BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai PT. MPK merupakan sebuah perusahaan lokal yang bergerak dalam bidang pengembangan pembangkit listrik dan penyedia jasa pendukung proyek kelistrikan dengan kegiatan usaha termasuk Operasi dan Pemeliharaan (O&M) pembangkit listrik, serta proyek Rekayasa, Pengadaan dan Konstruksi (EPC) dan Proyek Pengembangan serta Pengelolaan Manajemen pembangkit listrik untuk menunjang kebutuhan pasokan listrik di Indonesia, bekerja sama dengan PT. PLN Persero. PT. MPK dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal 14 April 2008 oleh Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan dengan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) 02.406.596.3 – 062.000 dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 02.406.596.3 – 062.000. PT. MPK merupakan Subjek Pajak karena perusahaan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai serta melakukan bentuk kerjasama operasi yang apabila menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Karena perusahaan telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak, perusahaan wajib untuk melaksanakan dan melaporkan pajak sesuai dengan Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku. 1
Dalam menerapkan Pajak Pertambahan Nilai, perusahaan memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada saat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar (kurang bayar) apabila Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, meminta kembali kelebihan (restitusi) pembayaran pajak (lebih bayar) apabila Pajak Masukan yang telah dibayarkan oleh perusahaan melalui pemasok - pemasok yang melakukan transaksi dengan perusahaan, lebih besar dari Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan, dan melaporkan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Penghitungan Pajak Terutang PT. MPK dimulai pada saat terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean, dengan lokasi pelaporan dan penyetoran Pajak Terutang sesuai dengan tempat di mana perusahaan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan. Hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan terkait dengan penerapan Pajak Pertambahan Nilai menurut UU PPN No. 42 Tahun 2009 yaitu : 1. Memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 % (sepuluh persen) dari nilai transaksi atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau pemberian Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. 2. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau pemberian Jasa Kena Pajak. 2
3. Menyetorkan setoran Pajak Terutang ke Kas Negara selambat – lambatnya akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. 4. Menyampaikan Laporan Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan Surat Pemberitahuan Masa dalam jangka waktu 30 ( dua puluh ) hari setelah akhir Masa Pajak. 5. Menyimpan Faktur Pajak dengan rapih dan tertib. 6. Menyelenggarakan pencatatan dalam pembukuan perusahaan mengenai perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak. 7. Melampirkan Daftar Ringkasan Pembelian dan Daftar Ringkasan Penjualan pada Surat Pemberitahuan Masa apabila diminta. Pada Tahun 2004 MedcoEnergi mulai mengembangkan kegiatan bisnis yang dilakukannya dengan membentuk anak perusahaan yang berfokus pada produksi listrik dan penyedia jasa pendukung proyek kelistrikan. Proyek pertama anak perusahaan yang dikenal dengan nama PT. MPK ke dalam bisnis pembangkit listrik dimulai dengan pengoperasian proyek Panaran I. Lokasi pengembangan pembangkit listrik pertama yang dilaksanakan oleh perusahaan yaitu di Pulau Batam. Segala transaksi yang dilaksanakan oleh PT. MPK didasarkan pada perjanjian kerja yang tertuang dalam kontrak kerja sama yang telah dibuat atas kesepakatan antara perusahaan dengan pihak pengguna jasa ataupun pihak pemasok.
3
IV. 2 Evaluasi Prosedur Pemungutan dan Perolehan Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh PT. MPK yang bergerak dibidang pengadaan barang dan jasa penunjang pembangkit tenaga listrik, segala transaksi penyerahan barang maupun jasa yang dilakukan oleh perusahaan dikenakan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku umum sesuai peraturan pajak terbaru, kecuali diatur lain oleh Undang - Undang. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Keluaran yang diterapkan di perusahaan dihitung dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak dengan Tarif Tunggal Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen). Hal ini telah sesuai dengan Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 8A ayat (1). Tarif Pajak yang digunakan oleh perusahaan untuk menghitung besarnya Pajak Terutang yaitu 10% (sepuluh persen), sesuai dengan UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 7 ayat (1). Untuk pemasaran produk listrik kepada pihak pemerintah dalam hal ini PT. PLN Persero, sesuai amanat Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat (2) yang menyebutkan “barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak merupakan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai”, maka Penyerahan ini dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, hal lain yang mendukung penyerahaan ini dibebaskan dari Pengenaan Pajak yaitu karena produk tersebut tidak ditujukan untuk konsumsi oleh PT. PLN Persero.
4
Apabila terjadi transaksi atas produk listrik kepada PT. PLN Persero maka nilai transaksi tersebut akan dicantumkan pada kolom Penyerahan Barang dan Jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, karena produk tersebut termasuk dalam Barang Tidak Kena Pajak menurut Undang – Undang. Untuk pemasaran produk listrik dengan daya diatas 6600 (enam ribu enam ratus) watt kepada pihak swasta untuk tujuan konsumsi, dikenakan Tarif Pajak normal sesuai yang diatur oleh Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 7 ayat (1) yaitu sebesar 10 % (sepuluh persen). Perusahaan tidak melakukan transaksi untuk produk listrik dibawah 6600 (enam ribu enam ratus) watt yang merupakan Barang Tidak Kena Pajak menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) huruf h, secara langsung kepada pemakai. Proses penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Masukan dimulai pada saat bagian keuangan dan akuntansi menerima Faktur Pembelian untuk transaksi pembelian dari para pemasok dan/atau menerbitkan Faktur Penjualan beserta Faktur Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai Keluaran atas transaksi penjualan, yang akan dikirimkan kepada pembeli barang dan pemakai jasa sebagai bukti atas diakuinya transaksi penyerahan atau perolehan barang dan/atau jasa yang merupakan objek pajak.
