BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih dahulu dibersihkan dan dikeluarkan biji-bijinya dari daging buah sirsak, selanjutnya ditimbang. Hasil yang diperoleh daging buah sirsak sebanyak 1000 gram. 2.2 Ekstraksi dan Fraksinasi Ekstraksi dari jaringan tumbuhan dilakukan dengan metode maserasi, yaitu perendaman sampel dengan pelarut organik pada suhu ruang. Maserasi pada sampel daun sirsak menggunakan metanol karena metanol bersifat seperti cairan sel dan bersifat universal yang dapat mengikat semua komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan bahan alam baik yang bersifat non polar, semi polar maupun polar. Daging buah sirsak sebanyak 1000 gram di ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan metanol dalam suhu kamar. Maserasi dilakukan selama 4 × 24 jam, di mana setiap 24 jam ekstrak di saring dan di maserasi lagi dengan metanol baru. Kemudian ekstrak yang di peroleh diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary vacum evaporator) pada suhu 30-40 oC sampai diperoleh ekstrak metanol sebanyak 364,14 gram. Terhadap ekstrak metanol ini dilakukan uji flavonoid.
Pada uji flavonoid yang pertama ekstrak metanol dibagi kedalam 4 tabung reaksi. Pada tabung pertama dijadikan sebagai tabung kontrol dengan warna dasar kuning, pada tabung kedua ditambahkan dengan NaOH berubah menjadi kuning keruh, untuk tabung yang ketiga ditambahkan Mg-HCl warnanya berubah menjadi kuning keruh, dan tabung yang ke empat ditambahkan H2SO4
pekat
warnanya
berubah menjadi kuning keruh. Berdasarkan hasil uji flavonoid yang dilakukan ternyata ekstrak metanol positif flavonoid. Selanjutnya ekstrak metanol sebanyak 100 gr disuspensi dengan campuran metanol-air (2:1) dan dipartisi dengan pelarut n-heksan terlebih dahulu, kemudian etil asetat dan selanjutnya dengan klorofom yang bersifat semi polar. Pada saat partisi sampel yang di tambahkan n-heksan kemudian etil asetat tidak terbentuk dua lapisan sehingganya di tambahkan pelarut kloroform, saat penambahan klorofom sampel terbentuk dua lapisan. Ekstrak ini dilakukan partisi untuk mendapatkan fraksi berdasarkan tingkat kepolarannya, hal ini dilakukan untuk lebih memudahkan pada saat pemisahan dan pemurnian. Fraksi yang didapatkan adalah fraksi kloroform. Hasil partisi selanjutnya diuapkan dengan alat vakum pada suhu paling tinggi 400C sehingga diperoleh 32,77 gr ekstrak kloroform. Terhadap ekstrak ini, dilakukan uji flavonoid. Hasil uji flavonoid yang pertama ekstrak kloroform dibagi kedalam 4 tabung reaksi. Pada tabung pertama dijadikan sebagai tabung kontrol dengan warna dasar bening, pada tabung kedua ditambahkan dengan NaOH berubah menjadi kuning terang, untuk tabung yang ketiga ditambahkan Mg-HCl warnanya berubah menjadi keruh, dan tabung yang ke empat ditambahkan H2SO4
pekat
warnanya berubah menjadi kuning tua.
Berdasarkan hasil uji flavonoid yang dilakukan ternyata ekstrak kloroform positif flavonoid. 4.3 Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak kental kloroform sebanyak 10 gram dipisahkan secara kromatografi kolom dengan menggunakan fasa diam silika gel GF254 dan menggunakan fasa gerak terlebih dahulu n-heksan : etil asetat dengan variasi perbandingan (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), (1;9), kemudian etil asetat : metanol (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), dan selanjutnya kloroform : metanol (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), (1;9), sampai terjadi pemisahan. Eluat ditampung pada botol vial. Hasil pemisahan kromatografi kolom di peroleh 48 fraksi. Dari fraksi-fraksi tersebut di uji kromatografi lapis tipis dimana diambil perwakilan fraksi yang warnanya sama. Pemilihan pemurnian difokuskan pada kelompok fraksi nomor 42, 43, dan 44. Selanjutnya fraksi ini diuji dengan kromatografi lapis tipis dengan eluen kloroform : metanol (2:8). Hasilnya dapat di lihat pada gambar 6 berikut ini :
Gambar 6. Profil Kromatografi Lapis Tipis fraksi hasil kromatografi kolom [fasa diam: silika gel GF254, ukuran plat 5x1 cm, fasa gerak : kloroform:metanol (2:8)]
Berdasarkan Gambar 6 diatas, dapat dilihat bahwa fraksi 42, 43, dan 44 ini memiliki harga Rf yang berbeda yaitu fraksi 42 = 0,66 dan fraksi 43-44 = 0,82. Terhadap fraksi 42 dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan KLT.
