BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Kota Gorontalo terdapat 4 SMA Negeri, 3 SMA Swasta, 4 SMK Negeri, 3 SMK Swasta dan beberapa MA Negeri maupun Swasta. Adapun sekolah yang dijadikan objek penelitian ini adalah SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4. Ke empat sekolah
tersebut berlokasi di sekitar Kota
Gorontalo yaitu SMA Negeri 1 berlokasi d Kelurahan Ipilo Kecamatan Kota Timur, SMA Negeri 2 berada di Kelurahan Buladu Kecamatan Kota Barat, SMA Negeri 3 berada di pusat kota yakni di Kelurahan Wumialo Kecamatan Kota Tengah, sedangkan SMA 4 berlokasi di Kelurahan Wongkaditi Kecamatan Kota Utara. Ke empat sekolah tersebut tiga diantaranya terakreditasi A yaitu SMA Negeri 1, 3 dan 4. Sedangkan SMA Negeri 2 masih terakreditasi B. Keberadaan ke empat sekolah yang dijadikan objek penelitian tersebut bila ditinjau baik dari segi kuantitas maupun kualitas sangat menunjang proses belajar mengajar yang sangat diharapkan oleh semua pihak. Baik dari segi sarana dan prasarana sekolah termasuk fasilitas pembelajaran, maupun tenaga pengajarnya. Guru yang menjadi tenaga pengajar di SMA Negeri tersebut masih banyak yang berlatar belakang pendidikan yang tidak relevan dengan tugas mereka mengajar, namun dari segi stratifikasi pendidikan hampir semua guru sudah berstatus Sarjana Pendidikan bahkan ada juga yang Magister.
Tenaga-tenaga pengajar khususnya guru pengajar sejarah masih banyak yang tidak berlatar belakang pendidikan sejarah diberi tanggung jawab mengajar mata pelajaran sejarah. Sementara itu dari segi siswa-siswanya dapat dikatakan secara kuantitas setiap sekolah sudah menunjukkan jumlah yang sangat signifikan. Seperti di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3, kedua sekolah ini menjadi sekolah favorit bagi siswa-siswa yang berasal baik dari kabupaten maupun dari kota Gorontalo. Setiap tahun jumlah siswanya meningkat yaitu rata-rata di atas dari seribu siswa, sementara sekolah lain masih berkisar di bawah dari seribu orang. Di saat penerimaan siswa baru SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3 ini selalu menjadi sasaran para siswa baru tempat mereka mendaftar, sehingga sering lebih dari kuota yang ditentukan sekolah. Akibat sering membludaknya jumlah siswa-siswa baru yang mendaftar pada kedua sekolah tersebut, SMA-SMA lain dan sederajatnya kekurangan calon pendaftar. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Gorontalo mengambil kebijakan untuk mengatasi hal tersebut, kebijakan tersebut yaitu bagi pelajar/siswa baru yang berada di Kabupaten Gorontalo wajib mendaftar di Sekolah Menengah yang berlokasi di Kabupaten, sedangkan siswa baru yang ada di Kota Gorontalo wajib mendaftar di Sekolah Menengah di Kota Gorontalo. Hal ini dikarenakan baik SMA, SMK, MA Negeri maupun Swasta yang berada di Kabupaten sering kekurangan calon pendaftar. Hampir sebagian besar siswa baru mendaftar di Kota Gorontalo. Oleh karena itu, kebijakan ini dikeluarkan untuk pemerataan terhadap jumlah atau kuantitas dari semua sekolah yang ada di Propinsi Gorontalo.
Di sekolah yang menjadi sasaran penelitian ini yaitu keprofesionalan guru dilihat dari segi kualifikasi keilmuannya. Dimana semua guru mata pelajaran sejarah ini hampir sebagian besar bidang keilmuannya tidak sesuai dengan tugas mengajarnya di kelas. Di SMA Negeri Kota Gorontalo dituntut guru yang profesional dan yang memiliki kualifikasi keilmuan yang sesuai, apalagi SMA yang sudah berstandar Internasional (SBI) seperti SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3 Kota Gorontalo serta SMA Model seperti SMA Negeri 4 Kota Gorontalo. Banyak isu-isu yang beredar di masyarakat bahwa pelajaran yang paling membosankan adalah mata pelajaran sejarah, karena menurut masyarakat pada umumnya belajar sejarah sama halnya dengan membuang-buang waktu yang berharga karena materi sejarah dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT) materi yang dipelajari hanya itu dan itu saja, akibatnya mata pelajaran sejarah kehilangan daya tariknya. Di samping itu, sarana dan prasarana berupa media pembelajaran sejarah, sudah cukup memadai di SMA Negeri tersebut. Semua ini di siapkan oleh sekolah tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan yang diharapkan oleh semua pihak. 4.2 Sajian Data dan Hasil Penelitian 4.2.1 Profesionalisme Guru Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri Se-Kota Gorontalo Membahas tentang profesionalisme guru Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri Kota Gorontalo, sangat berkaitan erat dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru mata pelajaran sejarah dalam menjalankan kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik. Kompetensi tersebut meliputi,
kompetensi pedagogik, kepribadian, keprofesionalan dalam mengajar, kehidupan sosial dan terutama kualifikasi keilmuan yang dimiliki oleh setiap guru mata pelajaran sejarah yang telah tersertifikasi. Jumlah keseluruhan guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri Kota Gorontalo yaitu 12 orang guru. Yang masing-masing tersebar di SMA Negeri 1 berjumlah 4 orang, di SMA Negeri 2 berjumlah 2 Orang, di SMA Negeri 3 berjumlah 3 Orang, dan di SMA Negeri 4 berjumlah 3 orang. Dari 12 orang guru sejarah tersebut, semuanya berstatus guru tetap atau Pegawai Negeri Sipil. Adapun kualifikasi keilmuan yang dimiliki oleh semua guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri Kota Gorontalo tersebut yaitu Strata 1 (S1) bahkan ada yang sudah Magister, yang tersertifikasi pada mata pelajaran sejarah ada 7 orang guru, serta dilihat dari latar belakang pendidikannya tidak semua berlatar pendidikan sejarah, melainkan masih bervariasi yakni ada yang berlatar pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Ekonomi dan Bimbingan Konseling (BK). Untuk jelasnya keadaan guru mata pelajaran sejarah pada masing-masing sekolah tersebut akan digambarkan melalui tabel sebagai berikut : Tabel 1: Keadaan Guru mata pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Kota Gorontalo menurut Tingkat Pendidikan
No
N a m a
1
Saiful Kadir, S.Pd, M.Pd
2
Wirdawati Hasan,
Jenis Kela Jurusan min L P S1 S2 L Sej Manaj Pend P Sej
Mulai Mengajar
Pangkat/ Golongan
Ket
13-02-10
Penata IV/a
GT
15-03-10
Penata
GT
SPd
IV/a
3
Hj. Yumasni Arsyad, S.Pd
P Sej
01-07-84
Penata IV/a
GT
4
Yulia Mustapa, S.Pd
P Sej
01-07-11
Penata Muda Tkt I III/b
GT
Sumber : Data Laporan Keadaan Guru April 2012 Berdasarkan hasil data terlampir tersebut nampak bahwa di SMA Negeri 1 Kota Gorontalo ada 4 orang guru mata pelajaran Sejarah, ke-4 orang guru tersebut berlatar belakang Pendidikan Sejarah dan status mereka sudah guru tetap (PNS). Dalam hal ini tugas mengajar dan bidang keahlian dari semua guru mata pelajaran Sejarah sudah relevan, ini dikarenakan sekolah tersebut yakni SMA Negeri 1 Kota Gorontalo merupakan salah satu Sekolah Berstandar Internasional (SBI) di Gorontalo dan misi pertama dari sekolah ini adalah meningkatkan kualifikasi dan profesionalisme guru. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh kepala sekolah SMA Negeri 1 Kota Gorontalo ketika ditemui di ruang kerjanya dikatakan bahwa “Karena SMA Negeri 1 Kota Gorontalo ini sekolah yang berstandar internasional (SBI) maka dituntut keprofesionalan dan kualifikasi keilmuan dari Guru Mata Pelajaran termasuk guru Sejarah karena ini sudah merupakan misi utama dari sekolah yang saya pimpin, dan ada 4 tenaga pengajar mata pelajaran sejarah di sekolah ini, dan Alhamdulillah semuanya berlatar belakang S1 Pendidikan Sejarah”. (sesuai hasil wawancara Senin, 23 April 2012) Pernyataan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kota Gorontalo tersebut, dibenarkan oleh salah satu guru mata pelajaran Sejarah, beliau mengatakan bahwa “kami sebagai guru mata pelajaran termasuk guru mata pelajaran sejarah dituntut
untuk lebih profesional dalam tugas mengajar, karena SMA ini berstandar Internasional maka pendidik, kependidikan, siswa, kurikulum dan sarana prasarana harus lebih memadai”. (sesuai dengan hasil wawancara 24 April 2012) Dalam keprofesionalannya sebagai pendidik maka semua guru mata pelajaran sejarah dituntut untuk meningkatkan kompetensi dan kualifkasi keilmuannya. Hal ini dapat diuraikan berdasarkan hasil wawancara yang diambil dari berbagai informan yakni Kepala sekolah, guru-guru sejarah, dan siswa-siswa khususnya siswa IPS di SMA Negeri 1 Kota Gorontalo. Sesuai dengan hasil wawancara (pada tanggal 23 April 2012) dengan Bapak Syaiful Kadir selaku Kepala sekolah sekaligus guru yang mengajarkan mata pelajaran sejarah di Kelas XII C ( XII IPS ) mengatakan bahwa “untuk pengembangan profesi dari seorang guru khususnya guru sejarah, pihak sekolah selalu mengikutsertakan seluruh guru-guru mata pelajaran dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran ( MGMP) se-Kota Gorontalo, selain itu guru dituntut untuk melakukan penelitian Tindakan Kelas terhadap mata pelajaran yang diajarkan, hal ini dimaksud untuk mengukur minat belajar siswa di kelas”. Selanjutnya Bapak Syaiful Kadir mengatakan bahwa “ saya selaku guru mata pelajaran sejarah sudah banyak mengikuti kegiatan pengembangan profesi guru antara lain MGMP, Pelatihan-pelatihan/penataran, seminar Nasional dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pengembangan profesi saya sebagai guru sejarah serta menjadi narasumber dalam pelatihan-pelatihan untuk guru mata pelajaran sejarah”. Pernyataan ini dibenarkan oleh Guru Mata Pelajaran Sejarah yang bernama Ibu Yumasni Arsyad bahwa “ di sekolah ini ( SMA Negeri 1 Kota
