BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat SMA Se-Kota Gorontalo Obyek penelitian ini terfokus pada empat sekolah yaitu: SMA Negeri 1 Gorontalo, SMA Negeri 2 Gorontalo, SMA Negeri 3 Gorontalo dan SMA Negeri 4 Gorontalo. SMA Negeri 1 Gorontalo pada awalnya merupakan salah satu sekolah setingkat atau sederajat dengan SMP pada jaman Belanda (MULO) kemudian beralih sebagai sekolah menengah atas atau pada jaman Belanda di sebut (AMS) dan pada tanggal 1 agustus 1951 diresmikan menjadi Sekolah menengah Atas (SMA) Negeri 1 Gorontalo. Sejak pertama kali berdiri hingga di resmikan sebagai Sekolah menengah Atas tidak pernah mengalami perubahan tempat. SMA Negeri 1 tepat berdiri di tengah-tengah kota Gorontalo atau tepatnya di jalan M.H Thamrin Nomor 8 Kecamatan Ipilo Kota Gorontalo. Sekolah SMA Negeri 1 Gorontalo merupakan sekolah menengah atas tertua di Gorontalo. Sejak pertama kali beridiri hingga sekarang SMA Negeri 1 telah mengalami pergantian kepemimpinan sebanyak 13 (tiga belas) kali. Pertama kali hingga resmi menjadi SMA Negeri dari tahun 1951 sampai 1754 di pimpin oleh D.W. Eysendring, berkebangsaan Belanda. Pergantian kepemimpinan terus berlangsung dan pada tahun 2010 hingga sekarang SMA Negeri 1 Gorontalo
1
dipimpin oleh Syaiful Kadir, S.Pd., M.Pd (kepala sekolah). Sekolah ini di bangun diatas tanah seluas 8328 m2 dengan luas bangunan lantai bawah 5465 m2 dengan status baik tanah maupun bangunan miliki sendiri. Awal mula berdirinya SMA Negeri 2 Gorontalo untuk menanggulangi kesulitan masyarakat dalam melanjutkan pendidikan anak-anaknya ketingkat sekolah menengah atas. Di tengah-tengah kesulitan ini pemerintah Kecamatan dan tokoh-tokoh masyarakat memiliki sebuah inisiatif untuk mendirikan Sekolah lanjutan atas. Pada bulan agustus 1983 pemerintah kecamatan dan tokoh-tokoh masyarakat kemudian membentuk panitia yang dikenal dengan nama panitia pendiri sekolah dalam hal ini SMA Negeri 2 Gorontalo. Hasil
rapat
yang
diajukan,
setelah
dipelajari,
ditelaah
serta
dipertimbangkan oleh pemerintah kemudian mendapat pesetujuan yang ditandai dengan pengukuhan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan nomor 0558/0/1984 tanggal 20 november 1984, dan berlaku surat terhitung mulai tanggal 1 juni 1984 tentang pembukaan SMA negeri 2 gorontalo. SMA negeri 2 berlokasi di jalan Prasetya kelurahan Buladu Kecamatan kota Barat kotamadya Gorontalo, yang didirikan diatas tanah seluas 25.000 m2. Status tanah Milik Negara. Di tengah-tengah penantian pembangunan sekolah, pada tahun 1984/1985 membuka penerimaan siswa baru (angkatan pertama) walaupun masih satu atap dengan SMP Negeri Gorontalo (sekarang SMA negeri 3 gorontalo). Selang waktu yang tidak lama tepatnya tanggal 24 April 1985 gedung baru SMA Negeri 2
2
Gorontalo resmi dubuka walaupun dengan kondisi yang serba minim dengan jumlah ruangan 3 lokal dan tenaga pengajar 11 orang. Dengan fasilitas yang minim dan jumlah siswa yang tidak sebanding dengan ruangan kelas maka lahirlah satu kebijakan dengan membagi unit belajar manjadi 2 yakni pagi dan siang hari. Di dalam perjalanan sejarahnya SMA Negeri 2 Gorontalo telah mengalami pergantian pemimpin (kepala sekolah). Sejak tahun 1985-1990 dipimpin oleh Hainim Dai BA, tahun 1990-1993 dipimpin oleh Drs. Gias Nono, pada tahun 1993-1995 jabatan kepala sekolah dipimpin oleh Kasim Mohune BA. Dari tahun 1995-1998 dipimpin oleh Drs. H. Rulan Doda S.Pd. Dari tahun 1998- 2001 dipimpin oleh Drs. Rusli Mohune, dari tahun 2001-2003 kepala sekolah dipimpin oleh Drs. H. Sumarwoto Msc. Dari tahun 2003-2008 kepala sekolah dipimpin kembali oleh Drs. Rusli Mohune, dari tahun 2008-2010 kepala sekolahnya Drs. Abd. Rahman Deu, MP.d. dari tahun 2010 sampai sekarang jabatan kepala sekolah dipercayakan kepada H. Hasan T. Aja, S.Ag, M.HI.
SMAN Negeri 3 Gorontalo didirikan pada tahun 1975 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repiblik Indonesia No. 0258/0/1975 tentang Pembukaan Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan di Gorontalo Provinsi Daerah Tingkat 1 Sulawesi Utara.
