BAB IV ANALISIS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BULAN DESEMBER 2005 PT WASKITA KARYA
IV.1
Evaluasi atas Pajak Masukan Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh PKP
yang melakukan pembelian dan atau penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang terutang PPN. Ada dua tipe Pajak Masukan, yaitu : •
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan
•
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak yang diperkenankan untuk mengurangi Pajak Keluaran dalam satu Masa Pajak atau Masa Pajak tidak sama yang jangka waktunya ditetapkan 3 bulan selama belum ditetapkan sebagai biaya oleh perusahaan dan belum dilakukan pemeriksaan oleh Direktur Jenderal pajak. Sedangkan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berarti Pajak Masukan tersebut tidak dapat mengurangi Pajak Keluarannya. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya. Sarana yang digunakan untuk menentukan besarnya PPN Masukan yang harus dibayar PKP adalah Faktur Pajak. Faktur Pajak yang sesuai dengan ketentuan perpajakan, sehingga jumlah Pajak Masukan yang tercantum di dalamnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya, disebut Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak tersebut memuat semua data mengenai jumlah harga jual/penggantian/uang muka/termijn, Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
79
Pajak yang diterima, Dasar Pengenaan Pajaknya dan PPN. Hal pertama yang akan dilakukan oleh penulis adalah melakukan evaluasi terhadap Faktur Pajak Standar PT Waskita Karya, apakah Faktur Pajak Standar tersebut dapat mengakibatkan Pajak Masukannya dapat dikreditkan atau tidak, yang akan disajikan dalam Kertas Kerja di bawah ini. Contoh Faktur Pajak Standar ada di lampiran 1.
80
Kertas Kerja Evaluasi Faktur Pajak Masukan Bulan Desember 2005
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. Faktur Pajak CYYFY-041-0000595 CIJTQ-051-0011899 EQYVT-002-0000061 DWKDA-056-0039162 EAEXC-607-0000937 CNKMU-951-0000151 CYOJH-403-0000955 DXGMI-403-0000225 CYWAI-403-0002666 CNKMU-951-0000151
Dasar Pengenaan Pajak 13,090,000 908,419,200 1,820,000 2,150,850 211,312,610 1,886,147,074 15,750,000 54,638,146 25,575,000 1,886,147,074
PPN 1,309,000 90,841,920 182,000 215,085 21,131,261 188,614,707 1,575,000 5,463,815 2,557,500 188,614,707
Klasifikasi Dibandingkan dengan PK Lengkap Cacat DD TDD x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x -
Keterangan Syarat Materiil Syarat Formal Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Tabel IV.1 Kertas Kerja Evaluasi Faktur Pajak Masukan
81
Pajak Masukan PT Waskita Karya bulan Desember 2005 berjumlah Rp 17.278.722.096,-.
Atas jumlah tersebut dapat kita ketahui nilai
pembelian yang
dilakukan PT Waskita Karya selama bulan Desember 2005 sebagai berikut: PPN Masukan
: Rp 17.248.070.779,-
Tarif PPN
: 10%
Dasar Pengenaan Pajak
: 100/10x Rp 17.248.070.779,Rp 172.480.707.790,-
Jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut: Dr. Pembelian
Rp 172.480.707.790,-
Dr. PPN Masukan
Rp 17.248.070.779,-
Cr. Kas
Rp 189.728.778.569,-
Jurnal di atas menegaskan bahwa jumlah PPN Masukan adalah sebesar Rp 17.248.070.779,-, sehingga jumlah kas yang harus dikeluarkan PT Waskita Karya selama bulan Desember adalah Rp 189.728.778.569,-. Atas PPN Masukan tersebut dibuatlah Faktur Pajak Standar oleh lawan transaksi sebagai bukti pungutan PPN terutang PT Waskita Karya atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang terjadi. PPN terutang PT Waskita Karya tersebut terbagi ke dalam beberapa bagian atau divisi yang dimiliki PT Waskita Karya di bawah ini: (berdasarkan rekapitulasi transaksi pembelian PT Waskita Karya) •
Kantor Pusat dengan jumlah pembelian
Rp
•
Surabaya Airport Construction Project sebesar
Rp 1.182.035.300,-
•
Divisi 1 sebesar
Rp 10.922.470.750,-
•
Divisi 2 sebesar
Rp 3.014.514.323,-
92.863.965,-
82
•
Divisi 3 sebesar
Rp 2.061.670.709,-
•
Wilayah 2 sebesar
Rp TOTAL
5.167.047,- +
Rp 17.278.722.096,-
