UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PROSES RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT ABC
LAPORAN MAGANG
GHIKI LESTARI 0906558836
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JULI 2013
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PROSES RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT ABC
LAPORAN MAGANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
GHIKI LESTARI 0906558836
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JULI 2013
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
ii Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
iii Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan laporan magang ini. Laporan magang ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan magang ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan magang ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Eko Wisnu Warsitosunu, M.M., selaku dosen pembimbing saya, yang memberikan saya masukan, bantuan, dan pengarahan dengan sabar mulai dari awal penulisan hingga selesainya laporan magang ini. 2. Bapak Widhi Astono, S.E., M.M. dan Ibu Debby Fitriasari, S.E., M.S.M., selaku dosen penguji, yang telah memberikan masukan dan saran untuk laporan magang ini. 3. Pihak MUC Consulting Group, yang telah banyak membantu saya selama saya magang tiga bulan dan mengumpulkan data untuk laporan magang ini. Team Tax Dispute, Mas Nurdiansyah, Mba Farini Pricilia, Mas Maidoni Putra, Mba Yurizka Hanum, dan khususnya Mba Shinta Marvianti yang sangat sabar setiap kali saya berkonsultasi mengenai laporan magang dan meminta data di sela-sela kesibukan yang padat. 4. Orang tua saya, Mama (Dede Atin) dan Bapak (Dana), Teteh (Rikda Rindiantika, S.K.M.), kakak ipar (Lylyk Wahyu Sadikin, S.K.M.), dan keluarga besar yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral. 5. Sahabat-sahabat tercinta, Putri Athirah, Rusydina Aulianasyah, Ridha Yusra Oktaviola, dan Febrina Eka Putri yang telah mewarnai hari-hari saya selama kuliah di FEUI dan juga banyak memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan magang ini. 6. Teman-teman magang yang sangat menyenangkan, Cindy Claudya Cynthia, Evy Suryany, Asnur Nova Suyuti, Prabowo Candra Dwi, Aufar Anshari, Siska Yuliani, dan khususnya Gede Kharisma Irawan yang selalu memberikan
iv Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
dukungan dan bantuan dalam proses pengerjaan laporan magang ini. Manajer dan senior, baik dari Divisi Tax Dispute maupun Divisi Tax Compliance, Mas Sigit, Mas Lucky, Mba Eka, Mba Melly, Mas Firdaus, Mba Nurma, Mas Opik, Pak Warjo, Mba Rahma, Mas Benny, Mas Ilham, Mba Dewi, Mas Ikhwan, Mas Boy, Mba Cresti, Mba Une, Mba Wila, Mba Ucha, Mba Cahya, dan Mas Bacil. 7. Om Irsyad Effendi, Tante Wahyurini Dwi, Aulia Rizky Pratama, Devita Putri Anggraini, yang selalu memberikan bantuan dan dukungan selama empat tahun saya kuliah. 8. Semua teman-teman di FEUI, khususnya angkatan 2009, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. 9. Para dosen Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan asisten dosen atas ilmu yang diberikan selama perkuliahan.
Saya menyadari bahwa laporan magang ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Saya terbuka atas segala bentuk kritik dan saran membangun guna menyempurnakan laporan magang ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan magang ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, 15 Juli 2013
Penulis, Ghiki Lestari
v Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
vi Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Ghiki Lestari
Program Studi
: Akuntansi
Judul
: Analisis Proses Restitusi Pajak Pertambahan Nilai PT ABC
Laporan magang ini membahas tentang proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT ABC pada tahun 2010 dan 2011 beserta masalah yang terjadi pada saat proses restitusi PPN tersebut. Analisis dilakukan atas perbedaan yang terjadi pada jumlah restitusi yang diajukan oleh PT ABC dengan jumlah restitusi yang akhirnya diterima oleh pemeriksa. Penyebab adanya perbedaan tersebut dikarenakan buruknya penyimpanan dan pengarsipan dokumen yang terkait dengan perpajakan, perbedaan yang ditemukan pemeriksa saat konfirmasi faktur pajak pada saat konfirmasi melalui Sistem Informasi Perpajakan dan melalui Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan, reekspor spareparts dan barang jadi karena adanya retur penjualan, penyesuaian harga karena adanya ketidaksesuaian spesifikasi produk, kesalahan dari PKP rekanan terkait dengan data di faktur pajak, sanksi atas kompensasi masa pajak sebelumnya, dan sanksi atas PPN Jasa Luar Negeri.
Kata kunci: restitusi, pajak pertambahan nilai, pemeriksaan
vii Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
ABSTRACT Name
: Ghiki Lestari
Study Program
: Accounting
Title
: Analysis of Process of Value Added Tax Refund in PT ABC
This internship report discusses about the process of Value Added Tax (VAT) refund of PT ABC in 2010 and 2011 along with the problem that occurs in the process of VAT refund. Analyses were performed on the differences that occur in the amount of refund submitted by PT ABC with the amount of refund that was accepted by the tax auditor. The reason of the difference is due to the bad storaging and archiving of documents related to taxation, the differences found by the tax auditor when doing the confirmation of tax invoice through Taxation Information System and through Taxation Office of supplier, the re-export of spare parts and finished goods due to sales returns, the price adjustment because of the incompatibility product specifications, the mistake from the supplier related to the data in the tax invoice, the penalties of compensation in the earlier tax period, and the penalties of Overseas Service VAT. Key words: refund, value added tax, tax audit
viii Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................. iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ vi ABSTRAK ........................................................................................................ vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah Laporan Magang .................................................. 3 1.3 Tujuan Penulisan Laporan Magang....................................................... 4 1.4 Manfaat Laporan Magang..................................................................... 4 1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang .............................................. 4 1.6 Pelaksanaan Kegiatan Magang ............................................................. 4 1.7 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang ......................................... 5 1.8 Metode Penulisan Laporan Magang ...................................................... 5 1.6 Sistematika Penulisan .......................................................................... 6 2. LANDASAN TEORI .................................................................................... 7 2.1 Pajak Pertambahan Nilai ...................................................................... 7 2.1.1 Definisi PPN ................................................................................ 7 2.1.2 Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan ............................................ 7 2.1.2.1 Sifat Pemungutan ............................................................. 7 2.1.2.2 Metode Penghitungan PPN ............................................... 8 2.1.2.3 Prinsip Pemungutan ......................................................... 9 2.1.3 Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak .................................... 10 2.1.3.1 Barang Kena Pajak ......................................................... 10 2.1.3.2 Jasa Kena Pajak.............................................................. 11 2.1.4 Objek Pajak ............................................................................... 12 2.1.5 Subjek Pajak dan Pemungut Pajak ............................................. 13 2.1.5.1 Subjek Pajak .................................................................. 13 2.1.5.2 Pemungut PPN ............................................................... 14 2.1.6 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif Pajak ........................... 14 2.1.6.1 DPP ............................................................................... 14 2.1.6.2 Tarif PPN ....................................................................... 16 2.1.7 Saat Pajak Terutang ................................................................... 17 2.1.8 Mekanisme PM dan PK ............................................................. 17 2.1.8.1 Faktur Pajak ................................................................... 17 2.1.8.2 Pengkreditan PM ............................................................ 19 2.1.8.3 Kriteria PM yang Dapat Dikreditkan .............................. 20 2.1.8.4 Kriteria PM yang Tidak Dapat Dikreditkan .................... 21 2.2 Pelaporan dan Restitusi PPN ............................................................. 21 2.2.1 Pelaporan PPN .......................................................................... 21 ix Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
2.2.1.1 Saat Pembayaran / Penyetoran PPN dan PPnBM ............ 21 2.2.1.2 Pelaporan SPT Masa PPN .............................................. 22 2.2.1.3 Saat Pelaporan PPN dan PPnBM .................................... 23 2.2.2 Restitusi PPN............................................................................. 24 2.2.3 PM dan Permohonan Restitusi ................................................... 25 2.2.4 Jangka Waktu Penyelesaian Restitusi ......................................... 26 2.2.5 Penelitian atau Pemeriksaan Dalam Restitusi PPN ..................... 26 2.2.6 WP Kriteria Tertentu ................................................................. 27 2.2.7 Konfirmasi Faktur Pajak ............................................................ 27 2.2.8 Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi PKP Berisiko Rendah ...................................................................................... 28 2.3 Pemeriksaan ....................................................................................... 29 3. PROFIL PERUSAHAAN ........................................................................... 33 3.1 Profil Perusahaan Magang ................................................................. 33 3.1.1 Gambaran Umum MUC Consulting Group ................................ 33 3.1.2 Jasa Profesional yang Disediakan oleh MUC Consulting Group. 33 3.1.3 Struktur Organisasi MUC Consulting Group .............................. 35 3.2 Gambaran Umum PT ABC ................................................................. 35 3.3 Praktik Perpajakan PT ABC ............................................................... 36 3.3.1 Administrasi Perpajakan PT ABC .............................................. 36 3.3.2 Divisi-Divisi yang Berhubungan dengan Perpajakan PT ABC ... 38 3.3.3 Aplikasi untuk Praktik Perpajakan PT ABC ............................... 39 3.4 PM dan PK PT ABC .......................................................................... 39 3.5 Hasil Restitusi PPN PT ABC Tahun 2010 dan 2011 ........................... 42 4. PEMBAHASAN DAN ANALISIS ............................................................. 44 4.1 Mekanisme Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT ABC .. 44 4.2 Permasalahan Terkait Perpajakan dan Proses Restitusi PPN PT ABC . 50 4.2.1 Permasalahan Terkait Administrasi Perpajakan PT ABC............ 50 4.2.2 Analisis Permasalahan Terkait Hasil Restitusi PPN pada Tahun 2010 dan 2011 ........................................................................... 53 4.2.2.1 Penyimpanan dan Pengarsipan Dokumen yang Terkait dengan Perpajakan ......................................................... 54 4.2.2.2 Perbedaan yang Ditemukan Pemeriksa saat Konfirmasi Faktur Pajak / PEB ......................................................... 55 4.2.2.3 Re-ekspor Spareparts dan Barang Jadi ............................ 56 4.2.2.4 Penyesuaian Harga ......................................................... 58 4.2.2.5 Kesalahan dari PKP Rekanan ......................................... 59 4.2.2.6 Sanksi Kompensasi Masa Pajak Sebelumnya.................. 59 4.2.2.7 PPN Jasa Luar Negeri .................................................... 60 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 68 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 68 5.2 Saran ................................................................................................... 69 DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 71
x Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
DAFTAR TABEL Tabel 3.1. PK dan PM PT ABC Tahun 2010.......................................................... 40 Tabel 3.2. PK dan PM PT ABC Tahun 2011.......................................................... 41 Tabel 4.1. Ringkasan Permasalahan yang Terjadi pada PT ABC Terkait Bidang Perpajakan dan Proses atas Permohonan Restitusi PPN ......................... 62
xi Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Contoh Metode Penghitungan PPN .................................................... 9 Gambar 2.2. Penghitungan Harga Jual dan Penggantian ......................................... 15 Gambar 2.3. Penghitungan Nilai Impor .................................................................. 15 Gambar 2.4. Alur Pemeriksaan atas Permohonan Restitusi PPN ............................. 31 Gambar 3.1. Struktur Organisasi MUC Consulting Group ...................................... 35
xii Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah pabean. Pada dasarnya semua barang merupakan BKP, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. PPN sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai kewajiban membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan tidak berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapapun yang mengonsumsi barang atau jasa yang termasuk objek PPN, akan diperlakukan sama dan wajib membayar PPN atas konsumsi barang atau jasa tersebut. Di samping sebagai pajak objektif, PPN di Indonesia termasuk dalam kategori pajak atas konsumsi. Ditinjau dari hukum perpajakan, pajak atas konsumsi adalah pajak yang timbul akibat suatu peristiwa hukum yang menjadi beban konsumen baik secara yuridis maupun ekonomis. Maksudnya, yang dikenai pajak adalah barang-barang atau jasa yang dikonsumsi, bukan barang-barang dalam proses produksi, dan ditujukan pada konsumen akhir. PPN juga termasuk pajak tidak langsung. Sebagai pajak tidak langsung, beban pembayaran pajaknya dipikul oleh konsumen, namun penanggung jawab atas penyetoran PPN ke kas negara dibebankan kepada penjual (pajak.go.id, 2012). Dalam PPN terdapat Pajak Masukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK). PM dapat diartikan sebagai PPN yang dibayarkan saat melakukan pembelian barang atau penggunaan jasa. PK juga dapat diartikan pajak yang harus dipungut saat melakukan penjualan barang atau penyediaan jasa. PM dan PK tersebut dibandingkan setiap bulannya. Jika PM lebih besar daripada PK, disebut lebih 1 Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
2
bayar. Namun, jika PM lebih kecil dibandingkan dengan PK, disebut kurang bayar. Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM pasal 9 ayat 4, diatur apabila dalam suatu masa pajak, PM yang dapat dikreditkan lebih besar daripada PK, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Atas kelebihan PM tersebut dapat juga diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Pengembalian itulah yang disebut dengan restitusi. Dalam mengajukan restitusi PPN, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh wajib pajak mengingat hal tersebut terkait dengan kas negara. Ada tata cara pengajuan restitusi yang harus dipatuhi oleh WP. Dimulai dari pengajuan permohonan restitusi, kelengkapan dokumen untuk permohonan restitusi, dan proses penelitian atau pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak dalam permohonan restitusi. Permohonan pengembalian kelebihan pajak dapat diproses melalui penelitian atau pemeriksaan. Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) kriteria tertentu, PKP yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP); atau PKP berisiko rendah. Selain PKP tersebut, atas permohonan pengembalian kelebihan pajaknya dilakukan pemeriksaan. Menurut Sukardji (2012), penyebab terjadi kelebihan pembayaran PM karena PKP melakukan ekspor BKP Berwujud atau BKP Tidak Berwujud, ekspor JKP, penyerahan BKP / JKP kepada pemungut PPN, penyerahan BKP / JKP yang memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut, pembelian barang modal dalam tahap belum berproduksi, dan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Kelebihan pembayaran PM karena ekspor BKP Berwujud misalnya, terjadi pada PT ABC. PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. PT ABC merupakan anak perusahaan dari X Corp. yang berada di Jepang. PT ABC memproduksi peralatan untuk bidang kesehatan dan kedokteran. PT ABC adalah PKP yang selalu melakukan restitusi di setiap tahunnya. Restitusi tersebut disebabkan oleh transaksi penjualan ekspor di mana produk dari PT ABC
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
3
seluruhnya diekspor ke perusahaan induknya yang berada di Jepang. Melalui perusahaan induk tersebut, produk PT ABC dijual ke berbagai negara, di antaranya Jepang, Rusia, Amerika Serikat, Kanada, dan Indonesia. Pada tahun 2010, PT ABC mengajukan restitusi dan Surat Keputusan Pajak (SKP) yang keluar adalah lebih bayar. Pada tahun 2011, PT ABC kembali mengajukan restitusi namun hingga saat ini proses tersebut masih berlanjut dan belum ada SKP terkait hal tersebut. Walaupun PT ABC melakukan permohonan restitusi setiap tahunnya, hal itu tidak menjamin proses restitusi yang dilakukan berjalan dengan mudah. Ada beberapa masalah yang mungkin timbul dari proses restitusi tersebut. Dimulai dari jangka waktu yang digunakan dalam proses restitusi biasanya cukup panjang, opportunity cost yang timbul akibat proses restitusi yang panjang tersebut, hingga ke masalah penyiapan dokumen pendukung dalam proses restitusi. Masalah yang lain pun bisa muncul, misalnya adanya retur penjualan dan adanya kesalahan dari pihak pemasok. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis PPN, proses restitusi PPN, dan masalah yang terjadi pada restitusi PPN PT ABC dengan mengambil judul “Analisis Proses Restitusi Pajak Pertambahan Nilai PT ABC”.