Gorontalo) ada seorang guru mata pelajaran sejarah yang sudah magister. Meskipun bidang keilmuannya tidak linier antara S1 jurusan Pendidikan Sejarah dan S2 Manajemen Pendidikan, namun keseniorannya dalam tugas mengajar dapat diandalkan, karena yang bersangkutan banyak mengikuti pelatihanpelatihan/penataran dan sering menjadi penatar bidang studi sejarah pada para guru sejarah se Provinsi Gorontalo”. ( sesuai hasil wawancara pada tanggal 24 April 2012). Hal yang tidak kalah pentingnya juga dapat dikemukakan adalah bahwa guru tersebut pernah menjadi guru teladan dan dikirim ke pusat untuk mengikuti penilaian di tingkat Nasional. Ini berarti bahwa untuk SMA Negeri 1 dikategorikan sebagai sekolah unggulan atau sekolah berstandar internasional (SBI) yang memiliki tenaga-tenaga pengajar sejarah yang sudah sesuai dengan bidang keilmuannya. Profesionalisme guru selain dapat di ukur dari kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru juga kualifikasi keilmuan sangat diwajibkan bagi pengajar itu sendiri, di SMA Negeri 1 semua pengajar dituntut untuk memiliki kualifikasi keilmuan minimal Strata 1 (S1) Pendidikan. Hal ini juga sangat berlaku bagi guru mata pelajaran sejarah, dimana dalam wawancara dengan kepala SMA Negeri 1 yaitu bapak Syaiful kadir menjelaskan bahwa “minimal kualifikasi keilmuan yang dimiliki oleh pengajar di sekolah ini yaitu strata 1 (S1) karena untuk menjadi seorang guru itu tidaklah mudah, guru bukan hanya mentransfer atau menyalurkan pengetahuan akan tetapi juga sebagai pembentuk karakter bagi peserta didiknya”. Selanjutnya dalam kesempatan yang sama beliau juga menegaskan bahwa “apalagi untuk menjadi seorang guru sejarah itu harus
mampu menjadikan peserta didiknya memiliki karakter yang membangun bangsa Indonesia (character nation buildings) dan mencintai tanah airnya”. (sesuai hasil wawancara tanggal 24 April 2012) Untuk meningkatkan mutu dari profesionalisme guru, banyak kegiatankegiatan yang dilakukan antara lain seperti ikut serta dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran Ikatan Guru bidang studi yang sama (MGMP IGS), Seminar pendidikan, pelatihan/penataran, workshop/IHT program pembelajaran dan diklatdiklat Mata Pelajaran. Sebagian besar guru mata pelajaran sejarah mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut untuk meningkatkan pengembangan terhadap program pembelajaran, sesuai dengan pengakuan dari salah seorang guru mata pelajaran sejarah
yakni
ibu
Yumasni
mengatakan
bahwa
“untuk
meningkatkan
profesionalisme guru dalam pembelajaran sejarah, saya mengikuti beberapa kegiatan seperti MGMP, Seminar-seminar pendidikan yang diadakan oleh sekolah maupun
Diknas
Kota
serta
pelatihan-pelatihan
pembuatan
perangkat
pembelajaran”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 24 April 2012) Di SMA Negeri 2 yang menjadi sasaran penelitian, diperoleh data bahwa jumlah guru mata pelajaran sejarah hanya 2 orang, kedua orang guru mata pelajaran sejarah tersebut sudah menjadi guru tetap ( PNS ) di SMA Negeri 2 Kota Gorontalo. Untuk jelasnya data keadaan guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 2 dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut : Tabel 2: Keadaan Guru mata pelajaran Sejarah di SMA Negeri 2 Kota Gorontalo menurut Tingkat Pendidikan
No
N a m a
1.
Dra. Rabi Abas
2.
Habiba Hulopi S.Pd
Jenis Kela Jurusan min L P S1 S2 P BK -
P Sej
-
Mulai Mengajar
Gol
Ket
01-07-92
Penata IV/a
GT
01-07-06
Penata Muda Tkt 1 III/a
GT
Sumber : Data Laporan Keadaan Guru April 2012 Memperhatikan data pada tabel di atas, maka nampak berbeda antara keberadaan tenaga-tenaga pengajar sejarah di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2, dimana salah seorang guru mata pelajaran sejarah tidak relevan antara bidang studi dengan tugas mengajar di sekolah tersebut, akan tetapi guru tersebut sudah senior menjadi guru mata pelajaran sejarah dan sudah tersertifikasi sebagai guru sejarah. Dan lebih menarik lagi dengan jumlah pengajar yang sedikit jika dibandingkan dengan kelas yang diajar begitu banyak, tidak membuat para pengajar sejarah ini kewalahan atau patah semangat dalam tugas mengajarnya. Dari hasil wawancara yang dilontarkan oleh ibu Habiba yang di temui di kelas XI IS 2, mengatakan bahwa “meski kami guru mata pelajaran sejarah hanya berjumlah 2 orang, tidak mempengaruhi semangat kami untuk mengajarkan mata pelajaran sejarah. Dengan jumlah jam mengajar yang begitu padat yaitu 25 jam pelajaran, dimana jam pelajaran ini sudah melebihi 1 jam dari jam pelajaran yang sesuai dengan sertifikasi guru”. (sesuai dengan wawancara tanggal 8 Mei 2012). Profesionalisme guru itu juga dapat di lihat dari berapa lama pengalaman mengajar dari seorang guru tersebut. Dari hasil wawancara seorang guru senior yang mengajar di SMA Negeri 2 ini mengatakan bahwa “untuk melihat
profesionalisme dari seorang guru yaitu dilihat dari pengalaman berapa lama guru tersebut mengajarkan mata pelajaran itu sendiri”. (wawancara tanggal 8 Mei 2012). Hal tersebut dipertegas oleh ibu Habiba yang juga sebagai guru mata pelajaran sejarah menyatakan bahwa “saya banyak belajar dari guru senior saya dalam mengajarkan sejarah, karena saya percaya dengan kemampuan mengajar dari ibu Rabi yang sudah lama menjadi guru sejarah karena beliau sudah banyak makan garam dalam pembelajaran sejarah”. (sesuai dengan hasil wawancara Rabu 8 Mei 2012). Pernyataan guru tersebut didukung oleh pernyataan beberapa siswa ketika diwawancarai di kelas, mereka mengatakan secara spontanitas bahwa guru yang profesional dilihat dari pengalaman mengajar. Hal ini terlihat dari perbedaan guru yang sudah senior dan guru yang yunior, yang senior lebih menguasai materi pelajaran sedangkan yunior belum terlalu menguasai materi pelajaran, tapi keduaduanya menyenangkan dalam menyampaikan materi pembelajaran sejarah di kelas. (sesuai hasil wawancara tanggal 8 Mei 2012) Pernyataan-pernyataan di atas tentu tidak langsung diterima kebenarannya, melainkan masih dibuktikan dengan hasil observasi di ruang kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung. Berdasarkan hasil observasi ternyata apa yang diungkap oleh kedua orang guru dan peserta didik tersebut terbukti di kelas ketika di amati, bahwa guru sejarah senior yang mengajarkan materi sejarah sudah bisa mengaplikasikan metode pembelajaran yang sesuai dengan RPP yang telah disusun sebelumnya yaitu menggunakan metode diskusi dan media pembelajaran
berupa slide dan LCD. (berdasarkan observasi di kelas XI IS 5, Rabu tanggal 8 Mei 2012) Hal ini didukung oleh penyataan dari Wakasek Kurikulum dalam hal ini yang mewakili Kepala Sekolah, menyatakan bahwa “guru sejarah di sekolah ini berjumlah 2 orang, dan keduanya sudah banyak mengikuti pelatihanpelatihan/seminar, workshop, studi banding di luar daerah dan kegiatan lainnya dalam meningkatkan keprofesionalan dari guru tersebut”. (sesuai hasil wawancara kamis tanggal 9 Mei 2012) Dalam hal mengajar sejarah di kelas tentu harus menguasai materi yang akan diajarkan, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pendekatan guru tersebut dengan peserta didiknya. Hal ini jelas terlihat dari keakraban siswa dan guru pengajar sejarah baik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Seperti yang di lontarkan oleh ibu Habiba bahwa “untuk mensukseskan pembelajaran di kelas kita sebagai guru yang profesional harus mengetahui kondisi seluruh siswa di dalam kelas, apabila ada siswa yang kurang berminat belajar di kelas maka kita dekati kemudian kita tanya apa masalah yang di hadapi oleh siswa tersebut kemudian kita berikan solusinya dan memotivasi siswa tersebut, jadi bukan hanya guru BK yang bisa mengatasi permasalahan peserta didik akan tetapi kita sebagai guru mata pelajaran sekaligus wali kelas harus mampu menanganinya”. (sesuai hasil wawancara tanggal 08 Mei 2012) Selanjutnya pernyataan senada dilontarkan oleh siswa dari kelas XI IS 5 dimana dari hasil wawancara tersebut siswa yang bernama Nur Rahma Ismail mengatakan bahwa “guru mata pelajaran sejarah kami, orangnya sangat
