BAB IV PEMBAHASAN
A. Keadaan Sosial Masyarakat Provinsi Gorontalo a. Letak geografis dan keadaan alam. Asal mula Gorontalo adalah wilayah kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo yang ada di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi Gorontalo kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000. Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215,44 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 1,038.585 jiwa (berdasarkan Sensus Penduduk 2010), dengan tingkat kepadatan penduduk 85 jiwa/km². Sampai dengan September 2011, wilayah adminitrasi provinsi Gorontalo mencakup kota Gorontalo, kabupaten Boalemo, kabupaten Bone Bolango, kabupaten Gorontalo, kabupaten Gorontalo Utara, dan kabupaten Pohuwato yang terdiri dari 75 kecamatan, 532 desa, dan 69 kelurahan. Data ini terus mengalami perubahan seiring dengan adanya proses pemekaran kabupaten dan kota, kecamatan, desa, atau kelurahan yang ada di provinsi Gorontalo hingga sekarang. b. Identifikasi penduduk Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Gorontalo, populasi penduduk provinsi Gorontalo hingga dengan tahun 2011 berjumlah 1.062.883 jiwa. Terdiri dari 534.027 jiwa penduduk laki-laki dan 528.856 jiwa penduduk perempuan.
17
Dengan kepadatan penduduk terbanyak berada di Kota Gorontalo dengan 2.791 jiwa/km2. Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk terkecil adalah kabupaten Pohuwato, yaitu hanya sekitar 30 jiwa/km2. Suku yang menghuni provinsi Gorontalo terdiri atas 90% Gorontalo dan sisanya suku Suwawa, suku Bone, suku Atinggola dan Mongondow. Agama yang dianut oleh masyarakatnya yakni Islam (95,63%), Protestan (2,20%), Hindu (0,39%), Katolik (1,70%), Buddha (0,08%). c. Bahasa Bahasa daerah yang cukup dikenal di Gorontalo ada tiga bahasa. Yaitu bahasa Gorontalo, bahasa Suwawa, dan bahasa Atinggola. Bahasa Gorontalo dalam proses perkembangannya lebih dominan sehingga menjadi lebih dikenal oleh masyarakat. Akan tetapi saat ini bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh bahasa Indonesia, karena masuknya budaya yang dibawa oleh masyarakat transmigran sehingga kemurnian bahasa Gorontalo agak sulit diperoleh.
d. Adat Istiadat Di Provinsi Gorontalo masyarakatnya mengenal adanya sebuah falsafah yang mengatakan Adat bersendikan syara', syara' besendikan kitabullah, atau adati hulahulaa to syaraa, syaraa hulahulaa to Quruani (selanjutnya disingkat adat-syara-kitabullah/Quran-ASQ). Kaluku dalam Basri (2012) menjelaskan bahwa ASQ ini tidak pernah tertulis, tapi ia merupakan tuntutan yang harus ditaati sebagai fatwa leluhur yang telah disempurnakan oleh agama Islam.
18
Pendapat lain memperjelas tentang sejarah kemunculan ASQ yang sudah lama di taati oleh masyarakat Gorontalo, sebagai mana di jelaskan oleh Prof. S. R. Nur dalam Basri (2012) menegaskan bahwa rumusan adati hulahulaa to saraa, saraa hulahulaa to Quruani adalah sebuah rumusan yang lahir pada masa Sultan Eato. e. Mata Pencaharian Letak geografis yang berbeda-beda yaitu dataran, pantai dan danau serta sungai menyebabkan potensi desa/kelurahan, mata pencaharian, maupun perilaku penduduk juga berbeda. Misalkan di desa pantai, sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah nelayan. Sementara itu penduduk di desa dataran maupun perbukitan banyak yang menjadi petani, yaitu petani sawah dan berkebun.
f. Kesenian Meskipun tergolong provinsi yang baru, Gorontalo telah memiliki beragam kesenian daerah yang telah mentradisi. Baik itu seni tari, seni musik, serta seni bertutur atau yang sering dikenal dengan tanggomo. Pada seni tari masyarakat telah mengenal beberapa jenis tarian tradisi, modern, hingga kreasi. Beberapa contoh tarian yang hingga dengan saat ini masih membudaya yakni Longgo, Langga, Tidi, Dana-dana, Saronde, Marwas, Danca serta masih banyak lagi. Pada seni musik, ada beberapa alat musik tradisi yang hingga dengan saat ini masih terus dijaga oleh masyarakat. Contohnya gambusi, maruasi, rebana, polopalo, tonggobi serta musik bambu. Alat-alat musik ini tidak hanya dimainkan
19
secara tunggal, pada acara-acara tertentu masyarakat sering mengkolaborasikan alat musik yang satu dengan lainnya. Sehingga tidak jarang muncul perpaduan baru dari nama kesenian tersebut. Misalnya hadra dan turunani. B.
