Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
Sri Esa Rahmadani & Munawarih Jurnal Akuntansi Bisnis Vol. 4 No. 2 Mei 2017
ANTISIPASI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR PADA PT YKK ZIPCO INDONESIA * Sri Esa Rahmadani * Munawaroh ABSTRACT
The purpose of this research is to decide the strategy in anticipating and reducing the restitution of Value Added Tax (VAT) to PT YKK Zipco Indonesia, a foreign capital company conducting export and import activities. The research method used is descriptive to describe the calculation of VAT and VAT restitution mechanism conducted by PT YKK Zipco Indonesia based on the prevailing rules, and strategy in anticipating VAT restitution by utilizing Bonded Zone facility. This research analyzes the positive impact of tax planning in anticipating VAT restitution. Keywords: Compensation, Restitution, Value Added Tax, Export, Import
PENDAHULUAN Reformasi pajak (tax reform) yang dilakukan pemerintah Indonesia pada tahun 1983 telah memberikan perubahan yang konstruktif bagi perpajakan Indonesia yang mampu menunjukkan fungsinya sebagai salah satu sumber penerimaan Negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Salah satu perubahan tersebut adalah dengan munculnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan pajak penjualan tahun 1951. Dinamakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena yang terkena pajaknya hanya penambahan nilainya saja. Dasar hukum PPN di Indonesia adalah Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai nomor 42 tahun 2009 yang berlaku sejak 1 April 2010, merupakan perubahan ketiga UU PPN tahun 1984. Menurut UU nomor 42 tahun 2009 tersebut, PPN dikenakan kepada produsen ataupun distributor yang menjual barang dan/atau jasanya kepada konsumen terakhir di Daerah Pabean. Oleh karena itu, atas barang yang tidak dikonsumsi di daerah pabean (diekspor), akan dikenakan Hal | 34
pajak dengan tarif 0%, sebaliknya atas impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. YKK Corporation (YKK株式会社 – YKK Kabushikigaisha) adalah grup perusahaan Jepang yang memproduksi produk metal nonbesi, dan dikenal sebagai produsen ritsleting terbesar di dunia. YKK adalah merek dagang terdaftar sekaligus singkatan dari Yoshida Kogyo Kabushiki Kaisha. Kantor pusat berada di distrik Chiyoda, Tokyo.Grup YKK telah memiliki 132 perusahaan yang tersebar di 70 negara dan teritori, dengan total pabrik dan kantor di sejumlah 672 lokasi. Grup YKK terdiri dari tiga bidang usaha: produk pengancing/ritsleting, produk bahan bangunan, dan enjinering mesin. Perusahaan yang berada di bawah grup YKK dikelompokkan menjadi 6 kelompok berdasarkan lokasi geografis: Jepang, Asia Timur, ASEAN-Asia Selatan-Oseania, Eropa-Timur Tengah-Afrika, Amerika Utara-Amerika Tengah dan Amerika Selatan.Di Indonesia, Grup YKK memiliki PT YKK Zipper Indonesia , PT.
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
Andit ya warman, PT YKK Zipc o Indonesia , dan PT YKK Fasco Indonesia. PT YKK Zipper Indonesia didirikan pada tanggal 23 Mei 1972 sebagai perusahaan manufaktur yang fokus memproduksi “Zipper” (ritsleting) dan komponennya, yaitu quicklon (kait & pengikat loop), pita elastis, tape gandum kotor, stopper kabel plastik, telah tumbuh menjadi YKK Fastening Indonesia Group (FIG), dan terkonsentrasi dalam memberikan berbagai keuntungan bagi perdagangan Indonesia dan industri, mendukung industri dalam negeri tekstil, dan berfokus 25% dari produksi untuk ekspor langsung dalam Grup YKK, 55% untuk ekspor tidak langsung dan sisanya untuk pasar domestik. Sebagai salah satu sentra produksi YKK Corporation mengikuti perkembangan industri dan perdagangan global, terutama yang terjadi di Asia. Perusahaan YKK Group menganggap adil dan merata sebagai dasar kegiatan operasional dan manajemen, dinyatakan dalam prinsip manajemennya, “YKK Berusaha meningkatkan Nilai Perusahaan Signifikansi yang Tinggi”.