menyenangkan selain guru tersebut bagus dalam mengajar orangnya juga asyik di ajak untuk berbagi pengalaman”. Pernyataan tersebut dipertegas oleh siswa yang bernama Novrisal Pakaya bahwa “ibu Habiba salah satu guru pengajar sejarah yang tergolong muda (yunior) selain memberikan kami semangat belajar, beliau juga mampu memahami kondisi kami di kelas meski cara menjelaskan materinya sangat cepat tapi masih bisa dimengerti”. (sesuai hasil wawancara tanggal 08 Mei 2012) Hal ini lebih diperjelas lagi setelah dilakukan pengamatan langsung di kelas XI IS 5, dimana ibu Habiba Hulopi sebagai guru sejarah menggunakan media pembelajaran yakni Laptop dan LCD kemudian di akhir pembelajaran membagikan LKS kepada peserta didik sebagai alat ukur (evaluasi) dari materi yang diajarkan di kelas. (berdasarkan Observasi di kelas XI IS 2, Jumat tanggal 10 Mei 2012) Sementara itu untuk SMA Negeri 3 jumlah guru mata pelajaran sejarah sebanyak 3 orang, hanya ada 1 orang guru yang bidang keilmuannya yang relevan dengan tugas mengajarnya. Sedangkan 2 orang guru lainnya dari bidang ilmu Pendidikan Ekonomi (tersertifikasi guru sejarah) dan yang satunya lagi dari bidang ilmu pendidikan Kewarganegaraan, dan ketiga orang guru tersebut sudah menjadi guru tetap (PNS). Dari tiga guru tersebut satu diantaranya masih tergolong yunior dari bidang ilmu pendidikan Kewarganegaraan dan baru dua tahun mengajar. Adapun kejelasan datanya akan terlihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3: Keadaan Guru mata pelajaran Sejarah di SMA Negeri 3 Kota Gorontalo menurut Tingkat Pendidikan
No 1
N a m a Harsun Awumbas, S.Pd
Jenis Kela min L P L
Jurusan S1 Sej
S2
Mulai Mengaja r 02-02-06
Gol. Ruang
Ket
Penata Muda Tkt 1 III/a
GT
2
Sitti z. Afriani Arif, S.Pd
P Ekon
01-04-06
Penata Muda Tkt 1 III/b
GT
3
Masyithah Hamzah S.Pd
P
01-01-11
Penata Muda III/a
GT
PKN
Sumber : Data Laporan Keadaan Guru Mei 2012 Berdasarkan data laporan di atas dapat dinyatakan bahwa keadaan guru di SMA ini masih memerlukan guru mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang bidang studi yang diajarkan. Untuk keadaan guru di SMA Negeri 3 baik dari segi kualifikasi keilmuan dan kompetensi guru telah diperoleh informasi dari kepala sekolah yang langsung ditemui di ruang wakasek kurikulum, beliau menjelaskan bahwa “ keadaan pengajar di sekolah ini sudah sangat baik, untuk kompetensi baik dari segi pengetahuan, sosial, kepribadian dan profesionalisme guru itu sudah 87 % telah tersertifikasi dan jika dilihat dari kualifikasinya semua guru sudah Strata 1 (S1) dan ada beberapa orang juga yang sudah magister pendidikan”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 28 Mei 2012) Untuk kesiapan dari guru mata pelajaran itu sendiri baik dari segi kualifikasi pendidikan maupun latar belakangnya, kepala SMA Negeri 3 ini menambahkan bahwa “ untuk kesiapan guru pengajar di sekolah ini karena semua
guru pengajar disini sudah strata 1 (S1) bahkan ada yang magister pendidikan maka kesiapan dalam pembelajaran itu sudah matang, namun ada beberapa guru yang masih latar belakang pendidikannya tidak relevan dengan mata pelajaran yang diajarkan karena ada beberapa mata pelajaran yang masih kekurangan guru. Contohnya guru sejarah dan ada juga guru-guru yang sudah melebihi kuota seperti guru ekonomi, jadi untuk mengisi guru yang kurang maka guru yang melebihi kuota itu dapat menginfal mata pelajaran yang kekurangan guru”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 12 Mei 2012) Senada dengan penjelasan dari kepala sekolah, tentang tidak relevannya bidang keahlian dan tugas mengajar guru sejarah juga seperti yang dikemukakan oleh guru mata pelajaran sejarah yakni bapak Harsun Awumbas mengatakan bahwa “di SMA Negeri 3 ini masih kekurangan guru sejarah yang sesuai dengan bidang ilmu sejarah, akan tetapi untuk mata pelajaran lain seperti pendidikan ekonomi jumlah gurunya lebih dari yang dibutuhkan, bahkan jumlahnya akan dikurangi”. (sesuai wawancara tanggal 12 Mei 2012) Meningkatkan keprofesionalan guru, kualifikasi keilmuan atau bidang studi keilmuan sangatlah penting dalam menentukan keprofesionalan. Di atas sudah dijelaskan bahwa dari jumlah guru yang mengajarkan mata pelajaran sejarah hanya 1 orang guru yang bidang keilmuannya sesuai dengan tugas mengajarnya. Adapun yang menarik dalam hal ini, ada salah satu guru yang bukan dari bidang ilmu sejarah sudah diberikan jam pelajaran sejarah yang cukup banyak akan tetapi guru tersebut sudah mengikuti sertifikasi bidang studi pendidikan sejarah dan menjadi guru pada kelas khusus (Boarding class). Dari
pengakuan guru tersebut mengatakan bahwa “sebelumnya saya pengampuh mata pelajaran ekonomi karena guru ekonomi sudah melebihi jumlah guru yang dibutuhkan dan guru sejarah kurang maka mau tidak mau saya harus menjadi guru mata pelajaran sejarah, pertama mengajarkan sejarah di dalam kelas saya merasa kesulitan namun setelah mengikuti sertifikasi bidang pendidikan sejarah, untuk sekarang ini saya merasa enjoy dan menikmati tugas saya dalam mengajarkan mata pelajaran di kelas XI IS”. (sesuai wawancara tanggal 12 Mei 2012) Meski demikian, masih banyak hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan keprofesionalan dalam tugas mengajarnya. Memperhatikan keberadaan guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 3 diantara guru mata pelajaran sejarah ini ada seorang yang masih tergolong yunior dalam tugasnya mengajar karena baru terangkat menjadi PNS dua tahun yang lalu dan baru mengajar mata pelajaran sejarah selama satu tahun. Muncul asumsi bahwa mustahil pembelajaran sejarah tersebut dapat dijalankan secara optimal. Dari segi penguasaan bahan, mereka termasuk yang tidak dibekali ilmu sejarah dari bangku perkuliahan karena hanya berlatar belakang pendidikan Pendidikan kewarganegaraan. Sesuai pengakuan dari guru mata pelajaran Kewarganegaraan yang juga mengajar mata pelajaran sejarah tersebut yakni ibu Masyithah Hamzah mengatakan bahwa “saya termasuk guru yang masih muda atau yunior di SMA Negeri 3 ini dan baru setahun mengajarkan mata pelajaran sejarah di kelas X, sehingga itu bagi saya mungkin belum terlalu profesional dalam hal mengajarkan sejarah, berbeda dengan guru-guru lainnya yang telah lama menjadi guru tetap dan karena bidang keahlian saya tidak relevan dengan tugas mengajar saya maka
untuk mengajarkan sesuatu yang baru itu sangatlah sulit bagi saya”. Di tambahkannya lagi bahwa “karena di sekolah ini dituntut untuk menjadi guru yang profesional maka dengan modal pengetahuan sejarah waktu SMA dulu dan dengan bantuan dari guru pengajar sejarah yang senior serta ketekunan saya dalam menggali informasi tentang materi sejarah, alhamdulilah sekarang ini saya bisa mengajar mata pelajaran sejarah meski belum semaksimal mungkin”. (sesuai dengan wawancara tanggal 12 Mei 2012). Pernyataan ini dipertegas oleh salah satu rekan guru mata pelajaran sejarah yang tergolong senior dalam mengajarkan sejarah yakni bapak Harsun Awumbas mengatakan bahwa “guru pengajar sejarah yunior di sekolah ini sering kami bimbing dalam segala hal, baik dari pemahaman kurikulum sejarah, materi sejarah yang baru sampai dengan penyusunan perangkat pembelajaran sejarah”. (sesuai dengan wawancara tanggal 12 Mei 2012) Ditambahkannya lagi bahwa “sejauh ini cara mengajar guru yunior sejarah yang saya lihat itu masih sedikit kebingungan karena selain masih yunior, guru tersebut dari bidang studi yang tidak sesuai dengan mata pelajaran sejarah. Oleh karena itu masih butuh bimbingan dari guru-guru sejarah yang senior dan untuk hal tersebut kami sering memberikan bimbingan dan arahan kepada guru yunior baik untuk penguasaan materi sejarah, perangkat pembelajaran dan metode pembelajaran sejarah”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 12 Mei 2012) Hal ini lebih dipertegas oleh pendapat dari seorang peserta didik yang duduk di kelas X-1 yang bernama utami Putri Pratama menyatakan bahwa “perbedaan antara guru senior dan yunior itu ada, yaitu terletak pada penguasaan
dan pemahaman materi kalo guru senior pemahamannya sangat luas tentang materi ilmu sejarah sedangkan yang yunior masih belum menguasai materi secara menyeluruh”. (sesuai hasil wawancara tanggal 21 Mei 2012) Hal ini dipertegas dengan observasi yang dilakukan di kelas XI IPS 2 dimana ibu Masyithah Hamzah mengajar mata pelajaran sejarah, dari hasil pengamatan di kelas ini dapat dijelaskan bahwa guru yang masih yunior belum sepenuhnya mengajarkan sejarah secara maksimal kepada peserta didik. Dimana guru tersebut masih sangat kaku dalam mengajarkan materi sejarah dan masih terpaku dengan materi yang ada di buku pegangan guru tanpa mengembangkan dan mengaitkan materi sejarah dengan perkembangan masyarakat sekarang, sehingga membuat peserta didik merasa jenuh dengan materi pelajaran sejarah. Kebijakan-kebijakan dari pihak sekolah terhadap pembinaan program pembelajaran guru yaitu dengan di ikutsertakan dalam beberapa kegiatan, sesuai dengan hasil wawancara yang diperoleh dari kepala sekolah SMA Negeri 3 mengatakan bahwa “untuk pembinaan program pembelajaran diadakan MGMP terhadap Ikatan Guru bidang studi yang Sama (IGS), mengikutsertakan guru-guru dalam seminar-seminar, workshop serta pelatihan IHT untuk pembelajaran”. ( sesuai dengan wawancara tanggal 28 Mei 2012) Seirama dengan pengakuan beberapa guru mata pelajaran sejarah di beberapa SMA Negeri tersebut, di SMA Negeri 4 yang hanya mempunyai 3 orang guru pengajar sejarah, 1 orang berlatar belakang pendidikan sejarah dan 2 orang pendidikan ekonomi. Kedua orang guru tersebut sudah terhitung guru tetap (PNS).