Pada awal berdirinya, SMA Negeri 3 Gorontalo bernama Sekolah Menengah Pembangunan (SMPP). Sekolah ini didirikan untuk menampung animo masyarakat Gorontalo yang sangat besar untuk melanjutkan pendidikan yang
3
lebih tinggi setelah tamat SMP. Sementara sekolah umum tingakat menengah atas yang ada di daerah Gorontalo pada saat itu baru SMA Negeri Gorontalo ditambah dengan SMEA, SPG dan SGO. Ini menjadi suatu bukti kongkrit ketika SMPP dibuka pada tahun ajaran 1975/1976 dibawah pimpinan kepala sekolah Ha. Ning Podungge Niode, saat itu jumlah siswa yang mendaftar mencapai 300 orang, angka yang cukup besar untuk sekolah baru.
Memasuki tahun 1980 jumlah siswa SMPP Gorontalo mencapai angka ribuan. Seiring dengan berubahnya paradigma pendidikan di Indonesia maka pada tahun 1985 SMPP Negeri Gorontalo dirubah menjadi SMA Neger 3 Gorontalo dan perubahan ini terus melambungkan nama SMA Negeri 3 Gorontalo hingga menjadi salah satu sekolah favorit di Kota Gorontalo. SMA Negeri 3 Gorontalo banyak meraih prestasi diberbagai bidang hingga pada tahun 2007 SMA Negeri 3 Gorontalo diberi kepercayaaan oleh pemerintah pusat untuk menjadi salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di Provinsi Gorontalo.
Keberhasilan itu, selain dikarenakan dukungan dari segenap warga dan stockholder didalamnya, tentunya juga tidak pernah terlepas dari investasi dan jasa seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan amanah. Berikut nama-nama yang pernah memimpin SMANTIG dalam mencapai masa keemasannya. Pada tahun 1975 – 1976 di pimpin oleh Ha. Ning Podungge Niode, Drs. Abdul Hamid Dunggio 1976 – 1988, Drs. Irvan Mbuinga 1988 – 1990, Drs. Arifin Wungguli 1990 – 1992, Drs. Gias Radjak Nono 1992 – 1995, Kasim Mohune, BA 1 Januari – 31 Mei 1995, Dra. Ha. Rusny Lipoeto 1 Juni 1995 – 30 April 2002, Drs. H.
4
Alwin Pakaja, M.Pd 2002 – 2008, Ha. Hanum Hulukati, M.pd 2003 – 2008, Hi. Abram A.M Badu, M.Pd 2008 – 2011 dan Ha. Hanum Hulukati, M.Pd 2011 – Sekarang.
SMA Negeri 4 Gorontalo merupakan sekolah pengalihan dari Sekolah Dasar Kota Utara. Hal tersebut terlaksana dikarenakan Sekolah Menengah Negeri di Kota Gorontalo sangat dibutuhkan untuk peningkatan kualitas dan kuatitas pendidikan, khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas. Oleh sebab itu, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kota Utara di alihkan fungsinya menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Gorontalo. Secara Geografis SMA Negeri 4 Gorontalo terletak di sebelah Utara Pusat Kota Gorontalo, tepatnya di Kelurahan Wongkaditi Jalan Brigjen Piola Isa Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo. Lingkungan SMA Negeri 4 Gorontalo yang kondusif dan jauh dari kebisingan kesibukan kota merupakan salah satu prasyarat pelaksanaan pembelajaran. Selain itu, daerah persawahan dan perkantoran pemerintah yang terdapat di lingkungan sekolah menjadi pendukung program-program keunggulan lokal dan peningkatan mutu pendidikan. Pada Tahun 2002 SMA Negeri 4 Gorontalo dioperasikan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kota Gorontalo. Siswa sebagai peserta didik berasal dari SMA Negeri 3 Gorontalo berjumlah 14 orang yang dititipkan untuk dididik, dibina dan dibelajarkan sehingga menjadi siswa yang berkualitas. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan di SMA Negeri 4 Gorontalo pada tahun 2002 sebanyak 8 orang. Kepala sekolah yang menjabat adalah Hj. Hanny Tanua M.Pd
5
