BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1
Gambaran Umum Kecamatan Kota Tengah
Kecamatan Kota Tengah merupakan pemekaran dari Kecamatan Kota Utara, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor
Tahun 2005, yang
diresmikan pada tanggal 24 Maret 2005. Lahirnya Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari kalangan tokoh agama/adat, tokoh masyarakat, Generasi Muda yang kemudian ditindak lanjuti dengan dibentuknya Komite Pemekaran Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo melalui surat keputusan Camat Kota Utara Kota Gorontalo tanggal 4 Desember 2004. Luas wilayah Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo yaitu 413 km2 atau 6,37 % dari luas Kota Gorontalo dengan posisi geografis terletak antara 0,190 – 1,150 Lintang Selatan dan 121,230 – 123,430 Bujur Timur dengan ketinggian ± 5 m dari permukaan laut, dengan suhu rata-rata pada siang hari berkisar antara 30,9 – 34,0 0C dan pada malam hari berkisar antara 20,8 – 24,4 0C. sedangkan kelembaban relatif tergolong tinggi dengan rata-rata 83 %. Kecamatan Kota Tengah terdiri dari 6 (enam) wilayah yaitu kelurahan Paguyaman, Kelurahan Pulubala, Kelurahan Liluwo, Kelurahan Dulalowo, Kelurahan Wumialo, dan Kelurahan Dulalowo Timur. Total penduduk di 6 Kelurahan tersebut adalah 27.776 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 7.852 kk. 36
37
Adapun batas wilayah Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo yaitu : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kelurahan Tapa kecamatan Kota Barat.
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kelurahan Dembe II, Wongkaditi Barat Kecamatan Kota Utara dan Kelurahan Heledulaa Utara Kecamatan Kota Utara.
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Limba U1 dan Limba U2 Kecamatan Kota Selatan. Sebelah Barat
: berbatasan
dengan
Kelurahan
Libuo,
Huangobotu,
Tomulobutao Kecamatan Dungingi. 4.1.2
Gambaran Umum Tempat Jajanan
Kota Tengah merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kota Gorontalo. Kecamatan ini merupakan wilayah yang banyak terdapat tempat penjualan makanan termasuk tempat jualan jajanan gorengan. Berdasarkan observasi yang dilakukan, terdapat 10 tempat jualan jajajan gorengan yang ada di Kecamatan ini dimana 10 tempat jualan ini terdapat di 5 Kelurahan yaitu 3 tempat berlokasi di Kelurahan Wumialo, 3 tempat berlokasi di Kelurahan Dulalowo, 2 tempat berlokasi di Kelurahan Dulalowo Timur, 1 tempat berlokasi di Kelurahan Liluwo, dan 1 tempat berlokasi di Kelurahan Paguyaman. Lokasi tempat ini tergolong strategis karena di beberapa lokasi ini terdapat gedung-gedung kantoran, pendidikan, kos-kosan, dan juga rumah-rumah penduduk. Sehingga banyak masyarakat sekitar maupun masyarakat yang kebetulan lewat untuk membeli jajanan di lokasi-lokasi tersebut.
38
4.1.3
Hasil Penelitian
Penelitian mengenai kandungan timbal pada sampel jajanan (pisang goreng dan tahu isi) ini dilakukan pengujian laboratorium dan menggunakan metode Spektrofotometer Serapan Atom untuk mengetahui kandungan timbal didalamnya. Dari hasil pengujian sampel jajanan, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kandungan Timbal Pada Jajanan (Pisang Goreng) Kecamatan Kota Tengah Nama Sampel Sampel 01 Sampel 02 Sampel 03 Sampel 04 Sampel 05 Sampel 06 Sampel 07 Sampel 08 Sampel 09 Sampel 10
Hasil Pengujian (ppm) 1,61 ppm 2,53 ppm 1,64 ppm 1,56 ppm 0,65 ppm 1,12 ppm 1,27 ppm 1,35 ppm 0,90 ppm 3,86 ppm
Standar (ppm) 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm
Ket. TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 10 sampel jajanan pisang goreng yang diambil dari 10 tempat jualan yang tersebar di 5 Kelurahan di Kecamatan Kota Tengah, kesemuanya mengandung logam berat timbal dan tidak memenuhi syarat atau melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh
Dirjen POM dalam
keputusan Dirjen POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam di dalam makanan yaitu 0,25 ppm. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, kandungan timbal yang terdapat dalam sampel pisang goreng berkisar antara 0,65 ppm – 3,86 ppm dimana yang kandungan timbal tertinggi terdapat pada sampel 10 dan terendah terdapat pada sampel 5.
