BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 1.1.1 Sejarah Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Desa Tualango terbentuk sejak tahun 1908. Asal mula nama Desa Tualango diambil dari dua sungai yaitu, sebelah utara sungai buatan Tapodu dan sebelah selatan sungai Alam di kelurahan Lekobalo. Kedua sungai ini pada bagian muaranya bercabang dua dan pada bagian lainya kedua sungai ini menyatu karena kedua sungai ini bercabang dan dalam bahasa Gorontalo biasa di sebut TUTUWALANGA. Maka nama ini di pakai menjadi nama Desa atau disebut dengan Desa Tualango. 1.1.2 Keadaan Demografi Demografi Desa Tualango memiliki luas wilayah ± 17 Ha didalam 4 dusun yaitu dusun Kuba, dusun Tilangge, dusun Tapodu dan dusun Alibotu. Pada aspek demografi pada tahun 2009 Desa Tualango memiliki penduduk sejumlah 943 jiwa. Dusun dengan jumlah penduduk terbanyak adalah dusun Tilangge yakni 263 jiwa, dusun Tapodu 253 jiwa kemudian dusun Kuba 243 jiwa dan dusun dengan jumlah penduduk terkecil adalah Alibotu dengan jumlah penduduk 202 jiwa.
4.1.3 Keadaan Geografis Secara Administratif Desa Tualango terletak diwilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo.
Batas-batas Wilayah Tualango sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Dulomo 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Lekobalo 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Piloloda’a 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tilote. Desa Tualango terdiri dari 4 dusun yaitu: 1. Dusun Kuba dengan luas wilayah 9,20 Ha 2. Dusun Tilangge dengan luas wilayah 9 Ha 3. Dusun Tapodu dengan luas wilayah 28,50 Ha 4. Dusun Ali Botu dengan luas wilayah 23,30 Ha 1.1.4 Ketenagaan Struktur Oganisasi pemerintah desa dan aparat desa terdiri dari Kepala Desa, Sekdes, Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan, Kaur Umum, Bendahara, Kepala Dusun I, Kepala Dusun II, Kepala Dusun III, Kepala Dusun IV.
1.2 Hasil Penelitian 1.2.1 Karakteristik Responden Dalam analisa univariat ini menjelaskan secara deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian yang terdiri dari karakteristik responden dan mengenai hasil pengumpulan data sesuai dengan variabel penelitian. Data ini terdiri dari data demografi umur, jenis kelamin,
pendidikan dan variabel dukungan keluarga dengan kemandirian lansia. Data ini ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi seperti dibawah ini: Adapun karakteristik hasil penelitian dijabarkan mulai dari data demografi responden dan variabel Lansia adalah sebagai berikut. 1. Distribusi responden berdasarkan Umur Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel berikut: Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Usia di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. No 1 2 3 4 5 6
Umur 59 - 60 61 - 62 63 - 64 65 - 66 67 - 68 69 - 70 Total Sumber: Data Primer, 2013
Jumlah 1 6 6 4 12 2 31
Presentase 3,2 19,4 19,4 13,0 38,7 6,5 100.0
Dari distribusi karakteristik lansia pada tabel 4.1 berdasarkan kelompok usia yang paling banyak responden berusia 67-68 tahun adalah 12 responden (38,7%). Sedangkan yang terkecil adalah yang berusia 59-60 tahun berjumlah 1 responden (3,2%). 2. Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin seperti pada tabel berikut: Tabel 4.2
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah 7 24 31
Total Sumber: Data Primer, 2013
Presentase 22,6 77,4 100.0
Dari distribusi karakteristik lansia pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut jenis kelamin terbesar adalah perempuan yaitu berjumlah 24 responden (77,4%) dan laki-laki sebanyak 7 responden (22,6%). 3. Distribusi responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. No 1 2 3 4
Pendidikan SD SMP SMA Tidak Tamat SD Total
Jumlah
Presentase
14 14 2 1
45,2 45,2 6,5 3,2
31
100.0
Sumber: Data Primer, 2013 Dari distribusi karakteristik lansia pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden menurut pendidikan terlihat bahwa lansia yang memiliki pendidikan tertinggi yaitu SD berjumlah 14 responden (45,2%) dan SMP berjumlah 14 responden (45,2%), sedangkan
responden yang memiliki pendidikan terendah yaitu tidak tamat SD berjumlah 1 responden (3,2%). 4. Distribusi responden berdasarkan Dukungan Keluarga Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi responden berdasarkan dukungan keluarga seperti pada tabel berikut: Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Presentase Dukungan Keluarga No 1. 2.
