ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK Yulia Chandra ABSTRAK Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai merupakan Hak semua Wajib Pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui prosedur restitusi dan mengetahui masalah restitusi yang sering terjadi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Pertambahan Nilai dan proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku serta apa saja masalah dari restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Objek penelitian yang digunakan adalah PT. PP (Persero) Tbk dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan (field research) dengan mengunjungi langsung perusahaan dan melakukan observasi, dokumentasi, serta wawancara langsung dengan staf perusahaan untuk meminta keterangan. Dari hasil analisis yang diketahui bahwa PT. PP (Persero) Tbk memiliki kendala dalam proses restitusi yaitu pihak ketiga yang belum mengkonfirmasi keterangan kepada Pemeriksa Pajak saat pemeriksaan ataupun Kantor Pelayanan Pajak yang belum menjawab. Selain itu ada beberapa karyawan yang kurang berhati-hati dalam hal kapan pihak ketiga telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Saran yang diberikan adalah menyediakan bukti-bukti dari arus barang dan arus kas, memberikan SPT pihak ketiga, pelatihan kepada karyawan, dan pengajuan keberatan atau banding apabila tidak menyetujui SKPLB. Kata kunci : Analisis, Restitusi PPN, SKPLB
PENDAHULUAN Undang-Undang Perpajakan memberikan hak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Salah satu hak tersebut adalah hak untuk melakukan kompensasi atau restitusi. Restitusi dapat diajukan terhadap semua jenis pajak. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai diartikan sebagai pengembalian Pajak Pertambahan Nilai karena jumlah Pajak Masukan melebihi Pajak Keluaran. Restitusi dilakukan pada umumnya oleh perusahaan untuk menjaga aliran masuk (cash flow) perusahaan agar tetap stabil dan baik. Tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui apakah PT. PP (Persero) Tbk melakukan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Mengetahui apakah PT. PP (Persero) Tbk melakukan restitusi Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Mengetahui apa saja masalah PT. PP (Persero) Tbk dalam melakukan restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Waluyo (2009) penyebab kelebihan pembayaran PPN terdiri dari : a. Jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran dalam hal suatu masa pajak : 1. Pembelian Barang Kena Pajak (BKP) atau perolehan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan sebelum kegiatan usaha dimulai atau pada awal kegiatan usaha dimulai; 2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengeskpor BKP; 3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN); 4. Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan penyerahan BKP atau JKP sehubungan dengan Proyek Pemerintah dengan sumber dana dari bantuan luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman; 5. Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan penyerahan BKP yang diolah lebih lanjut kepada Entrepot Produksi untuk tujuan ekspor (EPTE); 6. Bahan baku atau bahan pembantu dan/atau JKP kepada Perusahaan Eksportir Tertentu (PET). b. Kesalahan Pemungutan Pajak yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Sebelum 1 April 2010 (Direktur Jendral Pajak Nomor PER-48/PJ/2008) a. Permohonan restitusi dapat diajukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setiap akhir Masa Pajak dengan mengisi kolom pada formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN atau surat tersendiri dengan ketentuan : 1. Satu surat permohonan untuk satu Masa Pajak; 2. Kelengkapan surat permohonan restitusi : • Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak; • Kelengkapan permohonan pengembalian disusulkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan; • Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan permohonan pengembalian dalam jangka waktu, dilakukan pemeriksaan berdasarkan kelengkapan permohonan pengembalian yang diterima. Setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima. Apabila terlampaui jangka waktu ternyata tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, berarti permohonan Pengusaha Kena Pajak dikabulkan dan Direktur Jendral Pajak harus menerbitkan paling lambat 1 (satu) bulan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. b. Untuk permohonan yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak Tertentu : 1. Kelengkapan surat permohonan tidak diwajibkan dengan kelengkapan aktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak; 2. Setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan; 3. Jika PKP Tertentu mengajukan kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelum menjadi Pengusaha Kena Pajak Tertentu. KPP wajib melakukan pemeriksaan pajak atas SPT Masa PPN yang menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan dan PKP wajib melengkapi Faktur Pajak terkait; 4. Apabila diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Pengusaha Kena Pajak Tertentu wajib membayar jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Setelah 1 April 2010 (PMK Nomor 72/PMK.03/2010) a. Permohonan restitusi 1. Diajukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan mengisi kolom pada formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN atau surat tersendiri; 2. Diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan; 3. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak; 4. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak dapat diproses melalui penelitian atau pemeriksaan. b. Penelitian 1. Dilakukan untuk Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu (Pasal 17C Undang-Undang KUP), Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17D UndangUndang KUP), atau Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah (Pasal 9 ayat (4c) UndangUndang PPN); 2. Untuk permohonan restitusi yang diajukan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah (Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN), penelitian dilakukan terhadap : • Kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang PPN; • Kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya; • Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan • Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak.
3. Penerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
4. Apabila terlampaui jangka waktu ternyata tidak menerbitkan Surat Keputusan
c.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, berarti permohonan Pengusaha Kena Pajak dikabulkan dan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak harus diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari setelah jangka waktu berakhir. Pemeriksaan 1. Dilakukan PKP lain atau yang tidak memenuhi persyaratan; 2. Setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan restitusi Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima; 3. Jangka waktu 12 (dua belas) bulan tidak berlaku dalam hal terhadap Pengusaha Kena Pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan; 4. Pemeriksaan untuk PKP beresiko rendah : • Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dapat melakukan pemeriksaan kepada Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah; • Apabila hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) : a. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu atau Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak; a. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak
METODE PENELITIAN Jenis dari penelitiannya yang dilakukan adalah riset eksploratoria (kualitatif). Dimensi waktu penelitiannya adalah melibatkan urutan waktu (timeseries). Kedalaman riset adalah mendalam tetapi hanya melibatkan satu objek saja (studi kasus). Lingkungan penelitiannya adalah lingkungan riil (field research). Unit analisisnya adalah PT. PP (Persero) Tbk. Metode pengumpulan data terdiri dari dua yaitu : a. Penelitian Kepustakaan Penulis menggunakan metode penelitian pustaka dengan cara mengumpulkan dan membaca informasi melalui buku-buku, literatur-literatur, artikel, dan peraturan-peraturan perpajakan yang berhubungan dengan dasar pembahasan penelitian. b. Penelitian Lapangan Penelitian dengan metode penelitian lapangan, penulis menggunakan juga teknik pengumpulan data dengan cara : o Wawancara Melakukan tanya-jawab kepada pihak-pihak yang terkait yaitu PT. PP (Persero) Tbk guna mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan penelitian. o Observasi Melakukan pengamatan langsung pada PT. PP (Persero) Tbk untuk memperoleh data primer untuk memperoleh informasi dan data yang akurat. o Dokumentasi Melakukan penelitian dengan mengumpulkan bukti, dokumen, dan keterangan-keterangan serta bahan referensi yang diperlukan.
HASIL DAN BAHASAN Proses Restitusi PPN PT. PP (Persero) Tbk sering mengalami kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dikarenakan penyerahan Jasa Kena Pajak banyak dilakukan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai seperti Pemerintah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu juga berasal dari dana atau bantuan Luar Negeri yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut. PT. PP (Persero) Tbk termasuk dalam kategori Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Rendah. Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria Pasal 9 ayat 4C Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau Pasal 17C Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau Pasal 17D Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Sehingga PT. PP (Persero) Tbk dapat mengajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak dan dapat melakukan pengembalian pendahuluan dengan proses penyelesaian restitusinya hanya dengan penelitian. PT. PP (Persero) Tbk tidak menggunakan fasilitas perpajakan tersebut. Sehingga PT. PP (Persero) Tbk pada umumnya melakukan pengembalian kelebihan pembayaran atau restitusi Pajak Pertambahan Nilai pada akhir tahun buku dan proses penyelesaiannya menggunakan pemeriksaan pajak. Proses pengajuan restitusi dilakukan dengan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Surat Permohonan tersendiri apabila kolom “Dikembalikan (restitusi) dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan permohonan pengembalian kelebihan Pajak. PT. PP (Persero) Tbk melakukan pengajuan restitusi dengan mengisi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut disampaikan di tempat PT. PP (Persero) Tbk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Rebo. Pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lembar induk, PT. PP (Persero) Tbk mengisi kolom “dikembalikan (Restitusi)”. Dalam kasus PT. PP (Persero) Tbk, Perusahaan tidak