(2002-2006). Pada masa jabatan beliau tepatnya pada tahun 2004 SMA Negeri 4 Gorontalo melaksanakan KBK mandiri, yg merupakan satu-satunya sekolah di Kota Gorontalo yang secara mandiri melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jumlah siswa pada akhir jabatan beliau meningkat tajam mencapai 324 orang dengan 9 rombongan belajar. Tahun 2006 SMA Negeri 4 Gorontalo pada masa kepemimpinan Hi. Abram Badu M.Pd diverifikasi menjadi RSKM dengan syarat utama adalah pelaksanaan KBK. Tahun 2007 ditetapkan menjadi rintisan sekolah kategori mandiri oleh direktorat pembinaan SMA. Pada tahun 2009 SMA Negeri 4 Gorontalo diverifikasi menjadi calon sekolah model SKM-PBKL-PSB. Hj. Hanum Hulukati M.Pd sebagai kepala sekolah melakukan pembenahan pada berbagai kegiatan untuk mendukung program tersebut sehingga pada tahun 2010 SMA Negeri 4 Gorontalo ditetapkan menjadi Sekolah Model SKM-PSB dengan tujuan utama programnya adalah pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) Tahun 2011 pucuk pimpinan SMA Negeri 4 Gorontalo diserahkan kepada bapak Samsudin Hunou, M.Pd untuk melajutkan program sekolah model dengan tujuan yang sama. 4.1.2 Keadaan Guru SMA Se-Kota Gorontalo Keadaan guru dalam pendidikan menjadi penentu dalam perkembangan ilmu pengtahuan dan teknologi. Keadaan guru juga merupakan penentu dalam rangka peningkatan daya serap siswa. Berdasarkan data yang diperoleh di SMA Negeri 1 Gorontalo terdapat 84 tenaga pengajar yang terdiri dari 83 guru tetap dan 1 guru honor. Jumlah guru yang terdapat di SMA Negeri 1 Gorontalo terbilang
6
cukup banyak, terbagi dalam beberapa konsentarasi pelajaran. Jumlah tenaga pengajar untuk mata pelajaran sejarah sebanyak 4 orang, satu diantaranya adalah lulusan magiter dan 3 orang lainnya adalah sarjana. Keadaan guru SMA Negeri 2 Gorontalo dengan jumlah personil sekolah sebanyak 65 orang, terdiri atas guru 51 orang dan tata usaha sebanyak 13 orang dan 1 orang tenaga bantu. Jumlah diatas terbagi dalam strata pendidikan pasca sarjana sebanyak 4 orang, Sarjana S1 sebanyak 40 orang semuanya sebagai guru tetap dan 1 orang guru tidak tetap. Jumlah tenaga pengajar yang terdapat pada SMA Negeri 3 Gorontalo sebanyak 80 orang terdiri dari 76 guru tetap dan 4 orang guru tidak tetap. Jumlah 80 tenaga pengajar dengan klasifikasi pendidikan terakhir sebagai berikut: S3 1 orang, S2 9 orang dan S1 70 orang klasifikasi ini tersebar di berbagai bidang studi. Sekolah yang bisa dikatakan tergolong baru dari ketiga sekolah diatas SMA Negeri 4 Gorontalo dapat memiliki guru sebanyak 42 orang dengan status pendidikan yang berbeda-beda mulai dari S1 sebanyak 36 orang, terdiri dari 15 guru laki-laki dan 21 guru perempuan, dan S2 sebanyak 6 orang terdiri dari 4 guru laki-laki dan 2 guru perempuan. Berdasarkan jumlah guru yang ada, semunya tersebar pada berbagai mata pelajaran, tenaga pengajar sejarah terbatas dan hanya 1 tenaga pengajar.
7
4.1.3 Keadaan Siswa SMA Se-Kota Gorontalo Siswa merupakan elemen dalam proses belajar mengajar tanpa siswa guru tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai tenaga pengajar. Keadaan siswa di SMA se-Kota Gorontalo dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel I. Keadaan siswa SMA Negeri 1 Gorontalo No. 1.
Jenis
Kela
Kelamin
sX
Kelas XI
Kelas XII
BHS
IPA
IPS
AGAMA
JML
BHS
IPA
IPS
AGAMA
JML
Laki-Laki
109
-
69
48
-
117
-
57
70
-
127
Perempuan
194
-
109
40
-
149
-
126
57
-
183
Total
303
-
178 88
-
266
-
183
127 -
310
Keterangan : Jumlah peserta didik secara keseluruhan adalah sebanyak 879 orang. Sumber : Tata usaha (Laporan Keadaan Sekolah Bulan April 2012/2013) SMA Negeri 1 Gorontalo.
Tabel II. Keadaan siswa SMA Negeri 2 Gorontalo. Kelas Rombongan Belajar
X 9
XI
XI
XI
XII
XII
XII
IPA
IPS
BHS
IPA
IPS
BHS
3
5
1
3
5
1
Keterangan : Jumlah peserta didik pada tahun 2011/2012 sebanyak 945 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar kelas merata. Sumber : Tata usaha SMA Negeri 2 Gorontalo.
8
Tabel III. Keadaan siswa SMA Negeri 3 Gorontalo.
Kelas
Jumlah Siswa
Jumlah Rombel
X XI IPA XI IPS XI Bahasa XII IPA XII IPS XII Bahasa Jumlah
196 212 87 229 60 784
8 7 3 8 3 29
Jumlah Siswa Per Rombel 24 30 29 28 20 -
Sumber : Tata Usaha (Data Jumlah Siswa dan Rombongan Belajar TP 2011-2012) SMA Negeri 3 Gorontalo.