Bambu'a
a. Asal mula bambu'a Ditinjau dari asal mula belum ditemui teori yang pasti menjelaskan tentang asal-usul bambu'a di Gorontalo. Namun berdasarkan informasi yang di peroleh dari informan yang ada di desa Kabila Kabupaten Bone Bolango menyatakan bahwa pada masa penjajahan Jepang, masyarakat memanfaatkan bambu'a sebagai alat informasi. Bunyi bambu'a menjadi penanda bahwa pada saat itu kondisi masyarakat dalam situasi bahaya. Sehingga masyarakat harus berkumpul di satu tempat untuk mengatur strategi dalam menghadapi bahaya tersebut. Selanjutnya, sekitar tahun 1943 bambu'a masih digunakan sebagai alat informasi. Akan tetapi dalam hal ini bunyi bambu'a bukan sebagai tanda bahaya lagi, melainkan sebagai alat bagi para ketua kelompok nelayan untuk memberitahu pada nelayan lainnya bahwa saat itu mereka akan turun ke laut untuk menjaring ikan. Seiring dengan perkembangan masyarakatnya, mulai tahun 1950-an bambu'a difungsikan sebagai media komunikasi antara pedagang ikan dan para pembeli. Melalui bambu'a, pedagang ikan mampu memperoleh pembeli yang secara tidak langsung menjadi langganan tetap. Sehingga, para pedagang ikan mampu memperkirakan hasil yang mereka peroleh setiap harinya. Berbeda dengan informasi di kabupaten Bone Bolango, informan yang berada di kecamatan Mananggu kabupaten Boalemo menjelaskan bahwa awal 20
mula penggunaan bambu'a di tempat ini pula terbilang menarik, karena sebelum para pedagang ikan memulai karir mereka dengan berdagang menggunakan bambu'a. Para penjual Es keliling, telah lebih dulu menggunakan bambu'a untuk menjajakan jualannya. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena telah muncul inovasi baru dengan menggunakan gong kecil hingga terompet. Kebiasaan ini pula yang di adaptasi para badola atau nelayan ikan di kecamatan Mananggu untuk menjajakan jualannya. Pemanfaatan kerang laut yang mudah di peroleh, membuat para badola ini harus mempelajari cara meniup bambu'a dari para pendahulunya. Mereka pun meyakini bahwa para badola di Kecamatan Mananggu, haruslah orang yang tau meniup bambu'a. Karena bambu'a telah menjadi ciri khas utama dalam berjualan ikan. Pada beberapa tempat lainnya masih ada kesimpang siuran tentang kabar mengenai asal usul bambu'a. Seperti informasi yang berasal dari kabupaten Gorontalo Utara, bambu'a yang berada di kecamatan Bolontio pertama kali digunakan oleh sanak saudara mereka. Akan tetapi, informan berikutnya pun berkata serupa. Sehingga peneliti mengambil kesimpulan bahwa asal mula bambu'a di kabupaten Gorontalo Utara masih ada kesimpang siuran, bagi mereka yang terpenting adalah menjaga tradisi yang telah di wariskan oleh para pendahulunya. Yakni memakai bambu'a dalam berdagang ikan. b.