4.4 Uji Kemurnian Fraksi 42 diuji kemurnian KLT satu dimensi dengan adsorben silica gel GF254 menggunakan eluen yang cocok yaitu kloroform : metanol (2:8) dan aseton : metanol (7:3) Hasil analisis kromatografi lapis tipis dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini :
A Gambar 7.
B
Profil Kromatografi Lapis Tipis Fraksi 42 [fasa diam: silika gel GF254, ukuran plat 5x1 cm, fasa gerak : kloroform:metanol (2:8), aseton:metanol (7:3)]
Keterangan : A = Eluen kloroform : metanol (2:8) B = Eluen Aseton : metanol (7:3) Berdasarkan hasil KLT, menunjukan fraksi 42 memiliki nilai kemurnian yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari pola noda yang memberikan satu noda pada berbagai fasa gerak. Nilai Rf fraksi 42 pada kromatografi lapis tipis ditunjukan pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Nilai Bercak Fraksi 42 Pada Dua Variasi Eluen No Fasa gerak (eluen) 1 2
Kloroform : Metanol (2:8) Aseton : Metanol (7:3)
Nilai Rf 0,64 0,62
Selanjutnya analisis kemurnian isolat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dua dimensi dengan adsorben silica gel GF254 dengan menggunakan eluen kloroform : metanol (2:8) dan Aseton : metanol (7:3) menghasilkan bercak noda tunggal. Dari hasil uji ini mengindikasikan bahwa isolat yang diperoleh merupakan isolat murni. Hasil uji kemurnian terhadap isolat yang dilakukan dengan teknik kromatografi lapis tipis dua dimensi disajikan pada Gambar 8 berikut ini : 2
1
Gambar 8. Profil Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi [fasa diam: silika gel GF254, ukuran plat 5x1 cm, fasa gerak : kloroform:metanol (2:8), aseton:metanol (7:3)]
Keterangan : 1. Eluen kloroform : metanol (2:8) 2. Eluen Aseton : metanol (7:3) Nilai Rf isolat pada kromatografi lapis tipis dua dimensi ditunjukkan pada Tabel 4 di bawah ini :
Tabel 4. Nilai Rf Isolat dengan Eluen Berbeda Hasil KLT Dua Dimensi No Fasa Gerak (eluen) Harga Rf 1
Eluen kloroform : metanol (2:8)
0,62
2
Eluen aseton : metanol (7:3)
0,62
Pola noda pada tabel tersebut menunjukkan bahwa hasil pemisahan telah murni terhadap isolat.
4.5 Uji Fitokimia Uji fitokimia yang dilakukan adalah uji flavonoid pada isolat fraksi 42 dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini : Tabel 5. Hasil uji flavonoid pada fraksi 42 Warna Larutan Isolat Pereaksi Perubahan Warna Dalam Metanol NaOH Merah Orange H2SO4 pekat Kuning Mg-HCl Kuning Muda
Hasil Uji Flavonoid (+) (+) (+)
Berdasarkan Tabel 5 di atas, isolat fraksi 42 positif terhadap flavonoid karena terjadi perubahan warna pada masing-masing tabung reaksi. Pada tabung pertama isolat fraksi 42 dijadikan tabung kontrol dengan warna dasar orange, kemudian pada tabung kedua isolat fraksi 42 ditambahkan NaOH berubah menjadi warna merah, pada tabung ketiga ditambahkan H2SO4 berubah menjadi warna kuning, dan tabung keempat ditambahkan Mg-HCl warnanya berubah menjadi kuning muda. Selanjutnya isolat yang didapatkan dikarakterisasi dengan spektrofotometri UV-Vis dan IR.