Setelah 17 tahun usaha di Indonesia sukses, pada 23 Oktober tahun 1989 mendirikan PT YKK Zipco Indonesia, perusahaan patungan dengan produk utamanya adalah ritsleting (polyester) dan komponennya (kaset, rantai, slider). Perusahaan ini baru mencapai kesuksesan dengan cepat dan sekarang memiliki 3 pabrik di Cibitung, Bekasi, dengan 652 karyawan, dan berproduksi untuk ekspor la ngsung, ya i tu di di stribusikan ke Perusahaan YKK seluruh dunia. PT YKK Zipco Indonesia merupakan perusahaan manufakturyang memfokuskan kepada solusi sistem dan teknologi informasi yang menyeluruh da n terintegrasi di dalam pengembangan produktivitas dan efisiensi aktivitas ekspor dan impor atas barang kena pajak.Dalam hal ini PT YKK Zipco Indonesia telah melakukan Restitusi PPN hampir setiap Tahun dikarenakan lebih besarnya nilai Pajak Masukan dibanding Pajak Keluaran dalam aktivitas Ekspor dan impor tersebut, dan nilai yang akan direstitusi adalah selisih dari nilai yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
Tabel 1 Kenaikan dan Penurunan Lebih Bayar PPN PT. YKK Zipco Indonesia Tahun 2010 - 2014 Selisih(2)= Lebih Bayar(t – (t-1))
No
Tahun (t)
Lebih Bayar (1)
% Kenaikan/Penurunan (3)=(2): Lebih Bayar(t-1)
1
2010
32.693.225.676
-
-
2
2011
66.948.479.078
34.255.253.402
105%
3
2012
45.095.527.083
-21.852.951.995
-33%
4
2013
93.950.864.321
48.855.337.238
108%
5
2014
76.933.580.733
-17.017.283.588
-18%
Sumber : Data diolahpenulis (2016) Tabel 1diatas menunjukkan pada tahun 2010 sampai dengan 2014selisih nilai lebih bayar PPN dalam lima tahun tersebut mengalami kenaikan dan
penurunan. Pada tahun 2010-2011 mengalami kenaikan hingga 105%. Namun tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 33%. Kemudian tahun 2013 ada
Hal | 35
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
kenaikan sebesar 108% dan tahun 2014 kembali terjadi penurunan sebesar 18%. Dengan demikian kenaikan yang terjadi mencapai >100%, namun pada penurunan hanya berkisar 18% - 33%. Jika diprediksi ada beberapa hal yang mungki n menyebabkan hal tersebut diantaranya, kesalahan perhitungan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan, kurangnya ketelitian karyawan dalam menginput dataPPN, atau disebabkan lawan transaksi dengan kode transaksi tertentu yang menambah angka lebih bayar,dan adanya kemungkinan masih mengikuti aturan perpajakan yang sudah tidak berlaku karena kurang mengikuti informasi terkini tentang regulasi perpajakan yang berlaku. Nilai lebih bayar PPN dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya dan dapat juga direstitusi, namun oleh karena proses restitusi tersebut membutuhkan proses yang panjang, maka diperlukan perencanaan pajak agar di masa pajak selanjutnya tidak lagi terjadi restitusi. Hasil penelitian Linda Yuliana (2010) dan Syahrul Fauzi (2012)dengan menggunakan regresi linier sederhana menunjukkan, bahwa pemberian restitusi PPN berpengaruh terhadap penerimaan PPN. Milda Agustina (2011), melakukan penelitian dengan sumber data dari bagian perpajakan dan keuangan serta dokumendokumen lain yang terkait, menyatakan bahwa perbedaan omzet yang dihasilkan dari faktor-faktor penyebab perbedaan omzet PPN dan PPh yaitu karena perbedaan pengakuan penjualan dan pembuatan faktur pajak, akun PPN yang diterapkan perusahaan telah memadai dengan prinsip-prinsip akuntansi dan peraturan perpajakan walaupun masih ada hal–hal yang belum dilaksanakan tetapi perusahaan berusaha menyempurnakannya. Secara spesifik tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui cara perhitungan PPN atas Kegiatan Ekspor dan Impor PT YKK
Hal | 36
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
Zipco Indonesia, menganalisis kesesuaian perhitungan PPN dengan UU Nomor 42 tahun 2009, mengetahui strategi dalam mengurangi terjadinya restitusi, dan mengetahui dampak positif adanya perencanaan pajak dalam mengantisipasi Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.Hasil yang diharapkan dari penelitian equalisasi PPN kali ini adalah adanya keselarasan dan keseimbangan antara peraturan–peraturan mengenai Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku denga n penerapannya oleh perusahaan, dan perusahaan mampu meminimalkan angka restitusi setiap bulannya. Selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi menuntun perusahaan menjadi Wajib Pajak yang patuh pada peraturan yang berlaku. TINJAUAN PUSTAKA Pajak Pertambahan Nilai Menurut Untung Sukardji (2015:1) Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) untuk pertama kali diperkenalkan oleh Carl Friedrich von Siemens, seorang industrialis dan konsultan pemerintah Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya justru pemerintah Perancis yang pertama kali menerapkan PPN dalam sistem perpajakannya pada tahun 1954, sedangkan Jerman baru menerapkannya pada awal tahun 1968. Indonesia baru mengadopsi P P N p a d a t a n g ga l 1 Ap r i l 1 9 8 5 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1951. Permasalahan yang terkait dengan impor dan ekspor barang dan jasa dikemukakan oleh Untung Sukardji (2015:57), bahwa setiap kegiatan memasukkan barangdari luar Daerah pabean ke dalam daerah pabean disebut impor Barang Kena Pajak (BKP). Sementara itu pasal 4 ayat1 huruf b UU PPN tidak menentukan status orang atau badan yang melakukan kegiatan ini, maka
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
impor BKP yang dilakukan oleh siapa pun dapat dikenai PPN. Demikian pula, setiap kegiatan mengeluarkan BKP berwujuddari dalam ke luar daerah pabean disebut ekspor BKP Berwujud, dan dalam penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf f ditegaskan, bahwa pengusaha yang melakukan ekspor BKP hanya pengusaha yang dikukuhkan menjadi PKP, sehingga dikenai PPN. Sementara itu dinyatakan dalam pasal 1 angka 28 UU PPN, bahwa ekspor BKP Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari dalam keluar daerah pabean.Contoh : PT Hutama Karya selaku pemegang hak paten teknologi pembangunan jalan layang di Thailand. Kegiatan ini termasuk dalam kelompok ekspor BKP Tidak Berwujud. Dalam penjelasan Pasal 4A ayat 1 huruf g dirinci jenis Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, yaitu (a) penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusasteraan, kesenian, atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana,formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atauhak serupalainnya; (b) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan, industrial, komersial, atau ilmiah; (c) pemberitahuan pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial; (d) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaaan atau hak menggunakan peralatan perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa :1) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atauteknologi yang serupa; 2) penggunaan atau hak menggunakan rekaman suara,