Atas jumlah tersebut terdapat selisih Rp30.651.317,- yang merupakan pengurang. Hal ini diakibatkan karena adanya double input (dua kali memasukkan data yang sama) yang teridentifikasi pada saat Pajak Masukan dimasukkan ke dalam program. Pada prinsipnya, berdasarkan UU PPN 1984 Pasal 11 ayat (1) pajak terutang pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Sarana untuk melakukan kewajiban ini adalah Faktur Pajak karena Pasal 1 huruf 23 UU PPN 1984 menyebutkan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan BKP atau JKP. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh lawan transaksi adalah Faktur Pajak Standar yang berarti Pajak Masukan yang dibayarkan atau terutang oleh PT Waskita Karya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya untuk menentukan besarnya PPN yang kurang bayar atau lebih bayar. Faktur Pajak Standar yang dikeluarkan dapat mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila Faktur Pajak Standar tersebut cacat. Faktur Pajak Standar yang cacat tersebut, akan dianggap sebagai Faktur Pajak sederhana yang tidak dapat dikreditkan, selama Perusahaan yang bersangkutan tidak melakukan pembetulan terhadap Faktur Pajak yang salah penulisan atau pengisian atau mengganti Faktur Pajak yang hilang. Penulis menemukan beberapa Faktur Pajak Standar milik PT Waskita Karya yang ternyata cacat. Hal ini dikarenakan Faktur Pajak tersebut tidak diisi dengan lengkap yaitu dalam hal, pada baris Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn tidak dicoret
83
pada bagian kalimat yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri sehingga Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
Namun oleh PT
Waskita Karya, Pajak Masukannya dikreditkan. Berikut ini akan disajikan sample penghitungan kembali Pajak Masukan PT Waskita Karya berdasarkan rekapitulasi transaksi pembelian bulan Desember 2005 yang diperoleh penulis: •
Kantor Pusat NPWP
: 02-438-827-4-017-000
Nama Perusahaan
: PT Paradigma Cipta Yatsigama
Kode Faktur Pajak
: FITTB-017-0000005
Tanggal
: 12/12/2005
Dasar Pengenaan Pajak : Rp 14.000.000,Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 14.000.000,Rp 1.400.000,-
•
Surabaya Project NPWP
: 01-307-261-6-054-000
Nama Perusahaan
: PT ASTRA Graphia, Tbk
Kode Faktur Pajak
: CWJVH-054-2077345
Tanggal
: 01/12/2005
Dasar Pengenaan Pajak : Rp 1.774.000,Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 1.774.000,-
84
Rp 177.400,•
Divisi 1 NPWP
: 01-350-656-3-403-001
Nama Perusahaan
: PT Trumix Beton
Kode Faktur Pajak
: CYWAI-403-0002666
Tanggal
: 30/12/2005
Dasar Pengenaan Pajak : Rp 25.575.000,Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 25.575.000,Rp 2.557.500,-
•
Divisi 2 NPWP
: 01-061-210-9-051-000
Nama Perusahaan
: PT Adhimix Precast Indonesia
Kode Faktur Pajak
: CIJVU-051-0041695
Tanggal
: 24/11/2005
Dasar Pengenaan Pajak : Rp 4.037.500,Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 4.037.500,Rp 403.750,-
•
Divisi 3 NPWP
: 01-600-248-7-508-000
Nama Perusahaan
: Koperasi Waskita Rini
Kode Faktur Pajak
: DNBGA-508-000545
85
Tanggal
: 15/12/2005
Dasar Pengenaan Pajak : Rp 450.000,Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 450.000,Rp 45.000,-
•
Wilayah 2 NPWP
: 01-395-181-9-002-000
Nama Perusahaan
: Koperasi Waskita Jaya
Kode Faktur Pajak
: DBJWV-002-0001272
Tanggal
: 28/11/2005
Dasar Pengenaan Pajak : Rp 1.774.000,Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 5.000.000,Rp 500.000,-
Faktur Pajak Standar PT Waskita Karya yang berkaitan dengan pembelian Barang Kena Pajak selama bulan Desember 2005 disajikan dalam lampiran 2.
IV.2
Evaluasi atas Pajak Keluaran PKP yang melakukan transaksi penjualan ataupun penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak, karena atas transaksi tersebut PKP memungut Pajak Pertambahan Nilai yang disebut juga Pajak Keluaran (PPN Keluaran), untuk kemudian disetor ke negara.
86
Bulan Desember 2005 Pajak Keluaran PT Waskita Karya mencakup dua jenis, yaitu Penyerahan kepada pihak lain yang bukan Pemungut dan Penyerahan kepada Pemungut PPN. 1. Pajak Keluaran (Penyerahan kepada pihak lain yang bukan pemungut PPN) Pungutan Pajak Pertanbahan Nilai yang dilakukan perusahaan kaitannya dengan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak menggunakan sarana yang sama, yaitu Faktur Pajak Standar yang dibuat oleh perusahaan kepada lawan transaksinya yang merupakan pemilik atau owner’s dari perkerjaan. Berikut ini akan disajikan Kertas Kerja evaluasi Faktur Pajak Standar Keluaran yang dibuat PT Waskita Karya dan bagaimana dampaknya terhadap owner’s atau pemilik.
