BAB IV PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN
4.1. Pengembangan Model Penelitian Berdasarkan uraian pada bab tiga sebelumnya, pengembangan model penelitian ini terdiri dari lima tahapan utama yaitu (gambar IV.1.): Knowledge Management Readiness Assessment, Interpretasi Hasil Readiness Assessment, Penentuan Domain Metode Implementasi KM, Benchmark, dan Penentuan Metodologi Implementasi KM. Fokus area pada penelitian ini adalah tahapan knowledge management readiness assessment, Interpretasi hasil readiness assessment, dan penentuan domain metode implementasi KM. Sedangkan tahapan benchmark dan penentuan metode implementasi KM bukan merupakan fokus utama penelitian ini. Namun hal tersebut dijelaskan secara singkat pada penelitian ini untuk menunjukkan aplikasi instrumen pengukuran dalam persiapan memilih metode implementasi KM yang tepat. Selain itu juga untuk menunjukkan bahwa Knowledge Management Readiness bukan merupakan akhir dari suatu pengukuran, melainkan tahapan awal dalam implementasi KM. Tiap-tiap komponen utama pada gambar IV.1. diatas akan diuraikan secara lebih detail pada sub bab berikut:
Gambar IV.1. Pengembangan Model Penelitian
64
4.1.1. Knowledge Management Readiness Assessment Tahapan pada bagian ini, terdiri dari dua kegiatan, yaitu perancangan instrumen pengukuran dan penggunaan instrumen pengukuran. Keterangan lebih lanjut pada tahapan ini digambarkan pada gambar IV.2 dibawah ini. Untuk perancangan instrumen pengukuran akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab 4.2. Penggunaan instrumen pengukuran terdiri dari beberapa kegiatan yang harus dilakukan. Kegiatan tersebut terdiri dari identifikasi data pendahuluan yang terdiri dari latar belakang KM inisiatif dilakukan, tinjauan umum mengenai inisiatif KM, identifikasi populasi, penentuan metode penarikan sampel, penentuan target responden (dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab 4.2.1.4). Setelah data pendahuluan diidentifikasi, Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner peneliti menentukan teknik penyebaran kuesioner. Setelah kuesioner disebarkan dilakukan pengumpulan data kuesioner yang didapatkan. Data kuesioner yang diperoleh selanjutnya dipilih untuk menentukan data tersebut valid atau tidak. Start
Penetapan Sudut Pandang KM
Pengembangan Instrumen Readiness Assesment
Existing Readiness Assesment
Perancangan Instrumen Pengukuran
Knowledge Management Readiness Assessment
Penyusunan Instrumen Readiness Assesment Penggunaan Instrumen Pengukuran
Interpretasi Hasil Readiness Assesment
Penentuan Domain Metode Implementasi KM
Identifikasi Data Pendahuluan
Penyebaran Kuesioner
Benchmark
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Penentuan Metodologi Implementasi KM
Pendekatan Statistik
End
Gambar IV.2. Knowledge Management Readiness Assessment
65
4.1.2. Interpretasi Hasil Readiness Assessment Data kuesioner yang telah didapatkan selanjutnya akan diinterpretasi dengan menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Hasil dari analisis tersebut akan memberikan nilai untuk masing-masing karakteristik yang diukur. Pada tahap ini ditentukan skor ideal untuk masing-masing karakteristik instrumen pengukuran. Penentuan skor ideal ini dapat ditentukan dengan menggunakan beragam teknik, antara lain teknik delphi, Analytical Hierarchy Process, dan lain-lain atau dapat juga dengan justifikasi logis dari peneliti dan pihak perusahaan. Pada penelitian ini digunakan justifikasi logis dari peneliti berdasarkan observasi dan wawancara dengan pihak managerial. Nilai yang didapatkan dari hasil kuesioner tersebut selanjutnya akan dibandingkan
dengan
skor
ideal.
Nilai-nilai
tersebut
selanjutnya
akan
diinterpretasi oleh peneliti dengan menggunakan teknik kualitatif. Kegiatan pada tahapan ini dijelaskan lebih lanjut pada gambar IV.3. dibawah ini. Start
Knowledge Management Readiness Assessment
Interpretasi Hasil Readiness Assesment
Analisis Kuantitatif
Penentuan Skor Ideal
Ananlisis Kualitatif
Pengolahan Data
Justifikasi Hasil Interpretasi
Penentuan Domain Metode Implementasi KM
Benchmark
Penentuan Metodologi Implementasi KM
End
Gambar IV.3. Interpretasi Hasil Readiness Assessment Untuk memudahkan dalam interpretasi hasil readiness assessment dibutuhkan tools sebagai alat bantu yang memudahkan dalam interpretasi hasil
66
readiness assessment. Tools tersebut berupa diagram yang berfungsi untuk memetakan nilai kuesioner dengan skor ideal. Penjelasan lebih lanjut dalam sub-bab 4.1.2.1. 4.1.2.1. Pemilihan Alat Pemetaan Terdapat berbagai macam diagram yang dapat digunakan sebagai alat pemetaan yang disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing diagram tersebut. Dalam penelitian ini fungsi tools yang diinginkan adalah menggambarkan nilai yang didapatkan dari hasil kuesioner dengan skor ideal yang sudah ditentukan. Diagram yang mengakomodasi dari kepentingan diatas, memberikan beberapa alternatif pilihan, dari beberapa alternatif pilihan tersebut dipilih diagram radar. Pemilihan ini dikarenakan diagram radar lebih mudah untuk melihat nilai kuesioner dengan skor ideal secara menyeluruh. Proses penggunaan dan jenis diagram seperti pada tabel IV.1 di bawah ini. Tabel IV.1. Penggunaan Diagram (Sumber : Amanda Quintanar & Dr. Tom Foster, 2001)
Function
Draw a picture of your data
Keep track of your data
Help make decisions
Fishbone Diagram
Histogram
Check Sheet
Light Voting
Relations Diagram
Consensus Gram
Gather as many ideas as you can
Group your Ideas
Figure out how ideas connect
Affinity Diagram
Affinity Diagram
Brainstorming
Fishbone Diagram
Lotus Flower Diagram
Lotus Flower Diagram
Gallery Walk
Blue Slipping
Tools
Plus / Delta Issue Bin
See the steps in the thinking process
Flow Chart Blue Slipping
Plus / Delta
Run Chart
Pareto Diagram Radar Diagram Scattergram Blue Slipping
67
Relations Diagram
Run Chart
Plus / Delta
4.1.2.2. Petunjuk Pemetaan Alat Ukur Proses pemetaan nilai kuesioner dengan skor ideal untuk masing-masing karakteristik melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Pembentukan Matriks data hasil kuesioner dari para responden 2. Mencari mean dari masing-masing item pengukuran 3. Mencari nilai mean dari masing-masing karakteristik, lalu dipetakan dalam radar diagram. 4. Menentukan besarnya nilai ideal minimal untuk masing-masing karakteristik. Penentuan nilai ini merupakan justifikasi peneliti dan justifikasi pihak perusahaan. Nilai justifikasi peneliti dan pihak perusahaan melalui focus group discussion ditetapkan nilainya untuk masing-masing karakteristik. 4.1.3. Penentuan Domain Metode Implementasi KM Gambar IV.4 dibawah ini menjelaskan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menentukan domain metode implementasi KM yang bermanfaat untuk membantu perusahaan dalam memilih dan mengaplikasikan metode implementasi KM yang tepat. Tahapan tersebut adalah identifikasi metodologi implementasi KM, mengklasifikasikan domain metode implementasi KM, dan karakterisasi domain metodologi implementasi KM.
Gambar IV.4. Penentuan Domain Penelitian
68
4.1.3.1. Identifikasi Metodologi Implementasi KM Ada dua pandangan yang berbeda dalam penerapan knowledge management di suatu perusahaan. Kedua pendapat tersebut dikemukakan Brian Arthur yang dikutip oleh Yogesh Maholtra (1997) dan Thomas H. Davenport and Laurence Prusak (1998) dengan mengemukakan sebagai berikut : “…the new world of knowledge-based business is characterized by -reeverything- involving continuous redefinition of organizational goals, purposes, and its -way of doing thing”. Sedangkan Thomas H. Davenport and Laurence Prusak: “In deciding where to start your knowledge management program, try to use existing management approaches and tactics as levers to jump-start the knowledge effort. It’s also imperative to lead with a style that’s consistent with your firm’s culture. For example, if your firm is technology-based, build on technology initiatives and plans. If there is a big quality, reengineering, best practices or organizational learning initiative afoot, use those programs as your anchor”. Dari kedua pendapat tersebut sebenarnya terkandung pengertian bahwa jika memang visi, strategi, teknologi, proses, dan culture perusahaan dapat mendukung penerapan knowledge management maka perusahaan dapat langsung menerapkannya melalui infrastruktur perusahaan yang telah ada. Namun apabila sebaliknya, maka visi, strategi, dan culture harus diubah sesuai dengan karakteristik knowledge-based business. Hal ini disebabkan pendekatan manajemen operasi dari knowledge management sangat berlainan dengan proses bisnis pada umumnya yang lebih menekankan kepada tangible assets. Proses bisnis yang menekankan kepada pengelolaan input yang berbentuk intangible assets (terkandung knowledge di dalamnya), membutuhkan perhatian yang lebih besar kepada SDM, culture, leadership (kreatif dan inovatif, sharing, learning, networking), dan teknologi. Terdapat berbagai macam metodologi implementasi dari KM yang diperoleh oleh peneliti dari hasil studi literatur. Metodologi implementasi KM tersebut adalah :
69
1. American Management System (B. Smith, 1999)
FIND
Organize
(Create Knowledge Centers)
(Motivate & Recognize People)
Share
2. Arthur Andersen Consulting (Arthur Andersen Business Consulting)
3. Andersen Consulting (Andersen Consulting)
4. Dataware Technologies (Dataware Technologies) Identify the Business Problem
Prepare for Change
Create the KM Team
Links Knowledge to People
Implement the Building Block for KM
Define the Key Features of the Solution
70
Perform the Knowledge Audit and Analysis
5. Buckley and Carter, Centre for International Business, University of Leeds (Buckley, P.J., Carter, M.H., 1998)
6. The Delphi Group (Delphi Group, 1999) Key Concepts and Frameworks for Knowledge Management
How to Use KM as a Competitive Tool
The Cultural and Organizational Aspect of Knowledge Management
Best Practices in Knowledge Management
Implementing Knowledge Management
Justifying Knowledge Management
Market Analysis
The Technology of Knowledge Management
Knowledge Codification
Knowledge Application
7. Ernst & Young (Ernst & Young)
Knowledge Generation
Knowledge Representation
8. Holsapple and Joshi, Kentucky Initiative for Knowledge Management (Holsapple, Joshi, 1997)
Acquiring Knowledge (Extracting, Interpreting, Transferring)
Selecting Knowledge (Locating, Retrieving, Transferring)
Internalizing Knowledge (Assessing, Targeting, Depositing)
Externalizing Knowledge (Targeting, Producing, Transffering)
Generating Knowledge (Monitoring, Evaluating, Producing, Transferring)
Using Knowledge
71
9. Holsapple and Joshi (Holsapple & Joshi, 1998)
10. Knowledge Associate (R. Young, 1999)
Acquire
Develop
Retain
11. The Knowledge Research Institute (K.M. Wiig, 1998)
12. Liebowitz (Liebowitz, 2000)
72
Share
13. Liebowitz and Beckman (Liebowitz & Beckman, 1998) Identify (Determine core competencies, sourcing strategy and knowledge domains)
Capture (Formalize existing knowledge)
Select (Asses knowledge relevance, value and accuracy and resolve conflicting knowledge)
Store (Represent corporate memory in knowledge repository)
Sell (Develop and market new knowledge-based products and services)
Create (Discover new knowledge through research, experimenting, and creative thinkning)
Apply (Retrieve and use knowledge in making decisions, solving problems, automating or supporting work, job aids and training)
Share (Distribute knowledge automatically to users based on interest and work and collaborate on knowledge work through virtual teams)
14. Marquardt (Marquardt, 1996)
15. Monsanto Company (B. Junnarkar, 1997)
Use Learning Maps
Value Maps
Information Maps
Information Technology Maps
Measurement
Knowledge Maps
16. The Mutual Group (H. Saint Onge, 1998)
17. The National Technical University of Athens, Greece (D. Apostolou, et al, 1998)
73
18. O’Dell (O’Dell, 1996) Identify
Collect
Adapt
Organize
Create
Share
Apply
19. American Productivity and Quality Center Price Waterhouse Coopers (D.M. Steir, et al, 1997)
Filter (For Relevance)
Find
Feedback (From Users)
Format (To Problem)
Forward (To Right People)
20. Ruggles (R. Ruggles, 1997)
21. Skandia (Skandia Insurance, 1999)
22. Van der Spek and Hoog (R. Vand der Spek and Hoog, 1998)
23. Van der Spek and Spijkervet (R. Vand der Spek and Spijkervet, 1997) Developing New Knowledge
Securing New and Existing Knowledge
Distributing Knowledge
74
Combining Available Knowledge
24. Van Heijst et al, CIBIT Netherlands (G. van Heijst & R. van Der Spek, 1997)
25. Wielinga et al, University of Amsterdam (B. Wielinga, et al, 1997)
26. Wiig (K.Wiig, 1998)
27. John M. Leitch and Philip W. Rosen (John M. Leitch & Philip W. Rosen, 2001)
28. Amrit Tiwana (2001)
75
29. Amrit Tiwana (2000) Phase – 1 : Infrastructure Evaluation 1
2 Align Knowledge Management and Business Strategy
Analyze the Existing Infrastructure
Phase – 2 : KM System Analysis, Design, & Development 4
3 Audit Existing Knowledge Assets and System
Design the Knowledge Management Infrastructure
Phase – 3 : Deployement 5
6 Design the Knowledge Management Team
Create the Knowledge Management Blue Print 7 Develop the Knowledge Management System
9
8 Manage Change, Culture, and Reward Structures
Deploy, Using the Result driven incremental Methodology
