BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Tiga Pasar di Gorontalo Beberapa Pasar yang ada di Gorontalo yang menjadi lokasi pengambilan sampel diantaranya sebagai berikut : 4.1.1 Pasar S Pasar S merupakan salah satu Pasar tradisional yang ada di Gorontalo dan pusat pembelanjaan yang menyediakan kebutuhan masyarakat sehingga Pasar S menjadi salah satu tempat perekonomian masyarakat Gorontalo dalam melakukan transaksi jual beli. Pasar tersebut terletak di Jln.Budi Utomo, kelurahan Limbu U I, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Dalam pengaturannya, lokasi tempat pengambilan sampel ikan teri (Stolephorus sp) dikelilingi oleh penjual daging ayam dan daging sapi serta ikan segar. Salah satu responden dalam penelitian ini bernama bapak Ronaldi Ali yang telah menjual ikan teri di Pasar S selama 3 tahun. Ikan teri yang dijual dapat bertahan 6-9 bulan. Jenis ikan yang dijual berdasarkan bahasa lokal yaitu ikan teri puti goros, ikan teri putih besar, ikan putih halus (teri medan), ikan putih kuda (ikan teri yg lebih besar dari ikan teri lainnya). Ikan yang dijadikan sampel yaitu ikan teri padang (teri putih goros). Selain itu juga saat wawancara, ditemukan pedagang menjual udang kering (hele), nike kering di Pasar tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa cara pengawetan dan pengolahan ikan teri yang dijual sangat sederhana dengan menggunakan garam sebagai bahan pengawet untuk menghindari kerusakkan, dan hanya dikeringkan dibawah matahari.
34
Cara penyimpanan sesudah penjualan menggunakan karung nilon dan disimpan ditempat yang kering, jauh dari serangan hama seperti seranga, dan tikus. Setiap pengambilan dari pengolah biasanya 200 kg untuk dijual lagi. Ikan teri tersebut berasal dari beberapa daerah seperti Palu, Ampana, Buol, Toli-toli (Sulawesi Tengah), Kalimantan, Kwandang (Gorut), dan Marisa (Pohuwato). Harga ikan teri yang dijual tergantung dari penyediaan stok ikan teri. Jika stok ikan teri berkurang harganya bisa mencapai Rp. 60.000/kg dan apabila stok ikan teri sangat banyak harganya bisa menurun sampai Rp.45.000/kg. Umur ikan teri pada saat pengambilan sampel sudah berkisar 4 bulan. Ikan teri yang sudah tidak laku akan dijual pada pembuat pakan dengan harga Rp. 5.000 - 10.000/kg. Ikan teri yang dijual tidak menggunakan kemasan dengan alasan karena tidak cocok dengan cara penjualannya yang mengunakan wadah besar sehingga konsumen lebih mudah untuk memilih ikan teri. Minat konsumen terhadap ikan teri cukup baik karena harganya terjangkau dan rasanya enak. 4.1.2 Pasar Harian L Pasar harian L adalah salah satu Pasar tradisional yang aktif dan terus berkembang saat ini. Pasar L ini terus berkembang dinamika perdagangannya, dilihat dari minat pedagang dan masyarakat yang melakukan kegiatan jual beli yang semakin meningkat. Sebelumnya Pasar L hanya beroperasi dari pagi hingga siang hari, namun kini terus berkembang dan melakukan jual beli hingga malam hari, sehingga dikalangan masyarakat Kota, Pasar L ini dikenal juga dengan Pasar sore. Oleh sebab itu keberadaan Pasar ini menjadi salah satu pendongkrak perekonomian di Kota Gorontalo. 35
