BAB IV PEMBAHASAN
Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT Masa PPN Tahun 2007, yang langsung dilakukan dengan menelusuri Laporan Keuangan, Buku Besar pada bagian-bagian tertentu seperti bagian penjualan, pembelian, dan bagian piutang. Penulis juga menelusuri dokumen-dokumen yang dapat membantu evaluasi. Selain itu, ada beberapa tahap yang telah dilakukan yaitu dengan mendapatkan seluruh Faktur Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Masukan yang asli, kemudian diteliti apakah ada permasalahan terhadap Faktur Pajak tersebut, mencocokan bukti retur, potongan harga dan diskon dengan jumlah uang yang diterima dalam rekening koran Bank, memastikan apakah Faktur Pajak Standar tersebut penulisannya sudah benar atau belum, sudah lengkap atau tidak, seperti penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, tanggal transaksi, jenis transaksi, nama Pengusaha Kena Pajak, nama Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak, karena Faktur Pajak Standar yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku dianggap sebagai Faktur Pajak cacat. Penulis juga memastikan penyerahan ke Pemungut PPN, dan pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Adapun evaluasi ini mempunyai tujuan untuk memastikan bahwa seluruh penjualan BKP ke daerah Pabean telah dilakukan pemungutan PPN secara benar dan dilaporkan dalam SPT 1107-A IV, untuk memastikan penjualan yang terkait dengan 71
pemungutan PPN telah dilaporkan saat pembayaran oleh pemungut PPN dalam SPT 1107-A V, untuk memastikan penjualan ekspor sesuai dengan tujuannya dan telah dilaporkan dalam SPT 1107, untuk memastikan penjualan ke kawasan berikat telah sesuai dengan tujuannya dan telah dilaporkan kedalam SPT 1107-A VII demikian juga dengan penyerahan BKP atau JKP yang PPN-nya dibebaskan menurut ketentuan UU Perpajakan, untuk memastikan Pajak Masukan yang dapat dijadikan sebagai Kredit Pajak, untuk memastikan penghitungan kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan pada tahun pajak sebelumnya. PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II yang beralamat di jalan Gatot Subroto Kav 52, Jakarta dan memiliki karyawan kurang lebih 5,000 orang karyawan.
Dimana
bidang
usahanya
berupa
Jasa
Telekomunikasi.
PT
TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. Pada tahun pajak 2007 PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II memilki Pajak Keluaran sebesar Rp.1.229.401.816.278,-
dan Pajak
Masukan sebesar Rp.337.841.445.089,- sehingga PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II memiliki kurang setor sebesar Rp. 891.560.370.832,- Pada Masa Pajak Desember 2007 PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II memiliki Pajak Keluaran sebesar RP.68.768.753.265,- dan Pajak Masukan sebesar Rp.8.736.500.212,-. Berikut ini adalah penjelasan tentang penyerahan dan perolehan yang didapat PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II pada tahun 2007 :
72
Tabel IV. 1 Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2007 Pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. DIVRE II
Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri
PPN
Bulan Januari
DPP 1.237.174.187.142
PPN 123.717.418.714
Masukan 40.011.583.443
Kurang Bayar/ (Lebih Bayar) 83.705.835.271
Pebruari
1.242.285.745.819
124.228.574.465
16.745.093.415
107.483.481.050
Maret
1.057.044.636.825
105.704.463.682
46.857.042.227
58.847.421.455
April
1.198.994.107.287
119.899.410.717
35.788.710.257
84.110.700.460
Mei
1.203.881.956.257
120.388.195.650
45.238.099.940
75.150.095.710
Juni
1.226.334.106.798
122.633.410.699
41.595.013.436
81.038.397.263
Juli
1.196.923.956.368
119.692.395.641
48.513.630.612
71.178.765.029
Agustus
1.220.014.762.991
122.001.476.277
38.502.094.100
83.499.382.177
September
702.980.932.628
70.298.093.279
5.671.829.135
64.626.264.144
Oktober
679.955.915.086
67.995.591.210
4.918.268.538
63.077.322.672
November
640.740.322.975
64.074.032.322
5.263.579.774
58.810.452.548
Desember
687.687.532.601
68.768.753.265
8.736.500.212
60.032.253.053
Jumlah
12.294.018.162.777 1.229.401.816.278 337.841.445.089 891.560.370.832
73
IV.1
Evaluasi Pajak Keluaran Penentuan suatu penyerahan barang merupakan penyerahan Barang Kena Pajak
sangat relevan untuk menentukan saat timbulnya Objek Pajak yang sekaligus juga untuk menentukan timbulnya utang pajak. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan transaksi penjualan ataupun penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak, karena transaksi tersebut maka Pengusaha Kena Pajak harus memungut Pajak Pertambahan Nilai yang disebut juga dengan Pajak Keluaran atau bisa disebut dengan PPN Keluaran yang nantinya akan disetorkan ke kas negara. Dari hasil temuan dan berdasarkan data-data yang diberikan, maka ditemukan beberapa masalah dalam PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II yaitu : 1.