Dukungan Keluarga Baik Kurang Total Sumber: Data Primer, 2013
Jumlah 14 17 31
Persentase 45,1 54,9 100
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan jumlah lansia dukungan keluarga baik sebanyak 14 responden (45,1%) dan lansia yang dukungan keluarga kurang sebanyak 17 responden (54,9 %). 5. Distribusi responden berdasarkan Kemandirian Lansia Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi responden berdasarkan kemandirian lansia seperti pada tabel berikut: Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi dan Presentase Kemandirian Lansia. No 1 2
Kemandirian Mandiri Ketergantungan Total Sumber: Data Primer, 2013
Jumlah 9 22 31
Presentase 29 71 100
Berdasarkan tabel 4.5 yang telah diteliti menunjukkan bahwa lansia mandiri sebanyak 9 responden atau 29% dan lansia ketergantungan sebanyak 22 responden atau 71%.
4.2.2 Analisis Distribusi Silang Antara Variabel Independen dan Dependen Analisis hubungan dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan Aktivitas Sehari-hari di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Hasil analisa adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Responden menurut Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Lansia di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Kemandirian Lansia Mandiri Ketergantungan
Jumlah
n
%
n
%
n
%
Baik
9
69
10
56
19
61
Kurang
4
31
8
44
12
39
Total
13
100
18
100
31
100
Dukungan Keluarga
hitung tabel
P Value
17.745 0.038 16.919
Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan hasil analisa data bivariat dengan menggunakan uji chi square didapatkan lansia yang memiliki dukungan keluarga baik serta memiliki sikap mandiri terdapat 9 responden dengan presentase 69%, lansia yang memiliki dukungan keluarga yang baik namun memiliki sikap ketergantungan terdapat 10 responden dengan presentase 56%, lansia yang memiliki dukungan keluarga kurang namun memiliki sikap mandiri terdapat 4 responden dengan presentase 31% dan untuk lansia yang memiliki dukungan keluarga kurang dan memiliki sikap ketergantungan terdapat 8 responden dengan presentase 44%. Hasil analisa menunjukan nilai (16.919) atau
hitung >
hitung (17.745) lebih besar dari uji chi-square
tabel dan nilai p=(0,038) Hal ini menyatakan bahwa H0 ditolak
yang artinya ada hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian lansia.
1.3 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Lansia di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, selanjutnya melakukan pembahasan sesuai dengan variabel yang diteliti. 1.3.1
Identifikasi Dukungan Keluarga terhadap Lansia di Desa Tualango Kecamatan
Tilango Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan tabel 4.4, distribusi responden dukungan keluarga terhadap lansia di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dari 31 lansia yang menjadi responden didapatkan bahwa dukungan keluarga terhadap lansia yang tergolong dukungan baik dengan berjumlah 14 orang dan yang tergolong dukungan kurang berjumlah 17 orang. Presentasi jumlah dukungan keluarga yang kurang lebih besar dari pada dukungan keluarga yang baik, dapat dikatakan bahwa dukungan keluarga terhadap lansia di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo belum maksimal. dari dukungan keluarga terhadap lansia, dimana pada umumnya lansia memiliki dukungan kurang dari keluarga. Terlihat dari jawaban kuesioner mereka yang memiliki dukungan kurang, 54,8% responden menjawab tidak untuk Dukungan informasional seperti Keluarga mengingatkan lansia tentang hal-hal yang harus di hindari yang membuat lansia terserang penyakit, 58,0% responden menjawab tidak untuk Dukungan instrumental seperti Keluarga memberikan apa yang lansia butuhkan, 67,7% responden menjawab tidak untuk Dukungan emosional seperti Keluarga mendengarkan keluhankeluhan lansia, 64,5% responden menjawab tidak untuk Dukungan penilaian seperti Keluarga memberikan pujian kepada lansia apabila dapat melakukan aktivitas sendiri. Hal ini dikarenakan