Phase – 4 : Evaluation 10 Evaluate, Measure
30. KM European Forum (KM European Forum, 2000) Task Force Existing Infrastructure Interest in KM and its Benefits
Select Alternatives Economic Compability KM Pilot Project
Involving Top Management KM and Business Targets
AWARENESS
PILOT INITIATIVES Timing
INITIAL ASSESSMENT Status of KM
KM Result
Expansion Possibility Strategies & Organizational Structures
Improvement
KM Customization & Implementation
MATURITY CONTINUOUS IMPROVEMENT
KM Expansion Project
EXPANSION
76
4.1.3.2. Klasifikasi Metode Implmentasi KM Berdasarkan definisi aspek utama yang diidentifikasi oleh Hlupic et al (2002), maka metode implementasi KM yang telah identifikasi dan diringkas dalam bentuk aliran proses pada bagian sebelumnya diklasifikasikan ke dalam domain: abstrak, soft (manusia dan organisasi) dan hard (technology). Hasil selengkapnya dari klasifikasi tersebut, dapat dilihat pada tabel IV.2 dibawah ini. Tabel IV.2. Klasifikasi Domain metode implementasi Hard Soft Abstrak American Management System Ernst & Young Holsapple and Joshi, Kentucky Initiative for Knowledge Management Knowledge Associate The Knowledge Research Institute Marquardt The Mutual Group
Arthur Andersen Consulting Andersen Consulting Dataware Technologies
The Delphi Group Liebowitz and Beckman Holsapple and Joshi
O’Dell Skandia Van der Spek and Spijkervet Wiig
John M. Leitch and Philip W. Rosen
Monsanto Company The National Technical University of Athens, Greece American Productivity and Quality Center Price Waterhouse Coopers Van der Spek and Hoog
Amrit Tiwana (2001) Amrit Tiwana (2000) Liebowitz Ruggles
Buckley and Carter, Centre for International Business, University of Leeds
KM European Forum
Van Heijst et al, CIBIT Netherlands Wielinga et al, University of Amsterdam
77
4.1.3.3. Karakterisasi Metode Implementasi KM Karakterisasi metode implementasi KM ini disusun atas pertimbangan logis yang didasarkan pada tahap awal masing-masing metodologi implementasi KM, dan belum didasarkan pada kajian mendalam terhadap masing-masing metodologi implementasi tersebut. Hal ini dilakukan karena bagian ini bukan merupakan fokus utama dari penelitian ini dan hanya dijadikan tahapan pendukung setelah pengukuran kesiapan KM dilakukan. Berkenaan
dengan
klasifikasi
metode
implementasi
KM
yang
dideskripsikan sebelumnya, dapat diidentifikasi beberapa aturan umum mengenai karakteristik metodologi implementasi KM, yaitu:
Karakteristik Hard Karakteristik metode implementasi KM pada aspek teknologi (hard) biasanya: o Secara umum implementasi KM ditekankan pada aspek teknologi dalam mengelola pengetahuan (perancangan dan pembangunan infrastruktur teknologi) Contoh: The Knowledge Research Institute, Amrit Tiwana (2000) o Pengembangan infrastruktur teknologi informasi untuk memperoleh informasi Contoh: Ernst & Young, Holsapple and Joshi, Kentucky Initiative for Knowledge Management, Knowledge Associate, Liebowitz o Pemetaan informasi, pengetahuan dan teknologi informasi Contoh: O’Dell, Amrit Tiwana (2001) o Pengelolaan data atau datawarehouse Contoh: Marquardt, Van der Spek and Spijkervet, American Management System o Hubungan antar manusia dengan pengetahuan difasilitasi oleh teknologi. Contoh: Skandia, Wiig, The Mutual Group
78
Karakteristik Soft Karakteristik metode implementasi KM pada aspek soft terkait dengan: o Secara umum implementasi KM ditekankan pada aspek manusia dan organisasi, baik budaya, kepemimpinan dan lain-lain. Contoh: John M. Leitch and Philip W. Rosen o Berkenaan dengan permasalahan di lingkungan bisnis perusahaan, dan memotivasi dan mengenali orang Contoh: Dataware Technology o Pengembangan lingkungan yang kondusif untuk melakukan sharing pengetahuan. Contoh: KM European Forum o Peningkatan pengaruh manajerial, sumberdaya dan lingkungan. Contoh: Holsapple dan Joshi
Karakteristik Abstrak Karakteristik metode implementasi KM pada aspek pemahaman biasanya terkait dengan: o Secara umum implementasi KM ditekankan pada aspek abstrak terkait dengan pengembangan ontologi dan taksonomi pengetahuan, visi dan misi perusahaan berkenaan dengan KM Contoh: Van der Spek and Hoog, Liebowitz and Beckman o Evaluasi dan pendefinisian peran pengetahuan Contoh: Arthur Andersen Consulting, Van Heijst et al, CIBIT Netherlands o Pengembangan karakteristik pengetahuan Contoh: Buckley and Carter, Centre for International Business, University of Leeds, Wielinga et al, University of Amsterdam o Ditekankan pada memperoleh pengetahuan (ekstraksi, interpretasi dan transfer) Contoh: Monsanto Company, American Productivity and Quality Center Price Waterhouse Coopers, Andersen Consulting o Pengembangan konsep utama kerangka untuk KM Contoh: The Delphi Group, The National Technical University of Athens, Greece
79
4.1.4. Benchmark Setelah didapatkan domain metode implementasi KM berdasarkan hasil interpretasi, dilakukan proses benchmark untuk tiap-tiap metode implementasi KM yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan real perusahaan. Proses bencmark dilakukan dengan melakukan proses identifikasi, evaluasi secara detail dan mendalam. Untuk itu dibutuhkan data-data yang detail dan lengkar dari tiap-tiap metode implementasi yang terletak dalam domain yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini proses benchmark dilakukan dengan justifikasi dari peneliti dengan membandingkan terhadap kondisi perusahaan. Hal tersebut dikarenakan proses bencmark ini bukan merupakan fokus area dari penelitian ini. 4.1.5. Penentuan Metode Implementasi KM Setelah melakukan benchmark, dilakukan penentuan metode implementasi KM. Hingga penelitian ini dilakukan, berdasarkan hasil studi literatur belum ditemukan suatu cara yang baku dalam penentuan metode implementsi KM yang berdasarkan perbandingan tiap-tiap metode implementasi KM. Pada tahapan ini proses penentuan metode implementasi dilakukan berdasarkan justifikasi peneliti. Hal tersebut dilakukan karena tahapan ini bukan merupakan fokus area pada penelitian ini. Tahapan ini dapat digunakan sebagai pengembangan penelitian selanjutnya. Tahapan dalam penentuan metode implementasi KM dijelaskan pada gambar IV.5 dibawah ini.
80
Start
Knowledge Management Readiness Assessment
Interpretasi Hasil Readiness Assesment
Penentuan Domain Metode Implementasi KM
Benchmark Metodologi-Metodologi Implementasi
?
Metodologi Implementasi Yang dipilih
?
Penentuan Metodologi Implementasi KM
End
Gambar IV.5. Penentuan Metodologi Implementasi 4.2. Perancangan dan Validasi Instrumen Pengukuran Langkah awal dari perancangan instrumen pengukuran ini adalah dengan menetapkan sudut pandang Knowledge Management. Penetapan sudut pandang ini, dikarenakan penelitian di bidang KM terdiri atas 3 domain besar yaitu abstrak, soft, dan Hard. Dalam implementasi knowledge management memerlukan perhatian terhadap ketiga domain tersebut (Hlupic, 2002). Karena memerlukan perhatian terhadap tiga domain tersebut, maka dalam melakukan readiness assessment aspek yang diukur dari ketiga domain tersebut. Sudut pandang Knowledge Management yang dikembangkan peneliti, lebih berdasarkan kepada kebutuhan untuk implementasi penelitian. Setelah menentukan sudut pandang Knowledge Management dan melakukan kajian terhadap readiness asessment yang telah ada. Tahapan selanjutnya yang dilakukan, berdasarkan sudut pandang yang sudah ditentukan adalah melakukan pengembangan model Readiness Assesment. Setelah model Readiness Assesment dikembangkan, dilakukan
81
penyusunan kuesioner untuk Readiness Assesment. Tahapan dalam perancangan insturmen pengukuran dijelaskan pada gambar IV.6 dibawah ini.
Start
Knowledge Management Readiness Assessment
Perancangan Instrumen Pengukuran
Penggunaan Instrumen Pengukuran
Interpretasi Hasil Readiness Assesment
Penentuan Domain Metode Implementasi KM
Penetapan Sudut Pandang KM
Pengembangan Instrumen Readiness Assesment
Existing Readiness Assesment
Penyusunan Instrumen Readiness Assesment
Benchmark
Penentuan Metodologi Implementasi KM
End
Gambar IV.6. Proses Pengembangan Penelitian 4.2.1. Penetapan Sudut Pandang Knowledge Management Definisi dari Knowledge Management, bagi banyak kalangan masih sangat bersifat samar-samar dan memiliki makna yang ganda (ambigu). Hal tersebut sangat beralasan dan sangat masuk akal, dikarenakan arti dari kata Knowledge itu sendiri berbeda-beda bagi tiap orang/peneliti. Sebagai Contoh Yogesh Maholtra (1997) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan di India (dalam hal ini disebut di belahan timur) memahami knowledge sebagai suatu intellectual property. Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan di belahan barat memahami bahwa knowledge adalah sesuatu yang terdapat di dalam kepala manusia. Dampak langsung dari hal diatas untuk bidang penelitian yang dilakukan di satu sisi banyak menitik beratkan kepada sektor individu (manusia). Sedangkan untuk peneliti lain banyak menitik beratkan pada sektor Organisasi. Dan banyak juga penelitian yang menitik beratkan pada sektor teknologi yang sifatnya sebagai
82
pendukung. Selanjutnya akan dijelaskan perbedaan sudut pandang tentang knoweledge
management
itu
sendiri
berdasarkan
definisi-definisi
yang
dikemukakan para peneliti (Hlupic, et al, 2002). Definisi-definisi yang akan dijelaskan pada tabel IV.3. berikut ini akan menjelaskan sudut pandang dari masing-masing peneliti tersebut. Tabel IV.3. Definisi Knowledge Management Peneliti
Tahun
Definisi KM is . . . knowledge creation, which is followed by knowledge
De Jannet
1996
interpretation, knowledge dissemination and use, and knowledge retention and refinement.
Petrash
1996
KM is getting the right knowledge to the right people at the right time so that they can make the best decision. KM involves the identification and analysis of available and required
Macintosh
1996
knowledge, and the subsequent planning and control of actions to develop knowledge assets so as to fulfil organizational objectives.
Brooking
1997
O’Dell
1997
KM is the activity which is concerned with strategy and tactics to manage human centred assets. KM applies systematic approaches to find, understand and use knowledge to create value. KM is the process of creating, capturing and using knowledge to enhance organizational performance. KM is most frequently associated with two types of activities. One is to document and
Bassi
1997
appropriate individual’s knowledge and then disseminate it through such venues as a companywide database. KM also includes activities that facilitate human exchanges using such tools as groupware, email and the internet
Frappaulo & Toms
1997
KM is a tool set for the automation of deductive or inherent relationships between information objects, users and processes. KM is the process of capturing a company’s collective expertise
Hibbard
1997
wherever it resides in databases, on paper, or in people’s heads and distributing it to wherever it can help to produce the biggest payoff. KM is the process of critically managing knowledge to meet existing
Quintas
1997
needs, to identify and exploit existing and acquired knowledge assets and to develop new opportunities.
83
Lanjutan tabel IV.3 Peneliti
Tahun
Definisi Powerful environmental forces are reshaping the world of the manager of the 21st century. These forces call
Taylor
1997
for a fundamental shift in organization process and human
resource
strategy.
This
is
Knowledge
Management. KM is the explicit control and management of Van der Spek & Spijkervet
1997
knowledge within an organization aimed at achieving the company’s objectives. . . .attempt to do something useful with knowledge, to
Davenport et al.
1998
accomplish organizational objectives through the structuring of people, technology and knowledge content. KM can be defined as the identification, optimization and active management of intellectual assets, either in
Snowden
1998
the form of explicit knowledge held in artefacts or as tacit
knowledge
possessed
by
individuals
or
communities. KM caters to the critical issues of organizational adaptation, survival and competence in face of increasingly discontinuous environmental change. Malhotra
1998
Essentially it embodies organizational processes that seek synergistic combination of data and information processing capacity of information technologies, and the creative and innovative capacity of human beings. KM is the systematic, explicit and deliberate building, renewal and application of knowledge to maximize an
Wiig
1998
enterprise’s
knowledge-related
effectiveness
and
returns on its knowledge assets and to renew them constantly. KM is the formalization of and access to experience, Beckman
1999
knowledge and expertise to create new capabilities, enable superior performance, encourage innovation, and enhance customer value.
84
Peneliti
Tahun
Definisi KM is achieving organizational goals through the strategy-driven
motivation
and
facilitation
of
knowledge workers to develop, enhance and use their Beijerise
1999
capability to interpret data and information (by using available sources of information, experience, skills, culture, character, personality, feelings, etc.) through a process of giving meaning to these data and information. KM is the process of systematically and actively
Laudon and Laudon
1999
managing and leveraging the stores of knowledge in an organization.
