Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi ….
ISSN 2303-1174
EVALUASI PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT. METRO BATAVIA Oleh: Steffi Desanly Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:
[email protected] ABSTRAK Begitu pesatnya perkembangan ekonomi saat ini, masuknya investor mendorong lajunya pembangunan disegala bidang khususnya pembangunan ekonomi di daerah Sulawesi Utara. Pajak merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. PT. Metro Batavia yang merupakan objek dari penelitian ini termasuk perusahaan jasa yang bergerak dibidang usaha penerbangan penumpang pesawat terbang. Tujuan penelitian ini untuk melihat apakah PT. Metro Batavia telah menerapkan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009? Metode yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif yaitu suatu metode pembahasan permasalahan yang sifatnya menguraikan, menggambarkan keadaan perusahaan, serta membandingkan antara teori dan praktek yang ada, dan membuat kesimpulan akhir dan saran-saran mengenai hasil dari evaluasi Penerapan PPN pada perusahaan. Hasil dari penelitian pada PT. Metro Batavia menunjukan bahwa perusahaan tersebut telah memberlakukan tarif pajak pertambahan nilai sesuai dengan tarif dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 yaitu sebesar 10%. Yang menjadi dasar perhitungan PPN pada PT. Metro Batavia yaitu fares penerbangan. Laba atau rugi perusahaan nantinya dapat dihitung jika kita menghitung total fare (pendapatan jasa perusahaan) pada suatu rute penerbangan kemudian dikurangi dengan biaya operasional yang dikeluarkan, barulah kita mengetahui laba atau rugi perusahaan. Kata kunci: evaluasi akuntansi pajak pertambahan nilai
ABSTRACT Such rapid economic development today, investor contributions push the speed of development in all economic development fields specifically in the North Sulawesi area. Tax is one of the factors that influences the determination of the Regional Budget. PT. Metro Batavia, a former airline company, is the object of this study. The purpose of this study is to see if PT. Metro Batavia has implemented Value Added Tax Accounting in accordance with Law no. 42 Year 2009. The descriptive analysis method was used for this study. This method is a method of discussing intricate issues, describing the state of the company, drawing a comparison between theory and practice, and making final conclusions and recommendations based on results of the evaluation application of VAT from the company. Research results at PT. Metro Batavia show that the company has introduced the value added tax rate in accordance with Law. 42 of 2009 at the rate of 10%. Flight fares are the basis for the calculation of VAT on PT. Metro Batavia. To show the profit or loss of the company, we calculate the total fare (enterprise service revenues) on a flight route and subtract the amount of the total operational costs incurred. Keywords: evaluation of value added tax accounting
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
169
ISSN 2303-1174
Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi…. PENDAHULUAN
Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan Program Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan pembangunan disegala bidang maka hal tersebut tidak lepas dari dana yang cukup besar. Adapun pajak merupakan salah satu sumber dana untuk melaksanakan pembangunan di Indonesia, itu sebabnya pemerintah mengeluarkan undang-undang khusus yang berkaitan dengan perpajakan di Indonesia agar dapat dijadikan acuan dalam penerapan pajak. Masalah pajak adalah masalah beban yang harus dibayar oleh masyarakat wajib pajak dan merupakan hak pemerintah untuk memungutnya. Walaupun kewajiban membayar merupakan suatu kewajaran bagi masyarakat wajib pajak, namun tuntutannya tetap pada adanya keadilan, baik bagi perundang-undangannya maupun pada pelaksanaan pemungutannya. Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu bentuk pajak yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia. Pajak Pertambahan Nilai bersifat non kumulatif karena mekanisme pemungutannya dikenakan pada nilai tambah (Added Value) dari barang kena pajak dan jasa kena pajak. Diharapkan dengan sifat seperti ini akan mengurangi hasrat para Wajib Pajak untuk menghindari bahkan menyelundupkan Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi kewajibannya. Dalam hal ini perusahaan yang akan diambil yaitu PT. METRO BATAVIA. Karena perusahaan ini telah lama beroperasi sehingga penulis ingin menyelidiki apakah perusahaan ini patuh terhadap peraturanperaturan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu berdasarkan UU PPN No. 42 Tahun 2009 atau sebaliknya. Beberapa fungsi pajak menurut Suandy (2011:14): 1. Fungsi Penerimaan (budgeter) 2. Fungsi Mengatur (regulator) 3. Fungsi Stabilitas 4. Fungsi Redistribusi 5. Fungsi Demokrasi Menurut Muljono (2010:2), mendefinisikan akuntansi pajak adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan, yang mengacu pada peraturan, perundang-undangan, dan aturan pelaksanaan perpajakan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengevaluasi Pajak Pertambahan Nilai yang ada di PT. Metro Batavia.