kurangnya kepedulian keluarga terhadap lansia dalam membentuk lansia yang aktif dalam melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Jalan Kembang Kota Cirebon dengan hasil dari 82 responden sebanyak 73 lansia memiliki dukungan keluarga yang baik dan 9 lansia yang memiliki dukungan keluarga kurang. Secara teoritis dukungan keluarga adalah suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk dukungan emosi, informasi, instrumental, dan dukungan penilaian. Dukungan sosial keluarga mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga. Dukungan bisa atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.(Bomar, 2004) Dengan melihat ini, maka diperlukan dukungan dan keterlibatan keluarga serta perhatian keluarga terhadap kualitas hidup lansia agar makin lebih baik. Kebutuhan hidup lansia lainya dapat terpenuhi dengan baik melalui dukungan informasional seperti pemberian informasi, dukungan instrumental seperti bantuan materi, dukungan emosional seperti rasa kenyamanan dan dukungan penilaian seperti pemberian support. 4.3.2 Identifikasi Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan ADL di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan tabel 4.5, distribusi responden kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dari 31 lansia yang menjadi responden didapatkan bahwa kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL tergolong mandiri berjumlah 9 orang, dan yang tergolong ketergantungan berjumlah 22 orang.
Presentasi jumlah kemandirian lansia yang ketergantungan lebih besar dari pada lansia yang mandiri, hal ini mengindikasikan bahwa kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo belum terpenuhi ADLnya. Terlihat dari observasi kemandirian lansia yang ketergantungan dalam pemenuhan ADL seperti Melakukan pekerjaan rumah, Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau kebutuhan keluarga, Mengelolah keuangan, Menggunakan sarana transportasi umum untuk bepergian, Menyiapkan obat dan minum obat sesuai dengan aturan, Merencanakan dan mengambil keputusan untuk kepentingan keluarga dalam hal penggunaan uang, Melakukan aktifitas di waktu luang atau kegiatan keagamaan, sosial, rekreasi, olahraga dan menyalurkan hobi. Rata-rata usia mereka yang ketergantungan berkisar 65-70 tahun di karenakan keterbatasan fisik dan penurunan fungsi tubuh lansia yang tidak bisa lagi beraktivitas sepenuhnya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Jalan Kembang Kota Cirebon dengan hasil dari 82 responden, sebanyak 82 lansia yang mandiri dan 0 lansia yang ketergantungan dalam pemenuhan ADLnya. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Khusnah (2012) di Desa Pabean Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa tingkat kemandirian dengan hasil dari 108 responden, didapatkan hampir setengahnya tingkat kemandirian lansia mengalami ketergantungan sedang dengan presentasi 47,9%. Secara teoritis fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak bergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri dengan keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Alimul, 2004). Kemandirian berarti tanpa pengawasan, penghargaan ataupun pribadi yang
masih aktif. Menurut Maryam (2008), seseorang lansia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Menyikapi hal ini, lansia yang tinggal bersama keluarga pada umumnya tidak berubah aktivitasnya bahkan bertambah. Sebagaimana diketahui bahwa lansia di keluarga banyak yang masih menjalankan peranannya sebagai orang tua seperti mengasuh cucu, membersihkan rumah dan lainnya. Sehingga dapat meningkatkan rasa kemandirian lansia dalam beraktivitas di kehidupan sehari-harinya. 