BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pemaparan hasil penelitian ini diawali dengan deskripsi mengenai kondisi empirik berbagai model pelatihan dalam penyiapan tenaga kerja baby sitter di Kota Bandung dan berbagai kondisi yang ada mengenai baby sitter dan kompetensi yang ada. Deskripsi dan analisis berbagai kondisi yang berkaitan dengan penyiapan tenaga kerja baby sitter serta permasalahan yang disajikan, memberikan gambaran tentang prakondisi yang menjadi dasar pijakan dalam pengembangan model yang dikembangkan. Selanjutnya sesuai dengan inti permasalahan, penelitian ini menyajikan uraian tentang model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter. Hasil penelitian ini memaparkan pula kajian mengenai implementasi model pelatihan in-service yang secara konseptual dan empirik dapat meningkatkan kompetensi baby sitter sehingga memungkinkan pencapaian profesionalisme baby sitter. Uraian selanjutnya diakhiri dengan penyajian evaluasi pelatihan mengenai keefektifan pelatihan yang dilaksanakan. Secara keseluruhan, hasil temuan penelitian ini dikemukakan dalam uraian berikut.
153
154
1. Kondisi Empirik model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga kerja baby sitter pada lembaga dan profesionalisme baby sitter a. Data lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter di Kota Bandung Baby sitter merupakan salah satu tenaga kerja yang saat ini menjadi kebutuhan masyarakat. Lembaga kursus dan pelatihan yang ada di kota Bandung, beberapa ada yang memfokuskan pada penyiapan dan penyaluran tenaga kerja baby sitter, namun lebih banyak yang bersatu dengan pengadaan tenaga pembantu rumah tangga (PRT), satpam, pengasuh orang tua, dan supir. Berbagai lembaga kursus yang ada, beberapa sudah memiliki ijin dari Dinas Tenaga Kerja berkenaan dengan ketenagakerjaan, namun kenyataannya bahwa bagi lembaga kursus pun diharuskan terdaftar secara resmi di dinas pendidikan setempat, khususnya di kota bandung. Berdasarkan kajian data berbagai lembaga yang ada pada daftar lembaga kursus pada dinas pendidikan dan data lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter pada dinas tenaga kerja, dianalisa bahwa daftar lembaga yang ada tidaklah sama, artinya ada lembaga yang terdaftar pada dinas tenaga kerja, tapi tidak terdaftar pada dinas pendidikan, begitu pula sebaliknya. Hanya ada sedikit sekali lembaga yang secara lengkap terdaftar baik pada pendataan di dinas pendidikan maupun dinas tenaga kerja. Hasil wawancara dan observasi pada lembaga yang terdaftar pada dua lembaga, mereka mengeluh cukup kebingungan kemana harus menginduk dan laporan kegiatan haruslan dilaporkan pada dua dinas sekaligus. Temuan lain didapatkan bahwa pada beberapa lembaga penyalur tenaga kerja pun ada yang ada di bawah naungan dinas sosial. Lembaga-lembaga tersebut
155
menginduk pada dinas sosial, khususnya dalam pelayanan sosial untuk penyaluran tenaga pembantu rumah tangga namun menyiapkan pula tenaga untuk baby sitter. Lembaga-lembaga dengan label penyaluran tenaga kerja, salah satunya baby sitter, yang sempat didatangi mengaku telah melaksanakan pelatihan bagi tenaga kerjanya tersebut, dengan berbagai model pelatihan yang dapat mereka lakukan. Hampir dipastikan bahwa control dan pelayanan dari dinas pendidikan, dinas penyaluran tenaga kerja dan dinas sosial belumlah maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan beragamnya pelatihan, materi dan waktu pelaksanaan khususnya standar kompetensi yang menjadi acuan dari setiap lembaga. b. Deskripsi Model Pelatihan Baby sitter yang diselenggarakan lembaga Proses pelatihan di beberapa lembaga seperti di Muslimah Center Daarut Tauhiid, Bina Mandiri Dago, dan Yayasan Widia Rejeki Tama Kiaracondong memiliki syarat untuk menjadi warga belajar pada kursus baby sitter umumnya melalui proses seleksi seperti lulusan SMP/SMA atau usia antara 17 s.d. 35 tahun, mengikuti psikotest dan wawancara yang berkaitan dengan motivasi dan komitmen serta tes kesehatan. Jika lembaga kursus baby sitter bersifat islami, seperti Lembaga Muslimah Center Daarut Tauhiid, tes seleksi ditambah tes baca tulis Al Qur’an, sedangkan jika bersifat kristiani tes seleksi ditambah dengan tes kerohanian kristiani, dan tidak ada seleksi tambahan seperti di lembaga Bina Mandiri Dago dan Yayasan Widia Rejeki Tama. Setelah melalui proses seleksi warga belajar dapat mengikuti pendidikan keterampilan baby sitter. Lamanya pendidikan/pelatihan baby sitter setiap penyelenggara kursus tidaklah sama, ada yang selama 1 bulan hingga 2 bulan, ada
156
yang 3 bulan dan ada juga yang sampai 6 bulan maupun setahun. Sebagian besar warga belajar belajar selama pelatihan tinggal di asrama tapi ada pula yang tidak bertempat tinggal di asrama. Tidak ada tingkatan level/tingkat dalam pelatihan/kursus baby sitter; Penjejangan karir baby sitter ditentukan oleh lama dan pengalaman bekerja, lamanya/sesi tatap muka berdasarkan kesepakatan instruktur dengan lembaga yang bersangkutan sehingga terdapat perbedaan antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lain. Kompetensi instruktur sangat beragam, ada yang berprofesi sebagai psikolog, perawat, dokter, guru TK juga mantan baby sitter senior. Demikian juga dengan mata pelatihan kursus yang merupakan program kurikulum, antara tempat penyelenggara kursus tidaklah sama. Umumnya materi pelatihan yang diberikan sesuai dengan kompetensi lulusan baby sitter yang diharapkan. Pada umumnya materi pelatihan mengacu pada : 1) Kelompok dasar (motivasi kerja, etika, kepribadian, karakter lingkungan/ pengguna jasa). 2) Kelompok
Inti
(penekanannya
pada
profesi
baby
sitter,
seperti
perkembangan, perawatan, pengasuhan, penyakit, gizi dan kesehatan, permainan dan bermain bayi dan balita serta tugas- tugas baby sitter). 3) Kelompok penunjang (spesialisasi) seperti terapi pijat bayi, bahasa (inggris/arab) dan komputer. 4) Praktek Lapangan (Magang) Berikut ini merupakan gambaran model pelatihan dari beberapa lembaga kursus yang ada di kota Bandung, sebagai berikut:
157
Tabel 4.1 Karakteristik Model Pelatihan di Tiga Lembaga Karakteristik
Muslimah Center DT
Bina Mandiri Dago
Tujuan pelatihan
Pelatihan baby sitter yang dilaksanakan memiliki tujuan utama yaitu pemberdayaan masyarakat dhuafa. Sehingga yang menjadi prioritas peserta adalah peserta yang memiliki keterangan tidak mampu.
Penyediaan tenaga kerja baby sitter yang memiliki keahlian tertentu
Kurikulum
Penekanan pada muatan agama dan membangun karakter baby sitter Materi Orientasi (4 hari) Ekspektasi (harapan diri) Motivasi Pengenalan program baby sitter Pengenalan Lingkungan Pembiasaan Olah Fisik Muhasabah
Materi kesehatan, perawatan anak secara umum.