menggunakan fasilitas perpajakan yang berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Maka pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lembar induk, PT. PP (Persero) Tbk tidak mengisi kolom pada “khusus Restitusi untuk PKP”. Pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran atau restitusi Pajak Pertambahan Nilai dilakukan sesuai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai karena PT. PP (Persero) Tbk mengajukan restitusi dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Pada saat pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran atau restitusi Pajak Pertambahan Nilai Wajib Pajak belum menyertakan dokumen dan bukti-bukti yang diperlukan dan itu berlaku juga untuk PT. PP (Persero) Tbk. Jangka waktu penerimaan permohonan restitusi PT. PP (Persero) Tbk ± 1 (satu) -2 (dua) bulan. Apabila pengajuan sudah diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo akan mengeluarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) serta surat permintaan kelengkapan dokumen dan bukti-bukti. Kelengkapan dokumen dan bukti-buti tersebut wajib diserahkan kepada Pemeriksa Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen disampaikan kepada PT. PP (Persero) Tbk. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo melakukan pemeriksaan kantor dan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan yang dilaporkan PT. PP (Persero) Tbk sendiri. Pemeriksaan lapangan dilakukan langsung di kantor PT. PP (Persero) Tbk. PT. PP (Persero) Tbk biasanya menyediakan tempat untuk Pemeriksa Pajak untuk memeriksa data-data, buktibukti, dan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan. Apabila diperlukan Pemeriksa Pajak dapat melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga atau rekanan yang berhubungan dengan PT. PP (Persero) Tbk untuk pembuktian kebenaran data dalam Surat Pemberitahuan. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan restitusi harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan restitusi diterima secara lengkap. Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 (dua belas) bulan Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. Setelah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) diterbitkan PT. PP (Persero) Tbk dapat membahas hasil Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dengan Fiskus atau Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang apabila PT. PP (Persero) Tbk terdapat perbedaan dengan Pemeriksa Pajak dapat membahas dengan Tim Pembahas. Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan PT. PP (Persero) Tbk menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan baik menyetujui maupun tidak menyetujui.
Apabila PT. PP (Persero) Tbk tidak menyetujui hasil Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut, maka PT. PP (Persero) Tbk dapat mengajukan keberatan atas 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Surat Ketetapan Pajak dikirim. Pengajuan keberatan akan menghasilkan Surat Keputusan Keberatan. Jika PT. PP (Persero) Tbk masih tidak menyetujui hasil Surat Keputusan Keberatan dapat mengajukan banding atas 1 (satu) Surat Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima. Pengajuan banding akan menghasilkan Putusan Pengadilan. Jika PT. PP (Persero) Tbk menyetujui hasil dari Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo akan memproses pencairan dana restitusi tersebut. Kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo yang kemudian apabila terdapat sisa kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai setelah dikompensasikan dengan Utang Pajak maka akan dikembalikan kepada PT. PP (Persero) Tbk. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Rebo akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) yang kemudian atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) yang pada umumnya ± 1 (satu) bulan dari tanggal Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Kantor Pelayanan Perbendaharaan akan mengecek terdapat atau tidak Utang Pajak yang harus dibayar PT. PP (Persero) Tbk. Apabila terdapat Utang Pajak maka Kantor Pelayanan Perbendaharaan akan menyetorkan Utang Pajak tersebut kepada Kas Negara yang kemudian mengkonfirmasi kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo atas Kompensasi Utang Pajak. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Rebo akan menerbitkan Surat Setoran Pajak (SSP). Sisa kelebihan pembayaran pajak yang telah dikurangkan dari Utang Pajak tersebut oleh kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Pencairan dana hasil restitusi akan ditransfer Bank Operasional mitra kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) kepada rekening PT. PP (Persero) Tbk. Tabel 1 Permohonan Restitusi Selesai atau Dalam Proses Restitusi Selesai Yang Didapat / Dalam Proses No SPT Masa PPN SKPLB (Rp) 1