1.2
Perumusan Masalah Laporan Magang
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah mekanisme restitusi PPN di PT ABC sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan? 2. Apa saja masalah PT ABC dalam melakukan restitusi PPN dan apa solusi praktis untuk PT ABC?
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
4
1.3
Tujuan Penulisan Laporan Magang
Tujuan penulisan laporan magang adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis mekanisme restitusi PPN di PT ABC apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan. 2. Mengidentifikasi masalah di PT ABC dalam melakukan restitusi PPN dan merekomendasikan solusi praktisnya.
1.4
Manfaat Laporan Magang
Laporan magang ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan yang diteliti (PT ABC), dengan memberikan saran dan rekomendasi perbaikan atas proses restitusi PPN. 2. Bagi para pelaku dunia usaha, khususnya yang mengalami kelebihan pembayaran PPN dan mengajukan restitusi PPN tersebut sehingga dapat membantu dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 3. Bagi para akademisi, khususnya yang mendalami bidang perpajakan, dengan menambah pengetahuan mengenai mekanisme pengajuan restitusi sesuai dengan peraturan perpajakan dan masalah yang dihadapi dalam proses restitusi tersebut.
1.5
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang
Penulis melaksanakan program magang di Kantor Konsultan Pajak MUC Consulting Group yang beralamat di TB Simatupang 15, Jakarta Selatan. Program magang ini berlangsung selama 3 bulan terhitung dari tanggal 9 Januari 2013 sampai 9 April 2013. Jam kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai pukul 17.00. Selama proses magang, penulis ditempatkan di Divisi Tax Dispute.
1.6
Pelaksanaan Kegiatan Magang
Selama kegiatan magang ini, penulis ditempatkan di bagian Tax tepatnya Divisi Tax Dispute. Divisi Tax Dispute merupakan divisi yang menyediakan jasa untuk membantu klien dalam penyelesaian sengketa pajak seperti keberatan atas surat ketetapan pajak, banding keputusan keberatan pajak, dan peninjauan kembali
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
5
kepada Mahkamah Agung. Penulis ditempatkan di salah satu tim Tax Dispute dan membantu konsultan senior di tim tersebut. Selain PT ABC, penulis juga membantu dalam penanganan beberapa klien lain. Tugas penulis selama magang di antaranya adalah melakukan rekapitulasi dokumen yang dibutuhkan dalam proses pemeriksaan, seperti Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) 21, 22, 23, 26, 4 (2) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bukti Potong PPh, Nota Retur, Pemberitahuaan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dll. Penulis juga melakukan identifikasi objek PPh 23 salah satu klien. Penulis bertanggung jawab untuk mengorganisir dokumen-dokumen yang akan diberikan ke pemeriksa pajak. Penulis juga membuat Surat Banding yang dibutuhkan untuk mengajukan proses banding salah satu klien. Penulis juga melakukan vouching ke kantor klien dan mendampingi manajer untuk berdiskusi dengan klien. Penulis juga mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menyerahkan dokumen yang diminta pemeriksa pajak.
1.7
Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang
Laporan magang ini akan membahas mengenai proses restitusi PPN PT ABC. Bagaimana mekanisme restitusi PPN pada PT ABC pada tahun 2010 dan 2011. Laporan ini juga akan menganalisis masalah PT ABC dalam proses restitusi PPN tersebut serta alternatif penyelesaian masalah tersebut.
1.8
Metode Penulisan Laporan Magang
Dalam penulisan laporan magang ini, penulis menggunakan data dan informasi yang didapat selama program magang berlangsung. Penulis juga melakukan wawancara mendalam kepada konsultan yang menangani restitusi PPN PT ABC tersebut. Selain itu, penulis juga mengumpulkan data melalui studi literatur dengan cara membaca dan mempelajari sumber-sumber referensi yang berkaitan dengan topik laporan magang ini.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
6
1.9 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan magang ini terdiri atas lima bab, yang masingmasing bab terdiri atas beberapa subbab. Secara garis besar, sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. BAB 1 PENDAHULUAN Bab pertama ini menjabarkan tentang latar belakang yang berisi tentang restitusi PPN dan pemilihan PT ABC sebagai objek penelitian. Selain itu, pada bab pertama ini, juga dijabarkan mengenai perumusan masalah laporan magang, tujuan penulisan laporan magang, manfaat laporan magang, ruang lingkup penulisan laporan magang, dan sistematika penulisan. 2. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab kedua ini, membahas mengenai teori pajak secara umum, PPN, proses restitusi PPN, dan peraturan perpajakan yang terkait dengan restitusi tersebut. 3. BAB 3 PROFIL PERUSAHAAN Bab ketiga ini berisikan tentang profil MUC Consulting Group, tempat dan waktu pelaksanaan magang, pelaksanaan kegiatan magang, metode penulisan laporan magang, profil PT ABC, dan praktik perpajakan PT ABC. 4. BAB 4 PEMBAHASAN Bab keempat ini merupakan bab utama yang berisikan data yang didapat dan analisis atas data yang didapat dengan teori yang terkait. Bab ini membahas proses pengajuan restitusi PPN PT ABC, permasalahan yang terjadi, dan alternatif penyelesaiannya. 5. BAB 5 PENUTUP Bab terakhir ini berisikan kesimpulan dan saran dari permasalahan yang diangkat di laporan magang ini.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pajak Pertambahan Nilai
2.1.1
Definisi PPN
Menurut Waluyo (2010), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri atau di dalam daerah pabean, baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa. PPN dikenakan hanya terhadap pertambahan nilainya saja dan dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau memberikan jasa kepada konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan PPN.
2.1.2
Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan
2.1.2.1 Sifat Pemungutan Menurut Waluyo (2010), beberapa sifat pemungutan PPN di antaranya: 1. PPN sebagai pajak objektif. Pungutan PPN ini didasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP). 2. PPN sebagai pajak tidak langsung. Sifat ini menjelaskan bahwa secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada pada penanggung pajak. 3. Pemungutan PPN bersifat multistage tax. Pemungutan PPN dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan, pedagang besar, sampai dengan pengecer. 4. PPN dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak. Credit method adalah metode yang digunakan dengan konsekuensi Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN. 5. PPN bersifat netral. Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya dua faktor, yaitu PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa dan PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan.
7 Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
8
6. PPN tidak menimbulkan pajak ganda. 7. PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri.
2.1.2.2 Metode Penghitungan PPN Untuk menghasilkan produknya, sebuah perusahaan membeli bahan baku, bahan baku, suku cadang, dll dengan total 1000. Biaya yang dikeluarkan ada biaya penyusutan, bunga, upah, dll dengan total 800. Harga jual produk perusahaan tersebut adalah 1800. Jumlah 800 tersebut merupakan nilai tambah. Nilai tambah (value added) adalah penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam rangka proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Menurut Sukardji (2012), bukan harga jual yang menjadi sasaran pengenaan PPN, tetapi nilai tambahnya. Untuk mengenakan PPN atas nilai tambah dapat dilakukan melalui tiga metode, yaitu: 1. Substraction method (metode pengurangan secara langsung), yaitu dengan cara mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli. 2. Indirect subtraction method (metode pengurangan secara tidak langsung), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh pengusaha atas penyerahan barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada pengusaha lain atas perolehan barang atau jasa. 3. Addition method (metode penghitungan nilai tambah), yaitu mengalikan tarif PPN dengan hasil penjumlahan unsur-unsur nilai tambah. UU PPN Indonesia menganut indirect subtraction method. Metode ini juga dinamakan invoice method karena pada saat pengujian kebenaran jumlah pajak yang terutang atas perolehan dan penyerahan diperlukan suatu dokumen pendukung, yaitu faktur pajak (tax invoice). Metode ini juga dinamakan credit method, yaitu mengkreditkan Pajak Masukan (PM) dengan Pajak Keluaran (PK).
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
9
Metode Penghitungan
Indirect Subtraction / Invoice / Credit Method
Subtraction Method
Harga jual = 1800 Harga beli = 1000 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 800 PPN = 80
Harga jual = 1800 PPN = 180 Harga beli = 1000 PPN = 100 PPN terutang untuk disetor ke kas Negara = 80
Addition Method
Penyusutan Sewa Upah Jumlah PPN
= 200 = 400 = 200 = 800 = 80
Gambar 2.1. Contoh Metode Penghitungan PPN Sumber: Untung Sukardji. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, Rajawali Pers, 2012.
2.1.2.3 Prinsip Pemungutan Terdapat dua prinsip pemungutan dalam kaitan dengan arus barang dan jasa yang melintasi batas wilayah negara, yaitu 1. Prinsip Tempat Tujuan (Destination Principle) Pada prinsip ini PPN dipungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi; 2. Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) Pada prinsip tempat asal ini diartikan bahwa PPN dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri, maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
10
Republik Indonesia. PPN tidak akan dikenakan di Indonesia jika barang atau jasa akan dikonsumsi di luar negeri. Hal ini sesuai dengan prinsip tempat tujuan (destination principle) yang digunakan dalam pengenaan PPN. Dengan mengenakan prinsip tempat tujuan, PPN tidak bersifat diskriminatif atau bersifat netral karena baik produk domestik maupun komoditi impor sama-sama dikenakan PPN.
2.1.3
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
2.1.3.1 Barang Kena Pajak Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM pasal 4A ayat 2, dijelaskan mengenai jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut: 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Barang tersebut meliputi: a. minyak mentah (crude oil); b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat; c. panas bumi; d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit / andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit. 2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang tersebut meliputi: Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
11
a. beras; b. gabah; c. jagung; d. sagu; e. kedelai; f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan / atau direbus; h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan / atau dikemas atau tidak dikemas; dan k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan / atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah. 3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan 4. uang, emas batangan, dan surat berharga.
2.1.3.2 Jasa Kena Pajak Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
12
atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM. Dalam pasal 4A ayat 3 UU PPN dan PPnBM, dijelaskan jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut: a. jasa pelayanan kesehatan medis; b. jasa pelayanan sosial; c. jasa pengiriman surat dengan perangko; d. jasa keuangan; e. jasa asuransi; f. jasa keagamaan; g. jasa pendidikan; h. jasa kesenian dan hiburan; i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; k. jasa tenaga kerja; l. jasa perhotelan; m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; n. jasa penyediaan tempat parkir; o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan q. jasa boga atau katering.
2.1.4
Objek Pajak
Dalam pasal 4 ayat 1 UU PPN dan PPnBM, dijelaskan bahwa PPN dikenakan atas: a. penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha; b. impor BKP; c. penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha; d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
13
e. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; f. ekspor BKP Berwujud oleh PKP; g. ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan h. ekspor JKP oleh PKP.
2.1.5
Subjek Pajak dan Pemungut Pajak
2.1.5.1 Subjek Pajak Menurut Sukardji (2012), berdasarkan pasal 4, pasal 16C, dan pasal 16D UU PPN dan PPnBM, subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Pengusaha Kena Pajak Yang termasuk dalam kelompok PKP adalah pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam UU PPN dan PPnBM pasal 4 ayat 1 huruf a yaitu menyerahkan BKP, pasal 4 ayat 1 huruf c yaitu menyerahkan JKP, dan pasal 4 ayat 1 huruf f yaitu mengekspor BKP. Serta bentuk kerja sama operasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM pasal 3 ayat 2. Menurut pasal 1 ayat 15 UU PPN dan PPnBM, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP. Berdasarkan penjelasan pasal 4 ayat 1 huruf a dan huruf c UU PPN dan PPnBM, ”pengusaha” yang melakukan penyerahan BKP dan / atau JKP dalam ketentuan ini, baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP, tetapi belum dikukuhkan. Oleh karena itu, ketika PKP menyerahkan BKP / JKP yang dilakukan dalam kegiatan usaha, pengusaha atau perusahaan tersebut sudah dapat dikenai PPN tanpa harus menunggu pengukuhan sebagai PKP. Dalam penjelasan pasal 4 ayat 1 UU PPN dan PPnBM, pengusaha yang melakukan ekspor BKP hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP. 2. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP) Pengusaha bukan PKP yang menjadi subjek PPN meliputi pengusaha yang melakukan kegiatan dimaksud pasal 4 ayat 1 huruf b UU PPN dan PPnBM yaitu orang pribadi / badan yang mengimpor BKP, pasal 4 ayat 1 huruf d dan e yaitu orang pribadi / badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud / JKP dari luar Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
14
daerah pabean di dalam daerah pabean, dan pasal 16C yaitu orang pribadi / badan yang membangun sendiri di luar kegiatan usaha / pekerjaannya.
2.1.5.2 Pemungut PPN Menurut pasal 1 ayat 27 UU PPN dan PPnBM, pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.
2.1.6
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif Pajak
2.1.6.1 DPP Menurut pasal 1 ayat 17 UU PPN dan PPnBM, DPP adalah jumlah harga jual atau penggantian atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Beberapa pengertian DPP: 1. Harga Jual dan Penggantian Dalam pasal 1 ayat 18 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut undang-undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Kemudian dalam pasal 1 ayat 19 disebutkan bahwa penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP dan / atau penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
15
Yang dimaksud dengan semua biaya antara lain biaya pengangkutan, biaya asuransi, biaya bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, biaya garansi, dan biaya pendidikan. Harga Jual Nilai berupa uang + Semua biaya - Potongan harga dalam FP = Penggantian Gambar 2.2. Penghitungan Harga Jual dan Penggantian Sumber: Untung Sukardji. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, Rajawali Pers, 2012.
2. Nilai Ekspor Dalam pasal 1 ayat 26 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa nilai ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). 3. Nilai Impor Dalam pasal 1 ayat 20 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa nilai impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM. Nilai impor yang menjadi DPP adalah harga patokan impor atau Cost, Insurance, and Freight (CIF) sebagai dasar penghitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pabean. CIF + Bea Masuk =
Nilai Impor
Gambar 2.3. Penghitungan Nilai Impor Sumber: Untung Sukardji. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, Rajawali Pers, 2012.
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
16
4. Nilai Lain Sebagai DPP Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 tentang Nilai Lain sebagai DPP, ditetapkan jenis dan macam nilai lain sebagai DPP, yaitu: a. Untuk pemakaian sendiri BKP dan / atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. b. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan / atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata. d. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film. e. Untuk penyerahan produk tembakau adalah sebesar harga jual eceran. f. Untuk BKP berupa persediaan dan / atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar. g. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan / atau penyerahan BKP antarcabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan. h. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli. i. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang. j. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih. k. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau biro pariwisata adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
2.1.6.2 Tarif PPN Dalam pasal 7 ayat 1, 2, dan 3 UU PPN dan PPnBM, dijelaskan mengenai tarif PPN, yaitu: 1. Tarif PPN sebesar 10%. 2. Tarif PPN sebesar 0% ditetapkan atas: a. Ekspor BKP Berwujud b. Ekspor BKP Tidak Berwujud c. Ekspor JKP Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
17
3. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif PPN sebesar 10% dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tinginya 15%. Cara menghitung PPN yang terutang: PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP
2.1.7
Saat Pajak Terutang
Dalam pasal 11 ayat 1 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa terutangnya PPN terjadi pada saat: a. penyerahan BKP; b. impor BKP; c. penyerahan JKP; d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean; e. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean; f. ekspor BKP Berwujud; g. ekspor BKP Tidak Berwujud; atau h. ekspor JKP.