Untuk jelasnya data keadaan guru sejarah di SMA Negeri 4 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4: Keadaan Guru Pengajar Sejarah di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo menurut Tingkat Pendidikan
No
N a m a
Jenis Kela Jurusan min L P S1 S2 P Sejarah
Mulai Kerja
Gol. Ruang
Ket
01-07-04
Penata Muda Tkt 1 III/b
GT
1
Dra. Hastina Lasido
2
Syaifullah Hasan S.Pd
L
Ekon
01-07-04
Penata III/c
GT
3
Toni Paudi, S.Pd
L
Ekon
02-09-03
Penata III/b
GT
Sumber : Data Laporan Keadaan Guru Mei 2012 Berdasarkan data laporan keadaan guru di atas, maka dapat dijelaskan tentang keadaan guru di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo yang langsung dijelaskan oleh Kepala Sekolah yaitu “jumlah guru di SMA ini ada 40 orang guru, semuanya sudah Strata 1 (S1) dan yang tersertifikasi sudah 30 orang guru atau 75 %”. Selain itu juga mengenai kesiapan dari guru mata pelajaran Kepala sekolah menambahkan bahwa “sekitar 75 % guru mata pelajaran siap mengajar lengkap dengan perangkat dan media pembelajaran”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 30 Mei 2012). Pernyataan dari Kepala sekolah di atas menandakan bahwa hanya 75 % guru mata pelajaran yang dapat dikatakan sebagai guru yang profesional dalam tugas mengajar, 25 % yang tersisa belum bisa melaksanakan tugas mengajar
dengan semaksimal mungkin. Seperti halnya di SMA Negeri 3, SMA Negeri 4 terdapat tiga orang guru yang mengajarkan mata pelajaran sejarah namun yang relevan antara kualifikasi keilmuan dengan tugas mengajarnya hanya satu orang guru. Dimana kedua guru yang lainnya berlatar belakang pendidikan Ekonomi dan belum mengikuti sertifikasi mata pelajaran sejarah, yang lebih menariknya lagi kedua orang guru tersebut sudah lama mengajar mata pelajaran sejarah. Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa di SMA Negeri 4 ini masih kekurangan guru mata pelajaran sejarah yang sesuai dengan bidang ilmu pendidikan sejarah. Untuk keprofesionalan guru dalam mengajarkan materi sejarah yang baru di kelas sangatlah sulit, dari hasil wawancara dengan salah seorang guru yang bidang keilmuannya sesuai dengan tugas mengajar yakni ibu Hastina Lasido tentang pembelajaran sejarah di kelas mengatakan bahwa “untuk membelajarkan sejarah pada peserta didik itu tidak mudah, ada beberapa materi sejarah yang baru seperti materi kelas XII IS yaitu tentang materi mutakhir dunia dengan cakupan yang sangat luas pengertiannya. Materi tersebut belum bisa saya pahami sehingga saya kebingungan dalam menyampaikan materi itu di depan kelas. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 29 Mei 2012) Hal ini dipertegas oleh salah satu siswa yang bernama Zulkarnain Husain menyatakan bahwa “guru sejarah yang mengajar dikelas kami cara mengajarnya tidak terlalu menyenangkan dan penjelasannya terputar-putar membuat kami bingung dengan materi yang diajarkan”. Ditambahkannya lagi bahwa “guru sejarah kami sering menggunakan metode ceramah dan selalu memberikan tugas tanpa menggunakan metode dan media pembelajaran sejarah seperti LCD yang
membuat kami senang belajar sejarah”. (sesuai dengan wawancara tanggal 25 mei 2012) Hal ini menggambarkan bahwa guru mata pelajaran sejarah yang bidang studinya sudah relevan dengan tugas mengajarnya masih belum profesional dalam mengajarkan materi sejarah, dan memang guru sejarah tersebut kualifikasi keilmuannya yaitu sudah strata 1 (S1) namun belum tersertifikasi sebagai guru sejarah, sehingga belum maksimal dalam pembelajaran di kelas. Untuk membelajarkan sejarah sangat tidak mudah, di mana untuk menjadi guru mata pelajaran sejarah harus memerlukan pemikiran kritis dalam menyampaikan materi-materi sejarah. banyak yang beranggapan bahwa belajar sejarah sangat membosankan karena mengulang cerita yang itu-itu saja namun bagi guru mata pelajaran yang bidang keilmuannya tidak relevan dengan tugas mengajar ini sangat berbeda pendapatnya terhadap pembelajaran sejarah. Pada saat guru tersebut di wawancarai di aula SMA Negeri 4 ini mengaku bahwa “saya sangat menikmati profesi saya yang menjadi guru mata pelajaran sejarah di sekolah ini, karena belajar sejarah itu berbeda dengan belajar berhitung dimana belajar sejarah sangat menarik mempelajari materi-materi menarik tentang perjuangan bangsa dan dengan belajar sejarah kita bisa belajar disiplin ilmu lainnya seperti tentang disiplin ilmu politik, ekonomi, sosiologi, hukum dan pemerintahan pada masa dulu sampai dengan sekarang”. (sesuai hasil wawancara tanggal 24 Mei 2012) Hal ini ketika dipertanyakan tentang profesionalisme guru mata pelajaran sejarah secara spontanitas seorang guru yang mengajarkan mata pelajaran di kelas
yang bidang keilmuannya pendidikan ekonomi mengatakan bahwa “jujur saya sangat kesulitan dalam mengajarkan sejarah karena saya bukan dari bidang ilmu sejarah melainkan bidang ilmu saya dari pendidikan ekonomi, jadi untuk mengajarkan sejarah saya hanya mempelajarinya dari buku pegangan guru sebelum mengajar sejarah di kelas dan ada beberapa pengetahuan tentang ilmu sejarah yang saya peroleh di bangku SMA saya dulu”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 24 Mei 2012) Sama halnya dengan SMA Negeri lainnya, di SMA Negeri 4 juga diwajibkan untuk mengikutsertakan semua guru mata pelajaran dalam kegiatan diklat-diklat, pelatihan/penataran, seminar, workshop maupun IHT dalam program pembelajaran. Selain itu juga untuk memberikan semangat kepada guru-guru dalam melaksanakan tugasnya dalam mengajar, seperti yang dilontarkan oleh kepala sekolah SMA Negeri 4 ini yakni “ untuk menambah energi/semangat dari guru-guru itu sendiri, kami pihak sekolah selalu memperhatikan kesejahteraan guru, memberikan tunjangan guru tepat pada waktunya, memberikan reward atau penghargaan kepada guru berprestasi”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 30 Mei 2012) Berdasarkan pada tabel-tabel di atas, maka nampak keberadaan tenaga pengajar sejarah di empat SMA Negeri kota Gorontalo hanya ada sejumlah 12 orang yang berstatus sebagai guru tetap dan memiliki kualifikasi keilmuan yang sesuai dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi keilmuan melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Demikian pula guru yang berlatar
belakang pendidikan yang sesuai dengan tugas mereka mengajar hanya ada sejumlah 7 orang guru mata pelajaran sejarah atau 58 %, dan yang berlatar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan tugas mereka mengajar sejarah ada 5 orang atau 42 %. Dilihat dari stratifikasi pendidikan, guru-guru mata pelajaran sejarah SMA Negeri kota Gorontalo, semua guru yang sudah berstatus PNS rata-rata sudah memiliki strata pendidikan sarjana (S1) yang semuanya berjumlah 12 orang atau 100 %. Sementara yang sudah magister (S2) walaupun linieritas bidang keilmuannya tidak relevan antara pendidikan S1 dengan pendidikan S2 berjumlah 1 orang atau 8 %. Latar belakang pendidikan guru sejarah di SMA kota Gorontalo yang sudah 100 % pendidikan sarjana itu, tentu sangat diharapkan oleh sekolah masing-masing dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian bagi tenaga-tenaga pengajar sejarah di empat SMA tersebut tidak bermasalah lagi dengan diberlakukannya Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2006 dimana setiap guru harus minimal S1. Meski demikian harapan sekolah bahwa keberadaan guru sejarah yang sudah memiliki stratifikasi pendidikan sarjana, namun pada kenyataannya masih terdapat kendala dalam pelaksanaan tugas mengajar. Kendala tersebut antara lain disebabkan oleh bidang keilmuan para tenaga pengajar masih ada sebagian besar (42 %) tidak relevan dengan tugasnya mengajar, seperti ada yang berijazah Pendidikan Ekonomi dan PKN, termasuk Bimbingan Konseling (BK). Mereka ini mengakui dengan jujur kendala yang dihadapi mereka ketika berhadapan dengan tugas mereka mengajar.
Pengakuan salah seorang guru pengajar sejarah di SMA Negeri 3 ketika di wawancarai mengatakan bahwa ; saya merasa kesulitan dalam mengajar sejarah disebabkan latar belakang pendidikan saya bukan berasal dari bidang keilmuan sejarah. Meskipun saya sudah memiliki strata pendidikan sarjana S1 namun bidang keahlian saya, hanya bidang ilmu kewarganegaraan. (sesuai dengan wawancara 12 Mei 2012). Demikian pula halnya diungkapkan oleh salah satu guru mata pelajaran sejarah SMA Negeri 4 yang berlatar belakang Ekonomi mengakui secara jujur dan terbuka bahwa mengajar sejarah itu sulit, karena piciknya pengetahuan, modal sejarah hanya berdasarkan pengalaman dari SMA, sementara latar belakang pendidikan saya dari perguruan tinggi sangat jauh berbeda dengan tugas mengajar sekarang ini, karena guru sejarah di sekolah saya bertugas masih kurang maka mau tidak mau kami guru dari ekonomi yang sudah terlalu banyak di berikan jam mengajar sejarah di kelas Bahasa”. (sesuai hasil wawancara tanggal 25 mei 2012). Hal yang paling menarik dalam penelitian ini adalah problem yang dari dulu sampai sekarang, belum dapat dituntaskan baik oleh pihak sekolah maupun pemerintah. Pengajaran sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang optimal, dimana tenaga pengajar yang tidak sesuai dengan bidang keahlian dan tugas mengajarnya, Hal ini dapat mengakibatkan timbul pemahaman bahwa pelajaran sejarah seolah sangat mudah dan digampangkan oleh pihak sekolah. Apalagi untuk sekolah yang sudah berstandar internasional seperti salah satu SMA Negeri di Kota Gorontalo yang berstatus sekolah RSBI masih kekurangan
guru mata pelajaran sejarah dan memiliki guru yang tidak relevan antara tugas mengajar dan bidang studi guru tersebut. Selain latar belakang pendidikan yang menjadi modal bagi tenaga pengajar sejarah di beberapa SMA Negeri kota Gorontalo ini, pengalaman mengajar juga dianggap hal yang berkaitan dengan keprofesionalan guru. Hingga timbul ungkapan yang berbunyi pengalaman adalah guru yang besar dimana memiliki arti yang sangat besar pula. 4.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Profesionalisme Guru pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri se-Kota Gorontalo Ada beberapa faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dalam menjalankan tugasnya dalam mengajar antara lain, kurangnya fasilitas atau media pembelajaran untuk peserta didik, materi baru yang ada pada kurikulum sejarah sangat membingungkan, alokasi waktu dalam pembelajaran sejarah di kelas yang tersedia sangat minim. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa guru mata pelajaran sejarah di antaranya ada beberapa faktor penghambat yang menjadikan pembelajaran sejarah kurang diminati bahkan tidak disenangi oleh peserta didik. Hal ini sesuai dengan wawancara dari salah seorang guru mata pelajaran sejarah yang senior di SMA Negeri 1 mengatakan bahwa “saya sebagai pengajar sejarah di sekolah ini mengalami kesulitan dalam mengajar di kelas, ketika mau membelajarkan materi sejarah secara kontekstual ini sangat sulit karena fasilitas atau sarana yang merupakan objek sejarah di Propinsi Gorontalo ini sangat minim misalnya tidak adanya museum, peninggalan sejarah Nasional seperti candi, prasasti ataupun