Materi
Materi Pelatihan (1 bln) Materi Diniyah Materi Profesi/Keperawata n Materi Kesehatan
Yayasan Widia Rejeki Tama Kiaracondong Penyediaan tenaga kerja baby sitter yang memiliki keahlian tertentu
Materi kesehatan dan perawatan anak secara umum Kepribadian Kelompok Umum Tumbuh Etika dan kembang anak perilaku Komunikasi Komunikasi dengan anak Kematangan emosi dan motivasi kerja Kelompok Inti Registrasi bayiLegal aspek balita untuk usia Manajemen 0-5 tahun Rumah Tangga Kegawatdarurata K3 n anak (Keselamatan Perawatan bayi dan Keamanan lahir normal kerja) Perawatan bayi Pendidikan sehat 1 – 5 tahun Anak usia dini Gizi dan diet Fasilitatoran bayi balita belajar dan Praktek bermain anak Membuat
158
Waktu
Biaya
pada Anak Kelompok Materi Kreativitas Penunjang Materi Pengetahuan Terapi pijat bayi Dasar tentang Gizi Teknik dan Makanan pembuatan Balita makanan Materi Psikologi tambahan balita Materi Motivasi Etika profesi dan motivasi kerja Materi Praktek Praktek langsung di laboratorium Magang Materi Pembiasaan Sholat Qiyamul Lail Shaum SeninKamis Tilawah dan Tahfiz Qur’an Hafalan Doa Harian 3-4 bulan Fleksibel disesuaikan dengan kemampuan calon tenaga baby sitter. Apabila sudah punya anak, sebagian besar bisa lebih cepat karena sudah paham, ataupun yang sudah pernah bekerja memegang anak. Pelatihan dapat dilaksanakan mulai dari 1 minggu sampai maksimal 3 minggu. Umumnya dilaksanakan 2 minggu 3 minggu 2 juta/orang, biaya 1.000.000/orang, dari DPU (peserta biaya dibayar gratis) individual dan bisa dicicil dari penghasilan yang
variasi menu bergizi dan hygine untuk anak Magang
1 minggu-2 minggu
1.000.000/orang, biaya dibayar individu, dapat dicicil dari penghasilan yang
159
akan diterima kemudian - Fasilitator : 1 staf - Dikelola oleh satu orang pemilik yayasan dan dukungan 1 staf
Kualifikasi staf
- Fasilitator : Santri di pesantren - Terstruktur dan melibatkan kepanitian khusus
Pengelola
Pelatihan yang 1 orang pemilik dilaksanakan adalah dan manajemen sepenuhnya dikelola sederhana, yayasan oleh lembaga milik pribadi Muslimah Center Daarut Tauhiid, dengan koordinasi dalam pendanaan dan rekruitmen dengan lembaga DPU serta penyaluran tenaga kerja dilaksanakan oleh lembaga GSP (Global Service Providers). - Pemateri berasal - Pemateri : 1 dari STIKES, bidan/Perawat UPI, dsb yang disewa secara pribadi
Nara Sumber
Usia peserta pelatihan
Usia 18-35 tahun, jumlah 20-30 orang
Usia 18 ke atas Jumlah bisa terlaksana dengan ada 2-4 orang, tergantung situasi
akan diterima kemudian - Staf front office sekaligus menjadi fasilitator peserta di asrama - Staf yang membantu 2 orang Manajemen, yayasan milik pribadi
- Pemateri dilaksanakan pada pelatihan tertentu, peserta ditempatkan di satu rumah selama menunggu datang klien Usia 18 ke atas Jumlah bisa terlaksana dengan 2-4 orang, tergantung situasi
160
Strategi pelatihan
Diasramakan selama 2-3 bulan di wilayah pesantren
Pendekatan Pelatihan
- Orientasi - Materi motivasi disampaikan dan didemonstrasika - Pembiasaan ibadah sholat dan n oleh satu orang shaum juga bidan/perawat tahajud dalam dari sebuah lingkup asrama lembaga - Magang di panti - Magang di panti asuhan asuhan, rumah sakit dan rumahrumah keluarga - Sosialisasi melalui Menempatkan staf media radio dan perwakilan jemput langsung lembaga di daerahdengan daerah seperti : menempatkan Jawa tengah untuk informasi melalui menjaring tenaga cabang-cabang kerja yang mau lembaga DPU bekerja menjadi (Dompet Peduli seorang baby sitter Umat) di berbagai Menerima langsung wilayah yang pengajuan dari tersebar di perorangan calon Indonesia tenaga kerja, atas diantaranya informasi dari Bandung, Jakarta, rekan lain yang Kuningan. pernah atau sudah - Membuka layanan bekerja melalui pendaftaran dengan penyaluran lembaga Bina menentukan Mandiri beberapa persyaratan (usia 16-35, tidak menikah, ikatan kerja, bersedia ikut pelatihan, dll) berbagai tes psikotes, tes fisik, tes pengetahuan dasar
Rekruitmen
Di rumah pemilik yayasan
Di tempatkan di satu rumah yang khusus menampung tenaga yang siap disalurkan Pelatihan dilakukan di sebuah tempat khusus dalam waktu khusus selama 2 minggu Materi umum perawatan dan kesehatan anak
Menempatkan staf perwakilan lembaga di daerah-daerah seperti : Jawa tengah untuk menjaring tenaga kerja yang mau bekerja menjadi seorang baby sitter
161
c. Kondisi ketenagaan baby sitter yang ada di masyarakat Ketenagaan baby sitter atau pengasuh anak menjadi kebutuhan masyarakat di kota yang saat ini tidak terelakkan lagi. Semakin meningkatnya jumlah ibu bekerja di luar rumah, menjadikan anak yang masih balita haruslah mendapatkan pengasuhan dari seseorang pengganti ibu. Kenyataan yang ada di masyarakat kota pada khususnya, ketenagaan pengasuhan anak di rumah ini dilakukan oleh pengasuh yang mungkin saja adalah neneknya, keluarga lain, bahkan mengadakan tenaga pengasuh anak, baik yang berasal dari lembaga, maupun tenaga pengasuh anak yang asalnya merupakan pembantu rumah tangga. Kondisi empirik yang ada bahwa jasa tenaga pengasuh anak di rumah atau baby sitter dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu : 1) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari pihak keluarga sendiri (nenek, ua, bibi, dll) 2) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter 3) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari pembantu rumah tangga yang dialih fungsikan sebagai pengasuh anak plus 4) Baby sitter/pengasuh anak yang sengaja diambil oleh keluarga dari tempat asalnya untuk fokus mengurus anak, dengan pola didikan yang langsung didapatkan dari keluarga Berbagai kondisi yang ada ini merupakan kenyataan yang perlu kita sikapi dan tanggapi secara jernih. Artinya kebutuhan yang besar di masyarakat akan jasa
162
kepengurusan anak dirumah sebagai pengganti orang tua harus menjadi perhatian khusus dari peneliti. d. Profesionalisme baby sitter Berbagai karakteristik asal dari tenaga baby sitter/pengasuh anak, memberikan asumsi bahwa umumnya tenaga kerja baby sitter memberikan jasa kepengasuhan sesuai dengan pengalaman yang diterimanya, bukan berdasarkan sebuah proses pembelajaran yang secara khusus diberikan. Artinya dapat dikatakan bahwa tenaga kerja yang berasal dari lembaga seharusnya memiliki tingkat kompetensi lebih tinggi dibandingkan pengasuh anak/baby sitter yang tidak melalui lembaga. Meskipun pertanyaan selanjutnya adalah standar kompetensi seperti apa yang seharusnya dimiliki oleh tenaga pengasuh anak/baby sitter. Dalam hal ini, diungkapkan data hasil penelitian melalui FGD (Forum Group Discussion) dengan baby sitter yang bekerja melalui sebuah lembaga, wawancara dengan lembaga penyalur tenaga kerja dan berbagai kritik yang sering diterima oleh lembaga mengenai kemampuan dan kondisi baby sitter yang telah bekerja. Berdasarkan data yang didapatkan berdasarkan hasil forum grup dengan sekelompok baby sitter yang berasal dari lembaga, secara umum, baby sitter di lapangan mendapatkan cukup banyak permasalahan, khususnya dalam hal penyesuaian dengan keluarga dan yang paling utama adalah dalam interaksinya dengan anak. Harapan dari baby sitter bahwa mereka menginginkan apabila ada kumpulan selanjutnya, dapat diberikan materi-materi untuk meningkatkan
163