2.1.8 Mekanisme PM dan PK 2.1.8.1 Faktur Pajak Menurut pasal 1 ayat 23 UU PPN dan PPnBM, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP karena penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Dalam pasal 13 UU PPN dan PPnBM, PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP yang dilakukan di dalam daerah pabean atau ekspor BKP dan untuk setiap penyerahan JKP yang dilakukan di dalam daerah pabean. Pembuatan faktur pajak bersifat wajib bagi setiap PKP, karena faktur pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan PPN. PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan / atau ekspor JKP. Faktur pajak harus dibuat pada: a. saat penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan / atau sebelum penyerahan JKP; Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
18
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat: a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP atau JKP; b. nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP; c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga; d. PPN yang dipungut; e. PPnBM yang dipungut; f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Dalam pasal 13 ayat 6 UU PPN dan PPnBM ditentukan bahwa Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-27/PJ/2011 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak. Dokumen tersebut adalah: 1. PEB yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut; 2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat / dikeluarkan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk penyaluran tepung terigu; 3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan / dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan / atau bukan BBM; 4. bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi; 5. tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat / dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; 6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat / dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan; Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
19
7. bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik; 8. Pemberitahuan Ekspor BKP / JKP Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor BKP / JKP Tidak Berwujud, untuk ekspor BKP / JKP Tidak Terwujud; 9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan NPWP dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan / atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai, yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor BKP; 10. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak terwujud atau JKP dari luar daerah pabean; 11. bukti tagihan atas penyerahan BKP dan / atau JKP oleh perusahaan air minum: 12. bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan JKP oleh perantara efek; dan 13. bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan.
2.1.8.2 Pengkreditan PM PM adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan / atau penerimaan JKP atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan / atau impor BKP. PM yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau penerimaan JKP dapat dikreditkan dengan PK yang dipungut PKP pada waktu menyerahkan BKP atau JKP. Pengkreditan PM terhadap PK tersebut harus dilakukan dalam masa pajak yang sama. Apabila dalam suatu masa pajak, PK lebih besar daripada PM, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke kas negara. PM yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan dengan PK pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Apabila dalam suatu masa pajak, PM yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
20
PK, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya.
2.1.8.3 Kriteria PM yang Dapat Dikreditkan PM yang dapat dikreditkan adalah PM untuk perolehan BKP atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Menurut Sukardji (2012), ”berhubungan langsung” dengan kegiatan usaha mengandung pengertian bahwa BKP / JKP yang terkait dimaksudkan untuk melakukan kegiatan penyerahan kena pajak atau dengan kalimat lain ”untuk tujuan yang bersifat produktif.” Kriteria ini dinamakan syarat materiil. Dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang menggantikan PER13/PJ/2010, istilah Faktur Pajak Cacat tidak digunakan lagi. Istilah Faktur Pajak Cacat ini diganti dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Terdapat beberapa ketentuan dalam PER-24/PJ/2012 yang menentukan bahwa faktur pajak menjadi tidak lengkap. Pertama, dalam pasal 6 ayat 2 dinyatakan bahwa faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan / atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat / pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Kedua, dalam pasal 10 ayat 1 dinyatakan bahwa bahwa PKP yang membuat faktur pajak dengan menggunakan nomor seri faktur pajak ganda atau nomor seri faktur pajak yang sama lebih dari satu dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh faktur pajak dengan nomor seri faktur pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap. Ketiga, dalam pasal 12 dinyatakan bahwa jika PKP melakukan pengisian kode dan nomor seri faktur pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012, maka faktur pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Keempat, dalam pasal 13 ayat 6, dinyatakan bahwa jika PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan PPN terutang dilakukan, maka faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
21
sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
2.1.8.4 Kriteria PM yang Tidak Dapat Dikreditkan Kriteria PM yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam pasal 9 ayat 8 UU PPN dan PPnBM, yaitu: 1. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP; 2. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP; 5. perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP; 6. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan; 7. perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 8. perolehan BKP atau JKP yang PM-nya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan 9. perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi.
2.2
Pelaporan dan Restitusi PPN
2.2.1
Pelaporan PPN
2.2.1.1 Saat Pembayaran / Penyetoran PPN dan PPnBM Saat pembayaran / penyetoran PPN dan PPnBM diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
22
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak pasal 2. Saat pembayaran / penyetoran PPN dan PPnBM yang diatur dalam peraturan tersebut adalah: •
PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu masa pajak harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
•
PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk dan jika bea masuk ditunda atau dibebaskan, PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
•
PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Dirjen Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
•
PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
•
PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan / atau JKP dari luar daerah pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkannya, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
•
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara pengeluaran sebagai pemungut PPN, harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
•
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
•
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh pemungut PPN selain bendahara pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
2.2.1.2 Pelaporan SPT Masa PPN Fungsi dan tujuan dari pelaporan SPT Masa PPN adalah sebagai sarana bagi PKP untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
23
PPnBM yang sebenarnya terutang. Selain itu, bagi pemotong atau pemungut, untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
2.2.1.3 Saat Pelaporan PPN dan PPnBM Saat pelaporan PPN dan PPnBM diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak pasal 7. Saat pelaporan PPN dan PPnBM yang diatur dalam peraturan tersebut adalah: •
PKP wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang telah disetor dengan menggunakan SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
•
Orang pribadi atau badan yang bukan PKP wajib melaporkan PPN yang telah disetor atas kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan lembar ketiga SSP ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
•
Orang pribadi atau badan yang bukan PKP wajib melaporkan PPN yang telah disetor atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan / atau JKP dari luar daerah pabean dengan menggunakan lembar ketiga SSP ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
•
Dirjen Bea dan Cukai yang memungut PPN dan PPnBM atas impor wajib melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.
•
Bendahara pengeluaran dan bendahara pemerintah selain yang telah ditunjuk wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke KPP tempat pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
24
2.2.2
Restitusi PPN
Salah satu kemungkinan hasil pengkreditan PM adalah PK lebih kecil daripada PM yang menimbulkan kelebihan bayar. Jika hal tersebut terjadi, PKP yang bersangkutan berhak memperoleh pengembalian dengan cara dikompensasi ke utang pajak pada masa berikutnya atau diajukan permintaan pengembalian (restitusi) dari negara. Dasar hukum restitusi adalah pasal 9 ayat 4, ayat 4a, ayat 4b, ayat 4c, ayat 4d, ayat 4e dan ayat 4f UU PPN dan PPnBM, UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 11, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN dan PPnBM. Menurut Waluyo (2010), kelebihan pembayaran PPN dapat terjadi sebagai berikut: Jumlah PM lebih besar daripada jumlah PK dalam suatu masa pajak karena: a. Pembelian BKP atau perolehan JKP yang dilakukan sebelum usaha dimulai atau pada awal usaha dimulai. Kemungkinan pengusaha orang pribadi melakukan pembelian BKP modal seperti mesin, gedung, dan pembelian bahan baku atau bahan pembantu atau perolehan JKP sebelum usaha dimulai, tetapi bagi WP badan kegiatan dimaksud dilakukan pada awal usaha dimulai. Bila pada saat tersebut ternyata pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP, maka PPN yang dibayarkan merupakan PM yang dapat dikreditkan tetapi PK belum dipungut (belum melakukan penyerahan BKP dan / atau JKP). b. PKP mengekspor BKP. Besarnya PPN atas ekspor BKP yaitu 0%, sehingga dapat dipastikan jumlah PK lebih kecil dibanding jumlah PM. c. PKP menyerahkan BKP dan / atau JKP kepada pemungut PPN. Penyerahan BKP dan / atau JKP kepada pemungut PPN sering mengakibatkan lebih bayar. Hal tersebut terjadi karena PKP yang bersangkutan belum mengkreditkan PM yang telah dibayar dalam masa pajak yang sama sedangkan PPN terutang telah dipungut dan disetor oleh pemungut. d. PKP menyerahkan BKP dan / atau JKP sehubungan proyek pemerintah yang dananya berasal dari bantuan luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman. Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
25
Penyerahan BKP dan / atau JKP dan / atau impor BKP dalam rangka proyek pemerintah tidak dipungut PPN karena adanya pemberian fasilitas PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan adanya kelebihan PM. e. PKP melakukan penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut kepada Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE). Hal ini sebagai pemberian fasilitas PPN. PPN yang terutang tidak dipungut terhadap PKP yang telah mendapat Persetujuan Menteri Keuangan sebagai EPTE yang menyerahkan BKP untuk diolah lebih lanjut.
2.2.3
PM dan Permohonan Restitusi
Dalam mekanisme pengkreditan, tidaklah semua PM terpenuhi syarat dapat dimohonkan restitusi oleh PKP. Dalam pasal 9 ayat 4 UU PPN dan PPnBM diatur bila terjadi PM yang dapat dikreditkan lebih besar dibanding PK, kelebihan PM tersebut tidak dapat diminta kembali pada masa pajak yang bersangkutan tetapi dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Tetapi terdapat unsur pengecualian, sehingga berpeluang bagi WP untuk mengajukan permohonan restitusi atas kelebihan PM pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. Tata cara pengajuannya yaitu: 1. Permohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran
pajak
(restitusi)
disampaikan oleh PKP dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN atau dengan surat tersendiri, disampaikan kepada Kepala KPP di tempat PKP dikukuhkan. 2. Permohonan tersebut dilampiri dengan dokumen yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran pajak, yaitu: a. Faktur PM dan Faktur PK yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran PPN yang dimintakan pengembalian. b. Dalam hal impor BKP, dilampirkan PIB, SSP atau bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Dirjen Bea dan Cukai, dan Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), sepanjang termasuk dalam kategori wajib LPS.
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
26
c. Dalam hal ekspor BKP, dilampirkan PEB yang telah difiat muat oleh Dirjen Bea dan Cukai, Bill of Lading (B/L) atau Air Waybill, dan wesel ekspor atau bukti transfer. d. Dalam hal penyerahan BKP dan / atau JKP kepada pemungut PPN, dilampirkan Kontrak atau Surat Perintah Kerja dan SSP. e. Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi masa pajak sebelumnya, maka yang dilampirkan meliputi seluruh dokumen yang berkenaan dengan kelebihan pembayaran PPN masa pajak yang bersangkutan. f. Dalam hal permohonan PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP, lampiran-lampiran tersebut di atas tidak wajib disampaikan, kecuali apabila permohonan restitusi meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi masa pajak sebelum PKP ditetapkan sebagai PKP kriteria tertentu. g. Permohonan restitusi ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak.
2.2.4
Jangka Waktu Penyelesaian Restitusi
Pasal 17B UU KUP menyatakan bahwa setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan restitusi, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima lengkap.
2.2.5 Penelitian atau Pemeriksaan Dalam Restitusi PPN Permohonan pengembalian kelebihan pajak dapat diproses melalui penelitian atau pemeriksaan. Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang diajukan oleh: a. PKP kriteria tertentu; b. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 17D UU KUP; atau c. PKP berisiko rendah. Selain PKP di atas, atas permohonan pengembalian kelebihan pajaknya dilakukan pemeriksaan.
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
27
2.2.6 WP Kriteria Tertentu Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan WP dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak dijelaskan untuk dapat ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, WP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tepat waktu dalam menyampaikan SPT; b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak; c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama tiga tahun berturut-turut; dan d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir. Dirjen Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP dengan kriteria tertentu yang diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17C UU KUP. Penelitian dilakukan atas: a. kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya; b. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; c. kebenaran kredit pajak atau PM berdasarkan hasil konfirmasi dalam sistem aplikasi Dirjen Pajak atau konfirmasi dengan menggunakan surat; dan d. kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP. Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk PPh, dan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk PPN.
2.2.7 Konfirmasi Faktur Pajak Tujuan konfirmasi faktur pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan atas kebenaran faktur pajak dengan menguji: Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
28
1. apakah faktur pajak diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP; 2. apakah faktur pajak diterbitkan oleh PKP sehubungan dengan penyerahan BKP dan / atau JKP yang terutang PPN; 3. apakah faktur pajak telah dilaporkan PKP penerbit sebagai PK pada SPT Masa PPN. Hasil konfirmasi faktur pajak berupa: 1. Faktur pajak (PM) yang dilaporkan oleh PKP pembeli sesuai dengan PK yang dilaporkan oleh PKP penjual. 2. Faktur pajak (PM) yang dilaporkan oleh PKP pembeli tidak sesuai dengan PK yang dilaporkan oleh PKP penjual. Ketidaksesuaian disebabkan antara lain kode seri dan nomor faktur pajak dan / atau jumlah yang dipungut pada rekaman data faktur pajak PKP pembeli berbeda dengan yang dilaporkan PKP penjual. 3. Tidak terdapat data pembanding yang mungkin disebabkan PKP penjual belum / tidak melaporkan PK-nya, atau KPP tempat PKP penjual diadministrasikan, belum melakukan pekerjaan. 4. PKP pembeli belum melaporkan sebagai PM tetapi PKP penjual telah melaporkan PK-nya.
2.2.8 Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi PKP Berisiko Rendah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 tentang PKP Berisiko Rendah yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak mengatur bahwa PKP yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak adalah PKP yang memenuhi ketentuan: a. melakukan kegiatan : 1. ekspor BKP Berwujud; 2. penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP kepada pemungut PPN; 3. penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP yang PPN-nya tidak dipungut; 4. ekspor BKP Tidak Berwujud; dan / atau 5. ekspor JKP; dan b. telah ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah. Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
29
Untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus menyampaikan permohonan yang dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang diperlukan kepada Dirjen Pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 disebutkan kriteria yang harus dipenuhi agar PKP dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah adalah PKP merupakan Perusahaan Terbuka (PT) yang paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, PKP merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh pemerintah pusat dan / atau pemerintah daerah, atau produsen yang memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tertentu tersebut yaitu, PKP tepat waktu dalam penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir, nilai BKP yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri, dan Laporan Keuangan untuk 2 tahun pajak sebelumnya diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian.