5
Setelah itu bagian akuntansi melakukan input dan pengecekan atas Faktur Pajak beserta dokumen – dokumen pendukung yang telah diterima ke dalam sistem. Apabila diketemukan permasalahan dalam Faktur Pajak yang diterima, pihak perusahaan akan mengembalikan Faktur Cacat yang diketemukan kepada pihak pemasok, dan meminta untuk dibuat dan dikirimkan kembali pembetulannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan atas Faktur Pajak yang cacat sesuai ketentuan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (8) huruf g. Dari bagian akuntansi, Faktur Pajak yang telah diperiksa, diserahkan kepada staf pajak yang bertanggung jawab untuk mengelola urusan perpajakan perusahaan beserta summary report Pajak Pertambahan Nilai Keluaran dan Masukan untuk diperiksa kembali apakah sudah sesuai atau belum, sebelum dibuat Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai guna pelaporan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai PT. MPK yang dilakukan setiap bulannya. Khusus untuk transaksi yang ditujukan kepada daerah yang diatur sabagai Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone), maka penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam daerah tersebut dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pembebasan ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 45/PMK. 03/2009 Pasal 1 angka 1, yang menyatakan bahwa Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. 6
Penetapan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan yang mengatur mengenai Pembebasan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai untuk penyerahan Barang Kena Pajak ke dalam Kawasan Bebas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2009 Pasal 5. Segala kegiatan atau transaksi impor tidak dilakukan oleh perusahaan sendiri melainkan dilaksanakan dan dikelola oleh pihak ketiga yaitu Perusahaan Pengimpor (Freight Forwarder) yang memberikan jasa pengurusan transportasi (Freight Forwarding). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan jika perusahaan harus membeli barang dari luar Daerah Pabean. Perusahaan tidak dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah karena perusahaan tidak melakukan transaksi penjualan barang yang termasuk kategori barang mewah menurut Undang – Undang. Adapun Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak yang tergolong mewah” adalah: 1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok; 2. Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; 3. Barang
yang
pada
umumnya
dikonsumsi
oleh
masyarakat
berpenghasilan tinggi; dan/atau 4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
7
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor Barang Kena Pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus menerus atau hanya sekali saja. IV.2.1 Evaluasi Pemungutan Pajak Keluaran Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terkait dengan proses pelaksanaan kegiatan operasi yang dilakukan oleh perusahaan. Proses Pemungutan Pajak Keluaran yang dilakukan oleh PT. MPK dimulai pada saat penghitungan besaran Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibebankan kepada pihak pelanggan sehubungan dengan dilaksanakan dan diakuinya sebuah transaksi atau penyerahan barang dan/atau jasa kepada pelanggan sesuai dengan Kontrak yang ada. Penghitungan besaran Pajak Pertambahan Nilai Keluaran yang harus dipungut oleh perusahaan dilakukan dengan mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dengan Harga Jual/Penggantian /Uang Muka/Termijn, tergantung mana yang dipakai pada saat Faktur Pajak dibuat. Setelah
proses
penghitungan
dan
pencatatan
selesai
dilakukan,
diterbitkanlah Faktur Penjualan dan Faktur Pajak yang akan diserahkan kepada pihak pelanggan terkait transaksi yang bersangkutan.
8
Setelah dokumen – dokumen pendukung yang terkait dengan transaksi tersebut selesai dibuat dan telah diserahkan kepada bagian akuntansi dan keuangan perusahaan pelanggan, bagian keuangan PT. MPK melakukan monitor terhadap transaksi – transaksi yang dapat dilakukan penagihan pembayaran dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai angka yang tertera dalam Faktur Pajak yang merupakan hasil penghitungan yang telah dilakukan sebelumya. Setelah proses penghitungan dan pencatatan selesai dilakukan, bagian keuangan perusahaan yang menerbitkan Faktur Penjualan dan Faktur Pajak akan menyerahkan Faktur Pajak Lembar ke – 2 yang merupakan Bukti Pajak Keluaran kepada staf pajak untuk menghitung berapa besaran Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus disetorkan setelah dikreditkan dengan Pajak Masukan. Pajak Terutang timbul apabila Faktur Pajak telah diterbitkan. Faktur Pajak diterbitkan jika telah diterima pembayaran atas transaksi tersebut atau suatu transaksi telah diakui dan dilakukan pencatatannya, dimana penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak telah dilakukan. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan Faktur Pajak yang tertuang dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (1) dan (1a). Penghitungan Pajak Terutang selain dilakukan dengan menghitung total Pajak Keluaran yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa berdasarkan Faktur Pajak yang diterima, juga mengacu pada buku besar perusahaan hasil pencatatan setiap transaksi dan Faktur Pajak yang diterbitkan. Apabila hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan lebih bayar, maka perusahaan tidak perlu lagi menyetorkan Pajak Terutang kepada Kas Negara. 9
Pada akhir 2010, perusahaan dan mitra memiliki dan mengoperasikan dua pembangkit listrik berbahan bakar gas dengan kapasitas 2x27.75 + 4,5 MW dan 2x27 + 7,5 MW, masing-masing di Pulau Batam. Selain itu, perusahaan memiliki pembangkit listrik tenaga gas dengan kapasitas 19 MW juga di Pulau Batam. Untuk traksaksi penyerahan barang dan/atau jasa terkait dengan proyek yang berlokasi di Pulau Batam tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, karena Pulau Batam merupakan Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone). Regulasi yang mengatur mengenai Kawasan Perdagangan Bebas ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 45/PMK. 03/2009. IV.2.1.1 Prosedur Penjualan pada PT. MPK Sebagai pengembang terkemuka, operator kecil - menengah ukuran Produsen Tenaga Listrik Independen (Independent Power Producer) di Indonesia dan penyedia jasa proyek listrik dengan kegiatan usaha termasuk Jasa Operasi dan Pemeliharaan (Operations & Maintenance) pembangkit listrik, Proyek
Rekayasa,
Pengadaan
dan
Konstruksi
(EPC)
serta
Proyek
Pengembangan dan Manajemen pembangkit listrik, setiap transaksi yang dilaksanakan oleh PT. MPK didasarkan pada perjanjian kerja yang tertuang dalam kontrak kerja sama yang dibuat atas kesepakatan antara perusahaan dengan pihak pengguna jasa.