Tabel IV. Keadaan siswa SMA Negeri 4 Gorontalo N0. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kelas X XI.IPA XI.IPS XII.IPA XII.IPS XII.IB Jumlah
Siswa Menurut Jenis Kelammin L P Jlh 99 109 208 11 43 54 59 78 137 15 48 63 39 55 94 12 12 24 235 345 580
Sumber : TU Laporan Keadaan Sokolah Pada Bulan Maret 2013 T.P 2012-2013
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Proses Pembelajaran SMA Se-Kota Gorontalo Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Wirdawaty Hasan S.Pd dan Ibu Yulia Mustapa S.Pd pada (senin 13 Mei 2013) bahwa Kemampuan guru dalam mengoptimalkan daya serap siswa terdapat perbedaan antara kelas IPS dan kelas IPA. Namun rata-rata Siswa SMA Negeri 1 Gorontalo lebih suka dengan model
9
pembelajaran diskusi dan tanya jawab pada mata pelajaran sejarah. Artinya bahwa masih banyak siswa SMA Negeri 1 Gorontalo yang memiliki kemauan untuk belajar sejarah. Pemahaman siswa terhadap mata pelajaran sejarah korelasi dengan kemampuan guru dalam menjelaskan dengan menggunakan contoh-contoh yang kontentekstual misalnya kondisi politik di kota Gorontalo. Kreatifitas guru dalam meningkatkan daya serap siswa dapat di sesuaikan dengan kondisi siswa pada saat berlangsungnya proses belejar mengajar. Hal ini lakukan karena dalam menjelaskan mata pelajaran sejarah yang memiliki cakupan cukup luas. Sehingga terkadang tidak di sesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sumber hasil wawancara dengan Ibu Yulia Mustapa S.Pd pada (senin 13 Mei 2013). Model pembelajaran disesuaikan dengan materi yang di sampaikan. Artinya setiap kali pertemuan tentunya ada perbedaan materi sehingga model pada setiap pertemuan juga berubah-ubah. Hal ini dapat meminimalisir sikap bosan siswa dalam menerima materi. Model yang sering digunakan adalam diskusi dan tanya jawab dan tidak monoton pada salah satu model saja misalnya ceramah. Pengelolaan kelas menurut Ibu Wirdawaty Hasan S.Pd pada (senin 13 Mei 2013), dapat dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Sederhananya adalah mempersiapkan siswa sebelum memulai pelajaran dengan prosedur yang di tetapkan secara umum. Selanjutnya prilaku siswa dalam suatu ruangan tentu sangatlah berbeda. Kalau misalnya dikelas terdapat 20 siswa maka
10
yang juga terdapat 20 karakter yang berbeda. Nah sehingga kemampuan guru dalam hal mengatasi perbedaan ini menjadi satu prinsip. Berdasarkan hasil waawancara dengan Ibu Habiba L. Hulopi S.Pd pada (senin, 06 Mei 2013) selaku guru sejarah di SMA Negeri 2 mengatakan bahwa kemampuan guru dalam meningkatkan daya serap siswa ditentukan oleh hasil belajar siswa, jika hasil belajar siswa tinggi maka kemampuan guru juga meningkat. Jika hasil belajar siswa rendah maka kemampuan guru juga rendah. Oleh karena itu kemampuan guru berkorelasi positif dengan hasil belajar siswa. Dalam upaya peningkatan daya serap siswa sebab subtansi guru dalam pembelajaran adalah membelajarkan siswa dalam peningkatan daya serap siswa dalam pembelajaran. Pemahaman siswa terhadap pembelajaran sejarah yaitu ditentukan oleh kualitas guru dalam pengajaran jika kualitas pengajaran guru tinggi maka tentunya pemahaman siswa meningkat, begitu pun sebaliknya. Kualitas pengajaran tinggi apabila dalam pembelajaran terjadi interaksi antara siswa dengan siswa lainnya dan berinteraksi dengan sumber belajar serta, didukung oleh hasil belajar siswa yang besar. Kreatifitas guru delam meningkatkan daya serap siswa yaitu menciptakan pembelajaran efektif dan menyenangkan dengan cara: 1. Memusatkan perhatian dan konsentrasi siswa dalam pembelajaran. 2. Mendengarkan pembelajaran siswa dalam pembelajaran. 3. Mengajukan pertanyaan kepada siswa agar tetap fokus pada pembelajaran.
11
4. Menunjukkan semangat guru dalam mengajar. 5. Pemberian materi yang efektif dan menyenangkan 6. Melakukan pendekatan secara persuasif terhadap siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata. Model pembelajaran yang di gunakan guru adalah model pembelajaran kontekstual dibarengi dengan diskusi dengan harapan ada muatan informasi terbaru dari siswa kemudian tanya jawab sebagai pembelajaran sejarah yang kaku tidak kontekstual dan terlihat membosankan bagi siswa karena sejarah dalam presepsi siswa hanya mempelajari peristiwa masa lampau yang tidak sesuai dengan trend masa kini. Pengeloaan kelas dalam memujudkan daya serap siswa terjadi apa bila dalam pembelajaran dapat membelajarkan siswa sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang harus ditempuh guru dalam meningkatkan daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah sebagai berikut:
1. Menguasai materi / bahan ajar 2. Mampu berkomunikasi dengan siswa 3. Kemampuan guru dalam menyajikan materi. 4. Kemampuan guru dalam menyusun perangkat perangkat pembelajaran yang berkualitas terdiri dari persiapan, penyajian, perbandingan, penyampaian dan penerapan. Strategi pembelajaran yang sering di gunakan dalam upaya meningkatkan daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah yaitu: memberikan metode
12