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa atau 3) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi ; (e) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture fil), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pitasuara untuk radio dan (f) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak -hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. Adapun ekspor Jasa Kena Pajak (JKP)berdasarkan pasal 1 angka 29adalah setiap kegiatan penyerahan JKP keluar Daerah Pabean.Pasal 4 ayat 2 UU PPN menyebutkan, bahwaketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai PPN diatur dengan peraturan Menteri Keuangan. Sebagai peraturanpelaksanaan dari ketentuan ini telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 yang sudah diubah dengan peraturan menteri keungan Nomor 30/PMK.03/2011 tanggal 28 Februari 2011. Berdasarkan PMK ini, ditetapkan tiga jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN, yaitu (a) jasa maklon; (b) jasa perbaikan dan perawatan yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatkan diluar daerah pabean; (c) jasa konstruksi yang melekat pada atau untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar daerah pabean. Dasar Pengenaan Pajak Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dapat menggunakan harga jual atau penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang diatur dalam peraturan menteri. Pasal 1 angka 18 UU PPNdirumuskan mengenai harga Jual,
Hal | 37
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut berdasarkan undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur Pajak. Kemudian dalam pasal 1 angka 19 dirumuskan : Penggantian adalah nilaiberupa uang termasuk semua biaya yang di minta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, oleh atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud, tetapi tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar ke dalamDaerah Pabean.Adapun yang dimaksud dengan semua biaya dalam ketentuan tersebut antara lain biaya pengangkutan, bia ya asuransi, biaya bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, biayagaransi, dan biaya pendidikan. Pengertian Nilai impor dirumuskan dalam pasal 1 angka 20 adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangperundangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak (Cost Insurance and Freight), tidak termasukPajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut undang-undang ini.Pasal 1 angka 26 dirumuskan tentang nilai ekspor, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Peraturan pelaksanaan Pasal 1 angka 17 UU PPN telah ditetapkan Peraturan
Hal | 38
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang nilai lain sebagai dasar pengenaan Pajak, telah diubah dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.03/2015 tanggal 18 Maret 2015, ditetapkan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut: (a) untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah HargaJual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; (b) untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan /atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor; (c) untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalahperkiraan Harga Jual rata-rata; (d) untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; (e) untuk penyerahan produk tembakau adalah sebesar harga jual eceran; (f) untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan /atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar; (g) untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BarangKena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan; (h) untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli; (i) untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang; (j) untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya; atau (k) untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan /atau jasa agen perjalanan wisata berupa penyerahan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan, adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; (l) untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. Selain nilai lain tersebut masih ada beberapa nilai lain untuk menghitung pajak yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang, yaitu (1) nilai lain sebagai DPP untuk menghitung pajak yang terutang atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu: a) sebelum 22 November 2012 berdasarkan peraturan menteri keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 Tanggal 27Februari 2010, adalah sebesar 40% dari biaya yang dikeluarkan; b) sejak 22 November 2012 berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tanggal 22 Oktober 2013 mulai berlaku tanggal 22 November 2012, yaitu sebesar 20% dari biaya yang dikeluarkan; (2) nilai lain sebagai DPP atas penyerahan film cerita impor kepada pengusaha bioskop berdasakan peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tanggal 13 Juli 2011 ditetapkansebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy film cerita impor, yang pemungutannya dilakukan pada saat pertama kali copy Film Cerita Impor tersebut diserahkan kepada pengusaha Bioskop; (3) nilai lain DPP atas penyerahan emas perhiasandiatur dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2014 yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diundangkan, yaitu 10 Februari 2014, atas penyerahan emas perhiasan dan/atau jasa yg terkait dengan emas perhiasan oleh pengusaha emas perhiasan terutang PPN sebesar 10%. Pengusaha Emas perhiasan dikelompokkan menjadi dua, yaitu a) pabrikan emas
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
perhiasan adalah pengusaha yang menghasilkan emas p erhiasan dan melakukan kegiatan antara lain jual beli, jasa perbaikan/ modifikasi dan /atau jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan; b) pedagang emas perhiasan adalah pengusaha yang semata -mata melakukan kegiatan jual beli emas perhiasan. Adapun sebagai Dasa r pengenaan Pa jak ditetapkan sebagai berikut a) nilai sebagai DPP sebesar 20% dari harga jual emas perhiasan atau penggantian; b) nilai sebagai DPP atas penyerahan emas perhasan dilakukan dengan cara mengganti atau menukar emas perhiasan dengan emas batangan kadar 24(dua puluh empat) karat sebagai pengganti seluruh bahan baku pembuatan emas perhiasan, adalah 20% dari selisih antara harga jual emas perhiasan dengan harga jual emas batangan yang terkandung dalam emas perhiasan.Ketentuan tentang pengusaha kecil tidak berlaku bagi pengusaha emas perhiasan, sehingga seluruh pengusaha emas perhiasan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Adapun tarif PPN diatur dalam pasal 7 UU PPN tahun 2009 sebagai berikut (1) tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen); (2) tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas a) ekspor BKP Berwujud; b) ekspor BKP tidak berwujud; c) ekspor JKP; (3) dengan peraturan pemerintah, tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi tingginya 15% (lima belas persen). Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang–undang No 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada pasal 9 ayat (4) ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), ayat (4d), dan ayat (4f), pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Pajak
Hal | 39