Huysman and de Wit
2000
Knowledge management is about the support of knowledge sharing.
Dari definisi yang dikemukakan oleh Brooking (1997), Taylor (1997), Quintas et al (1997), dan De Jarnet (1996), terlihat bahwa peneliti tersebut menekankan pada aspek organisasi, mereka memandang dari sisi non teknikal atau pada tataran organisasi. Hal diatas akan terlihat kontras dengan definisi yang dikemukakan oleh Malhotra (1998), Frappaulo and Toms (1997), Snowden (1998), dan Bassi (1997) yang menitik beratkan knowledge management pada sisi penggunaan IT. Sedangkan Beijerise (1999) mengajukan suatu definisi yang menarik, dimana tidak menyebutkan penggunaan IT secara eksplisit, tetapi lebih dititik beratkan kepada kemampuan knowledge worker untuk menginterpretasikan dan memberikan arti pada informasi / data yang dipunyai oleh perusahaan. Definisi dari KM yang dikemukakan oleh oleh Maholtra (1998) dan Snowden (1998) mempertimbangkan antara peranan dari IT itu sendiri untuk KM serta pentingnya kreativitas dari individu / organisasi itu sendiri. Hibbard (1997) dan Petrash (1996) pada intinya mengemukakan definisi yang sama, tapi dengan cara yang berbeda. Defiinisi yang dikemukakan oleh Petrash (1996) agak tidak jelas, oleh Hibbard (1997) definisi tersebut dibuat lebih jelas dan mudah untuk dipahami. Definisi yang dikemukakan oleh Petrash (1996) dan yang dikemukakan oleh Hibbard (1997), lebih menitik beratkan pada aktifitas distribusi knowledge itu sendiri, baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang cukup terbatas.
85
Macintosh (1996), Van Der Spek & Spijkervet (1997) dan Beijerse (1999) menghubungkan antara KM dengan pencapaian tujuan dari perusahaan. Tetapi Van Der Spek & Spijkervet (1997) dan Macintosh (1996) lebih menitik beratkan pada masalah pengendalian dibandingkan dengan masalah value creation, Sedangkan Beijerise (1999) lebih menitik beratkan kepada pengembangan kemampuan dari knowledge worker. Definisi yang dikemukakan oleh Wiig (1998), Beckman (1999), dan O’Dell (1997) tidak menyebutkan mengenai IT maupun mengenai Tacit Knowledge secara langsung, tetapi mereka mengatakan tentang knowledge dan hubungannya dengan proses organisasi secara keseluruhan serta peningkatan dari value creation dan peningkatan performansi dan efektivitas. Jika dibandingkan dengan definisi yang dikemukakan oleh Bassi (1997), yang mendefinisikan secara cukup detil yang dikaitkan dengan penggunaan teknologi. Karl E. Sveiby (2000) mengemukakan bahwa terdapat 2 buah jalur utama yang di ambil oleh orang tentang knowledge management. (1) Jalur pertama memandang knowledge management sebagai manajemen dari informasi. Peneliti dan praktisi di bidang ini umumnya mempunyai pendidikan di bidang komputer atau ilmu informasi. Mereka terlibat dalam pembangunan Sistem Informasi Manajemen, Artificial Intelligence, re-engineering, groupware dan lain-lain. Bagi mereka pengetahuan merupakan objek yang dapat di identifikasi dan di proses dalam sistem informasi. Jalur ini baru dan berkembang sangat pesat pada saat ini, terutama dengan berbagai perkembangan di dunia komputer. (2) Jalur kedua memandang knowledge management sebagai manajemen dari orang. Peneliti dan praktisi di bidang ini cenderung memperoleh pendidikan di bidang filosofi, psikologi, sosiologi, bisnis, dan management. Mereka pada umumnya terlibat dalam pengaksesan, perubahan dan perbaikan skill serta perilaku manusia secara individu. Bagi para peneliti ataupun praktisi di jalur ini pengetahuan merupakan suatu proses, sebuah set kompleks dari skill dinamis, yang terus menerus berubah. Secara tradisional mereka terlibat dalam proses belajar dan proses manajemen kompetensi individual ini. Seperti seorang psikolog, sosiolog atau teoritis organisasi. Jalur ini sudah tua dan tidak berkembang demikian pesat.
86
Vlatka Hlupic, et al (2002) mengusulkan untuk mencoba memandang knowle1dge management system sebagai gabungan dari aspek abstrak, soft, dan hard. Karena knowledge management sebagai suatu sistem yang akan di implementasikan tidak bisa terlepas dari ketiga aspek tersebut. Dengan melakukan proses penggabungan dari ketiga aspek tersebut, diharapkan pada akhirnya akan muncul konsep knowledge management baru yang memandang dari ketiga aspek tersebut sehingga lebih komprehensif. Vlatka Hlupic et al (2002) mengemukakan bahwa penelitian mengenai knowledge management selama ini terbagi atas 3 golongan besar, yaitu secara Abstrak, yang dalam hal ini secara ontologi atau filosofi mengenai Knowledge Management itu sendiri, secara Soft, yang ditinjau secara organisasi, dan secara hard yang ditinjau secara pemanfaatan teknologi informasi. Perbedaan sudut pandang itu sendiri didasarkan atas berbagai macam disiplin ilmu yang berbeda dari masing-masing peneliti. Untuk aspek yang bersifat abstrak (Ontology), penelitian yang dilakukan meliputi hal-hal yang sifatnya filosofis seperti definisi dari knowledge management, aspek filosofis dan aspek psikologis dari knowledge management, dan lain sebagainya. Untuk aspek yang bersifat soft (Organizational) penelitian yang dilakukan meliputi hal-hal yang sifatnya menginvestigasi struktur organinsasi dan kultur di lingkungan perusahaan itu sendiri. Untuk aspek ini lebih menekankan
pada
bagaimana
metode
sharing
knowledge
yang
tepat,
menumbuhkan budaya apresiatif, dan lain-lain. Untuk aspek yang bersifat Hard penelitian di bidang ini meliputi teknologi informasi yang mendukung untuk pemanfaatan knowledge tersebut. Dalam penelitian ini akan memandang knowledge management dari 3 aspek, yaitu secara abstract, soft, dan hard. Karena hasil dari penelitian ini digunakan untuk mengukur kesiapan perusahaan dalam mengimplementasi KM. Untuk kebutuhan implementasi KM itu sendiri, agar proses implementasi dapat berjalan dengan baik, harus mengintegrasikan ketiga aspek tersebut (Brunel Centre fo Knowledge and Business Process Management).
87
4.2.1.1. Identifikasi Sudut Pandang Abstract Aspect Penelitian-penelitian di area ini banyak yang bersifat teoritis dan konseptual, terutama di area penelitian yang sifatnya cognitive psychology. Halhal yang diperhatikan dalam aspek abstrak ini digambarkan pada gambar IV.7 dibwah ini (Vlatka Hlupic, 2002):
Definisi dari Knowledge Management
Ontology & Epistemology Knowledge Management
Aspek Abstrak Dalam Knowledge Management
Aspek Filosofis dan Psikologis dalam Knowledge Management
Metode Yang Sesuai dalam Investigasi KM Fenomena
Gambar IV.7. Aspek Abstrak dalam Knowledge Management •
Definisi dari Knowledge Management Terdapatnya berbagai macam definisi dari knowledge management
mengakibatkan tiap orang-orang mempunyai pemahaman yang berbeda-beda dari tiap individu (Vlatka Hlupic, 2002). Perbedaan definisi dan pemahaman mengenai knowledge management yang berbeda-beda dari tiap-tiap pihak yang ada dalam perusahaan mengakibatkan masing-masing pihak tersebut, berkembang sesuai dengan arahan masing-masing dan berdasarkan kepentingan dan ketertarikan masing-masing terhadap KM (Scarborough, 1996). Sedangkan knowledge management hendaknya merupakan suatu vehicle bersama perusahaan dalam mencapai perusahaan yang efektif dan kompetitif. CAUL Knowledge Management survey (2002) menyarankan perlunya pemahaman dari masing-masing pihak mengenai perbedaan antara informasi dan knowledge. Karena sering kali terjadi para pelaku knowledge management memperlakukan informasi itu sebagai knowledge. Untuk Implementasi knowledge
88
management dibutuhkan suatu pemahaman yang sama dalam knowledge management (Vlatka Hlupic, 2002) •
Epistemology dan Ontology dari Knowledge Management Ontology merupakan suatu konsensus/kesepakatan/persetujuan bersama
yang sifatnya formal antara individu-individu yang terkait mengenai suatu konsep/ kajian tertentu. Dalam hal ini konsep/kajian tertentu adalah mengenai knowledge management. Dalam implementasi knowledge management suatu kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang terkait dalam knowledge management sangat dibutuhkan. Karena dengan adanya kesepakatan bersama tersebut, pihak-pihak yang terkait mau dengan sadar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan implementasi knowledge management. Ontology dari knowledge management hendaknya merupakan pemahaman bersama secara umum sehingga dapat dikomunikasikan antara pihak-pihak dalam suatu perusahaan. Hal nyata dalam knowledge management yang merupakan salah satu bentuk dari ontology itu sendiri adalah, pihak perusahaan mempunyai visi misi bersama (shared vision & mission) yang mudah dipahamai oleh semua pihak dan diterima oleh semua pihak (Dieter Fensel, et al, 2000). Epistemology merupakan suatu cabang ilmu filsafat yang mempelajari bagaimana kita mengetahui dan memahami tentang suatu hal. (Cambridge Advandced Dictionary). Epistemology Knowledge Management merupakan suatu cara bagaimana mengetahui dan memahami tentang knowledge management. Untuk kebutuhan implementasi dari knowledge management setelah mengetahui dan memahami tentang knowledge management maka hal tersebut akan diindikasikan dengan mengetahui dan memahami tujuan utama dari knowledge management, serta mampu mengetahui bahwa perusahaan membutuhkan atau tidak knowledge management (Vlatka Hlupic, 2002). •
Aspek filosofis dan Aspek Psikologis dari Knowledge Management Aspek filosofis meliputi kesadaran akan pentingnya intellectual capital
dalam suatu perusahaan, mengetahui esensi dari knowledge management sehingga mengetahui secara pasti dan memutuskan bahwa knowledge management cocok atau tidak diterapkan di perusahaan (George Rzevski, 1998).
89
Aspek psikologis meliputi kesiapan dan penerimaan dari masing-masing pihak baik pihak karyawan maupun managerial dalam pelaksanaan implementasi knowledge management. Dengan adanya kesiapan secara psikologis dari masingmasing pihak maka akan timbul suatu kesadaran bahwa dengan menerapkan knowledge management akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses bisnis perusahaan, meningkatkan daya saing perusahaan serta membuat perusahaan lebih maju dengan menerapkan knowledge management (Vlatka Hlupic, 2000). Pihak pimpinan yang belum menyadari akan pentingnya knowledge asset dalam perusahaan, dan memandang knowledge management sebagai suatu solusi dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi akan tidak mendukung
knowledge
management
initiatives,
sehingga
tidak
dapat
memobilisasi perusahaan tersebut menuju organizational culture yang dibutuhkan dalam kegiatan knowledge management (Nor Hazana binti Abdullah, 2005). •
Metode yang sesuai dalam menginvestigasi fenomena dari knowledge management Metode investigasi dari knowledge management merupakan hal yang
penting dan ditentukan dari kebijakan pihak managerial (Vlatka Hlupic, 2000). Penginvestigasian ini meliputi strategi, aturan-aturan, dan perencanaan visi dan misi dalam implementasi knowledge management. Integrasi dari knowledge management strategy dan pembentukan visi penerapan knowledge management harus terintegrasi dengan proses bisnis, dan visi misi perusahaan (Andreas Riege, 2005). 4.2.1.2. Identifikasi Sudut Pandang Soft Aspect Penelitian-penelitian di area ini banyak didominasi oleh para peneliti yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu psikologi, management science, organizational science, sosiologi, dan lain sebagainya, penelitian pada area ini lebih menekankan pada proses pembelajaran yang terjadi di lingkungan perusahaan, kebiasaan-kebiasaan/habit yang dibutuhkan dalam knowledge management, struktur organisasi perusahaan yang mendukung knowledge management, pengelolaan dan proses penciptaan best practise perusahaan, aspek sumber daya manusia dalam konteks knowledge management, project
90
management dalam implementasi knowledge management, dan operasionalisasi yang mendukung implementasi knowledge management (Vlatka Hlupic, 2002). Tedapat empat pilar penting yang harus diperhatikan dalam implementasi knowledge management. Keempat pilar tersebut adalah leadership, organization, technology, dan learning process (Stankosky ; Calabrese ; Baldanza, 1999). Keempat pilar tersebut digambarkan pada gambar IV.8 dibawah ini.
Gambar IV.8. Pilar dalam Knowledge Management (Sumber : Advances in Knowledge Management: University Research Toward an Academic Discipline, Michael A. Stankosky, D.Sc.)