2.3
Pemeriksaan
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan pasal 1 ayat 2, pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan / atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan / atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Pada Gambar 4 telah digambarkan mengenai alur pemeriksaan. Jika PM WP lebih besar daripada PK, WP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) kepada Dirjen Pajak. Kemudian Dirjen Pajak melakukan perencanaan pemeriksaan dan program audit. Dirjen Pajak menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan pemberitahuan kepada WP. Paling lambat lima hari setelah penerbitan SP3, Dirjen Pajak menerbitkan Surat Peminjaman Dokumen kepada WP. Surat Peminjaman Dokumen tersebut harus dipenuhi paling lama dua minggu. Jika dua minggu setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen WP tidak memenuhi Surat Peminjaman dokumen, WP mendapatkan Surat Peringatan I. Jika tiga minggu Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
30
setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen WP tidak memenuhi Surat Peminjaman dokumen, WP mendapatkan Surat Peringatan II. Setelah WP memenuhi Surat Peminjaman Dokumen, Dirjen Pajak melakukan pelaksanaan pengujian. Pelaksanaan pengujian tersebut dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan pasal 1 ayat 3 dan 4, pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan / atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak, sedangkan pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor Dirjen Pajak. Kemudian Dirjen Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), yaitu surat yang berisi tentang temuan pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi. WP wajib menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP paling lama 7 hari kerja sejak SPHP diterima oleh WP. Jangka waktu tersebut bisa diperpanjang selama 3 hari. Kemudian Dirjen Pajak melakukan Pembahasan Akhir (Closing Conference) dengan WP. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara WP dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi. Undangan pembahasan akhir hasil pemeriksaan paling lama 3 hari kerja setelah WP menanggapi SPHP. Jika tidak terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa dan WP, pemeriksa dan WP dapat menandatangi berita acara hasil pembahasan akhir. Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa dan WP, harus dilakukan pembahasan dengan tim Quality Assurance (QA). Permintaan pembahasan ditujukan ke kantor wilayah.
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
31 Dipenuhi maksimal 1
PM lebih besar PK
Maksimal 5 hari setelah penerbitan SP3
Penerbitan SP3 dan Pemberitahuan / Panggilan ke WP
WP mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
Pembahasan dengan Tim Quality Assurance (Pasal 45 PMK 17) Permintaan
Peminjaman Dokumen
BULAN Surat Peringatan I: 2 minggu Surat Peringatan II: 3 minggu setelah penerbitan surat permintaan peminjaman dokumen
Pelaksanaan Pengujian
Pemeriksaan Kantor: 3 Bulan sejak WP memenuhi panggilan sampai dengan LHP Bisa diperpanjang 3 bulan. Pemeriksaan Lapangan: 4 Bulan sejak WP memenuhi panggilan sampai dengan LHP (Pasal 15- 17 PMK 17). Bisa diperpanjang 4 bulan.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
WP wajib menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak SPHP diterima. Bisa diperpanjang maks 3 hari kerja. (Pasal 42 (2) dan (3) PMK 17)
Pembahasan Akhir dengan WP (Closing Conference)
Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Paling lama 3 Hari Kerja (Pasal 43 (3) PMK 17)
Beda Pendapat
Berita Acara Hasil Pembahasan Akhir
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Nota Hitung
Sesuai dengan Pembahasan akhir hasil pemeriksaan Surat Ketetapan Pajak (SKP) / Surat Tagihan Pajak (STP) (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB)
Gambar 2.4. Alur Pemeriksaan atas Permohonan Restitusi PPN Sumber: Diolah oleh Penulis Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
32
Setelah pembahasan dengan QA, WP dan pemeriksa menandatangai berita acara hasil pembahasan akhir. Kemudian diterbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. Kemudian diterbitkan nota hitung yang digunakan sebagai dasar penerbitan SKP atau STP. Kemudian Dirjen Pajak menerbitkan SKP atau STP (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB) yang sesuai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
BAB 3 PROFIL PERUSAHAAN
3.1
Perusahaan Magang
3.1.1 Gambaran Umum MUC Consulting Group Multi Utama Consultindo (MUC) Consulting Group didirikan pada tanggal 28 Juli 1999 berdasarkan Akta Notaris No. 38 yang dibuat oleh Chufran Hamal, S.H. dan pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Surat Keputusan No. C-20952 HT.01.01 pada tanggal 30 Desember 1999. MUC Consulting Group terletak di Jalan TB Simatupang Kav 15 Tanjung Barat, Jakarta Selatan. MUC Consulting Group merupakan perusahaan di bidang konsultasi. Konsultasi tersebut terdiri dari beberapa bidang, di antaranya perpajakan, transfer pricing, pemasaran, dan lain-lain. Selama bertahun-tahun MUC telah bekerja sama dengan MSI Global Alliance, sebuah asosiasi professional global independen yang kantor pusatnya berlokasi
di London,
Inggris, dan diwakili lebih dari 250 tempat di lebih dari 100 negara di Eropa, Amerika, Timur Tengah, Asia-Pasifik dan Afrika.
3.1.2 Jasa Profesional yang Disediakan oleh MUC Consulting Group MUC Consulting Group menyediakan beberapa layanan bagi perusahaan yang ingin menggunakan jasanya, yaitu: 1. Registered Tax Consultants Dalam memberikan jasanya sebagai konsultan pajak, MUC Consulting Group memberikan beberapa jasa terkait perpajakan, yaitu tax planning, tax review, tax audit assistance, tax advisory, tax return preparation, tax dispute resolution, tax administration, standard operational procedure designing, customized tax training, dan international taxation. 2. Registered Public Accountants (Kantor Akuntan Publik (KAP) Razikun Tarkosunaryo) Jasa yang dilakukan oleh KAP ini adalah melakukan audit laporan keuangan secara umum, audit internal, special audit, review and compilation, jasa 33 Universitas Indonesia
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
34
menyangkut International Financial Reporting Standards (IFRS), dan jasa assurance lainnya. 3. Transfer Pricing Consultant Divisi ini baru dimiliki oleh MUC Consulting Group pada tahun 2010 atas permintaan pasar akan jasa konsultasi pajak yang berhubungan dengan pihak afiliasi bagi perusahaan multinasional. Dengan dukungan dari tenaga akuntan, pajak, dan hukum divisi ini menjadi salah satu yang mengangkat reputasi MUC Consulting Group dengan memperoleh penghargaan sebagai Transfer Pricing of The Year 2012 M & A Awards lewat jasa yang diberikan, yaitu transfer pricing review, transfer pricing documentation, dan transfer pricing audit assistance. 4. Customs Consultants Konsultan ini dapat memberikan jasa konsultasi sesuai dengan kebutuhan perusahaan klien, yaitu strategic custom planning, customs system solution, classifications of goods, customs valuation analysis, customs audit assistance, customs compliance review, customs dispute resolution, license instruments arrangements, dan customs advisory. 5. Business Establishment Services Jasa ini menyangkut perencanaan dan persiapan pendirian bisnis di Indonesia. MUC Consulting Group akan membantu perusahaan domestik maupun asing dalam hal persiapan pendirian baik di bidang administrasi, hukum, budaya, ataupun sistem dan prosedur yang ada. 6. Governance, Risk, and CSR Consultants Jasa konsultasi ini terdiri dari Good Corporate Governance, risk management services, internal control, corporate culture, formulation of management policies and standard operating procedures, dan business performance optimization. 7. Marketing Research and Intellegence Consulting Jasa konsultasi ini berfokus pada bidang pemasaran, pelatihan, dan riset. Riset yang diberikan mencakup riset pasar, kepuasan konsumen, bisnis, analisis statistika dan data, dan sebagainya.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
35
8. Attorneys at Laws Layanan ini menyangkut hukum dan perizinan dalam bidang keuangan, investasi, perdagangan, litigasi, perpajakan, ekspor, impor, Hak Kekayaan Intelektual, sengketa, dan lain sebagainya.
3.1.3 Struktur Organisasi MUC Consulting Group Berikut adalah bagan struktur organisasi pada MUC Consulting Group:
Board of Commissioner
Managing Director
Consultants Team
Finance Division
Marketing Division
HRD
BOD & Partner Support
Administration Division
IT
GA
Information Officer
BOD & Partner Secretary
Gambar 3.1. Struktur Organisasi MUC Consulting Group Sumber: HRD MUC Consulting Group
3.2
Gambaran Umum PT ABC
PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. PT ABC merupakan anak perusahaan dari X Corp. yang berada di Jepang. PT ABC didirikan di Kawasan Berikat Besland Pertiwi, Purwakarta pada bulan Februari 1997. PT ABC telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Kalibata. PT ABC tidak mempunyai kantor cabang di kota lain. PT ABC memproduksi peralatan medis yang dibuat dalam beberapa tipe. Produk dari PT ABC seluruhnya diekspor ke X
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
36
Corp., perusahaan induknya yang berada di Jepang. Melalui perusahaan induk tersebut, produk PT ABC dijual ke berbagai negara, di antaranya Jepang, Rusia, Amerika Serikat, Kanada, dan Indonesia. Dalam melakukan produksinya, PT ABC mendapatkan bahan baku baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk bahan baku utama mayoritas diimpor untuk selanjutnya di-assembly. Untuk pembelian bahan baku dalam negeri, sebagian besar dilakukan dengan pemasok yang berstatus PKP.
3.3
Praktik Perpajakan PT ABC
3.3.1 Administrasi Perpajakan PT ABC Setelah dikukuhkan sebagai PKP, PT ABC wajib memenuhi kewajiban perpajakan, salah satunya kewajiban sehubungan dengan PPN. Kewajiban tersebut di antaranya adalah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang, menyetor PPN yang terutang atau kurang bayar, dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. PT ABC merupakan perusahaan yang taat dalam membayar pajak. PT ABC akan membayar pajak yang memang terhutang. Dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, ada beberapa dokumen yang diperlukan PT ABC, yaitu: 1. Faktur Pajak Faktur pajak merupakan tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan atas Barang Kena Pajak (BKP). Faktur Pajak ini digunakan perusahaan untuk mengetahui besarnya Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM), identitas penjual atau pembeli, jenis BKP yang dibeli atau dijual, dan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan PM. 2. Surat Setoran Pajak (SSP) SSP digunakan dalam melakukan pembayaran atau penyetoran PPN yang terutang ke kas negara melalui kantor pos atau ke KPP PMA Kalibata. 3. SPT Masa PPN Dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor PER44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT PPN Nilai dan juga perubahannya yaitu, Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER11/PJ/2013, Formulir yang digunakan untuk melaporkan SPT PPN menggunakan
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
37
Formulir 1111. Untuk pelaporan SPT PPN pada tahun 2010 dan 2011, PT ABC menggunakan Formulir 1111. Formulir 1111 terdiri dari Induk SPT Masa PPN 1111- Formulir 1111 (F.1.2.32.04) dan Lampiran SPT Masa PPN 1111. Lampiran tersebut terdiri dari Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07), Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan / atau JKP (D.1.2.32.08), Formulir 1111 A2 - Daftar PK atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09), Formulir 1111 B1 Daftar PM yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud / JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10), Formulir 1111 B2 Daftar PM yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP / JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11), dan Formulir 1111 B3 - Daftar PM yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12). Dari semua lampiran tersebut, PT ABC tidak menggunakan Formulir 1111 A2. 4. Bukti Penerimaan Surat Bukti Penerimaan Surat merupakan dokumen yang diterima dari KPP, sebagai bukti bahwa PT ABC telah menyampaikan SPT Masa PPN ke KPP PMA Kalibata. 5. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) PEB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk memberitahukan pelaksanaan ekspor barang. PEB dibuat oleh eksportir atau kuasanya dengan menggunakan software PEB secara online. Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan ke Kantor Bea dan Cukai dengan menggunakan PEB ini. PEB diajukan untuk memperoleh respon Persetujuan Ekspor (PE). Barulah kemudian PE digunakan sebagai surat jalan untuk memasukkan barang ekspor ke kawasan pabean / kawasan dalam pengawasan bea cukai yang dipersiapkan untuk ekspor. PIB adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai. Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta pungutan impor lainnya di bank, maka bank akan memberitahukan kepada Dirjen Bea dan Cukai secara online mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. Dalam tahap ini Dirjen Bea dan Cukai hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB ini pun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
38
modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer Dirjen Bea dan Cukai dapat menyerahkan PIB secara elekronik (Electronic Data Interchange System), sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas Dirjen Bea dan Cukai.
3.3.2 Divisi-Divisi yang Berhubungan dengan Perpajakan PT ABC Divisi-divisi dalam PT ABC yang berhubungan dengan praktik PPN PT ABC di antaranya adalah: 1. Divisi Pembelian Divisi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai harga barang, menentukan pemasok yang dipilih dalam pengadaan barang, dan membuat pesanan kepada pemasok yang dipilih. Divisi ini berperan menerima barang yang dipesan beserta faktur pajak dan PIB yang berasal dari pemasok. Divisi ini harus memastikan barang yang sudah dipesan telah diterima oleh perusahaan. Divisi ini juga bertanggung jawab untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data-data yang terdapat dalam faktur pajak dan PIB apakah sudah sesuai dengan pesanan atau belum. Sebagian besar bahan baku PT ABC merupakan bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Sehingga pemeriksaan kembali terhadap PIB merupakan hal penting, karena PIB tersebut akan dikreditkan dalam SPT Masa PPN. 2. Divisi Keuangan dan Akuntansi PT ABC tidak mempunyai divisi perpajakan tersendiri. Bagian perpajakan sudah tergabung ke dalam Divisi Keuangan dan Akuntansi. Secara umum Divisi Keuangan dan Akuntansi ini bertugas untuk mengatur dan mengalokasikan keuangan PT ABC baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang. Divisi ini juga melakukan pencatatan, penggolongan, dan peringkasan peristiwaperistiwa dan kejadian-kejadian yang bersifat keuangan. Pencatatan yang terkait dengan PPN berasal dari faktur pajak, PIB, PEB, atau dokumen perpajakan lainnya. Karena MUC Consulting hanya memberikan jasa tax due dilligence review pada PT ABC, pengisian dokumen yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan, pembayaran, dan pelaporan SPT PPN maupun SPT Pajak Penghasilan (PPh), dilakukan oleh Divisi Keuangan dan Akuntansi PT ABC.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
39
3. Divisi Penjualan Seluruh produk PT ABC dijual atau diekspor ke X Corp. yang merupakan induk PT ABC. Sehingga PT ABC bertanggung jawab atas proses penjualan tersebut mulai dari mengurus pesanan X Corp. hingga memastikan kelengkapan dokumen ekspor. Salah satu dokumen ekspor yang penting adalah PEB karena PEB tersebut akan dilaporkan di SPT Masa PPN.
3.3.3 Aplikasi untuk Praktik Perpajakan PT ABC PT ABC tidak menggunakan aplikasi khusus dalam praktik perpajakannya. PT ABC hanya menggunakan aplikasi sederhana seperti Microsoft Excel dalam pencatatan keuangannya. Microsoft Excel tersebut juga digunakan PT ABC dalam pencatatan PPN-nya. Untuk pelaporan PPN, PT ABC menggunakan electronicSPT (e-SPT). E-SPT atau penyampaian SPT dalam bentuk digital adalah pelaporan SPT Masa PPh, SPT Tahunan PPh, dan SPT Masa PPN ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer. PT ABC menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan yang akan dilaporkan, antara lain data identitas Wajib Pajak (WP) pemotong / pemungut dan identitas WP yang dipotong / dipungut seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama, alamat, kode pos, nama KPP, pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti potong / pungut, nomor awal bukti potong / pungut, kode kurs mata uang yang digunakan; bukti pemotongan / pemungutan PPh; faktur pajak; data perpajakan yang terkandung dalam SPT; dan data SSP, seperti masa pajak, tahun pajak, tanggal setor, Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), kode jenis setoran, dan jumlah pembayaran pajak. PT ABC membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan disimpan dalam media komputer (harddisk, compact disk, dsb).