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) undang–undang tersebut. Dengan demikian apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus disetor oleh pengusaha kena pajak. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, hal inilah yang mendasari restitusi. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan wajib pajak tidak punya hutang pajak lain. Ketentuan restitusi diatur lebih lanjut di dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor : 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN/ Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pengembalian ataupun kompensasi kelebihan pembayaran pajak oleh negara kepada PKP dikarenakankomposisi pajak keluaran lebih kecil daripada pajak masukan, atau lebih lazim disebutkan pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran. Pengembalian ke lebihan pembayaran pajak kepada PKP yang berhak, tidak mempengaruhi penerimaan negara dari sektor pajak karena PKP mengambil uangnya sendiri yang masuk ke kas negara terlalu banyak atau lebih besar dari jumlah pajak yang seharusnya disetor. Dalam hal ini, terdapat prosedur restitusi kepada PKP dalam hal waktu mengajukan pengembalian yaitu sebagai berikut: (1) PKP hanya dapat mengajukan permohonan
Hal | 40
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
pengembalian (restitusi) pada akhir tahun, apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak Berikutnya, PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (Restitusi) pada akhir tahun buku (tahun kalender), yaitu bagi PKP Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan; (2) PKP yang dapat mengajukan permohonan pengembalian (Restitusi) pada setiap masa pajak a) PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud; b) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada pemungut PPN; c) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN nya tidak dipungut; d) PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud; e) PKP yang melakukan ekspor JKP dan/atau; f) PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9ayat (2a) UU PPN, bahwa bagi pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Mekanisme PPN berdasarkan Undang–undang PPN menyebutkan pengkreditan pajak masukan tidak perlu memenuhi syarat bahwa a) PKP pembeli BKP/penerima JKP (selanjutnya disebut PKP penerima faktur pajak) sudah membayar PPN kepada PKP penjual BKP atau pemberi JKP (PKP pembuat faktur pajak), yaitu meskipun PKP penerima faktur pajak belum membayar PPN yang terutang kepada PKP pembuat faktur pajak, sepanjang faktur pajak sudah diterima, maka PPN yang tercantum dalam faktur pajak tersebut, sudah dapat dikreditkan. Jika ditemukan data bahwa PKP pembuat faktur pajak belum
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
melaporkan PPN tersebut dalam SPT masa PPN nya, maka kantor pelayanan pajak yang bersangkutan wajib menagih kepada PKP pembuat faktur pajak, danapabila dari pengkreditan pajak masukan ini menimbulkan lebih bayar, maka PKP yang mengkreditkan pajak masukan tetap berhak memperoleh pengembalian. b) PKP pembuat faktur pajak sudah melaporkan Pajak Keluaran yang terkait dalam SPT Masa PPN-nya, bahwa PKP penerima faktur pajak yang belum membayar PPN yang terutang kepada PKP pembuat faktur pajak sebagaimana hal tersebut diatas pada poin a, dapat mengkreditkan pajak masukan yang tercantum dalam faktur pajak yang diterima apalagi bagi PKP penerima faktur pajak jelas dapat mengkreditkan pajak masukan yang tercantum dalam faktur pajak, hal tersebut juga tidak dipersyaratkan bahwa PKP pembuat faktur Pajak sudah melaporkan PPN dimaksud sebagai pajak keluaran dalam SPT masa PPNnya. Cara pengajuan Permohonan Pengembalian (Restitusi) kelebihan pajak oleh PKP sebagai berikut: mengisi (memberi tanda silang) pada SPT Masa PPN kolom “Dikembalikan (restitusi),” atau Surat Permohonan tersendiri apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)” dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak . Permohonan pengembalian kelebihan pajak diajukan kepada KPP di tempat PKP dikukuhkan. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah permohonan pengembalian kelebihan Pajak ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak. Pengembalian PPN dan PPnBM yang dibayar oleh Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri Pasal 16E yang merupakan pasal yang disisipkan melalui UU Nomor 42 Tahun 2009, formulanya sebagai berikut (1) PPN dan PPnBM yang
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
sudah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa keluar Daerah Pabean oleh orang Pribadi pemegang paspor luar negeri dapat diminta kembali; (2) PPN dan PPnBM yang dapat diminta kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat a) nilai PPN paling sedikit Rp 500.000,00 ( lima ratus ribu rupiah) dan dapat disesuaikan dengan peraturan Pemerintah; b) pembelian Barang Kena Pajak dilakukan dalam dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan c) faktur pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5), kecuali pada kolom Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan alamat pembeli diisi dengan nomor paspor atas penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak mempunyai NPWP; (3) Permintaan kembali PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat orang pribadi pemegang paspor luar negeri meninggalkan indonesia dandisampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kantor Direktorat Jenderal Pajak di Bandar Udara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; (4) Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali PPN dan PPnBMadalah a) Paspor; b) Pas naik (boarding pas) untuk keberangkatan orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keluar Daerah Pabean; c) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c; (5) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan ini merupakan refleksi dari prinsip destinasi, bahwa PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa akan dikonsumsi. Adapun ketentuan khusus yang diberlakukan sebagai berikut 1) Pasal 16A menentukan bahwa pemungut PPN yang
Hal | 41
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
berstatus sebagai pembeli BKP atau penerima JKP, diberi wewenang bahkan diwajibkan memungut pajak yang terutang, padahal berdasarkan Pasal 3A ayat (1) pihak yang wajib memungut PPN adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP; 2) Pasal 16B mengatur tentang fasilitas PPN, padahal PPN menghendaki netral, di mananetralitas ini dapat dicapai apabila PPN bersikap sama terhadap seluruh PKP, tidak ada perbedaan perlakuan,sedangkan fasilitas mengandung makna perlakuan khusus terhadap wajib pajak atau PKP tertentu; 3) Pasal 16C mengatur tentang pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan orang pribadi atau badan, sementara itu dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c ditegaskan bahwa salah satu syarat suatu penyerahan JKP dapat dikenakan PPN adalah penyerahan itu dilakukan dalam kegiatan usaha atau PKP; 4) Pasal 16D secara terselubung mengenakan PPN atas penyerahan BKP yang merupakan aktiva yang menurut tujuan semua tidak untuk diperjualbelikan, berarti bukan barang dagangan, sehingga akivitas ini dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP; 5) Pasal 16E merupakan pasal baru yang disisipkan melalui UU nomor 42 Tahun 2009 melanggar prinsip PPN sebagai pajak tidak langsung yang memisahkan antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab pembayaranpajak, di manapenanggung jawab pembayaran pajak adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP, sedangkan penerima BKP atau JKP adalah pemikul beban pajak. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam mekanisme PPN, bukan tanggung jawab PKP penerima BKP atau JKP. Diantara pasal–pasal yang menyimpang tersebut dapat ditoleransikan hanya pasal 16B karena meskipun melanggar prinsip PPN tetapi tidak menambah beban rakyat.