Salah satu responden penjual ikan teri yang bernama Imran Yusuf berusia 44 tahun yang telah melakukan penjualan ikan teri selama 5 tahun. Jenis ikan yang dijual bermacam-macam seperti dalam bahasa lokal yaitu teri super alus, teri super goros, ikan putih goros, teri hitam halus, teri hitam goros. Ikan teri yang dijadikan sampel yaitu ikan teri puti goros (teri padang). Ikan teri yang dijual di Pasar L berasal dari dua daerah yaitu daerah Kwandang (Gorut) dan daerah Ampana, Luwuk (Sulawesi tengah), dengan jumlah pengambilannya masing-masing 50 kg. Umur ikan teri pada saat pengambilan sampel sudah 3 bulan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa cara pengolahan ikan teri yaitu menggunakan garam untuk memperpanjang umur simpan, dan alat penjemuran yang bersifat tradisional terbuat dari jaring halus, dilengkapi dengan balok-balok kayu yaitu dalam bahasa lokal disebut para-para. Kemudian dijemur diterik matahari selama dua hari. Cara penyimpanan selama penjualan menggunakan karung nylon yang kering dan bersih. Hal ini dilakukan untuk mengindari kondisi lembab yang dapat menimbulkan jamur, serta serangan tikus dan serangga, sehingga daya awet ikan teri bisa bertahan 7-8 bulan. Cara penjualan ikan teri yaitu menggunakan satuan perkilo dan perliter. Harga ikan teri bisa mencampai Rp.80.000-100.000/kg dan atau Rp.20.000 - Rp.25.000/liter. Ikan teri yang dijual tidak menggunakan kemasan dengan alasan menghindari timbulnya kondisi lembab dan ditumbuhi jamur. Untuk minat masyarakat terhadap ikan teri dapat dikatakan baik karena 75% banyak yang mengkonsumsi ikan teri, serta ikan teri bisa disimpan cukup lama.
36
4.1.3 Toko Swalayan H Toko swalayan H memiliki banyak cabang di Indonesia. Toko yang terletak di Jln. Sultan Botutihe ini merupakan supermarket atau Pasar swalayan yang menjual berbagai kebutuhan sandang, pangan serta barang kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu dijual juga peralatan elektronik, olahraga, ATK, dan lain-lain. Salah satu responden yang bernama Andika Rahman yang bekerja di toko swalayan H ini bertugas sebagai manejer stok dan penjualan barang menjelaskan bahwa ikan teri yang dijual di toko swalayan H ini berasal dari Jakarta, Palembang dan Pontianak. Jenis ikan teri yang dijual cukup banyak seperti teri tawar, teri padang, teri jengki utuh, teri jengki belah, teri bilis tawar, ebi super, teri pakang, teri kapasan. Ikan teri yang dijadikan sampel yaitu ikan teri padang. Ikan teri yang diambil dari produsen sebanyak 100 kg dan bisa bertahan 6-7 bulan. Umur simpan ikan teri pada saat pengambilan sampel sudah berkisar 4 bulan. Berdasarkan hasil wawancara bahwa cara pengolahannya menggunakan garam, dan ada juga yang tidak menggunakan garam seperti ikan teri tawar. Ikan teri dijemur secara alami dengan bantuan sinar matahari. Cara penyimpanan dan penjualannya di toko swalayan H yaitu menggunakan akrilik (kotak mika), wadah sterofom kecil ukuran 10 x 15 cm, wadah kerajang ikan, dan dilengkapi dengan lampu untuk menggantikan sinar matahari untuk menghindari kondisi yang lembab dan ditumbuhi kapang serta serangan serangga. Pada proses penjualan ikan teri toko swalayan H menggunakan kemasan karena dapat menarik perhatian konsumen, keliatan rapi, bersih dan higinis. Harga penjualan ikan teri bisa mencapai Rp. 121.500/kg, setiap jenis ikan teri berbeda dilihat dari jenis ikan teri itu 37