DeTienne, Dyer, Hoopes and Harris (2004) menyatakan bahwa ada empat faktor yang mendukung dalam implementasi knowledge management, yaitu faktor organizational culture, organizational leadership, chief knowledge officers or CKOs, dan teknologi. Keempat faktor tersebut digambarkan pada gambar IV.9 dibawah ini:
Gambar IV.9. Faktor yang mendukung dalam implementasi KM
91
Survey yang dilakukan oleh Earnst & Young KM Internasional Survey yang dilakukan pada tahun1996 kepada 431 senior eksekutif, diperoleh beberapa faktor yang menjadi kendala dalam implementasi knowlede management dijelaskan pada tabel IV.4 dibawah ini: Tabel IV.4. Kendala-Kendala Dalam Implementasi Knowledge Management Faktor-Faktor Yang No Jawaban Responden Mempengaruhi 1 80 % Organizational Culture 2 64 % Lack of Ownership 3 55 % ICT 4 53 % Non Standardized Procedures 5 54 % Organizational Procedures 6
Top Management Commitment
46 %
7 8
Reward / Recognition Staff Turn Over
46 % 30 %
Penelitian yang dilakukan David Pauleen dan David Mason (2002) melalui penelitiannya yang mengidentifikasi hal-hal yang harus diperhatikan dalam implementasi knowlege management (dapat dilihat pada tabel IV.5.) adalah Organisational Culture, Leadership, Lack of Understanding, Effort and Reward, Technology, Knowledge Complexity. Masing-masing faktor tersebut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan implementasi knowledge management sebagai berikut: Tabel IV.5. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi KM No Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persentase Pengaruh 1 45 % Organizational Culture 2 22 % Leadership 3 16 % Lack of Understanding 4 9% Effort & Reward 5 6
7% 1%
Technology Knowledge Complexity
Analisis kegagalan dalam implementasi knowledge management yang dilakukan oleh Alton Chua dan Wing Lam (2005) pada umumnya disebabkan oleh faktor teknologi, culture, project management, dan content yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh para karyawan.
92
David Pauleen (2002) melalui penelitian kualitatifnya, mengidentifikasi hal-hal yang menjadi hambatan (barrier) dalam implementasi knowledge management. Hambatan-hambatan tersebut dijelaskan pada tabel IV.6 dibawah ini: Tabel IV.6. Hambatan dalam Implementasi Knowledge Management Culture Organizational Culture Culture Trust Communication Sharing Leadership Leadership Management Lack of Awareness Education Lack of Vision Lack of Understanding Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, hambatan-hambatan yang mempengaruhi yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti diatas, maka faktor-faktor dan hambatan tersebut dapat diklasifikasikan seperti pada gambar IV.10 dibawah ini:
Gambar IV.10. Aspek Soft dalam Knowledge Management
93
•
Human Resource Management in the context of knowledge management Data base mengenai kompetensi karyawan dibutuhkan keberadaannya
untuk mendukung kegiatan knowledge management. Hal tersebut untuk mengetahui secara pasti yang menjadi knowledge champion di bidangnya. Kompetensi yang dimiliki oleh para karyawan dan proses knowledge sharing merupakan salah satu pertimbangan yang dicantumkan oleh pihak manajerial sebagai salah satu indikator penilaian kinerja. (Knowledge Management European Forum). Mireille Merx Chermin (2005) mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penciptaan dan inovasi dalam suatu perusahaan. Faktor tersebut disebut sebagai Personal characteristic. Personal characteristic tersebut dijabarkan menjadi empat point, yaitu: (1) Motivasi untuk melakukan pengembangan secara terus menerus secara rutin dengan rekan kerja. (2) Expertise. Kepakaran/keahlian/kemampuan mengenai suatu hal jarang dikuasai oleh rekan lainnya yang terletak dalam satu perusahaan. Dengan adanya kondisi tersebut orang cenderung untuk menyimpan keahliannya tersebut. (3) Individual Capability. Kemampuan untuk melakukan persentasi, dan mengajarkan kepada orang lain mengenai keahlian yang kita punyai, hendaknya disadari sebagai hal yang penting. (4) Kreativitas •
Education and Training Kemudahan, kesesuaian antara kebutuhan dengan fasilitas pelatihan yang
didapatkan oleh pihak karyawan, merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi KM (Valentine Brink & Jean-Paul Van Belle, 2004). Selain itu, yang berkenaan dengan education and training pelatihan mengenai penggunaan ICT harus dengan mudah dan cepat didapatkan oleh pihak karyawan agar pihak karyawan, karena dalam kegiatan KM fasilitas ICT mutlak digunakan untuk mempermudah dalam kegiatan KM (Mayo, 2001). Dalam KM terdapat proses pembelajaran antara karyawan yang satu dengan yang lain hendaknya dilakukan secara bersama-sama, karena itu karyawan harus mampu untuk membentuk team yang efektif, yang sesuai dengan kapasitasnya masing-
94
masing untuk saling belajar satu dengan yang lainnya (Probst et al, 2000). Hal tersebut didukung oleh Sveiby (2001). •
Experience and Skills Pengakuan dari pihak perusahaan dan karyawan mengenai skill
dan
pengalaman sesesorang menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, karena pengakuan atas skill dan kemampuan akan menjadikan pihak tersebut merasa lebih berharga, sehingga dalam proses selanjutnya diperlukan suatu mekanisme tertentu agar paradigma knowledge is power dapat diubah menjadi paradigma baru, yaitu sharing is power (Mayo, 2001 ; Tiwana, 2000) •
Attitude & Value Attitude karyawan dalam knowledge sharing merupakan hal yang harus
mendapatkan perhatian khusu dari pihak managerial (Sai Ho Kwok; Sheng Gao, 2005). Attitude anggota suatu organisasi berkaitan erat dengan value yang dimiliki oleh pihak perusahaan, (Mayo, 2001 ; Probst, 2000) sehingga hal tersebut dalam kaitannya dengan implementasi KM meruapakan salah satu aspek yang harus diperhatikan Nilai-nilai yang dipunyai oleh pihak perusahaan yang tercantum dalam visi misi perusahaan, dan code of conduct harus sesuai dengan knowledge management (Andreas Riege, 2005). •
Organizational Learning
Dalam mengembangkan KM perusahaan membutuhkan proses pembelajaran yang terus menerus. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mendatangkan narasumber lain dari lingkungan perusahaan, baik dari pihak akademisi maupun pihak perusahaan luar lainnya (praktisi). Evaluasi mengenai kegiatan-kegiatan yang selama ini dilakukan oleh pihak perusahaan untuk mendapatkan knowledge perlu untuk dievaluasi dan ditelaah kemudian lebih lanjut, hal tersebut menyangkut seberapa efektif kegiatan tersebut diyakini oleh pihak perusahaan untuk mendapatkan knowledge yang dibutuhkan (Knowledge Management, Research Report 1998) •
Cultural Aspect of Knowledge Management Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi didalam perusahaan (behaviour & cultureI)
Aspek yang harus diperhatikan dalam organisasi (David W De Long; Liam Fahey, 2000). Kebiasaan-kebiasaan yang harus diperhatikan dalam kegiatan KM, seperti
95
kebiasaan untuk bekerja sama antar karyawan (Jarvenpaa & Staples, 2001), dan melakukan proses dokumentasi dan berbagi knowledge, ((Gold et al., 2001, 189; Mayo, 2001, 159; Schein, 1992, 5; Shields, 1999). Budaya untuk menyalahkan dan memberikan teguran/punishment terhadap kesalahan yang terjadi, tanpa melihat konteks kesalahan merupakan salah satu penghambat untuk berkreasi, bereksperimen dan melakukan inovasi (C.E. Siemienuch, M.A. Sinclair, 2004). Hendaknya kesalahan yang terjadi yang dilakukan, oleh pihak karyawan dilihat konteksnya terlebih dahulu. •
Organizational Structures that support Knowledge Management Struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
implementasi KM, struktur organisasi dalam hal ini mencakup masalah ukuran dan hirarki yang ada dalam organisasi tersebut, (Davenport, 1998 ; Frick, 1998). Struktur organisasi yang terdapat di perusahaan yang bentuknya lebih flat (tingkat hierarki lebih sedikit) akan memungkinkan kegiatan knowledge management berlangsung dengan lebih baik. Hal tersebut akan lebih diraskan ketika proses knowledge sharing lebih menyenangkan bagi pihak karyawan. Organisasiorganisasi yang struktur organisasinya lebih flat lebih memungkinkan untuk membentuk suatu tim yang berisikan orang-orang dari berbagai macam departemen, lebih memungkinkan pihak karyawan untuk turut berperan serta dalam penetapan tujuan bersama (shared vision, share mission), Serta lebih memungkinkan sharing knowledge secara horizontal (across department) maupun secara vertikal (up-hierarchy) Andreas Riege (2005). •
Best Practise in Knowledge Management Pengelolaan, ketersediaan, pendokumentasian, dan proses mempelajari best
practise yang terdapat dalam lingkungan perusahaan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan dikelola dalam kaitan implementasi KM (Leyland M Lucas, 2005) •
Project Management in the context of Knowledge Management Salah satu faktor dari beberapa faktor penyebab kegagalan implementasi
knowledge
management
adalah
karena
tidak
dipandangnya
knowledge
management sebagai suatu project management. Jika suatu initiative program dipandang sebagai suatu project management maka dibutuhkan suatu tim yang
96
sifatnya dedicated resource untuk mengerjakannya (Alton Chua ; Wing Lam, 2005). Dengan timbulnya kesadaran knowledge management initiative dipandang sebagai suatu project management maka dibutuhkan seorang project manager yang bertugas untuk memimpin project management tersebut. Project Manager dalam implementasi knowledge management disebut dengan Chief Knowledge Officer (CKO). Keberadaan CKO untuk keberhasilan implementasi knowledge management mutlak dibutuhkan dalam suatu organisasi yang menerapkan knowledge management (Nory B Jones ; Richard T Herschel ; Douglas D Moesel, 2003). Peranan / Role yang harus dibentuk dalam suatu knowledge management adalah CKO (Nick Bontis, 2001). •
Operational Management in the context of Knowledge Management Untuk kegiatan operasionalnya sehari-hari salah satu hal yang dibutuhkan
dalam kegiatan knowledge management, adalah ketersediaan waktu yang sifatnya bebas yang dapat digunakan untuk mempelajari sesuatu hal yang baru, yang berkenaan dengan pekerjaan. Hal tersebut dicontohkan, bahwa dalam lingkungan perusahaan ada waktu yang sifatnya bebas, yang digunakan untuk mempelajari metode kerja yang baru. Selain tersedianya waktu, tiap-tiap individu mau menyediakan waktunya, yang sifatnya diluar jam kerja untuk melakukan kegiatankegiatan informal meeting seperti diskusi, brainstorming, dan lain-lain (Andreas Riege, 2005). •
Penggunaan Information Communication Technology (ICT) / Teknologi ICT walaupun bukan merupakan hal yang paling utama dalam implementasi
knowledge management, tetapi merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat membuat implementasi knowledge management berjalan dengan baik. Dengan dukungan ICT kendala geografis, waktu dapat dengan mudah dijembatani. Dengan dukungan ICT yang sesuai, seseorang dapat dengan mudah untuk melakukan sharing, maupun pencarian knowledge yang dibutuhkan. Individu-individu yang senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan ICT, akan cenderung lebih mahir dalam menggunakan fasilitas ICT yang dipunyai perusahaan untuk mempermudah mereka dalam bekerja. Individu-individu tersebut akan memandang bahwa ICT merupakan salah satu faktor yang penting, dan mereka meyakini, bila fasilitas ICT dikelola dengan baik, maka ICT tersebut
97
dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk mendapatkan informasi yang tepat, melalui orang yang tepat, dan pada waktu yang tepat (Andreas Riege, 2005). •
Trust Issue mengenai trust, dalam implementasi Knowledge management menjadi
issue yang harus mendapatkan perhatian khusus dalam KM. Lingkungan perusahaan yang tingkat trust-nya rendah akan sangat mustahil untuk dapat menjalankan program KM (John D Politis, 2003) Faktor Trust sendiri terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah Lack of trust, Wariness of sharing a competitive advantage, establishing trust in rapidly changing environment, dan job insecurity. Lack of trust dalam implementasi knowledge management sangat mungkin untuk terjadi, dikarenakan dalam implementasi knowledge management memerlukan perubahan-perubahan yang harus dilakukan oleh pihak manajerial. Ketika perubahan-perubahan itu terjadi dan harus dilakukan potensi lack of trust antara pihak manajerial dan pihak karyawan biasanya terjadi. Pihak karyawan harus meyakini bahwa perubahanperubahan yang dilakukan dalam kaitannya dengan implementasi knowledge management merupakan suatu kesempatan untuk menuju kepada hal yang lebih baik dan bertujuan untuk kesejahteraan bersama (Andreas Riege, 2005). •
Communication Komunikasi merupakan hal yang vital dan sangat diperlukan dalam knowledge
management (Kathryn Cormican & David O’ Sullivan, 2003). Jaringan komunikasi yang terjadi di lingkungan perusahaan antara sesama karyawan, maupun antar pihak karyawan dan pihak manajerial merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi knowledge management. Ketersediaan jaringan komunikasi antara pihak perusahaan dan customer turut berperan serta dalam menyukseskan knowledge management program (Andreas Riege, 2005) •
Sharing Faktor sharing sendiri terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhi.
Faktor-faktor tersebut adalah Willingness to share knowledge and expertise, dan Lack of processes that encourage staff to share.