pengetahuan serta keterampilan mereka. Beberapa materi tersebut adalah berkenaan dengan cara yang baik dalam mengurus, membimbing dan menghadapi anak, diantaranya : 1) Materi mengenai cara cepat disukai dan memahami anak 2) Materi mengajarkan kebiasaan yang baik pada anak 3) Materi mengenai kreatifitas dan inisiatif baby sitter 4) Materi cara menghadapi kritik dari mitra dan lingkungan 5) Materi mengenai komunikasi dalam memberitahu apabila anak itu salah 6) Materi tentang menu makanan anak sesuai usia Adapun hasil wawancara dengan keluarga dan informasi yang didapatkan dari penyalur tenaga kerja baby sitter, terkadang ada beberapa kritikan dan saran yang masuk mengenai baby sitter yang mereka salurkan. Meskipun keluarga pengguna jasa pun mengungkapkan tingkat pengharapan pada baby sitter yang tidak terlalu muluk, dengan keberadaan tenaga baby sitter dengan usia muda, tingkat pendidikan SMP dan belum berpengalaman, namun pada prinsipnya standar minimal baby sitter yang ada diharapkan, diantaranya : 1) memiliki kebersihan diri, 2) kerapihan, 3) bisa menyesuaikan diri dengan anak dan keluarga, 4) mampu mengurus kebutuhan anak seperti susu, makan dan pakaian anak dengan baik, dan 5) dapat menjadi penghubung antara orang tua dan anak, khususnya mendengarkan kebutuhan anak ketika orang tuanya tidak ada. Dari standar minimal yang diharapkan keluarga tersebut, ada pula beberapa komplain yang disampaikan sekaitan dengan performance kerja baby sitter yang didapatkan dari data komplain kepada penyalur tenaga kerja dan juga dari hasil
164
wawancara serta angket. Beberapa masukan tersebut diantaranya adalah : 1) Kurangnya kebersihan badan, bau badan dan penampilan tidak rapi; 2) Tidak cekatan dalam mengatur waktu, artinya lambat, 3) Tidak siap ketika dikritik majikan; 4) Ada yang belum mengetahui tentang manajemen penyiapan ASI; 5) Beberapa menyerah ketika anak tidak mau makan; 6) Ada yang kurang sopan kepada keluarga sehingga kurang keterampilan mengenal dan memahami mitra; 7) Kurang dalam membujuk anak dan mengetahui kesenangan anak; 8) Kurang kreatif dan inisiatif baby sitter kepada anak; 9) Masih perlu diingatkan untuk memasak makanan anak dan mencuci botol hygienis; 10) Kurang mengetahui dalam menyusun menu makanan menarik untuk balita; 11) Ada yang belum memahami cara merawat pakaian anak; 12) Ada yang sikap dan perilakunya juga bahasa yang belum memberi contoh serta mengajarkan kebiasaan baik pada anak; 13) Ada yang belum bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungan; 14) Kurang interaksi dalam mengajak anak bermain yang mendidik. Kenyataan akan kemampuan dan kompetensi baby sitter tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan 3 lembaga penyalur tenaga kerja di kota bandung, forum grup mengenai curhat baby sitter dan ungkapan beberapa keluarga pengguna jasa yang menggunakan jasa baby sitter. Temuan dari hasil studi pendahuluan mengenai kebutuhan kompetensi di lapangan pada jasa tenaga kerja baby sitter tersebut dapat dipahami karena memang belum tertanganinya dengan baik penyelenggaraan pelatihan yang ada. Pada beberapa lembaga yang peneliti datangi seperti Bina Mandiri Dago dan Yayasan Widia Rejeki Tama Kiara Condong, penilaian akan kompetensi calon
165
tenaga baby sitter yang dilaksanakan lembaga pelatihan, hanya dengan melihat latar belakang tenaga kerja. Bagi calon tenaga kerja yang misalnya mengaku pernah mempunyai anak, maka dia hanya menjalani serangkaian tes yang dilakukan oleh pengelola. Tes yang dilakukan diantaranya dengan melihat simulasi cara menggendong boneka bayi, memandikan, memakaikan baju, dan sebagainya. Bahkan penentuan waktu pelatihan yang akan dilaksanakan lebih kepada “feeling” dari pengelola pelatihan saja. Pelatihan seperti di atas tentunya sangat instan dan hanya berbasiskan pada kebutuhan pengguna jasa semata yang sifatnya sangat mendesak. Hasil studi tersebut dan beberapa data yang ada maka pada umumnya dapat diambil kesimpulan bahwa dengan model-model pelatihan yang telah dilakukan serta ketidakjelasan standar kompetensi yang menjadi acuan lembaga-lembaga tersebut maka tentunya tenaga kerja baby sitter yang dihasilkan tidak akan optimal. Artinya tenaga kerja yang ada dan telah bekerja tersebut belum profesional. Hal ini menjadi temuan peneliti dan menjadi titik awal peneliti dalam mengembangkan model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter. e. Kondisi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk bidang kerja baby sitter Permasalahan mengenai kompetensi apa yang menjadi patokan dari profesi baby sitter pada dasarnya secara tertulis sudah diatur dalam draft SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), namun dalam pelaksanaannya setiap lembaga kursus yang menyelenggarakan pelatihan baby sitter dapat menggunakan
166
standar pelatihan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan kompetensi yang ingin dicapai, dengan masa pelatihan yang berbeda dan materi yang juga berbeda dalam variasinya, sesuai dengan visi dan misi lembaga masing-masing. Hal ini menjadi permasalahan ketika pelatihan baby sitter yang dilaksanakan ternyata berada di bawah standar bahkan tidak memiliki standar pelaksanaan. Meskipun ada beberapa pelatihan baby sitter yang cukup baik melaksanakan, namun tidak sedikit pula pelatihan yang hanya sekedarnya melatih tenaga kerja baby sitter untuk sekedar mencari keuntungan semata. Kompetensi bidang kerja baby sitter menurut SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) meliputi 3 kompetensi yaitu unit kompetensi umum, unit kompetensi inti serta Kelompok Unit Kompetensi Khusus. Untuk bidang kerja baby sitter tingkat pemula, apabila dianalisa, pada prinsipnya elemenelemen kompetensi yang ada lebih memfokuskan pada perawatan anak secara fisik, dan kurang menekankan pada prinsip-prinsip perkembangan, perawatan dan pendidikan anak usia dini. (Lampiran) Adapun selayaknya dan menurut hemat peneliti bahwa pengasuhan pada anak usia dini seharusnya lebih pada bagaimana “early attachment” yang dapat mengembangkan dan menstimulasi anak usia dini sehingga pertumbuhan dan perkembangan berbagai aspek potensial dalam diri dapat berkembang dengan baik. Fungsi dan peran baby sitter di keluarga adalah menjadi partner dari orang tua dalam kepengasuhan sekaligus pendidikan anak usia dini ketika mereka bekerja. Pada akhirnya, meskipun tetap akan berbeda dengan sentuhan orang tua, baby sitter berperan sebagai orang tua pengganti sementara. Seperti yang
167
dilaporkan dalam sebuah penelitian aspek kunci dari kualitas pengasuhan adalah kemampuan dari pengasuh untuk membangun hubungan dengan anak dan sentuhan rasa aman bagi anak (Rush, 2006). Fenomena ini menunjukkan perlu ada upaya serius dari berbagai pihak khususnya pemerintah untuk bersikap tegas dan mengatur terselenggaranya pelayanan terhadap anak, khususnya mengenai jasa ketenagaan baby sitter atau pengasuh anak di rumah, agar dapat sesuai dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan perkembangan, pengasuhan dan pendidikan anak usia dini. 2. Model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter a. Hasil Analisa SWOT dari kondisi empirik Telaah lingkungan internal dan eksternal, sekaitan dengan kondisi empirik yang telah teridentifikasi adalah dapat dilihat dapat matriks berikut ini: Tabel 4.2 Identifikasi Lingkungan Strategik Model-model Pelatihan Baby sitter ASPEK
Ketenagaan
INTERNAL
1.