10
Setelah diterbitkan sebuah kontrak, kemudian dilaksanakan pengerjaan yang menghasilkan Berita Acara Penyelesaian Proyek. Berita Acara Penyelesaian Proyek tersebut menjelaskan berapa persen proyek telah dilaksanakan untuk dapat dilakukan penagihan, sesuai dengan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak. Pada umumnya penagihan dilaksanakan apabila pengerjaan proyek telah mencapai 40 % (empat puluh persen), 70 % (tujuh puluh persen) dan 100 % (seratus persen) pengerjaan. Pada setiap masa penagihan terhadap suatu pelanggan, bagian akuntansi dan keuangan perusahaan melakukan pencatatan dan menerbitkan Faktur Penjualan beserta Faktur Pajak berdasarkan Berita Acara Penyelesaian Proyek yang diperoleh dari lapangan, untuk dikirimkan kepada bagian akuntansi dan keuangan perusahaan pelanggan. IV.2.1.2 Prosedur Pencatatan Penjualan Transaksi penjualan yang dilaksanakan oleh perusahaan diakui dan dilakukan pencatatannya ke dalam sistem akuntansi yang digunakan oleh perusahaan pada saat Faktur Penjualan atau Faktur Pemberian Jasa dibuat oleh bagian akuntansi perusahaan berdasarkan dokumen – dokumen pendukung yang diperoleh dari lapangan, seperti Berita Acara Penyelesaian Proyek, Bukti Penerimaan Barang, dll. Pencatatan sebuah transaksi akan menghasilkan akun piutang yang akan dimonitor kapan jatuh tempo pembayarannya untuk dilakukan penagihan.
11
Jurnal untuk transaksi penyerahan listrik kepada PT. PLN Persero yang dilaksanakan oleh perusahaan, yaitu : Piutang Dagang
256.379.642
Penyerahan Jasa Listrik
256.379.642
Salah satu jurnal transaksi yang dilakukan oleh perusahaan misalnya pemberian jasa pemeliharaan suatu pembangkit tenaga listrik kepada salah satu proyek yang sedang berlangsung : Piutang Dagang
12.007.467
Jasa Pemeliharaan
10.915.879
Pajak Pertambahan Nilai
1.091.588
IV.2.1.3 Penerimaan Pembayaran Penerimaan pembayaran atas transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan dilakukan sesuai kontrak yang telah disepakati antara pihak perusahaan dengan pihak pelanggan yang menggunakan jasa yang ditawarkan oleh PT. MPK. Sebelum pembayaran diterima, bagian keuangan melakukan monitor terhadap akun piutang yang telah jatuh tempo sesuai periode yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Atau memonitor akun pembayaran diterima dimuka untuk proyek yang telah diterima uang mukanya. Setelah pembayaran diterima oleh bagian keuangan maka dibuat jurnal pelunasan untuk mengkreditkan akun piutang atau mendebet akun pembayaran diterima dimuka terkait dengan transaksi yang dilakukan pembayarannya tersebut. 12
IV.2.1.4 Pencatatan Transaksi atas Retur Penjualan / Pembatalan Kontrak Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak perusahaan, tidak pernah ada pembatalan kontrak ataupun retur penjualan yang terjadi karena hampir sebagian besar produk yang diberikan oleh perusahaan kepada para pelanggannya merupakan produk jasa dan penyerahan barang tidak berwujud, yang telah disepakati bersama sebelum suatu kontrak dibuat. Untuk produk berupa barang, karena perusahaan tidak memproduksi sendiri barang pendukung dan pembangun pembangkit tenaga listrik, maka retur penjualan untuk produk barang juga tidak pernah terjadi karena perusahaan telah menetapkan standar dan sistem penerimaan barang yang ketat. IV.2.2 Evaluasi Perlakuan Pajak Masukan Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Pajak Masukan dibedakan menjadi : 1.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dari Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang diserahkan atau dijual. 13
2.
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, yang diatur dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (8).
Setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan perolehan Barang Kena Pajak dan pemakaian Jasa Kena Pajak diakui sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tanpa ada pemisahan antara Barang Produktif dan Barang Non – Produktif. Pajak Masukan mulai diakui dan dihitung pada saat Faktur Pembelian dan Faktur Pajak diterima oleh bagian akuntansi dan keuangan dari pemasok untuk dicocokkan dengan Bukti Penerimaan Barang dari bagian proyek dan salinan kontrak terkait proyek tersebut. Setelah diperiksa dan telah sesuai dengan seluruh dokumen – dokumen pendukung, kemudian dilakukan pencatatan ke dalam sistem akuntansi perusahaan guna pengolahan data sesuai kebutuhan masing – masing bagian. Untuk Perlakuan Pajak Masukan, setelah data dimasukan ke dalam sistem, Faktur Pajak diserahkan kepada staf yang menangani urusan perpajakan untuk diperiksa, dilakukan penghitungan dan dilaporkankan pada Surat Pemberitahuan Masa untuk Masa Pajak periode sebelumnya. IV.2.2.1 Prosedur Pembelian pada PT. MPK Prosedur pembelian yang diterapkan oleh perusahaan yaitu setiap transaksi pembelian yang dilakukan, didasarkan pada permintaan yang muncul dari proyek sesuai dengan kontrak yang sedang dilaksanakan. 14
Oleh karena itu, bersamaan dengan dilaksanakannya kontrak antara perusahaan dengan pihak pengguna jasa, perusahaan juga melakukan penawaran dan mencari para calon pemasok yang tertarik untuk melakukan pengadaan barang yang akan digunakan untuk mendukung proses pelaksanaan proyek. Setelah penawaran dilakukan dan diputuskan pemasok yang dipilih untuk pengadaan barang pada suatu proyek, maka dibuatlah kontrak pembelian barang yang mengatur ketentuan terkait dengan pengadaan barang yang dibutuhkan perusahaan pada suatu proyek beserta prosedur pembayarannya. Apabila kontrak telah dibuat, perusahaan mengirimkan Purchase Order kepada pihak pemasok untuk dikirimkan barang sesuai pesanan ke proyek yang sedang dilaksanakan. Saat barang diterima, bagian proyek akan membuat Bukti Penerimaan Barang dengan mencocokkan kondisi barang yang diterima apakah sudah sesuai dengan pesanan atau belum dan apakah kondisi barang dalam keadaan baik atau tidak. Apabila sudah sesuai maka bagian proyek akan menerbitkan dokumen Goods Receive sebagai Bukti Penerimaan Barang yang berisi perincian kuantitas dan kondisi barang yang diterima. Dokumen tersebut kemudian dikirimkan kepada bagian akuntansi dan keuangan guna menjadi dokumen pendukung atas pembayaran yang akan dilaksanakan.
Setelah
sebelumnya
dilakukan
pengecekkan
terhadap
kebenaran dokumen – dokumen tersebut.
15
Adapun Objek Pajak Pertambahan Nilai terkait dengan kegiatan pembelian yang dilakukan oleh perusahaan antara lain : •
Barang & Jasa untuk Pembangunan Pembangkit Listrik, seperti : Mesin Pembangkit, jasa untuk tenaga ahli, jasa pengiriman material yang terkait dengan proyek pembangunan.
•
Jasa Pengembangan dan Pemeliharaan Pembangkit Listrik.
•
Sparepart
•
Biaya penyewaan untuk menyewa barang dan jasa terkait kegiatan proyek yang sedang berlangsung seperti misalnya penyewaan alat transportasi.
•
Material Pendukung seperti helm, seragam lapangan, senter, dll.
•
Tiket Perjalanan ke lokasi proyek.
IV.2.2.2 Prosedur Pencatatan Pembelian Transaksi Pembelian yang dilaksanakan oleh perusahaan diakui dan dilakukan pencatatannya ke dalam sistem akuntansi yang digunakan oleh perusahaan pada saat Faktur Pembelian diterima oleh bagian akuntansi dari pemasok. Sebelum dicatat, bagian akuntansi mencocokkan Faktur Pembelian yang diterima dari pemasok dengan dokumen – dokumen pendukung seperti Purchase Order , Kontrak dan Goods Receive dari bagian proyek untuk memastikan bahwa barang yang diterima oleh bagian proyek sesuai dengan pesanan dan Faktur Pembelian yang dikirimkan kepada bagian akuntansi untuk ditagih pembayarannya. 16
Selain itu bagian akuntansi juga melakukan pengecekan terhadap Faktur Pajak atas transaksi tersebut apakah sudah benar atau masih cacat dan terdapat kesalahan atau tidak. Apabila semua sudah benar dan tidak ada kesalahan, barulah transaksi tersebut dicacat ke dalam sistem untuk mengakui akun biaya dan hutang. Jika masih diketemukan kesalahan, bagian akuntansi akan mengembalikan Faktur Pembelian dan Faktur Pajak yang diterima kepada pihak pemasok untuk dibuatkan pembetulannya, sebelum transaksi tersebut dicatat dan diakui di dalam pembukuan PT. MPK. Contoh pencatatan transaksi pembelian yang dilakukan oleh perusahaan yaitu : Perlengkapan Proyek
15.017.832
Suku Cadang
3.355.428
Pajak Pertambahan Nilai
1.837.326
Hutang Dagang
20.210.586
IV.2.2.3 Prosedur Pembayaran Atas Pembelian Pembayaran akan dilakukan apabila suatu transaksi telah diakui dan dicatat dalam pembukuan PT. MPK. Bagian keuangan akan memonitor akun hutang dalam sistem untuk melihat transaksi mana yang sudah jatuh tempo batas pembayarannya untuk disiapkan pembayaran dengan melihat kondisi keuangan yang ada. Setelah dilakukan pembayaran, bagian keuangan akan membuat jurnal pelunasan untuk mendebitkan akun hutang yang telah dilunasi tersebut.