Juni Tahun 2007
SKPLB No.00070/407/07/051/08
16.391.152.377
Selesai
2
Januari Tahun 2008
SKPLB No.00044/407/07/051/09
66.117.341.723
Selesai
3
Desember Tahun 2008
SKPLB No.00066/407/07/051/10 67.425.571.512 Selesai SKPLB No.00600/207/09/051/11 78.753.983.273 SKPKB No.00600/207/09/051/11 (1.337.305.714) Selesai 4 Desember Tahun 2009 SKPKB No.00601/207/09/051/11 (340.484.848) STPPPN No.00236/107/09/05/11 (24.750.000) 76.749.632.237 Restitusi yang didapat 5 Desember Tahun 2010 Dalam Proses Sumber : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PT PP (Persero) Tbk Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat permohonan restitusi untuk Masa Pajak Juni Tahun 2007, Masa Pajak Januari 2008, Masa Pajak Desember 2008, dan Masa Pajak Desember 2009 telah diselesaikan dan telah dilakukan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai oleh Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) kepada PT. PP (Persero) Tbk melalui rekening PT. PP (Persero) Tbk. Sedangkan untuk Masa Pajak Desember 2010 sedang dalam proses sehingga Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar belum diterbitkan. Pencairan dana restitusi dikurangi terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Sisa dari pengurangan Utang Pajak tersebut barulah ditransfer kepada PT. PP (Persero) Tbk. Jurnal akuntasi sebagai berikut : Masa Pajak Juni Tahun 2007 Dr.Kas/Bank Rp 16.391.152.377,Cr.Uang Muka Pajak Rp 16.391.152.377,Jurnal di atas menjelaskan bahwa pencairan dana restitusi Pajak Pertambahan Nilai atas pengajuan restitusi yang dilakukan PT. PP (Persero) Tbk untuk Masa Pajak Juni Tahun 2007 sebesar Rp
16.391.152.377,- telah diterima oleh PT. PP (Persero) Tbk ari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan tidak terdapat Utang Pajak PT. PP (Persero) Tbk di KPPN. Masa Pajak Januari 2008 Dr.Kas/Bank Rp 66.117.341.723,Cr. Uang Muka Pajak Rp 66.117.341.723,Jurnal di atas menjelaskan bahwa pencairan dana restitusi Pajak Pertambahan Nilai atas pengajuan restitusi yang dilakukan PT. PP (Persero) Tbk untuk Masa Pajak Januari 2008 sebesar Rp 66.117.341.723,- telah diterima oleh PT. PP (Persero) Tbk dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan tidak terdapat Utang Pajak PT. PP (Persero) Tbk di KPPN. Masa Pajak Desember 2008 Dr,Kas/Bank Rp 67.425.571.512,Cr. Uang Muka Pajak Rp 67.425.571.512,Jurnal di atas menjelaskan bahwa pencairan dana restitusi Pajak Pertambahan Nilai atas pengajuan restitusi yang dilakukan PT. PP (Persero) Tbk untuk Masa Pajak Desember 2008 sebesar Rp 67.425.571.512,- telah diterima oleh PT. PP (Persero) Tbk dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan tidak terdapat Utang Pajak PT. PP (Persero) Tbk di KPPN. Masa Pajak Desember 2009 Dr.Kas/Bank Rp 76.749.632.237,Cr. Uang Muka Pajak Rp 76.749.632.237,Jurnal di atas menjelaskan bahwa : Restitusi = Hasil Surat Ketetapan Lebih Bayar (SKPLB) – Utang Pajak = Rp 78.753.983.273,- – Rp 1.337.305.714,- – Rp 340.484.848,- – Rp 24.750.000,= Rp 76.749.632.237,Pencairan dana restitusi Pajak Pertambahan Nilai atas pengajuan restitusi yang dilakukan PT. PP (Persero) Tbk untuk Masa Pajak Juni Januari 200 Desember 2009 sebesar Rp 76.749.632.237,- telah diterima oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero) dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Permasalahan Berdasarkan pembahasan yang diuraikan sebelumnya dalam melakukan restitusi PT. PP (Persero) Tbk. Terdapat permasalahan dari restitusi yang dihadapi PT. PP (Persero) Tbk yaitu : 1. Rekanan atau pihak ketiga belum melakukan konfirmasi atau melaporkan keterangan atau bukti yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada saat dilakukan pemeriksaan pajak sehingga terjadi perbedaan dalam Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. PP (Persero) Tbk. Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 berbunyi demikian, Pemeriksa Pajak memiliki wewenang untuk meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dihitung (YDD) berdasarkan : Pajak Masukan YDD = Pajak Masukan + kompensasi Masa Lalu. PT. PP (Persero) Tbk memperoleh Faktur Pajak yang merupakan dokumen pendukung Pajak Pertambahan Nilai dari rekanan atau pihak ketiga. Rekanan atau pihak ketiga mencatat sebagai Pajak Keluaran yang akan dikonfirmasi melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Apabila rekanan atau pihak ketiga belum mengkonfirmasi Pajak Keluaran ke dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka akan terjadi perbedaan pada saat Pemeriksa Pajak meminta konfirmasi kepada rekanan atau pihak ketiga dalam pemeriksaan. Dalam menanggani permasalahan ini, PT. PP (Persero) Tbk dapat menyediakan keterangan atau bukti terkait dengan siklus pembelian PT. PP (Persero) Tbk. Keterangan atau bukti yang berkenaan dengan arus barang dan arus kas seperti Surat Permohonan Pembelian (SSP), Purchase Order (PO), Tanda Terima Barang, Kontrak, Bukti Pembayaran, dan Faktur Pajak yang berkaitan dengan transaksi Pajak Pertambahan Nilai tersebut. Keterangan atau bukti tersebut dapat diperlihatkan kepada Pemeriksa Pajak pada saat Pemeriksaaan Pajak atau pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. 2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) belum menjawab keterangan atau bukti yang telah diberikan rekanan atau pihak ketiga dalam hal pemeriksaan pajak PT. PP (Persero) Tbk.
3.
Dalam Pemeriksaan Pajak, Fiskus memeriksa kebenaran Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Oleh karena itu, Fiskus memerlukan keterangan atau bukti dari antar Kantor Pelayanan Pajak untuk kebenaran Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang terjadi pada PT. PP (Persero) Tbk. Kantor Pelayanan Pajak kadang belum menjawab keterangan yang diminta oleh Fiskus tersebut. Sehingga terjadi perbedaan perhitungan dalam Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. PP (Persero) Tbk dengan Fiskus atau Pemeriksa Pajak. Dalam menanggani permasalahan ini, PT. PP (Persero) Tbk dapat menyediakan Surat Pemberitahuan (SPT) Rekanan atau pihak ketiga yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai untuk membuktikan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. PP (Persero) Tbk kepada Pemeriksa Pajak pada saat Pemeriksaan Pajak atau pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Pada saat di lapangan, ada beberapa karyawan PT. PP (Persero) Tbk tidak berhati-hati dalam hal kapan rekanan atau pihak ketiga menjadi Pengusaha Kena Pajak. Sehingga pada saat dilakukan pemeriksaan, Fiskus menemukan bahwa rekanan atau pihak ketiga belum menjadi Pengusaha Kena Pajak pada saat dilakukan transkasi tersebut. Berdasarkan Pasal Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, kewajiban Pengusaha Kena Pajak yaitu : a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. Memungut Pajak yang terutang dan membuat faktur pajak; c. Menyetorkan pajak yang masih harus dibayar apabila Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan menyelenggarakan pencatatan jumlah perolehan dan jumlah peredaran dan berhak mengkreditkan Pajak Masukan berdasarkan ketentuan yanng berlaku; dan d. Melaporkan pajak yang terutang dengan mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Apabila rekanan atau pihak ketiga belum menjadi Pengusaha Kena Pajak maka rekanan atau pihak ketiga tidak memiliki kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga terjadi perbedaan perhitungan dalam Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, khususnya pada Pajak Masukan PT. PP (Persero) Tbk. Dalam menanggani permasalahan ini PT. PP (Persero) Tbk dapat memberikan pelatihan berkenaan dengan Pajak Pertambahan Nilai kepada para karyawan khususnya yang berada di lapangan. Pelatihan tersebut diberikan bertujuan karyawan lebih berhati-hati untuk tidak mengulangi kekeliruan pengenaan atau pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang dapat mengakibatkan kerugian bagi PT. PP (Persero) Tbk. Selain solusi yang diberikan di atas berdasarkan permasalahan restitusi yang terjadi di PT. PP (Persero) Tbk. PT. PP (Persero) Tbk juga dapat melakukan keberatan atau banding apabila tidak menyetujui hasil Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Dengan dasar perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Lebih Bayar yang dilakukan PT. PP (Persero) Tbk sudah benar dan sesuai dengan keterangan atau bukti yang lengkap.
