BAB IV PEMBAHASAN
IV.1
Dasar Hukum Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, Indonesia sebagai negara
yang
sedang
berkembang,
dalam
menjalankan
pemerintahan
dan
pembangunan nasional, tidak bisa hanya menggantungkan dana dari luar negeri saja, melainkan harus menggali sumber pendapatan yang berasal dari dalam negeri. Salah satu upayanya adalah dengan mengoptimalkan dan mengefektifkan penerimaan pajak. Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar adalah dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan dan kemakmuran seluruh rakyat. Namun tak bisa dipungkiri sampai saat ini pajak masih dianggap sebagai beban sehingga selalu dicari upaya untuk menghindarinya. Berbagai upaya penagihan telah dilakukan seperti yang telah dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu yaitu dengan penagihan pajak persuasif terlebih dahulu. Penagihan pajak persuasif antara lain dilakukan melalui himbauan, telepon, diskusi dan dialog agar wajib pajak atau penanggung pajak membayar dan menyetor sendiri pajaknya dengan tepat waktu serta dengan mengirimkan surat via pos. Apabila telah dilakukan penagihan persuasif wajib pajak tetap tidak mau membayar dan melunasi tunggakan pajaknya maka wajib pajak tersebut dikelompokkan sebagai wajib pajak non-kooperatif. Dalam hal tersebut maka
Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan tindakan aktif berdasarkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan dengan melihat harta kekayaan penanggung pajak. Prioritas penyitaan adalah harta bergerak. Apabila nilai harta bergerak tidak mencukupi hutang pajak, penyitaan beralih ke harta tidak bergerak. Harta bergerak dapat meliputi kendaraaan bermotor, uang tunai, rekening koran, giro, tabungan, deposito, piutang, penyertaan saham, surat berharga, dan lain-lain. Untuk tindakan penagihan pajak terhadap harta bergerak berupa
harta
kekayaan yang tersimpan pada bank, maka dilakukan pemblokiran terlebih dahulu baru kemudian dilanjutkan dengan proses penyitaan yang mana saldo yang ada pada rekening bank tersebut akan dipindahbukukan ke kas negara. Hal tersebut dilakukan apabila setelah tindakan pemblokiran masih tidak ada itikad baik dari wajib pajak atau penanggung pajak untuk segera melunasi utang pajaknya. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu dalam menjalankan tindakan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank menganut beberapa peraturan perpajakan dan undang-undang hukum perpajakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan-peraturan perpajakan yang berkaitan langsung dengan tindakan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank, antara lain: 1. Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
3. Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
563/KMK.04/2000
tentang
Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak. 4. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER – 109/PJ./2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan PadaBank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 5. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.
IV.2
Pelaksanaan Pemblokiran Rekening Bank Penanggung Pajak KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu telah melaksanakan tindakan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank 1 (satu) kali di tahun 2011 yaitu PT IP. Selain itu masih ada satu perusahaan lagi yang akan dilakukan pemblokiran yaitu PT MI dengan NPWP 02.xxx.xxx.0-035.000 yang total SKPnya sebesar Rp 407.197.521,- namun pemblokiran belum dilakukan dikarenakan pada saat terbit surat teguran tanggal 10 Juli 2011 Penanggung Pajak meminta angsuran. Kronologisnya adalah sebagai berikut:
