun] : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor [rupiah per tahun]
Gambar IV.38. Perilaku model menghadapi penurunan permintaan pasar: kriteria pengiriman Penurunan permintaan pasar secara tiba-tiba pada tahun 2006 mengakibatkan industri harus mengurangi tingkat produksinya pada awal tahun 2006. Pada tahun berikutnya, permintaan pasar berfluktuasi. Hal ini dikarenakan industri tidak dapat menyesuaikan tingkat produksinya dengan segera karena dibutuhkan delay untuk perencanaan dan implementasi keputusan. Fluktuasi permintaan ini mengakibatkan fluktuasi dalam proses akuisisi kapital dan penyerapan tenaga kerja.
Hasil uji prediksi perilaku dengan perubahan secara tiba-tiba pada variabel permintaan pasar dapat dijelaskan dan tidak bertentangan dengan pemikiran rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun adalah valid baik dilihat dari struktur maupun perilaku model.
IV-122
IV.5
Analisis Sensitivitas
Dalam pemodelan, parameter dan struktur model sangat dipengaruhi oleh unsur subyektivitas pembuat model sehingga diperlukan analisis variabel untuk melihat variabel-variabael yang perlu diperhatikan, baik dalam estimasi parameter dan proses pengumpulan data maupun dalam perancangan kebijakan. Pada bagian ini, analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah beberapa parameter untuk melihat sensitivitas numerik dan perilaku. Ada beberapa analisis yang dilakukan secara univariat (dengan mengubah satu parameter sementara parameter yang lain tetap) dan adapula yang dilakukan secara bivariat (dengan mengubah dua parameter secara simultan). Parameter yang digunakan pada analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel IV.7.
Sensitivitas numerik
Menurut Sterman (2000), pada dasarnya semua model matematika sensitiv secara numerik jika dilakukan perubahan parameter pada model. Karena itu, berdasar analisis sensitivitas numerik yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan mengenai parameter yang perlu diperhatikan dalam proses estimasi proses parameter. Analisis sensitivitas numerik dilakukan terhadap output model dasar (OutputInds) dengan periode simulasi adalah tahun 2000-2005 karena model dasar yang dibangun telah dinyatakan valid berdasarkan uji reproduksi yang telah dilakukan.
IV-123
Tabel IV.7. Parameter dalam analisis sensitivitas Parameter TkInfls
Tingkat inflasi
InitPctBiyVar
Proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total
ElstsPrmtnDom
Elastisitas
permintaan
Nilai
Satuan
0.07
Tanpa satuan
0.50
Tanpa satuan
0.50
Tanpa satuan
0.50
Tanpa satuan
domestik ElstsPrmtnEksp
Elastisitas
permintaan
ekspor COR
Rasio modal produksi
0.50
Tanpa satuan
RtoMatImp
Proporsi bahan baku
0.2
Tanpa satuan
KbthTKperKptl
Kebutuhan tenaga kerja
1e-9
Orang/rupiah/tahun
0.50
Tahun
2.5
Tahun
0.125
Tahun
0.125
Tahun
per satu unit output WktAsml
Waktu pelatihan tenaga kerja
WktAkssKptl
Selang waktu akuisisi kapital
WktKrmDom
Waktu pengiriman
proses ke
pasar
domestik WktKrmEksp
Waktu pengiriman
proses ke
pasar
ekspor
IV-124
OutputInds
: nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls) 3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total (InitPctBiyVar) 4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom) dan elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp) 5. Perubahan rasio modal produksi (COR) Gambar IV.39a. Analisis sensitivitas numerik (a)
IV-125
OutputInds
: nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp) 3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output (KbthTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml) 4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl) 5. Perubahan waktu proses pengiriman ke pasar domestik dan pasar ekspor (WktKrmDom & WktKrmEksp) Gambar IV.39b. Analisis sensitivitas numerik (b) Secara numerik, output model hasil analisis sensitivitas berbeda dengan output model dasar. Namun ketika parameter COR diubah dan diterapkan ke model dasar ternyata output model hasil analisis sensitivitas sama secara numerik dengan output model dasar. Sementara itu, parameter-parameter lain, pada awal simulasi (20002005) tidak sensitiv secara numerik seperti ditunjukkan pada Gambar IV.39a dan IV.39b. Output model dengan perubahan parameter selain KbthTKperKptl dan WktAsml sedikit berbeda namun perilaku model masih mengikuti perilaku model dasar.
IV-126
Sensitivitas perilaku
Sensitivitas perilaku dilakukan untuk melihat sensitivitas model terhadap perilaku. Hasil analisis sensitivitas dapat digunakan untuk mengidentifikasi parameterparameter yang perlu mendapat perhatian dalam proses perancangan kebijakan. Analisis sensitivitas perilaku dilakukan dengan membandingkan output model pada variabel-variabel yang menjadi ukuran performansi sistem, yaitu nilai output industri (OutputInds) dengan periode simulasi 2000-2025. Hal ini didasarkan pada horison waktu simulasi yang digunakan untuk perancangan kebijakan dalam model ini adalah 25 tahun, dari tahun 2000 hingga 2025. Output hasil analisis sensitivitas terhadap beberapa variabel dapat dilihat pada Gambar IV.40 sampai Gambar IV.45.
OutputInds
: nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls) 3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total (InitPctBiyVar) 4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom) dan elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp) 5. Perubahan rasio modal produksi (COR) Gambar IV.40. Analisis sensitivitas perilaku (a): kriteria nilai output industri
IV-127
OutputInds
: nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp) 3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output (KbthnTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml) 4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl) 5. Perubahan waktu proses pengiriman (WktKrmDom dan WktKrmEksp) Gambar IV.41. Analisis sensitivitas perilaku (b): kriteria nilai output industri
IV-128
TotPrmtn
: total permintaan pasar [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls) 3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total (InitPctBiyVar) 4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom) dan elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp) 5. Perubahan rasio modal produksi (COR) Gambar IV.42. Analisis sensitivitas perilaku (a): kriteria total permintaan pasar
IV-129
TotPrmtn
: total permintaan pasar [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp) 3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output (KbthnTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml) 4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl) 5. Perubahan waktu proses pengiriman (WktKrmDom dan WktKrmEksp) Gambar IV.43. Analisis sensitivitas perilaku (b): kriteria total permintaan pasar [rupiah per tahun]
IV-130
NrcPrdgn
: neraca perdagangan [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls) 3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total (InitPctBiyVar) 4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom) dan elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp) 5. Perubahan rasio modal produksi (COR) Gambar IV.44. Analisis sensitivitas perilaku (a): kriteria neraca perdagangan
IV-131
NrcPrdgn
: neraca perdagangan [rupiah per tahun]
1. Model dasar 2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp) 3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output (KbthnTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml) 4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl) 5. Perubahan waktu proses pengiriman (WktKrmDom dan WktKrmEksp) Gambar IV.45. Analisis sensitivitas perilaku (b): kriteria neraca perdagangan
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas perilaku, perubahan parameter tingkat inflasi (TkInfls), proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total (InitPctBiyVar), perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output (KbthnTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml) serta Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl) memberikan memberikan perilaku yang lebih baik daripada model dasar. Yang patut menjadi perhatian di sini adalah parameter inflasi, waktu proses pengiriman baik pasar domestik dan pasar ekspor. Perilaku model hasil analisis sensitivitas sangat berbeda dengan perilaku model dasar ketika dilakukan perubahan pada parameter tersebut.
IV-132