3.4
PM dan PK PT ABC
PM merupakan PPN yang seharusnya dibayar PKP karena perolehan BKP atau penerimaan Jasa Kena Pajak (JKP) atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar pabean atau pemanfaatan JKP dari luar pabean atau impor BKP. PM PT ABC berasal dari pembelian bahan baku untuk produksi, peralatan lainnya, dan juga
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
40
pemanfaatan jasa. PT ABC membeli bahan baku baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Komponen utama untuk perakitan produknya diimpor dari Y Corp. yang berada di Jepang. Sedangkan untuk bahan baku lainnya, PT ABC membelinya dari pemasok dalam negeri. PK merupakan PPN yang wajib dipungut PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, atau ekspor JKP. PT ABC menjual seluruh produknya pada X Corp., perusahaan induk yang berada di Jepang. Penyerahan BKP PT ABC ke luar negeri tersebut terutang PPN, namun tarif PPN atas ekspor adalah 0%. Sehingga atas penjualan seluruh produknya, tidak ada PK-nya. Scrap atau sisa hasil produksi pun tidak dijual oleh PT ABC. Sisa hasil produksi tersebut dihancurkan dan PT ABC akan membuat berita acara atas penghancuran tersebut. Isi dari berita acara tersebut menyatakan bahwa sisa hasil produksi PT ABC sudah dihancurkan dan sudah tidak layak dijual lagi. Tabel 3.1. PK dan PM PT ABC Tahun 2010
Bulan
PPN yang Dipungut Sendiri Dasar Pengenaan
PM (Rp)
PPN (Rp)
Pajak (DPP) (Rp) Januari
8.803.929.000
0
614.197.000
Februari
12.228.791.000
0
304.297.000
Maret
13.319.971.000
0
439.592.000
April
8.042.574.000
0
495.191.000
Mei
19.221.344.000
0
616.478.000
Juni
16.249.817.000
0
597.043.000
Juli
14.969.758.000
0
696.379.000
Agustus
22.277.755.000
0
563.881.000
September
29.902.427.000
0
456.426.000
Oktober
19.495.359.000
0
626.491.000
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
41
November
18.542.367.000
0
587.973.000
Desember
20.508.570.000
0
481.655.000
203.562.662.000
0
6.479.603.000
Total
Sumber: Data PT ABC, Diolah Kembali oleh Penulis Tabel 3.2 PK dan PM PT ABC Tahun 2011
Bulan
PPN yang Dipungut Sendiri DPP (Rp)
PM (Rp)
PPN (Rp)
Januari
9.643.621.000
0
62.685.000
Februari
7.757.485.000
0
52.438.000
Maret
19.969.461.000
0
94.961.000
April
11.884.660.000
0
49.029.000
Mei
11.882.906.000
0
47.736.000
Juni
11.278.777.000
0
84.051.000
Juli
13.475.592.000
0
47.688.000
Agustus
14.192.169.000
0
58.062.000
September
26.127.388.000
0
88.216.000
Oktober
21.416.046.000
0
72.272.000
November
21.156.415.000
0
93.531.000
Desember
16.529.276.000
0
99.921.000
185.313.794.000
0
864.604.000
Total
Sumber: Data PT ABC, Diolah Kembali oleh Penulis Dari tabel 3.1. dan tabel 3.2. di atas, dapat dilihat besarnya PM yang dimiliki oleh PT ABC atas pembelian bahan baku, jasa perbaikan, jasa technical guidance, dan pembelian peralatan lainnya selama tahun 2010 dan 2011. PT ABC tidak mempunyai PK atau PK nya berjumlah nol karena seluruh penjualannya adalah ekspor. Di akhir tahun pajak atau bulan Desember, PT ABC akan
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
42
mengajukan permohonan restitusi atas kelebihan pembayaran pajaknya atau sejumlah PM yang dimilikinya di akhir tahun pajak.
3.5 Hasil Restitusi PPN PT ABC Tahun 2010 dan 2011 Atas permohonan restitusi PPN tahun 2010, Dirjen Pajak sudah menerbitkan SKPLB. Total lamanya pemeriksaan untuk tahun 2010 hingga diterbitkannya SKPLB kurang lebih selama satu tahun. Berikut ini merupakan hasil dari permohonan restitusi PPN PT ABC tahun 2010:
Total Lebih Bayar 2010
6.479.603.000
Dikurangi: Pajak
yang
dapat
35.003.000
diperhitungkan STP akibat koreksi PEB
47.595.000
Sanksi faktur pajak
30.709.000
Sanksi kompensasi masa
1.945.000
pajak sebelumnya Sanksi PPN Jasa Luar
1.069.000
Negeri Jumlah
116.321.000
Restitusi yang Diterima
6.363.282.000
Atas permohonan restitusi PPN tahun 2011, Dirjen Pajak belum menerbitkan SKPLB-nya. SKPLB tersebut akan diterbitkan pada bulan Agustus 2013. Namun, Risalah Pembahasan telah dibuat. Risalah Pembahasan pada tahun 2011 dibagi menjadi dua, yaitu untuk Januari sampai dengan November dan untuk bulan Desember. Terdapat dua pokok masalah koreksi dalam Risalah Pembahasan tahun 2011, yaitu mengenai penyerahan ekspor dan pajak yang dapat diperhitungkan.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
43
Pokok masalah koreksi bulan Januari – November 2011: 1. Penyerahan Ekspor Menurut SPT Masa PPN / WP
: Rp168.784.518.000
Menurut pemeriksa
: Rp172.860.767.000
Koreksi
: Rp4.076.249.000
2. Pajak yang Dapat Diperhitungkan Menurut SPT Masa PPN / WP
: Rp830.775.000
Menurut pemeriksa
: Rp795.432.000
Koreksi
: Rp35.343.000
Pokok masalah koreksi bulan Desember 2011: 1. Penyerahan Ekspor Menurut SPT Masa PPN / WP
: Rp16.529.276.000
Menurut pemeriksa
: Rp17.272.847.000
Koreksi
: Rp743.571.000
2. Pajak yang Dapat Diperhitungkan Menurut SPT Masa PPN / WP
: Rp925.804.000
Menurut pemeriksa
: Rp925.804.000
Koreksi
:0
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Mekanisme Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT ABC Selain Wajib Pajak (WP) Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Berisiko Rendah, atas permohonan restitusinya akan dilakukan pemeriksaan. Setelah PT ABC mengajukan permohonan restitusi PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Dua Kalibata, KPP PMA Dua Kalibata akan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) ke PT ABC. Maksimal 5 hari setelah penerbitan SP3, KPP PMA Dua Kalibata harus menerbitkan Surat Peminjaman Dokumen kepada PT ABC. Surat tersebut berisikan daftar dokumen yang dibutuhkan pemeriksa pajak dalam pemeriksaan restitusi PPN. Surat Peminjaman Dokumen tersebut harus dipenuhi oleh PT ABC maksimal 1 bulan. Jika 2 minggu setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen PT ABC tidak memenuhi Surat Peminjaman dokumen, PT ABC mendapatkan Surat Peringatan I. Jika 3 minggu setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen WP tidak memenuhi Surat Peminjaman dokumen, WP mendapatkan Surat Peringatan II. Untuk pemeriksaan tahun 2010, PT ABC mendapatkan Surat Peringatan I. PT ABC harus menyiapkan dokumen pendukung sesuai dengan yang diminta pemeriksa dalam Surat Peminjaman Dokumen, yaitu: 1. Data Perpajakan 1. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan beserta lampiran dan Surat Setoran Pajak (SSP). 2. SPT Masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) beserta lampiran, faktur Pajak Masukan (PM), dan faktur Pajak Keluaran (PK). 2. Data Akuntansi dan Dokumen Perusahaan 1. Copy akte pendirian, akte perubahan modal (sampai dengan perubahan terakhir). 2. Struktur organisasi usaha dan susunan pengurus. 3. Laporan keuangan (jika telah diaudit oleh akuntan publik maka laporan keuangan sesuai hasil audit).
44 Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
45
4. Daftar akun (chart of account), neraca percobaan (trial balance), buku besar (general ledger dan sub ledger). 5. Buku penjualan, buku pembelian, buku kas masuk dan keluar, buku biaya, dan buku bank. 6. Buku utang dan buku piutang. 7. Buku persediaan dan kartu persediaan (bahan baku, pembantu / penolong, barang dalam proses, dan barang jadi). 8. Pesanan pembelian (purchase order), penerimaan barang, supplier invoice, dan retur pembelian. 9. Pesanan penjualan (sales order), surat jalan (delivery order), customer invoice, dan retur penjualan. 10. Laporan PPIC (Production Planning Inventory Control) dan laporan produksi (production report). 11. Daftar aktiva tetap dan bukti perolehan / pembeliannya, serta perhitungan penyusutan. 12. Surat-surat perjanjian kredit / perikatan utang dengan bank atau pihak lain. 13. Surat-surat perjanjian / perikatan yang lain misalnya subkontrak, sewamenyewa, outsourcing, dan lain-lain. 14. Rekening koran semua bank (yang terkait dengan pemasukan dan pengeluaran baik atas nama sendiri / perusahaan maupun lainnya). 15. Seluruh bukti-bukti / nota / invoice terkait penghasilan (penghasilan usaha dan dari luar usaha). 16. Seluruh bukti-bukti / nota / invoice terkait beban atau harga pokok penjualan dan biaya. 17. File data komputer (softcopy) untuk transaksi dan perpajakan. Setelah PT ABC menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pemeriksaan ke pemeriksa, pemeriksa akan mulai melaksanakan pengujian. Pelaksanaan pengujian tersebut terdiri dari dua yaitu pemeriksaan kantor yang dilakukan pemeriksa di KPP PMA Dua Kalibata, dan pemeriksaan lapangan, di mana pemeriksa akan memeriksa langsung ke kantor PT ABC. Pemeriksaan lapangan yang dilakukan pemeriksa pada tahun 2010 adalah Pemeriksaan Lengkap, yaitu pemeriksaan lapangan yang dilakukan terhadap WP, termasuk
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
46
kerjasama operasi dan konsorsium atas seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan / atau tahun-tahun sebelumnya. Dalam pasal 4 Peraturan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor PER04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan disebutkan mengenai teknik-teknik pemeriksaan yang dapat digunakan pemeriksa pajak dalam proses pemeriksaan. Teknik-teknik pemeriksaan yang dapat digunakan pemeriksa pajak, meliputi pemanfaatan informasi internal dan / atau eksternal Dirjen Pajak, pengujian keabsahan dokumen evaluasi, analisis angka-angka, penelusuran angkaangka (tracing), penelusuran bukti, pengujian keterkaitan, ekualisasi atau rekonsiliasi, permintaan keterangan atau bukti, konfirmasi, inspeksi, pengujian kebenaran fisik, pengujian kebenaran penghitungan matematis, wawancara, uji petik (sampling), Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK), dan / atau Teknikteknik pemeriksaan lainnya. Pemeriksa PT ABC menggunakan hampir semua metode dan teknik berdasarkan peraturan tersebut. Salah satu metode yang digunakan adalah konfirmasi. Hal yang harus dikonfirmasi adalah mengenai keabsahan faktur pajak untuk PM yang akan dimintai restitusinya oleh PT ABC. Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE10/PJ.52/2006 tentang Perekaman SPT Masa PPN, Konfirmasi Faktur Pajak, dan Langkah-Langkah Penanganan Restitusi dalam Rangka Pengamanan Penerimaan PPN disebutkan bahwa pelaksanaan konfirmasi faktur pajak merupakan salah satu prosedur administrasi perpajakan yang dilakukan untuk melakukan pengawasan terhadap kewajiban PPN. Dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan pajak, konfirmasi faktur pajak merupakan prosedur yang wajib dilakukan khususnya yang menyangkut pembelian dan penjualan, yang wajib dilaksanakan bersamaan dengan prosedur-prosedur dan / atau pengujian pemeriksaan lainnya. Salah satu aplikasi yang terdapat dalam program Sistem Informasi Perpajakan adalah konfirmasi PK-PM PPN, yaitu sistem aplikasi konfirmasi faktur pajak pada intranet Dirjen Pajak. Dengan sistem aplikasi tersebut dapat dihasilkan informasi konfirmasi PK-PM antara PKP Penjual dan PKP Pembeli, baik PKP yang terdaftar pada satu KPP, pada satu kantor wilayah, ataupun pada KPP yang berbeda kantor wilayah. Jawaban konfirmasi faktur pajak dapat berupa “ada” yang
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
47
berarti PM tersebut dapat dikreditkan, maupun “tidak ada” yang kemungkinan dikarenakan faktur pajak tersebut tidak sah atau faktur pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP rekanan. Konfirmasi faktur pajak dapat menjadi hal yang dapat memperlama proses restitusi. Hasil konfirmasi faktur pajak ”tidak ada” bisa saja bukan kesalahan WP, namun kesalahan pihak lain, baik KPP WP, PKP rekanan, maupun KPP PKP rekanan. Misalnya yang terjadi pada PT ABC adalah terhambatnya proses restitusi PPN karena ada kesalahan dari KPP PKP rekanan atau KPP pemasok PT ABC. PT ABC membeli bahan baku dari PT S yang merupakan PKP. Kemudian PT ABC mengkreditkan PM dari pembelian tersebut. PT S melaporkan PK-nya di SPT Masa PPN. KPP PT ABC adalah KPP PMA 2 Kalibata, sedangkan KPP PT S misalnya adalah KPP Madya Jakarta Timur. Ketika PT ABC mengajukan permohonan restitusi PPN, maka KPP PMA Dua Kalibata akan melakukan pemeriksaan.