Tanggal Ketetapan
Nilai
Nomor Surat Teguran (ST)
Tanggal ST
24-Feb-10
28.423.810,00
ST-00170/WPJ.05/KP.0704/2010
14-Mei-10
24-Feb-10
184.840.501,00
ST-00170/WPJ.05/KP.0704/2010
14-Mei-10
26-Apr-11
14.428.830,00
ST-00119/WPJ.05/KP.0704/2011
10-Jul-11
26-Apr-11
16.038.333,00
ST-00120/WPJ.05/KP.0704/2011
10-Jul-11
26-Apr-11
56.958.512,00
ST-00121/WPJ.05/KP.0704/2011
10-Jul-11
26-Apr-11
106.507.535,00
ST-00122/WPJ.05/KP.0704/2011
10-Jul-11
Pemblokiran yang telah dilakukan adalah terhadap Wajib Pajak badan yaitu PT IP dengan NPWP 01.xxx.xxx.8-035.000 yang beralamat di Kebon Jeruk. PT IP adalah perusahaan manufaktur nasional yang membuat berbagai benda berbahan stainles steel yang digunakan untuk keperluan interior atau eskterior bangunan. Produk utama perusahaan ini adalah mesin mesin dalam kategori berat. Beberapa contoh diantaranya yaitu mesin pengaduk, tangki penyimpanan, mesin uap panas, kondensor, tangki reaktor, tangki LPG, dan lain lain. Dikutip Rusdiana (2011) sesuai UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, adanya ketentuan tanggung renteng untuk melunasi hutang pajak menjadikan harta pribadi dari penangung pajak atau pengurus perusahaan menjadi bagian dari objek sita, sehingga apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak nyata-nyata tidak dapat melunasi hutang pajaknya, maka harta pribadi dari penanggung pajak atau pengurus dapat disita untuk melunasi utang pajak dari Wajib Pajak. Penanggung pajak PT IP terdiri dari 4 orang. 1 orang sebagai komisaris dan 3 sisanya adalah direktur. Keempat orang tersebut dikatakan penanggung pajak karena keempat orang tersebut berperan penting dalam perusahaan. Dalam tindakan penyitaan jenis harta yang menjadi objek sita adalah harta bergerak dan harta tidak bergerak. Prioritas penyitaan adalah harta bergerak, namun bila nilai harta bergerak tidak mencukupi sesuai dengan jumlah piutang pajak, penyitaan beralih ke harta tidak bergerak. Harta bergerak dapat meliputi kendaraaan bermotor, uang tunai, rekening koran, giro, tabungan, deposito, komputer, penyertaan saham, surat berharga, dan lain-lain. Harta tidak bergerak yaitu tanah dan bangunan. Tindakan penagihan aktif yang dilakukan kepada PT IP berakhir dengan pemblokiran dan penyitaan rekening bank. Tindakan tersebut diawali dengan terbitnya Surat Teguran pada tanggal 12 Januari 2011. Ini merupakan bentuk
penagihan pertama dikarenakan PT IP telah melewati jangka waktu pembayaran dari Surat Ketetapan Pajak yaitu tanggal 23 Desember 2010. Namun setelah diterbitkan surat teguran tidak ada tanggapan dari wajib pajak atau penanggung pajak, maka kemudian dilanjutkan dengan tindakan penagihan kedua yaitu dengan penyampaian Surat Paksa pada tanggal 9 Februari 2011, sampai akhirnya dikirimkan Surat Permintaan Pemblokiran ke pihak bank tanggal 29 Juli 2011. Surat Permintaan Pemblokiran itu ditujukan kepada keempat Penanggung Pajak PT IP. Sedangkan pelaksanaan tindakan pemblokiran adalah pada tanggal 1 Agustus 2011 dari BCA dan 18 Agustus 2011 dari Bank Standard Chartered dan BII. Berikut ini adalah kronologis pelaksanaan penagihan pajak dengan pemblokiran rekening Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu (kasus PT IP) yang terjadi pada tahun 2011: Tabel 4.1 Kronologis pelaksanaan penagihan pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu pada kasus PT IP
No.