tugu, sehingganya peserta didik hanya mampu menghayalkannya atau melihat objek sejarah lewat gambar di buku-buku pelajaran atau internet. (sesuai hasil wawancara tanggal 23 April 2012) Pernyataan yang senada dari guru mata pelajaran sejarah yang lainnya menyatakan bahwa “pembelajaran sejarah jadi tidak efektif dikarenakan buku sumber atau pun buku paket untuk mata pelajaran sangatlah kurang, bahkan tidak ada sumber buku sejarah untuk jurusan Bahasa, selain itu laboratorium sejarah yang menjadi pusat kegiatan belajar sejarah di sekolah ini tidak ada”. (sesuai hasil wawancara tanggal 24 April 2012) Yang lebih menarik dari permasalahan ini yaitu sebelum mengajar di kelas pengajar diwajibkan mempunyai perangkat pembelajaran baik silabus maupun RPP, dalam penyusunan perangkat pembelajaran banyak guru mata pelajaran sejarah mengalami kesulitan dalam penyusunannya. Banyak guru yang masih mengcopy paste silabus bahkan RPP dari tahun-tahun sebelumnya, hal ini sesuai dengan pengakuan dari seorang guru mata pelajaran sejarah mengatakan bahwa “untuk penyusunan perangkat pembelajaran baik itu silabus maupun RPP, masih menyalin atau mengcopy paste perangkat pembelajaran dari tahun-tahun sebelumnya dikarenakan kami sebagai guru pengajar sejarah masih kurang kreatif dalam pengembangan penyusunan perangkat pembelajaran yang baru, karena dalam silabus harus mencantumkan integrasi nilai karakter bangsa (Pendikar). Untuk itu diharapkan kepada pihak pemerintah untuk menyikapi keadaan ini dengan mengadakan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran khusus bagi pengajar mata pelajaran sejarah”. (sesuai hasil wawancara tanggal 24 April 2012)
Hal yang berbeda dengan pernyataan di atas dilontarkan oleh salah seorang guru sejarah di SMA Negeri 3 mengatakan bahwa “untuk sekarang kegiatan mengcopy paste perangkat pembelajaran itu sudah tidak membudaya di sekolah ini karena perangkat pembelajaran sekarang dengan kurikulum KTSP sudah sangat jauh berbeda dengan perangkat pembelajaran yang kemarin, perangkat sekarang lebih mengarah ke nilai-nilai integrasi bangsa atau pendidikan karakter dan dalam penyusunan perangkat pembelajaran tersebut sudah mudah buat saya”. (sesuai hasil wawancara tanggal 12 Mei 2012) Dalam penyusunan perangkat pembelajaran, ada juga faktor yang menghambat pembelajaran di kelas berlangsung tidak optimal. Sebagian kecil guru-guru mata pelajaran sejarah yang masih bingung dengan materi baru yang terdapat dalam kurikulum KTSP, dari wawancara yang diperoleh dari guru mata pelajaran sejarah yakni ibu Hastina Lasido mengatakan bahwa “ada beberapa materi yang belum dipahami dan dikuasai secara maksimal, yaitu materi kelas XII tentang mutakhir dunia, materinya sangat umum dan sangat luas pengertiannya jadi saya masih mempelajarinya dengan menambah informasi lewat buku-buku lainnya maupun internet”. (sesuai dengan hasil wawancara tanggal 29 Mei 2012) Selain itu alokasi waktu pembelajaran sejarah menjadi permasalahan yang sampai sekarang dihadapi oleh guru mata pelajaran sejarah, dimana alokasi waktu yang diberikan dalam pembelajaran sejarah di kelas X itu hanya 1 jam pelajaran (45 menit), dengan alokasi waktu yang sangat minim menjadikan pembelajaran sejarah sangat tidak efektif dan efisien. Seperti yang dilontarkan oleh salah
seorang guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 2 menyatakan bahwa “pembelajaran sejarah di kelas sangatlah tidak efektif dan efisien karena alokasi waktu untuk mata pelajaran sejarah di kelas X itu hanya 1 jam pelajaran yakni 45 menit sehingga metode pembelajaran yang digunakan lebih menggunakan metode ceramah. (sesuai hasil wawancara tanggal 8 Mei 2012) Pernyataan di atas dipertegas oleh peserta didik kelas X 9 mengatakan bahwa “dalam proses belajar di kelas guru sejarah sering menggunakan metode ceramah karena waktu mata pelajaran sejarah di kelas kami hanya 1 jam pelajaran”. (sesuai wawancara tanggal 8 Mei 2012) Senada dengan penyataan di atas salah satu siswa dari SMA Negeri 4 yang bernama Buyung Hamzah Hunto juga mengatakan bahwa “untuk guru mata pelajaran sejarah itu tidak pernah menggunakan metode pembelajaran selain metode ceramah dan tidak pernah menggunakan media pembelajaran, hanya ada fotokopi materi yang sudah disalin dari buku pegangan guru”. (sesuai dengan wawancara tanggal 25 Mei 2012) Banyak terdapat dalam perangkat pembelajaran, berbagai metode dan model pembelajaran akan tetapi ketika dalam pelaksanaan pembelajaran banyak yang tidak sesuai dengan perangkat pembelajaran, berbagai alasan yang dilontarkan oleh para guru mata pelajaran sejarah baik alasan dari segi alokasi waktu yang minim sampai pada media yang belum siap. Namun hal ini ketika di telusuri ternyata bukan hanya alokasi waktu dan media pembelajaran yang menjadi alasan kurang optimalnya kegiatan belajar mengajar, akan tetapi kondisi, mental dan perasaan dari guru pengajar itu sendiri. Seperti yang dikemukakan
oleh salah satu murid di SMA Negeri di Kota Gorontalo bahwa kebanyakan guruguru mata pelajaran tak terkecuali guru mata pelajaran sejarah ketika dalam proses pembelajaran di kelas lagi tidak enak badan maka para siswa hanya di suruh merangkum materi pelajaran yang sudah ada dalam modul atau fotokopi materi sejarah. Selain itu ketika seorang guru sejarah itu ada masalah baik itu masalah pribadi atau keluarga, pasti suasana hati guru tersebut tidak baik atau marah sehingga kegiatan belajar di kelas sudah tidak menyenangkan lagi. Hal ini seperti yang diungkapkan secara spontanitas dari seorang siswa bahwa “seringkali kalau guru kami lagi ada masalah baik itu masalah di luar sekolah maupun dalam sekolah, beliau selalu tidak konsen dalam mengajar bahkan sering marah-marah ketika kami sedang bertanya”. (wawancara tanggal 24 April 2012) Berdasarkan dari semua wawancara yang diperoleh bahwasanya masih banyak terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dalam menjalankan tugasnya dalam mengajar, dapat disimpulkan bahwa selain faktor dari sekolah (intern) maupun di luar lingkungan sekolah (ekstern). 4.3 Pokok-pokok Temuan Berdasarkan apa yang telah di uraikan di atas bahwa Profesionalisme Guru Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri kota Gorontalo, masih terdapat banyak faktor yang mempengaruhi antara lain kualifikasi bidang keilmuan (seperti latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar serta lamanya menjadi guru), juga sarana prasarana penunjang pembelajaran sangat mendominasi kesuksesan dalam pembelajaran sejarah.
Sesuai hasil data yang diperoleh melalui penelitian ini, maka terdapat pokok-pokok temuan sebagai berikut : 1. Keprofesionalan Guru sejarah Dari segi karakteristik pribadi guru seperti latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan lamanya bertugas, terlihat ± 50 % tenaga-tenaga pengajar sejarah yang tidak berlatar belakang pendidikan sejarah dan masih tergolong yunior atau belum berpengalaman banyak dalam tugas mengajar. Kondisi seperti ini hampir dialami oleh semua SMA Negeri kota Gorontalo, di mana pada pembelajaran sejarah masih banyak di ajarkan oleh guru yang belum profesional dalam bidang ilmu sejarah, karena ada beberapa yang dari bidang studi lain sudah mengajar sejarah cukup lama dan dibebani jam pelajaran yang cukup banyak. Salah satu indikator yang menonjol pada guru yang belum profesional adalah ketidaksesuaian antara tugas mengajar dengan bidang keilmuannya yaitu; guru mengajar mata pelajaran sejarah, sementara bidang keahlian ilmu dari Pendidikan Ekonomi, Bimbingan Konseling (BK), dan juga dari Kewarganegaraan (PKN). 2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Profesionalisme Guru pada Mata Pelajaran Sejarah Dalam pengembangan keprofesionalan guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri se-Kota Gorontalo, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketidak profesionalan guru selain bidang keahlian yang tidak sesuai dengan tugas mengajar termasuk juga sarasna dan prasarana atau fasilitas pembelajaran yang belum memadai, serta materi baru pada kurikulum sejarah yang masih
membingungkan para guru mata pelajaran sejarah. Hal tersebut dapat mengakibatkan seorang guru kurang profesional dalam pembelajaran sejarah. Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti di temukan bahwa di seluruh SMA Negeri se-kota Gorontalo belum terdapat laboratorium sejarah yang menjadi pusat pembelajaran sejarah, yang ada hanya ada laboratorium untuk ilmu eksakta yakni laboratorium Fisika, Biologi, Kimia dan Bahasa. Hal ini menandakan masih ada sekat antara bidang ilmu sejarah dengan bidang ilmu lainnya, dan ini bisa menimbulkan argumen terhadap pembelajaran sejarah yang secara langsung dimarjinalkan oleh pihak sekolah maupun pihak pemerintah. Selain itu juga di Kota Gorontalo masih kekurangan objek/situs sejarah Nasional yang menjadi materi pembelajaran sejarah secara kontekstual, yang ada hanya objek sejarah lokal yang kondisinya pun masih sangat memprihatinkan. Sehingga para peserta didik hanya mampu melihat atau mengamati objek sejarah dari buku paket atau lewat internet. Ada beberapa sekolah yang sudah mengadakan studi tour ke beberapa tempat yang ada di pulau Jawa yang merupakan pusat objek sejarah Nasional, namun semua itu butuh biaya yang tidak sedikit sehingga pelaksanaan dalam studi tour itu sudah sangat jelas hanya para pelajar yang mampu yang bisa ikut studi tour sejarah sedangkan peserta didik yang lain hanya bisa menghayal atau melihatnya di buku-buku serta internet. Selain itu juga, ada beberapa hambatan yang secara umum menjadi permasalahan bagi guru mata pelajaran sejarah dimana alokasi waktu untuk kelas X itu sangat minim hanya ada satu (1) jam mata pelajaran atau 45 menit. Sehingganya untuk membelajarkan sejarah di kelas itu hanya menggunakan