Pembuatan Faktur Pajak Standar Tidak Tepat Waktu Berdasarkan hasil evaluasi dan kondisi yang terdapat dalam perusahaan selama
tahun 2007, penulis menemukan masalah yang dilakukan oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II dimana terdapat jenis transaksi Penyerahan Jasa Kena Pajak. Berdasarkan hasil penyerahan yang diperoleh pada tahun 2007, ditemukan Faktur Pajak Standar Keluaran yang dibuat lewat dari masa berlaku pembuatan Faktur Pajak. Penyerahan yang seharusnya disetorkan dan dilaporkan pada bulan Agustus tahun 2007 tetapi disetorkan dan dilaporkan pada Januari tahun 2008. Setelah
penulis
melakukan
penelitian
berdasarkan
data-data
yang
bersangkutan, seperti berdasarkan SPT Masa 2007, penyerahan yang terdapat pada bulan Juli sebesar Rp.1.196.923.956.368,- bulan Desember sebesar Rp.687.687.532.601,- dan rincian tagihan PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk Divre II sebagai berikut :
74
Tabel IV. 2 Rincian Tagihan PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. DIVRE II Kepada PT INDOINTERNET LUAS (m2)
Uraian
93,83
Base Rent Lantai M Gedung GCC
1 Unit
Sewa Penempatan Antena
Tarif/Bulan
Periode
Jumlah
14.036.968
6 Bulan
84.221.808
1.423.200
6 Bulan
8.539.200
Dasar Pengenaan Pajak PPN
TOTAL *Periode pembayaran : 1 Juli 2007 - 31 Desember 2007
92.761.008 9.276.101
102.037.109
Penulis menemukan masalah, pada tanggal 17 Desember 2007 terdapat suatu masalah yaitu terjadi penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan antara PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II dengan PT INDOINTERNET. Dimana PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II manyewakan Base Rent dan Penempatan Antena untuk periode Juli-Desember 2007. Faktur Pajak harus dibuat paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP dan/atau JKP dalam hal pembayaran diterima. Faktur Pajak yang seharusnya dibuat pada bulan Juli atau paling lambat dibuat pada akhir bulan Agustus, oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II dibuat pada bulan Desember. Dan dimana penyetoran dan
75
pelaporan yang seharusnya dilakukan pada bulan Agustus tetapi dilakukan pada Januari 2008. Berdasarkan Pasal 1 ayat 25 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan bahwa Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak, Jasa Kena Pajak, dan/atau Ekspor Barang Kena Pajak. Kemudian berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 Pasal 2 ayat 1 menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, atau pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bandaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak pertambahan Nilai. PER-159/PJ./2006 Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar. Dan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar. Berdasarkan PER-159/PJ./2006 Pasal 14 ayat (2) yang berisi tentang Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur 76
Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya. Adapun yang menyebabkan masalah ini terjadi, karena kelalaian karyawan dalam membuat Faktur Pajak. Semestinya pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II membuat Faktur Pajak Standar pada tanggal 1 Juli 2007. Tetapi dalam kasus ini PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II membuat Faktur Pajak Standar pada tanggal 17 Desember 2007 setelah pembayaran yang diterima pada tanggal 14 Desember 2007. Akibat dari keterlambatan pembuatan Faktur Pajak Standar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. Bagi PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar yang melampaui batas waktu yang ditetapkan dalam Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ/2000 tersebut dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen)dari Dasar Pengenaan Pajak. Dengan ini penulis memberikan rekomendasi kepada perusahaan agar perusahaan harus dan wajib membuat Faktur Pajak Standar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membuat Faktur Pajak tepat pada waktu yang telah ditentukan, membuat Faktur Pajak Standar yang lengkap, jelas dan benar. Maksud dari pembuatan Faktur Pajak yang lengkap yaitu perusahaan dalam membuat Faktur Pajak Standar sering kali tidak mencoret bagian Jumlah Harga Jual/Penggantian/ Uang Muka/ Termijn. Kemudian sebaiknya perusahaan membuat tagihan pada awal periode sewa yang dilakukan, sehingga setelah menerbitkan tagihan perusahaan wajib membuat Faktur Pajak Standar.