87
Kertas Kerja Evaluasi Faktur Pajak Masukan Bulan Desember 2005
No. 1 2 3 4 5 6
No. Faktur Pajak CEZRQ-051-0000849 CEZRQ-051-0000765 CEZRQ-051-0000736 CEZQR-051-0000767 CEZQR-051-0000766 CEZRQ-051-0002668
Dasar Pengenaan Pajak 553,755,964 1,216,600,000 843,810,409 430,470,510 410,868,580 3,124,259,318
PPN 55,375,596 121,660,000 84,381,041 43,047,051 41,086,858 312,425,932
Klasifikasi Lengkap Cacat x x x x x x
Keterangan Syarat Materiil Syarat Formal Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Tabel IV.2 Kertas Kerja Evaluasi Faktur Pajak Keluaran A1
88
Tabel di atas menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar Keluaran PT Waskita Karyabelum memenuhi syarat Formal Faktur Pajak Standar yang dapat dikreditkan. Syarat Materiilnya sudah terpenuhi, namun karena syarat Formalnya belum dipenuhi mengakibatkan Faktur Pajak Standar tersebut tidak dapat dikreditkan oleh owner’s. Pajak Keluaran PT Waskita Karya Masa Desember 2005 berjumlah total Rp 8.177.747.633,- yang berasal dari 40 (empat puluh) transaksi. Atas jumlah tersebut dapat kita ketahui nilai penjualan yang dilakukan PT Waskita Karya selama bulan Desember 2005 sebagai berikut: PPN Keluaran
: Rp 8.177.747.633,-
Tarif PPN
: 10%
Dasar Pengenaan Pajak
: 100/10x Rp 8.177.747.633,Rp 81.777.476.330,-
Jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut: Dr. Kas/Bank
Rp 89.955.223.963,-
Cr. Penjualan
Rp 81.777.476.330,-
Cr. Pajak Keluaran
Rp
8.177.747.633,-
Jurnal diatas menegaskan bahwa jumlah PPN Keluaran terutang adalah sebesar Rp 8.177.747.633,-, sehingga jumlah kas yang diterima PT Waskita Karya selama bulan Desember adalah Rp 89.955.223.963,-. PT Waskita Karya sebagai PKP wajib membuat Faktur Pajak. Seperti halnya Pajak Masukan, Pajak Keluaran PT Waskita Karya ini juga menggunakan Faktur Pajak Standar sebagai sarana untuk membuktikan pungutan pajak. Seluruh Pajak Keluaran yang diterbitkan sebagai akibat dari transaksi penjualan yang dilakukan, masuk ke dalam penghitungan PPN untuk menentukan besarnya PPN kurang bayar atau lebih bayar. Dalam hal Faktur Pajak tersebut cacat (sebagaimana yang terjadi 89
dalam Pajak Masukan), maka jumlah PPN Keluaran yang telah diterima dari pihak lain yang bukan pemungut PPN tetap dapat diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Penulis menemukan beberapa Faktur Pajak Standar yang dibuat oleh PT Waskita Karya yang ternyata cacat. Bagi PT Waskita Karya yang memungut PPN, Faktur Pajak Standar yang cacat tersebut tetap akan dimasukkan dalam penghitungan PPN untuk dikreditkan dengan Pajak Masukannya. Namun bagi pembelinya, atau pihak yang menggunakan Barang/Jasa, Faktur Pajak Standar tersebut mengakibatkan Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan. Berikut ini akan disajikan sample penghitungan kembali Pajak Keluaran PT Waskita Karya berdasarkan rekapitulasi transaksi Penjualan bulan Desember 2005 yang diperoleh penulis: •
Pajak Keluaran Desember 2005
a. NPWP
: 01-352-518-3-059-000
Nama Perusahaan
: PT Estetika Bina Griya
Kode Faktur Pajak
: CEZQR-051-0000766
Tanggal
: 01/12/2005
Dasar Pengenaan Pajak
: Rp 410.868.580,-
Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 410.868.580,Rp 41.086.858,-
b. NPWP
: 01-107-155-2-092-000
Nama Perusahaan
: PT Gudang Garam Tbk
Kode Faktur Pajak
: CEZQR-051-0002630
Tanggal
: 09/12/2005 90
Dasar Pengenaan Pajak
: Rp 1.649.955.273,-
Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 1.649.955.273,Rp 164.995.527,-
Faktur Pajak Standar A1 perusahaan untuk bulan Desember, disajikan pada lampiran 3.
2. Pajak Keluaran (Penyerahan kepada Pemugut PPN) Selain penyerahan kepada pihak lain yang bukan pemungut PPN, PT Waskita Karya juga melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN. Berdasarkan SPT Pembetulan yang dilaporkan, jumlah transaksi penjualannya sebanyak 160 (seratus enam puluh) dengan total PPN yang dipungut sebesar Rp 25.513.080.408,-, baik yang SSP-nya sudah diterima maupun yang SSP-nya belum diterima. Berikut ini akan disajikan Kertas Kerja evaluasi terhadap Faktur Pajak Standar perusahaan yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak kepada pemungut selama bulan Desember 2005.