pembelajaran kontekstual, menyiapkan alat atau media pembelajaran berupa audio visual yang berkorelasi dengan materi yang diajarkan, mempersingkat waktu penyajian materi pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekplorasi pengetahuan yang dimiliki. Prilaku siswa dalam proses belajar siswa antusias mengikuti pelajaran sejarah karena metode dan penyajian materi dilakukan secara kontekstual dan menyenangkan. Prilaku siswa yang beragam mengharuskan untuk melibatkan siswa dalam belajar sehingga merasa bertanggung jawab. Sesuai hasil wawancara dengan Ibu Habiba L. Hulopi S.Pd pada (senin, 06 Mei 2013) menguraikan faktor pendukung dan penghambat daya serap sebagai berikut: Faktor-faktor pendukung daya serap siswa dalam belajar yaitu: 1. Tersedianya sumber belajar yang relevan. 2. Tersedianya media pembelajaran. 3. Termotifasinya siswa dalam belajar. 4. Menciptakan suasana kelas yang efektif dan menyenangkan. Faktor-faktor penghambat daya serap siswa dalam belajar yaitu: 1. Tidak tersedianya sumber belajar yang relevan. 2. Kurangnya media dalam pembelajaran 3. Ketidaksesuaiannya metode dengan materi yang diajarkan. 4. Semangat siswa yang menurun dengan kondisi waktu yang tidak memadai. Perbedaan daya serap siswa ketika menggunkan media pembantu dengan tidak menggunakan media pembantu hal ini dapat ditunjukkan pada hasil belajar siswa. Di dalam mempertahankan daya serap siswa dilakukan dengan
13
menggunakan berbagai macam cara, siswa tidak hanya belajar di dalam ruangan kelas tetapi juga banyak malakukan belajar tambahan di rumah. Hal ini sering di lakukan apa bila siswa merasa bertanggung jawab pada apa yang menjadi pesan dari guru di sekolah. Pesan itu berupa tugas dan lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara (Senin, 13 Mei 2013) dengan Ibu Siti Z. Afriani Arif selaku guru sejarah di SMA Negeri 3 Gorontalo mengatakan bahwa Kemampuan guru dalam meningkatkan daya serap siswa guru harus memiliki wawasan, kemampuan akademik, trik dan teknik. Fenomena yang sering terjadi pada siswa adalah situasi yang membosankan. Menguasai materi dan suasana kelas. Sejarah seharusnya tidak monoton pada cerita, malainkan menunjukkan berbagai bukti kejadian misalnya, gambar dan benda-benda yang berhubungan dengan sekeliling kita. Pada tahap ini guru seharusnya tidak terlalu monoton pada bahasa baku dengan harapan siswa dapat memahami apa yang dijelaskan oleh guru. Karena kalau guru selalu menggunakan bahasa baku maka siswa sulit memhami apa yang di sampaikan oleh guru sehingga proses tranfer ilmu tersedat pada kurangnya pemahaman siswa pada makna apa yang sebenarnya di sampaikan oleh guru tersebut. Tergantung pada kompetensi dasar. Pemahaman sering terjadi secara bertahap, pemahaman juga terjadi pada siswa yang memiliki minat belajar sejarah. Sering terjadi tekanan bagi siswa dalam belajar namun hal ini juga dapat memicu daya serap siswa walaupun secara psokologis tidak baik untuk siswa. Memotifasi siswa dalam belajar sangat penting karena ketika siswa menyadari dirinya membutuhkan pengetahuan yang lebih maka selain dengan guru siswa juga mampu belajar sendiri (otodidak).
14
Kreatifitas guru dalam meningkatkan daya serap siswa, berdasarkan karakter siswa di kelas. Sering dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari media pembelajaran harus menarik dan lengkap, contohnya Power Point harus dibuat seunik mungkin sesuai dengan materi apa yang di sampaikan, ini terbukti ketika media Power Point di secara sederhana maka fenomena yang sering terjadi adalah akan memicu rasa bosan dan malas pada siswa. Biasanya di SMA 3 saya berikan tugas misalnya dalam bentuk Cart, power point kemudian mereka menjelaskan sendiri di setiap kelompok selanjutnya akan terjadi tanya jawab antar kelompok. Model pembelajaran yang sering di gunakan di SMA menurut Ibu Siti Z. Afriani Arif sesuai dengan hasil wawancara pada Senin, 13 Mei 2013 adalah Picture to picture yang akan memberikan pemahaman khusus terhadap materimateri tertentu misalnya bagaimana bentuk manusia purba, contoh lain tradisi lisan misalnya hunungo atau tradisi lisan. Nah akan dimengerti siswa ketika guru langsung memberikan contoh konkrit. Model pembelajaran dengan menggunakan gambar atau film, lalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk jajak pendapat kemudian guru mengarahkan siswa. Tetapi pada esensinya bagaimana model pembelajan ini membuat siswa merasa penasaran untuk bertanya-tanya, misalnya ibu benar pantai selatan itu ada.? atau ibu Apa bedanya antara mitos Jawa dengan Gorontalo? Sebelum memulai pelajaran tentunya pengelolaan kelas terlenih dahulu, contoh ada siswa yang tidak menggunakan sepatu dikelas, ini sisa-sisa manusia yang ada di SMA 3, kemudian siswa juga sering mengantuk bisa kita menberikan
15
seperti ini manusia nomaden yang kelebihan makan singkong. Hal ini sebenarnya dengan tujuan agar siswa merasa refres sebelum belajar. Memancing keadan kelas dan semangat belajar sebelum merangkai materi pelajaran sejarah. Memahami kelas tentu terjadi perbedaan misalnya kelas XII dengan pandangan bahwa sejarah bukanlah mata pelajaran ujian Nasional melainkan mata pelajaran UAS, dan berfikir bahwa akan diberikan nilai terbaik oleh guru dengan pendekatan dll.
Strategi pembelajaran simpel yaitu belajar sambil bermain
misalnya dengan menggunakan tongkat berjalan. Strategi pembelajaran biasa berbeda misalnya di jam terakhir dengan menggunakan strategi. Mimik dalam menyampaikan juga menjadi strategi untuk meyakinkan siswa dalam memahami pelajaran sejarah. Selnjutnya berdasarkan wawancara dengan Ibu Siti Z. Afriani Arif S.Pd dan Bapak Hasrun Awumbas S.Pd pada (Senin, 13 Mei 2013) menjelaskan terkait dengan prilaku siswa tentunya akan berbeda misalnya 20 bibimbingan belajar siswa maka akan terdapat 20 macam karakter juga. Kemampuan guru dalam mengarahkan 20 macam karakter tadi manjadi 1 karakter. Kadang-kadang saat serius diskusi, ada seorang siswa memancing untuk keluar dari pembahasan pada materi tersebut maka semua siswa yang ada di kelas juga akan mengikutinya. Dalam menghadapi masalah seperti ini guru harus mampu memahami karakter siswa dengan positif kemudian mengarahkan ke proses belajar. Misalnya siswa akan bertanya Nabi Adam dengan Meganthoropus siapa yang paling tua? dengan jawaban spontan guru akan menjawab yang pasti dalam sejarah belum pernah menjelaskan Adamthoropus suasana kelas akan berbeda seketika.