SIMPULAN DAN SARAN PT. PP (Persero) Tbk merupakan Wajib Pajak Badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Setelah melakukan penelitian atas penerapan restitusi Pajak Pertambahan Nilau PT. PP (Persero) Tbk, dapat disimpulkan bahwa : 1. PT. PP (Persero) Tbk termasuk dalam kategori Pengusaha Kena Pajak beresiko rendah. PT. PP (Persero) Tbk melakukan restitusi Pajak Pertambahan Nilai pada akhir tahun buku serta proses penyelesaiannya melalui pemeriksaan pajak. 2. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan proses restitusi yang dilakukan PT. PP (Persero) Tbk dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2010 telah memenuhi peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 3. Terdapat rekanan atau pihak ketiga belum melakukan konfirmasi atau melaporkan keterangan atau bukti yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada saat dilakukan pemeriksaan pajak sehingga terjadi perbedaan dalam Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. PP (Persero) Tbk. 4. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) belum menjawab keterangan atau bukti yang telah diberikan rekanan atau pihak ketiga dalam hal pemeriksaan pajak PT. PP (Persero) Tbk sehingga terjadi
perbedaan perhitungan dalam Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. PP (Persero) Tbk dengan Fiskus atau Pemeriksa Pajak. 5. Pada saat di lapangan, ada beberapa karyawan PT. PP (Persero) Tbk tidak berhati-hati dalam hal kapan rekanan atau pihak ketiga menjadi Pengusaha Kena Pajak. Sehingga pada saat dilakukan pemeriksaan, Fiskus menemukan bahwa rekanan atau pihak ketiga belum menjadi Pengusaha Kena Pajak pada saat dilakukan transkasi tersebut. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap PT. PP (Persero) Tbk, maka penulis dapat memberikan saran yang dapat bermanfaat dan menjadi pertimbangan untuk PT. PP (Persero) Tbk. Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Untuk rekanan atau pihak ketiga belum melakukan konfirmasi atau melaporkan keterangan atau bukti, PT. PP (Persero) Tbk dapat menyediakan keterangan atau bukti dari arus barang dan arus kas seperti Surat Permohonan Pembelian (SSP), Purchase Order (PO), Tanda Terima Barang, Kontrak, Bukti Pembayaran, dan Faktur Pajak yang berkaitan dengan transaksi Pajak Pertambahan Nilai tersebut. 2. Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang belum menjawab, PT Pembangunan Perumahan dapat menyediakan Surat Pemberitahuan (SPT) Rekanan atau pihak ketiga kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP). 3. PT. PP (Persero) Tbk dapat melakukan keberatan atau banding atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila PT. PP (Persero) Tbk tidak menerima hasil Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Dengan dasar perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Lebih Bayar yang dilakukan PT. PP (Persero) Tbk sudah benar dan sesuai dengan keterangan atau bukti yang lengkap. 4. PT. PP (Persero) Tbk memberikan pelatihan mengenai Pajak Pertambahan Nilai kepada karyawan khususnya yang berada di lapangan agar lebih berhati-hati untuk tidak mengulangi kekeliruan
REFERENSI Referensi yang digunakan dalam pembuatan ringkasan skripsi ini yaitu : 1. Direktur Jendral Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak 3. Peratutan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah. 4. Waluyo. (2009). Perpajakan Indonesia (Edisi 8). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
RIWAYAT PENULIS Nama penulis : Yulia Chandra Tempat/Tanggal Lahir : Purwakarta, 19 Januari 1990