1 2
Urutan Kegiatan
Terbit Surat Ketetapan Pajak Jatuh tempo pembayaran
Tanggal Pelaksanaan
Selang waktu dari prosedur sebelumnya
23 November 2010
-
23 Desember 2010
1 bulan
Surat Ketetapan Pajak 3
Surat Teguran
12 Januari 2011
20 hari
4
Surat Paksa
09 Februari 2011
28 hari
29 Juli 2011
169 hari
01 Agustus 2011
3 hari
5
Surat Pemblokiran dikirim ke bank
6
Pemblokiran dari Bank BCA
7
Pemblokiran dari Bank
18 Agustus 2011
17 hari
22 Agustus 2011
4 hari
05 September 2011
14 hari
Standar Chartered dan Bank BII 8
Surat Perintah Melakukan Penyitaan
9
Pemindahbukuan ke kas negara
(Sumber: Seksi Penagihan Pajak)
Berikut ini adalah pembahasan sesuai dengan urutan prosedur dalam Tabel 4.1 dimulai dengan prosedur sebelum pemblokiran, lalu dilanjutkan dengan prosedur pemblokiran, kemudian penyitaan dan pemindahbukuan ke kas negara.
IV.2.1 Prosedur Sebelum Pemblokiran KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu di tahun 2011 telah memblokir salah satu perusahaan di daerah Kebon Jeruk yaitu PT IP. Harta kekayaan penanggung pajak perusahaan tersebut yang tersimpan pada bank harus diblokir dikarenakan tunggakan pajaknya belum dilunasi. Hutang pajaknya adalah sebesar Rp 2.972.501.353 yang penjabarannya adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Hutang Pajak PT IP Keterangan PPN
Jumlah (RP) 2.883.991.193
PPh 21
1.515.711
PPh 23
41.580.993
PPh 25/29
45.413.456
Total
2.972.501.353
Tindakan penagihan pajak sebelum dilakukannya pemblokiran adalah dengan penerbitan surat teguran, surat paksa, kemudian surat permintaan pemblokiran yang dikirimkan ke pihak bank dan selanjutnya akan dilakukan dengan tindakan pemblokiran. IV.2.1.1
Surat Teguran Surat Teguran untuk PT IP diterbitkan pada tanggal 12 Januari
2011. Surat teguran tersebut terbit 20 hari setelah jatuh tempo pembayaran SKP. Dalam hal ini KPP melebihi peraturan yang ada dalam UU no 19 tahun 2000 dimana seharusnya adalah 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran dari Surat Ketetapan Pajak. Seharusnya Surat Teguran tersebut terbit di tanggal 30 Desember 2010. Surat teguran PT IP dikirimkan melalui pos. Saat surat tersebut dikirimkan melalui pos belum bisa dikatakan penagihan aktif, karena bentuknya baru peringatan bahwa jika peringatan tersebut tidak ditindak lanjuti atau ditanggapi maka akan dilanjutkan dengan penagihan dengan surat paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap sesuai UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
IV.2.1.2
Surat Paksa Surat Paksa dikirimkan pada tanggal 9 Februari 2011. Surat
tersebut dikirimkan karena Surat Teguran yang sebelumnya telah disampaikan masih juga tidak ditanggapi dengan baik oleh keempat
Penanggung Pajak PT IP sampai jangka waktu yang ditetapkan. Dalam penyampaian surat paksa ini KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu seharusnya menyampaikan surat pada tanggal 20 Januari 2011 setelah surat teguran 30 Desember 2010. Namun pada kenyataannya pihak KPP telat menerbitkan, tanggal 12 Januari 2011 baru diterbitkan surat teguran, kemudian tanggal 9 Februari 2011 surat paksanya. Disini KPP telat 20 hari dari selang waktu yang tertera pada peraturan UU No. 19 Tahun 2000. Sedangkan untuk biaya penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Saat
dikirimkannya
Surat
Paksa,
Jurusita
Pajak
yang
melaksanakan tugas tersebut melaporkan bahwa keempat orang Penanggung Pajak PT IP merasa keberatan. Mereka merasa keberatan atas surat ketetapan yang sebelumnya dikirim. Namun demikian Jurusita Pajak menjelaskan bahwa permohonan keberatan tidak akan menunda pembayaran pajak. Hal ini dikarenakan sebelum ada keputusan keberatan maka surat ketetapan pajak dianggap benar. Sehingga walaupun sedang mengajukan keberatan si penangung pajak tetap harus membayar tunggakan pajaknya sesuai jadwal waktu pembayaran yang ditetapkan. Namun penanggung pajak tetap pada pendiriannya dengan keberatan yang diajukan tersebut mereka tidak melunasi tunggakan pajaknya.