sendiri. Minat masyarakat terhadap ikan teri cukup diterima karena melihat dari cara penjualan yang bersih dan hygiene. 4.2. Analisis Mutu Mikrobiologi Analisis mutu mikribiologi ikan teri (Stolephorus sp) asin kering meliputi TPC (Total plate count) dan kapang. 4.2.1 TPC (Total Plate Count) Nilai TPC pada ikan teri (Stolephorus sp) asin kering yang dijual dibeberapa Pasar yaitu Pasar S Gorontalo, Pasar harian L, dan toko swalayan H mempunyai nilai-nilai mutu yang berbeda. Ikan teri (Stolephorus sp) di Pasar S mengandung nilai Log TPC mencapai 4.19 cfu/g, di Pasar harian L mencapai nilai Log 3.97 cfu/g, dan di toko swalayan H mencapai nilai Log 2.17 cfu/g. Perbedaan jumlah koloni ini mungkin disebabkan oleh cara pengolahan yang berbeda mulai dari tingkat produsen sampai proses penyimpanan pada pengecer. Untuk menjaga ikan teri (Stolephorus sp) agar tetap mempunyai mutu yang baik dilakukan pengeringan kembali setelah dari produsen, sehingga ikan teri (Stolephorus sp) yang dijual dapat memiliki mutu yang cukup bagus sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan teri (Stolephorus sp) yang dijual. Sesuai pengamatan di lapangan yaitu toko swalayan H menggunakan arklirik (wadah mika) sebagai wadah ikan teri (Stolephorus sp) dan dengan bantuan cahaya lampu kuning untuk membantu menjaga kelembaban, sehingga dapat meningkatkan kualititas dari ikan teri (Stolephorus sp) yang akhirnya dapat menambah nilai jual ikan teri (Stolephorus sp) tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat sanitasi dan higinis yang baik, sedangkan di Pasar S dan Pasar L terdeteksi lebih tinggi nilai 38
TPCnya. Hal ini diduga karena tingginya kadar air 13.5% serta kondisi sanitasi hygiene lingkungan kedua Pasar tersebut yang kurang diperhatikan, dilihat dari kondisi pasar yang tidak tertata dengan baik dan tidak bersih, dengan demikian bakteri dapat mudah tumbuh pada ikan teri yang dijadikan sampel. Namun secara mutu mikrobiologi, sesuai nilai TPC ditiga Pasar tersebut masih dibawah SNI 012708-1992 yang ditetapkan oleh BSN . Berdasarkan hasil penelitian jumlah koloni
Nilai Log TPC (cfu/g)
(bakteri) pada bahan pangan yang dianalisis dapat dilihat pada gambar (2).
6.00%
4.19 cfu/g
3.97 cfu/g
4.00%
2.17 cfu/g
2.00% 0.00% Pasar S Pasar L
Toko Swalayan H Pasar Kota Gorontalo
Gambar 3. Histogram Jumlah koloni TPC ikan teri di Pasar Kota Gorontalo Sesuai data yang diperoleh dari hasil penelitian, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Moeljanto (1992) dalam Damongilala (2009) cara penanganan, pengolahan, dan penyimpanan serta lingkungan yang tidak higinis terhadap bahan mentah maupun produk olahan, dapat menyebabkan kontaminasi mikroba pada bahan mentah/produk olahan tersebut. Berdasarkan persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI 01–2708– 1992) bahwa jumlah bakteri maksimum ikan teri kering adalah 1 x 105 koloni /gram. Hal ini bahwa ikan teri
39
(Stolephorus sp) asin kering yang dijual di Kota Gorontalo masih layak dikonsumsi, karena nilai TPC masih dalam batas ketentuan. Kerusakan kimia terjadi apabila kondisi bahan mentah/produk olahan sesuai dengan kebutuhan hidup mikroba. Bahan mentah/produk olahan termasuk ikan teri kering umumnya dapat bertindak sebagai substrak untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan spesies mikroorganisme patogenik, dan jika berkembang dalam jumlah yang cukup banyak dapat menyebabkan penyakit bagi manusia yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1992) dalam Nuraeni dkk (2000). Hal ini dapat dilihat dari bahan mentah/produk olahan yang mengandung kadar air yang rendah sehingga pertumbuhan mikroba hanya sedikit. 4.2.2 Kapang Tabel 3. Jumlah Kapang pada tiga Pasar di Kota Gorontalo Jumlah Koloni Perpengenceran Ket -2 -3 -4 -5 10 10 10 10 2 1 Negatif 2 1 -