16
Faktor pendukung belajar misalnya fasilitas ada tetapi tidak bisa dijangkau sehingga akan memicu faktor penghamabat dalam penjelasan misalnya kurangnya bikti fisik seperti monumen, prasasti, cagar budaya. Konteks Gorontalo misalnya peninggalan Belanda seperti kantor pos, hotel
Hal lain dalam menjelaskan
kerajaan Gorontalo misalnya hanya bisa diceritakan tetapi dalam bentuk bukti fisiknya tidak ada seperti kraton atau bahkan tiangnya saja sebagai bukti otentik dalam menunjukkan keraton yang dimaksud, dalam membuktikan bahwa Gorontalo terdapat 4 kerajaan. Tidak seperti seperti daerah lain di Indonesia Ternate, Makassar dan Jawa pada umumnya. Daya dukung pemerintah juga kurang dalam hal melestarikan peninggalan sejarah, sehingga sejarah gorontalo dianggap seperti mitos secara turun temurun. Keberadaan guru sejarah harus mampu mengembalikan sejarah pada titah yang sebenarnya. Artinya animo siswa sekarang seakan memudar ketikan mendengar mata pelajaran sejarah. Padahal proklamator kita telah memberikan pesan “ jangan sekali-kali melupakan sejarah” sejarah akan menjadi guru besar kehidupan bila tidak dilupakannya. Ini menjadi tugas guru dalam mengembalikan eksistensi sejarah dalam kehidupan generasi muda. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Hastina Lasido satu-satunya guru sejarah di SMA Negeri 4 gorontalo pada (Rabu, 15 Mei 2013) mengatakan bahwa Kamampuan guru meningkatkan daya serap siswa. Kemamuan dalam mengelola kelas, menguasai materi dan menciptakan suasanan belajar yang menyenangkan. Berdasarkan pemberian materi secara berulang-ulang sehingga guru dapat mengukur kemampuan siswa dalam meningkatkan daya serap siswa.
17
Prestasi siswa menjadi menjadi barometer kemampuan guru, prestasi siswa merupakan iplementasi dari kemampuan guru dalam memberikan materi sesuai standar ketuntasan. Pemahaman siswa dalam kelas tentu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ada siswa yang memahami materi secara sepenuhnya dan ada juga yang memahami tidak materi yang diajarkan secarah utuh. Perbedaan kemampuan dalam menangkap apa di ajarkan oleh guru, sehingga terkadang guru harus memberikan kesempatan kepada untuk bertanya apa tidak dimengerti atau guru bertanya kepada siswa (evaluasi langsung). Menurut Ibu Hastina Lasido selaku guru sejarah di SMA Negeri 4 Gorontalo pada (rabu, 15 Mei 2013) Mengatakan bahwa Kreatifitas guru yaitu diukur dengan memberikan tugas kepada siswa, memberikan evaluasi, maka dari situlah guru dapat mengukur daya serap siswa sampai dimana siswa untuk memahami pelajaran yang sudah diberikan oleh guru. Model pembelajaran tidak tergantung dari RPP, guru melihat dari siswa apa mereka dapat memahami materi yang guru berikan dengan model-model pembelajaran yang guru gunakan sehingga guru dapat menggunakan model pembelajaran apa saja yang penting model pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat meningkatkan daya serap siswa. Pengelolaan kelas adalah suatu tuntutan bagi guru dalam proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas menjadi penting karena kelas dalam kondisi yang tidak memungkinkan dalam menjalankan pembelajaran maka hasilnya juga tidak maksimal. Sebelum memulai pelajaran di kelas hingga selesai harus tertata
18
dengan baik, mulai dari pengaturan ruangan, perhatian siswa kepada materi dan lingkungan kelas juga harus mendukung. Pengelolaan kelas bertujuan agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Strategi pembelajaran, bermacam-macam sebelum guru menjelaskan materi yang akan dibawakan hari ini, guru menanyakan sedikit kepada siswa sampai dimana materi yang minggu lalu, setelah itu guru membentuk suatu strategi pembelajaran yang bisa di gunakan oleh siswa sehingga dapat meningkatkan daya serap siswa. Prilaku siswa, itu bermacam-macam misalnya guru berada di dalam kelas sementara dalam proses kegiatan belajar mengajar ada siswa yang bisa memahami materi yang guru itu berikan dan ada juga siswa yang tidak memahami materi yang guru berikan. Model pembelajaran yang sering di gunakan dalam upaya peningkatan daya serap siswa adalah model jigsaw yaitu membagi kelompok terdiri dari kelompok awal dan kelompok akhir. Faktor-faktor apa yang menjadi penghamabat dan pendukung adalah penyediaan media belajar misalnya LCD, Layar dan Power Poin objek atau situssitus bersejarah lainnya. Kemampuan guru dalam mengoperasikan media juga menjadi penghambat dalam memberikan daya serap siswa secara maksimal, Daya jangkau
situs
sejarah
sebagai
bukti
otentik
dalam
meyakinkan
dan
memperkenalkan siswa terhadap sejarah-sejarah nasional. Faktor pendukung daya serap siswa di lakukan baik secara kelompok maupun individual melalui
19
pembelajaran di luar sekolah seperti mengerjakan tugas dengan memanfatkan media online, media elektronik dengan informasi terkait. Teknik yang sering di gunakan guru dalam mempertahankan daya serap siswa dengan berbagai cara seperti pemberian tugas, pemberian kuis-kuis, soal latihan dan ulangan harian. 4.3 Pokok-Pokok Temuan Secara umum pembelajaran sejarah pada SMA se-kota Gorontalo dapat dilaksanakan dengan baik. Kesiapan guru terhadap perangkat pembelajaran juga telah dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Terkait dengan daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah di SMA sekota Gorontalo dapat diklasifikasi sebagai berikut: 1.