IV.2.1.3
Surat Permintaan Pemblokiran Masih tidak adanya tanggapan yang baik dan tidak segera
dilunasinya hutang pajak maka pada akhirnya Jurusita Pajak menerbitkan Surat Permintaan Pemblokiran yang dikirimkan ke 78 bank yang ada di Indonesia. Daftar 78 bank tersebut ada pada lampiran 4.1. Surat tersebut dikirimkan ke semua bank karena pihak KPP tidak memiliki data rekening milik Penanggung Pajak.
Selain itu juga
apabila ada indikasi Penanggung Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) rekening
agar
bisa
terblokir
keseluruhan.
Surat
Permintaan
Pemblokiran tidak hanya dikirimkan melalui pos saja, tetapi dapat juga dengan cara Jurusita datang langsung ke bank dan menemui pimpinan bank tersebut. Pada kasus PT IP ini keempat Penanggung Pajaknya diblokir tanpa terkecuali. Surat Permintaan Pemblokiran ini dikirimkan pada tanggal 29 Juli 2011 tetapi balasan dari pihak bank beraneka ragam. Ada yang memberi balasan dengan cepat sehingga keesokan harinya dapat segera dilakukan pemblokiran. Tetapi ada juga yang seminggu kemudian, sebulan kemudian dan lain sebagainya. Beda lamanya pengiriman surat balasan diakibatkan karena beberapa faktor, ada yang karena pengurusan suratnya memakan waktu yang cukup lama karena dilakukan bertahap ke bagian-bagian tertentu dalam bank. Ada juga yang karena nasabah tersebut merupakan nasabah prioritas sehingga pihak bank terkesan sengaja menunda dalam proses pemblokiran tersebut.
IV.2.2 Pemblokiran Rekening Bank
Pada kasus PT IP ternyata diketahui bahwa keempat Penanggung Pajak memliki saldo rekening di BCA, Bank Standard Chartered dan Bank BII. Surat dari BCA mengenai laporan bahwa rekening tersebut telah dilakukan pemblokiran adalah seminggu setelah surat permintaan pemblokiran itu dikirimkan. Surat dikirimkan tanggal 29 Juli 2011 disertai dengan Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Surat balasannya adalah tanggal 1 Agustus 2011. Sedangkan untuk kedua bank sisanya yaitu Bank Standard Chartered dan Bank BII adalah tanggal 18 Agustus 2011. Disurat balasan tersebut tertera bahwa Penanggung Pajak dengan nama keempat Bapak yaitu A, B, C, D dengan NPWP xx.xxx.xxx.x-035.xxx telah dilakukan tindakan pemblokiran sebagai jaminan pelunasan hutang pajak sebagaimana
yang
dimaksud
pada
Surat
Permintaan
Pemblokiran
sebelumnya yang dikirimkan oleh KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu.
Setelah semua balasan surat dari pihak bank diterima mengenai telah diblokirnya keempat Penanggung Pajak tersebut barulah tindakan permintaan informasi mengenai jumlah saldo diberikan ke Penanggung Pajak. Disinilah berbagai tindakan perlawanan terjadi. Salah satu Penanggung Pajak yaitu Bapak A menolak untuk dilakukan pemblokiran. Dia dengan kukuh mengatakan bahwa dia bukan sebagai salah satu pihak yang harus memikul tanggung renteng untuk melunasi hutang pajak. Tetapi data yang dimiliki oleh KPP dan data-data yang telah dicari oleh jurusita pajak diketemukan bahwa memang benar bahwa dia juga berperan sebagai Penanggung Pajak di dalam perusahaan tersebut. Kemudian Penanggung Pajak yang lain juga
menolak untuk memberitahukan jumlah saldonya. Mereka datang ke KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu menemui Kepala Seksi Penagihan Pajak. Mereka meminta untuk dibukakan pemblokiran tersebut dikarenakan saldo dalam rekening tersebut akan digunakan untuk pembayaran THR ke karyawannya, karena saat itu memang sedang mendekati lebaran. Namun pihak
KPP
tetap
menolak
dikarenakan
memang
ketentuan
yang
mengharuskan mereka untuk melakukan tindakan tersebut.