91
Kertas Kerja Evaluasi Faktur Pajak Keluaran Bulan Desember 2005 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tanggal 28/11/05 28/10/05 19/12/05 29/12/05 30/12/05 16/12/05 28/12/05 06/12/05 06/12/05 05/12/05
No. Faktur Pajak CEZRQ-051-0000759 CEZRQ-051-0000731 CEZRQ-051-0000830 CEZRQ-051-0000862 CEZRQ-051-0000854 CEZRQ-051-0001683 CEZRQ-051-0000852 CEZRQ-051-0001651 CEZRQ-051-0001653 CEZRQ-051-0001650
Dasar Pengenaan Pajak 597,927,000 3,961,681,636 2,167,919,100 4,036,680,000 3,463,636,364 2,580,453,415 953,137,380 3,635,588,727 864,094,553 5,352,427,210
PPN 5,972,700 396,168,164 216,791,910 403,668,000 346,363,636 258,045,341 95,313,738 363,558,873 86,409,455 535,242,721
Klasifikasi Lengkap Cacat x x x x x x x x x x
Keterangan Syarat Materiil Syarat Formal x x x x x x x x x x x x x -
Masa Pajak SSP Sama Tidak Sama Diterima Belum x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
Tabel IV.3 Kertas Kerja Evaluasi Pajak Keluaran A3
92
Atas total PPN yang dipungut sebesar Rp 25.513.080.408,-, tersebut dapat kita ketahui nilai penjualan yang dilakukan PT Waskita Karya selama bulan Desember 2005 sebagai berikut: PPN Keluaran
: Rp 25.513.080.408,-
Tarif PPN
: 10%
Dasar Pengenaan Pajak
: 100/10x Rp 25.513.080.408,Rp 255.130.804.080,-
Jurnal akuntansinya adalah sebagai berikut: Dr. Kas/Bank
Rp 255.130.804.080,-
Dr. PPN Keluaran Pemungut
Rp
25.513.080.408,-
Cr. Penjualan
Rp 255.130.804.080,-
Cr. Pajak Keluaran
Rp
25.513.080.408,-
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Bendaharawan Pemerintah dan
Dengan ditunjuknya
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara sebagai
Pemungut PPN berarti mengganti badan-badan tertentu yang tidak lagi sebagai Pemungut PPN. Badan-badan tertentu tersebut adalah: a) Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMN dan BUMD) b) Bank Pemerintah Pusat dan Bank Pembangunan Daerah seperti Bank BNI, Bank Mandiri, BPD c) Bank Indonesia d) Pertamina 93
e) Kontrak karya/Kontrak Bagi Hasil di bidang pertambangan umum. Dengan demikian sejak tanggal 1 Januari 2004, badan-badan tertentu tersebut tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPN eks Pasal 1 angka 27 dan Pasal 16A UU PPN 1984. PT Waskita Karya sejak tanggal 1 Januari 2004 tidak lagi menjadi Wajib Pungut, oleh karena itu pada saat PT Waskita Karya menyerahkan Faktur Pajak Standar atas transaksi penjualannya kepada Pemungut PPN harus disertakan pula SSP-nya (Surat Setoran Pajak) dan mengisi pada kolom identitas dan jumlah pajak terutangnya saja. Kolom lainnya tidak perlu diisi.
Apabila SSP-nya tidak dilampirkan, maka Faktur Pajak
tersebut tetap akan masuk dalam SPT PPN 1195 A3 dengan keterangan SSP belum diterima. Tanda lain yang menjadi ciri Faktur Pajak Standar kepada Pemungut PPN adalah adanya cap dan tanda tangan bendaharawan Pemerintah yang bersangkutan. Dalam penelitian, penulis juga menemukan adanya dokumen tertentu yang diperlakukan secara khusus sebagai Faktur Pajak Standar. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak No. KEP-312/PJ/2001tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ/2000 tentang Dokumen-dokumen Tertentu yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar tanggal 23 April 2001, kuitansi, dalam hal ini adalah kuitansi yang diberikan olehb pihak TelKom, dapat diberlakukan sebagai Faktur Pajak Standar sehingga dapat dikreditkan sebagai Faktur Pajak Masukan. Di bawah ini akan disajikan contoh Kuitansi PT Telkom Indonesia Tbk yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar.
94
Gambar IV.1 Dokumen lain sebagai Faktur Pajak Standar – Kuitansi Telepon
95
Berikut ini penghitungan PPN atas penyerahan kepada Pemungut PPN: a.
NPWP
: 00-019-179-1-051-000
Nama Perusahaan
: Sekretaris Utama Perpustakaan nasional RI
Kode Faktur Pajak
: CEZRQ-051-0000784
Tanggal
: 09/12/2005
Dasar Pengenaan Pajak
: Rp 964.276.250,-
Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 964.276.250,Rp 96.427.625,-
b. NPWP Nama Perusahaan
: 00-016-152-1-101-000 : Bendaharawan
Umum
Daerah
Propinsi
Aceh
Darussalam Kode Faktur Pajak
: CEZRQ-051-0000862
Tanggal
: 29/12/2005
Dasar Pengenaan Pajak
: Rp 4.036.480.000,-
Tarif PPN
: 10%
PPN Masukan
: 10% x Rp 4.036.480.000,Rp 403.648.000,-
Faktur Pajak Standar A3 bulan Desember 2005 PT Waskita Karya disajikan pada lampiran 4.