Sampel
Ulangan
Pasar S
A 1 2 B 1 2
Pasar L
A1 2 B1 2
3 1 -
1 -
-
-
Negatif
A1 2 B1 2 Ket : ( A=Ulangan 1) ( B=Ulangan 2)
1 2 -
1 -
-
-
Negatif
swalayan H
40
Sesuai hasil penelitian kapang dibeberapa Pasar di Gorontalo berbeda yaitu Pasar S mencapai nilai Log 2.17 cfu/g, Pasar L mencapai nilai Log 2.09 cfu/g dan toko swalayan H mencapai nilai Log 2.00 cfu/g. Nilai kapang dari 3 (tiga) pasar ini dianggap negatif, karena sesuai SNI kapang bahwa nilai kapang <10 dianggap negatif. Perbedaan nilai kapang ini diduga disebabkan oleh kadar garam dari ikan teri yang sangat rendah. Selain itu juga kondisi lingkungan yang menjadi tempat penjualan dapat menunjang baik buruknya mutu ikan teri asin kering tersebut. Berdasarkan pengamatan dilapangan, tiga lokasi penjualan ikan teri (Stolephorus sp) asin kering pada masing-masing Pasar berbeda seperti di Pasar S diatur berkelompok, tetapi berdekatan dengan penjualan sayur, ikan segar, dan daging, serta saluran limbah pencucian ikan dan daging yang tidak teratur lagi. Pada Pasar L lokasi penjualannya ditempatkan pada tempat yang kering tetapi berdekatan dengan penjual rempah-rempah dengan kondisi lingkungan yang kurang diperhatikan. Sedangkan pada lokasi penjulan di toko swalayan H berdekatan dengan tempat penjualan buah, makanan instan dan ikan segar tetapi dapat ditata dengan baik, rapi, bersih, dingin, dan nyaman serta kondisi lingkungan yang terjaga. Sehingga akan berpengaruh pada sampel masing-masing pasar, tetapi semua sampel pada hasil uji kapang masih dibawah SNI ikan teri 01-2708-1992 asin kering. Sesuai hasil data kuisioner ikan teri (Stolephorus sp) yang dijual di toko swalayan H berasal dari Jakarta, Palembang, dan Pontianak. Sedangkan untuk Pasar S dan Pasar L berasal dari sebagian beberapa kabupaten yang ada di Gorontalo yaitu Kwandang (Gorut), Marisa (Pohuwato) dan sebagaian daerah Sulawesi Tengah yaitu Ampana, Buol, Toli-toli, Palu serta sebagian dari daerah Kalimantan yaitu Tarakan. 41
Ikan teri yang dijual di Kota Gorontalo ini bukan saja berasal dari Gorontalo tetapi ada juga yang berasal dari luar daerah Gorontalo. Kapang
adalah
fungi
multiseluler
yang
mempunyai
filamen,
dan
pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Berdasarkan pengamatan secara visual semua ikan teri yang dijual
di Kota Gorontalo tidak terlihat adanya kapang dipermukaan ikan teri
(Stolephorus sp). 4.3 Analisis Mutu Kimiawi Analisis mutu kimiawi meliputi kadar air, kadar abu tak larut asam, kadar garam dan formalin. 4.3.1 Kadar Air Sesuai hasil penelitian kadar air ikan teri (Stolephorus sp) asin kering di Pasar S adalah 13.5%, Pasar L adalah 11% dan toko swalayan H adalah 10.6% dapat dilihat pada (Gambar 4). Kadar air yang berbeda dipengaruhi adanya proses penanganan, penyimpanan dan kondisi lingkungan tempat penjualan yang berbeda. Sesuai hasil data kuisioner, cara penyimpanan masing-masing pengecer menggunakan wadah penyimpanan dan tempat penjualan yang berbeda, seperti pada toko swalayan H yang menggunakan akrilik (kotak mika), sterofom, keranjang plastik dan lampu sebagai sumber panas yang menggantikan cahaya matahari, sedangkan Pasar S dan Pasar harian L hanya menggunakan karung nilon dan menyimpannya ditempat yang kering tanpa menggunakan lampu. Sesuai hasil uji kadar air ikan teri pada ke tiga Pasar tersebut sangat rendah yaitu 10.6 - 13.5%. Sedjati (2006), menyatakan bahwa kapang bisa hidup pada kisaran kadar air 70-80%. Tetapi kadar 42