Hal | 42
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
Surat Ke putusan Penge mbalian Pendahuluan Kele bihan Pajak (SKPPKP) Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh (1) PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP tentang wajib pajak (WP) dengan kriteriatertentu (WP patuh) yang ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak (DJP), meliputi: a) WP tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; b) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; c) Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut – turut dan d) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir; (2) PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 17D UU KUP yang berisi tentang wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu a) WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; b) WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; c) WP badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; d) PKP yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; e)PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4c) UU PPN. Penelitian oleh DJP dilakukan terhadap kebenaran pemenuhan ketentuan
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c,huruf d, dan huruf e Undang–undang PPN, kelengkapan surat Pemberitahuan dan lampiran–lampirannya, kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, dan kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP. Berdasarkan pemeriksaan terhadap WP yang disebutkan diatas, DJP setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh PKP, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pajak.Apabila jangka waktu satu bulan tersebut telah lewat dan DJP tidak menerbitkan SKPPKP, permohonan pengembalian kelebihan pajak yang diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP harus diterbitkan paling lama 7 hari setelah jangka waktu 1 bulan tersebut berakhir. SKPPKP tidak diterbitkan terhadap PKP beresiko rendah apabila hasil penelitian menyatakan PKP tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang–undang PPN. Hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran surat pemberitahuan tidak lengkap, dan/atau pembayaran pajak tidak benar. Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan, terhadap PKP beresiko rendah tesebut harus diberikan pemberitahuan secara tertulis dengan menggunakan formulir lampiran PMK-72/PMK.03/2010 dan permohonan pengembalian kelebihan pajak, dari PKP ini akan diproses berdasarkan ketentuan pasal 17BU. Pemeriksaan PKP Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang diajukan oleh PKP selain a) PKP Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP); b)
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
PKP yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17D UU KUP); c) PKP resiko rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN). DJP setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pajak harus menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan pajak diterima. Jangka waktu 12 bulan ini tidak berlaku dalam hal terhadap PKP sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 bulan tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. Prosedur pemeriksaan terhadap PKP pasal 17C UU KUP, Pasal 17D UU KUP, dan PKP beresiko rendah, untuk hal ini DJP setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dapat melakukan pemeriksaan kepada PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 17C UU KUP, atau PKP yang me me nuhi pe rs ya ra ta n te rte ntu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP.Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP berisiko rendah wajib membayar jumlah jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi adminstrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, paling lama 24 bulan, dari jumlah kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) UU KPP.
Hal | 43
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
Perencanaan pajak Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk meminimumkan kewajiban pembayaran pajak mereka, baik secara legal maupun ilegal, disebut dengan propensity of dishonesty (Srinivasan, 1973) adalah sebagai berikut : 1) Tingkat kerumitan suatu peraturan (Complexity of rule ), makin rumit peraturan perpajakan, muncul kecenderungan wajib pajak untuk menghindarinya karena biaya untuk mematuhinya (compliance cost) menjadi tinggi; 2) Besarnya pajak yang dibayar (Tax required to pay), makin besar jumlah pajak yang harus dibayar, akan makin besar pula kecenderungan wajib pajak untuk melakukan kecurangan dengan cara memperkecil jumlah pembayaran pajaknya; 3) Biaya untuk negosiasi (Cost of bribe), disengaja atau tidak, kadangkadang wajib pajak melakukan negosiasi dan memberikan uang sogokankepada fiskus dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya. Makin tinggi uang sogokan yang dibayarkan semakin kecil pula kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran; 4) Risiko deteksi (Probability of detection), risiko deteksi ini berhubungan dengan tingkat probabilitas apakah pelanggaran ketentuan perpajakan ini akan terdeteksi atau tidak, makin rendah risiko terdeteksi, wajib pajak cenderung melakukan pelanggaran, sebaliknya, bila suatu pelanggaran mudah diketahui, wajib pajak akan memilih posisi konservatif dengan tidak melanggar aturan; 5) Besarnya Denda (Size of penalty), makin berat sanksi perpajakan yang bisa dikenakan, maka wajib pajak akan cenderung mengambil konservatif dengan tidak melanggar ketentuan perpajakan, sebaliknya makin ringan sanksi atau bahkan ketiadaan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan wajib pajak, maka kecendrungan untuk melanggar akan lebih besar; 6) Moral Masyarakat, akan memberi
Hal | 44