96
IV.3 Evaluasi atas Penghitungan dan Pelaporan Pajak Terutang Sistem pemungutan pajak kita adalah self assesment system, dimana wajib pajak menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutangnya ke KPP dimana dia terdaftar. Sarana untuk menghitung, menyetor dan melapor tadi adalah SPT (Surat Pemberitahuan), baik SPT Tahunan maupun SPT Masa (bulanan). SPT 1195 PPN dan 1101 BM merupakan SPT Masa, dimana setiap bulannya wajib dilaporkan berapa besarnya PPN yang terutang atau PPN lebih bayarnya ke Kantor Pelayanan tempat WP terdaftar sebagai PKP. Berdasarkan Pasal 4 UU KUP ditentukan bahwa pengisian SPT harus dilakukan dengan lengkap, benar dan ditandatangani oleh: a. pengurus atau direksi untuk wajib pajak badan b. Wajib Pajak yang namanya tercantum dalam Kartu NPWP dan SK PKP bagi wajib pajak orang pribadi Dalam hal SPT ditandatangani oleh pihak lain selain yang disebut di atas harus dilampiri Surat Kuasa Khusus. SPT harus disampaikan dengan lengkap, artinya disertai lampiran yang telah ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.
SPT yang disampaikan tidak
lengkap, dianggap SPT tersebut tidak pernah disampaikan.
Tanggal jatuh tempo
penyampaian SPT Masa PPN 1195 aedalah tanggal 20 (dua puluh) Masa Pajak berikutnya. Sedangkan batas waktu pembayaran PPN terutangnya adalah tanggal 15 bulan berikutnya.
Apabila terlambat, dikenakan sanksi
administrasi berupa denda
sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). PT Waskita Karya, selaku PKP yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, untuk masa Desember 2005 telah dua kali melakukan pelaporan SPT, hal ini disebabkan PT Waskita Karya melakukan
97
pembetulan SPT Masa PPN Desember 2005 yang dilaporkan pertama kali. Berdasarkan bukti penerimaan surat dengan nomor S-000689/PPN1195/WPJ.07/KP.0103/2006 PT Waskita Karya telah menyampaikan SPT Masa PPN 1195 pada tanggal 17 Januari 2006 untuk bulan yang berakhir Desember 2005. Status PT Waskita Karya pada waktu itu adalah lebih bayar Rp 1.585.276.328,- yang akan dikompensasikan untuk bulan berikutnya.
Selanjutnya berdasarkan bukti penerimaan surat dengan nomor S-
002720/PPN1195/WPJ.07/KP.0103/2006 tertanggal 10 Februari 2006, PT Waskita Karya melaporkan pembetulan SPT Masa PPN 1195 sebelumnya. Statusnya belum berubah dari sebelumnya yaitu lebih bayar dengan jumlah yang lebih besar yaitu, Rp 51.086.405.065,-.
Status lebih bayar PT Waskita Karya bulan Desember 2005
disebabkan karena banyak proyek yang berasal dari hibah atau bantuan pinjaman luar negeri, APBN, APBD sehingga Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut dan dilaporkan di SPT Masa PPN Waskita Karya di lembar A3 dengan SSP telah diterima. Lebih Bayar PT Waskita Karya sebesar Rp 51.086.405.065,- merupakan akumulasi status lebih bayar dari bulan-bulan sebelumnya (Januari – Desember 2005) sehingga angka tersebut merupakan lebih bayar selama 1 tahun. Terkait dengan adanya beberapa data berupa Faktur Pajak Standar yang cacat, maka penulis akan melakukan reperformance atau penghitungan kembali atas Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT Waskita Karya dengan menggunakan Kertas Kerja Pajak Pertambahan Nilai. Faktur Pajak Standar yang diperoleh penulis untuk melakukan reperformance adalah sebagai berikut: 1. 6 (enam) lembar Faktur Pajak Standar untuk Pajak Masukan 2. 3 (tiga) lembar Faktur Pajak Standar untuk Pajak Keluaran A1
98
3. 7 (tujuh) lembar Faktur Pajak Standar untuk Pajak Keluaran A3, •
3 (tiga) lembar dengan dilampirkan SSP-nya
•
4 (empat) lembar tanpa dengan lampiran SSP. Penulis akan menuangkan reperformance dalam Kertas Kerja dan mengisi SPT
Masa PPN 1195 Induk. Pengisian SPT Masa 1195 Induk diasumsikan kekurangan data yang tidak diperoleh penulis adalah benar sehingga pengurangan maupn penambahan yang terjadi dalam status lebih bayar atau jumlah Pajak Masukan Waskita Karya dan lainnya berdasarkan pada SPT Masa PPN 1195 Pembetulan yang diperoleh penulis. Penghitungan kembali dan pengisian SPT Masa PPN 1195 (Induk) adalah sebagai berikut:
99
Evaluasi Pengisian SPT Masa PPN 1195 Masa Pajak Desember 2005 Nomor 1 2 3 …
Nama PKP PT Putera Mataram Mitra Sejahtera Yayasan Badan Pendidikan Kristen Penabur PT Sinjaya … TOTAL (Menurut Penulis) TOTAL (Menurut SPT) SELISIH
Tanggal Faktur Pajak 23/12/2005 29/11/2005 28/10/2005 …
DPP Rp553,755,964 1,216,600,000 843,810,409 … Rp81,777,476,339 Rp81,777,476,339 Rp0
Jumlah PPN PPnBM Rp55,375,596 121,660,000 84,381,041 … … Rp8,177,747,633 Rp8,177,747,633 Rp0
Formulir SPT Masa PPN 1195 A1 1195 A1 1195 A1 …
Tabel IV.5 Evaluasi Pengisian SPT Masa PPN 1195 Penjualan A1
101
Evaluasi Pengisian SPT Masa PPN 1195 Masa Pajak Desember 2005 No.