Faktor internal dan eksternal siswa Faktor internal siswa menjadi alasan utama daya serap siswa, mengapa
salah satu contoh perbedaan antara kelas IPA dan IPS selanjutnya perbedaan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Untuk kelas IPA tergolong dalam kelas yang motifasi belajar dan daya serap yang baik, kemudian untuk perbandingan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan agak didominasi oleh siswa perempuan dalam hal pertisipasi dan keaktifan belajar. Pengaruh lingkungan sekitar sehingga memicu kurangnya minat belajar baik di sekolah maupun dirumah. Siswa sering membolos dan melakukan penyimpangan
bahkan
dapat
meresahkan
masyarakat
dengan
aksi-aksi
perkelahian antar sekolah. Tidak hanya itu siswa juga banyak diperkenalkan
20
dengan minam keras dan obat-obat terlarang yang dapat mengganggu dan merusak proses kerja otak sehingga daya serap siswa akan minim. Permasalahan diatas terjadi karena siswa hanya memiliki kecakapan akademik, sedangkan kesadaran sejarah, dan nasionalisme belum terbangun sama sekali. Baik secara internal kesadaran siswa maupun eksternal kesadaran guru dan orang tua dalam mengarahaka dan membimbing kearah yang baik. Sering terjadi siswa yang membolos dan merokok selanjutnya minum minuman keras, obat-obat terlarang dan pergaulan bebas. Hal ini terjadi karena di dukung dengan keadaan sekolah yang berada di tengah-tengah kota gorontalo dan akses semakin mudah untuk melakukan transaksi. 2. Faktor eksternal dan internal guru Faktor-faktor eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal. Kemampuan guru dalam mengelolaan kelas pada proses pembelajaran di SMA Negeri 4 Gorontalo belum bisa dikatakan secara efektif dan efisien. Hal ini disebabkan oleh pembawaan guru yang tidak di sesuaikan dengan karekter siswa di kelas. Maksudnya adalah pada waktu tertentu pembelajaran sejarah terasa membosankan sehingga membutuhkan guru yang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa ketika siswa tertekan dengan kondisi fisik maka guru harus
21
semampu mungkin mengalihkan tekanan itu menjadi kondisi yang menyenangkan dengan model dan metode yang disesuaikan sehingga daya serap siswa dapat optimal. Faktor internal adalah kurangnya tenaga pengajar dengan jumlah siswa yang tidak sebanding. SMA Negeri 4 Gorontalo dengan jumlah siswa sebanyak 580 yang terbagi dalam 21 rombongan belajar tentunya sangat mengharapkan tenaga pengajar yang benar-benar pada bidang sejarah, sehingga dapat mendukung daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah. Hal ini juga terjadi pada SMA Negeri 2 Gorontalo dengan jumlah tenaga pengajar 2 orang dan jumlah siswa sebanyak 945 orang yang terbagi dalam 21 rombongan belajar. Apabila ini terus berlanjut maka tingkat produktifitas guru dalam mengajar akan mengurang di sebabkan karena kelelahan dan dampaknya pada daya serap siswa. 3. Faktor media pembelajaran Media pembelajaran seperti media elektronik masih banyak guru sejarah tidak dapat mengoperasikannya. Kreatifitas guru dalam menyediakan media pembelajaran misalnya audio visual dan powerpoint terkesan asal-asalan ini memicu rasa bosan siswa dalam belajar dan berdampak pada daya serap siswa. Kurangnya media pembelajaran seperti LCD di SMA se-Kota Gorontalo ini sering terjadi perebutan sesama guru sehingganya pada pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan perencanaan. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir dibidangnya dan kemungkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang.
22
4. Faktor pendukung pembelajaran Prilaku siswa terhadap mata pelajaran sejarah secara umum dapat didengar melalui keluhan-keluhan siswa bahwa mata pelajaran sejarah itu membosankan. Hal ini terjadi karena siswa seakan tidak percaya dengan materi-materi yang diberikan guru tentang kebenaran sebuah peristiwa tanpa bukti atau realitas. Prilaku sebagian siswa juga ingin mengetahui makna dan arti dalam setiap kejadian. Kekurangan sumber belajar merupakan kendala utama dalam proses belajar mengajar. Ketika guru menjelaskan candi Borobudur misalnya maka siswa akan yang merasa informasi awal baginya akan bertanya bagaimana bentuk dan apa sebenarnya candi? Nah guru terkadang hanya dapat memperlihatkan melalui sumber buku atau gambar. Keinginan siswa untuk menyaksikannya secara langsung pun terbentur dengan berbagai kendala. Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, SMA Negeri 1 Gorontalo, SMA Negeri 2 Gorontalo, SMA Negeri 3 Gorontalo, dan SMA Negeri 4 Gorontalo daya serap siswa terkendala pada waktu pelaksanaan pembelajaran, sumber-sumber belajar yang tidak langkap serta sarana dan prasana yang tidak memadai. Terbatasnya media belajar juga menjadi masalah terhadap daya serap siswa, misalnya Audio Visual, dan media lain yang berhubungan dengan mata pelajaran sejarah.