2.
EKSTERNAL
KEKUATAN (STRENGTH)
PELUANG (OPPORTUNITIES)
Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri
1. Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja 2. Standar gaji baby sitter terhitung relatifcukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa
168
Kelembagaan
3.
Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menajdikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang profesional
3. Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak 4. Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga
Sumber daya (Sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan financial)
4.
Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa.
Kurikulum dan prosedur
5.
Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter
Jejaring kemitraaan
6.
Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter
5. Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak 6. Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga. 7. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan 8. Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga 9. Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program
ASPEK Ketenagaan
KELEMAHAN (WEAKNESS) 1.
2. Kelembagaan
3.
4.
Sumber daya (Sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan finansial)
5.
Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas
TANTANGAN/ANCAMAN (THREAT) 1. Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya
2. Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercauaan masyarakat pada jasa baby sitter
3. Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada
169
Kurikulum dan prosedur
Jejaring kemitraaan
6.
Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama 7. Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan. 8. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak. 9. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan 10. Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk lembaga penyedia jasa baby sitter) 11. Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi
4. Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain.
5. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan
(Sumber format: Akdon, 2009) Kesimpulan analisis faktor internal (KAFI) dan kesimpulan analisis faktor eksternal (KAFE) merupakan daftar prioritas faktor lingkungan, baik internal maupun eksternal serta dampaknya terhadap model pelatihan yang harus disusun. Berikut ini adalah hasil kesimpulan analisis faktor internal (KAFI): Tabel 4.3 Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI) NO. 1
1.
2.
3.
4.
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL STRATEGIK 2
KEKUATAN Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di
BOBOT
RATING
SKOR
3
4
5
KESIMPULAN (PRIORITAS) 6
0,12
3
0,36
1
0,05
2
0,10
4
0,10
3
0,30
2
0,04
2
0,08
6
170
5.
6.
1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa. Pada umumnya memiliki masingmasing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter Jumlah faktor kekuatan KELEMAHAN Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja (Lembagalembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk
0,05
2
0,10
5
0,06
2
0,12
3
0.04
3
0,12
7
0.10
3
0,30
1
0.07
2
0,14
6
0,04
2
0,08
8
0,06
3
0,18
4
0.09
3
0,27
2
0,07
3
0,21
3
0.05
3
0,15
5
0,03
2
0,06
9
0,42
171
10.
lembaga penyedia jasa baby sitter) Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi Jumlah faktor kelemahan Jumlah total faktor internal
0,03
2
0,06
10
0,58 100%
(Sumber format: Akdon, 2009) Berikut ini adalah hasil kesimpulan analisis faktor eksternal (KAFE), yaitu : Tabel 4.4 Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE) NO. 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL STRATEGIK 2
PELUANG Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program Jumlah faktor kesempatan
BOBOT
RATING
SKOR
3
4
5
KESIMPULAN (PRIORITAS) 6
0,16
3
0,48
1
0,06
2
0,12
7
0,07
3
0,21
4
0,06
3
0,18
6
0,08
3
0,24
3
0,07
3
0,21
5
0,09
3
0,27
2
0,04
2
0,08
9
0,05
2
0,10
8
0,68
172
1.
2.
3.
4.
5.
TANTANGAN Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa baby sitter Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan Jumlah faktor tantangan Jumlah total faktor eksternal
0.05
3
0,15
3
0.06
3
0,18
2
0.07
2
0,14
5
0.09
3
0.27
1
0.05
3
0,15
4
0,32 100%
Model pelatihan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah hasil dari analisis dari SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Tantangan) yang dilakukan maka peneliti. Berdasarkan data penelitian mengenai kondisi empirik berbagai model pelatihan pada lembaga yang ada, maka menurut matriks analisa SWOT dapat ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:
173
Strength (Kekuatan) 1.
INTERNAL
2.
3.
4.
5.
6.
Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja. Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri Pada umumnya memiliki masingmasing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa.
EKSTERNAL
Opportunity (Peluang) 1.
2.
3.
4.
5.
Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga.
Weakness (Kelemahan) 1.
Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa 2. Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan. 3. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak. 4. Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama 5. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan 6. Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga – lembaga penyalur tenaga kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional 7. Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan. 8. Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas 9. Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk lembaga penyedia jasa baby sitter) 10. Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi
S.O
W.O
1. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan kompetensinya. 2. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional. 3. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan baby sitter professional
1. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional membutuhkan dukungan pelatihan in-service 2. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun menjadi basis dari pelatihan 3. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan anak secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun
174
6.
7.
8.
9.
Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga
Threath (Tantangan) 1.
2.
3.
4.
5.
Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain. Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa baby sitter Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada
4. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter 5. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan jasa pengasuhan anak di rumah.
juga non-fisik anak 4. Perlu dibangun sosialisasi dan program yang didukung pemerintah mengenai jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang diinginkan. 5. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini
S.T 1. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi oleh pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan juga dukungan biaya dalam lembagalembaga yang menyelenggarakan pelatihan 2. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak, menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di rumah untuk melakukan pembenahan diri. 3. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati bersama
W.T 1. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola koordinasi yang diatur dengan baik 2. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan asesor penilai 3. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa tenaga kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan profesionalisme baby sitter
Bagan 4.1 Matriks SWOT Keterhubungan Antar Faktor (Sumber: Salusu J dan Kearns, dalam Akdon, 2009)
175
Dari analisis SWOT tersebut maka dapat ditentukan berbagai strategi yang dimungkinkan harus dilaksanakan dalam menghadapi berbagai kondisi empirik, baik kondisi lingkungan internal, maupun eksternal, khususnya sekaitan dengan model pelatihan yang harus dimunculkan. Strategi-strategi sesuai dengan kondisi dan analisis SWOT tersebut adalah sebagai berikut: S.O (Strategi kekuatan untuk menghadapi peluang) 1.
Tenaga
baby
sitter
yang
telah
bekerja
masih
perlu
ditingkatkan
kompetensinya. 2.
Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional.
3.
Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan baby sitter professional
4.
Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter
5.
Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan jasa pengasuhan anak di rumah. W.O (Strategi tanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang)
1.
Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional membutuhkan dukungan pelatihan in-service
2.
Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun menjadi basis dari pelatihan
176
3.
Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan anak secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun juga non-fisik anak
4.
Perlu dibangun sosialisasi dan program yang didukung pemerintah mengenai jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang diinginkan.
5.
Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini S.T (Strategi pakai kekuatan untuk menghindari ancaman)
1.
Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi oleh pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan juga dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan
2.
Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak, menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di rumah untuk melakukan pembenahan diri.
3.
Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati bersama W.T (Strategi perkecil kelemahan dan hindari ancaman)
1. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam
177
meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola koordinasi yang diatur dengan baik 2. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan asesor penilai 3. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa tenaga
kerja
baby
sitter
harus
bekerja
sama
dalam
mewujudkan
profesionalisme baby sitter Strategi-strategi tersebut selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk program, yang dalam penelitian ini, program yang akan dilakukan adalah dengan menyusun model pelatihan yang diharapkan menjadi kebutuhan sesuai dengan kondisi empirik yang ada.
b. Deskripsi Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi Model ini diawali dengan membuat rancangan model konseptual sebagai kerangka dasar dari model yang hendak disusun ke dalam model yang lebih operasional dalam pelaksanaan uji coba model. Model yang dikembangkan ini lahir dari analisis SWOT dari kondisi empirik mengenai kondisi penyelenggaraan pelatihan bagi ketersediaan tenaga kerja baby sitter/pengasuh anak dalam lingkup rumah tersebut diatas. Adapun mengenai ketenagaan baby sitter yang bekerja di masyarakat tersebut dapat meliputi baby sitter yang berasal dari lembaga pelatihan dan penyaluran tenaga kerja baby sitter dan juga baby sitter/pengasuh yang mandiri. Tenaga kerja baby sitter yang telah melalui pelatihan pun, setelah dilakukan
178
identifikasi dan kebutuhan kompetensi di beberapa keluarga yang mengambil dari lembaga ternyata masih membutuhkan peningkatan kompetensi. Begitu pula dengan baby sitter/pengasuh anak yang langsung memberikan pengasuhan dan berinteraksi dengan anak tanpa melalui pelatihan yang memadai, khususnya dalam kompetensi yang sesuai dengan prinsip perkembangan, perawatan dan pendidikan anak usia dini, akan menjadi sasaran dari model ini. Model pelatihan ini, dilakukan untuk baby sitter yang sedang bekerja di keluarga, yang dengan dukungan keluarga diijinkan untuk dapat mengikuti pelatihan. Pelaksanaan pelatihan ini akan dilakukan dalam dua setting, yaitu setting belajar kelompok dan setting belajar mandiri, yaitu dilakukan di rumah tempat ia bekerja di keluarga pengguna jasa. Model ini diharapkan dapat meningkatkan
profesionalisme
baby
sitter,
dengan
adanya
penguasaan
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk bidang tenaga kerja tersebut. Keterbatasan peneliti dalam waktu dan tenaga juga biaya, menjadikan model pelatihan yang akan menjadi prioritas dikembangkan adalah pelatihan in-service bagi baby sitter yang memfokuskan pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA). Menurut Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2006) serta beberapa sumber yang ada bahwa pengukuran kompetensi dapat dilihat dari penguasaan dari aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap dan nilai-nilai yang sesuai dengan tujuan dari kompetensi tersebut. Sehingga untuk unit KOMPA (Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak), pelatihan yang dilakukan bertujuan agar baby sitter yang dilatih memahami, mampu dan terampil dalam
179
mengasuh anak yang dapat mendukung perkembangan anak sesuai dengan usianya. Adapun profesionalisme baby sitter dapat terbangun, apabila baby sitter secara bertahap dapat memenuhi keseluruhan standar kompetensi yang dikembangkan. Untuk dapat tercapainya profesionalisme tersebut, baby sitter yang telah memenuhi unit kompetensi tertentu, dapat terus mengikuti program pelatihan dalam pengembangan unit kompetensi yang lain, sehingga pemenuhan kompetensinya menjadi lengkap dan dapat dikatakan sebagai baby sitter professional. Masukan lain dalam sebuah proses ini dibutuhkan, yang diantaranya adalah berupa dukungan yang terus menerus dari keluarga pengguna jasa, kelembagaan sertifikasi dan penetapan standar yang kredibel di masyarakat, sehingga ini dapat tercapai pada akhirnya. Berdasarkan pemikiran diatas, komponen model yang dikembangkan dalam pelatihan in-service ini meliputi rasional model, tujuan, pengembangan standar kompetensi, sasaran, prinsip penerapan, deskripsi sebagai berikut : 1) Rasional Model Model yang dikembangkan ini diawali dengan membuat rancangan model konseptual yang berisi kerangka dasar dari model. Rancangan model konseptual ini kemudian akan melalui proses validasi ahli dan ujicobakan di lapangan sehingga menjadi sebuah model yang dapat digunakan secara luas. Model pelatihan ini merupakan pengembangan dari model pelatihan yang berorientasi dalam pencapaian kompetensi dalam bidang kerja tertentu, khususnya dalam model ini dikembangkan pelatihan untuk kompetensi di bidang kerja baby sitter.