Nama PKP
1
Tanggal Faktur Pajak Satuan Kerja Sementara Pembangunan Jalan dan J16/12/2005
2
Jumlah DPP Rp2,580,453,415
PPN Rp258,045,341
Pimpinan Proyek Pengembangan Pelayanan Trans 6/12/2005
3,635,588,727
363,558,873
3
Kepala Satuan Kerja Sementara Pembangunan Jala6/12/2005
864,094,553
86,409,455
4
PT PBM Olah Jasa Andal
5/12/2005
5,352,427,210
535,242,721
5
Dinas Pekerjaan Umum Kota Kediri
28/12/2005
597,927,000
59,792,700
6
Bendahara Pengeluaran Kanwil DJP Jabagteng II 28/10/2005
3,961,681,636
396,168,164
7
Dinas PU Kimpraswil Kabupaten Kampar
3,463,636,364
346,363,636
…
… TOTAL (Menurut Penulis) TOTAL (Menurut SPT) SELISIH
… Rp255,130,804,493 Rp255,130,804,493 Rp0
… Rp25,513,080,408 Rp25,513,080,408 Rp0
30/12/2005 …
Formulir SPT Masa PPN 1195 A3 SSP belum diterima 1195 A3 SSP belum diterima 1195 A3 SSP belum diterima 1195 A3 SSP belum diterima 1195 A3 SSP diterima 1195 A3 SSP diterima 1195 A3 SSP diterima …
Tabel IV.6 Evaluasi Pengisian SPT Masa PPN 1195 Penjualan A3
102
IV.4 Pembahasan Hasil Temuan Dalam melakukan pambayaran/penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan PT Waskita Karya, ternyata masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan sehingga berdampak kepada SPT-nya. Berikut ini akan dibahas beberapa temuan yang ditemukan oleh penulis selama penelitian di PT Waskita Karya kaitannya dengan penyetoran dan pelaporan SPT.
1. SPT Masa PPN Desember 2005 PT Waskita Karya yang dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak belum memenuhi syarat kelengkapan pelaporan SPT.
Pasal 4 ayat (2) Undang-undang KUP berbunyi demikian, Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. Pengisian SPT harus sesuai dengan Undang-undang beserta Buku Petunjuk Pengisian SPT, baik secara materiel (berdasarkan UU PPh 1984 / UU PPN 1984) maupun formal ( berdasarkan UU KUP). Pengisian SPT harus dilakukan dalam bahasa Indonesia, huruf latin, angka Arab satuan mata uang Rupiah. Benar berarti,
sesuai dengan penghitungan menurut undang-undang materiel (UU PPh 1984, UU PPN 1984)
Jelas berarti,
baik tulisan naupun angka, harus jelas dan terang sehingga tidak dapat ditafsirkan lain (formal)
Lengkap berarti, semua unsur yang tercantum dalam SPT dan semua lampirannya yang diisyaratkan telah diisi dengan lengkap serta SPT tersebut ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya (formal) 106
SPT dikategorikan tidak lengkap apabila: a. Nama dan NPWP tidak dicantumkan dalam SPT tersebut; b. elemen SPT dan Lampiran tidak atau kurang diisi; c. SPT tidak ditandatangani WP atau ditandatangani Kuasa WP, tetapi tidak dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus; d. SPT tidak atau kurang dilampiri dengan Lampiran yang diisyaratkan; e. SPT Kurang Bayar, tetapi tidak dilampiri dengan SSP atau SK Persetujuan Penundaan / Angsuran PPh Pasal 29. Permasalahan di atas timbul karena dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan perlakukan pelaporan SPT Masa PPN bagi PKP yang terdaftar di KPP kecil secara manual dengan PKP yang terdaftar di KPP besar melalui media elektronik. Kemungkinan lain yaitu karena kesalahan tafsir atau kekeliruan dalam menanggapi ketentuan perpajakan yang berlaku yang tertuang dalam undang-undang KUP. Akibat dari pelaporan SPT yang tidak lengkap tersebut adalah: •
SPT tidak lengkap yang disampaikan secara langsung, ditolak dan dikembalilikan untuk dilengkapi;
•
SPT yang disampaikan tidak secara langsung, ditolak dan dikembalikan untuk dilengkapi.