Salah
satu
proses
dalam
pemeriksaan
tersebut
adalah
mengkonfirmasi semua faktur pajak atas PM yang dimiliki oleh PT ABC, yang tentunya bersumber dari berbagai KPP. Pemeriksa PT ABC akan mengkonfirmasi juga PM dari pembelian dari PT S ke KPP PT S, yaitu KPP Madya Jakarta Timur. Hasil konfirmasi faktur pajak tersebut bisa berupa “ada dan sesuai”, bisa juga “tidak ada”. Permasalahan yang terjadi pada PT ABC, konfirmasi yang didapat oleh pemeriksa PT ABC dari KPP PT S atas faktur pajaknya adalah “tidak ada”. Ternyata hal itu terjadi karena ada kesalahan konfirmasi dari pihak administrasi KPP Madya Jakarta Timur. Seharusnya KPP Madya Jakarta Timur memberikan konfrimasi ”ada dan
sesuai”, tetapi terjadi kekeliruan sehingga hasil
konfirmasinya adalah ”tidak ada”. Pemeriksa akan menanyakan hal tersebut pada PT ABC. PT ABC tentu sudah merasa membayar PPN. PT ABC akan menanyakan hal tersebut pada PT S. PT S akan memberikan SPT Masa PPN yang sudah dilaporkan pada pemeriksa. Ada pemeriksa yang menerima hal tersebut dan menganggap faktur pajaknya ada, namun ada juga pemeriksa yang tidak bisa menerima hal tersebut karena pemeriksa tersebut hanya menginginkan konfirmasi langsung dari KPP PT S. Jadi, PT S akan membuat surat pengajuan ke KPP Madya Jakarta Timur, kemudian KPP Madya Jakarta Timur yang akan memberikan surat konfirmasi ke KPP PT ABC, yaitu KPP PMA Dua Kalibata.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
48
Untuk masalah ini, KPP PKP rekanan seharusnya memberikan konfirmasi dengan jelas dan benar, serta tidak memperlama pemberitahuan konfirmasi faktur pajak. PT ABC seharusnya berkomunikasi dengan PKP rekanan dan meminta SPT Masa PPN PKP rekanan yang sudah dilaporkan sebagai bukti ke pemeriksa bahwa PT ABC sudah membayar PPN dan faktur PM sudah dilaporkan oleh PKP rekanan. Metode lainnya yang digunakan adalah pengujian keterkaitan yang terdiri dari pengujian arus barang, uang, utang, piutang, dan dokumen. Pemeriksa melakukan pengujian arus uang dan arus piutang untuk menguji jumlah peredaran usaha PT ABC. Pemeriksa juga melakukan pengujian arus uang, barang, dan dokumen untuk memastikan keabsahan faktur PM yang dikreditkan oleh PT ABC. Pengujian arus uang meliputi transaksi kas, bank, dan setara kas lainnya. Pengujian ini dilakukan untuk menguji aliran uang suatu transaksi dan / atau mendapatkan jumlah penerimaan uang dalam suatu kurun waktu dalam rangka mendukung pengujian kebenaran penghasilan bruto yang dilaporkan PT ABC berdasarkan kas (cash basis). Pengujian arus piutang dilakukan utnuk mendapatkan jumlah pelunasan piutang usaha dalam suatu kurun waktu dalam rangka mendukung pengujian kebenaran penghasilan bruto yang dilaporkan PT ABC secara akrual (accrual basis). Pengujian arus barang dilakukan untuk meyakini kebenaran unit barang yang keluar dari gudang / digunakan / dijual ataupun yang masuk ke gudang, baik berupa bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, maupun barang jadi. Sumber data yang digunakan untuk kedua pengujian tersebut adalah SPT Tahunan PPh Badan tahun 2010 dan 2011, Laporan Keuangan tahun 2010 dan 2011, SPT Masa PPN Januari – Desember 2010 dan SPT Masa PPN Januari – Desember 2011, buku besar tahun 2010 dan 2011, dan faktur pajak selama tahun 2010 dan 2011. Untuk memastikan keabsahan faktur PM yang dikreditkan oleh PT ABC dilakukan pengujian arus uang, barang, dan dokumen dengan format yang diberikan dari pemeriksa sebagai berikut.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
49
No
Faktur Pajak No Tgl
PKP Penjual
Nilai PPN
No Invoice
Nilai Invoice
Pembayaran Bank Penjual No Tgl No Acc
Bank PT ABC No Tgl No Acc
Pengiriman Barang No Tgl
Untuk menguji jumlah peredaran usaha PT ABC, pemeriksa melakukan pengujian arus uang dan arus piutang. Formula untuk pengujian arus uang: Saldo akhir kas / bank Pengeluaran kas / bank
+
Saldo awal kas / bank
-
Penyesuaian non penghasilan Penerimaan kas / bank
+/-
Melalui pengujian arus uang ini pemeriksa akan mengambil kesimpulan apakah hasil pengujian arus uang menunjukkan angka yang sama dengan omzet yang dilaporkan oleh PT ABC. Formula untuk pengujian arus piutang: Pelunasan / penerimaan melalui kas / bank Pelunasan non kas / bank
+
Saldo akhir piutang usaha
+
Saldo awal piutang usaha
-
Penyesuaian: Penghapusan piutang (+) Retur penjualan (-) PPN dipungut sendiri yang ada dalam kas / bank (-) Saldo uang muka penjualan Saldo pendapatan yang ditangguhkan Penyesuaian kurs (rugi kurs +, laba kurs -) Penyesuaian lain yang tidak ada hubungan dengan penerimaan / penghasilan + Peredaran usaha
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
Ket
50
Melalui pengujian arus piutang ini pemeriksa akan mengambil kesimpulan apakah hasil pengujian arus piutang menunjukkan angka yang sama dengan omzet yang dilaporkan oleh PT ABC. Kemudian
pemeriksa
menerbitkan
Surat
Pemberitahuan
Hasil
Pemeriksaan (SPHP) dan PT ABC wajib menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP paling lama 7 hari kerja sejak SPHP diterima. Kemudian pemeriksa dan PT ABC akan melakukan Pembahasan Akhir (Closing Conference). Setelah pemeriksa dan PT ABC sepakat mengenai perbedaan yang ada, pemeriksa dan PT ABC menandatangi berita acara hasil pembahasan akhir. Kemudian diterbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan diterbitkan nota hitung yang digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). Kemudian sesuai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Dirjen Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan STP.
4.2
Permasalahan Terkait Perpajakan dan Proses Restitusi PPN PT ABC
4.2.1 Permasalahan Terkait Administrasi Perpajakan PT ABC PT ABC termasuk WP yang taat membayar semua jenis pajak yang memang terutang. Pembayaran dan pelaporan pajaknya pun dilakukan dengan tepat waktu. Namun, masih banyak kekurangan dari segi praktik perpajakan, khususnya dibidang administrasi terkait PPN, yang harus dibenahi oleh manajemen PT ABC. Sumber Daya Manusia (SDM) di PT ABC masih banyak yang keterampilannya kurang memadai. Khususnya di bagian administrasi. Sebagai contoh, adanya kesalahan input pada saat rekapitulasi Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Karyawan seharusnya memasukan nomor PEB, tetapi yang dimasukkannya adalah nomor pengajuan. Hal sederhana ini dapat berdampak signifikan mengingat PEB tersebut dipersamakan dengan faktur pajak dan menjadi bukti yang diperlukan untuk pelaporan PPN maupun pemeriksaan perpajakan. Seharusnya karyawan mampu menginput dengan baik dan benar semua data-data terkait PPN karena hasil rekapitulasinya akan digunakan untuk berbagai hal penting, contohnya pada saat proses pengajuan restitusi PPN. PT ABC seharusnya memberikan pelatihan khusus bagi karyawan baru terkait dengan penggunaan Microsoft Excel, mengingat aplikasi tersebut adalah salah satu
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
51
aplikasi dasar yang banyak digunakan. Dalam pelatihan tersebut juga dijelaskan cara-cara untuk menghindari kesalahan dalam proses input. Selain itu, adanya review ulang atau evaluasi dari karyawan akan hasil rekapitulasinya untuk memastikan data yang sudah diinput adalah benar, tentu akan mengurangi kesalahan seperti ini. PT ABC tidak menggunakan aplikasi khusus dalam pencatatan keuangan dan akuntansi maupun untuk praktik perpajakannya. PT ABC hanya menggunakan aplikasi sederhana seperti Microsoft Excel dalam pencatatan terkait akuntansi dan perpajakan. Microsoft Excel tersebut juga digunakan PT ABC dalam pencatatan yang terkait dengan PPN. Untuk pelaporan PPN, PT ABC menggunakan electronic-SPT (e-SPT). Aplikasi-aplikasi sederhana tersebut masih dapat PT ABC gunakan dan PT ABC tidak perlu menambah maupun mengganti aplikasi tersebut dengan yang lebih canggih dikarenakan beberapa alasan. PT ABC tidak mempunyai kantor cabang di kota lain. Pabrik dan kantornya berada di satu tempat, yaitu Kawasan Berikat Purwakarta. Sehingga PT ABC belum membutuhkan aplikasi yang lebih baik dan lebih terintegrasi karena ukuran PT ABC yang belum terlalu besar. Kemudian, SDM PT ABC banyak yang belum terbiasa dengan teknologi, khususnya SDM di bagian administrasi. Jika PT ABC memaksakan untuk menggunakan aplikasi yang lebih baik, dikhawatirkan biaya yang harus dikeluarkan PT ABC nantinya akan lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya. Pendapat dari konsultan senior dari MUC Consulting Group, bagian dari PT ABC yang harus ditingkatkan dan dibenahi penggunaan IT-nya adalah Divisi Produksi yang bertanggung jawab atas data costing PT ABC. Data costing tersebut dibutuhkan pemeriksa pajak dalam proses pemeriksaan. Data costing PT ABC masih belum bisa dibenahi dengan baik. Seharusnya PT ABC menyiapkan dan mengatur data costing tersebut karena data tersebut digunakan untuk berbagai kebutuhan. PT ABC termasuk perusahaan yang tidak rapi dalam hal penyimpanan dokumen-dokumen yang terkait dengan perpajakan. Pada tahun 2010, pemeriksaan yang dilakukan terhadap PT ABC adalah pemeriksaan all taxes yaitu, pemeriksaan terhadap PPh Badan, PPh pasal 4 (2), PPh pasal 15, PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 26, dan PPN. Dari proses pemeriksaan
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
52
tersebut
terlihat
bahwa
banyak
dokumen-dokumen
PT
ABC
yang
penyimpanannya tidak teratur dan tercecer, yang pada akhirnya menghambat proses pemeriksaan tahun 2010 tersebut. Salah satu akibatnya adalah PT ABC mengalami kesulitan saat mengumpulkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses restitusi PPN. Belajar dari kesalahan tersebut, pada tahun 2011, saat ada pemeriksaan terhadap PPN, PT ABC memperbaiki penyimpanan dokumendokumennya. Walaupun masih belum sempurna, tapi sudah ada peningkatan dari pengarsipan di PT ABC. Seharusnya semua dokumen yang terkait dengan bisnis PT ABC disimpan dengan baik dan diatur sesuai dengan jenisnya. PT ABC juga harus mempunyai sebuah sistem yang mengatur masalah pengarsipan ini. Penyebab tidak teraturnya penyimpanan dokumen-dokumen di PT ABC adalah karena tidak adanya peraturan dari perusahaan yang mewajibkan penyimpanan dokumen dengan baik dan teratur. Selain itu, pengendalian internal di PT ABC juga masih terbilang rendah. Kemudian, masih kurangnya kesadaran dan perhatian dari karyawan untuk masalah dokumen tersebut. Oleh karena itu, PT ABC perlu membuat kebijakan mengenai pengarsipan yang baik dan mensosialisasikan hal tersebut kepada seluruh divisi agar semua divisi menerapkan hal tersebut. Mengenai sistem pengarsipannya, PT ABC dapat membuat sebuah sistem pengarsipan yang sesuai untuk setiap divisi yang ada, khususnya divisi yang terkait dengan perpajakan. Misalnya, dokumen disimpan menurut transaksinya dan dipisahkan per bulan. Satu transaksi, baik transaksi penjualan maupun pembelian, biasanya terdiri dari beberapa dokumen. Dokumen-dokumen tersebut digabungkan per transaksi, sehingga tidak akan tercecer dan mudah ditemukan saat dibutuhkan untuk kepentingan pemeriksaan pajak. Hal penting yang perlu diperhatikan oleh PT ABC adalah mengenai kerjasama antar divisi, khususnya yang terkait dengan praktik perpajakan PT ABC. Divisi yang terkait dengan perpajakan di PT ABC adalah Divisi Keuangan dan Akuntansi, Divisi Pembelian, dan Divisi Keuangan. Kerjasama dan koordinasi antar divisi tersebut masih buruk karena masing-masing divisi hanya mementingkan kepentingan divisinya masing-masing saja. Seharusnya, antar divisi dapat bekerjasama dan saling melengkapi, dalam hal ini kerjasama dalam urusan administrasinya. Contohnya adalah setiap divisi yang terkait dengan proses
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
53
permohonan restitusi PPN. Seharusnya setiap divisi tersebut berusaha untuk bekerja sama dan memenuhi semua dokumen yang dibutuhkan. Divisi SDM PT ABC seharusnya mengadakan pelatihan maupun kegiatan lain yang dapat mengubah pandangan karyawan PT ABC dan dapat mempererat hubungan seluruh karyawan di PT ABC. Setiono (2008) dalam penelitiannya yang berjudul ”Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (Studi kasus PT XYZ)”, menyebutkan keuntungan penggunaan aplikasi bernama SAP dalam praktik PPN. Data-data untuk mengisi Formulir 1195 menggunakan menu pajak pada modul akuntansi yang terdapat pada sistem SAP. Data transaksi pembelian maupun penjualan sudah tersimpan dalam database sistem, sehingga pengisian Formulir 1195 pun menjadi lebih mudah. Dalam pencarian untuk dokumen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan pun menjadi lebih mudah jika setiap keterangan referensi dokumen yang diarsip dimasukkan ke sistem SAP. Namun, memang diperlukan kesiapan yang matang dari perusahaan dalam penerapan sistem baru yang berhubungan dengan perpajakan ini. Dalam penelitian tersebut disebutkan, PT XYZ awalnya menggunakan aplikasi bernama Oracle, kemudian menggantinya dengan SAP. Staf perpajakan PT XYZ membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan aplikasi SAP tersebut. Akibatnya, PT XYZ mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan data yang diminta pemeriksa dalam proses pemeriksaan. Proses pemeriksaan terhadap permohonan restitusi PPN PT XYZ masa pajak MeiDesember 2005 pun berlangsung hingga tahun 2007. Jika perusahaan ingin menerapkan sistem baru yang terkait dengan perpajakan ini, sebaiknya perusahaan memastikan terlebih dahulu kesiapan SDM dan juga memilih waktu yang tepat untuk melakukan perubahan sistem tersebut.
4.2.2 Analisis Permasalahan Terkait Hasil Restitusi PPN pada Tahun 2010 dan 2011 Adanya koreksi atau selisih jumlah restitusi yang diajukan oleh PT ABC dengan jumlah restitusi yang diterima oleh pemeriksa pada tahun 2010 dan 2011 disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penyimpanan dan pengarsipan dokumen yang terkait dengan perpajakan, adanya perbedaan yang ditemukan pemeriksa saat
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
54
konfirmasi faktur pajak, re-ekspor spareparts dan barang jadi, penyesuaian harga, kesalahan dari PKP rekanan, sanksi kompensasi masa pajak sebelumnya, dan PPN Jasa Luar Negeri.
4.2.2.1 Penyimpanan dan Pengarsipan Dokumen yang Terkait dengan Perpajakan Tidak rapinya penyimpanan dokumen-dokumen yang terkait dengan perpajakan pada PT ABC juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperpanjang proses restitusi PPN. Pada saat proses pemeriksaan, banyak dokumen-dokumen yang dibutuhkan ternyata tidak dapat dipenuhi oleh PT ABC. Padahal dokumendokumen tersebut dapat menjadi bukti terkait dengan PM PT ABC yang dapat dikreditkan dan dimintakan kelebihannya. Masalah ini terjadi baik untuk proses pemeriksaan tahun 2010 maupun pemeriksaan tahun 2011. Penyebab masalah ini adalah tidak adanya peraturan yang jelas dari PT ABC mengenai kewajiban untuk menyimpan dokumen-dokumen yang terkait dengan perpajakan dengan rapi dan benar. Sehingga karyawan pun banyak yang tidak memperdulikan dokumen-dokumen tersebut. Pada saat pemeriksaan untuk permohonan restitusi dilakukan, barulah karyawan akan mulai mencari lagi dokumen-dokumen yang diperlukan oleh pemeriksa. Pada tahun 2010, dokumendokumen yang terkait dengan perpajakan tidak diarsip dan disimpan dengan baik oleh PT ABC. Sehingga banyak dokumen untuk pendukung proses restitusi menjadi tidak lengkap. Pada tahun 2011, PT ABC sudah mulai memperbaiki kesalahannya dan berusaha untuk melakukan pengarsipan dengan baik. Namun, hasilnya belum maksimal. Mengenai masalah pengarsipan ini, seharusnya PT ABC membuat peraturan yang jelas pada semua divisi untuk melakukan dokumentasi atau pengarsipan dengan baik dan rapi. Sistem pengarsipan dibuat agar ketika dokumen dibutuhkan, perusahaan bisa dengan mudah menemukannya. Misalnya adanya pemisahan penyimpanan untuk transaksi ekspor, impor, maupun pembelian dalam negeri. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan seluruh transaksi WP harus tetap disimpan dengan tertib sampai batas waktu 10 tahun. Dokumen-dokumen tersebut termasuk dokumen-dokumen yang tidak berlaku
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
55
karena adanya pembatalan, penggantian, atau juga adanya retur penjualan maupun pembelian. Jangka waktu yang diberikan untuk memenuhi Surat Permintaan Dokumen untuk pemeriksaan adalah 1 bulan. Sementara itu, PT ABC setiap akhir tahun pajak selalu mengajukan permohonan restitusi PPN. Sehingga mengenai pengarsipan dokumen yang terkait dengan perpajakan ini memang harus dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh PT ABC.