180
Model ini mencoba mengembangkan 2 hal utama, yaitu pertama, mengembangkan standar kompetensi bagi baby sitter yang secara ideal dapat dijadikan patokan dalam pelatihan dan kedua, mengembangkan model pelatihan in-service yang tepat bagi tenaga kerja baby sitter yang sudah bekerja di keluargakeluarga pengguna jasa. Pengembangan standar kompetensi mix ini dilakukan dengan melakukan kompilasi antara standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) untuk bidang kerja baby sitter dan standar kompetensi yang berlaku dan diakui secara internasional. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil analisa dan berbagai masukan dari berbagai lembaga penyelenggara pelatihan baby sitter, mereka menganggap standar yang ada, dianggap belum memadai dan mewakili kebutuhan yang ada di masyarakat serta kebutuhan secara idealnya tata cara kepengasuhan pada anak. Standar yang ada pada tingkat nasional yaitu draft SKKNI untuk bidang kerja baby sitter pemula terlihat masih hanya mementingkan aspek fisik anak seperti memberi makan anak, memandikan, dan sebagainya tanpa menyebutkan berbagai sikap yang tepat untuk memperhatikan berbagai aspek perkembangan, pendidikan dan perawatan anak yang sesuai dengan kebutuhan anak. Standar kompetensi mix yang dikembangkan ini kemudian disesuaikan dengan kondisi empirik masyarakat pengguna jasa di Indonesia serta kebutuhan kompetensi baby sitter di lapangan sehingga standar kompetensi yang digunakan dalam pelatihan menjadi sesuai harapan masyarakat. Model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini mengutamakan pada peningkatan kompetensi tenaga kerja baby sitter dalam upaya untuk
181
meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa untuk bidang kepengasuhan anak di rumah. Secara konseptual model pelatihan ini ditujukan pada baby sitter yang telah bekerja di bidang kerja tersebut, dengan dukungan orang tua pengguna jasa. Untuk selanjutnya pelatihan yang dilaksanakan lebih mengutamakan pada pencapaian kompetensi yang diharapkan khususnya dalam bidang kerja yang memang menjadi kebutuhan dari baby sitter tersebut dalam upaya untuk meningkatkan pelayanannya pada pengguna jasa. Adapun secara bagan, model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter tersebut adalah sebagai berikut :
PROSES PELATIHAN
PERANGKAT PENDUKUNG - Tim pelatihan (Tutor, Fasilitator, Panitia) - Waktu - Uang - Materi pembelajaran - Peralatan - Teknologi - Partner (Lembaga Penyalur Tenaga Baby sitter), penyandang dana, pengambil keputusan dan kebijakan.
Experential Learning
RAW INPUT BABY SITTER YANG SUDAH BEKERJA
PreTest
PEMBELAJAR AN KELOMPOK (Off the job)
OUTPUT
IMPACT
Problem Based Learning DUKUNGAN KELUARGA PENGGUNA JASA
Post Test
PEMBELAJAR AN INDIVIDUAL (on the job)
MENING KAT UNIT KOMPA
BABY SITTER PROFESI ONAL
Belum tercapai
KOMPETENSI YANG DIJADIKAN STANDAR DALAM PELATIHAN
Bagan 4.2 Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi Dalam Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter
MASUKAN LAIN
182
2) Tujuan Model pelatihan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan performance baby sitter di dunia kerja sesuai kompetensi yang menjadi tuntutan pekerjaan sehingga profesionalisme baby sitter dapat tercapai. Keterbatasan penelitian menjadikan fokus utama dalam pengembangan penelitian ini adalah dalam meningkatkan unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).
3) Sasaran Kelompok sasaran dari model pelatihan in-service ini adalah baby sitter yang sudah bekerja di keluarga pengguna jasa dan mendapatkan dukungan dari keluarga yang mempekerjakannya. Baby sitter yang berasal dari lembaga penyalur tenaga kerja, maka peran dan dukungan lembaga penyalur tenaga kerja menjadi cukup penting. Artinya lembaga tersebut menjadi institusi yang memberikan rekomendasi serta membuka jalur komunikasi dengan keluarga pengguna jasa. Sedangkan baby sitter yang berasal dari mandiri, pendekatan dilakukan kepada keluarga pengguna jasa. Adapun mengenai kelompok sasaran, yaitu baby sitter yang sudah bekerja di keluarga tersebut meliputi karakteristik yang beragam berdasarkan kriteriakriteria : a) Lama bekerja dan pengalaman bekerja b) Usia c) Latar belakang pendidikan d) Dasar pengetahuan dan keterampilan serta motivasi bekerja
183
Beragamnya sasaran dalam lingkup pekerjaan baby sitter tersebut, membutuhkan pemahaman akan kondisi sasaran. Sasaran yang terdiri dari pendidikan orang dewasa, membutuhkan penyesuaian pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip orang dewasa. Untuk model ini, sasaran yang dapat mengikuti pelatihan in-service meliputi kriteria : a) Berusia 18-36 tahun b) Jenis kelamin perempuan c) Pendidikan minimal Sekolah Dasar d) Sudah bekerja sebagai baby sitter, minimal 1 tahun e) Bersedia mengikuti pelatihan dan mau meningkatkan kompetensi kerja f) Mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengikuti pelatihan 4) Prinsip Penerapan Prinsip penerapan model yang dilakukan adalah : a) Prinsip pembelajaran mastery learning yang berorientasi pada pencapaian kompetensi,
yang
artinya
pencapaian
dalam
aspek
pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai yang sesuai dengan acuan yang ada b) Pembelajaran berbasis masalah (PBL/Problem Based Learning), artinya materi diawali dengan memunculkan dan mendiskusikan masalah serta problem solving dari permasalahan yang sudah dialami. c) Pembelajaran aktif dan menyenangkan, artinya digunakan strategi pelatihan yang efektif dan efisien serta andragogis.
184
d) Pembelajaran berbasis pengalaman (EBL/Experential Based Learning) menjadi prinsip pembelajaran. Artinya dengan melaksanakan on the job training
menjadikan
pelatihan
dan
pembelajaran
dilakukan
dengan
mengalami langsung apa yang harus dilakukan. Peserta akan mendapatkan fasilitasi dari fasilitator dengan memberikan pengalaman langsung di tempat bekerja e) Individual learning, artinya dalam pelatihan setting kelas, peserta pelatihan dibekali oleh tutor berbagai pengetahuan dan pemahaman mengenai kompetensi yang harus dimiliki, dan dalam pengembangannya, peserta dibekali dengan tugas-tugas mandiri yang harus dilakukan di lapangan, dengan fasilitasi di tempat bekerja. 5) Pengembangan Standar Kompetensi Model pelatihan ini adalah berbasis kompetensi, artinya pelatihan yang dilaksanakan mengacu pada pencapaian pada standar kompetensi yang sudah ditetapkan dan ditentukan sesuai dengan bidang kerja dan keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang dibutuhkan untuk lingkup pekerjaan tersebut. Standar kompetensi yang digunakan adalah berdasarkan standar kompetensi mix antara standar kompetensi internasional, yaitu certificate III bidang kerja baby sitter, assissten childcare, out of scholl yang digunakan di Australia, SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dan Standar Pendidikan Anak Usia Dini dalam Permendiknas no. 58 tahun 2009. Standar kompetensi mix tersebut terdiri dari 13 unit kompetensi inti yang menjadi ukuran profesionalisme seorang baby sitter.
185
Keterbatasan peneliti dalam mengembangkan seluruh unit kompetensi, menjadikan model pelatihan in-service pada penelitian focus pada pengembangan salah satu unit kompetensi yaitu unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA). Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter yang dilaksanakan ini diharapkan dapat meningkat kompetensi baby sitter dalam unit kompetensi mendukung perkembangan anak (unit KOMPA) yang akan mendukung dalam pencapaian profesionalisme baby sitter.