metode ceramah dan pemberian tugas. Sebagian besar para peserta didik yang telah diwawancarai mengeluh akan hal tersebut karena dengan metode ceramah yang itu-itu saja dapat membuat para peserta didik merasa jenuh dan bosan dalam kelas, hal ini bisa menimbulkan mata pelajaran sejarah tidak disenangi oleh peserta didik dan implikasinya bisa berakibat pada saat penentuan kelas jurusan untuk kelas XI berikutnya, banyak peserta didik yang memilih kelas IPA dibandingkan kelas IPS. Dan ini salah satu faktor membuat nilai akan profesionalisme guru menurun atau tidak bisa menarik minat dari peserta didik itu sendiri untuk belajar sejarah. 4.4 Pembahasan 4.4.1 Profesionalisme Guru Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri se-Kota Gorontalo Berdasarkan hasil sajian data di atas, bahwa guru yang profesional adalah guru yang melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai guru yang kerasan dan menjadikan mengajar dan mendidik adalah bagian dari hidup atau panggilan jiwa. Beberapa tugas guru yang profesional ditandai dengan keahlian dalam menyampaikan materi dan metode belajar, juga ditunjukan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Seorang guru sejarah yang profesional adalah guru yang mengetahui apa, kapan, dimana dan bagaimana seharusnya yang dilakukan untuk kepentingan peserta didiknya baik di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. Seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal, antara lain: memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan
bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus. Menjadi guru yang profesional khususnya pada mata pelajaran sejarah, perlu memahami bahwa sejarah sebagai ilmu sudah jelas dasarnya, karena sejarah itu empiris, mempunyai objek, mempunyai teori, dan ada generalisasi. Jadi cara penyampaian perlu gaya bahasa, dan semua ini bisa menghilangkan anggapan masyarakat terhadap pembelajaran sejarah yang selama ini jenuh dan membosankan. Memang ada guru yang kreatif tetapi hanya sebagian saja, seorang guru harus berusaha keras dan diperlukan kreatifitas dalam menyiapkan dan menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode dan model serta media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan misalnya media pembelajaran LCD atau peta elektronik sehingga siswa dalam kelas tidak hanya ribut dan bermain tetapi aktif belajar dan menyenangi pelajaran sejarah. Berangkat dari kemampuan dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru yaitu: (1) merancang program pembelajaran termasuk mengembangkan silabus; (2) melaksanakan, memimpin, mengelola, dan menilai program pembelajaran; (3) mendiagnosis masalah dan hambatan yang dihadapi oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dan menguasai kompetensi yang ditetapkan; dan (4) menyusun dan merancang berbagai pilihan yang harus dikembangkan untuk membantu siswa. Dari keempat kemampuan ini masih sangat perlu ditunjang pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan: (1) karakteristik peserta didik; (2)
ilmu pengetahuan sebagai obyek belajar; (3) hakikat tujuan pendidikan dan kompetensi yang harus dicapai dan dikuasai peserta didik; (4) teori belajar umum dan khusus; (5) model-model pembelajaran sesuai dengan bidang studi; (6) teknologi pendidikan; dan (7) sistem dan teknik evaluasi. Guru sejarah di sekolah tidak hanya sekedar menyuruh siswa untuk menyalin, mendikte atau menghafal tahun-tahun perjuangan, tokoh-tokoh pahlawan dan lain sebagainya. Metode seperti ini adalah metode pendidikan pada masa abad pertengahan yang perlu dihilangkan, karena guru mengajar hanya sekedar mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, tanpa memberikan nilainilai sosial kemasyarakatan pada peserta didik tersebut. Seharusnya untuk menjadi guru yang profesional adalah guru yang tidak hanya sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, tetapi beralih sebagai pelatih (coach) dimana seorang guru melatih anak didiknya untuk bagaimana berpikir kritis dan bijaksana
dalam
mengambil
keputusan,
pembimbing
(counselor)
yakni
memberikan bimbingan kepada peserta didik untuk selalu tekun dan giat dalam belajar serta memberikan solusi dalam setiap masalah yang dialami oleh peserta didiknya, dan manajer belajar (learning manager) yang selalu membantu peserta didik dalam mengatasi dan mengatur waktu belajar. Keprofesionalan dari seorang guru sejarah adalah mampu mengerahkan pikirannya untuk membimbing siswa kearah yang lebih baik. Menjadi panutan bagi anak didiknya, dan menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya. Seperti lirik dari salah satu lagu kebangsaan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, maksud dari ungkapan tersebut tidak lain bahwa guru tidak pernah mengharap
imbalan dari peserta didiknya setelah apa yang dilakukannya untuk kepentingan siswa. Apalagi untuk pengajar sejarah, di pundaknya terbebani tugas berat dalam mendidik dan mengajar meskipun pekerjaannya mulia akan tetapi miskin imbalan materi. Sulit sekali mendengar ada orang tua yang sampai berusaha memberi pelajaran tambahan seperti kursus atau les privat bila mengetahui anaknya kurang berhasil dalam pelajaran sejarah, hal ini jelas berbeda dengan pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, Fisika atau Akuntansi yang dimana-mana ada tempat kursus atau les privatnya. Namun hal ini justru menjadi tantangan tersendiri buat para guru mata pelajaran sejarah untuk lebih meningkatkan keprofesionalannya agar peserta didik lebih banyak meminati pelajaran sejarah. Seorang guru profesional memiliki kewibawaan yang tinggi didepan para siswanya, sangat dihindari gerak-gerik negatif. Selalu adil tanpa pilih-pilih terhadap peserta didiknya, arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Seperti manfaat sejarah bagi kita yaitu menjadikan orang yang mampu mengambil pengalaman dari sejarah dan mampu menjadi orang yang paling bijaksana. Terlepas dari tugas guru pada umumnya mengajarkan pengetahuan kepada peserta didik, maka dalam hubungan dengan pembelajaran sejarah, seorang guru dituntut harus memiliki kompetensi khusus dalam pembelajaran sejarah. Mengutip apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005 : 38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan. Ada beberapa aspek atau kompetensi yang menjadikan seorang guru sejarah dapat dikatakan sebagai guru sejarah yang profesional yakni; (1) Aspek Kognitif Pencapaian tujuan pembelajaran yang seringkali disamakan dengan kompetensi pedagogik akan dipengaruhi oleh penguasaan aspek kognitif (pengetahuan) guru. Tentu saja penguasaan aspek pengetahuan oleh guru sejarah terutama dimaksudkan adalah pengetahuan yang meluas tentang materi sejarah yang akan diajarkan. Banyak para guru mata pelajaran di sekolah menengah yang merasa kurang memahami materi-materi baru yang terdapat dalam buku pegangan guru, misalnya materi baru tentang Mutakhir Dunia yang menjadi materi untuk kelas XII IPS. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tambahan yang sifatnya memperluas cakrawala serta wawasan guru sejarah, sehingga mampu lebih menghidupkan peristiwa masa lampau dan mengembangkan pengetahuan secara global. Pengetahuan mendalam yang dapat menghidupkan peristiwa masa lampau antara lain peristiwa kontemporer di masyarakat sekitarnya, negara maupun di dunia internasional. Kepentingan pengetahuan semacam ini untuk memungkinkan
guru sejarah menghubungkan peristiwa masa lampau dengan peristiwa masa kini dengan menarik benang merah suatu peristiwa. Selain itu diperlukan juga pemahaman (yaitu kemampuan menangkap makna atau arti dari materi pelajaran sejarah), penerapan (yaitu kemampuan mempergunakan metode pembelajaran sejarah untuk menghadapi situasi yang baru dalam masyarakat), analisis (kemampuan menjabarkan materi pembelajaran sejarah atau mengaitkan peristiwa yang terjadi di negara sendiri atas negara lain sehingga mampu dipahami oleh peserta didik), dan sintesis ( yaitu kemampuan memadukan antara materi sejarah yang lokal dan materi sejarah yang tercatat dalam sejarah dunia). Untuk menghadapi tantangan tersebut, guru sejarah perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Guru sejarah terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu pegetahuan yang di milikinya. Caranya dengan sering melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka maupun penelitian tindakan kelas (PTK). (2) Aspek Afektif Sudah jelas bahwa dengan kurikulum pendidikan sekarang yang mengedepankan pendidikan karakter bangsa (character nation buildings) maka sikap guru sejarah sangat berpengaruh atas pencapaian tujuan pembelajaran sejarah
yang
pada
dasarnya
berkenaan
dengan
bidang
afektif,
yaitu
pengembangan sikap siswa yang positif terhadap lingkungan masyarakat dan bangsanya yang bersumber pada nilai-nilai sejarah yang diajarkan. Apabila seorang guru sejarah sama sekali tidak menunjukkan sikap menghargai peristiwa
masa lampau atau secara tegasnya tidak tertarik pada pertistiwa sejarah, sulit diharapkan guru sejarah tersebut bisa mengajarkan sejarah dengan sebaik mungkin, dalam arti guru sejarah tersebut mampu merealisir tujuan pembelajaran sejarah secara kontekstual. Bukan hanya di dalam kelas, tetapi di luar kelas juga seorang guru harus menunjukkan diri sebagai seorang yang menghargai sejarah. Sikap guru sejarah seperti tersebut tentu saja harus didukung oleh sikap pribadi yang positif, yang nampak dalam penampilan guru seperti penuh pengertian terhadap siswa, toleran, sabar, ramah, melayani setiap pertanyaan siswa serta mampu membantu peserta didik dalam memecahkan masalah pendidikannya. Belajar sejarah berarti belajar tentang sikap dan nilai-nilai terhadap kehidupan bermasyarakat, jadi untuk menjadi guru sejarah bukan hanya bersikap baik terhadap peserta didik akan tetapi juga bersikap baik terhadap masyarakat, lingkungan dan negaranya. Guru sejarah menjadi guru teladan bagi peserta didiknya harus memiliki sikap dan kepribadian yang utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan atau idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karena guru sejarah harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya terutama di depan peserta didiknya. Meski dalam suasana bagaimanapun, mental yang terpuruk sekalipun dituntut seorang guru sejarah untuk tetap mendahulukan sikap profesionalannya dihadapan peserta didik dan masyarakat pada umumnya daripada mengedapankan egonya.