Jenis-jenis Bambu'a Jenis bambu'a yang sering diperoleh dari laut Sulawesi dan Teluk Tomini
ada 2, yang bercangkang besar dan bercangkang panjang. Namun pada proses
21
pelestariannya, para pedagang ikan lebih suka menggunakan bambu'a yang bercangkang besar karena suaranya lebih keras dan nyaring. Bambu'a becangkang panjang yang memiliki suara keras hanyalah bambu'a yang usianya sudah tua sehingga semakin berat pula untuk di genggam atau di bawa-bawa. Bambu'a yang bercangkang besar praktis untuk di bawa-bawa dan juga memiliki suara yang lebih keras dari pada bambu'a yang bercangkang panjang. Pada proses pembuatan lubang untuk meniup, lebih sering di lubangi pada bagian tengahnya. Sementara untuk bambu'a dengan cangkang panjang, akan lebih sering di lubangi pada bagian samping punggung bambu'a. Hal ini di sebabkan karena kondisi cangkang yang berbeda.
Gambar 1.1 bambu'a bercangkang panjang (Angel, 2012)
22
Gambar 1.2 bambu'a bercangkang besar (Angel, 2012) c.
Organologi Bambu'a 1. Alat dan Bahan Bambu'a pada mulanya merupakan biota laut yang diperoleh secara alami
dari dasar laut. Di perlukan sedikit kreativitas agar bambu'a dapat di manfaatkan oleh pedagang ikan dalam berniaga. Dengan demikian sebelum menjadi alat bantu berniaga yang dapat menghasilkan bunyi, bambu'a terlebih dahulu perlu di proses dengan menggunakan alat dan bahan. Alat dan bahan dalam pembuatan bambu'a yakni : o Kulit kerang o Paku o Palu o Panci
23
o Kompor o Cat o Kuas Alat dan bahan ini umumnya di pakai oleh para pedagang ikan dalam membuat bambu'a. Namun pada beberapa pedagang, ada yang hanya menggunakan sebagian alat saja untuk dapat menghasilkan bambu'a. Seperti kulit kerang, paku dan palu. Badan Bambu'a terdiri atas punggung, mulut, tanduk dan lubang tiup. Untuk penjelasan lebih detil maka dapat kita amati gambar.
Gambar 1.3. Lubang tiup bambu'a (Angel, 2012). Pada gambar 1.3 di perlihatkan lubang bambu'a yang sudah di modifikasi pemakainya. Lubang
tempat meniup harus di buat melalui ukuran yang di
sesuaikan dengan mulut pemakainya. 24
Hal ini disebabkan karena jika pembuatan lubang pada bambu'a terlalu besar maka atau pun kecil, maka akan berpengaruh pada bunyi yang dihasilkan oleh bambu'a. Jika terlalu besar, maka bambu'a tidak akan berbunyi. Sementara jika terlalu kecil, bunyi yang di hasilkan akan kecil pula. Untuk itu pada proses pembuatan lubang, pembuatnya harus berhati-hati dalam memahat lubang tempat meniup bambu'a.
Gambar 1.4. Mulut bambu'a (Angel, 2012). Pada gambar 1.4 merupakan mulut cangkang dari bambu'a. Dikatakan mulut cangkang bambu'a karena dari tempat itulah isi kerang keluar untuk melakukan aktifitas baik untuk berjalan maupun mencari makan. Mulut bambu'a juga merupakan tempat keluarnya bunyi yang dihasilkan oleh bambu'a setelah di tiup.
25
Gambar 1.5. Punggung bambu'a (Kabura, 2012) Pada gambar 1.5 di perlihatkan letak punggung bambu'a. Dalam meniup bambu'a, punggung bambu'a dapat berfungsi sebagai tempat menggenggam bambu'a agar lebih mudah sehingga tidak menutupi bibir tempat keluarnya suara dari bambu'a. Pada gambar 1.6 dapat kita amati bahwa bambu'a ternyata juga memiliki tanduk. Tanduk inilah yang menandakan usia dari bambu'a ketika di temukan di dasar laut. Semakin tinggi tanduk yang dimiliki oleh bambu'a, maka semakin tua pula usia dari bambu'a tersebut . Hal ini pula dapat berpengaruh pada bunyi dan teknik meniup bambu'a. Semakin tua usianya, maka akan semakin besar tenaga yang di perlukan untuk meniup bambu'a tersebut. Sehingga pada saat pencariannya, nelayan lebih banyak mencari bambu'a yang tanduknya terlihat kecil.