Karena Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya yaitu ke BCA, Bank Standard Chartered, dan Bank BII kepada Jurusita Pajak, Jurusita Pajak akan meminta Gubernur Bank Indonesia
melalui
Menteri
Keuangan
untuk
memerintahkan
bank
memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dimaksud kepada Pejabat. Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank diketahui, barulah Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan.
IV.2.3 Penyitaan atas Rekening Bank
Tahapan selanjutnya setelah tindakan pemblokiran adalah penyitaan rekening bank. Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak saksi-saksi dan pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk. Kemudian Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan. Surat Sita Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam
setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
IV.2.4 Pemindahbukuan ke Kas Negara
PT IP memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 2.972.501.353,00 Dari pemblokiran dan penyitaan yang dilakukan, akhirnya penanggung pajak membayar sebesar Rp 250.000.000,00 yang pada akhirnya dipindahbukukan ke kas negara sebagai pengurangan tunggakan pajak. Pemindahbukuan ke kas negara dilakukan 14 (empat belas) hari setelah penyitaan rekening. Kemudian karena masih ada tunggakan pajak yang tersisa maka Jurusita Pajak belum bisa melakukan pencabutan pemblokiran. Seperti yang terurai pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 pasal 5 ayat 3 huruf f yaitu “Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak”.
IV.2.5 Pengajuan Angsuran
Dari total tunggakan sebesar Rp 2.972.501.353 Penanggung Pajak PT IP baru membayar sebesar Rp 250.000.000, maka tunggakan yang masih tersisa adalah sebesar Rp 2.722.501.353. Untuk pelunasannya maka penanggung pajak PT IP mengajukan pembayaran dengan angsuran.
Ketentuan tentang pengangsuran pembayaran pajak sebenarnya sama dengan ketentuan penundaan pembayaran. Pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak selalu disebut bersamaan dalam peraturan yang sama yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tatacara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak. Pengangsuran pembayaran pajak yaitu memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak atau penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan force majeur sehingga sulit melakukan pembayaran pajak. Disini
terdapat
kesalahan
dalam
permohonan
pengangsuran.
Seharusnya permohonan tersebut dilakukan setelah terbitnya SKP dan sebelum jatuh tempo SKP habis. Dalam kasus ini justru sebaliknya. Sampai jatuh tempo pembayaran wajib pajak tidak membuat surat permohonan pengangsuran ataupun penundaan sehingga penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan. Namun demi kelancaran dalam hal pelunasan tunggakan pajak, maka KPP memenuhi permohonan tersebut, tetapi penanggung pajak harus menyertakan surat permohonan angsuran disertai jaminan. Jaminan sebagaimana dimaksud dapat berupa surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito. Kemudian untuk angsuran atas utang pajak dilakukan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. Untuk besaran angsuran per bulan tidak ada keharusan jumlahnya yang penting dalam 12 kali pembayaran tunggakan tersebut selesai dilunasi.
IV.2.6 Pencabutan Pemblokiran
Dalam hal pencabutan pemblokiran sampai saat ini belum dilakukan oleh KPP dikarenakan proses pelunasan belum selesai dan juga PT IP masih dalam tahap angsuran pembayaran. Jika setelah 12 kali angsuran tunggakan lunas barulah pemblokiran dicabut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 pasal 5 ayat 3 huruf f.