98
•
Leadership Leadership merupakan hal yang harus sangat diperhatikan dalam implementsi
KM (Mayo, 2001 ; Schein, 1992). Faktor Leadership sendiri terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah Lack of encouragement from management, Lack of Senior management buy-in, Lack of senior sponsorship (David Pauleen dan David Mason, 2002). 4.2.1.3. Identifikasi Sudut Pandang Hard Aspect Untuk faktor hard dalam knowledge management ditekankan pada penggunaan teknologi-teknologi yang relevan dalam menunjang kegiatan utama dalam knowledge management. Aktivitas utama dalam knowledge management dijelaskan sebagai knowledge flow atau aliran pengetahuan. Teknologi yang dibutuhkan adalah teknologi yang mendukung aktivitas dalam knowledge flow itu sendiri. Untuk mengetahui teknologi yang dibutuhkan, kegiatan-kegiatan dalam knowledge management yang terjadi pada umumnya dijelaskan secara lebih rinci dalam sub bab 2.9 dan 2.10 Sebelum menentukan jenis arsitektur yang sesuai dengan kegiatan knowledge management, ditentukan terlebih dahulu framework knowledge management system yang akan digunakan. Setelah menentukan framework yang digunakan, maka ditentukan desain arsitektur knowledge management system. Melalui desain arsitektur tersebut dapat ditentukan kebutuhan teknologinya. Framework dalam knowledge management system dalam penelitian ini digambarkan pada gambar IV.11 dibawah ini:
Gambar IV.11. Framework Knowledge Management (Sumber : Colette Woodford, 2003)
99
Dari framework diatas, akan ditampilkan beberapa arsitektur knowledge management system yang sesuai dengan framework knowledge management diatas. Selain sesuai dengan framework diatas, arsitektur tersebut sesuai dengan aktivitas utama dalam kegiatan knowledge management. Pada gambar IV.12 dibawah ini akan ditampilkan beberapa arsitektur knowledge management system, yang sesuai dengan framework dan aktivitas utama dalam knowledge management.
Gambar IV.12. Arsitektur Knowledge Management System (Sumber : Alton Chua, 2004)
Layer Infrasturucture Service Level pertama dalam model arsitektur KMS merupakan bagian dari infrastructure services. Infrastructure services mengacu pada platform dan features teknologi dasar yang dibutuhkan untuk implementasi KM. Layer Infrasturucture Service ini terdiri dari Storage dan Communication. •
Storage Suatu technology-enabled store atau dikenal sebagai sebuah knowledge repository yang ditunjukkan oleh isi dan strukturnya. Isi mengacu pada pengetahuan aktual yang disimpan. Struktur mengacu pada bagaimana masing-masing ‘knowledge unit’ ditetapkan atau dispesifikasikan serta masing-masing ‘knowledge unit’ dihubungkan satu sama lainnya. Sedangkan knowledge repository adalah tempat dimana data atau dokumen berada.
•
Communication Services Infrastructure Service kedua yang disediakan atau disajikan oleh teknologi adalah komunikasi.
100
Knowledge Services Level kedua dalam model arsitektur KMS adalah Knowledge Services. Knowledge Services didukung oleh solusi teknologi yang diharapkan membantu mencapai tujuan (goal) dari KM secara langsung. Ketiga tujuan (goals) utama tersebut adalah menunjukkan proses membangkitkan knowledge baru, mendorong aliran knowledge antar anggota organisasi dan memastikan kemudahan mengakses Knowledge Repositories (Martin, 2000). Knowledge Processes dari tiga goal KM ini adalah Knowledge Creation, Knowledge Sharing dan Knowledge Reuse. •
Knowledge Creation Knowledge diciptakan melalui eksploitasi, eksplorasi atau kodifikasi. Eksploitasi mengacu pada perbaikan dari pengetahuan yang ada (eksisting) ke dalam pengetahuan baru untuk mencapai peningkatan dalam efisien dan efektif. Eksplorasi mengacu pada penciptaan pengetahuan melalui penemuan dan percobaan (Manor & Schulz, 2001). Kodifikasi mengacu pada artikulasi dari tacit knowledge ke dalam format seperti formulae, manual-manual atau dokumentasi yang dapat dimengerti dan diakses (Sanchez, 1997).
•
Knowledge Sharing Transfer knowledge mengacu pada aliran pengetahuan dari satu bagian organisasi kepada bagian yang lain. Jika proses ini tidaklah dengan baik diatur, sumber knowledge yang berharga dalam organisasi akan terpisahpisah, dan keahlian internal akan under-leveraged. Karenanya, satu yang penting dari goal KM adalah untuk membantu perkembangan aliran knowledge antar anggota-anggota organisasi. Teknologi-teknologi yang dikembangkan tersebut dikenal sebagai social network analysis tools yang belakangan ini dikenal sebagai collaboration tools.
•
Knowledge Reuse Istilah ‘knowledge reuse’ di dalam literatur KM sebagian besar bersinonim dengan ‘information retrieval’ di dalam literatur manajemen informasi. Proses knowledge reuse dapat yang diuraikan menjadi empat langkah utama, yakni: capturing knowledge, packaging knowledge, distributing knowledge dan using knowledge (Markus, 2001). Dua teknologi yang dikembangkan untuk knowledge reuse adalah content management and concept mapping.
101
Presentation services Teknologi yang menyediakan presentation services yang terkait dengan meningkatkan interface antara pemakai dan sumber informasi/knowledge. Dua hal yang umum pada presentation services adalah personalisation dan visualisation. •
Personalisation Personalisasi melibatkan pengumpulan user-information dan mengirimkan content dan jasa yang sesuai untuk mempertemukan dengan kebutuhan yang spesifik dari seorang pemakai (Bonett, 2001). Ini diterapkan dengan membariskan tiga komponen, yakni: profil para pemakai, content dan konteks bisnis (Instone, 2000).
•
Visualisation Feature kedua dari presentation services adalah visualisasi. Tujuan visualisasi adalah untuk membantu pemahaman yang lebih baik dari para pemakai tentang informasi dan knowledge yang tersedia dengan membuat subjectbased browsing dan navigation easier (Marwick, 2001). Untuk lebih memudahkan memahami arsitektur diatas, akan ditampilkan
pada gambar IV.13, gambar IV.14 dan gambar IV.15 mengenai arsitektur knowledge management system. Knowledge Portal (Interface)
Knowledge Map (Knowledge Management Services)
Knowledge Map (Knowledge Management Services)
Knowledge Map (Corporate Taxonomy)
Knowledge Repository (Information and Process Management)
E-mail, File Servers, Internet / Intranet Services (Infrastructure)
WWW
E-Mail
DBMS
WP
EDM
PEOPLE
Information and Knowledge Resource
Gambar IV.13. Arsitektur Knowledge Management (Sumber : European Knowledge Management Forum, 2000)
102
Gambar IV.14. Knowledge Management Arsitektur (Sumber : Ludger Van Elst ; Virginia Dignum ; Andreas Abecker, 2004)
Gambar IV.15. Knowledge Management Arsitektur (Sumber : Kmanager Software Architecture ; www.kmanager.com, 2004)
103
Agent
technology
merupakan
Suatu
entitas
software
komputer
yang
memungkinkan user (pengguna) untuk mendelegasikan tugas kepadanya secara mandiri (Caglayan, et al, 1997). Teknlogi agent ini sudah banyak diterapkan di tempat lain, dapat pula diterapkan di dalam knowledge management. Salah satu faktor yang dapat dikembangkan dan dapat membantu dalam aktivitas knowledge management adalah Multi Agent Technology (Vlatka Hlupic, 2002). Framework dalam multi agent technology disesuaikan dengan framework dalam knowledge management system. Framework yang dapat digunakan sebagai acuan dalam membangun multi agent technology dijelaskan pada gambar IV.16 dibawah ini:
Gambar IV.16. Multi Agent Technology Framework (Sumber : Martin S Lacher, 1999)
Melalui
arsitektur-arsitektur
yang
ada,
Alton
Chua
(2004)
mengidentifikasi jenis-jenis teknologi yang dapat digunakan untuk mendukung aktifitas utama dari knowledge management. Jenis teknologi yang diidentifikasi oleh Alton Chua (2004), berangkat dari arsitektur gambar IV.7. Jenis-jenis teknologi tersebut akan dijelaskan pada gambar IV.17 berikut :
104
Gambar IV.17. Teknologi dalam Knowledge Management Layer Infrasturucture Service Level pertama dalam model arsitektur KMS merupakan bagian dari infrastructure services. Infrastructure services mengacu pada platform dan features teknologi dasar yang dibutuhkan untuk implementasi KM. Layer Infrasturucture Service ini terdiri dari Storage dan Communication •
Storage Suatu technology-enabled store atau dikenal sebagai sebuah knowledge repository yang ditunjukkan oleh isi dan strukturnya. Isi mengacu pada pengetahuan aktual yang disimpan. Struktur mengacu pada bagaimana masing-masing ‘knowledge unit’ ditetapkan atau dispesifikasikan serta masing-masing ‘knowledge unit’ dihubungkan satu sama lainnya. Sedangkan knowledge repository adalah tempat dimana data atau dokumen berada.
•
Communication Services Infrastructure Service kedua yang disediakan atau disajikan oleh teknologi adalah komunikasi.
Knowledge Services Level kedua dalam model arsitektur KMS adalah Knowledge Services. Knowledge Services didukung oleh solusi teknologi yang diharapkan membantu mencapai tujuan (goal) dari KM secara langsung. Ketiga tujuan (goals) utama tersebut adalah menunjukkan proses membangkitkan knowledge baru, mendorong aliran knowledge antar anggota organisasi dan memastikan kemudahan mengakses Knowledge Repositories (Martin, 2000). Knowledge Processes dari tiga goal KM ini adalah Knowledge Creation, Knowledge Sharing dan Knowledge Reuse.
105
•
Knowledge Creation Knowledge diciptakan melalui eksploitasi, eksplorasi atau kodifikasi. Eksploitasi mengacu pada perbaikan dari pengetahuan yang ada (eksisting) ke dalam pengetahuan baru untuk mencapai peningkatan dalam efisien dan efektif. Eksplorasi mengacu pada penciptaan pengetahuan melalui penemuan dan percobaan (Manor & Schulz, 2001). Kodifikasi mengacu pada artikulasi dari tacit knowledge ke dalam format seperti formulae, manual-manual atau dokumentasi yang dapat dimengerti dan diakses (Sanchez, 1997).
•
Knowledge Sharing Transfer knowledge mengacu pada aliran pengetahuan dari satu bagian organisasi kepada bagian yang lain. Jika proses ini tidaklah dengan baik diatur, sumber knowledge yang berharga dalam organisasi akan terpisahpisah, dan keahlian internal akan under-leveraged. Karenanya, satu yang penting dari goal KM adalah untuk membantu perkembangan aliran knowledge antar anggota-anggota organisasi. Teknologi-teknologi yang dikembangkan tersebut dikenal sebagai social network analysis tools yang belakangan ini dikenal sebagai collaboration tools.
•
Knowledge Reuse Istilah ‘knowledge reuse’ di dalam literatur KM sebagian besar bersinonim dengan ‘information retrieval’ di dalam literatur manajemen informasi. Proses knowledge reuse dapat yang diuraikan menjadi empat langkah utama, yakni: capturing knowledge, packaging knowledge, distributing knowledge dan using knowledge (Markus, 2001). Dua teknologi yang dikembangkan untuk knowledge reuse adalah content management and concept mapping.
Presentation services Teknologi yang menyediakan presentation services yang terkait dengan meningkatkan interface antara pemakai dan sumber informasi/knowledge. Dua hal yang umum pada presentation services adalah personalisation dan visualisation. •
Personalisation Personalisasi melibatkan pengumpulan user-information dan mengirimkan content sesuai untuk mempertemukan dengan kebutuhan yang spesifik dari
106
seorang pemakai (Bonett, 2001). Hal ini diterapkan melalui tiga komponen, yakni: profil para pemakai, content dan konteks bisnis (Instone, 2000). •
Visualisation Feature kedua dari presentation services adalah visualisasi. Tujuan visualisasi adalah untuk membantu pemahaman yang lebih baik dari para pemakai tentang informasi dan knowledge yang tersedia dengan membuat subjectbased browsing dan navigation easier (Marwick, 2001).
4.2.1.4. Pihak Managerial dan Pihak Karyawan dalam Implementasi KM Readiness Measurement yang ada, harus mampu menjelaskan gap yang terjadi antara pihak manajerial (leader) dengan pihak non-manajerial (Daniel T Holt, 2004). Alat ukur yang dikembangkan oleh penelitian ini akan dipisahkan antara pihak manajerial dengan pihak karyawan. Pemisahan ini bertujuan untuk mengidentifikasi gap yang terjadi antara pihak manajerial dan pihak karyawan. Knowledge management readiness dipengaruhi oleh pihak-pihak yang terlibat (Cho et al, 2000), lingkungan terjadinya knowledge management (O’Dell et al, 1998), hal-hal yang harus dilibatkan (Havens & Knapp, 1999), dan terjadinya proses knowledge management (Cho et al, 2000). Terdapat beberapa trap dalam hal implementasi dari knowledge management (Husyman & de Wit, 2000), hal-hal tersebut adalah (1) Opportunity Trap, (2) A Codified Knowledge Trap, (3) A Management level Trap, (4) The Operational level (employee) Trap. Dalam penelitian ini a management level trap dan the operational level (employee) trap yang akan dikaji lebih jauh, karena kedua hal tersebut berkaitan dengan konteks penelitian ini. Knowledge management merupakan management initiative, namun knowledge management akan menjadi tidak efektif jika para karyawan tidak turut berperan serta dalam proses perencanaan, pengembangan dan pelaksanaannya (A Management level trap, Husyman & de Wit, 2000). Knowledge management dalam pelaksanaannya tidak terbatas hanya pada level operational, dan proses pertukaran knowledge tidak dapat dibatasi pada level operational saja (The Operational level trap, Husyman & de Wit, 2000) Dengan pertimbangan diatas, pendekatan secara top down merupakan pendekatan yang memungkinkan untuk dilakukan. Melalui penelitian-penelitian
107
empiris mengenai knowledge management yang banyak dilakukan oleh para peneliti, faktor culture, leadership memegang peranan yang penting dalam kesuksesan knowledge management. 4.2.2. Perancangan Instrumen Pengukuran Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian lain, hal-hal yang harus dilibatkan, dan proses terjadinya knowledge management tidak sama walaupun dalam lingkup satu organisasi. Sebagai contoh proses knowledge management yang terjadi antara lingkungan karyawan dan lingkungan pimpinan akan berbeda. Begitupula dengan hal-hal yang lainnya. Karena ketidaksamaan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, maka pengukuran di sektor karyawan dan managerial sebaiknya dipisahkan. Karena kondisi yang ingin dinilai antar pihak karyawan dan pihak managerial berbeda. Pemisahan ini dilakukan, karena implementasi knowledge management semata-mata bukan pengembangan atau pemberdayaan fasilitas ICT yang dipunyai oleh perusahaan, tetapi menyangkut perubahan budaya, gaya kepemimpinan, keteladanan pemimpin terhadap karyawan, komitmen perusahaan, dan lain sebagainya yang sifatnya berasal dari pimpinan/pihak manajerial. 4.2.2.1. Instrumen Pengukuran untuk aspek Abstrak o Pihak Managerial •
Definisi dari Knowledge Management (K-1) Instrumen pengukuran mengenai definisi dari knowledge management,
perbedaan antara knowledge dan informasi, pemahaman yang sama mengenai knowledge management diadopsi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian (Point-1, Point-2, dan Point-3), pihak-pihak tersebut antara lain dilakukan oleh CAUL Knowledge Management Survey (2002), J. Hoslter dari Advancement-Centered Knowledge Management Survey (2005).