SPT yang dilpaorkan tidak lengkap dan dikembalikan kembali tentu akan merugikan perusahaan, terutama dalam hal efisiensi dan efektifitas waktu. Atas dasar permasalahan di atas dan mengingat akibat yang dapat diderita perusahaan, maka PT Waskita Karya harus melampirkan seluruh Lampiran yang diisyaratkan oleh Direktur Jendral Pajak. Untuk SPT Masa PPN, maka PT Waskita Karya harus menyerahkan kembali Lampiran 1195 A1, 1195 A2, 1195 A3, 1195 B1, 107
1195 B2, 1195 B3, 1195 B4 dan 1101 BM (jika perusahaan pada Masa yang bersangkutan melakukan transaksi jual-beli yang termasuk barang mewah), baik yang diisi maupun tidak.
2. Faktur Pajak Standar yang dibuat atas transaksi penjualan banyak yang cacat.
Kondisi yang ditemukan sehubungan dengan Faktur Pajak Standar cacat dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Diisi dengan data yang tidak benar. Pengisian data yang tidak benar dapat berupa: •
NPWP salah, Nomor seri Faktur Pajak yang seharusnya 7 digit ditulis kurang dari 7 digit.
•
Nama salah ditulis
•
Nama perusahaan salah ditulis, misalnya PT Ramuna ditulis PT Ramuni
b. Diisi tidak lengkap Pengisian tidak lengkap dapat berupa: •
Baris ’’NPWP ’’ Pembeli BKP atau penerima JKP tidak diisi
•
’’Jabatan’’ penandatanganan Faktur Pajak tidak diisi.
•
Pada baris ’’Jumlah Harga Jual/Pengantian/ Uang Muka/Termijn’’ tidak dicoret pada bagian kalimat yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri.
•
Tanda tangan menggunakan cap tanda tangan
•
Pengisian/pembetulan dilakukan dengan cara yang tidak benar
108
Penandatanganan dilakukan menggunakan cap tanda tangan.
Melakukan pembetulan Faktur Pajak Standar yang diketahui terdapat kesalahan
dalam
pengisian
dengan
cara
dicoret
atau
dihapus
menggunakan tipp-ex atau alat penghapus lainnya. c. Faktur Pajak dibuat melampaui batas waktu yang telah ditentukan. d. Faktur Pajak dibuat oleh pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai PKP. Dalam kasus ini, Faktur Pajak Standar cacat disebabkan karena kelengahan atau kealpaan Wajib Pajak (human error) dalam mengisi Faktur Pajak dan dalam memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku, sehingga pada baris ’’Jumlah Harga Jual/Pengantian/ Uang Muka/Termijn’’ tidak dicoret pada bagian kalimat yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri.
Berikut
ilustrasinya: AKIBAT Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn**)
100.000.000
**) Coret yang tidak perlu Pola penulisan seperti di atas salah dan menjadikan Faktur Pajak Standarnya cacat karena tidak mencoret salah satu dari Harga Jual, Penggantian, Uang Muka dan Termijn. Karena kesalahan tersebut, timbul kerancuan atas jumlah 100.000.000 di atas. Seharusnya pada bagian itu diisi sebagai berikut: Jumlah Harga Jual/Penggantian/ Uang Muka/Termijn**)
100.000.000
**) Coret yang tidak perlu Pola penulisan seperti di atas benar dan dapat menjelaskan bahwa jumlah 100.000.000 tersebut merupakan Harga Jual.
PT Waskita Karya tidak
109
memperhatikan syarat Formal Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, yaitu Faktur Pajak Standarnya harus memenuhi syarat kebenaran dan kelengkapan datanya. Contoh Faktur Pajak Standar yang lengkap dan Faktur Pajak Standar yang cacat akan disajikan dalam lampiran. Akibat yang terjadi adalah Pajak Keluaran atas Faktur Pajak Standar yang cacat, bagi pembeli atau pihak yang menerima penyerahan Jasa Kena Pajak atau Barang Kena Pajak Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan dan suatu ketika dapat mengajukan klaim kepada PT Waskita Karya untuk meminta pengantian atas Faktur Pajak Standar yang cacat. Atas dasar permasalahan di atas dan mengingat akibat yang dapat diderita perusahaan maka PT Waskita Karya harus lebih teliti dan berhati-hati lagi bila akan membuat Faktur Pajak Standar serta wajib memperhatikan syarat Formal Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Mengenai Faktur Pajak Keluaran yang dibuat dan menjadikan Pajak Masukan bagi pemilik atau owner’s tidak dapat dikreditkan, PT Waskita Karya disarankan melakukan penggantian Faktur Pajak Standar.
3. PT Waskita Karya ikut serta dalam program pembangunan Aceh setelah bencana Tsunami yang dananya berasal dari investor asing serta Badan-badan Internasional lainnya sehingga PPN yang terutang atas proyek Tsunami Aceh tersebut dibebaskan dan Pajak Masukannya juga tidak dapat dikreditkan.