IV.3
Hambatan yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak, Pemblokiran dan Penyitaan di KPP Pratama Kebon Jeruk Satu Hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penagihan pajak, pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan yang tersimpan di bank berdasarkan hasil wawancara yang penulis peroleh dari Kepala Seksi Penagihan, Jurusita Pajak, serta Pelaksana Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu adalah sebagai berikut: IV.3.1
Hambatan yang berasal dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak Hambatan yang berasal dari Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak yang sering kali ditemui seksi penagihan pada umumnya dan Jurusita Pajak pada khususnya adalah : 1. Alamat Wajib Pajak dan atau Penangung Pajak yang tidak jelas, tidak lengkap, atau sudah tidak berada di alamat terdaftar. Salah satu unsur masalah yang dapat membuat proses pencairan tunggakan pajak berhasil adalah adanya kejelasan alamat tempat tinggal dan tempat usaha Wajib Pajak. Tanpa alamat yang jelas
sudah
pasti
menyulitkan
petugas pajak
untuk
melakukan
pengecekan ulang atas pelaksanaan kewajiban perpajakannya, penyampaian Surat Paksa menjadi terhambat, dan menambah biaya (cost) dalam menemukan Wajib Pajak. 2. Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak banyak yang kurang memahami baik hak maupun kewajibannya yaitu dalam hal pembayaran pajak dan ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini. 3. Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak banyak yang kurang memahami berbagai macam alat paksa, sehingga saat Surat Teguran dan Surat Paksa dikirimkan mereka tidak merespon. Respon baru terjadi setelah pemblokiran dan penyitaan terjadi. 4. Wajib Pajak kadangkala salah dalam mengartikan masalah pengajuan keberatan karena kurangnya pengetahuan tentang peraturan perpajakan. Pada umumnya Wajib Pajak beranggapan bahwa pengajuan keberatan yang sedang dilakukannya dapat menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Hal ini tentunya akan menyebabkan terhambatnya pencairan tunggakan pajak. Padahal dalam ketentuan UU No. 19 tahun 2000 pasal 41 ayat 2 telah disebutkan dengan jelas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Hal ini menandakan bahwa pentingnya dilakukan tindakan persuasif dan sosialisasi terhadap peraturan perpajakan agar masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya sehingga tidak menghambat pelaksanaan tindakan penagihan pajak.
5. Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan sudah meninggalkan Indonesia untuk jangka waktu yang tidak dapat dipastikan.
IV.3.2
Hambatan yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan Hambatan yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan yang sering kali ditemui seksi penagihan pada umumnya dan Jurusita Pajak pada khususnya adalah : 1. Kurang tersosialisasinya peraturan perundang-undangan perpajakan terutama tentang penagihan pajak dimasyarakat, baik Wajib Pajak maupun pihak lainnya. Peraturan tersebut seperti kapan wajib pajak atau
penanggung
pengangsuran,
pajak
kemudian
dapat
mengajukan
mengenai
kapan
penundaan
batas
jatuh
atau tempo
pembayaran paling lambat. 2. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 pasal 5 ayat 3 huruf f yaitu “Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak”, dan huruf g “Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila hutang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi
oleh
Penanggung
Pajak
sekalipun
telah
dilakukan
pemblokiran” tetapi pada kenyataan di lapangan, Penanggung Pajak merasa berat jika keseluruhan asetnya di bank diblokir. Karena setelah pemblokiran itu terjadi perusahaan menjadi sulit bergerak dan
beroperasi. Apalagi jika keseluruhan aset tersebut disita dan dipindahbukukan ke kas negara.
IV.3.3
Hambatan yang berasal dari Fiskus Hambatan yang berasal dari fiskus dalam proses penagihan pajak yang sering kali ditemui adalah : 1.