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
warna tersendiri dalam menentukan kepatuhan dan kesadaran mereka dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return). Karena pajak itu mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama dengan memanfaatkan : a) Perbedaan Tarif pajak (tax rates), karena penerapan schedular taxation tarif yang diterapkan di Indonesia (dalam UU PPh Tahun 1983/1994/2000) akan memotivasi wajib pajak/perencana pajak untuk mendesain tax planningnya sedemikian rupa pada besaran penghasilan kena pajak dengan lapisan tarif yang paling rendah (low bracket), sebagaimana diutarakan oleh Barry Bracewell-Milnes(1980); b) Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (tax base) (Erly Suandy, 2012:14). Ada beberapa manfaat perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat : 1) Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi; 2) Mengatur aliran kas masuk dan keluar (Cash flow), karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak, dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. Adapun tujuan pokok yang ingin dicapai dari manajemen pajak/perencanaan pajak yang baik adalah (1)Meminimalisasi beban pajak yang terutang, tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut berupa usaha-usaha
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan ; (2) Memaksimalkan laba setelah pajak; (3) Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus; (4) Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif, sesuai dengan ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi : a) Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan sanksi, baik sanksi administratif maupun pidana, seperti bunga, kenaikan, denda, dan hukum kurungan, atau penjara; b) Melaksanakan secara efektif segala ketentuanundangundang perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal22, dan pasal 23). Tax Management/Tax Planning yang baik mensyaratkan beberapa hal: 1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan, jadi rekayasa perpajakan yang didesain dan diimplementasikan bukan merupakan tax evasion; 2) secara bisnis masuk akal (reasonable), kewajaran melakukan transaksi bisnis harus berpegang kepada praktik perdagangan yang sehat dan menggunakan standard arm’s length price, atau harga pasar yang wajar, yakni tingkat harga antara pembeli dan penjual yang independen, bebas melakukan transaksi; 3) Didukung oleh bukti-bukti pendukung yang memadai (misalnya: kontrak, invoice, faktur pajak, PO, dan DO), kebenaran formal dan materiil suatu transaksi keuangan perusahaan dapat dibuktikan dengan adanya kontrak perjanjian dengan pihak ketiga atau Purchase Order(PO) dari pelanggan, bukti penyerahan barang/jasa (delivery order), invoice, faktur pajak sebagai bukti penagihannya serta pembukuannya ( general ledger). Tax Planningdilakukan sepanjang usia perusahaan. Jadi sejak saat berdiri,
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
aktivitas manajemen sudah dimulai, banyak sekali tax management yang harus dilaksanakan, karena pajak itu melihat pada subjek yang sudah terbebani sebagai wajib pajak (WP) orang pribadi atau badan sejak awal, misalnya perusahaan baru berdiri, kemudian mulai berjalan, dan tidak lama bubar. Jadi walaupun sudah bubar, pajaknya belum selesai. Pada saat perusahaan bubar atau pada saat WP orang pribadi meninggal, masalah pajaknya masih ada. Jadi pajak tidak habis karena WP meninggal, karena warisan-warisan ini oleh fiskus masih diotak-atik. METODOLOGI PENELITIAN Objek Penelitian ini adalah PT. YKK Zipco Indonesia, berlokasi di jalan Inspeksi Tarum Barat, Kampung Meriuk Desa Ganda Mekar Cikarang barat, Bekasi 17520. Adapun data yang digunakan meliputidata primer, berupa struktur organisasi, aktivitas operasional dan gambaran umum terkait dengan PPN, dan data sekunder berupa kebijakan akuntansi,rekapitulasi dan equalisasi PPN PT YKK Zipco Indonesia.Data tersebut dikumpulkan dengan dua cara yaitu penelusuran literatur (Library Research) untuk memperoleh dan mendukung masalah yang dibahas, dan melakukan penelitian Lapangan (Field Research)dengan metode wawancara dan observasi terkait denganEqualisasi PPN. Situasi sosial sebagai populasi yaitu tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis (Spradley dalam Sugiyono, 2013:115)dengan nara sumber atau informan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah dalam penelitian ini adalah terkait dengan Rekapitulasi PPN dan Equalisasi PPN periode 2010-2014. Analisis data yang terkumpuldengan menggunakan metode deskripsi kualitatif, untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan menganalisis serta
Hal | 45
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
menjelaskan penerapan akuntansi pajak pada PT. YKK Zipco Indonesia. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Restitusi PPN pada PT YKK Zipco Indonesiadilakukan hampir setiap Tahun. Hal yang menyebabkan terjadinya restitusi adalah besarnya nilai Pajak Masukan dibanding Pajak Keluaran, dan nilai yang akan direstitusi adalah selisih dari nilai yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, hal ini terjadi karena aktivitas Ekspor dan Impor.Tetapi jika diprediksi ada beberapa hal lain yangmenyebabkan terjadinya restitusi diantaranya, kesalahan perhitungan Pajak keluaran dan Pajak masukan, kurangnya ketelitian karyawan dalam penginputan data, atau disebabkan lawan transaksi dengan kode transaksi tertentu yang menambah angka lebih bayar, atau masih mengikuti aturan perpajakan yang sudah tidak berlaku dikarenakan tidak mengikuti sosialisasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), seminar atau pelatihan pajak bagi karyawan. Setelah dilakukan penelitian, mengenai ketelitian penginputan data sudah dimaksimalkan karena sebelum melakukan pelaporan PPN setiap bulannya, dilakukan pencocokan kembali antara fisik dan data yang sudah diinput. Jadi sangat kecil kemungkinan untuk kesalahan dalam hal menginput data.Jika pun terjadi kesalahan input, faktur pajak masukan yang salah akan dilakukan pembetulan sesuai dengan faktur pajak fisik, tetapi hal itu tidak berpengaruh besar pada angka restitusi, hanya menjadi syarat diterimanya pengajuan restitusi.Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa perhitungan PPN atas kegiatan Ekspor dan Impor yang dilakukan PT YKK Zipco Indonesia sudah benar dan sesuai dengan ketentuan pemerintah. Demikian pula, PT. YKK Zipco Indonesia selalu menyesuaikan dengan peraturan pajak yang berlaku, dan