39
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kandungan Timbal Pada Jajanan (Tahu Isi) Kecamatan Kota Tengah Nama Sampel Sampel 01 Sampel 02 Sampel 03 Sampel 04 Sampel 05 Sampel 06 Sampel 07 Sampel 08 Sampel 09 Sampel 10
Hasil Pengujian (ppm) 3,21 ppm 1,49 ppm 1,48 ppm 1,22 ppm 0,93 ppm 1,66 ppm 3,65 ppm 3,68 ppm 0,47 ppm 2,18 ppm
Standar (ppm) 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm 0,25 ppm
Ket. TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS TMS
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 10 sampel jajanan tahu isi yang diambil dari 10 tempat jualan yang tersebar di 5 Kelurahan di Kecamatan Kota Tengah, kesemuanya mengandung logam berat timbal dan tidak memenuhi syarat atau melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh Dirjen POM dalam keputusan Dirjen POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam di dalam makanan yaitu 0,25 ppm. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, kandungan timbal yang terdapat dalam sampel tahu isi berkisar antara 0,47 ppm – 3,68 ppm dimana yang kandungan timbal tertinggi terdapat pada sampel 8 dan terendah terdapat pada sampel 9. 4.2 Pembahasan Jajanan merupakan bahan makanan yang telah diolah dan dapat langsung dikonsumsi. Jajanan diminati masyarakat pada umumnya karena lebih praktis dimana jajanan tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut. Salah satu contoh jajanan yang diminati masyarakat adalah gorengan seperti pisang goreng dan tahu isi goreng. Jajanan ini biasanya dijual di pinggir jalan.
40
Jajanan dapat terkontaminasi oleh faktor fisik, kimia, maupun biologi. Jajanan yang biasanya dijual di tempat-tempat umum dan tidak tertutup rapat memiliki resiko yang cukup besar untuk tercemar. Salah satu faktor kimia yang dapat mencemari jajanan yaitu faktor kimia yang berasal dari logam berat seperti timbal (Pb). Timbal yang terdapat dalam makanan biasanya dapat berasal dari udara maupun debu yang tercemar timbal dan juga berasal dari alat yang digunakan seperti wajan untuk pengolahan maupun wadah yang penyimpanan yang terbuat dari bahan yang mengandung timbal. Penelitian ini untuk melihat adanya kandungan timbal pada jajanan gorengan seperti pisang goreng dan tahu isi di pinggir jalan Kecamatan Kota Tengah dan dibandingkan dengan batas maksimum cemaran timbal dalam makanan jajanan yang telah ditetapkan oleh Dirjen POM dalam keputusan Dirjen POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam di dalam makanan yaitu 0,25 ppm. Sampel dimbil pada tanggal 22 April 2013 dan diuji pada tanggal 29 April 2013. Sampel disimpan dalam plastik dan didinginkan dalam kulkas yang bertujuan untuk membebaskan sampel dari minyak goreng. 4.2.1
Kandungan Timbal Pada Pisang Goreng
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kandungan timbal pada 10 sampel jajanan pisang goreng yang terdapat pada 10 tempat jualan di Kecamatan Kota Tengah, semua sampel mengandung timbal dan melebihi batas maksimum cemaran logam berat timbal dalam makanan yang telah ditetapkan Dirjen POM
41
dalam keputusan Dirjen POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 yaitu 0,25 ppm. Hasil pengujian kandungan timbal yang terdapat didalamnya berkisar antara 0,65 ppm – 3,86 ppm. Kandungan timbal yang terendah terdapat dalam sampel 05 dan yang tertinggi terdapat dalam sampel 10. Timbal yang terkandung dalam jajanan ini dapat dipengaruhi oleh udara yang tercemar oleh timbal. Tingginya kandungan timbal yang terdapat dalam sampel jajanan pisang goreng yang dijual di beberapa Kelurahan di Kecamatan Kota Tengah tersebut dipicu oleh polusi udara yang berasal dari emisi gas pembuangan kenderaan bermotor yang mencemari udara disekitarnya. Lokasi tempat jualan yang berdekatan dengan badan jalan yang arus lalu lintasnya cukup padat baik pada pagi, siang, sore maupun pada malam hari dapat mencemari jajanan yang dijual di pinggir jalan tersebut. Menurut Environment Protection Agency dalam Hasibuan, Hasan, dan Naria, sebanyak 10% emisi gas pembuangan bermotor akan mencemari lokasi dalam radius kurang dari 100 m, 5% akan mencemari lokasi dalam radius 20 km, dan 35% lainnya terbawa atmosfer dalam jarak yang cukup jauh.