26
Gambar 1.6, Tanduk bambu'a (Angel, 2012)
2. Proses Pembuatan Bambu'a Proses pembuatan bambu'a melalui beberapa tahap yakni sebagai berikut : Tahapan pertama yaitu mencari kerang di dalam laut. Setelah ditemukan, kemudian kerang di rebus. Lalu isinya dikeluarkan dari cangkangnya. Setelah itu, kulit kerang di keringkan selama 2 minggu untuk memperoleh bunyi yang lebih nyaring. Jika sudah kering, bambu'a di lubangi pada bagian tengah cangkang secara hati-hati. Pada tahap akhir, bambu'a di bersihkan dari serpihan-serpihan cangkang yang masih tersisa. Setelah bersih maka bambu'a pun siap di gunakan.
27
Yang membuat bambu'a berbeda yaitu pada proses penemuan alatnya. Semakin dalam kedalaman laut yang nelayan tempuh, maka akan semakin besar pula tangkai/tanduk yang ada pada bambu'a tersebut. Sementara pengaruh terhadap bunyinya yaitu semakin besar bambu'a yang di gunakan akan semakin besar pula suara yang dihasilkan, begitupun sebaliknya. Akan tetapi hal ini pula yang menyebabkan nelayan terkadang kesulitan memakai bambu'a yang besar, karena dibutuhkan tenaga yang keras untuk meniup. 3. Teknik Meniup Bambu'a Teknik meniup bambu'a hampir sama dengan alat musik aerophone lainnya. Bedanya bambu'a tidak memakai pita hembus. Peniup harus memaksimalkan tiupan dan menjaga agar tidak ada udara yang merembes keluar. Hal ini dikarenakan bambu'a memiliki ruang yang berupa ulir di dalamnya. Sehingga peniup harus membuat sepadat mungkin udara yang masuk ke bambu'a.
Gambar 1.7 Bakri meniup bambu'a bercangkang besar (2012)
28
Teknik meniup bambu'a yang bercangkang panjang dan bercangkang besar dapat dikatakan sama. Namun dalam proses memegang bambu'a yang akan terlihat berbeda. Untuk melihat perbedaan tersebut mari kita amati pada gambar berikut ini.
Gambar 1.8 Bakri meniup bambu'a bercangkang panjang (2013) C. Transkripsi Bunyi Bambu'a a.
Bambu'a Bakri Bakri adalah seorang pedagang ikan dengan rute penjualan dari Kelurahan Tenda hingga ke kelurahan Moodu di kota Gorontalo. Bakri menjual ikan pada waktu pagi hari. Bakri memiliki pengalaman selama kurang lebih 30 tahun sebagai penjual ikan dengan menggunakan alat bantu bambu'a. Dari pengalaman yang panjang itu, Bakri telah dikenal dengan baik oleh masyarakat Tenda dan Moodu. Selain dikenal secara 29
personal, masyarakat juga mengenalnya melalui bunyi tiupan bambu'anya yang "khas". Disetiap harinya Bakri mengandalkan satu-satunya ritme yang sering ia mainkan untuk memanggil pelanggan. Yakni sebagai berikut :
b. Bambu'a Rahman Rahman merupakan pedagang ikan dengan rute penjualan melewati Jalan Pangeran Hidayat atau dikenal oleh masyarakat Kota Gorontalo dengan Jalan Dua Susun (JDS) di Kelurahan Tanggidaa. Rahman biasanya menjual ikan di mulai pada pukul 08.30 WITA. Menjelang siang hari, rute selanjutnya yang di lalui Rahman adalah Kecamatan Tapa. Ritme yang selalu dimainkan oleh Rahman hanya 1 ritme. Yakni sebagai berikut :
c. Bambu'a Karim Salah satu pedagang yang masih menggunakan bambu'a dalam menjual ikan di kabupaten Gorontalo adalah Karim. Menurut Karim, di kabupaten Gorontalo tersisa 2 orang saja yang memperdagangkan ikan dengan menggunakan bambu'a. Namun, peneliti hanya dapat bertemu dengan 1 orang yakni Karim. Ia menjual ikan dengan menggunakan sepeda motor.