4.6 Karakterisasi Isolat Fraksi 42 dengan Spektrofotometri UV-Vis dan IR 4.6.1. Spektrofotometer UV-Vis Hasil data spektrum UV-Vis isolat 42 dapat dilihat pada hasil spektrofotometer UV-Vis ditunjukkan pada Gambar 9 berikut ini:
Gambar 9. Spektrum UV-Vis isolat murni fraksi 42 dengan panjang gelombang pada serapan pita I = 340,5 nm absorbansinya 0,016 dan pita II = 205,5 nm absorbansinya 0,320
Spektrum UV-Vis isolat dalam pelarut metanol memberikan dua puncak serapan pada panjang gelombang 340,5 nm dan 205,5 nm. Serapan pada panjang gelombang 205,5 nm diduga karena adanya transisi n→ 𝜎* oleh gugus fungsional –OH (disebabkan oleh kromofor tidak terkonyugasi). Menurut Creswell (1982) Senyawa yang mempunyai transisi n→ 𝜎* mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang sekitar 200 nm yang mengandung gugus -OH. Hal ini juga didukung oleh adanya serapan pada bilangan gelombang 3419.56 cm-1 menunjukan adanya serapan uluran -OH. Serapan pada panjang gelombang 340,5 nm diduga adanya ikatan 𝜋 → 𝜋*. Menurut Sastrohamidjojo (1991) adanya ikatan 𝜋 → 𝜋* muncul
pada panjang gelombang antara 300-500 nm seperti ikatan C=C. Gugus-gugus seperti ini spesifik dimiliki senyawa metabolit sekunder.
4.6.2. Spektrofotometer IR Spektrum inframerah isolat dapat dilihat pada Gambar 10 dan tabulasi data bilangan gelombang, intensitas, dan gugus fungsi terkait disusun pada tabel 6.
Gambar 10. Spektrum Inframerah dari Isolat Murni
Spektrofotometer inframerah digunakan untuk mengkarakterisasi gugus fungsi pada suatu senyawa. Hasil spektrum inframerah menunjukan adanya serapan melebar pada daerah bilangan gelombang 3419.56 cm-1 yang diduga adalah serapan uluran O-H terikat. Hal ini didukung pustaka Creswell (1982).
Absorpsi OH terikat hidrogen muncul pada daerah 3450-3200 cm-1 sebagai pita yang agak melebar dan kuat. Serapan C-H (regang) yang tajam muncul pada daerah bilangan gelombang 2943,17 cm-1, hal ini diperkuat dengan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1454,23, 1398,3, 1338,51 cm-1 yang mengindikasikan adanya lentur C-H. Serapan pada bilangan gelombang 1731.96 cm-1 menunjukan adanya regang C=O. Serapan C=C (regang) yang tajam muncul pada daerah bilangan gelombang 1643.24, 1542.95, 1515.94 cm-1. Dugaan ini diperkuat dengan adanya serapan lentur C=C yang muncul pada daerah bilangan gelombang 879.48, 781.12, 663.47 cm-1. Adanya pita tajam dengan intensitas sedang pada bilangan gelombang 1217,00, 1137,92, 1078,13, 1002,92 cm-1 merupakan regang C-O. Hasil analisis ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tabulasi Data Spektrum Inframerah (Bilangan Gelombang, Bentuk Pita, Intensitas, dan Gugus Fungsi) No Bilangan gelombang Bentuk Intensitas Kemungkin Pustaka (*Creswell, 1982, pita gugus fungsi Isolat **Silverstein, 1986)
1
3419,56
3750-3000*
Melebar
Kuat
Regang O-H
2
2943,17
3300-2900*
Tajam
Sedang
Regang C-H
3
1731,96
1650-1900*
Tajam
Sedang
Regang C=O
4
1643,24 1542,95 1515,94 1454,23 1398,3 1338,51 1217,00 1137,92 1078,13 1002,92 879,48 781,12 663,47
1675-1500*
Tajam Melebar Tajam Tajam Melebar Tajam Tajam Tajam Melebar Tajam Melebar Tajam Melebar
Sedang Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Sedang Sedang Sedang Sedang Lemah Lemah Lemah
Regang C=C
5
6
7
1475-1300*
1260-1000**
650-1000*
Lentur C-H
Regang C-O
Lentur C=C
Dari interpretasi data di atas dapat disimpulkan bahwa isolat mempunyai karakteristik gugus fungsi O-H terikat, C=O, C=C, C-H, C-O. Gugus-gugus fungsi tersebut spesifik dimiliki oleh senyawa metabolit sekunder.