17
IV. 2. 3 Evaluasi atas Faktur Pajak Yang Digunakan Perusahaan Berdasarkan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 13, Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap: a. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai; b. Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai; c. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau d. Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, perusahaan wajib untuk menerbitkan dan menerima Faktur Pajak yang sesuai dengan ketentuan Perundang – Undangan untuk dijadikan acuan dalam penghitungan dan pelaporan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan Pajak Keluaran yang terutang oleh perusahaan. Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-159/PJ./2006 Pasal 1 ayat (3), dalam Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang sedikitnya memuat: a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak 18
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
IV. 2. 3. 1 Evaluasi atas Faktur Pajak Standar Keluaran Perusahaan wajib menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilaksanakan oleh perusahaan terkait dengan proses pelaksanaan suatu proyek untuk menjadi bukti pemungutan dan penghitungan Pajak Keluaran yang harus disetorkan oleh perusahaan kepada Kas Negara. Menurut pihak perusahaan, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh perusahaan sebagai Bukti Pemungutan Pajak oleh PT. MPK untuk diberikan kepada pelanggan hanya 1 (satu) macam yaitu Faktur Pajak Standar yang terdiri dari 2 lembar yaitu lembar pertama ditujukan untuk pihak pelanggan sebagai Bukti Pajak Masukan dan lembar kedua disimpan oleh perusahaan sebagai Bukti Pajak Keluaran. Berdasarkan observasi secara langsung yang dilakukan oleh penulis, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh perusahaan telah sesuai dengan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-159/ PJ./2006 Tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (2). 19
Penerbitan Faktur Pajak Keluaran dilaksanakan oleh PT. MPK bersamaan dengan diterbitkannya Faktur Penjualan yang merupakan bukti bahwa suatu transaksi telah diakui dan dilakukan pencatatannya oleh bagian akuntansi, berdasarkan dengan kesepakatan yang tertuang dalam Surat Kontrak Kerja Sama. Dilihat dari tanggal pembuatannya, Faktur Pajak Keluaran yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Surat Pemberitahuan Masa sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. IV. 2. 3. 2 Evaluasi atas Faktur Pajak Standar Masukan Berdasarkan
observasi
atas
Faktur
Standar
Masukan
yang
didokumentasikan oleh perusahaan, ditemukan beberapa macam Faktur Pajak Masukan. Ada yang berupa Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak saja. Menurut pihak perusahaan hal tersebut tidak menjadi masalah dan dianggap sama saja. Faktur Pajak Masukan yang diterima berisi informasi mengenai Nama Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Harga Jual/ Penggantian/Uang Muka/Termijn dari setiap Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Jumlah Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak Pertambahan Nilai Masukan yang dapat dikreditkan. Faktur Pajak Standar Masukan yang diterima akan diperiksa dan dicocokkan oleh bagian keuangan dan akuntansi dengan Faktur Pembelian dan Bukti Penerimaan Barang serta salinan kontrak terkait proyek tersebut. 20
Apabila terdapat ketidakcocokkan atau Faktur Pajak yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan Perundang – Undangan atau cacat, maka Faktur Pajak tersebut akan dikirimkan kembali kepada pihak pemasok untuk dibuat perbaikannya. Karena seperti diatur dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (8), apabila Faktur Pajak Masukan yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan Perundang – Undangan atau cacat maka Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan. Apabila sudah cocok dan benar, kemudian bagian keuangan dan akuntansi akan melakukan pencatatan untuk mengakui biaya dan hutang, Setelah itu Faktur Pajak yang telah dicatat, diserahkan kepada staf bagian keuangan yang bertanggung jawab menangani urusan perpajakan untuk diperiksa dan dibuatkan Surat Pemberitahuan Masa untuk Masa Pajak periode sebelumnya. IV. 2. 4 Evaluasi atas Pelaporan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai PT. MPK Pajak Keluaran dan Pajak Masukan PT. MPK Periode 2008 – 2010 Tahun Pajak 2008 Pajak Keluaran sebesar
Rp 990.118.397,-
Pajak Masukan sebesar
Rp 1.304.579.211,-
Lebih Bayar PPN
Rp 1.945.204.790,-
21
Tahun Pajak 2009 Pajak Keluaran sebesar
Rp 972.586.700,-
Pajak Masukan sebesar
Rp 1.113.710.042,-
Lebih Bayar PPN
Rp 2.086.328.132,Tahun Pajak 2010
Pajak Keluaran sebesar
Rp 858.328.325,-
Pajak Masukan sebesar
Rp 1.611.335.227,-
Lebih Bayar PPN
Rp 2.755.860.101,-
IV. 2. 4. 1 Prosedur Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Untuk proses pelaporan Pajak Pertambahan Nilai oleh PT. MPK dilaksanakan setiap akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak tanpa tanggal yang pasti. Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Perundang – Undangan Pajak Pertambahan Nilai terbaru yaitu UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 15A ayat (2) yang menyebutkan “Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak”. Setiap kegiatan pelaporan dilakukan oleh staf yang menangani pajak secara langsung dengan mengantarkan dokumen – dokumen Pajak Pertambahan Nilai seperti Formulir Induk yang digunakan pada periode Tahun 2008 - 2010 yaitu Formulir Induk 1107 beserta lampiran – lampirannya yaitu Formulir 1107 A untuk Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM dan Formulir 1107 B untuk Daftar Pajak Masukan dan PPn BM ke Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan. 22
Adapun dokumen yang digunakan oleh perusahaan guna pelaporan Pajak Pertambahan Nilai ke Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan untuk periode pajak Tahun 2008 - 2010 yaitu Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Formulir 1107 yang ditambah lampiran 1107 A untuk Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM dan lampiran 1107 B untuk Daftar Pajak Masukan dan PPn BM. Fungsi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai menurut Yustinus
Prastowo
yaitu
“sebagai
sarana
untuk
melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan PPn BM yang sebenarnya terutang, untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan, untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh Ketentuan Peraturan Perundang – Undangan Perpajakan yang berlaku dan sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan oleh perusahaan”. (2010 : 75) Pada saat pelaporan periode Desember 2010, tidak ada penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut oleh Pemungut yang merupakan Wajib Pungut, karena pada periode tersebut perusahaan tidak melakukan transaksi dengan pihak – pihak yang merupakan Wajib Pungut.