30
Rute yang dilaluinya adalah Kelurahan Molosipat, Buladu hingga tiba pada tengah hari di kecamatan Telaga. Ritme bambu'a yang sering di perdengarkan oleh Karim terdiri dari dua ritme. Ritme tersebut adalah: Ritme 1
Ritme 2
d. Bambu'a Iman Iman merupakan pedagang ikan yang berasal dari kabupaten Bone Bolango. Seperti Bakri, Iman juga melewati rute kelurahan Tenda, Ipilo, Tamalate,
Padebuolo
hingga
akhirnya
ke
kecamatan
Kabila.
Perbedaannya yakni dalam kesehariannya, Iman memilih untuk berdagang ikan dengan menggunakan motor. Sehingga lebih cepat sampai ke tujuan, dibandingkan dengan Bakri yang menggunakan sepeda. Iman memilih menggunakan motor karena merasa lebih praktis dan mudah. Pengalaman dalam menggunakan bambu'a pun dikatakan terbilang baru. Sehingga dapat kita lihat ritme yang ia hasilkan pun sangat sederhana. Seperti berikut ini.
31
e.
Bambu'a Irham Irham adalah pengguna bambu'a dalam usaha penjualan ikannya. Ada yang unik pada sosok Irham dalam menggunakan bambu'a. Ia mampu membunyikan bambu'a dengan ritme yang beragam dan menghasilkan irama yang berbeda pada umumnya bunyi bambu'a yang ditiup pengguna bambu'a lainnya. Dari keunikan ritme yang di hasilkan bambu'a Irham, para pelanggannya mengenal dengan baik bunyi tersebut. Bunyi bambu'a Irham menjadi hiburan tersendiri di pagi hari bagi masyarakat Kecamatan Mananggu. Ritme yang sering menjadi hiburan Irham di tengah masyarakat yakni seperti berikut : Ritme 1
Ritme 2
Ritme 3
32
Ritme 4
f.
Bambu'a Uwin Uwin merupakan pedagang ikan yang sering berjualan di kecamatan Mananggu hingga ke kecamatan Paguat. Ia memilih waktu di siang hari untuk mendagangkan ikannya. Pada hari-hari tertentu, Uwin memilih untuk memperdagangkan ikannya di rumah. Pengalamannya dalam memakai bambu'a dapat terbilang baru, karena ia baru menjalani profesi sebagai badola yakni setelah ditinggalkan orang tuanya 2 tahun lalu. Ritme yang sering dimainkan oleh Uwin yakni sebagai berikut :
Dilihat dari ritme diatas dapat kita simpulkan di Kecamatan Mananggu memiliki suatu tradisi unik dalam memainkan bambu'a. Hal ini dapat kita amati melalui ritme yang mainkan oleh pedagang ikan kedua yakni mempunyai bunyi yang bernada. Ritme ini pula yang menjadi ciri khas pedagang ikan tersebut. Hanya dengan mendengar dari kejauhan, para pembeli ikan dapat langsung mengetahui bahwa yang memainkan ritme ini merupakan pedagang ikan favorit mereka. Jika dibandingkan dengan ritme pedagang ikan kedua, ritme pedagang ikan
33
yang pertama lebih terdengar monoton. Karena hanya dapat menguasai 1 ritme saja. Perbedaan ini dapat dikarenakan pengalaman serta keinginan belajar yang lebih tinggi oleh pedagang ikan yang satu di bandingkan dengan yang lainnya. Terbukti dengan pedagang ikan pertama barulah menjalani profesinya selama 2 tahun, sementara pedagang ikan kedua telah menjalani profesinya sudah 43 tahun. Sejalan dengan menjalani profesi berdagang, pedagang ikan kedua melatih teknik meniupnya secara terus menerus. g.
Bambu'a Rustam Rustam merupakan pedagang ikan yang telah menggunakan bambu'a semenjak 20 tahun silam. Dengan pengalaman tersebut, Rustam telah memiliki pelanggan tetap di rute yang ia lewati di desa Pohuwato Timur. Ritme yang sering ia mainkan dalam berdagang ikan yakni sebagai berikut :
h. Bambu'a Jemi Jemi salah seorang pedagang yang masih bertahan dengan menggunakan bambu'a di desa Taluduyunu kecamatan Marisa. Dalam kesehariannya Jemi menjajakan ikan menjelang siang hari dengan menggunakan motor. Alasannya, ia hanya tidak ingin berpapasan dengan pedagang lain saat
34
berjualan di tempat yang sama. Ritme yang menjadi andalannya dalam berdagang yakni sebagai berikut :
i.