TINJAUAN PUSTAKA Perpajakan Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Widyaningsih (2011:2-3), mendefinisikan pajak adalah sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Mardiasmo (2011: 8), Pajak adalah iuran kepada negara (yang sifatnya dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Waluyo (2009: 2), Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kotraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan,dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Surat Pemberitahuan (SPT) Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
170
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
ISSN 2303-1174
Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi ….
Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Surat Ketetapan Pajak Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Faktur Pajak Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP karena penyerahan BKP/JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. PKP yang melakukan penyerahan BKP wajib memungut PPN dari konsumennya. Objek PPN dan PPnBM Objek PPN adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan suatu JKP atau BKP dapat dikonsumsi di dalam negeri, seperti: a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP); b. Impor BKP; c. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh PKP; d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di daerah pabean; e. Pemanfaatan JKP dari luar pabean di dalam daerah pabean; f. Ekspor BKP oleh PKP. Subjek Pajak Subjek pajak terdiri atas: a. Badan; sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/D dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan organisasi massa, dan bentuk badan lainnya. b. Pengusaha; orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. c. Pengusaha Kena Pajak; pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan (KMK-571/KMK.03/2003), kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. d. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; bendaharawan pemerintah dan KPKN yang ditunjuk oleh menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada bendaharawan pemerintah. Pajak Petambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai Sebagai Pengganti Pajak Penjualan Di Indonesia sebelum adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penjualan (PPn) untuk pertama kalinya diperkenalkan pada tahun 1950, kemudian dikukuhkan dalam bentuk Undang-Undang pada tahun 1951 dengan nama UU PPn 1951. Dalam pelaksanaannya ternyata Pajak Penjualan ini mempunyai banyak kekurangan yang mengakibatkan jenis pajak ini menjadi tidak efektif dan tidak produktif. Ketidakefektifan jenis pajak ini karena PPn 1951 mengakibatkan beban Pajak Berganda dan bentuk peraturannya yang rumit. Proses penggantian ini merupakan salah satu rangkaian perobakan sistem Perpajakan Nasioanal yang dikenal sebagai “Tax Reform 1983”. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan peranan Pajak Penjualan (PPn) di Indonesia, karena PPN memiliki beberapa karakter positif yang tidak dimiliki oleh PPn. Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
171
ISSN 2303-1174
Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi….
Definisi Pajak Pertamabahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN.(Widyaningsih 2011). Sukardji (2009: 10), mendefinisikan nilai tambah adalah penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam rangka proses produksi atau distribusi barang atau jasa. Jadi nilai tambah tidak semata-mata dihasilkan dari perubahan bentuk atau sifat suatu barang dalam kegiatan produksi. Suhartono & Ilyas (2010:315), mendefinisikan pertambahan nilai yaitu jumlah antara biaya yang dikeluarkan dan tingkat laba yang diharapkan dalam suatu proses produksi. Ciri-ciri yang terdapat pada pajak (Barata 2011:23) adalah sebagai berikut: 1. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena didasarkan pada undang-undang. 2. Pihak yang membayar pajak tidak mendapat kontra prestasi langsung. 3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, dimana jika terjadi kelebihan (surplus) maka akan dipergunakan untuk membiayai public investment. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Menurut Mardiasmo (2011: 273) 1. untuk PPN Barang adalah harga jual; 2. untuk PPN Jasa adalah penggantian; 3. untuk PPN Impor adalah Nilai Impor; 4. untuk PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar negeri adalah jumlah yang dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKPTB atau JKP; 5. untuk PPN atas pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, penyerahan media rekamansuara/gambar, penyerahan film, persediaan BKP tersisa (likuidasi), aktiva yang tujuan semula tidak untuk dijual dan Jasa Pengiriman Paket, adalah Nilai Lain; 6. untuk PPN Ekspor adalah Nilai Ekspor. Karakteristik PPN & PPnBM Karakteristik dan jiwa PPN adalah: 1. Merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pada setiap mata rantai jalur 2. Bersifat netral dan diharapkan tidak menimbulkan efek pajak berganda; 3. Merupakan pajak konsumsi di dalam negeri; 4. Merupakan pajak objektif; dan 5. Mekanisme yang diharapkan sederhana dengan menggunakan tarif tunggal.