77
2.
Pemakaian Sendiri Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-
cuma Barang Kena Pajak dalam perusahaan dapat dibedakan menjadi, pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif dan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. Pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif maksudnya pemakaian sendiri yang berasal dari produknya sendiri, terutang PPN. PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran dan juga merupakan Pajak Masukan bagi Perusahaan Kena Pajak yang bersangkutan. Pajak Masukan ini tidak dapat dikreditkan. Sedangkan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif adalah pemakaian hasil produksi sendiri untuk keperluan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Atas pemakaian sendiri ini terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh pengusaha yang bersangkutan. Dan PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, kemudian Faktur Pajak yang wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak adalah Faktur Pajak Standar. Penulis menemukan masalah yang terjadi pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, setelah mengevaluasi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai penulis tidak menemukan transaksi atas pemakaian sendiri yang dilakukan PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas pemakaian sendiri dan pemberian cumacuma Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1 A ayat (1) huruf d. Yang menjelaskan tentang pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan barang produksi. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembeyaran,
78
baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli. Penulis memberikan rekomendasi kepada perusahaan agar mencatat dan melampirkannya di dalam SPT Masa setiap transaksi atas pemakaian sendiri dan pemberian Cuma-Cuma yang dilakukan oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II dan membuat Faktur Pajak Standar sebagaimana semestinya yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ/1991.
Tabel IV. 3 Evaluasi Penyerahan atas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterangan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total PPN 10%
Penyerahan
Setelah Evaluasi Penyerahan
1.237.174.187.142
1.237.174.187.142
1.242.285.745.819
1.242.285.745.819
1.057.044.636.825
1.057.044.636.825
1.198.994.107.287
1.198.994.107.287
1.203.881.956.257
1.203.881.956.257
1.226.334.106.798
1.226.334.106.798
1.196.923.956.368
1.197.016.717.376
1.220.014.762.991
1.220.014.762.991
702.980.932.628
702.980.932.628
679.955.915.086
679.955.915.086
640.740.322.975
640.740.322.975
687.687.532.601
Keterangan Dalam Tanggal
Selisih
92.761.008
1
687.594.771.593
(92.761.008)
17
12.294.018.162.777
12.294.018.162.777
0
1.229.401.816.278
1.229.401.816.278
0
79
IV.2
Evaluasi Pajak Masukan Mekanisme Pengreditan Pajak Masukan Jasa Telekomunikasi. Perusahaan
dibidang
telekomunikasi
sebelumnya
tidak
diperbolehkan
mengkreditkan Pajak Masukan, berdasarkan keputusan Direktur Jendral Pajak No.395/PJ/2000 kini perusahaan dibidang telekomunikasi diperbolehkan untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Hal-hal yang diatur dalam keputusan tersebut antara lain. 1.
Jasa
telekomunikasi
yang
dimaksud
adalah
PT
TELEKOMUNIKASI
INDONESIA Tbk., PT INDOSAT, dan perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya. Termasuk PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. 2.
Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2001, perusahaan jasa telekomunikasi dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan Jasa Kena Pajak atau Barang Kena Pajak sejak tanggal 1 Januari 2001 yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahaan jasa telekomunikasi. Setiap melakukan transaksi pembelian, perusahaan harus menerima lembar asli
Faktur Pajak Standar dari perusahaan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak. Faktur Pajak Standar tersebut merupakan Faktur Pajak Masukan Bagi Perusahaan. Dimana jumlah Pajak Masukan akan sangat mempengaruhi PPN terutang yang akan ditanggung perusahaan. Pada setiap transaksi pembelian, perusahaan mencatat dasar historis sebesar nilai beli barang yang tercantum dalam Faktur Pajak. Untuk Faktur Pajak Standar Masukan, terdapat beberapa Faktur Pajak Standar yang diperoleh dari Pengusaha Kena Pajak penjual yang memiliki kasalahan seperti sudah pernah digunakannya Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, kesalahan karena perusahaan yang melakukan penyerahan Barang 80
Kena Pajak (penjual) tidak mencantumkan tanggal pembuatan Faktur Pajak, perusahaan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak mencoret pada bagian dari kalimat (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn) yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri Faktur Pajak Standar, dan perusahaan tersebut tidak mencantumkan nilai kurs yang berlaku pada tanggal tersebut. Dalam seluruh Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diterima PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II selama bulan Januari-Desember 2007,
ternyata
Pajak
Pertambahan
TELEKOMUNIKASI INDONESIA
Nilai
Tbk.
yang
Divre
II
dikenakan (Pajak
kepada
Masukan)
PT
sebesar
Rp.337,841,445,089,- PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II mencatat Pajak Masukan kedalam jurnal sebagai berikut : Tabel IV. 4 Evaluasi Pajak Masukan SPT Masa 2007 No
Keterangan
Perolehan Sebelum Evaluasi DPP
PPN 10%
Perolehan Setelah Evaluasi DPP
Selisih
PPN 10%
1
Januari
400.115.834.329
40.011.583.443
400.116.006.429
40.011.600.653
17.210
2
Pebruari
167.450.473.649
16.745.093.415
167.468.583.649
16.746.904.415
1.811.000
3
Maret
468.570.475.267
46.857.042.227
468.570.475.267
46.857.042.227
0
4
April
357.887.102.710
35.788.710.257
357.887.102.710
35.788.710.257
0
5
Mei
452.380.999.583
45.238.099.940
452.380.999.583
45.238.099.940
0
6
Juni
415.955.353.119
41.595.013.436
415.955.353.119
41.595.013.436
0
7
Juli
485.136.306.803
48.513.630.612
485.136.306.803
48.513.630.612
0
8
Agustus
385.020.941.285
38.502.094.100
385.020.941.285
38.502.094.100
0
9
September
56.718.293.156
5.671.829.135
56.718.293.156
5.671.829.135
0
10
Oktober
49.182.685.751
4.918.268.538
49.182.685.751
4.918.268.538
0
11
November
52.635.798.673
5.263.579.774
52.635.798.673
5.263.579.774
0
12
Desember
87.342.052.531
8.736.500.212
88.286.040.881
8.830.899.047
94.398.835
3.378.396.316.856
337.841.445.089
3.379.358.587.306
337.937.672.134
96.227.045
Total
81
Berdasarkan hasil penelitian yang dikuatkan dengan dokumen-dokumen berupa SPT Masa 2007, buku besar Pembelian, Faktur Pajak, laporan laba rugi, dan neraca maka dengan ini penulis menemukan beberapa masalah yang terdapat dalam Pajak Masukan PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II yang diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Faktur Pajak Masukan yang diterima telah Melewati Batas Waktu 3 (tiga) Bulan Setelah penulis melakukan evaluasi yang didapat dari data-data dan hasil
wawancara kepada pihak perusahaan, dalam perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II terdapat Faktur Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan. NPWP
: 01.539.916.5-035.000
Nama Perusahaan
: PT GAMA LINGGATAMA
Kode dan Nomor Seri : 010.000-07.00000646 Tanggal
: 07 Desember 2007
DPP
: Rp.862.773.500
PPN Masukan
: Rp.86.277.350