Tempat penjualan yang terbuka atau hanya diberi sedikit penghalang atau pelindung, memungkinkan terjadinya kontaminasi udara dan debu yang mengandung timbal terhadap jajanan yang dijual dan tidak tertutup rapat. Mengingat untuk sampel 10 kandungan timbalnya lebih tinggi dibanding dengan sampel-sampel lainnya, disebabkan lokasi tempat jualannya berada tepat di dekat dengan badan jalan dan hanya diberi sedikit pelindung.
42
Proses pengolahan atau penggorengan tidak luput dari tercemarnya timbal yang berasal dari emisi gas pembuangan kenderaan bermotor. Proses pengolahan atau penggorengan yang dilakukan pula di tempat tersebut dan hanya diberi sedikit penghalang atau pelindung, sehingga udara yang telah tercemar oleh timbal dapat masuk atau terkontaminasi pada bahan yang digunakan untuk pembuatan jajanan maupun pada minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng. Karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa timbal itu sendiri memiliki sifat lipofilik yaitu mudah larut dalam lemak, sehingga bisa saja minyak goreng yang digunakan pula mengandung timbal yang disebabkan oleh polusi udara. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Widowati, Sastiono, dan Yusuf yaitu hasil emisi gas pembuangan kenderaan bermotor akan meningkatkan kadar Pb di udara. Asap kenderaan bermotor bisa mengeluarkan partikel Pb yang kemudian bisa mencemari udara dan mencemari makanan yang dijajakan di pinggir jalan. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Cahyadi dan Tanur pada tahun 2004 di wilayah Kiaracondong dan Cicadas Bandung, dari sepuluh jenis makanan/minuman yang dijual di pinggir jalan, tujuh diantaranya mengandung timbal yang berasal dari asap kenderaan bermotor (Widowati, Sastiono, dan Yusuf, 2008 : 116). Kandungan timbal terendah terdapat dalam sampel 05, hal ini dikarenakan sampel tersebut belum terlalu masak pada saat dicicipi. Sehingga sampel yang belum masak tersebut, proses penggorengannya tidak lama (cepat) sedangkan
43
proses penggorengan itu pula mempengaruhi kandungan timbal di dalam jajanan. Karena minyak goreng yang digunakan dapat terkontaminasi oleh timbal yang memang telah terkandung didalam minyak goreng maupun akibat paparan yang berasal dari asap kenderaan bermotor. Hal ini dapat diperkuat oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh Marbun pada tahun 2010 dalam studinya mengenai kadar timbal pada gorengan di pinggir jalan menyebutkan bahwa ada pengaruh lama waktu pajanan terhadap timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Kota Medan. Dimana baru sesaat saja gorengan diangkat dari kuali, gorengan tersebut sudah mengandung timbal. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan yaitu minyak goreng, serta proses penggorengan dapat mempengaruhi jumlah cemaran logam berat pada gorengan. Apabila penjual menggunakan jenis minyak goreng curah, maka akan menambah kontaminasi timbal pada jajanan karena minyak goreng curah yang belum digunakan ternyata sudah mengandung timbal. Hal ini diperkuat oleh adanya pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh Hasibuan, Hasan, dan Naria pada Tahun 2012 di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yang menunjukkan adanya timbal (Pb) pada minyak goreng curah yang akan digunakan oleh pedagang gorengan. Pemanfaatan minyak goreng berulang juga menambah kontaminasi timbal didalamnya. 4.2.2
Kandungan Timbal Pada Tahu Isi
Berdasarkan hasil penelitian pada 10 sampel jajanan tahu isi, semua sampel yang diujikan tersebut mengandung timbal dan melebihi ambang batas yang telah
44
ditetapkan
oleh
Dirjen
POM
dalam
keputusan
Dirjen
POM
Nomor
HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 yaitu 0,25 ppm. Hasil pengujian kandungan timbal yang terdapat pada sampel tahu isi, berkisar antara 0,93 ppm – 3,68 ppm dimana kandungan timbal terendah terdapat pada sampel 05 dan tertinggi terdapat pada sampel 08. Alasan tingginya kontaminasi timbal yang terdapat dalam sampel tahu isi ini, tidak jauh berbeda dengan sampel jajanan pisang goreng. Kontaminasi timbal pada jajanan yang dijual di pinggir jalan itu sendiri disebabkan oleh pencemaran udara yang berasal dari emisi gas pembuangan kenderaan bermotor. Sehingga timbal yang terkandung dalam sampel jajanan tahu isi ini pula, berasal dari