Bambu'a Tahir Tahir merupakan kerabat dari Rustam, mereka tinggal dalam satu lingkungan yang sama. Perbedaannya, dalam berjualan Tahir memilih untuk menggunakan sepeda motor. Rute yang dilalui oleh Tahir pun berbeda dengan Rustam. Dalam berjualan, Tahir memilih waktu pagi hari karena lebih banyak pelanggan yang menantinya di waktu tersebut. Tidak jarang, dimusim nike Tahir akan memperdagangkan ikannya pula pada waktu malam. Ritme yang sering dimainkan oleh Tahir yakni sebagai berikut : Ritme 1
Ritme 2
35
Pada ketiga ritme diatas, ada persamaan ritme yang dapat kita lihat. Yaitu pada pedagang ikan pertama dan pedagang ikan yang ketiga. Sementara pada pedagang ikan yang kedua, umumnya memiliki bunyi yang sama pada ritme 1. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam teknik meniup mereka. Sehingga akhirnya ritme tersebut menjadi berbeda pada nilai notasinya saja. dari ketiga ritme ini dapat di simpulkan bahwa ritme bambu'a di Kecamatan Marisa memiliki bunyi yang monoton, karena pada kenyataanya para pedagang ikan ini tidak peduli dengan variasi bunyi yang di hasilkan. Mereka lebih mementingkan tingkat volume suara yang keras agar dapat langsung di dengar oleh para pembeli. j.
Bambu'a Majid Majid merupakan pedagang ikan yang berdagang di desa Bolontio kecamatan Sumalata. Dalam kesehariannya Majid memperdagangkan ikannya di pagi hari dengan menaiki sepeda. Karena jarak yang jauh serta usia yang sudah mulai tua, Majid hanya berdagang ke desa-desa tetangganya. Ritme yang di andalkan oleh Majid dalam mendagangkan ikannya yakni sebagai berikut:
k. Bambu'a Salim Salim tidak lain merupakan salah seorang kerabat dari Majid. Meskipun demikian, Salim baru menjalani profesi sebagai pedagang ikan selama 2
36
tahun terakhir karena di ajak oleh saudaranya. Setiap harinya Salim mendagangkan ikannya di pagi hari dengan memakai motor. Rute yang ia lewati mulai dari desa Kasia, desa Buloila hingga ke kecamatan Tolinggula. Ritme yang sering ia mainkan dalam berdagang ikan yaitu sebagai berikut: Ritme 1
Ritme 2
Ritme diatas menjelaskan bahwa di desa ini memiliki ritme bambu'a yang beragam. Meskipun bunyinya terdengar sama, namun teknik meniupnya berbeda. Ini bisa di sebabkan oleh usia dan kondisi kesehatan dari pedagang ikan yang pertama dan kedua
berbeda.
Sehingga pada ritme bambu'a yang dihasilkan oleh pedagang ikan pertama lebih bervariasi. Berdasarkan contoh ritme bunyi yang telah di peroleh, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sementara bahwa ritme bunyi bambu'a para nelayan ikan akan di pengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran para pedagang ikan yang masih menggunakan bambu'a ini di pengaruhi oleh orang-orang terdekat, dan juga lingkungan tempat mereka tinggal. 37
Seperti yang dapat kita lihat pada kecamatan Marisa dan kecamatan Sumalata, ritme bambu'a yang di peroleh dari beberapa nelayan ikan yang masih menggunakan bambu'a tidak ada perbedaan yang mencolok. Hanya saja pada pengaplikasian teknik meniup masingmasing pedagang akan berbeda karena di pengaruhi oleh kondisi fisik serta pengalaman dari tiap pedagang ikan. D. Analisis Ritme Bambu'a Pada pembahasan ritme bambu'a, peneliti memilih untuk mentranskrip ritme dalam bentuk notasi balok. Hal ini dikarenakan meskipun tidak memiliki nada yang pasti, bunyi bambu'a yang di tiup oleh masing-masing pedagang ikan ternyata memiliki perbedaan. Pada tiupan pertama dan yang kedua memiliki aksen bunyi yang berbeda. Berdasarkan pertimbangan diatas maka peneliti akhirnya memilih notasi balok untuk mentranskrip ritme bambu'a yang diperoleh dari pedagang ikan. Penamaan motif A, Motif B, motif C dan lainnya hanyalah untuk mempermudah penulis dalam membedakan motif yang ada. Analisis ritme bambu'a terdiri atas 2 motif umum, 34 motif variasi, 6 frase dan 2 kalimat. Sebagaimana di jabarkan berikut ini; 1. Motif umum Motif umum ritme bambu'a terdiri dari 2 motif, sebagai berikut:
Motif A
38
Motif B Pada motif A terlihat jelas belum ada variasi bentuk yang dihasilkan. Motif A memiliki nilai not 4 ketuk, dan tidak memiliki nada yang pasti. Dari 8 nara sumber pengguna bambu'a, terdapat 2 orang yang memiliki motif A. Berbeda dengan motif A, motif B telah memiliki aksen tertentu pada pengaplikasiannya. Ada perbedaan bunyi yang dihasilkan pada motif B. Terutama pada not pertama menuju not berikutnya. 2. Motif variasi Motif variasi terbagi atas 34 motif, yaitu sebagai berikut;
Motif AA
Motif A1
Motif A2
Motif Ab
39
Motif AA merupakan repetisi1 dari motif A. Dikatakan demikian karena secara tidak langsung motif AA memiliki nilai not yang sama dengan motif A. Motif A1 merupakan diminusi dari motif A. Motif ini (A1) dikatakan diminusi karena nilai dari nada telah dibagi dua. Selain motif A1, motif A2 juga mengalami diminusi dari motif A1. Dikatakan demikian karena motif A2 telah mengalami pemerkecilan nilai dari motif A1. Tidak jauh berbeda, motif Ab merupakan diminusi dari motif A1. Pada motif Ab dikatakan diminusi A1 karena nilai dari A1 telah di bagi dua sehingga menjadikan motif Ab. Motif B1
B2
B3
1
C
C1
Repetisi atau pengulangan dalam motif merupakan pengulangan tanpa adanya perubahan.
40
Motif B1 merupakan diminusi yang disertai dengan perubahan nada dari motif B. Sebagaimana dapat di lihat pada motif B, diawali dengan nada E kemudian naik ke nada F. Motif ini (B1) tidak mengalami perubahan nada. Berbeda dengan motif sebelumnya, motif B2 mengalami augmentasi2 yang berasal dari motif B. Motif C merupakan diminusi dari motif C1. Hal sebaliknya pun terjadi pada motif C1 yang merupakan augmentasi dari motif C. Motif B3 merupakan diminusi yang berasal dari motif B. Sama dengan motif B1 dan B2, jika di amati lebih cermat motif B3 terlihat serupa dengan motif B namun terlihat berbeda pada nilai ketukan yang dimiliki. Motif D
DU
D2'
D2''
E1
D1
DU'
D2
DU'' D22
D2'
E
DU"
DU'''
2
Augmentasi merupakan penambahan atau pembesaran nilai yang terjadi pada beberapa hal diantaranya nilai nada dan interval. Soeharto (1986) hal. 49.
41
Motif D adalah merupakan sekuens3 dari motif D1. Sebaliknya, motif D1 merupakan sekuens naik dari motif D. Dikatakan demikian karena kedua motif tersebut saling mengalami pengulangan dengan tingkat nada berbeda. Pada motif D2 dikatakan diminusi dari motif D1 karena motif ini (D2) telah mengalami pemerkecilan nilai ketuk dari motif D1. Motif D22 merupakan pengulangan harafiah yang terjadi dari motif D2. Hal ini dikatakan demikian karena pada motif D22 tidak mengalami perbedaan nada ataupun tempo dengan motif sebelumnya (D2). Motif DU telah mengalami inversi dari motif D. Meskipun terlihat serupa akan tetapi nada yang dimiliki oleh motif DU telah mengalami inversi. Motif DU' telah mengalami sekuens turun dari motif DU. Awal motif DU' dimulai dengan La dan berakhir pada Sol. Sementara motif DU dimulai dengan Si dan kembali pada Si pula. Motif DU" merupakan pengulangan dari motif DU'. Sementara motif DU'" merupakan sekuens dari motif DU'. Motif E' merupakan pengulangan ( tanpa adanya perubahan) dari motif E. F
F1
F11
3
Sekuens merupakan ulangan pada tingkat lain. Sekuens merupakan variasi termudah. Ada dua kemungkinan : Sekuens naik dan Sekuens Turun. Edmund Prier, Ilmu bentuk musik (Yogyakarta : 2011) hal. 28.