Pada tanggal 7 Desember 2007 terdapat Faktur Pajak Standar yang belum dikreditkan karena Faktur Pajak tersebut baru diterima pada bulan April 2008. Faktur Pajak tersebut diterima dari PT GAMA LINGGATAMA dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.862.773.500, dan PPN-nya sebesar Rp.86.277.350. Menurut Pasal 9 ayat 9 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) 82
bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Pasal 9 menjelaskan ketentuan ini memungkinkan Pengusaha Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak samar yang disebabkan antara lain karena Faktur Pajak terlambat diterima. PER-159/PJ./2006 Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar. Dan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar. Berdasarkan PER-159/PJ./2006 Pasal 14 ayat (2) yang berisi tentang Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya. Permasalahan ini disebabkan karena PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II terlambat menerima Faktur Pajak Masukan dari PT GAMA LINGGATAMA. Faktur Pajak Masukan yang seharusnya diterima pada bulan Desember 2007 tetapi baru diterima oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II pada bulan April 2008. Selain itu masalah ini juga disebabkan karena PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II tidak meminta perusahaan penjual untuk memberikan Faktur Pajak Masukan tepat waktu. Maksudnya perusahaan harus
menagih Faktur Pajak
Masukan yang belum diberikan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual. Akibatnya, Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran menjadi tidak dapat dikreditkan. Sehingga seharusnya Pajak Masukan sebesar Rp.86.277.350,- dapat mengurangi besarnya pajak terutang, sehingga pajak yang 83
ditanggung oleh perusahaan menjadi lebih ringan atau lebih kecil. dan memungkinkan Pajak Lebih Bayar. Penulis memberikan rekomendasi kepada perusahaan, agar perusahaan lebih disiplin dalam meminta Faktur Pajak Masukan dari perusahaan penjual. Apabila Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar Masukan belum mengirimkan Faktur Pajak tersebut dalam waktu lama, maka sebaiknya perusahaan pembeli harus menghubungi perusahaan penjual untuk segera mengirimkannya. Dan PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II harus segara meminta pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak Masukan tersebut yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan, dan terhadap Pengusaha Kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan.
2.
Faktur Pajak Cacat Tabel IV. 5 Kertas Kerja Evaluasi Pajak Masukan Januari-Desember 2007
No
1 2 3 4
No.Faktur Pajak
010.000-07 .00000003 010.000-07 .00000023 010.000-07 .00000369 010.000-07 .00000313
DPP
PPN
Klasifikasi
Dibandingkan Dengan PK
Keterangan
L
C
DD
TDD
Syarat Materil
Syarat Formal
81.165.600
8.116.560
X
√
X
√
X
√
18.110.000
1.811.000
X
√
X
√
X
√
172.100
17.210
X
√
X
√
X
√
49.250
4.925
X
√
X
√
X
√
84
Dari data yang tersaji diatas, penulis menemukan beberapa masalah yang berhubungan dengan Faktur Pajak Standar masukan yang diterima tidak lengkap, benar dan jelas seperti ketentuan yang berlaku, sebagai berikut : a.
NPWP
: 01.806.281.0-043.000
Nama Perusahaan
: PT WIRYA PARAMITA
Kode dan Nomor Seri : 010.000-07.00000003 Tanggal
: 15 Desember 2007
DPP
: Rp.81.165.600
PPN Masukan
: Rp.8.116.560
Pada Tanggal 15 Desember 2007 terdapat Faktur Pajak Standar yang belum dikreditkan oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II karena Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sudah pernah digunakan. Faktur Pajak tersebut diterima dari PT WIRYA PARAMITA.
b.
NPWP
: 01.851.386.1-407.000
Nama Perusahaan
: CV MULTI KARYA UTAMA
Kode dan Nomor Seri : 010.000-07.00000023 Tanggal
:?
DPP
: Rp.18.110.000
PPN Masukan
: Rp.1.811.000
Pada tahun 2007 terdapat Faktur Pajak Standar yang belum dikreditkan oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II karena pada kolom tanggal tidak tertera tanggal pembuatan faktur. Tanggal pada Faktur Pajak tersebut
85
seharusnya menunjukan tanggal 3 Pebruari 2007. Faktur Pajak tersebut diterima dari CV MULTI KARYA UTAMA.
c.