Hal | 46
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
perhitungan PPN yang dilakukan sudah sesuai dengan UU Pajak No. 42 Tahun 2009. Jika PT. YKK Zipco Indonesia tidak mengikuti peraturan pajak terbaru, akan sangat mempengaruhi pada pengajuan restitusi.DJP akan melakukan pemeriksaan setelah menerima pengajuan restitusi, bukan hanya memeriksa mengenai peraturan yang diikuti, tetapi sekaligus memeriksa angka yang diajukan dengan faktur pajak fisik. Selama 5 tahun berturut– turut (tahun 2010-2014) PT. YKK Zipco Indonesia selalu memiliki nilai lebih bayar yang besar, meskipun sudah dikompensasikan ke periode berikutnya. Mekanisme pengawasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai berikut: pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dari Wajib Pajak (WP) tertentu mencerminkan transaksi dengan pihak lawan transaksi. Hal ini memungkinkan DJP melakukan penelusuran atas transaksi antar pihak, guna memastikan seluruh pajak yang terhutang sudah disetorkan ke kas Negara. Mekanisme pengawasan ini juga berujungpada kemudahan pelayanan yangdinikmati WP. Proses restitusi PPN yang cukup memakan waktu, dapat dipersingkat apabila seluruh lawan transaksi telah melaporkan SPT sekaligus membayar pajak yang terhutang.Terdapat beberapa pihak lawan transaksi PT. YKK Zipco Indonesia yang tidak melaporkan SPT Masa, mengakibatkan tersendatnya proses restitusi. Hal ini terjadi sebelum dikeluarkan sistem efaktur, namun setelah sistem e-faktur diberlakukan tidak ada lagi faktur pajak yang fiktif karena untuk e-nofa (e-nomor faktur) diterbitkan sendiri oleh Dirjen Pajak, jika nomor faktur yang digunakan PKP bukan nomor seri dari Dirjen Pajak maka otomatis akan ditolak saat pelaporan. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi atau meminimalkan angka restitusi PPN adalah
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
dengan mengajukanfaktur pajak senilai 500 ribu sampai dengan 1 juta keatas, hal ini akan diberlakukan pada restitusi PPN Tahun 2014 dan seterusnya.Langkah ini
cukup baik dalam mengantisipasi dan mengurangi angka restitusi PPN. Berikut tabel 2 rincian perhitungan Lebih bayar PPN dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014.
Tabel 2 Perhitungan Lebih Bayar PPN Tahun 2010 sampai dengan 2014 TAHUN 2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan : PPN B1-Impor 17.271.944.893 25.986.442.720 20.927.453.887 28.695.641.374 46.180.412.071 B2-Lokal 28.661.475.902 36.402.801.194 31.855.305.261 72.696.885.542 56.701.522.007 Retur ( 38.799.307) 0 0 0 0 A2 (13.201.395.812) (12.334.016.161) (15.056.115.977) (19.773.468.505) (25.948.353.345) Kompensasi 0 16.893.251.325 7.368.883.912 12.331.805.910 0 Lebih Bayar 32.693.225.676 66.948.479.078 45.095.527.083 93.950.864.321 76.933.580.733 Sumber : Data diolah penulis (2016)
Perhitungan PPN Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014 menunjukkan besarnya angka lebih bayar yang disebabkan oleh tingginya angka pembelian dalam daerah pabean yang dikenakan PPN dan nilai Penjualan dalam daerah pabean yang dikenakan PPN rata– rata hanya setengah dari nilai pembelian tersebut. Sedangkan untuk menambah nilai pajak keluaran adalah dari total penjualan, tapi dikarenakan penjualan lebih tinggi
dalam Ekspor yang nilai PPN-nya adalah nol, maka hal ini sebagai penyebab utama terjadinya lebih bayar. Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka strategi dalam mengantisipasi dan mengurangi angka restitusi adalah dengan mengajukan restitusi untuk faktur pajak bernilai PPN Rp 500.000 ke atas.Cara ini diterapkan pada pengajuan restitusi Tahun 2013, berikut ini perhitungannya dalam tabel 3:
Tabel 3 Perhitungan Pengajuan Restitusi PPN Tahun 2013 Deskripsi
Aktual
Submit (Rp 500.000)
B1-Impor
28.695.641.374
25.333.040.433
B2-Lokal
72.696.885.542
42.201.315.154
-
-
(19.773.468.505)
(19.773.468.505)
12.331.805.910
12.331.805.910
93.950.864.321
60.092.692.992
Retur A2 Kompensasi Lebih Bayar/Kurang bayar Sumber : Data diolah penulis (2016)
Tabel 3 diatas menunjukkan adanya pengurangan angka lebih bayar dari
pengajuan restitusi PPN pada tahun 2013, yaitu hanya untuk faktur pajak yang
Hal | 47
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
bernilaiRp 500.000 ke atas.Hal ini dilakukan sesuai kebijakan perusahaan, dengan tujuan meminimalkan angka dan mempercepat proses restitusi. Selisih dari pengurangan lebih bayar dengan angka yang diajukan yaitu senilai Rp. 33.858.171.329,- akan dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Setelah diteliti
ternyata strategi ini tidak berpengaruh besar dalam mengurangi angka restitusi, maka perusahaan membuat kebijakan baru dengan pengajuan restitusi untuk tahun 2014 adalah untuk faktur pajak yang bernilai Rp 1.000.000 ke atas, berikut perhitungannya dalam tabel 4 :
Tabel 4 Perhitungan Pengajuan Restitusi PPN Tahun 2013 Aktual
Submit (Rp 1.000.000 juta )
B1-Impor
46.180.412.071
32.784.767.217
B2-Lokal
56.701.522.007
13.816.569.486
-
-