udara maupun debu yang dicemari oleh timbal emisi gas pembuangan kenderaan bermotor. Lokasi tempat jualan yang berada di pinggir jalan yang arus lalu lintasnya cukup padat, menjadikan jajanan tahu isi yang dijual ini dapat dengan mudah terkontaminasi oleh timbal. Hal inilah yang memicu kandungan timbal pada sampel 08 kandungan timbalnya lebih tinggi dibandingkan dengan sampelsampel lainnya. Karena lokasi tempat penjualan dan pengolahan jajanannya untuk sampel 08 ini jaraknya cukup dekat dengan badan jalan dibanding dengan tempat jualan lainnya. Jalan sekitar lokasi tempat jualan juga cukup ramai sehingga kemungkinan jajanan tercemar dengan timbal yang berasal dari asap kenderaan bermotor juga cukup besar. Penjelasan tersebut didukung oleh beberapa teori dan juga penelitian terdahulu yang telah dipaparkan sebelumnya. Sedangkan untuk sampel tahu isi yang terendah terdapat pada sampel 09. Sampel ini termasuk dalam sampel terendah karena pada saat pengambilan
45
sampel, sampel baru saja selesai di masak dan juga mengingat lokasi dari tempat penjualan tersebut tidak terlalu ramai oleh kenderaan yang lalu lalang. Sehingga jajanan yang dijual, tidak lama terpajan dan tidak terlalu terkontaminasi oleh asap kenderaan bermotor. Seperti teori yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu hasil emisi gas pembuangan kenderaan bermotor akan meningkatkan kadar Pb di udara yang kemudian bisa mencemari udara dan mencemari makanan yang dijajakan di pinggir jalan. Selain itu, timbal yang terkandung dalam jajanan tahu isi juga dapat berasal dari sayur-sayuran yang digunakan seperti wortel, kol, dan lain-lain. Sayuran yang digunakan sebagai bahan tambahan pengolahan jajanan tahu isi ini dapat mengandung timbal yang disebabkan oleh penggunaan pupuk maupun pestisida pada saat proses penanaman. Pupuk maupun pestisida yang digunakan juga mengandung logam berat timbal, sehingga memungkinkan sayuran yang ditanam dapat terkontaminasi oleh timbal. Selain itu, timbal pada sayuran juga dapat berasal dari tanah yang digunakan sebagai media tanam yang berpotensi mengandung logam berat timbal, terlebih apabila lokasi penanaman berada di dekat perindustrian. Sehingga tanah yang digunakan dapat terkontaminasi oleh limbah yang berasal dari industri. Proses pengangkutan juga dapat menyebabkan sayuran terkontaminasi oleh timbal karena pada saat pengangkutan biasanya sayuran hanya ditutup dengan plastik, sehingga kemungkinan timbal yang berasal dari asap kenderaan bisa mencemari sayuran yang diangkut tersebut. Cara pengolahan
sayuran
yang meliputi
pencucian
dan
pemasakan
sayuran
mempengaruhi pula kandungan timbal didalam sayuran tersebut. Pencucian
46
sayuran yang tidak sempurna menunjukkan adanya beberapa zat kimia yang tidak hilang akibat pencucian, karena itu pencucian harus dilakukan hingga bersih. Hal diatas didukung pula oleh teori yang dipaparkan oleh Widaningrum, Miskiyah, dan Muskiono, dimana timbal sebagian besar terdeteksi pada sayuran, terutama yang ditanam dekat dengan jalan raya dan rentan polusi udara, antara lain yang berasal dari asap pabrik serta asap kendaraan bermotor. Penelitian yang dilakukan Ayu (2002) dalam Widaningrum, Miskiyah, dan Muskiono, menunjukkan bahwa pada sayuran yang dijual di pasar-pasar daerah Bogor mempunyai kadar timbal (Pb) diatas ambang batas cemaran logam sesuai yang ditetapkan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, yaitu 2 ppm. Dalam kasus ini, jalur distribusi dan cara pengangkutan sangat berpengaruh terhadap bertambahnya kadar cemaran timbal (Pb). Pencemaran timbal (Pb) pada sayuran setelah pasca panen terjadi selama pengangkutan, penjualan, dan distribusi. Terkontaminasinya jajanan oleh logam berat timbal menjadikan kita untuk lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan terlebih makanan yang dijual di pinggir jalan, karena sifat dari timbal itu sendiri yang kumulatif dan karsinogen sehingga membawa dampak buruk bagi kesehatan manusia. Timbal ini apabila masuk ke dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi jaringan pembentuk darah, sistem saraf, sistem urin, reproduksi, endokrin, dan kardiovaskuler. Pada anakanak, timbal sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan pada otak sehingga anak mengalami gangguan kecerdasan dan mental.