23
4.4 4.4.1
Pembahasan Daya Serap Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Se-Kota Gorontalo Daya serap siswa merupakan hasil dari suatu proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sesuai dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan presepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa “suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan Instruksional Khusus (TIK)nya dapat tercapai”. Indikator yang banyak dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan daya serap dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar yang dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian adalah sebagai berikut: a. Tes Formatif Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu. b. Tes Subsumatif Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya. Hasil tes sub sumatif
24
ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport. c. Tes Sumatif Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah (Djamarah dan Aswan Zain 2006 : 106-107) Tes merupakan pengujian terhadap setiap manusia dalam menentukan sejauh mana kemampuannya. SMA Negeri Se-Kota Gorontalo juga sama seperti sekolah-sekolah lain pada umumnya. Tes merupakan hal wajib dalam proses pembelajaran yang dilaksanan sesuai dengan ketentuan yang belaku. Bagi guru dalam tes harus dalam posisi yang objektif mungkin dalam hal ini pemahaman terhadap mata pelajaran sejarah baik pada terori hingga pada iplementasinya. 4.4.2
Langkah-langkah Dalam Meningkatkan Daya Serap Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Pada saat seorang guru melihat perilaku anak didik seperti itu maka perlu
diambil langkah-langkah yang dapat meningkatkan daya serap belajar siswa. Ada lima langkah yang harus dikerjakan oleh seorang guru untuk meningkatkan daya serap siswa, yaitu: 1) Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar; 2) Menjelaskan secara konkret kepada anak didik apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran; 3) Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai anak
25
didik sehingga dapat merangsangnya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik di kemudian hari; 4) Membentuk kebiasaan yang baik dalam belajar; 5)Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
Kemampuan dan usaha guru sejarah di SMA Negeri 1 Gorontalo, SMA Negeri 2 Gorontalo, SMA Negeri 3 Gorontalo, dan SMA Negeri 4 Gorontalo dalam mingkatkan daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah dilakukan dalam berbagai cara tentunya tidak luput dari penjalasan di atas.
4.4.3
Penilaian Daya Serap Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Menurut Mardapi (dalam Aman 2011 : 74) secara umum, penilaian
merupakan proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar peserta didik. Dengan demikian penilaian merupakan seranngkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sitematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi
yang
bermakana
dalam
pengambilan
keputusan.
Selanjutnya
pengambilan keputusan harus dilakukan secara objektif sehingga dapat mendeteksi kemampuan secara mendalam terkait dengan daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah. Evalusi penghasilan program pembelajaran sejarah tidak cukup hanya berdasarkan hasil belajar siswa yang terbatas pada aspek akademis saja, melainkan juga menjangkau penilaian hasil belajar terhadap kesadaran sejarah dan nasionalisme. Evaluasi program pembelajaran sejarah yang didasarkan pada penilaian hasil belajar berupa kecakapan akademik saja, merupakan kelemahan
26
evaluasi program pembelajaran sejarah selama ini. Oleh karena itu untuk lebih mengoptimalkan evaluasi program pembelajaran sejarah di SMA perlu dilakukan secara lebih komprehensif yang tidak hanya terfokus pada aspek output pembelajaran semata, melainkan juga menyentuh ranah proses pemebelajaran sejarah. Daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah seakan hanya terfokus pada kecakapan akademik saja. Menurut Aman (2011 : 77) menjelaskan bahwa hasil belajar mata pelajaran sejarah mencakup kecakapan akademik, kesadaran sejarah, dan nasionalisme. Kecakapan akademik menyangkut ranah kognitif yang mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembengkan dalam pembelajaran yang bersumber dari kurikulum yang berlaku. Penilaian kesadaran sejarah meliputi kemampuan : 1) menghayati makna dan hakikat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang; 2) mengenali diri sendiri dan bangsanya; 3) membudayakan sejarah bagi budaya bangsa; dan 4) menjaga peninggalan sejarah bangsa. Sedangkan aspek nasionalisme menyangkut : 1) perasaan bangsa siswa sebagai bangsa Indonesia; 2) rasa cinta tanah air dan bangsa; 3) rela berkorban demi bangsa; 4) menerima kemajemukan; 5) bangga pada budaya yang beraneka ragam; 6) menghargai jasa para pahlawan; dan 7) mengutamakan kepentingan umum. secara umum dapat dikatakan bahwa daya serap siswa pada mata pelajaran sejarah hanya mengacu pada kecakapan akademik tuntutan terhadap nilai sebenarnya harus mengacu pada penjelasan diatas. Kondisi siswa dilingkungan masyarakat terasa meresahkan bukan karena kurangnya pengetahuan namun terlebih pada pengaplikasian pengtahuan yang
27
tidak tahu bagaimana seharusnya menghargai antara sesama tanpa memiliki kesadaran sejarah dan nasionalisme. Mencapai daya serap yang maksimal merupakan harapan besar bagi setiap guru. Di SMA Negeri 1 dengan jumlah tenaga pengajar memadai sehingga dapat menopang daya serap siswa selain itu, kemauan siswa untuk belajar sejarah juga sangat besar, alat dan media pendukung juga tersedia. Hal ini terlihat pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah, yang menunjukkan rata-rata siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
28