Pasal 16B ayat 3 Undang-undang PPN 1984 berbunyi, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
110
yang atas penyerahannya dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan. Permasalahan yang timbul ini disebabkan karena latar belakang PT Waskita Karya yang dahulu merupakan BUMN yang bergerak atas nama Pemerintah. Kini meskipun sudah berubah menjadi PT (Perseroan Terbatas), hubungan dengan Pemerintah tetap dekat, dalam arti PT Waskita Karya selalu menjadi prioritas utama Pemerintah
apabila
ada
proyek-proyek
kemanusiaan
(rehabilitasi
ataupun
pembangunan kembali) seperti yang terjadi di Aceh. Biasanya atas proyek tersebut PT Waskita Karya berhubungan langsung dengan badan-badan internasional atau investor asing dalam hal pendanaannya. Sehubungan
dengan
proyek-proyek
yang
Pajak
Pertambahan
Nilainya
dibebaskan oleh Pemerintah menimbulkan permasalahan tersendiri bagi PT Waskita Karya yaitu, Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan baik itu untuk perolehan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tadi dapat menimbulkan potensi kerugian sebesar 10% atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena harus ditanggung oleh perusahaan. Untuk kejadian khusus tersebut di atas, hendaknya Pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak dapat membuat peraturan khusus mengenai hal tersebut di atas agar PM-nya dapat dikreditkan. Atas dasar itulah hendaknya PT Waskita Karya tetap memperjuangkan hal tersebut dengan mengajukan surat kepada Direktur Jenderal Pajak khususnya kepada Direktur PPN.
111
4. Dalam praktek di lapangan, ternyata ada pihak penyewa atau owner’s dari pekerjaan yang tidak mau dipungut PPN.
1) PP No. 42 Tahun 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir No. 25 Tahun 2001 2) Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-18/PJ.23/1995 3) Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-05/PJ.42/2001, menyebutkan: I.
Bentuk Usaha Tetap berarti suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan, meliputi: suatu bangunan, proyek konstruksi, proyek perakitan, atau proyek instalasi, atau kegiatan pengawasan yang berhubungan dengannya, tetapi hanya apabila bangunan, proyek atau kegiatan tersebut berlangsung untuk masa lebih dari enam bulan (TAX TREATY INDONESIA – NEGARA X Pasal 5 ayat 1 dan 3)
II.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Kontraktor Utama dari sub Kontraktor atau pihak lain, tetap terutang PPN yang bagi Kontraktor Utama merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut digunakan unuk mengerjakan Proyek Pemerintah.
III.
Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama, Konsultan Utama, dan Pemasok (supplier) Utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung Pemerintah. 112
IV.
Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok (supplier) lapis kedua atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dipotong/dipungut atau dibayar sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2000. Berikut ilustrasi kerjasama Pemerintah dengan investor asing Negara X yang diberikan kepada Kontraktor Utama, sehingga PT Waskita Karya menjadi Kontraktor Lapisan ke-2:
113
REPUBLIK INDONESIA
NEGARA X Memberikan pinjaman atau hibah
Lapisan Pertama
TIDAK TERHUTANG PPN dan PPh (Lihat angka III)
KONTRAKTOR KONSULTAN SUPPLIER Lapisan ke dua
TERHUTANG PPN DAN PPh (Lihat angka IV)
SUB KONTRAKTOR Lapisan ke tiga
SUB KONTRAKTOR
Gambar IV.4 Skema Kerjasama Indonesia dengan Investor asing 114
TERHUTANG PPN DAN PPh (Lihat angka IV)
Karena PT Waskita Karya berada di Lapisan Kedua dan menerima kontrak dari Kontraktor, Konsultan atau Supplier Utama, maka PT Waskita Karya terhutang PPN dan PPh dan wajib memungut PPN kepada Kontraktor Utama. Namun Kontraktor Utama (dalam hal ini Kontraktor yang berasal dari Negara X) yang berada pada Lapisan Pertama yang
tidak terhutang karena dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri. Akibat yang ditimbulkan adalah PT Waskita Karya tidak dapat memungut PPN kepada Kontraktor Utama tersebut yang mengakibatkan PT Waskita Karya harus menanggung sendiri PPN-nya. Ada dua cara mengantisipasi masalah ini: •
Dengan metode Gross Up Metode ini merupakan metode untuk menaikkan harga jual dengan memasukkan unsur PPN di dalamnya tanpa diketahui oleh Wajib Pajak yang membayarnya. Harga jual dengan metode Gross Up ini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga jual ditambah PPN.
Namun masalah akan lebih rumit bila owner’s mengetahui berapa jumlah yang harus dibayar pada setiap pembayaran Termijn. Untuk ini cara yang bisa di tempuh adalah: •
Mengajukan surat kepada KPP tempat owner’s terdaftar sebagai PKP dengan menyebutkan permasalahan yang dihadapi serta melampirkan peraturan-peraturan yang mendukung, sehingga PKP tersebut mau membayar PPN-nya.
115