perusahaan;
Tarif Pajak UU PPnBM dan PPN 2009 menentukan bahwa tarif pajak yang ditetapkan adalah proposional, atau sebanding dengan tingkat dasar perhitungannya. Besarnya tarif tunggal yaitu 10% kecuali atas ekspor barang diterapkan tarif 0%. (Mardiasmo 2011:9-10) Mekanisme Pemungutan PPN Menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Sebelum Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikonsumsi pada tingkat konsumen, Pajak Pertambahan Nilai telah dipungut pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Pemungutan pada setiap tingkat ini tidak menimbulkan efek ganda oleh karena itu, beban pajak oleh konsumen besarnya tetap sama tidak terpengaruh oleh panjang atau pendeknya jalur produksi atau jalur distribusi. Objek PPN adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan suatu JKP atau BKP dapat dikonsumsi di dalam negeri menurut Purnomo (2012:20), seperti: a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP); b. Impor BKP; c. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh PKP; d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di daerah pabean; e. Pemanfaatan JKP dari luar pabean di dalam daerah pabean; f. Ekspor BKP oleh PKP. 172
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
ISSN 2303-1174
Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi ….
Mengkreditkan Pajak Masukan Contoh Menghitung Akuntansi PPN untuk Pembelian: Pada tanggal 15 Januari 2011 PT XYZ (PKP) membeli barang untuk persediaan barang daganganya dari PT UVW (PKP). Harga belinya adalah Rp50.000,- dan PPN masukan yang dibayar adalah Rp5.000,-. Jurnal akuntansinya adalah : Pembelian 50.000 PPN Masukan 5.000 Kas 55.000 Contoh Menghitung Akutansi PPN untuk Penjualan: Pada tanggal 24 Januari 2011, PT XYZ (PKP) menjual barang dagangannya dengan harga Rp200.000,-. Pajak keluaran yang dipungut adalah Rp20.000,- (10% dari Harga Jual). Untuk Jurnal akuntansi pada saat penjualan ini adalah sebagai berikut : Kas 220.000 Penjualan 200.000 PPN Keluaran 20.000 Masa Pajak untuk bulan Januari 2011: Pajak Keluaran = Rp. 20.000 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp. 5.000 -------------------Pajak yang kurang bayar = Rp. 15.000 Jurnalnya: PPN Keluaran 20.000 PPN Masukan 5.000 PPN Kurang Bayar 15.000 Pencatatan Akuntansi PPN pada saat disetor ke kas Negara yaitu: Jurnalnya: PPN yang masih harus dibayar Rp. 15.000 Kas/Bank Rp. 15.000 Dapat terjadi pula dalam suatu Masa Pajak terdapat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran. Kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diminta kembali atau dapat dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Contoh kasus: Masa Pajak Februari 2011: Pajak Keluaran = Rp2.000.000,00 Pajak Masukan yang dapatdikreditkan = Rp4.500.000,00 -/Pajak yang lebih dibayar = Rp2.500.000,00 Jurnalnya: Pajak Keluaran Rp. 2.000.000 Pajak Lebih bayar Rp. 2.500.000 Pajak Masukan Rp. 4.500.000 Pajak yang lebih dibayar tersebut dapat diminta kembali atau dapat dikompensasikan pada Masa Pajak Maret 2011. Masa Pajak Maret 2011: Pajak Keluaran = Rp3.000.000,00 Pajak Masukan yang dapatdikreditkan = Rp2.000.000,00 -/Pajak yang kurang dibayar = Rp1.000.000,00 Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak Februari 2011 = Rp2.500.000,00 -/yang dikompensasikan ke bulan Maret 2011 Pajak yang lebih dibayar = Rp1.500.000,00
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
173
ISSN 2303-1174
Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi….
Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan yaitu: 1. Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak; 2. Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 3. Pajak masukan atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. 4. Pajak masukan atas perolehan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak; 5. Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa faktur pajak sederhana; 6. Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya cacat (tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU PPN). METODE ANALISIS Jenis Data dan Sumber Data Jenis Data Indrianto (2009:96) menyatakan: 1. Data kualitatif; yaitu jenis data yang disajikan dalam bentuk uraian 2. Data kuantitatif; yaitu data-data yang disajikan dalam bentuk angka. Jenis data yang digunakan penulis yaitu jenis data kuantitaf dimana disajikan dalam bentuk angka. Sumber Data Sumber data yang digunakan (Indrianto 2009:145): 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian yakni PT. Metro Batavia. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui study dokumentasi dengan mempelajari berbagai tulisan melalui buku, internet, dan skripsi yang berhubungan dengan penelitian. Adapun metode yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, yaitu dimana peneliti memperoleh data yang ada, kemudian merumuskan dan menafsirkan data tersebut sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai perusahaan secara keseluruhan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan PT. Metro Batavia yang dikenal dengan sebutan Batavia Airlines adalah salah satu perusahaan swasta di Sulawesi Utara yang bergerak di jasa penerbangan dengan berbagai route penerbangan baik domestik maupun manca negara. PT. Metro Batavia didirikan di Jakarta pada tanggal 5 Januari 2002 oleh Yudiawan Tansari selaku Presiden Direktur. PT. Metro Batavia berkantor pusat di Jakarta dan selanjutnya membuka cabangcabangnya di beberapa di wilayah di Indonesia termasuk di Kota Manado pada tanggal 5 Juli 2002. Hasil Penelitian Pajak Pertambahan Nilai Pada Pengusaha Kena Pajak “ PT. Metro Batavia “ Biaya Perjalanan Penumpang Pesawat Terbang PT. Metro Batavia adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa penerbangan angkutan penumpang pesawat terbang, maka dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang diberlakukan pada perusahaan ini sama dengan perusahaan jasa penerbangan lainnya yaitu Fare. Fare adalah biaya dasar perjalanan yang dibebankan kepada penumpang pesawat terbang sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR) karena penggunaan jasa penerbangan penumpang pesawat pada suatu route perjalanan. Penetapan tarif fare dibagi dalam beberapa sub classes yaitu R, S, T, B, Q, L, M, H, dan class Y dimana pembagian class berdasarkan masa berlakunya tiket serta ketentuan-ketentuan lain yang menyangkut penggunaan jasa penerbangan penumpang pesawat terbang. Jadi fare merupakan pendapatan (omzet) perusahaan yang digunakan untuk menghitng laba / rugi perusahaan dengan cara mengurangi fare dengan biaya-biaya operasional jasa penerbangan. Adapun biaya-biaya operasional perusahaan jasa penerbangan adalah: 174
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
ISSN 2303-1174 Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi …. a. Biaya Tetap Yaitu terdiri dari biaya Ground Handling, biaya sewa kantor di bandara, biaya parkir pesawat, biaya pendaratan pesawat, biaya gaji karyawan (pusat, District, pilot, dan pramugari) b. Biaya Variabel Yaitu terdiri dari biaya makan penumpang pesawat (catering), biaya sewa check-in counter, biaya sewa Boarding Lounge, biaya pelayanan jasa penerbangan (PJP), garbarata, biaya perawatan (mis: pengecatan, spare part, dan lain-lain). Dasar Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai pada Perusahaan Jasa Penerbangan PT. Metro Batavia Penghitungan dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada perusahaan jasa penerbangan PT. Batavia adalah: Penerapan tarif class R untuk route Manado – Jakarta atau Jakarta – Manado : Fare = Rp 890.818 PPN (10% x Rp = Rp 89.082 Harga tiket setelah PPN = Rp 979.900 Iuran Wajib Jasa Raharja (asuransi kecelakaan) = Rp 5.000 Service Fee = Rp 5.500 Harga penjualan (pax payment) = Rp 990.400
Metro