6) Pengelolaan Pembelajaran a) Perencanaan Pengelolaan pembelajaran memiliki langkah-langkah yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Davis dalam Syafraruddin (2005) menjelaskan bahwa “Perencanaan pembelajaran adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang tutor untuk merumuskan tujuan pembelajaran”. Ada sembilan prinsip dalam membangun program pelatihan yang profesional bagi pekerjanya, yaitu : 1)Mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta pelatihan yang berkaitan dengan motivasi untuk belajar dan mendesain pelatihan untuk tujuan tersebut; 2) Tujuan pembelajaran berkaitan dengan tujuan organisasi dan menunjukkan bagaimana pembelajaran sangat penting bagi kesuksesan peserta dan organisasi.; 3) Menjelaskan tujuan dan arah program dengan jelas sejak awal pelatihan; 4) Melibatkan peserta pelatihan lebih awal, sehingga memaksimalkan perhatian, harapan dan memori; 5) Menggunakan aktivitas pembelajaran yang sistematis, secara logis berkaitan dengan tahapan
186
pembelajarannya sehingga peserta pelatihan menguasai tahapan yang lebih rendah dalam pembelajaran sebelum bergerak menuju level yang lebih tinggi; 6)Menggunakan variasi metode pelatihan; 7) Menggunakan pekerjaan yang realistik atau materi pelatihan yang relevan dengan kehidupan; 8)Mengikuti peserta dan bekerja bersama-sama dan berbagi pengalaman; 9)Menunjukkan balikan yang jelas dan memberikan dukungan penuh untuk menumbuhkan penilaian diri (Rae, 1997). Untuk dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif, perencanaan pembelajaran dalam pelatihan, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut yaitu : 1) Analisis kebutuhan, dimana pada tahapan ini, melibatkan perbandingan apa yang ada dan apa yang diharapkan dengan menyusun intervensi dalam pelatihan; 2) Analisis situasi, yang pada tahapan ini melibatkan penilaian dari peserta pelatihan dan analisa sumber yang tersedia untuk desain dan mengimplementasikan pelatihan; 3) Penentuan pekerjaan dan analisis tugas. Pada tahapan ini melibatkan mengidentifikasi keterampilan dan pengetahuan yang harus dibangun untuk menunjukan kompetensi dari suatu pekerjaan; 4) Spesifikasi tujuan dari tingkah laku, dimana menulis standar penampilan yang terukur dan menspesifikasikan kondisi dimana penampilan akan terlihat; 5) Menseleksi, mendesain dan memproduksi materi pelatihan. Pada tahapan ini melibatkan menyeleksi, mendesain dan memproduksi metode dan media yang akan digunakan dalam program pelatihan; 5)Menseleksi, mendesain dan memproduksi materi evaluasi, yaitu
meliputi menyeleksi, mendesain dan memproduksi instrumen yang
digunakan dalam menentukan tujuan tingkah laku yang sudah dicapai.
187
Berbagai
komponen
yang
harus
dipersiapkan
meliputi
komponen
kelembagaan, sosialisasi program pada keluarga pengguna jasa, pemateri, fasilitator, tempat, sarana prasarana, waktu, biaya, termasuk strategi dan metode pembelajaran dalam pelatihan dan instrumen evaluasi program. b) Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran dalam model pelatihan ini, membutuhkan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak yang terlihat. Berbagai pihak yang menentukan keberhasilan program ini adalah baby sitter, keluarga pengguna jasa tempat baby sitter bekerja, lembaga penyalur tenaga kerja, kesiapan tutor dan fasilitator, sarana prasarana, serta berbagai hal lain yang ikut mempengaruhi pelaksanaan program. Pelaksanaan program membutuhkan adanya 3 K yaitu Komunikasi, koordinasi dan kontrol yang baik dari berbagai pihak yang terlibat. Untuk mendukung itu
perlu
diadakan
semacam
panduan-panduan
yang akan
mengkoordinasikan, mengkomunikasikan dan mengontrol pelaksanaan program pelatihan ini. Panduan yang perlu dipersiapkan dalam mengatur pelaksanaan program adalah panduan bagi tutor, panduan bagi fasilitator, skenario pembelajaran dalam pelatihan, dan daftar media pembelajaran yang dibutuhkan dalam pelatihan. c) Evaluasi Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan menilai proses implementasi pelatihan secara keseluruhan juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri (Systemic evaluation approach). Hasil dari evaluasi
188
ini dapat menjadi umpan balik untuk perbaikan dan penyempurnaan program pelatihan yang dilaksanakan, baik dalam pengembangan komponen-komponen kurikulum maupun untuk penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan. Model ini mengembangkan evaluasi berbasiskan pada kompetensi yang sudah dikembangkan untuk menilai keberhasilan pencapaian hasil pembelajaran dalam pelatihan, melalui tes unjuk kinerja maupun tes tertulis. Selain dari pada itu, instrumen lain yang digunakan untuk melihat proses pembelajaran, baik melalui penilai peserta pelatihan terhadap tutor dan fasilitator, partisipasi peserta dalam pembelajaran serta penilaian peserta dan tutor terhadap pelaksanaan pelatihan secara umum. Sehingga evaluasi dilakukan pada tiga titik waktu, yaitu : evaluasi sebelum pelatihan, evaluasi pada saat pelatihan dan evaluasi setelah pelatihan dilaksanakan. Keseluruhan evaluasi itu ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 7) Struktur Kurikulum Struktur kurikulum pelatihan berbasis kompetensi, tentunya akan mengacu pada kompetensi atau tujuan yang ingin dicapai. Struktur kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan untuk unit kompetensi mendukung perkembangan anak (unit KOMPA) meliputi 8 elemen kompetensi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Berikut adalah elemen kompetensi yang menjadi tujuan dari pelatihan untuk unit KOMPA, sebagai berikut : (1) Mendukung perkembangan anak dalam kelompok usia yang sesuai; (2) Mendukung perkembangan fisik anak sesuai kelompok usia yang sesuai; (3) Mendukung perkembangan sosial anak sesuai dengan kelompok usia yang sesuai;
189
(4) Mendukung perkembangan emosi dan psikologi anak pada usia yang sesuai; (5) Mendukung perkembangan bahasa anak untuk kelompok usia yang sesuai; (6) Mendukung perkembangan kreatif anak sesuai dengan tingkat usia yang sesuai; (7) Mendukung perkembangan kognitif sesuai dengan kelompok usia yang sesuai; (8) Mendukung perkembangan spiritual dan keagamaan sesuai dengan kelompok usia yang sesuai
8) Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi kurikulum dalam usaha dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan dalam pembelajaran banyak ditentukan oleh strategi pembelajaran dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh tutor, maupun fasilitator. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini menyesuaikan dengan prinsip penerapan yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa berupa pembelajaran tuntas (mastery learning), pembelajaran aktif dengan pembelajaran berbasiskan masalah dan pembelajaran berbasis pengalaman. Setting pelatihan yang dilaksanakan meliputi : a) Setting kelas dengan pembelajaran kelompok (off the job training) Pembelajaran di kelas dalam bentuk kelompok dilaksanakan dengan bimbingan
dari
tutor.