4.3.3 Analisa Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Lansia di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Dukungan keluarga terhadap lansia yaitu apa saja yang menjadi dukungan bagi keluarga terhadap kemandirian lansia tersebut. Adapun dukungan-dukungan yang diberikan oleh keluarga pada lansia seperti dukungan informasional, instrumental, emosional dan penilaian. Hasil penelitian ini terlihat bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian lansia di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, hal ini disebabkan dari (69%) rata-rata umur lansia berkisar 59-62 tahun lansia yang memiliki dukungan baik serta mandiri mereka lebih cenderung melakukan aktivitasnya secara mandiri dikarenakan lansia tersebut di dukung oleh keluarganya dan mampu melakukan aktivitasnya sendiri tanpa bantuan keluarga ataupun orang lain dan fisik mereka yang masih dapat melakukan aktivitas dan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Dibandingkan dengan lansia yang memiliki dukungan baik tapi ketergantungan (56%), rata-rata usia lansia berkisar 63-64 tahun dikarenakan lansia masih bisa melakukan aktivitas namun keperluan sehari-hari mereka masih kurang sehingga memerlukan bantuan keluarga dalam pemenuhan ADLnya. Kemudian pada lansia yang memiliki dukungan kurang tapi mandiri dalam aktivitasnya (31%), rata-rata usia lansia berkisar
65-66 tahun dikarenakan masih kurangnya dukungan keluarga sehingga lansia tidak merasa aman dan nyaman untuk melakukan aktivitasnya tapi mereka masih tetap melakukan aktivitas sehari-hari sebagaimana biasa, namun dengan aktivitas yang terbatas. Untuk lansia yang memiliki dukungan kurang serta ketergantungan dalam aktivitasnya (44%), rata-rata usia lansia berkisar 67-70 tahun, diakibatkan fisik mereka yang tidak mampu lagi melakukan aktiftas seharihari seperti mencuci, membersihkan rumah dan tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga lansia sangat bergantung pada keluarganya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Jalan Kembang Kota Cirebon dengan hasil dari 82 responden, menunjukan lansia yang mendapatkan dukungan keluarga tinggi tingkat kemandiriannya dengan presentase 89%. Dimana terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kemandirian lansia (p<0,05). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Rinajumita (2011) di Wilayah Kerja Puskesmas Lampasi Kecamatan Payakubuh Utara. Dimana terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kemandirian lansia (p<0,05). Secara teori lansia adalah akhir dari penuaan, tahap yang mengalami banyak perubahan fisik maupun mental. Dengan perubahan fisik lansia mengalami penurunan pendengaran dan penglihatan, lansia yang sehat secara mental yaitu lansia yang menyenangi aktivitas sehari-hari. Apabila kebutuhan tersebut bisa terpenuhi, maka timbullah angan-angan untuk berfikir dan berusaha untuk mencapai bagaimana bisa terpenuhi kebutuhan tersebut misalnya makan, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan. Lansia bukanlah untuk mengembalikan perannya sebagai pencari nafkah, melainkan bagaimana mempersiapkan mereka untuk dapat menikmati ruas akhir dari kehidupannya dengan kemandirian yang maksimal. Bila kemandirian menolong diri sendiri tanpa bantuan telah tercapai, maka masih banyak lahan kegiatan untuk para usia lanjut yang
masih dapat digalih dan dimunculkan. Mengenai pola mortalitas menunjukkan bahwa lansia yang tinggal bersama keluarga lebih mungkin untuk bertahan hidup dan mempertahankan kemandirian mereka di bandingkan mereka yang hidup sendiri. (Pickett, 2009). Mengenai hal ini, mengingat pentingnya peranan keluarga, maka keluarga mesti lebih kuat lagi dalam pelaksanaan tugas keluarga terutama terkait dengan lansia. Salah satu tugas keluarga adalah keluarga harus mampu mengenal masalah-masalah yang terjadi pada lansia. Kemampuan mengenal masalah ini membantu keluarga menghadapi masalah perilaku lansia dalam menjalankan aktivitasnya. Keluarga hendaknya terus memberikan dukungan kepada anggota keluarga dan lansia. Dukungan yang diberikan bukan hanya motivasi tapi dukungan lain juga harus diberikan. Selain itu, keluarga juga hendaknya dapat menjadi fasilitator yang menjembatani antara lansia dengan lingkungan dan masyarakat. Seseorang ketika memasuki usia lanjut bukan berarti langsung meninggalkan kemandirian dalam aktivitasnya karena menganggap dirinya sudah tua. Kemandirian lansia dalam melakukan aktivitasnya harus terus dipelihara. Sebab menjadi lansia bukan berarti lemah tidak berdaya dan bergantung pada orang lain.