(3) Aspek Psikomotor Aspek yang terakhir adalah menyangkut kemampuan guru sejarah dalam menentukan metode pembelajaran yang efektif dan menyenangkan yang sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan di dalam kelas, sehingga sasaran pembelajaran sejarah bisa dicapai semaksimal mungkin. Di sinilah keterampilan memilih, mengembangkan dan mengimplementasikan berbagai alternatif strategi dan metode mengajar sejarah sangat diperlukan bagi seorang guru sejarah. Tanpa adanya keterampilan ini guru sejarah akan terpaku pada strategi dan metode yang itu-itu saja, tanpa memvariasikan metode-metode atau model pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Hal ini dikarenakan oleh alokasi waktu yang sangat minim atau keadaan mental dari seorang guru yang tidak memungkinkan baginya untuk mengaplikasikan metode pembelajaran yang sudah direncanakan sebelumnya di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Suatu pembelajaran akan dikatakan gagal ketika dalam proses pembelajaran di kelas guru sejarah merasa kebingungan dengan materi yang diajarkan, setidaknya guru sejarah harus cermat dan teliti dalam menentukan metode dengan menggunakan media yang canggih yang sesuai dengan materi yang diajarakan dan dapat mengundang minat belajar peserta didik di ruang kelas. Guru sejarah dituntut untuk dapat mengoperasikan media pembelajaran elektronik selain peta, globe dan buku-buku pelajaran, agar anggapan dari peserta didik tentang tidak pentingnya belajar sejarah itu bisa hilang dari pikirannya, serta dibutuhkan keterampilan dari seorang guru sejarah untuk mengembangkan dan menggunakan teknik evaluasi atau penilaian terhadap minat dan hasil belajar peserta didik terhadap mata pelajaran
sejarah. Evaluasi yang dilakukan oleh guru mata pelajaran sejarah dapat membantu guru dalam mengembangkan metode pembelajaran yang akan diajarkan, lewat pengukuran inilah seorang guru bisa mengukur kemampuan peserta didik dan kegagalan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Banyak hal yang harus diakui, bahwa kondisi-kondisi objektif yang sulit diatasi guru sejarah, seperti kurikulum yang kurang fleksibel dan sering berubahubah, keterbatasan waktu, fasilitas media yang kurang memadai, buku-buku atau bahan-bahan bacaan yang langka serta mahal harganya dan lain sebagainya. Dalam keterbatasan berbagai fasilitas tersebut, guru sejarah hendaknya tetap berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi tuntutan profesinya. Dalam situasi kurikulum sekarang ini porsi yang diberikan untuk mata pelajaran sejarah kiranya cukup dipahami bahwa hal itu sudah demikian kenyataannya. Menyikapi berbagai persoalan tersebut, maka guru sejarah harus mampu meningkatkan dedikasi, kreativitas dan mampu menjadikan pelajaran sejarah menarik dan memenuhi fungsi-fungsi edukatifnya. Guru sejarah seperti itulah yang dapat dikatakan sebagai guru penguasa pembelajaran sejarah (god of history’s study) yang artinya di mana, kapan dan bagaimana pun kondisi guru sejarah tersebut masih dapat membelajarkan sejarah kepada peserta didiknya. Peserta didik tidak hanya dijejali oleh berbagai kisah masa lampau dalam bentuk cerita para tokoh perjuangan. Guru sejarah mampu menguasai strategi yang dapat merangsang peserta didik untuk dapat mengenali dan mengkaji setiap peristiwa secara utuh serta menghubungkan peristiwa satu dengan peristiwa lainnya.
Berbagai permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah, maka ada hal yang paling mononjol sebagai hambatan dalam pengembangan strategi dan metode pembelajaran di setiap sekolah yakni kesiapan guru mata pelajaran sejarah dalam menyampaikan materi sejarah kepada peserta didik. Seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini maka tidak terbantahkan bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditundatunda lagi,. Diperlukan orang-orang yang memang benar benar-benar ahli di bidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan zaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang guru dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas pembelajaran. Tugas pembelajaran yang merupakan salah satu kompetensi guru sepertinya belum terlalu nampak pada guru pengajar sejarah, bahwa mereka itu benar-benar siap dan mampu mengembangkan strategi dan metode termasuk memahami materi ajar. Kebanyakan penguasaan materi ajar sejarah masih terbatas pada apa yang tampak pada perangkat pembelajaran dan kurang pengembangan ke pengetahuan yang lebih luas, misalnya ke peristiwa yang lebih aktual agar
peserta didik mampu berpikir kritis serta menganalisis dalam mengembangkan dan memahami arti sejarah dalam artian yang luas. Seperti telah di singgung pada uraian-uraian terdahulu, bahwa sudah tidak bisa dipungkiri betapa penting posisi pelajaran sejarah bagi pengembangan identitas bangsa. Meski demikian perlu pula disadari bahwa guru sejarah harus mampu membuka cakrawala peserta didiknya tentang manfaat belajar sejarah, mengorganisir program membaca, mendengar, dan berbicara tentang peristiwa masa lampau sebagai media untuk memahami aktivitas manusia di masa lampau. Sejarah melatih peserta didik mengorganisir pengetahuan sejarah, berbagai data dan fakta sejarah yang seolah tercecer tidak terstruktur, dapat dirangkai dalam suatu kisah yang koheren dan bermakna sebagai bagian dari strategi kognitif yang dimilikinya sehingga pelajaran sejarah mudah dipahami. Arti penting pelajaran sejarah tidak dengan sendirinya berkembang tanpa ada usaha seorang guru untuk mewujudkannya pada peserta didik. Diperlukan suatu keseriusan seorang guru untuk menumbuhkan suatu kesadaran yang disebut kesadaran sejarah. Menumbuhkan suatu kesadaran sejarah merupakan landasan
bagi timbulnya
tanggung jawab sejarah yang tidak lain dari tanggung jawab generasi untuk menjawab tuntutan zaman pada waktu dimana generasi itu hidup. Untuk itu dengan sendirinya diperlukan pendukung-pendukung yang sanggup menunjang usaha-usaha ke arah pengembangan kesadaran serta tanggung jawab sejarah itu. Dalam hal ini kiranya pendukung yang punya posisi sangat menentukan adalah guru sejarah, sebab merekalah yang berhadapan langsung dengan murid-muridnya
dan merupakan salah satu sasaran utama bagi penanaman nilai-nilai historis yang diinginkan oleh bangsa Indonesia. Konsekuensi kesiapan guru sebagai tenaga pengajar sejarah adalah harus memiliki kualitas profesi yang harus dimiliki oleh seorang guru sejarah, yaitu: (1)
Menguasai bidang studi yang diajarkan. Pendidik yang tidak menguasai bidang yang diajarkan akan sulit menjadikan proses belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan. Mata pelajaran sejarah yang dipegang oleh pendidik yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan sejarah, akan menghadapi masalah bila dalam proses pembelajaran timbul masalah yang substansial. Pandangan yang beranggapan banyak pendidik tidak perlu banyak bidang keilmuan yang diajarkan, dengan alasan karena dirinya bukan sarjana murni sangat tidak mendasar. Sangat disayangkan bila di sekolah menengah apalagi sekolah model serta sekolah yang berstandar internasional (RSBI) masih ada guru pengajar yang bidang keahliannya tidak relevan dengan tugas mengajarnya, ini bisa dikatakan pembodohan terstruktur kepada peserta didik.
(2). Mengerti dan memahami hakekat peserta didik. Sudah dijelaskan di atas bahwa pendidikan berkaitan dengan perkembangan anak remaja saat ini, maka wajar bila ada yang memilih profesi pendidik karena suka dengan perkembangan peserta didik. Pendidik atau guru harus mengetahui prinsipprinsip perkembangan peserta didik yang sedang mengalami proses transisi. (3). Mengerti berbagai keterampilan dan prinsip pengajaran serta dapat memanfaatkannya unuk memperlancar proses pembelajaran. Anggapan
bahwa mengetahui banyak materi yang materi dengan sendirinya dapat mengajar, tidak selamanya benar. Banyak orang yang pandai dalam bidang ilmu sejarah yang digeluti, namun sulit atau gagal dalam menjelaskan pada orang lain. Menyampaikan informasi atau pesan pada orang lain memerlukan suatu metode khusus sekaligus kiat tertentu. Pendidik yang efektif tidak hanya perlu menguasai bidang ilmu sejarah yang akan diajarkan, guru juga perlu tahu cara bagaimana mengajarkannya. Pengalaman dan praktek pengajaran yang berhasil dari orang lain tanpa dimanfaatkan, dalam ruang lingkup pendidikan hal tersebut kurang kondusif. (4). Mempunyai pengetahuan umum dan pemahaman terhadap cabang ilmu lain yang terkait dengan profesinya. Dalam praktik belajar, sejarah banyak berkaitan dengan ilmu bantu lainnya, mulai dari ilmu-ilmu sosial, seperti Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Geografi serta bidang ilmu eksakta seperti Biologi sangat mempengaruhi materi sejarah yang akan diajarkan. Menjelaskan Renaissance sulit dilakukan oleh guru bila tidak memahami tentang perkembangan pemikiran filsafat, penemuan dalam bidang ilmu dan teknologi, suasana sosial-ekonomi zamannya dan sebagainya. (5). Mengerti dan memahami profesi pengajaran. Pendidik sebagai profesi harus bangga dengan pekerjaannya. Walaupun profesi pendidikan di masyarakat, terutama di kota-kota besar kurang diminati, pendidik harus tetap bangga. Tanpa ada profesi guru sulit dibayangkan kemajuan suatu bangsa tanpa ada guru sejarah masyrakat akan dengan mudah kehilangan identitas sejarah dan kultural.