23
Adapun pihak – pihak yang merupakan Wajib Pungut menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 547/KMK.04/2000 Pasal 1 ayat (1) yaitu Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota, Pertamina, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah dan Bank Indonesia. Penyerahan yang dipungut oleh Pemungut bagi PT. MPK yaitu transaksi yang dilaksanakan oleh perusahaan terkait dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya. Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh PT. MPK didasarkan pada Faktur Pajak yang yang diterima dan diterbitkan oleh perusahaan. Apabila
terdapat
kesalahan
pelaporan
yang
perlu
dilakukan
pembetulan seperti misalnya ada Pajak Pertambahan Nilai yang belum dilaporkan melampaui batas waktu yang seharusnya yaitu maksimal 3 bulan, karena status Pajak Pertambahan Nilai perusahaan masih berstatus lebih bayar maka perusahaan tidak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6
24
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya yang diatur dalam UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (4) huruf f. Data Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2008 – 2010 PT. MPK: Tabel VI.1 Tanggal Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2008 Masa Pajak
Tanggal Pelaporan
Januari
20 Februari 2008
Februari
19 Maret 2008
Maret
18 April 2008
April
16 Mei 2008
Mei
20 Juni 2008
Juni
21 Juli 2008
Juli
19 Agustus 2008
Agustus
19 September 2008
September
17 Oktober 2008
Oktober
18 Nopember 2008
Nopember
22 Desember 2008
Desember
16 Januari 2009
25
Tabel VI.2 Tanggal Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2009 Masa Pajak
Tanggal Pelaporan
Januari
20 Februari 2009
Februari
20 Maret 2009
Maret
17 April 2009
April
15 Mei 2009
Mei
19 Juni 2009
Juni
17 Juli 2009
Juli
20 Agustus 2009
Agustus
21 September 2009
September
19 Oktober 2009
Oktober
20 Nopember 2009
Nopember
18 Desember 2009
Desember
18 Januari 2010
26
Tabel VI.3 Tanggal Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2010 Masa Pajak
Tanggal Pelaporan
Januari
19 Februari 2010
Februari
19 Maret 2010
Maret
28 April 2010
April
31 Mei 2010
Mei
29 Juni 2010
Juni
27 Juli 2010
Juli
30 Agustus 2010
Agustus
30 September 2010
September
28 Oktober 2010
Oktober
29 Nopember 2010
Nopember
30 Desember 2010
Desember
28 Januari 2011
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan telah melaksanakan prosedur pelaporan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan oleh
Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
184/PMK.03/2007 Pasal 7 ayat (1) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2008, dimana peraturan tersebut menyatakan “Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir”. 27
Sedangkan untuk Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Periode April Tahun 2010 dan seterusnya, mengacu pada Peraturan Perundang – Undangan Pajak Pertambahan Nilai terbaru yaitu UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 15A ayat (2) yang menyatakan “Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak”. Dan ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 80/PMK.03/2010 Pasal 7 ayat (3a). Peraturan tersebut mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2010. Untuk pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan, melewati batasan tanggal pelaporan yang ditentukan oleh Undang – Undang ataupun Peraturan Menteri Keuangan, tidak melanggar peraturan karena batasan tanggal pelaporan tersebut jatuh pada hari libur. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 184/PMK.03/2007 Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan “Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya”. Penjelasan mengenai hari libur nasional diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 184/PMK.03/2007 Pasal 3 ayat (2), yaitu hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
28
IV. 2. 4. 2 Prosedur Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi kewajiban PT. MPK dilaksanakan sebelum waktu pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, maksimal sebelum akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, sesuai dengan Peraturan Perundang – Undangan Pajak Pertambahan Nilai terbaru yaitu UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 15A ayat (1) yang menyebutkan “Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan”. Sebelumnya, Jatuh Tempo penyetoran Pajak Pertambahan Nilai jatuh pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 184/PJ./2007 Pasal 2 ayat (13) dan Pasal 7 ayat (1). Menurut UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (3) dan (4), apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. 29
Karena posisi Pajak Pertambahan Nilai perusahaan sampai periode Desember 2010 berstatus lebih bayar sebesar Rp. 2.775.860.101,- maka perusahaan tidak perlu melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai kepada Kas Negara. Tetapi perusahaan tetap berkewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai maksimal 30 (tiga puluh) hari setelah masa pajak bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan sejak tanggal 1 April 2010 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 Pasal 7 ayat (3a). IV. 3. Pembahasan Hasil Temuan Berdasarkan observasi secara langsung yang dilakukan oleh penulis, diketahui hal – hal sebagai berikut : 1. Adanya Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak ke daerah Batam yang merupakan Kawasan Bebas yaitu suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai menurut Undang – Undang. Oleh karena itu setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak ke daerah Batam yang dilaksanakan oleh perusahaan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.