NPWP
: 02.018.371.1-434.000
Nama Perusahaan
: CV RINDU ALAM INDAH
Kode dan Nomor Seri : 010.000-06.00000369 Tanggal
: 15 Januari 2007
DPP
: Rp.172.100
PPN Masukan
: Rp.17.210
Pada tanggal 15 Januari 2007 terdapat Faktur Pajak Standar yang belum dikreditkan oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II karena Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak salah, Nomor Seri Faktur Pajak yang menunjukan 2 dijit angka tahun keliru. Tahun yang seharusnya ditulis dengan angka 07 tetapi ditulis dengan angka 06. Faktur Pajak tersebut diterima dari CV RINDU ALAM INDAH.
d.
NPWP
: 02.018.371.1-434.000
Nama Perusahaan
: CV RINDU ALAM INDAH
Kode dan Nomor Seri : 010.000-07.00000313 Tanggal
: 03 Desember 2007
DPP
: Rp.49.250
PPN Masukan
: Rp.4.925
Pada tanggal 3 Desember 2007 terdapat Faktur Pajak Standar yang belum dikreditkan oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. karena Kode dan 86
Nomor Seri Faktur Pajak sudah pernah digunakan. Faktur Pajak Tersebut diterima dari CV RINDU ALAM INDAH. Menurut hasil penelitian yang didasarkan pada data-data dan hasil wawancara yang dilakukan, penulis mendapatkan Faktur Pajak cacat Pada bulan Januari,
Pebruari,
Desember.
Penulis
beranggapan
bahwa
PT
TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II belum begitu memahami ketentuan-ketentuan yang ada, sehingga Faktur Pajak yang cacat tersebut tidak ada pembetulan kembali yang seharusnya diperbaiki. Karena Faktur Pajak yang cacat sebenarnya merugikan perusahaan, oleh karena itu Faktur Pajak Standar yang seharusnya dapat dikreditkan menjadi tidak dapat dikreditkan. Menurut Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Penerimaan Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau impor Barang Kena Pajak. Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ/2000, tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak yaitu bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, kwitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 2, ketentuan ini dapat diperlukan sebagai Faktur Pajak Sederhana. Menurut Pasal 5 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP524/PJ/2000. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak sebagai dasar pengkreditan Pajak Masukan. 87
Menurut Pasal 13 ayat 5 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, Faktur Pajak wajib diisi dengan benar, lengkap, dan jelas. Benar berarti sesuai dengan Undang-undang material. Lengkap berarti semua unsur yang tercantum dan lampiran yang diisyaratkan harus lengkap dan ditandatangani. Jelas berarti setiap tulisan maupun angka harus jelas sehingga tidak dapat ditafsirkan lain. Dari unsur jelas ini, diantaranya termasuk dengan memberikan coretan pada bagian yang tidak perlu dari kalimat (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn**) sesuai dengan keadaan pada saat pembuatan Faktur Pajak Standar. Jika penyerahan Barang Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Harga Jual, maka baris tersebut yang bukan Harga Jual harus dicoret, menjadi seperti berikut: “(Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn**)”. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan, benar Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebutdapat menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti. Hal ini disebabkan karena Kode dan Nomor seri Faktur Pajak tidak diisi berdasarkan ketentuan yang barlaku, karena dalam hal ini Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut sudah pernah digunakan sehingga sudah tidak boleh digunakan kembali. Faktur Pajak Standar yang seharusnya diisi dengan lengkap, tetapi dalam hal ini tanggal dan bulan yang bersangkutan tidak dicantumkan. Faktur Pajak Standar tidak dicoret pada bagian yang tidak perlu dari kalimat (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn**), sehinnga menjadikan yang
88
terdapat dalam Faktur Pajak Standar menjadi rancu, apakah berupa Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn. Akibatnya, Faktur Pajak Standar Masukan yang diperoleh itu merupakan Faktur Pajak Standar cacat. Karena Faktur Pajak Standar yang diperoleh tidak lengkap atau cacat, maka Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan. Apabila pada saat dilakukannya pemeriksaan oleh Fiskus ditemukannya Pajak Masukan yang seharusnya tidak dikreditkan tetapi dikreditkan oleh PKP. Maka, menurut Pasal 13 ayat (3) UU KUP dikenakan sanksi 100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. Rekomendasi dari penulis yaitu, perusahaan sebaiknya pada waktu menerima Faktur Pajak dari pengusaha Kena Pajak Penjual, fungsi pajak PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II harus memeriksa kembali kelengkapan dari Faktur Pajak Standar itu. Jika ternyata Faktur Pajak Standar yang tidak diisi dengan lengkap atau benar, PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II harus segera meminta Faktur Pajak Standar pengganti kepada Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
89
Tabel IV. 6 Perincian Perhitungan PPN Januari – Desember 2007 Sebelum Evaluasi
90
Tabel IV. 7 Perincian Perhitungan PPN Januari – Desember 2007 Sebelum Evaluasi
91
IV.3
Evaluasi Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN Berdasarkan penjelasan Pasal 3 Undang-undang KUP digariskan bahwa bagi
Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran, pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia dilakukan berdasarkan system faktur, sehingga setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan, Pengusaha Kena Pajak harus membuat Faktur Pajak. Faktur Pajak tersebut dibuat oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. sebagai Pengusaha Kena Pajak penjual setiap kali melakukan penyerahan atau penagihan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Ketentuan Faktur Pajak PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. adalah sebagai berikut: 1.