Khusus dalam hubungannya dengan pelaksanaan pembelajaran sejarah, seorang guru sejarah dituntut untuk bisa memenuhi kemampuan-kemampuan ataupun kompetensi khusus dibidang ilmunya. Kompetensi guru sejarah sebagaimana yang dikemukakan C. Hill (dalam Widja 1989 : 17) yakni sebagai berikut ; pertama, seorang guru sejarah hendaknya memiliki kualitas prima dalam masalah kemanusiaan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari hakikat sejarah, dimana bahan baku dari sejarah itu tidak lain dari manusia itu sendiri. Kedua, guru sejarah hendaknya adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas tentang kebudayaan, atau guru sejarah yang “messenger of man’s cultural inheritance” (penyampai dari warisan budaya manusia). Ketiga, guru sejarah hendaknya juga adalah pengabdi perubahan. Ini berarti bahwa guru sejarah harus selalu
menyadari salah satu watak utama sejarah, yaitu perubahan. Berpikir
historis adalah berpikir bahwa segala sesuatu akan bergerak atau berubah, cepat atau lambat. Dengan demikian seorang guru sejarah selalu peka dan tanggap terhadap permasalahan masyarakat. Cara guru mengajar sejarah yang hanya berkisar di lingkungan kelas dan dengan materi dari buku teks saja akan menyebabkan murid-murid terasing dari permasalahan masyarakat. Konsekuensinya adalah tuntutan kemampuan atau kualitas mengajar merupakan bagian dari kualifikasi pendidikan yang harus dipenuhi oleh guru sejarah. Kualitas guru sejarah yang demikian tidak mungkin sepenuhnya di dapat di bangku kuliah. Cara yang paling sederhana untuk mengembangkan kemampuan dan memperkaya wawasan yaitu dapat dilakukan dengan memupuk
kesenangan membaca buku-buku, artikel serta media pembelajaran lainnya tentang peristiwa-peristiwa serta tokoh-tokoh sejarah. Guru yang tidak dengan persiapannya mengajar baik, keterampilan, strategi, metode maupun persiapan materi ajar adalah tidak lain sekedar hanya mendikte dan lebih parah lagi guru yang bersangkutan tidak dapat berbuat apaapa di hadapan murid-muridnya. Oleh sebab itu kesiapan tenaga pengajar sejarah jauh sebelumnya sudah harus diupayakan memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai profesinya sebagai guru sejarah. Sesuai dengan jalan pikiran di atas, maka guru sejarah yang profesionalnya adalah guru sejarah yang memiliki keahlian khusus dalam bidang mata pelajaran sejarah. Kemampuan ini didapatnya dari lembaga pendidikan guru sejarah, ditambah dengan usaha terus menerus untuk menyempurnakan apa yang diperoleh
selama
pendidikan
dengan
pengalaman
baru
sesuai
dengan
perkembangan dan tuntutan masyarakat. Secara idealnya seseorang yang telah merasa terikat (committed) dengan profesi guru sejarah seharusnya tidak henti-hentinya menyempurnakan diri, antara lain dalam bidang strategi, metode mengajar, dan utamanya pengetahuan yang luas tentang sejarah bangsanya baik dalam konteks sejarah nasional maupun sejarah lokalnya. Dalam kondisi seperti itu, sedikit-sedikitnya dua hal akan tumbuh dalam citra guru sejarah, yakni disatu pihak guru sejarah adalah suatu profesi yang untuk mencapainya diperlukan kualifikasi yang cukup berat. Di lain pihak akan tumbuh situasi dimana tidak begitu saja orang bisa diangkat sebagai guru sejarah. Bahkan seseorang yang tahu banyak tentang sejarah sekali pun
(seperti ahli sejarah misalnya) hendaknya akan merasa “sungkan” menjadi guru sejarah, apabila dia bukan di didik khusus untuk itu. Mestinya tidak akan ada lagi pemikiran bahwa semua orang mampu mengajar sejarah. Kenyataan seperti itu masih banyak ditemukan di sekolah-sekolah terutama di SMA Negeri yang menjadi objek penelitian ini. Di beberapa sekolah yang sempat di temui ternyata dapat ditemukan kasus-kasus yang serupa dengan hal-hal di atas. Banyak guru yang beranggapan bahwa mengajar sejarah bisa saja diajar oleh semua orang. Meski berlawanan antara hati nurani mereka dengan alam yang nyata bahwa ketika diperhadapkan dengan tugas profesi mereka mengajar sejarah ternyata muncul dengan sendirinya kebohongan-kebohongan yang tidak bisa ditutup-tutupi. Kebohongan ini akan terungkap dengan sendirinya ketika peserta didik merasa kecewa terhadap perlakuan guru mata pelajaran sejarah di depan kelas yang secara kontekstual tidak mampu mengungkap materi secara sempurna bahkan ada guru mata pelajaran sejarah yang menurut peserta didiknya cara menyampaikan materi sejarah hanya berputar-putar pada materi itu saja tanpa mengembangkannya dengan peristiwa yang terjadi disekitar mereka, dan hal tersebut bukan membuat para peserta didik memahami materi malah membuat mereka kebingungan, sehingga ketika diadakan evaluasi terhadap pengukuran kognitif dari peserta didik banyak yang mendapat nilai yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Guru seperti ini sebenarnya walaupun tidak secara langsung mengatakan ketidakmampuannya mengajar, namun kebohongan itu akan terungkap baik melalui pengamatan langsung oleh pihak lain maupun akan terungkap dari siswa-siswa itu sendiri.
Suatu hal yang sangat perlu diperhatikan ialah bahwa guru sejarah hendaknya adalah pengabdi kebenaran. Memang sejarah terkenal karena unsur subjektifnya pada prosedur kerja sejarah itu sendiri, tetapi ini sama sekali bukan berarti bahwa guru begitu saja bisa berbohong. Ada tuntutan etis yang seharusnya tetap membimbing kata hati “orang-orang sejarah” yaitu kejujuran intelektual (integritas intelektual) yang seharusnya selalu mendasari kegiatannya. Tanpa merasa ada panggilan etis yang membimbing hati nuraninya seorang guru pasti akan terlibat dalam kebohongan intelektualnya. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, telah diungkap permasalahanpermasalahan guru sejarah di berbagai sekolah tempat penelitian terutama dari kesiapan sekolah terhadap tenaga-tenaga pengajar sejarah. Terhadap pengamatan guru seperti ini ada tiga
hal yang telah dilakukan yakni, pertama diamati
langsung melalui proses belajar mengajar di kelas, kedua dipertanyakan kepada peserta didik secara langsung lewat wawancara, dan yang ketiga adalah dengan mengambil data-data guru pengajar sejarah dan dilihat latar belakang pendidikannya serta pengalaman mengajar di sekolah yang bersangkutan. Khusus untuk pengamatan yang ketiga, hal ini akan tampak di tabel-tabel seperti telah utarakan di atas. 4.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Profesionalisme Guru pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Negeri se-Kota Gorontalo Pada hakikatnya dalam pengembangan keprofesionalan seorang guru sejarah, pasti ada faktor-faktor yang menghambat profesionalisme guru tersebut. seperti yang telah diuraikan pada hasil sajian data di atas ada beberapa faktor baik
faktor intern maupun ekstern yang mempengaruhi profesionalisme guru sejarah sehingganya profesionalisme guru tersebut kurang efektif dan efisien, faktor intern itu antara lain; fasilitas pembelajaran, sarana dan prasarana sekolah, alokasi waktu
pembelajaran.
Sedangkan
faktor
eksternnya
meliputi;
kurangnya
situs/objek sejarah Lokal maupun Nasional di Kota Gorontalo, kurangnya perhatian orang tua siswa terhadap pelajaran sejarah serta faktor lingkungan lainnya. Faktor intern yang yang dapat mempengaruhi keprofesionalan guru dalam kegiatan pembelajaran sejarah yakni 1. Fasilitas pembelajaran, di mana terbatasnya buku-buku sumber/pegangan guru dan buku paket untuk siswa baik untuk kelas Ilmu Sosial, Ilmu Alam dan Ilmu Bahasa. Sehingganya banyak guru yang menggunakan modul atau E-book dari internet untuk melengkapi bahan ajar, sedangkan siswa hanya mengcopy materi sejarah sebanyak-banyaknya dari buku pegangan guru atau modul. Di SMA Negeri 1 Kota Gorontalo misalnya, guru-guru sejarah memberitahukan bahwa untuk buku pegangan guru itu sangat kurang apalagi buku untuk Ilmu Bahasa itu sama sekali tidak ada di sekolah sehingga guruguru mata pelajaran sejarah yang mengajar di kelas Ilmu Bahasa hanya mendownloadnya dari E-Book atau menggunakan modul dari tahun-tahun sebelumnya. Sama halnya dengan SMA Negeri 4 Kota Gorontalo banyak siswa yang tidak memiliki buku paket sejarah, sehingga para peserta didik hanya memperbanyak/mengcopy materi sejarah dari buku pegangan guru. Hal ini ketika di konfirmasi di bagian perpustakaan sekolah ternyata buku
paket untuk siswa itu hanya berjumlah 25 buku untuk kelas X, 15 buku untuk kelas XI dan 12 buku untuk kelas XII, ini menandakan bahwa untuk sumber belajar saja di sekolah ini sudah sangat memprihatinkan. Selain buku-buku sebagai sumber belajar, media pembelajaran berupa LCD atau projector itu pun masih sangat minim, banyak guru-guru mata pelajaran sejarah memilih untuk menggunakan metode ceramah karena kurangnya media pembelajaran berupa LCD. Padahal dalam perangkat pembelajaran yang telah disusun sebelumnya itu dicantumkan media pembelajarannya yakni LCD dan Slide. Selain itu juga mengenai perangkat pembelajaran masih banyak guru-guru mata pelajaran sejarah yang kesulitan dalam menyusun perangkat tersebut, sehingga masih menyalin dari perangkat-perangkat pembelajaran dari tahuntahun
sebelumnya,
materi
baru
dalam
kurikulum
yang
sangat
membingungkan bagi guru mata pelajaran sejarah. 2. Sarana dan prasarana sekolah, di mana sarana yang menunjang kegiatan di sekolah itu masih kurang memadai misalnya laboratorium sejarah. Di mana laboratorium ini berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar dari peserta didik, dari laboratorium tersebut peserta didik dapat mengenali berbagai objek/situs sejarah lewat miniatur-miniatur yang ada di laboratorium, misalnya miniatur candi prambanan, Borobudur dan lainnya; dan 3. Alokasi waktu pembelajaran, dari penelitian yang dilakukan hampir keseluruhan SMA Negeri se-Kota Gorontalo alokasi waktu untuk mata pelajaran sejarah itu sangat minim. Waktu pembelajaran untuk kelas X ratarata hanya 1 jam pelajaran (45) sehingga guru mata pelajaran sejarah hanya
bisa memanfaatkan waktu yang minim tersebut dengan menggunakan metode ceramah tanpa menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik, berbeda dengan pelajaran lainnya seperti matematika misalnya, alokasi waktunya itu dalam 1 kali pertemuan yaitu 3 jam pelajaran (45 menit x 3 = 135 menit), karena matematika dianggap sebagai mata pelajaran pokok dan mata pelajaran untuk Ujian Nasional oleh pihak sekolah dan dinas Pendidikan. Hal ini menimbulkan adanya ketidak seimbangan antara mata pelajaran eksakta dan pelajaran sosial. Faktor ekstern yang dapat mempengaruhi keprofesionalan guru yaitu meliputi (1) kurangnya situs/objek sejarah, dimana ketika guru mata pelajaran sejarah menerapkan proses pembelajaran sejarah secara kontekstual masih mengalami hambatan karena di Kota Gorontalo objek/situs peninggalan sejarah masih kurang menunjang terhadap pembelajaran sejarah. Ada beberapa sekolah yang mengadakan studi tour sejarah di luar daerah gorontalo tetapi ada juga sekolah yang belum mampu mengadakan studi tour karena faktor ekonomi, sehingganya para peserta didik hanya mengenali situs/objek sejarah dari bukubuku sejarah, gambar-gambar maupun internet; (2) kurangnya perhatian orang tua, selain situs/objek sejarah perhatian orang tua peserta didik pun turut mensukseskan pembelajaran sejarah. Seperti telah di jelaskan di atas jarang orang tua siswa yang memperhatikan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran sejarah, karena pada umumnya masyarakat lebih mengangap mata pelajaran eksaktalah yang perlu ditingkatkan karena mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran untuk ujian Nasional nanti.
Seyogyanya
untuk
meningkatkan
profesionalisme
guru
dalam
pembelajaran sejarah faktor-faktor yang menghambat profesionalisme tersebut baik faktor intern maupun ekstern harus diminimalisir, bahkan untuk pihak pemerintah dapat ditindak lanjuti bagaimana caranya tidak ada sekat antara bidang Ilmu Sosial maupun Ilmu lainnya. Sehingganya tujuan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan koridor menuju pintu kesuksesan dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi Tujuan Pendidikan Nasional.