(25.948.353.345)
(25.948.353.345)
-
-
76.933.580.733
20.652.983.358
Deskripsi
Retur A2 Kompensasi Lebih Bayar/Kurang bayar Sumber : Data yang sudah diolah (2016)
Pengajuan restitusi untuk nilai PPN sebesar Rp 1 juta keatas per faktur pajak cukup efektif dalam mengurangi angka restitusi. Sama halnya dengan perhitungan PPN Tahun 2013, selisih dari pengurangan lebih bayar actual dengan angka yang diajukan untuk dires titusi akan dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Kemudian strategi yang akan sangat berpengaruh pada restitusi dan sesuai dengan peraturan pemerintah adalah penggunaan kawasan berikat (Bonded Zone), sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.04/2011 tentang kawasan berikat. Tujuan utama dari fasilitas kawasan berikat ini adalah untuk mendukung berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional serta memperlancar pembangunan nasional. Hal | 48
Fasilitas berupa PPN terutang tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN, hakikatnya sama yaitu pembeli atau penerima jasa tidak perlu membayar PPN terutang dan bagi penjual atau pemberi jasa tidak perlu memungut PPN yang terutang. Pernyataan ini menjelaskan bahwa dengan menggunakan fasilitas kawasan berikat dapat mengantisipasi terjadinya restitusi karena angka pajak masukan akan menjadi nol karena tidak dpungut PPN. PTYKK Zipco Indonesia memutuskan menggunakan fasilitas ini mulai tahun 2016. Dengan demikian angka restitusi pada periode berikutnya tidak sebesar sebelumnya, meskipun tidak menjadi nol tetapi angka restitusi dapat diminimalkan. KESIMPULAN Hasilpeneliti inimenunjukkan, bahwa PT. YKK Zipco Indonesia(1) perhitungan PPN atas kegiatan ekspor dan impor mulai dari penginputan data, pelaporan hingga pengajuan restitusi sudah benar dan sesuai
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
dengan UU PPN No. 42 Tahun 2009, (2) Strategi dalam mengantisipasi terjadinya restitusi PPN yang dilakukan mulaitahun 2013 dengan beberapa perubahan kebijakan, maka keputusan strategi yang dilakukan perusahaan di tahun 2016 adalah yang paling efisien dan efektif, (3) Perencanaan pajak yang dilakukan PT. YKK ZIPCO Indonesia sangat berpengaruh dalam mengantisipasi restitusi PPN, hal ini terlihat pada kepatuhan perusahaan sebagai wajib pajak terhadap peraturan pemerintah, dan melengkapi setiap dokumen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam rangka mengantisipasi terjadinya restitusi PPN, perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan adalah dengan menggunakan fasilitas kawasan berikat atau Bonded Zone, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.04/2011. SARAN Sebagai perusahaan modal asing yang ternamadengan omset penjualan yang cukup besar, maka saran untuk PT YKK ZIPCO Indonesia : (1) Tetap mengikuti perkembangan informasi perpajakan yang cenderung perubahannya cukup dinamis, agar tidak ketinggalan informasi regulasi perpajakan yang berlaku , (2) Tetap mengutamakan ketelitian dalam menginput data PPN untuk mencegah keterlambatan pelaporan SPT dan menghindari pembetulan SPT yang berulang yang dibutuhkan untuk pelaporan, (3) Selalu mengecek pemutakhiran master data alamat lawan transaksi, untuk menghindari terjadinya pembetulan faktur pajak, (4) Memastikan bahwa lawan transaksi PT YKK Zipco Indonesia selalu melaporkan SPT Masa PPN setiap bulan, melalui konfirmasi DJP untuk memudahkan proses pemeriksaan, (5) Mengi nformasikan kepada pihak lawan transaksi mengenai
Sri Esa Rahmadani & Munawarih
data yang sesuai untuk penerbitan faktur pajak, yaitu dengan mengirim faktur ebilling yang telah diotorisasi guna menghindari penolakan dari DJP saat pelaporan, (6) Selalu melakukan pengecekan ulang sebelum melakukan ebilling dan sebelum pelaporan SPT, serta mengarsipkan urut tanggal historis, agar memudahkan proses klarifikasi apabila terdapat pemeriksaan dari pihak DJP dimasa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Agustina Milda, 2011, Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Agung Sumatera Samudra Abadi Medan, Universitas Sumatera Utara : Medan Barry
Bracewell-Milnes,1980, Tax Avoidance dan Evasion: The Individual and Society, Oxon Publishing, Ltd., p.120
Erly Suandy, 2012, Perencanaan Pajak, Jakarta: Salemba Empat Fauzi Syahrul, 2012, Pengaruh Pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai terhadap Penerimaan PPN pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wilayah Tangerang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta Linda Yuliana, 2010, Pengaruh Pemberian Restitusi PPN terhadap Penerimaan PPN dikantor KPP Pratama Serpong, Skripsi, Universitas Pamulang L.M.Syamrin, 2011, Pengantar Akuntansi, Jakarta: Rajagrafindo Persada Mardiasmo, 2011 Perpajakan, Jakarta : Andi Milda Agustina, 2011, Akuntansi Pajak Pertambahan Nila pada PT Agung Sumatera Samudra Abadi
Hal | 49
Jurnal Akuntansi & Bisnis Krisnadwipayana
Medan, Skripsi, Sumatera Utara
Universitas
Syahrul Fauzi, 2012, Pengaruh Pemberian Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap Penerimaan PPN pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama wilayah Tangerang, Skripsi Sugiyono,
2013, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sundoro, Agus Setiyono, 2010, Undang– Undang Perpajakan Indonesia Terbaru, Book I, Semar Publishing : Jakarta Selatan Sundoro, Agus Setiyono, 2010, Undang– Undang Perpajakan Indonesia Terbaru, Book II Semar Publishing : Jakarta Selatan Thomas Sumarsan, 2011, Akuntansi Dasar dan Aplikasi dalam bisnis jilid 1, Jakarta: Indeks T.N. Srinivasan, 1973, Tax Evasion: A Model, Journal of Public Economics, 339-346 Untung Sukardji, 2015, Pokok–Pokok Pajak Pertambahan Nilai, Jakarta: Rajagrafindo Persada
Hal | 50
Sri Esa Rahmadani & Munawarih