30
Peraturan terbaru yang mengatur Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas yaitu Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011 sebagai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru, dan Pulau Janda Berias dan gugusannya. 2. Setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan perolehan Barang Kena Pajak dan pemakaian Jasa Kena Pajak diakui sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tanpa ada pemisahan antara Barang Produktif dan Barang Non – Produktif. Apabila tidak disusun ketentuan mengenai pemisahan Perolehan Barang Kena Pajak yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan, dikhawatirkan apabila terjadi transaksi Perolehan Barang Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan oleh Undang Undang, akan timbul kebingungan bagi staff pajak dalam mengkreditkan Pajak Masukan dan menyebabkan kesalahan pelaporan yang melanggar Undang – Undang. Untuk kedepannya, penulis memberikan saran kepada perusahaan untuk menyusun ketentuan yang mengatur mengenai pemisahan perolehan Barang Kena Pajak yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan untuk menghitung Pajak Terutang perusahaan.
31
3. Terdapat perbedaan penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang digunakan untuk melaporkan Pajak Pertambahan Nilai perusahaan dengan dokumen Faktur Pajak yang ada. Hal ini dapat menimbulkan kecurigaan bagi pihak fiskus apabila dilakukan pemeriksaan, apakah perbedaan tersebut benar – benar tidak disengaja atau memang benar ada Faktur Pajak sesuai Nomor tersebut yang disembunyikan. Untuk mengatasi permasalahan seperti ini, hal yang dilakukan oleh perusahaan yaitu membuat pembetulan terkait kesalahan yang ada apabila diperlukan. 4. Pernah diketemukan Faktur Pajak yang cacat dimana terdapat coretan yang dapat menimbulkan masalah sehingga Faktur Pajak seperti ini akan dikembalikan lagi oleh perusahaan kepada pihak pemasok untuk dibuat faktur pajak yang benar tanpa ada coretan yang menjadikan faktur tersebut cacat. Atau pernah juga diketemukan Faktur Pajak yang tidak mencoret pada bagian Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri Faktur Pajak. Setelah dibuat perbaikannya, barulah Faktur Pajak tersebut dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Untuk Faktur Pajak yang diketahui cacat pada saat telah dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai maka perlu dilakukan beberapa prosedur pembetulan seperti yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER - 31/PJ./2010. 32
Untuk melakukan Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian atau penulisan, tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-31/PJ./2010 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar Pengganti, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam penulisan atau pengisian tersebut. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang diganti dapat diisi dengan cara manual. Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan SPT Masa PPN pada Masa pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar Pengganti dilaporkan dalam SPT Mas PPN pada : -
Masa pajak yang sama dengan masa pajak dilaporkannya Faktur Pajak Standar yang diganti, dengan mencantumkan nilai setelah penggantian; dan
-
Masa pajak diterbitkannya Faktur Pajak Pengganti tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN dan PPnBM, untuk menjaga urutan Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh PKP.
33
Pelaporan Faktur Pajak Standar Pengganti pada SPT Masa PPN, harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang diganti pada kolom yang telah ditentukan. Sesuai Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (5), Faktur Pajak wajib diisi dengan lengkap, benar, dan jelas. Lengkap berarti semua unsur yang tercantum dan lampiran yang disyaratkan harus lengkap dan ditandatangani. Benar berarti sesuai dengan Undang – Undang. Jelas berarti setiap tulisan maupun angka harus jelas sehingga tidak ditafsirkan lain. Untuk memenuhi kewajiban tersebut maka perusahaan harus lebih memperhatikan pemberian coretan pada bagian Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/ Termijn sesuai yang digunakan dalam pencatatan sebuah transaksi. Rekomendasi yang diberikan oleh penulis terkait dengan permasalahan ini yaitu supaya pihak perusahaan lebih teliti dalam menerbitkan Faktur Pajak dan memperhatikan Faktur Pajak yang diterima apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER31/PJ./2010 Pasal 1 atau belum. 5. Terdapat selisih antara saldo Pajak Pertambahan Nilai yang terdapat pada sistem akuntansi perusahaan dengan yang dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan Masa. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa Faktur Pajak yang belum dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Masa. Kejadian seperti ini terjadi karena pembuatan Surat Pemberitahuan Masa didasarkan pada Faktur Pajak secara fisik yang mungkin saja terselip satu dengan yang lainnya.