108
Kode Dimensi
Item Pengukuran Mengetahui dengan jelas perbedaan antara knowledge dan Informasi
K-1
Definisi mengenai knowledge management sudah dimiliki oleh perusahaan dengan jelas Semua orang di perusahaan mempunyai pemahaman yang sama mengenai knowledge management
•
Aspek Filosofis dan Aspek Psikologis dari Knowledge Management (K-2) Instrumen pengukuran mengenai aspek filosofis dan aspek psikologis dari
knowledge management (Point-1, Point-2, Point-3, Point-4 dan Point-5) diadopsi dari Norsham Abdullah, 2004. Kode Dimensi
Item Pengukuran Knowledge aset dalam perusahaan ini merupakan hal yang penting dan vital Perusahaan akan lebih maju dengan menerapkan knowledge management
K-2
Knowledge management memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses bisnis perusahaan dan dapat meningkatkan daya saing perusahaan Knowledge management dapat meningkatkan performance perusahaan secara keseluruhan danmendukung daya saing perusahaan Knowledge management cocok untuk diterapkan di perusahaan ini
•
Epistemology dan Ontology Knowledge Management (K-3) Instrumen pengukuran mengenai epistemology dan ontology knowlede
management (point-1) diadopsi dari kuesioner penelitian Makarand Tare (2003), sedangkan instrumen pengukuran untuk (point-2 dan point-3) diadopsi dari kuesioner penelitian Zuhair Iftikhair (2003). Kode Dimensi
Item Pengukuran Mengetahui dan memahami tujuan utama dari knowledge management
K-3
Melihat kondisi perusahaan saat ini, perusahaan membutuhkan knowledge management Perusahaan mempunyai visi dan misi yang jelas terhadap knowledge management program
109
•
Metode yang sesuai dalam menginvestigasi fenomena dari knowledge management (K-4) Instrumen pengukuran mengenai metode yang sesuai dalam mengivestigasi
fenomena dari knowledge management (Point-1) diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). (point-2 dan point-3) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Zuhair Iftikhar (2003). Kode Dimensi
Item Pengukuran Perusahaan memiliki strategi dalam penerapan knowledge management system
K-4
Terdapat aturan-aturan dan koordinasi dalam penerapan KM strategi Perencanaan dan visi misi penerapan Knowledge management terintegrasi dengan proses bisnis yang dimiliki perusahaan
o Pihak Karyawan •
Definisi dari Knowledge Management (K-1) Instrumen pengukuran mengenai Definisi dari knowledge management, untuk
pihak karyawan (Point-1, Point-2 dan Point-3) diadopsi dari J. Hoslter, Advancement-Centered Knowledge Management Survey, (2005). Kode Dimensi
Item Pengukuran Saya mengetahui dan memahami dengan jelas definisi dari knowledge management
K-1
•
Saya mempunyai pemahaman yang sama dengan pihak manajemen dan karyawan lain mengenai knowledge management Saya mengetahui dan memahami dengan jelas strategi dari penerapan knowledge management
Aspek Filosofis dan Aspek Psikologis dari Knowledge Management (K-2) Instrumen pengukuran mengenai aspek filosofis dan aspek psikologis dari
knowledge management (Point-1, Point-2, Point-3, Point-4 dan Point-5) diadopsi dari Norsham Abdullah, 2004 Kode Dimensi
Item Pengukuran Perusahaan membutuhkan dan sangat penting untuk mempunyai suatu sistem guna mengelola knowledge yang dimiliki
K-2
Knowlege Management sangat cocok diterapkan di perusahaan ini Knowledge Management mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses bisnis dan dapat meningkatkan daya saing perusahaan
110
•
Epistemology dan Ontology Knowledge Management (K-3) Instrumen pengukuran mengenai epistemology dan ontology knowledge
management (point-1) diadopsi dari kuesioner penelitian Zuhair Iftikhair (2003). Kode Dimensi
Item Pengukuran
K-3
Visi dan Misi dari Knowledge Management Sistem diketahui dan dipahami dengan jelas oleh masing-masing individu dalam perusahaan
4.2.2.2. Instrumen Pengukuran untuk aspek Soft o Pihak Managerial •
Human Resource Management in the context of knowledge management (K-5) Instrumen pengukuran mengenai Human resource in the context of KM (Point-
1, Point-2) diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh J. Hostler, AdvancementCentered Knowledge Management Survey, 2005. Sedangkan instrumen pengukuran K-5 point-3 diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh PUMA Research Center Kode Dimensi
Item Pengukuran Terdapat data base mengenai kompetensi semua karyawan yang ada di perusahaan
K-5
Kompetensi merupakan salah satu aspek penilaian dari kinerja karyawan Information sharing merupakan salah satu aspek penilaian dari kinerja karyawan
•
Education and Training (K-6) Instrumen pengukuran mengenai education and training dalam knowledge
management (point-1) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Zuhair Iftikhar (2003). Instrumen pengukuran Point-2, Point-3, Point-4 diadopsi dari kuesioner yang dilakukan oleh Jakob Edler, 2003. Kode Dimensi
K-6
Item Pengukuran Perusahaan menyediakan training untuk para karyawan sesuai dengan keperluan dan kebutuhannya Perusahaan mendukung karyawan untuk melanjutkan studinya dengan tujuan menambah kemampuan. Bentuk dukungan pihak perusahaan kepada karyawannya yang melanjutkan studi lanjut adalah perusahaan membiayai kegiatan studi karyawannya. Perusahaan mempunyai lembaga penelitian tersendiri
111
•
Experience and Skills (K-7) Instrumen pengukuran mengenai experience and skills (Point-1) diadopsi dari
kuesioner agence virtuelle.com, 2003 Kode Dimensi K-7
•
Item Pengukuran Knowledge management ditujukan untuk menambah skill dan pengalaman dari karyawan
Attitude & Value (K-8) Instrumen pengukuran mengenai Attitude & Value (Point-1) diadopsi dari
kuesioner agence virtuelle.com, 2003 Kode Dimensi K-8
•
Item Pengukuran Perusahaan mempunyai nilai-nilai perusahaan yang mendukung penerapan knowledge management
Organizational Learning (K-9 & K-10) Instrumen pengukuran mengenai Organizational Learning (Point-1 dan Point-
2) diadopsi dari kuesioner agence virtuelle.com, 2003 Kode Dimensi K-9
Item Pengukuran Terdapat kebijakan untuk mendatangkan nara sumber dari lingkungan akademisi untuk selalu meng-update knowledge yang ada di perusahaan Terdapat kebijakan untuk mendatangkan nara sumber dari lingkungan Praktisi untuk selalu meng-update knowledge yang ada di perusahaan
Instrumen pengukuran dibawah ini dikembangkan melalui investigasi aspekaspek yang selama ini digunakan oleh perusahaan untuk memperoleh knowledge. Kode Dimensi
Item Pengukuran Frekwensi untuk menggunakan / memakai tempat / Sarana yang sering dipakai oleh pihak perusahaan untuk mendapatkan knowledge Universitas Akademi Lembaga Penelitian
K-10
Konsultan Aliansi Perusahaan Sejenis Perusahaan Lain Kompetitior Mencari dari buku atau literatur Internet
112
Kode Dimensi
Item Pengukuran Seminar atau even-even tertentu
K-10
Pencarian di data base perusahaan Dalam perusahaan itu sendiri
•
Project Management in the context of Knowledge Management (K-11) Instrumen pengukuran dari project management in the context of knowledge
management (point-1) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Instrumen pengukuran K-11 (Point-2) diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Norsham Abdullah, 2004. Kode Dimensi
K-11
•
Item Pengukuran Untuk implementasi knowledge management dibutuhkan tim khusus untuk penerapan KM yang sifatnya dedicated resource CKO sangat dibutuhkan untuk penerapan KM di perusahaan (CKO - Chief Knowledge Officer) = Orang yang bertugas di dalam perusahaan untuk menjalankan KM secara baik dan benar. Sifatnya dedicated resource.
Operational Management in the context of Knowledge Management (K-12) Instrumen pengukuran mengenai Operational Management in the context of
KM (Point-1 dan Point-2) diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh J. Hostler, Advancement-Centered Knowledge Management Survey, 2005 Kode Dimensi
K-12
•
Item Pengukuran Terdapat kebijakan bahwa karyawan diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam suatu proyek, terutama yang melibatkan pihak luar (konsultan, dsb) Terdapat imbalan dan pengakuan bagi pihak-pihak yang telah melakukan improvement di lingkungan kerjanya
Communication (K-13) Instrumen
pengukuran
mengenai
communication
dalam
knowledge
management (Point-1 dan Point-2) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Andreas Riege (2005). Kode Dimensi K-13
Item Pengukuran Pihak karyawan mampu menghubungi pihak manajemen dan direksi dengan mudah dan cepat Pihak karyawan dapat bertukar pikiran dengan pihak manajemen dan direksi berkenaan denganmasalah yang dihadapi dalam pekerjaan
113
•
Sharing (K-14 & K-15) Instrumen pengukuran mengenai sharing dalam knowledge management ( K-
14 point-1 dan Point-2 serta K-15 Point-1) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Kode Dimensi K-14
K-15
•
Item Pengukuran Mempunyai mekanisme dan kebijakan untuk melakukan sharing mengenai best practise ataupun yang dipunyai dengan sesama rekan kerja Terdapat aturan untuk mengumpulkan, mendokumentasikan best practise yang dipunyai diperusahaan dan melakukan sharing dengan rekan kerja yang lain Terdapat sauatu aturan bahwa hal-hal baru yang sudah dipelajari selama mengikuti training, untuk diajarkan kepada orang lain yang mempunyai kebutuhan training yang sama
Leadership (K-16 & K-17) Instrumen pengukuran mengenai Leadership (K-16 Point-1 dan Point-2)
diadopsi dari kuesioner agence virtuelle.com, 2003. Instrumen pengukuran (K-17 Point-1) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Sedangkan instrumen pengukuran (K-17 Point-2 dan Point-3) diadopsi dari agence virtuelle.com, 2003. Kode Dimensi K-16
K-17
Item Pengukuran Aktif menggalakkan bahwa semua orang di lingkungan perusahaan dapat berpartisipasi dalam prosespengambilan keputusan sesuai dengan porsinya masing-masing Knowledge Management program menjadi tanggung jawab dan komitmen bersama antar semuaorang di lingkungan perusahaan Terdapat aturan yang spesifik dan tanggung jawab yang jelas dalam kegiatan knowledgemanagement di perusahaan ini Mempunyai rencana pengembangan untuk memenuhi kebutuhan Knowledge Management Programuntuk masa yang akan datang Mengalokasikan dana untuk pengembangan knowledge management program, terutama untuk memperlengkapi ICT sehingga dapat mendukung knowledge management program
114
o Pihak Karyawan •
Human Resource Management in the context of
knowledge management
(K-4) Instrumen pengukuran mengenai human resource management dalam konteks knowledge management (Point-1, Point-2, Point-3, Point-4 dan Point-5) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Gold, A.H, Malhotra, A, Segars, A.H (2001) Kode Dimensi
Item Pengukuran Kemampuan dan keahlian yang saya kuasai jarang dikuasai oleh orang lain
K-4
•
Saya dan rekan kerja saya yang lainnya mempunyai komitmen untuk melakukan pengembang an secara terus menerus dan secara rutin memberikan ide-ide atau pengembangan baru dalam perusahaan Penting bagi orang-orang yang mempunyai keahlian dan kemampuan khusus untuk mentransfer segalakemampuan dan keahliannya sebelum meninggalkan perusahaan Saya tidak mengalami kesulitan untuk melakukan presentasi dan mengajarkan keahlian yang saya miliki kepada orang lain Saya tidak mengalami kesulitan untuk mengajarkan kemampuan saya kepada orang lain
Education and Training (K-5) Instrumen pengukuran mengenai education and training dalam knowledge
management (point-3) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Zuhair Iftikhar (2003). Instrumen pengukuran Point-1, Point-2 dan Point-4 diadopsi dari kuesioner yang dikembangkan oleh Jakob Edler, 2003. Kode Dimensi
Item Pengukuran Pelatihan-pelatihan yang selama ini didapatkan sesuai dengan kebutuhan saya
K-5
Mudah untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan yang disediakan oleh pihak perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan saya Pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi mudah untuk didapatkan Saya dan rekan-rekan kerja mampu untuk membentuk team yang efektif sesuai dengan kapasitasnyamasing-masing, untuk saling belajar satu dengan yang lain Informasi mengenai knowledge management dapat diperoleh dengan mudah, sehingga dapat ditentukan kebutuhan training untuk mendukung knowledge management
115
•
Experience and Skills (K-6) Instrumen pengukuran mengenai aspek experience and Skills (Point-1, dan
Point-2,) diadopsi dari Catherine L Wang, 2003. Kode Dimensi K-6
Item Pengukuran Skill dan kemampuan yang dipunyai dan dibutuhkan oleh perusahaan sedikit orang yang menguasainya Skill dan kemampuan yang saya miliki diakui oleh perusahaan dan rekan kerja saya
•
Attitude & Value (K-7) Instrumen pengukuran mengenai attitude & value dalam knowledge
management (Point-1 dan Point-2) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Inkpen (1996). Kode Dimensi
Item Pengukuran Corporate Value yang ada mendukung dalam penerapan knowledge management
K-7
•
Saya dan rekan kerja saya akan sangat dengan senang hati dan bekerja sama bila terdapat rekan yang membutuhkan informasi, saran, penjelasan yang berhubungan dengan pekerjaan
Organizational Learning (K-8) Instrumen pengukuran ini diadopsi dari Jakob Edler, 2003 dan dikembangkan
melalui investigasi aspek-aspek yang digunakan oleh para karyawan untuk menunjang pekerjaan mereka. Kode Dimensi
Item Pengukuran Menurut anda dari kegiatan di bawah ini manakah kegiatan yang dapat digunakan untuk menunjang pekerjaan anda Melakukan kegiatan untuk mempelajari Manual book / Manual files Melakukan kunjungan ke perusahaan lain Melakukan diskusi Terlibat dalam suatu proyek
K-8
Mengikuti seminar Berbagi mengenai pemecahan suatu masalah (Share Solution Meeting) Minutes of Meeting Membaca publikasi yang telah ada Berbagi file melalui intranet maupun internet Bertukar informasi menggunakan e-mail
116
Kode Dimensi
Item Pengukuran Computer Base d Training ( CBT) Melakukan Survei Membaca Best Practise Mereview hasil dari project meeting Penelusuran data base perusahaan
K-8
Mencari tahu melalui orang-orang di sekitar perusahaan Membaca bulletin boards Melakukan Team Meetings Melakukan Focus Group Workshop Mencari di Internet Berkunjung ke perpustakaan
•
Cultural Aspect of Knowledge Management (K-9) Instrumen pengukuran mengenai cultural aspect of knowledge management
(Point-1, Point-2, Point-3, Point-4, Point-5 dan Point-6) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Kode Dimensi
K-9
Item Pengukuran Melakukan dokumentasi dan berbagi knowledge merupakan kegiatan rutin di dalam perusahaan Kesalahan yang terjadi yang sifatnya tidak disengaja dipandang sebagai suatu kesempatan untuk belajar menjadi lebih baik Di lingkungan kerja terdapat semangat untuk bekerja sama dan bekerja dalam suatu tim Sosialisasi mengenai knowledge management gencar dilakukan Sosialisasi mengenai kebutuhan behaviour yang diperlukan dalam knowledge management gencar dilakukan Sosialisasi mengenai knowledge sharing dan menggunakan knowledge yang sudah dipunyai gencar dilakukan
•
Organizational Structures that support Knowledge Management (K-10) Instrumen pengukuran mengenai Organizational Structures that support
Knowledge Management (Point-1, Point-2, Point-3 dan Point-4) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Instrumen pengukuran point-1 dan Point-3 juga sama dengan instrumen pengukuran yang dikembangkan oleh Zuhair Iftikhar (2003).