4.2.2.2 Perbedaan yang Ditemukan Pemeriksa saat Konfirmasi Faktur Pajak / PEB Dirjen Bea dan Cukai dan Dirjen Pajak mempunyai sebuah Sistem Informasi Perpajakan yang dapat menghubungkan database mereka. Database tersebut bernama Portal. Jadi, Dirjen Pajak akan mengkonfirmasi data PEB dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem Dirjen Bea dan Cukai. Dirjen Pajak bisa mendapatkan data PT ABC. PEB sendiri digunakan sebagai salah satu bukti yang mendukung proses restitusi PT ABC dan akan diperiksa saat pemeriksaan pajak. Dalam proses pemeriksaan tersebut, PEB akan diperiksa untuk memastikan kebenaran jumlahnya yang sudah dilaporkan di SPT Masa PPN. Misalnya data yang dibutuhkan pemeriksa adalah terkait PEB PT ABC, maka pemeriksa akan mendapatkan nama WP, nomor PEB, beserta nilai ekspornya. Kemudian, pemeriksa akan membandingkan data PEB yang didapatnya dari database Portal tersebut dengan data PEB berdasarkan SPT Masa PPN yang sudah dilaporkan oleh PT ABC. Seharusnya nomor PEB yang dilaporkan oleh PT ABC pada SPT Masa PPN sama dengan nomor PEB yang diambil pemeriksa dari database Portal. Pemeriksa melakukan perbandingan data PEB tersebut bertujuan untuk memeriksa apakah terdapat PEB yang mungkin belum dilaporkan di SPT Masa PPN oleh PT ABC. Pada saat pemeriksa membandingkan satu per satu nomor PEB dari Dirjen Bea Cukai dan SPT Masa PPN ternyata banyak nomor PEB yang berbeda. Perbedaan-perbedaan nomor PEB tersebut dikoreksi oleh konsultan dari MUC Consulting Group dan dicari penyebab perbedaannya. Ternyata setelah dikoreksi, perbedaan nomor PEB tersebut mayoritas disebabkan oleh adanya kesalahan input nomor PEB oleh karyawan PT ABC. Masalah ini ditemukan baik untuk pemeriksaan tahun 2010 maupun pemeriksaan tahun 2011.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
56
Kesalahan yang dilakukan oleh karyawan yang melakukan rekapitulasi, walaupun terkesan merupakan kesalahan sederhana namun dapat berdampak banyak bagi proses restitusi PPN PT ABC. Contohnya dalam kasus ini adalah kesalahan input di mana karyawan PT ABC seharusnya memasukkan nomor PEB, namun yang dimasukkannya adalah nomor pengajuan. Nomor pengajuan biasanya terdiri dari 26 digit, misalnya 060100-000011-20090608-000001. Sedangkan nomor PEB biasanya terdiri dari 3 digit, misalnya 324. Misalnya seharusnya karyawan PT ABC menginput nomor PEB dengan 324, namun ia menginput dengan 001. Dengan adanya perbedaan tersebut, pemeriksa akan berpikir bahwa terdapat ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PT ABC. PT ABC bisa terkena sanksi sebesar 2% berdasarkan pasal 14 ayat 4 Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pemeriksa akan menggunakan pasal 14 ayat 4 UU KUP tersebut sebagai argumennya karena disebutkan bahwa pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu dan PKP yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari DPP. Solusi untuk masalah ini adalah PT ABC harus memastikan bahwa hasil rekapitulasi data perpajakan sudah diperiksa ulang. PT ABC harus memilih karyawan yang terampil dalam menginput data dan karyawan yang bertugas untuk menginput data perpajakan pun harus dilatih terlebih dahulu. Sebelum mengajukan permohonan restitusi PPN, PT ABC harus memastikan bahwa data-data yang diinputnya sudah dievaluasi dan dapat diandalkan kebenarannya.
4.2.2.3 Re-ekspor Spareparts dan Barang Jadi Re-ekspor terjadi pada saat ada retur / pengembalian barang yang sudah dibeli oleh pembeli yang dalam hal ini adalah induk PT ABC, yaitu X Corp. Pengembalian barang jadi maupun spareparts terjadi karena adanya kerusakan, sehingga X Corp. akan mengembalikan barang tersebut pada PT ABC dan PT ABC akan menggantinya dengan barang dan spareparts yang sama atau PT ABC akan memperbaiki barang dan spareparts tersebut kemudian mengirimnya
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
57
kembali ke X Corp. Pada saat ekspor yang pertama, PT ABC telah membuat PEB. Kemudian, pada saat terdapat retur penjualan maupun adanya perbaikan barang, PT ABC harus membuat PEB lagi. Sehingga akan terkesan terdapat dua transaksi yang terjadi dengan dua jenis barang yang berbeda. Sehingga untuk transaksi barang yang sama akan terdapat dua PEB, tetapi revenue yang tercatat hanya satu. Selain itu, pada saat terjadi re-ekspor tersebut, PT ABC tidak melaporkan masalah re-ekspor dalam SPT Masa PPN dan PT ABC tidak menyerahkan perincian impor BKP yang dikembalikan oleh X Corp. Pemeriksa akan menganggap bahwa ada PEB yang belum dilaporkan oleh PT ABC, sehingga PT ABC akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan pasal 14 ayat 4 UU KUP, yaitu sebesar 2% dari DPP. Sanksi administrasi berupa denda tersebut akhirnya akan mengurangi jumlah PM yang dapat dikreditkan oleh PT ABC. Sehingga, jumlah restitusi yang dapat diminta oleh PT ABC pun menjadi berkurang. Karena itu PT ABC harus menjelaskan mengenai masalah re-ekspor ini kepada pemeriksa pajak. Masalah terkait re-ekspor spareparts ini terjadi baik pada tahun 2010 maupun pada tahun 2011. Dalam pembahasan akhir untuk pemeriksaan tahun 2011, pemeriksa tidak dapat menerima tanggapan PT ABC mengenai masalah re-ekspor ini dan tetap mempertahankan koreksinya dengan alasan atas re-ekspor barang maupun spareparts, seharusnya PT ABC melaporkannya di dalam SPT Masa PPN walaupun bukan sebagai penyerahan BKP. Selain itu, PT ABC juga tidak menyerahkan perincian ekspor BKP yang dikembalikan oleh X Corp. Dalam buku besar PT ABC, penggolongan / pembagian jenis revenue-nya kurang didetail. Sehingga jika terdapat masalah re-ekspor akan sulit untuk diperiksa atau ditelusuri. Oleh karena itu, solusi untuk masalah ini adalah PT ABC sebaiknya membuat penggolongan revenue-nya dengan detail, sehingga jika terdapat masalah yang menyangkut dengan revenue akan mudah untuk ditelusuri. PT ABC juga harus membuat sistem untuk memeriksa kembali kualitas barang yang akan diekspor, sehingga re-ekspor bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Selain itu, jika terdapat masalah re-ekspor lagi di tahun-tahun mendatang, PT ABC harus melaporkannya di SPT Masa PPN dan menyerahkan perincian ekspor BKP yang dikembalikan, sehingga masalah re-ekspor ini tidak lagi menjadi penyebab koreksi oleh pemeriksa.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
58
4.2.2.4 Penyesuaian Harga Penyesuaian / perubahan harga ini terjadi ketika barang yang sudah dijual oleh PT ABC ke X Corp. ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh X Corp. Sehingga, X Corp. meminta pengurangan harga jual atas barang tersebut. Padahal, PEB atas ekspor barang tersebut sudah dibuat. Pada saat pembuatan PEB, harga jual yang dicantumkan dalam PEB adalah harga jual pada saat pengiriman barang tersebut ke X Corp. Namun, setelah barang tersebut sampai di X Corp. dan ternyata X Corp. merasa tidak puas, X Corp. pun meminta pengurangan harga dan PT ABC menyetujuinya, sehingga dalam invoice untuk X Corp., PT ABC akan menggunakan harga setelah adanya penyesuaian / perubahan harga tersebut. Untuk pencatatan dalam buku besarnya, PT ABC pun menggunakan harga jual yang tertera dalam invoice. Ketidakcocokan harga jual dalam PEB dan invoice maupun buku besar ini akan menjadi masalah yang diangkat oleh pemeriksa. Harga yang tertera dalam PEB dan invoice atau buku besar seharusnya sama. Pada saat melaporkan SPT Masa PPN-nya, PT ABC pun melaporkan ekspor tersebut dengan harga jual yang sudah disesuaikan / diubah. Sehingga jumlah ekspor yang dilaporkan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah ekspor yang tertera pada PEB. Pemeriksa akan menganggap bahwa ada peredaran usaha PT ABC yang tidak dilaporkan oleh PT ABC, sehingga faktur pajak atau dalam hal ini PEB, belum dibuat atau dianggap terlambat dibuat. PT ABC tidak dapat membuktikan bahwa benar telah terjadi perubahan harga karena ada ketidaksesuaian spesifikasi barang yang diekspor. Sehingga PT ABC akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% berdasarkan pasal 14 ayat 4 UU KUP. Denda tersebut pada akhirnya akan mengurangi jumlah PM yang akan dimintai restitusinya oleh PT ABC. Masalah penyesuaian harga ini hanya terjadi pada tahun 2010. Untuk masalah ini PT ABC seharusnya mempunyai quality control terhadap semua produk yang diekspornya. PT ABC harus membuat kebijakan mengenai quality control khususnya untuk Divisi Produksi. Namun, jika memang masalah penyesuaian / perubahan harga ini terjadi lagi di masa yang akan datang, PT ABC seharusnya menyiapkan dokumentasi bahwa telah ada penyesuaian / perubahan harga yang terjadi pada barang yang telah diekspornya. Salah satu
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
59
caranya adalah dengan meminta laporan dari X Corp. bahwa memang benar telah terjadi perubahan harga yang diakibatkan adanya ketidaksesuaian spesifikasi pada barang yang dijual oleh PT ABC.
4.2.2.5 Kesalahan dari PKP Rekanan Koreksi atas PM yang dapat dikreditkan dari pemeriksa juga disebabkan oleh adanya faktur pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sesuai dengan pasal 13 ayat 5 UU PPN dan PPnBM. Faktur pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan tersebut mengakibatkan PM-nya tidak dapat dikreditkan. Contohnya, ada PM PT ABC yang tidak dapat dikreditkan karena kesalahan dalam penulisan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) PT ABC. Kesalahan tersebut merupakan kesalahan pemasok dari PT ABC atau PKP rekanan. Karena kelalaian PKP rekanan, jumlah yang dapat direstitusi oleh PT ABC menjadi berkurang. Seharusnya seluruh faktur PM yang dikreditkan oleh PT ABC sudah memenuhi persyaratan formal menurut peraturan perpajakan dan faktur PM tersebut juga sudah dilaporkan oleh PKP rekanan dalam SPT Masa PPN-nya. Masalah yang disebabkan kesalahan dari PKP rekanan ini terjadi pada tahun 2010 dan 2011. Solusi untuk masalah ini adalah pada saat karyawan Divisi Keuangan dan Akuntansi menerima faktur pajak dari PKP rekanan, karyawan tersebut harus memastikan bahwa faktur pajak tersebut sudah sesuai dengan persyaratan formal faktur pajak sesuai dengan pasal 13 ayat 5 UU PPN dan PPnBM. Selain persyaratan formal, PT ABC juga harus memastikan bahwa faktur pajak tersebut merupakan faktur pajak atas pembelian untuk keperluan operasional perusahaan, atau disebut sebagai persyaratan material. Ketika karyawan menemukan adanya kesalahan terkait persyaratan formal faktur pajak, PT ABC harus segera menghubungi PKP rekanan agar faktur pajak tersebut dapat dikoreksi.
4.2.2.6 Sanksi Kompensasi Masa Pajak Sebelumnya Sanksi kompensasi masa pajak sebelumnya terjadi karena adanya kelebihan PM yang sudah dikompensasikan namun ternyata tidak seharusnya dikompensasikan. Peraturan yang mengatur hal ini adalah pasal 13 ayat 1 dan 3 UU KUP, disebutkan bahwa apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
60
mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% akan dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar. Masalah kompensasi masa pajak sebelumnya ini terjadi pada tahun 2010. Hal yang terjadi pada PT ABC adalah kelebihan pengkreditan PM dan PK yang sudah dikompensasikan, ternyata tidak semua faktur PM tersebut sah dan dapat dikreditkan. Kejadian tersebut terjadi dalam beberapa bulan sehingga, di akhir tahun pajak, sanksi kenaikan tersebut mengurangi jumlah kelebihan lebih bayar pajaknya. Sanksi kompensasi ini seharusnya dapat diminimalisir atau dihilangkan dengan memastikan bahwa semua PM yang dikreditkan oleh PT ABC memang merupakan PM yang dapat dikreditkan. Untuk menghindari hal ini seharusnya PT ABC lebih teliti pada saat mengkreditkan PM-nya. Salah satu caranya adalah memastikan bahwa PM tersebut adalah pembelian untuk operasional perusahaan, memastikan ke pihak PKP rekanan bahwa faktur pajak atas pembelian PT ABC sudah dilaporkan, dan faktur pajak tersebut sudah memenuhi ketentuan formal menurut peraturan perpajakan.