34
Perlakuan untuk masalah ini yaitu pertama – tama dilakukan vouching terhadap Faktur Pajak dalam masa pajak yang bersangkutan. Setelah bukti fisik Faktur Pajak yang menyebabkan selisih ditemukan, bagian keuangan menganalisa nilai dari selisih yang timbul, apakah nilai tersebut material atau tidak material. Jika angka selisih yang disebabkan oleh suatu faktur pajak bersifat material maka akan dilakukan pembetulan dengan melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang ditujukan untuk Pembetulan dengan mengisi kolom Pembetulan Ke : yang terdapat dikepala surat. Jika angka selisih yang disebabkan oleh suatu Faktur Pajak bersifat tidak material maka pihak perusahaan akan mengakui dan mencatat selisih tersebut sebagai beban sesuai dengan transaksi yang ditimbulkan. Contoh pencatatan selisih Pajak Masukan sebuah transaksi menjadi beban yaitu atas transaksi pengiriman barang menggunakan ekspedisi yang nilai uangnya tidak material sebagai berikut : Beban Ekspedisi
Rp. 8.155,-
Pajak Masukan
Rp. 8.155,-
Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Perundang – Undangan Pajak Pertambahan Nilai terbaru yaitu UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 9 ayat (9) yang menyatakan “Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.” 35
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa, Faktur Pajak Masukan, Faktur Pajak Keluaran dan data Pajak Masukan serta Pajak Keluaran yang terdapat dalam sistem akuntansi perusahaan, diketahui bahwa penyebab timbulnya selisih pada Masa Pajak Desember 2010 yaitu : o Belum dilaporkannya 4 transaksi yang telah dicatat dalam sistem akuntansi perusahaan dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010000-10-00001832 dengan nilai transaksi Rp. 17.950,-; 010-000-1000000260 dengan nilai transaksi Rp. 95.000,-; 040-000-10-00000000 dengan nilai transaksi Rp. 8.155,-; dan 040-000-10-00190975 dengan nilai transaksi Rp. 3.936,-. o Masih tertahannya 6 buah Faktur Pajak atas transaksi yang belum dilakukan pencatatan oleh bagian akuntansi, sampai saat pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Desember 2010. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak dari 6 transaksi tersebut yaitu : 1. 010-000-10-00000141 dengan nilai transaksi Rp. 84.700,2. 010-000-10-00000195 dengan nilai transaksi Rp. 84.700,3. 010-000-10-00001112 dengan nilai transaksi Rp. 337.500,4. 010-000-10-00001113 dengan nilai transaksi Rp. 252.000,5. 010-000-10-00002421 dengan nilai transaksi Rp. 108.000,6. 010-000-10-00001832 dengan nilai transaksi Rp. 32.605,-
36
6. Pelaporan masih dilakukan secara manual dengan mengantarkan secara langsung Surat Pemberitahuan kepada Kantor Pajak Pratama Madya Jakarta Selatan. Untuk lebih menghemat waktu dan tenaga, dalam rangka peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam penyampaian Surat Pemberitahuan, saat ini Direktorat Jenderal Pajak telah membuat program yang dapat digunakan oleh para wajib pajak untuk menyampaikan Laporan Perpajakan yang harus dilaporkannya melalui jaringan internet secara online. Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik atau yang dinamakan e-Filing tersebut, dilaksanakan melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi. Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) yaitu perusahaan yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai
perusahaan
yang
dapat
menyalurkan
penyampaian
Surat
Pemberitahuan secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak. Untuk dapat melaporkan Surat Pemberitahuan Masa menggunakan fasilitas e-Filing, Pengusaha Kena Pajak harus memiliki Electronic Filing Identification Number (e-FIN) yaitu nomor identitas yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan kepada Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan e-Filing, untuk memperoleh Sertifikat Digital (digital certificate) yaitu sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, dari Direktorat Jenderal Pajak. 37
Electronic Filing Identification Number (e-FIN) akan diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan berdasarkan surat permohonan Pengusaha Kena Pajak, paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar. Permohonan dapat disetujui apabila alamat yang tercantum pada permohonan sama dengan alamat dalam database (Master File) Pengusaha Kena Pajak di Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang sudah mendapatkan Electronic Filing Identification Number (e-FIN) harus mendaftarkan diri melalui website pada satu atau beberapa Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Setelah mendaftarkan diri, Wajib Pajak akan memperoleh Sertifikat Digital dari Direktorat Jenderal Pajak melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dimana Pengusaha Kena Pajak mendaftarkan diri. Sertifikat Digital yang diperoleh, seterusnya akan digunakan sebagai alat yang berfungsi sebagai pengaman data Wajib Pajak dalam setiap proses penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-Filing) melalui suatu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) ke Direktorat Jenderal Pajak. Setelah
Pengusaha
Kena
Pajak
memperoleh
Electronic
Filing
Identification Number (e-FIN) dan Sertifikat Digital maka Pengusaha Kena Pajak sudah dapat melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak perusahaan dengan menggunakan fasilitas e-Filing.
38
Menurut penulis, apabila fasilitas tersebut digunakan oleh perusahaan, maka akan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan dan meminimalkan resiko yang mungkin timbul apabila pelaporan pajak dilakukan secara manual. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada staf pajak perusahaan untuk mendaftarkan perusahaan agar dapat menggunakan fasilitas e-Filing ini. 7.
Terdapat transaksi yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, seperti misalnya pada transaksi penyerahan jasa listrik kepada perusahaan Minyak & Gas yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut oleh Perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Wajib Pungut.
39