117
Kode Dimensi
K-10
•
Item Pengukuran Untuk membentuk suatu tim dimungkinkan untuk membangun tim yang berisikan orang orang dari berbagai macam departemen Dengan struktur organisasi yang ada sekarang dimungkinkan karyawan turut berperan serta dalam penetapan tujuan bersama Knowledge sharing yang dilakukan memungkinkan untuk sharing secara horizontal (Across department / Antar departemen/divisi/bagian) Knowledge sharing yang dilakukan memungkinkan untuk sharing secara vertikal (Up-hierarchy) (Dengan pihak atasan saya dalam satu departemen/bagian)
Best Practise in Knowledge Management (K-11) Instrumen pengukuran mengenai metode best practise in knowledge
management (Point-1 dan Point-2) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Zuhair Iftikhar (2003), sedangkan insturmen pengukuran untuk (Point-3, dan Point-4) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Kode Dimensi
Item Pengukuran Di perusahaan ini banyak best practise yang saya ketahui Sangat mudah untuk mendapatkan best practise di perusahaan ini
K-11 Pendokumentasian dan pengarsipan best practise di lakukan di perusahaan ini Best practise di perusahaan ini direview dan dipelajari dengan baik
•
Operational Management in the context of Knowledge Management (K-12) Instrumen pengukuran mengenai operational management in the context
knowledge management (Point-1, Point-2, Point-3, Point-7, Point-8, Point-9, Point-10, dan Point-11 ) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Instrumen pengukuran Point-4 dan Point-5 diadopsi dari penelitian Jakob Edler, 2003. Instrumen Pengukuran Point-6 diadopsi dari penelitian Andreas Riege, 2005.
118
Kode Dimensi
Item Pengukuran Bila menemui kendala maka saya akan dengan mudah untuk mendapatkan bantuan dari team yang mendukung untuk pemecahan masalah Sangat mudah bagi saya untuk mendapatkan informasi yang tepat di perusahaan ini
K-12
•
Ketika suatu team berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan dan permasalahan maka hal tersebut didokumentasikan terutama hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal baru yang dipelajari oleh team tersebut Knowledge asset yang penting seperti customer knowledge, diidentifikasi, dan dipelajari secara rutin Knowledge asset yang penting seperti customer knowledge, didokumentasikan, dan dipelajari secara rutin Karyawan yang berpengalaman dan mempunyai skill tertentu melakukan transfer knowledge kepada karyawan yang baru atau karyawan yang pengalaman dan skillnya masih terbatas Di dalam perusahaan terdapat waktu yang sifatnya bebas digunakan untuk mempelajari metode kerjayang baru Saya dan rekan-rekan kerja menyediakan waktu yang berada di luar jam kerja untuk melakukan kegiatan informal meeting yang sifatnya diskusi, brainstorming, dan lain-lain Terdapat imbalan dan pengakuan untuk setiap improvement di tempat kerja yang telah dilakukan oleh karyawan Terdapat imbalan / bonus yang diberikan oleh pihak perusahaan bila melakukan knowledge sharing dan penggunaan knowledge yang sudah ada di perusahaan Dengan adanya imbalan / bonus yang diberikan oleh pihak perusahaan membuat saya merasa terpacu untuk melakukan sharing kemampuan yang saya punyai
Penggunaan ICT (K-13) Instrumen pengukuran mengenai penggunaan ICT dalam knowledge
management (point-3 dan Point-7) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Makarand Tare (2003). Sedangkan instrumen pengukuran (Point1, Point-2, Point-4, Point-5 dan Point-6) diadopsi dari penelitian Valentine Brink & Jean-Paul Van Belle (2004)
119
•
Kode Dimensi
Item Pengukuran
K-13
Saya sangat senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan I C T (Information Communication Technology) Saya terbiasa menggunakan ICT yang dipunyai perusahaan untuk memudahkan saya dalam bekerja ICT merupakan suatu hal yang penting, dan sebagai sarana untuk menjamin bahwa informasi yang kita dapatkan merupakan informasi yang tepat, melalui orang yang tepat, dan pada waktu yang tepat Saya sangat senang dengan teknologi ICT yang mampu di customize sesuai dengan keinginan saya ICT yang ada dalam perusahaan selama ini sangat membantu dan mempermudah saya dalam bekerja Semua fasilitas ICT dalam perusahaan saya dapatkan sama dengan rekan yang lainnya (internet,corporate e-mail, dsb) Dengan bantuan ICT hubungan dengan customer menjadi lebih dekat, dan lebih baik, serta mampu untuk memberikan kepuasan tambahan bagi customer
Trust (K-14, K-15, K-16, & K-17) Instrumen pengukuran mengenai trust dalam knowledge management (K-14
Point-1 dan Point-2, K-15 Point-1 dan Point-2, K-16 Point-1 dan Point-2, dan K17 Point-1 dan Point-2) diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan Jhon D Politis, 2003) Kode Dimensi K-14
K-15
Item Pengukuran Perubahan yang dilakukan pihak perusahaan dipandang sebagai suatu kesempatan menuju kepadahal yang lebih baik Saya percaya perubahan dan implementasi sistem yang baru bertujuan untuk kesejahteraan bersama Saya merasa senang dalam berbagi dengan rekan kerja yang lain mengenai keahlian-keahlian dan pengetahuan yang saya miliki Saya dengan senang hati menyiapkan dokumentasi-dokumentasi dari keahlian saya untuk dibagikan dipublikasikan kepada rekan kerja saya yang lain Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja yang berlangsung cepat
K-16
K-17
Perubahan yang terjadi di tempat kerja yang berlangsung cepat, dipandang sebagai suatu hal yang wajar dan dipandang sebagai cara untuk menuju kemajuan bersama Dengan membagikan pengetahuan dan keahlian yang saya miliki maka saya akan tersaingi oleh rekan kerja saya Dengan membagikan pengetahuan dan keahlian yang saya miliki maka posisi kedudukan saya akan terancam dan akan digantikan oleh orang lain
120
•
Communication (K-18) Instrumen pengukuran mengenai communication, untuk pihak karyawan (K-
18 Point-1, Point-2, Point-3 dan Point-4) diadopsi dari John D Politis, (2003). Kode Dimensi
K-18
Item Pengukuran Di lingkungan kerja saya terdapat jaringan komunikasi untuk bertukar informasi antar karyawan Di lingkungan kerja saya terdapat jaringan komunikasi antara karyawan dan pihak direksi /manajemen Di tempat kerja saya terdapat jaringan komunikasi antara perusahaan dengan customer Mudah untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan customer
•
Sharing (K-19 & K20) Instrumen pengukuran mengenai sharing, untuk pihak karyawan (K-19 Point-
1, Point-2, dan Point-3, dan K-20 Point-1) diadopsi dari Martin Soley and Kaushik V. Pandya, (2003) Kode Dimensi
K-19
K-20
•
Item Pengukuran Di lingkungan kerja saya terdapat kegiatan untuk mengumpulkan, mendokumentasikan, dan membagikan best practise yang dipunyai Di lingkungan kerja saya tiap orang memungkinkan untuk memberikan kontribusi berupa saran dan opini bagi pihak direksi, manajemen, maupun rekan kerja yang lainnya Di lingkungan tempat kerja saya terdapat mekanisme untuk melakukan benchmark mengenai bestpractise dengan pihak perusahaan lain Di lingkungan tempat kerja saya terdapat mekanisme dan prosedur, bahwa hal-hal yang sudah dipelajari dalam suatu training akan dibagikan dan diajarkan kepada rekan kerja yang lainnya
Leadership (K-20, K-21, K-22, & K-23, K-24, K25) Instrumen pengukuran mengenai Leaerdship, untuk pihak karyawan K-21
(Point-1 dan Point-2) diadopsi dari penelitian Lesley Robinson, (2003). Sedangkan instrumen pengukuran untuk K-22 (Point-1 dan Point-2) diadopsi dari J. Hoslter, Advancement-Centered Knowledge Management Survey, (2005). Instrumen pengukuran K-23 (Point-1) diadopsi dari penelitian Valentine Brink & Jean-Paul Van Belle (2004).