Faktur Pajak harus dibuat paling lambat: • Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran.
92
• Pada saat penerimaan pembayaran, dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak. • Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. • Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyalpaikan tagihan kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai. 2.
Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
3.
Faktur Pajak Sederhana yang diganti menjadi Faktur Pajak Khusus oleh PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II harus dibuat paling lambat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau pada saat pembayaran, bila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Saat pembuatan Faktur Pajak Standar ini sangat terkait dengan saat terutangnya
Pajak Pertambahan Nilai dan penting dimengerti karena saat pembuatan Faktur Pajak ini akan menentukan kapan Pajak Keluaran ini dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Keluaran ini dilaporkan di SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai setelah menggunakan eSPT Pajak Pertambahan Nilai (sentralisasi Pajak Pertambahan Nilai) maka penanggalan di Faktur Pajak Keluaran yang tidak sama dengan bulan yang bersangkutan dalam laporan eSPT Pajak Pertambahan Nilai akan ditolak hal ini akan berdampak timbulnya sanksi sebesar 2% (dua persen) per bulan.
93
Pada saat PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II sebagai Pengusaha Kena Pajak mengirimkan tagihan diwajibkan membuat: 1.
Faktur Pajak Standar yang sudah diisi lengkap, tanggal Faktur Pajak adalah tanggal dilaksanakannya penagihan oleh Pengusaha Kena Pajak. Apabila harga jual atau penggantian menggunakan mata uang asing, maka harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs berdaraskan Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal Faktur Pajak dibuat, yaitu pada saat mnegirimkan tagihan tersebut.
2.
Faktur Pajak dibuat rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan sebagai berikut : a. Lembar ke-1 untuk Pengusaha Kena Pajak yang dipungut Pajak b. Lembar ke-2 untuk Pengusaha Kena Pajak (PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II) c. Lembar ke-3 untuk kepala KPP melalui pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
3.
Surat Setoran Pajak (SSP) dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan sebagai berikut: a. Lembar ke-1 untuk Pengusaha Kena Pajak Rekanan b. Lembar ke-2 untuk KPP melalui KPKN c. Lembar ke-3 untuk dilampirkan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai d. Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro e. Lembar ke-5 untuk arsip Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak antar Badan
tertentu yang sama-sama ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.563/KMK/.03/2003 tanggal 24 Desember tentang Penunjukan Berdaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas 94
Negara untuk memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Peertambahan Nilai dan PPnBM beserta tata cara pemungutan, penyetoran,
dan pelaporannya, maka PT
TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II sebagai wajib pungut maka harus mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dengan mengisi SPT Masa. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep 349/PJ/2003 tanggal 31 Desember 2003, maka untuk penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. ditentukan secara sentralisasi oleh Kantor
Pusat
(Corporate)
dengan
menggunakan
Nomor
Wajib
Pajak
01.000.013.1.051.000 sebagai berikut : 1.
Masing-masing Divre dan Divisi pendukung mengirimkan softcopy SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk exel dikirimkan ke AVP Perpajakan.
2.
Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang (setelah penghitungan Pajak Keluaran-Pajak Masukan) dalam periode 1 bulan takwim (masa pajak) ke Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pada saat terutangnya Pajak. Apabila pada tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3.