Penerpan tarif class S untuk route Manado – Jakarta atau Jakarta – Manado : Fare = Rp 990.818 PPN (10% x Rp = Rp 99.082 Harga tiket setelah PPN = Rp 1.090.800 Iuran Wajib Jasa Raharja (asuransi kecelakaan) = Rp 5.000 Service Fee = Rp 5.500 Harga penjualan (pax payment) = Rp 1.101.300 Penerpan tarif class T untuk route Manado – Jakarta atau Jakarta – Manado : Fare = Rp 1.200.400 PPN (10% x Rp = Rp 120.040 Harga tiket setelah PPN = Rp 1.320.440 Iuran Wajib Jasa Raharja (asuransi kecelakaan) = Rp 5.000 Service Fee = Rp 5.500 Harga penjualan (pax payment) = Rp 1.330.940 Pencatatan PPN Yang Dapat Dikreditkan Sesuai dengan bidang usahanya, PT. Metro Batavia yang bergerak dibidang jasa penerbangan penumpang pesawat terbang maka pencatatan akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan ini adalah pencatatan akuntansi untuk kategori perusahaan jasa dengan menggunakan sistem pisik. Biaya-biaya yang mempengaruhi besarnya PPN masukan yaitu: a. Biaya Catering b. Biaya Fasilitas Airport yaitu: 1. Sewa kantor di bandara 2. Garbarata 3. Biaya pendaratan pesawat (Landing Airplane Cost) 4. Biaya parkir pesawat (parking airplane cost) c. Ground Handling 1. Water Service 2. Push Back Care
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
175
ISSN 2303-1174 Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi…. Adapun pencatatan akuntansi yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai masukan pada PT. Metro Batavia adalah sebagai berikut: Pada bulan januari tahun 2011 PT. Metro Batavia membayar Catering sebesar Rp. 50.000.000 + PPN 10% (5.000.000) dari PT. Gatraco. Jurnal untuk mencatat transaksi di atas adalah sebagai berikut: Biaya Catering Rp. 50.000.000 PPN masukan Rp. 5.000.000 Kas Rp. 55.000.000 Pada bulan januari 2011 PT. Metro Batavia membayar Ground Handling sebesar Rp. 45.000.000 + PPN 10% (Rp. 4.500.000) dari PT. Gapura. Jurnal untuk mencatat transaksi di atas adalah sebagai berikut: Biaya Ground Handling Rp. 45.000.000 PPN masukan Rp. 4.500.000 Kas Rp. 49.500.000 Pencatatan Pendapatan Jasa Dan PPN Terutang Adapun pencatatan akuntansi yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai Keluaran pada PT. Metro Batavia adalah sebagai berikut: Untuk Route Manado – Jakarta Booking Class :R Route : MDC - JKT Pax : ADL & CHD (penumpang usia >=2 tahun) Fare : Rp 890.818 PPN 10% : Rp 89.092 IWJR : Rp 5.000 Service Fee : Rp 5.500 Pax Paid : Rp 990.400 Jurnalnya : Kas 990.400 Pendapatan jasa 890.818 PPN keluaran 89.082 Hutang IWJR 5.000 Service Fee 5.500
176
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi ….
ISSN 2303-1174 4.1.1.
Pencatatan Akuntansi Pada Saat PPN Disetor Ke Kas Negara Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai PT.Metro Batavia
No
Masa
Tgl Lapor
SPT
Omzet
PK
PM
Nilai Rp
1.
2011-1
2/15/2011
1111
1.800.000.000
180.000.000
165.000.000
2.
2011-2
3/16/2011
1111
1.730.000.000
173.000.000
163.000.000
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
2011-3 2011-4 2011-5 2011-6 2011-7 2011-8 2011-9 2011-10 2011-11 2011-12
4/19/2011 5/20/2011 7/18/2011 9/19/2011 11/19/2011 9/19/2012 9/20/2012 9/20/2012 9/20/2012 9/20/2012
1111 1111 1111 1111 1111 1111 1111 1111 1111 1111
1.750.000.000 1.648.000.000 1.630.000.000 1.700.000.000 1.810.000.000 1.750.000.000 1.855.000.000 1.665.000.000 1.705.000.000 1.750.000.000 20.793.000.000
175.000.000 164.800.000 163.000.000 170.000.000 181.000.000 175.000.000 185.500.000 166.500.000 170.500.000 175.000.000 2.079.300.000
170.000.000 172.000.000 164.000.000 163.050.000 162.000.000 164.500.000 168.300.000 168.000.000 165.250.000 165.700.000 1.990.800.000
15.000.000 10.000.00 0 5.000.000 -7.200.000 -1.000.000 5.950.000 19.000.000 10.500.000 17.200.000 -1.500.000 3.750.000 9.300.000
Tgl SSP 2/12/2011 3/14/2011 4/14/2011 7/9/2011 8/8/2011 9/10/2011 10/10/2011 12/9/2011 1/10/2012
Sumber: PT. Metro Batavia Pembahasan Evaluasi Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Metro
Batavia
Dari rincian pada tabel 4.1 dimana jumlah omzet PT. Metro Batavia pada tahun 2011 yang terdiri dari 12 (dua belas) bulan adalah sebesar Rp. 20.793.000.000. pajak keluaran yang dilaporkan PT. Metro Batavia sebesar Rp. 2.079.300.000, sedangkan untuk Pajak Masukan yang dilaporkan PT. Metro Batavia yaitu sebesar Rp. 1.990.800.000. Bulan Desember: PPN Keluaran Rp.175.000.000 PPN Masukan Rp.165.700.000 PPN yang masih harus dibayar Rp. 9.300.000 Pada saat disetor ke kas negara: PPN yang masih harus dibayar Rp. 9.300.000 Kas/ Bank Rp. 9.300.000 PT. Metro Batavia dalam penerapan Pajak Pertambahan Nilai memberlakukan tarif pajak sebesar 10% sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 42 Tahun 2009. Dalam melakukan pelaporan perhitungan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak tertentu, PT. Metro Batavia menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111 berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009. Penyetoran ke kas negara dilakukan paling lambat diakhir bulan berikutnya. Sedangkan untuk kelebihan bayarnya dikompensasikan ke bulan berikutnya atau sesuai dengan bulan tertentu yang dimaksud oleh perusahaan. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada Pengusaha Kena Pajak PT. Metro Batavia yaitu didasarkan pada harga Fare. Dimana harga fare ini digunakan untuk menghitung pendapatan jasa perusahaan yang kemudian akan dikurangi dengan biaya-biaya operasional dimana untuk menentukan laba atau rugi perusahaan. Terdapat kelemahan-kelemahan dalam perhitungan pajak pertambahan nilai pada PT. Metro Batavia yaitu dalam pemberlakuan harga fare, dimana sangatlah sulit dalam menentukan jumlah harga pada setiap elemen-elemen yang mempengaruhi penetapan harga fare oleh perusahaan dalam hal ini biaya-biaya operasional dan laba yang diharapkan seperti yang bisa diterapkan oleh perusahaan industri untuk setiap satu unit produk yang dijual. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Metro Batavia, penulis melihat bahwa semua pencatatan akuntansi untuk PPN sudah berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009.
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178
177
ISSN 2303-1174
Steffi Desanly, Evaluasi Penerapan Akuntansi…. PENUTUP
Kesimpulan Penerapan Tarif Pajak Pertambahan Nilai pada Pengusaha Kena Pajak “PT. Metro Batavia” sudah sesuai Undang- Undang No. 42 Tahun 2009 yang dijadikan tolak ukur penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia. Tarif yang diterapkan oleh PT. Metro Batavia adalah sebesar 10% dari harga Fare yang dijadikan dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dan Dalam melakukan pelaporan perhitungan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak tertentu, PT. Metro Batavia menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111 berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009. Dimana jika ada kelebihan bayar, maka dikompensasikan ke bulan berikutnya atau sesuai dengan bulan tertentu yang dimaksud oleh perusahaan. Saran Saran yang dapat diberikan dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan harus lebih banyak memberikan promosi-promosi dalam meningkatkan penjualan tiket, sehingga laba yang diperoleh semakin tinggi. Contohnya mengiklankan di koran atau radio atau media komunikasi lainnya. Dan tentunya pelayanan dan tingkat keamanannya juga harus lebih ditingkatkan sehingga pendapatannya juga boleh stabil atau meningkat dari bulan ke bulan dan tahun ke tahun. 2. Dan juga bagi perusahaan supaya boleh mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang sesuai dengan UU perpajakan yang berlaku, sehingga bagi perusahaan secara komprensif boleh menjadi tolak ukur dalam hal kepatuhan pembayaran pajak. Dengan demikian PT. Metro Batavia akan sangat membantu pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 3. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dalam hal proses pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang sesuai dengan UU perpajakan dan juga dari penelitian ini boleh menjadi acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Barata. 2011. Pajak Penghasilan. Jakarta. Visimedia. Indrianto, Supono. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen. Yogyakarta. BPFE. Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta. Andi. Muljono. Djoko. 2010. Panduan Brevet Pajak dan Ketentuan umum Perpajakan. Yogykarta. Andi. Purnomo, J. 2012. Perpajakan Jasa Konstruksi dan Implementasi. Yogyakarta. Gava Media. Suandy, E. 2011. Perencanaan Pajak. Jakarta. Salemba Empat. Suhartono, Rudi dan Ilyas, Wirawan B. 2010. Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta. Salemba Empat. Sukardji, Untung. 2009. Pokok Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada.
Undang-Undang RI No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang No.8 Tahun tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah.
1983
Waluyo. 2009. Perpajakan Indonesia. Jakarta. Salemba Empat. Widyaningsih, Aristanti. 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan. Bandung. Alfabeta.
178
Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 169-178