Kurangnya sumber daya manusia terutama Jurusita Pajak. Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-50/PJ/2010 tentang Kebijakan Penagihan Pajak tahun 2010 disebutkan bahwa untuk setiap KPP Pratama jumlah minimal Jurusita Pajak adalah 2 orang dengan mempertimbangkan luasnya wilayah kerja, jumlah wajib pajak yang terdaftar dan jumlah piutang. Namun di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu hanya terdapat 1 orang Jurusita Pajak sehingga beban yang dipikul dirasa sangat berat karena besarnya jumlah tagihan pajak yang harus dicairkan dan jumlah wajib pajak tidak sebanding dengan banyaknya jurusita yang ada.
2.
Bagian administrasi jarang meng-update data Wajib Pajak pada setiap kesempatan, misalnya saat pemeriksaan ada perubahan alamat, atau pada saat SPT Tahunan si Wajib Pajak telah melampirkan perubahan data, namun filenya tidak juga diubah.
3.
Sering terjadinya pergantian pejabat KPP. Ini terjadi karena pejabat yang lama pindah tempat kerja dan ada juga yang berhenti. Pergantian ini yang membuat kinerja kerja menjadi tersendat.
4.
Selama ini pihak KPP telah mempergunakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) sebagai data base perpajakan untuk memantau
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang berada di wilayah kerjanya, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih sering terjadi kegagalan sistem yang dapat mempengaruhi keakuratan data utang pajak. Kegagalan Sistem tersebut antara lain : a)
Data perekaman jumlah Surat Teguran menurut SIP berbeda dengan arsip data yang ada di petugas pelaksana yang mengurusi tata usaha piutang pajak.
b)
Penerbitan Surat Teguran yang berulang atas Surat Ketetapan yang sama ada juga yang Surat Tegurannya belum disampaikan
sehingga
pada
tahun
berikutnya
baru
disampaikan. 5. Kurangnya koordinasi antara seksi Penagihan dengan seksi lain, misalnya pemeriksa pajak. Saat pemeriksaan pemeriksa pajak tidak mengisi Daftar Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak, sehingga mengakibatkan jurusita pajak tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai harta kekayaan Wajib Pajak dan mengalami kesulitan ketika menetapkan prioritas harta kekayaan yang dapat diteruskan ke tahap berikutnya yaitu sita.
IV.3.4
Hambatan yang berasal dari Pihak Ketiga Hambatan yang berasal dari pihak ketiga dalam proses penagihan pajak yang sering kali ditemui Jurusita Pajak adalah : 1.
Kurangnya
pengetahuan
pihak
ketiga
mengenai
ketentuan
perpajakan khususnya ketentuan mengenai kewajiban pihak ketiga
dalam membantu bilamana Dirjen Pajak meminta bantuannya, sehingga dalam pelaksanaanya di lapangan Jurusita Pajak seringkali mengalami kesulitan. 2.
Tumpang perpajakan
tindihnya dan
ketentuan
pihak
Perundang-Undangan
ketiga.
Penagihan
perundang-undangan Misalnya
Bank.
Pajak
mengatur
antara
Ketentuan masalah
kewajiban bank untuk memberikan keterangan mengenai rekening Wajib Pajak Penunggak Pajak yang akan disita bila ada kuasa dari Wajib Pajak ataupun perintah dari Bank Indonesia, tetapi kenyataannya Bank berdalih ada larangan dari Bank Indonesia untuk membuka keterangan rekening tersebut. Padahal ada peraturan yang mengecualikan jika pembukaan keterangan rekening untuk kepentingan perpajakan. 3.
Surat balasan mengenai sudah diblokirnya rekening Penanggung Pajak sesuai permintaan dari KPP terkadang lama dibalas. Ada beberapa bank yang mempunyai nasabah prioritas sehingga butuh waktu lama sampai dilakukannya tindakan pemblokiran tersebut. Adajuga yang disebabkan karena penyampaian surat melewati beberapa bagian dulu sehingga memakan waktu untuk sampai kepada pimpinan bank.