Melaporkan eSPT Masa Pajak Pertambahan Nilai ke Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka eSPT Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
95
Rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai harus dibuat secara bulanan sesuai dengan Nota Dinas DIRKUG No.195/KU320/KUG-54/2004 tanggal 23 Desember 2004 perihal Rekonsiliasi Pajak, baik dari saldo SAP maupun dari obyek Pajak Pertambahan Nilai dengan eSPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk dikirimkan ke AVP Perpajakan. Dari pembahasan mengenai penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai diatas, dapat dibuat tabel evaluasi kepatuhan pemungutan, pelaporan, dan penyetoran Pajak Pertambahan nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II ke Kantor Pusat (corporate) untuk Masa Pajak 2007 yang menjadi dasar evaluasi kepatuhan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai : Tabel IV. 8 Data Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. DIVRE II Masa Pajak 2007 Masa Pajak
Tanggal Pelaporan
Januari
8 Februari 2007
Pebruari
8 Maret 2007
Maret
9 April 2007
April
8 Mei 2007
Mei
8 Juni 2007
Juni
8 Juli 2007
Juli
11 Agustus 2007
Agustus
10 September 2007
September
8 Oktober 2007
Oktober
12 November 2007
November
10 Desember 2007
Desember
8 Januari 2008 96
Dari
data-data
dan
hasil
wawancara
penulis
oleh
karyawan
PT
TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis menyimpulkan bahwa PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II belum begitu menerapkan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan keadaan seperti ini penulis menemukan beberapa masalah dalam pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang diantaranya sebagai berikut : Tabel IV. 9 Evaluasi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan Masa Januari-Desember 2007 Sebelum Evaluasi No
Bulan
Penyerahan
PK
Perolehan
PM
1
Januari
1.237.174.187.142
123.717.418.714 400.115.834.329 40.011.583.443
2
Pebruari
1.242.285.745.819
124.228.574.465 167.450.473.649 16.745.093.415
3
Maret
1.057.044.636.825
105.704.463.682 468.570.475.267 46.857.042.227
4
April
1.198.994.107.287
119.899.410.717 357.887.102.710 35.788.710.257
5
Mei
1.203.881.956.257
120.388.195.650 452.380.999.583 45.238.099.940
6
Juni
1.226.334.106.798
122.633.410.699 415.955.353.119 41.595.013.436
7
Juli
1.196.923.956.368
119.692.395.641 485.136.306.803 48.513.630.612
8
Agustus
1.220.014.762.991
122.001.476.277 385.020.941.285 38.502.094.100
9
September
702.980.932.628
70.298.093.279
56.718.293.156
5.671.829.135
10
Oktober
679.955.915.086
67.995.591.210
49.182.685.751
4.918.268.538
11
November
640.740.322.975
64.074.032.322
52.635.798.673
5.263.579.774
12
Desember
687.687.532.601
68.768.753.265
87.342.052.531
8.736.500.212
97
Tabel IV. 10 Evaluasi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan Januari-Desember 2007 Setelah Evaluasi No
Bulan
Penyerahan
PK
Perolehan
PM
1
Januari
1.237.174.187.142
123.717.418.714 400.116.006.429 40.011.600.653
2
Pebruari
1.242.285.745.819
124.228.574.465 167.468.583.649 16.746.904.415
3
Maret
1.057.044.636.825
105.704.463.682 468.570.475.267 46.857.042.227
4
April
1.198.994.107.287
119.899.410.717 357.887.102.710 35.788.710.257
5
Mei
1.203.881.956.257
120.388.195.650 452.380.999.583 45.238.099.940
6
Juni
1.226.334.106.798
122.633.410.699 415.955.353.119 41.595.013.436
7
Juli
1.197.016.717.376
119.701.671.738 485.136.306.803 48.513.630.612
8
Agustus
1.220.014.762.991
122.001.476.277 385.020.941.285 38.502.094.100
9
September
702.980.932.628
70.298.093.279
56.718.293.156
5.671.829.135
10
Oktober
679.955.915.086
67.995.591.210
49.182.685.751
4.918.268.538
11
November
640.740.322.975
64.074.032.322
52.635.798.673
5.263.579.774
12
Desember
687.594.771.593
68.759.477.159
88.286.040.881
8.830.899.047
98