42
FAA
G1
G2
G1'
F2
K
G1''
J1
J
KK
Motif F merupakan inversi4 dari motif C. Sementara Motif FAA merupakan inversi dari motif F. Dinyatakan inversi karena motif F dan FAA telah mengalami pembalikan bebas. Sementara itu, motif F1 dapat dikatakan diminusi dari motif C. Motif F1' merupakan pengulangan harafiah dari motif F1. Motif G2 telah mengalami pembesaran nilai ketuk dari motif G1. Motif G1 merupakan diminusi dari motif G2. Motif G1' merupakan pengulangan harafiah dari motif G1. Motif G' merupakan pengulangan harafiah dari motif G. Motif G1'' merupakan pengulangan harafiah dari motif G1'. Motif J1 telah mengalami 4
Inversi dapat didefinisikan sebagai pengulangan dengan cara menggerakan melodi bertolak belakang. Inversi juga dapat berarti pembalikan motif. Edmund Prier, Ilmu bentuk musik (Yogyakarta : 2011) hal. 31-32.
43
sekuens naik dari motif J pada bagian akhir nada. Motif KK merupakan pengulangan harafiah dari motif K. 3. Frase Frase ritme bambu'a terdiri atas 7 frase, frase ini diperoleh dari gabungan motifmotif yang telah mengalami variasi. Frase tersebut sebagai berikut; F-1 B2
C
F- 2 B3
C1
Frase pertama merupakan gabungan dari 2 motif, yaitu motif B2 dan motif C yang terdiri atas 2 birama. Pada frase pertama birama 1, bentuk motif (B2) hampir sama dengan frase ke dua birama 1 (motif B3). Ada kesamaan aksen dalam memainkan irama tersebut, yakni dari nada Mi kemudian dinaikan setengah ke nada Fa. F-3 F
F1
F11
44
F-4
FAA
G2
F-5
G1
G1'
G1''
J1
Frase 3 merupakan gabungan dari 3 motif (F, F1 dan F11). Pada frase ini terjadi 2 kali pengulangan motif yang terjadi pada motif F1 dan F11. Jika di perhatikan dengan seksama ada inversi yang terjadi dari frase 3 ke birama pertama di frase 4. Begitu pula pada frase 5, pengulangan terjadi dari birama pertama hingga birama kedua notasi pertama. F-6 F2
J
F-7
K
KK
45
Pada frase 6 dan 7 ini masih sama dengan frase sebelumnya, yakni memiliki 2 birama pada tiap frase. Perbedaannya yakni pada frase 7 motif terlihat bervariasi dengan adanya pengulangan. 4. Kalimat Kalimat dalam ritme bambu'a terdiri atas 2 kalimat yaitu terdapat pada ritme berikut ini; DU
D1
DU'
D2
D2'
A D2'
DU''
D22
E
B D2''
A
E1
DU"
DU'''
B
Pada ritme bambu'a pertama dapat kita lihat terdapat 2 bentuk kalimat tanya, dikatakan demikian karena pada akhir nada pertama (A) dan nada kedua (B) memiliki kesamaan bentuk. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa kedua kalimat merupakan kalimat tanya yang di gabungkan oleh koma.
46
Ritme kedua juga memiliki 2 bentuk kalimat, namun kali ini berbeda dengan ritme sebelumnya. Pada ritme bambu'a yang kedua ini, bentuk kalimat dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu kalimat tanya dan kalimat jawab. Dari birama 1-2, menjadi kalimat tanya. Kemudian dari birama 3-4 menjadi kalimat jawaban. Dengan demikian dapat disimpulkan, ritme bambu'a dalam pembentukan kalimat tidak lebih banyak terarah pada kalimat tanya. Hal ini disebabkan pola permainan ritme yang monoton dari peniup bambu'a.
47