4.2.2.7 PPN Jasa Luar Negeri Pemanfaatan JKP dan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean merupakan objek PPN sebagaimana ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 huruf d dan huruf e UU PPN dan PPnBM. Selanjutnya pasal 3A ayat 3 UU PPN dan PPnBM menegaskan lagi bahwa orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dan / atau yang memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. PT ABC memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Jasa tersebut contohnya berupa service and repairing dan technical guidance. Salah satu penyebab adanya koreksi dari pemeriksa dan mengurangi jumlah restitusi PPN yang diterima adalah adanya objek PPN Jasa Luar Negeri yang belum dilaporkan PT ABC. Masalah ini terjadi pada tahun 2010. Pada bulan Februari dan September 2010, pemeriksa menganggap bahwa ada service and repairing fee dan technical guidance fee yang belum dilaporkan PT ABC dalam SPT Masa
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
61
PPN. Hal tersebut terjadi karena ada perbedaan nilai yang dilaporkan PT ABC dengan yang ada pada buku besar PT ABC. Pemeriksa menganggap PT ABC kurang dalam menyetor PPN Jasa Luar Negeri tersebut. Atas koreksi dari pemeriksa tersebut, PT ABC tidak dapat membantahnya karena PT ABC tidak dapat membuktikan penyebab perbedaan tersebut dengan memberikan barang bukti. Seharusnya jumlah fee Jasa Luar Negeri yang dilaporkan oleh PT ABC sama dengan jumlah fee yang tertera pada invoice maupun buku besarnya. Untuk masalah ini, PT ABC harus memastikan kesamaan jumlah fee yang akan dilaporkan dalam SPT Masa PPN dengan jumlah fee yang ada dalam buku besar. Jika memang ada perbedaan, PT ABC harus menelusuri penyebab perbedaan tersebut. PT ABC juga harus menyimpan semua bukti-bukti terkait transaksi atas Jasa Luar Negeri tersebut.
Tabel 4.1. berisi ringkasan permasalahan yang terjadi pada PT ABC terkait dengan bidang perpajakan dan proses atas permohonan restitusi PPN. Tabel ini memuat pokok permasalahan, kondisi yang ada atas permasalahan tersebut, kondisi yang seharusnya, dan rekomendasi yang diberikan untuk PT ABC.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
62
Tabel 4.1. Ringkasan Permasalahan yang Terjadi pada PT ABC Terkait Bidang Perpajakan dan Proses atas Permohonan Restitusi PPN
Pokok
Kondisi yang Ada
Kondisi yang Seharusnya
Rekomendasi
• SDM yang ada mampu
• Memberikan pelatihan
Permasalahan Administrasi
• Keterampilan
terkait
SDM yang kurang
menginput semua data
mengenai penggunaan
perpajakan
memadai, sehingga
dengan baik dan benar,
Microsoft Excel dan
sering terjadi
khususnya data
cara-cara agar
kesalahan dalam
perpajakan yang terkait
menghindari kesalahan
input data
dengan restitusi.
dalam proses input
perpajakan. • Penyimpanan
• Semua dokumen yang
data. Selain itu
terkait dengan bisnis PT
dilakukannya evaluasi
dokumen yang
ABC disimpan dengan
setelah proses input
tidak rapi,
baik dan diatur sesuai
untuk memastikan data
sehingga PT ABC
dengan jenisnya. Harus
yang diinput sudah
mengalami
ada sebuah sistem yang
benar.
kesulitan saat
baik untuk pengarsipan
mengumpulkan
dokumen ini.
dokumen yang
• PT ABC membuat peraturan yang
• Antar divisi seharusnya
mewajibkan seluruh
dibutuhkan dalam
dapat berkoordinasi
divisi melakukan
proses restitusi.
dengan baik dan
dokumentasi dengan
bekerja sama dalam
baik. PT ABC juga
koordinasi antar
memenuhi semua
membuat sebuah sistem
divisi terkait
dokumen yang
pengarsipan yang
administrasi,
diperlukan dalam
sesuai untuk seluruh
sehingga tidak
proses pemeriksaan
divisi, khususnya yang
semua dokumen
restitusi PPN.
terkait dengan
yang diminta
Bukannya hanya saling
perpajakan. Misalnya,
pemeriksa untuk
memikirkan
dokumen disimpan
proses restitusi
kepentingan masing-
menurut transaksinya
• Kurangnya
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
63
dapat dipenuhi
masing divisi saja.
dan dipisahkan per
dengan baik.
bulan. Satu transaksi biasanya terdiri dari beberapa dokumen. Dokumen-dokumen tersebut digabungkan per transaksi sehingga tidak akan tercecer. • Memberikan pelatihan kepada karyawan yang dapat membuat karyawan menjadi dekat satu sama lain dan juga dapat memahami filosofi perusahaan.
Konfirmasi faktur pajak
• KPP PKP rekanan
• KPP PKP rekanan
• Berkomunikasi dengan
keliru dalam
harus memberikan
PKP rekanan dan
memberikan hasil
konfirmasi dengan jelas
meminta SPT Masa
konfirmasi faktur
dan benar, serta tidak
PPN PKP rekanan yang
pajak, sehingga
memperlama
sudah dilaporkan
hasil konfirmasi
pemberitahuan
sebagai bukti ke
faktur pajak yang
konfirmasi faktur pajak.
pemeriksa bahwa PT
seharusnya “ada
• Nomor PEB yang
ABC sudah membayar
dan sesuai”
dilaporkan oleh PT
PPN dan faktur PM
menjadi “tidak
ABC pada SPT Masa
sudah dilaporkan oleh
ada”.
PPN harusnya sama
PKP rekanan.
• Kesalahan input
• Semua hasil
dengan nomor PEB
nomor PEB
yang diambil pemeriksa
rekapitulasi oleh
sehingga atas
dari database Portal.
karyawan PT ABC,
konfirmasi faktur
khususnya nomor PEB,
pajak, PEB
dievaluasi
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
64
tersebut dianggap
kebenarannya.
belum dilaporkan. • PT ABC seharusnya
• PT ABC harus
Re-ekspor
Karena adanya re-
Spareparts
ekspor terdapat dua
melaporkan adanya re-
membuat sistem untuk
dan Barang
PEB untuk transaksi
ekspor dalam SPT
memeriksa kembali
Jadi
barang yang sama,
Masa PPN.
kualitas barang yang
sehingga pemeriksa
• PT ABC seharusnya
akan diekspor,
menganggap ada
memberikan perincian
sehingga re-ekspor
PEB yang belum
re-ekspor.
bisa diminimalisir atau
dilaporkan. Pada saat
dihilangkan.
terjadi re-ekspor
• Namun, jika memang
tersebut, PT ABC
re-ekspor tidak dapat
tidak melaporkan
dihindari, PT ABC
masalah re-ekspor
harus menyiapkan
dalam SPT Masa
semua data terkait re-
PPN dan PT ABC
ekspor dan ekspor
tidak menyerahkan
pertama barang
perincian ekspor
tersebut, khususnya
BKP yang
untuk proses
dikembalikan oleh X
pemeriksaan. PT ABC
Corp.
harus membuar perinciaan re-ekspor dan menyerahkannya pada KPP. • PT ABC harus membuat penggolongan revenuenya dengan detail, sehingga jika terdapat masalah yang menyangkut dengan revenue akan mudah
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
65
untuk ditelusuri. • PT ABC harus
Penyesuaian
Adanya penyesuaian
Harga yang tertera dalam
harga
harga karena adanya
PEB dan invoice atau
mengusahakan untuk
barang ekspor yang
buku besar seharusnya
mengurangi terjadinya
tidak sesuai
sama.
penyesuaian /
spesifikasi. Sehingga
perubahan harga.
harga yang tertera
Caranya adalah dengan
dalam PEB dan
meningkatkan quality
invoice atau buku
control terhadap semua
besar PT ABC
barang yang
menjadi berbeda.
diproduksi. PT ABC harus membuat kebijakan mengenai quality control tersebut untuk Divisi Produksi. • Jika penyesuaian harga tidak dapat dihindari, PT ABC harus meminta laporan dari X Corp. bahwa telah terjadi perubahan harga, sebagai bahan bukti ke pemeriksa. •
Kesalahan
Faktur PM dari PKP
Seluruh faktur PM yang
dari PKP
rekanan tidak
dikreditkan oleh PT ABC
Keuangan dan
rekanan
memenuhi
sudah memenuhi
Akuntansi harus
persyaratan formal
persyaratan formal dan
memastikan bahwa
untuk melakukan
materialnya.
faktur pajak yang
pengkreditan pajak.
Karyawan Divisi
diterima dari PKP rekanan sudah sesuai dengan persyaratan formal faktur pajak
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
66
dan materialnya. •
Ketika karyawan menemukan adanya kesalahan terkait persyaratan formal faktur pajak, PT ABC harus segera menghubungi PKP rekanan agar faktur pajak tersebut dapat dikoreksi.
Sanksi
Adanya kelebihan
Sanksi kompensasi ini
Memeriksa bahwa PM
kompensasi
PM yang sudah
seharusnya dapat
yang dikreditkan PT ABC
masa pajak
dikompensasikan
diminimalisir atau
adalah PM yang dapat
sebelumnya
namun ternyata tidak
dihilangkan dengan
dikreditkan dengan cara
seharusnya
memastikan bahwa semua
memastikan bahwa PM
dikompensasikan.
PM yang dikreditkan oleh
tersebut adalah pembelian
Sehingga ada koreksi
PT ABC memang PM
untuk operasional
dari pemeriksa dan
yang dapat dikreditkan.
perusahaan, faktur PM
PT ABC dikenakan
sesuai dengan persyaratan
sanksi berupa
formal, dan faktur PM
kenaikan sebesar
tersebut sudah dilaporkan
100% dari PPN yang
oleh PKP rekanan dalam
tidak atau kurang
SPT Masa PPN.
dibayar. • PT ABC harus
PPN Jasa
Adanya perbedaan
Seharusnya jumlah fee
Luar Negeri
jumlah fee atas Jasa
atas Jasa Luar Negeri
memastikan kesamaan
Luar Negeri yang
yang dilaporkan PT ABC
jumlah fee akan
dilaporkan PT ABC
dalam SPT Masa PPN
dilaporkan dalam SPT
dalam SPT Masa
sama dengan buku
Masa PPN dengan
PPN dengan invoice
besarnya atau invoice-nya.
jumlah fee yang ada
dan buku besarnya.
Atas fee yang dibayarkan
dalam invoice dan
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
67
Sehingga pemeriksa
PT ABC tersebut, PT
buku besar.
menganggap ada
ABC harus memungut,
PPN Jasa Luar
menyetor, dan melaporkan
perbedaan, PT ABC
Negeri yang belum
PPN-nya ke KPP.
harus menelusuri
• Jika memang ada
disetor dan
penyebab perbedaan
dilaporkan.
tersebut. • PT ABC harus menyimpan semua bukti-bukti terkait transaksi atas Jasa Luar Negeri tersebut. Sumber: Diolah oleh Penulis
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan magang ini adalah: 1. Proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT ABC sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan. 2. Ada beberapa masalah yang terjadi dalam proses restitusi PPN dan menyebabkan berkurangnya jumlah restitusi PPN yang diterima oleh PT ABC. •
Tidak
teraturnya
dokumentasi
dan
pengarsipan
terkait
dokumen
perpajakan PT ABC yang terkait dengan proses restitusi PPN. Seharusnya PT ABC membuat peraturan yang jelas pada semua divisi untuk melakukan dokumentasi atau pengarsipan dengan baik dan rapi. •
Ditemukannya perbedaan nomor Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) antara data di SPT Masa PPN dan data milik Dirjen Bea dan Cukai pada saat pemeriksa melakukan pertukaran data informasi melalui Portal. Pemeriksa menganggap perbedaan tersebut dikarenakan ada PEB yang belum dilaporkan oleh PT ABC, sehingga PT ABC dikenai sanksi. PT ABC seharusnya memastikan bahwa hasil rekapitulasi data perpajakan sudah diperiksa ulang. Selain itu, PT ABC juga harus memilih karyawan di bidang administrasi yang terampil dalam pekerjaannya.
•
Adanya re-ekspor spareparts dan barang jadi. Karena adanya re-ekspor, PEB atas transaksi barang yang sama jadi mempunyai dua PEB dan pemeriksa menganggap ada PEB yang belum dilaporkan oleh PT ABC, sehingga PT ABC dikenai sanksi. PT ABC seharusnya melaporkan reekspor tersebut di SPT Masa PPN dan menyerahkan perincian impor Barang Kena Pajak (BKP) yang dikembalikan.
•
Adanya penyesuaian atau perubahan harga setelah PEB dibuat karena adanya ketidaksesuaian spesifikasi produk sesuai yang diinginkan X Corp. Pemeriksa akan menganggap bahwa ada peredaran usaha PT ABC yang tidak dilaporkan oleh PT ABC, sehingga PEB belum dibuat atau dianggap 68 Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
69
terlambat dibuat. PT ABC seharusnya menyiapkan dokumentasi misalnya dengan meminta laporan dari X Corp. bahwa memang benar telah terjadi perubahan harga. •
Adanya kesalahan dari PKP rekanan yang membuat faktur PM PT ABC tidak dapat dikreditkan. PT ABC seharusnya memeriksa persyaratan formal dan material faktur pajak ketika faktur pajak tersebut diterima oleh PT ABC dari PKP rekanan.
•
Adanya kesalahan jumlah kompensasi dalam masa pajak sebelumnya yang diakibatkan tidak semua faktur PM PT ABC sah dan dapat dikreditkan. PT ABC seharusnya lebih teliti pada saat mengkreditkan PM-nya dan memastikan kepada PKP rekanan bahwa faktur pajaknya sudah dilaporkan di SPT Masa PPN.
•
Adanya sanksi atas PPN atas Jasa Luar Negeri yang dimanfaatkan oleh PT ABC. Sanksi tersebut dikenakan karena pemeriksa menganggap bahwa ada service and repairing fee dan technical guidance fee yang belum dilaporkan PT ABC dalam SPT Masa PPN. PT ABC seharusnya memastikan kesamaan jumlah fee yang akan dilaporkan dalam SPT Masa PPN dengan jumlah fee yang ada dalam buku besar dan PT ABC juga harus menyimpan semua bukti-bukti terkait transaksi atas Jasa Luar Negeri tersebut.
5.2
Saran
Saran untuk PT ABC adalah: Dalam ruang lingkup internal PT ABC: •
Membuat
kebijakan
perusahaan
mengenai
kewajiban
melakukan
pengarsipan dengan baik. •
Dalam hal SDM di bidang administrasi, PT ABC harus memberikan pelatihan mengenai penggunaan komputer dan input data yang baik dan benar dan juga memberikan pelatihan dan sosialisasi agar koordinasi antar divisi bisa berjalan dengan lancar.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
70
Dalam ruang lingkup eksternal PT ABC: •
Selektif dalam memilih PKP rekanan dan melakukan komunikasi yang baik dengan PKP rekanan khusunya terkait masalah faktur PM PT ABC.
•
Membina hubungan yang baik dengan pemeriksa dan siap sedia dalam memberikan barang bukti pendukung dalam proses pemeriksaan, khususnya terkait masalah re-ekspor dan penyesuaian harga.
•
Melakukan komunikasi yang intensif dengan induk PT ABC, yaitu X Corp., khususnya jika terjadi permasalahan mengenai re-ekspor dan penyesuaian harga.
Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Direktorat Jenderal Pajak. (2012, September 19). Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai. http://www.pajak.go.id/content/mengenal-lebih-dekatpajak-pertambahan-nilai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 Tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 tentang PKP Berisiko Rendah yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN dan PPnBM. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan 71 Universitas Indonesia Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
72
Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak. Setiono, Ari. (2008). Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (Studi kasus PT XYZ). Laporan Magang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sukardji, Untung. (2012). Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.52/2006 tentang Perekaman SPT Masa PPN, Konfirmasi Faktur Pajak, dan Langkah-Langkah Penanganan Restitusi dalam Rangka Pengamanan Penerimaan PPN. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Waluyo. (2010). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013