121
Kode Dimensi
Item Pengukuran Pihak manajemen memberikan dukungan moral dan melakukan tindakan nyata untuk menerapkan dan mendukung kegiatan knowledge management Knowledge management menjadi tanggung jawab bersama antara pihak direksi, manajemen, dan karyawan
K-21
Terdapat dukungan finansial dari pihak perusahaan untuk menerapkan knowledge management Terdapat dukungan dan komitmen dari pihak perusahaan dalam knowledge management program Pihak direksi, manajer memberikan waktunya kepada para karyawan untuk melakukan sharing informasi dan pengetahuan yang dimiliki
K-22
K-23
Instrumen pengukuran dibawah ini dikembangkan melalui investigasi pihak-pihak yang selama ini dituntut keterlibatannya, sesuai dengan kondisi perusahaan. Kode Dimensi
Item Pengukuran Keteribatan posisi - posisi di bawah ini dalam kegiatan knowledge sharing untuk kondisi saat ini Chief Executive Officer (CEO) Vice Presidetn (VP) General Manager (GM) Senior Manager
K-24 Middle Manager Junior Manager Staff Non Struktural
122
Kode Dimensi
Item Pengukuran Keteribatan posisi - posisi di bawah ini dalam kegiatan knowledge sharing untuk kondisi yang akan datang sesuai dengan harapan anda Chief Executive Officer (CEO) Vice Presidetn (VP) General Manager (GM) Senior Manager
K-25 Middle Manager Junior Manager Staff Non Struktural
4.2.2.3. Instrumen Pengukuran untuk aspek Hard Instrumen
pengukuran
untuk
aspek
hard
ini
dilakukan
untuk
mengetahui/melakukan inventarisasi tentang teknologi-teknologi yang dipunyai oleh perusahaan. Thirumoorthy Paramasivan (2003) mengembangkan knowledge management audit. Salah satu aspek yang diaudit menurut pengembangan model yang dilakukan oleh peneliti adalah aspek teknologi. Walupun aspek ini merupakan bukan aspek yang terpenting, tetapi merupakan aspek yang perlu untuk mendapatkan perhatian. Permasalahan dalam bidang audit ini meliputi masalah ketersediaan sistem pendukung (teknologi), masalah penggunaan sistem tersebut (penggunaan teknologi). Masalah ketersediaan mencakup apakah teknologi yang ada merupakan teknologi yang sifatnya dedicated resource atau non-dedicated resource. Sedangkan masalah penggunaan meliputi masalah apakah teknologi tersebut digunakan, atau tidak digunakan. Untuk langkahlangkah diatas dilakukan teknik observasi, sebelum dilakukan proses audit lebih mendalam. Berdasarkan hal tersebut peneliti menterjemahkan permasalahan ketersediaan dan penggunaan sistem menjadi beberapa point penilaian sebagai berikut :
123
1 : Tidak Mempunyai Sistem tersebut 2 : Mempunyai Sistem tersebut dan bukan merupakan dedicated resource untuk KM Program dan belum digunakan 3 : Mempunyai Sistem tersebut tetapi bukan dedicated resource untuk KM Program dan sudah digunakan 4 : Mempunyai Sistem tersebut dan merupakan dedicated resource untuk KM Program tetapi belum digunakan 5 : Mempunyai Sistem tersebut dan merupakan dedicated resource untuk KM Program ini dan sudah digunakan Item-item pertanyaan tersebut diberikan dalam bentuk penilaian sebagai berikut : Storage
Function
T-1
Types of Repositories Data Warehouse Keterangan
Mengkonsolidasi sejumlah data yang sangat besar dari berbagai sumber di dalam suatu organisasi dan memfasilitasi dalam menganalisis data. Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
124
2
3
4
5
Function
Storage
Types of Repositories
Knowledge Server
T-2
Keterangan Membuat atau membangun content, menciptakan acuan dan menetapkan mata rantai antar dokumen. Serta melakukan Organisir knowledge ke dalam administrator berdasarkan kategori yang berbasis pada index teks dan atribut meta-data. Mengijinkan para pemakai untuk melakukan pencarian melalui web browser Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Infrastructure Service
Communication Services
Communication Between Users
T-3
Keterangan Diimplementasikan melalui kegunaan-kegunaan seperti file sharing dan e-mail Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
125
2
3
4
5
Function
Infrastructure Service
Communication Services
Collaboration Among Users
T-4
Keterangan Diimplementasikan
melalui
synchronous
meeting
dan
forum-forum
asynchronous discussion. Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Infrastructure Service
Communication Services
Workflow Management
T-5
Keterangan Mengijinkan pemakai untuk mengelola proses-proses dengan mendukung online execution dan control of workflow Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Knowledge Creation
Teknologi
Support Knowledge Creation Through Exploitation
T-6
Keterangan Memiliki ide generation capabilities, merangsang pemikiran dan asosiasi yang memungkinkan para pemakai untuk mendeteksi pola-pola data dan menemukan hubungan antar entitas-entitas Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
126
2
3
4
5
Function
Knowledge Creation
Teknologi
Support Knowledge Creation Through Exploration
T-7
Keterangan Memiliki simulation capabilities, Mengijinkan informasi kuantitatif dan kualitatif untuk dimodelkan. Identifikasi scenario-skenario potensial dan ide-ide komunikas kompleks secara efektif melalui penyajian-penyajian grafis, animasi-animasi dan diagram-diagram aliran Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Knowledge Creation
Teknologi
Support Knowledge Creation Through Codification
T-8
Keterangan Memiliki
kemampuan
untuk
menangkap
dan
melakukan
kodifikasi
1
4
pengetahuan yang ditangani oleh tenaga ahli Nilai Hasil Pengukuran Nilai Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
127
2
3
5
Function
Knowledge Sharing
Teknologi
Social Network Analysis Tools
T-9
Keterangan Membongkar pola aliran knowledge di dalam dan melampaui batasan-batasan organisasi. Meneliti social network melalui suatu peta snapshot. Menghitung berbagai indeks seperti network centrality dan geodesic distance untuk mengidentifikasi emergent experts, opinion leaders, bottlenecks dan breakdown di dalam aliran knowledge Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Knowledge Sharing
Teknologi
Collaborative Tools
T-10
Keterangan Menyediakan suatu platform untuk berbagi pengetahuan satu sama lain Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
128
2
3
4
5
Function
Knowledge Reuse
Teknologi
Content Management
T-11
Keterangan Menetapkan suatu struktur untuk menciptakan dan memelihara jenis-jenis content yang berbeda dalam teks, gambar dan format video. Mengijinkan content tersebut untuk digolongkan dan ditandakan future searches Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Knowledge Reuse
Teknologi
Concept Mapping
T-12
Keterangan Menghubungkan beberapa konsep terkait di dalam sebuah konteks atau tema yang diberikan. Menyediakan perspektif inter-disciplinary dan Memfasilitasi cross-referencing Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai Function
Personalisation
Feature
Explicit User Configuration
T-13
Keterangan Mengijinkan para pemakai untuk mengatur atau mengkonfigurasi interface sesuai dengan keinginan pengguna. Mengijinkan para pemakai untuk memilih isi yang dikirim/dibawa.
129
Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Personalisation
Feature
Implicit User Configuration
T-14
Keterangan Jejak aktivitas dari user dan mengkonfigurasi secara otomatis interface sesuai keinginan user Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Personalisation
Feature
Collaborative Filtering
T-15
Keterangan Dikenal juga sebagai kelompok
yang berhubungan dekat yang melakukan
filterisasi Leverages knowledge untuk merekomendasikan suatu knowledge / content kepada pengguna lain, yang mempunyai area of interest yang sama, yang mempunyai profil sama (Pennock & Horvitz, 1999) Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
130
2
3
4
5
Function
Visualisation
Methods
Text-based Category Trees
T-16
Keterangan Memfasilitasi navigasi dengan penggunaan hypertext untuk menghubungkan dokumen-dokumen dan teks-teks yang terkait Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Visualisation
Methods
Graphical Interfaces
T-17
Keterangan Mengekstrak themes yang utama dari sejumlah teks besar yang tidak tersusun dari berbagai sumber. Menciptakan suatu peta typographic informasi interaktip Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
131
2
3
4
5
Function Methods
Visualisation Two-Dimensional, Pseudo Threedimensional Rendered
T-18
Perspective
Keterangan Menfasilitasi visualisasi dokumen-dokumen dalam suatu taksonomi melalui two dimensional atau pseudo threedimensional rendered perspective. Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
2
3
4
5
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
Function
Supporting Technology
Methods
Multi Agent Technology
T-19
Keterangan Teknologi yang mampu mengerjakan beberapa pekerjaan secara otomatis, berkenaan dengan aktivitas Nilai Hasil Pengukuran Nilai
1
Keadaan Sesungguhnya Keadaan Ideal Yang Seharusnya dicapai
132
2
3
4
5
4.2.3. Validasi Instrumen Pengukuran Ada beberapa asumsi tools untuk pengukuran instrumen yang harus dipahami terlebih dahulu. Terdapat dua kubu yang saling bertentangan tentang perlakuan data ordinal. Joreskog dan Sorbom (1993, 1996) berpendapat bahwa data ordinal (termasuk data interval dengan skala likert) harus diperlakukan sebagai data ordinal dan tidak boleh diperlakukan sebagai data continous. Metode analisis untuk data ordinal ini seharusnya WLS dan menggunakan polychoric correlation sebagai input data ditambah asymptotic covariance matrix. Dilain pihak beberapa peneliti memperbolehkan penggunaan skala interval dengan skala likert sebagai data continous, sehingga dapat langsung dianalisis (dengan data mentah atau covariance matrix) dengan menggunakan maximum likelihood dan melakukan koreksi atas beberapa bias yang mungkin timbul (Chou et al, 1991 ; Hue et al, 1992). Beberapa penelitian yang berbasis skala likert 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa penelitian tersebut menggunakan estimasi maximum likelihood dan bukannya WLS (Breckler 1990). Dalam penelitian ini jawaban pilihan responden mempunyai rentang nilai 1 sampai dengan 5, dimana nilai 1 mengindikasikan sikap sangat tidak setuju (extremely dissagree) dan nilai 5 mengindikasikan nilai sangat setuju sekali (extremely agree). Selain itu disediakan nilai 0 untuk kondisi, dimana responden tidak mengetahui hal tersebut. Dengan menggunakan asumsi diatas, hasil jawaban responden yang merupakan data interval, dapat dianggap sebagai data continous. Data interval dengan skala likert diasumsikan sebagai data continous, estimasi maximum likelihood dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya. Validitas instrumen pengukuran suatu item menunjukkan bahwa item pengukuran tersebut memang mengukur apa yang seharusnya diukur. Validasi alat ukur dapat ditunjukkan dengan sejumlah indikator-indikator yang menyatakan bahwa instrumen pengukuran itu valid dan reliabel. Proses validasi instrumen pengukuran ini diujikan di satu perusahaan, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
133
Start
Uji Coba Kuesioner
Pengumpulan data hasil kuesioner
No Data Normal ?
Pengujian Untuk Data Tidak Normal
Validitas & Reliabilitas
Yes
Model Fit
No
Modifikasi Model Yang disarankan
No
Modifikasi Model Yang disarankan
Yes
Cek Reliabilitas
Yes
Model Valid & Reliabel
End
Gambar IV.18. Tahapan Validasi Instrumen Pengukuran Menurut Segars dan Grover (1998), validitas dapat ditunjukkan dengan model pengukuran yang fit. Model fit ditentukan berdasarkan : a) Signifikansi nilai loading (estimasi) masing-masing item pengukuran terhadap masing-masing faktornya. Dengan taraf signifikan α = 0.05, nilai loading yang signifikan adalah yang mempunyai nilai statistik | t | > 1.96. Jika suatu item pengukuran dinyatakan tidak signifikan, maka item tersebut harus dikeluarkan dari analisis.
134
b) Ukuran model fit chi-kuadrat rasio likelihood beserta taraf signifikan observasinya (p-value). Model yang fit adalah yang tidak signifikan, yaitu mempunyai taraf signifikan observasi yang lebih besar daripada taraf signifikan α (=0.05). c) Ukuran model fit Root Mean Square Error of Aproximation (RMSEA). Statistik ini mengukur ketidaksesuaian estimasi parameter terhadap kovarian populasi per derajat bebas model. Model pengukuran yang fit akan mempunyai RMSEA kurang dari 0.05. Model pengukuran yang tidak fit (not acceptable) adalah yang mempunyai RMSEA lebih besar dari 0.10. d) Bila diperlukan akan dipertimbangkan juga beberapa ukuran model fit yang lain sebagai pembanding ataupun pendukung, seperti: NFI (Normed Fit Index), CFI (ComparativeFit Index), GFI (Goodness Fit Index), AGFI (Adjustment Goodness Fit Index), GFI (Goodness Fit Index), dan ECVI (Expected Cross-Validation Index). e) Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan untuk masing-masing item pengukuran diinterpretasikan sebagai reliabilitas item pengukuran (Jöreskog dan Sörbom, 1996). f) Statistik alfa Cronbach, menurut Hair et al. (1998), statistik alfa Cronbach merupakan koefisien reliabilitas yang mengukur konsistensi keseluruhan item dalam suatu dimensi. Besarnya batas nilai-nilai diatas dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :
135
Tabel IV.7. Indikator Model Fit No
Indikator
Nilai ideal
1
p-values
> 0,5
Joreskog (1996)
< 0,10
Steinger (1990)
< 0,05
Joreskog & Dag Sorbom (1993)
< 0,08
Byrne (1998)
2
RMSEA
Sumber
3
Chi-Square
Mendekati 0
4
NFI
> 0,9
Bentler (1992)
5
NNFI
>0,9
Diamantopoulus & Sigauw (2000)
6
CFI
> 0,9
Bentler (1992)
7
IFI
0 to 1
Byrne (1998)
8
RFI
> 0,8
Byrne (1998)
9
GFI
> 0,9
Kelloway (1998)
> 0,9
Diamantopaulus & Sigauw (2000)
10
AGFI
> 0,9
Kelloway (1998)
> 0,9
Diamantopoulus & Sigauw (2000)
11
PNFI
12
PGFI
13 14
RMR SRMR
15
Chi Square / df
0 to 1 0 to 1 > 0,6 Mendekati 0 < 0.05 <5 <5 <2
Tanaka (1993) Tanaka (1993) Byrne (1998) Joreskog & Dag Sorbom (1993) Joreskog & Dag Sorbom (1993) Medsker et al (1994) Wheaton (1977) Carmines & Melver (1981) Nilai dari (a) lebih kecil dari nilai (b) Nilai dari (a) lebih kecil dari nilai (c) (Byrne, 1998) Nilai dari (d) lebih kecil dari nilai (e) Nilai dari (d) lebih kecil dari nilai (f) (Hu & Bentler, 1995) Nilai dari (g) lebih kecil dari nilai (h) Nilai dari (g) lebih kecil dari nilai (i) (Hu & Bentler, 1995)
ECVI Model (a) 16
ECVI for Saturated Model (b) ECVI for Independence Model (c) AIC Model (d)
17
AIC for Saturated Model (e) AIC for Independence Model (f) CAIC Model (g)
18
CAIC for Saturated Model (h) CAIC for Independence Model (i)
136
Joreskog & Dag Sorbom (1993)
Untuk menyatakan instrumen pengukuran dikatakan baik (model dinyatakan fit), dalam kondisi ideal semua nilai indikator tersebut harus dipenuhi. Namun kondisi ideal tersebut sangat sulit untuk dipenuhi. Bila terdapat beberapa indikator nilainya tidak terpenuhi, sementara ada beberapa nilai indikator yang lain memenuhi, maka model tersebut dapat dikatakan sudah cukup baik.
137