air dari ketiga Pasar ini masih dibawah SNI ikan teri 01-2708-1992 yaitu kadar air
Kadar Air (%)
40%. 15.00% 10.00% 5.00% 0.00%
13.5%
Pasar S
11%
Pasar L
10.6%
Toko Swalayan H
Pasar Kota Gorontalo
Gambar 4. Histogram kadar air pada ikan teri diPasar Kota Gorontalo. Kadar air yang rendah pada masing-masing sampel akan memicu pertumbuhan mikroba tersebut. Semakin banyak kadar air akan semakin memungkinkan mikroba tumbuh dan enzim semakin aktif. Sebaliknya, semakin sedikit kadar air suatu bahan akan mengurangi pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim. Jumlah kandungan air akan mempengaruh daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba (Adawyah, 2007). Berdasarkan (Gambar 4),maka dapat dilihat kadar air pada semua sampel masih berada dibawah kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2708-1992 ikan teri asin kering, yaitu maksimal 40%. 4.3.2 Kadar Abu Tak Larut Asam Sesuai hasil penelitian kadar abu tak larut asam pada ikan teri (Stolephorus sp) ditiga Pasar di Kota Gorontalo yaitu Pasar S, Pasar L dan toko swalayan H memiliki sedikit perbedan yaitu pada Pasar S mencapai 0.37%, Pasar L mencapai 0.32% dan toko swalayan H mencapai 0.30% (Gambar 5). Perbedaan nilai ini mungkin dipengaruhi oleh proses pengolahan yang menggunakan garam dan air laut
43
serta proses penjemuran yang menggunakan tempat penjemuran sederhana dan hanya meletakkan di atas tanah, sehingga berpengaruh pada nilai abu tak larut asam pada ikan teri (Stolephorus sp) asin kering yang dijadikan sampel. Tujuan dari pengujian kadar abu ikan teri asin kering (Stolephorus sp) yang dijual di Pasar S, Pasar L dan di toko swalayan H yaitu untuk mengetahui jumlah total zat-zat mineral yang berada pada ikan teri (Stolephorus sp) asin kering. Sedangkan abu tak larut asam yaitu untuk mengetahui berat total abu tak larut asam yang tertinggal dalam kertas saring bebas asam. Tujuan Pengujian kadar abu tak larut asam dimaksudkan untuk mengetahui jumlah Silikat (Ci) yang berasal dari tanah atau pasir (debu), sedangkan abu larut asam yaitu untuk melarutkan Kalium (K), Calsium (Ca), Natrium (Na), Clorida (Cl), alkali (AK), yang berasal dari kandungan garam yang digunakan pada ikan teri (Stolephorus sp) asin kering (Astawan, 2006). Kadar abu tak larut asam sesuai hasil penelitian masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2708-1992 yaitu 0.30% yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSN). Kadar abu tak larut asam dapat dilihat pada (Gambar 5) dibawah ini.
Kadar Abu tak larut asam (%)
0.37%
0.35%
0.40%
0.30%
0.20% 0.00% Pasar S
Pasar L
Pasar Kota Gorontalo
Toko swalayan H
Gambar 5. Histogram kadar abu tak larut asam ikan teri dipasar Kota Gorontalo
44
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Kadar abu tak larut asam yang dimaksud yaitu tanah (Silikat) atau debu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak terbakar, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Suwamba, 2008).
Kadar Garam (%)
4.6 Kadar Garam
6%
5.91% 5.19%
5.53%
5% 4% Pasar S
Pasar L
Toko swalayan H Pasar Gorontalo
Gambar 6. Histogram Kadar garam ikan teri di Pasar Kota Gorontalo Berdasarkan Gambar (6), kadar garam ikan teri Pasar S mencapai 5.19 %, Pasar L 5.53%, dan toko swalayan H 5.91%. Pebedaan kadar garam pada Pasar S dan pasar L ini mungkin dipengaruhi oleh cara pengolahan yang menggunakan larutan kadar garam yang berbeda. Sesuai pengamatan dan hasil kuisioner pada proses pengolahan ikan teri (Stolephorus sp) ada yang menggunakan larutan garam dan air laut. Menurut Desroirer (2008) penggaraman yaitu suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam kristal atau larutan air laut murni. Hal ini yang menyebabkan perbedaan kadar garam pada ikan teri yang dijual. Penggunaan garam pada ikan teri kering dapat memberikan 45
daya awet yang baik, karena semakin tinggi kadar garam yang digunakan maka kebutuhan hidup mikroba sangat kecil. Dari gambar (6) ikan teri (Stolephorus sp) asin kering yang dijual di tiga pasar tersebut layak dikonsumsi dengan batas kadar garam 15% sesuai SNI 01-2708-1992 yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) tahun 1992. Mulyanto (1982) dalam Tutianvia (2006) mengatakan bahwa kadar garam yang digunakan pada ikan yang berukuran kecil sperti ikan teri (Stolephorus sp), pepetek, dan sebagainya menggunakan sebanyak 5-10% garam. Ikan yang berukuran sedang seperti ikan tembang, layang, kembung, mujair dan sebagainya berkisara 1525% garam. Hasan dan Leksono (1998) dalam Anggrahini (2008) mengemukakan bahwa lama perendeman garam yang baik adalah 12 jam sehingga daya larutnya merata. Kebanyakkan bakteri halofilik sedang tumbuh pada kadar garam 5-20% menyebabkan kebusukan makanan bergaram yaitu bakteri gram positif dari spesies bacillaceae dan micrococcacaea, khamir dan kapang. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) dalam Heruwati (2002) penggaraman merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan diberbagai negara, termasuk Indonesia. Proses ini menggunakan garam sebagai bahan pengawet, baik yang berbentuk garam kristal maupun larutan. Buckle et al (1985) dalam Suwamba (2008) berpendapat bahwa garam merupakan bahan kimia yang umum digunakan sebagai pengawet dan penambah cita rasa. Dalam fungsinya sebagai pengawet, garam bertindak sebagai humektan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan menyerap air bahan (higroskopis), sehingga dapat menurunkan kadar air dan Aw bahan makanan. 46
Untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus digunakan garam murni, yaitu garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit mengandung elemen-elemen yang dapat menimbulkan kerusakan (Magnesium dan Calsium), seperti yang sering dijumpai pada garam rakyat. Garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan. Sebagai bahan pengawet dalam proses penggaraman, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan (Afrianto dan Liviawaty 1989) dalam Heruwati (2002). 4.7 Formalin Sesuai hasil penelitian pada sampel yang dibeli pada beberapa pasar dikota gorontalo yaitu Pasar S, Pasar L dan toko swalayan H tidak terdeteksi adanya penggunaan bahan tambahan berbahaya seperti formalin. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Uji formalin pada ikan teri ditiga Pasar Kota Gorontalo No
Kode Sampel
Hasil Analisa
Keterangan
1
Pasar S
TTD
Aman untuk dikonsumsi
2
Pasar L
TTD
Aman untuk dikonsumsi
3
Toko swalayan H
TTD
Aman untuk dikonsumsi
Keterangan : TTD (Tidak Terdeteksi) Tabel (4) menjelaskan bahwa ikan teri (Stolephorus sp) yang dijual di pasar Kota Gorontalo bebas dari penggunaan bahan berbahaya seperti formalin yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat Gorontalo. Pada proses pengolahan ikan teri (Stolephorus sp) asin kering umumnya menggunakan garam sebagai bahan pengawet
47
untuk memperpanjang daya simpan, menyerap air dan memberikan rasa khas ikan teri (Stolephorus sp) asin kering. Formalin tidak terdeteksi pada semua sampel, diduga disebabkan karena penggunaan garam dianggap cukup baik untuk mempertahankan ikan teri tersebut, dan kemungkinan telah menggunakan garam yang bermutu baik sehingga dapat mempertahankan mutu ikan teri asin kering yang telah disimpan selam 2-4 bulan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahman (2013), sampel ikan teri di Pasar Gorontalo tidak ditemukan adanya formalin pada ikan asin termasuk ikan teri. Bahan pengawet formalin adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai oleh bakteri atau jamur sebagai media pertumbuhan, misalnya pada ikan asin,ikan segar, daging, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Irna,2001). Keamanan pangan adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama produksi, prosesing, penyimpanan, distribusi dan penyiapan makanan untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dan baik untuk konsumsi manusia (Damayanthi, 2004) dalam Permadi (2008).
48
49