Teknik
yang dilaksanakan
menggunakan
teknik
pembelajaran berbasis masalah. Artinya peserta pelatihan diberikan sejumlah pertanyaan yang menggugah berbagai permasalahan yang dialaminya dalam pekerjaan. Permasalahan tersebut kemudian menjadi awal dari diskusi, simulasi
190
dan pemahaman lebih lanjut mengenai solusi permasalahan. Tutor memfasilitasi, membimbing untuk menemukan, dan menegaskan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi permasalahan. b) Setting di tempat bekerja (on the job training)/OJT dengan pembelajaran individual Pelatihan dengan pendekatan pelatihan dalam setting di tempat bekerja, dilakukan di rumah keluarga pengguna jasa tempat ia bekerja. Proses pembelajaran mengikuti modul dan tugas-tugas yang telah disusun. Setting pelatihan ini melibatkan peran fasilitator untuk memfasilitasi jalannya pelatihan di tempat bekerja. Pendekatan pelatihan ini dapat meningkatkan pemahaman baby sitter akan kompetensi seperti apa yang harus dilakukan sebagai hasil pembelajaran kelompok dalam kelas, yang kemudian langsung dilaksanakan dalam setting di tempat bekerja. 9) Tenaga Tutor dan Fasilitator Pelatihan Tutor memiliki peran utama dalam memberikan fasilitasi dalam pelatihan di setting kelompok dalam kelas. Kriteria tutor adalah seorang praktisi yang memahami masalah yang berkaitan dengan materi untuk pencapaian unit kompetensi yang dikembangkan. Sedangkan fasilitator memiliki tugas membantu dan memfasilitasi peserta baby sitter di tempat bekerjanya sendiri, yaitu di keluarga asal tempat baby sitter bekerja. Tutor adalah tenaga yang menjadi nara sumber dalam pelatihan untuk menyampaikan
materi
umum
mengenai
unit
kompetensi
mendukung
perkembangan anak. Kriteria tutor adalah berasal dari tenaga edukatif yang
191
memiliki pemahaman dan pengalaman yang mumpuni di bidang yang sesuai dengan materi dan kompetensi yang akan dibangun. Fasilitator adalah tenaga yang merupakan bagian dari model pelatihan, yang sudah terseleksi, sesuai kriteria dan sebelumnya mendapatkan pelatihan. Fasilitator adalah tenaga yang memiliki kriteria tertentu, khususnya memahami masalah yang berkaitan dengan materi unit KOMPA (Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak) dan sudah menjadi praktisi di bidang pekerjaan pendidikan anak usia dini, serta memiliki keterampilan sebagai seorang fasilitator. 10) Metode Pembelajaran Pendekatan pembelajaran dalam pelatihan yang dilakukan melalui off the job dan on the job training, menjadikan pelatihan dilakukan dengan dua setting tempat. Pembelajaran pada off the job dilakukan melalui metode pembelajaran ceramah, diskusi, kerja kelompok dan demonstrasi. Pada prinsipnya pelatihan dapat menggali pengalaman dan pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran selanjutnya dilakukan pembelajaran yang dilakukan secara individual melalui fasilitasi di tempat bekerja yaitu di keluarga (on the job). Pendekatan ini mendasari pelatihan yang untuk sebuah bentuk pembelajaran mastery/ketuntasan. Pembelajaran mastery dalam pelatihan ini menggunakan pembelajaran individual dengan penggunakan modul serta tugas-tugas mandiri yang akan mengarahkan peserta sehingga memudahkan peserta mencapai hasil belajar, sesuai dengan standar kompetensi yang diharapkan dalam program pelatihan. Metode pembelajaran yang dilakukan dalam setting on the job dilakukan menggunakan metode demonstrasi, diskusi dan penugasan individual.
192
11) Bahan dan Media Belajar a) Bahan Belajar Bahan belajar yang digunakan adalah berbagai sumber belajar yang berkaitan dengan pencapaian kompetensi yang menjadi standar. Standar kompetensi dan kriteria unjuk kerja yang ada menjadi patokan peserta dalam mencari bahan pendalaman materi dari berbagai sumber yang tersedia, maupun sumber yang direferensikan dalam pelatihan. b) Media Belajar Media belajar yang digunakan dalam pelatihan dibagi menjadi dua setting pembelajaran, yaitu setting pembelajaran kelompok dan setting pembelajaran individual di tempat kerja. Media pembelajaran di kelas yaitu dengan menggunakan berbagai media yang mendukung terjadinya proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan melalui simulasi serta menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah . Berbagai media yang digunakan seperti : flip chart, papan tulis, infocus, kartu game, alat simulasi, dsb. Media pembelajaran yang digunakan di tempat bekerja yaitu dengan menggunakan peralatan yang memungkinkan peserta pelatihan mengkreasikan hasil pengetahuan dan pemahaman di kelas serta arahan dari fasilitator di lapangan tempat bekerja. Tempat bekerja yang digunakan adalah dalam lingkup keluarga tempat baby sitter tersebut bekerja. c) Evaluasi Pembelajaran Evaluasi
pembelajaran
yang
dilakukan
dalam
model
ini
adalah
menggunakan systemic evaluation approach (Bramley, 1996), artinya keefektifan
193
dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam
meningkatkan
profesionalisme baby sitter ini akan dievaluasi secara keseluruhan. Salah satu pengujian yang dilakukan untuk menguji keefektifan pelatihan secara keseluruhan yaitu dengan melakukan pengujian dengan melaksanakan tes, yaitu dengan menyelenggarakan pre-test dan post test sebelum dan sesudah pelatihan, juga observasi dalam lingkup tempat bekerja pada saat sebelum dan sesudah pelatihan melalui format tes unjuk kerja dalam pekerjaan. Tes yang diberikan adalah berupa tes tertulis dan tes unjuk kerja yang akan dilakukan penilaiannya oleh orang penilai yaitu penilai dari luar dan penilai dari keluarga pengguna jasa. Selain itu penilaian secara proses akan menggunakan instrumen observasi dan wawancara dalam pelaksanaan dan penyampaian materi dari tutor kepada peserta pelatihan dan dari fasilitator terhadap peserta di tempat bekerja, juga hasil forum grup peserta pelatihan mengenai penilaian pada penyelenggaraan pelatihan secara umum Sebagai tambahan data, dilakukan pula penilaian proses terhadap aspek partisipasi peserta pelatihan dalam pembelajaran di dalam setting kelompok maupun setting individual di tempat bekerja di keluarga. c. Validasi Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi Tahapan yang dilakukan setelah rancangan konseptual disusun adalah dengan melakukan validasi, dimana untuk mendapatkan model akhir, model konseptual tersebut masih membutuhkan perbaikan, penyempurnaan, penajaman dan pemantapan dengan mendengarkan masukan dan pandangan dari pakar
194
pendidikan luar sekolah dan pakar pelatihan serta praktisi di bidang sesuai dengan kompetensi mendukung perkembangan anak. Pada tahap selanjutnya, dilakukan pula diskusi dengan pengelola pelatihan baby sitter, keluarga pengguna jasa dan baby sitter yang akan terlibat dalam model pelatihan ini. Diskusi dilakukan dengan memberikan rancangan model konseptual model untuk mendapatkan perbaikan, penyempurnaan, penajaman dan pemantapan. Diskusi dengan pihak keluarga pengguna jasa dilakukan dengan diadakan wawancara dan sosialisasi kesediaan untuk terlibat beserta berbagai konsekwensinya, kemungkinannya dan kelayakterapannya di keluarga. Diskusi dengan baby sitter pun dilakukan dengan wawancara dalam ketertarikan dan kelayakannya untuk semakin mempertegas model yang harus dijalankan. Berbagai masukan yang didapatkan dari diskusi dengan para pakar dan praktisi tersebut selanjutnya dikompilasikan untuk menghasilkan rancangan model yang terbaik. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan pengujian validasi, yaitu teoritik dan empirik. Berikut beberapa masukan penting yang didapatkan dari berbagai nara sumber. 1) Penilaian ahli terhadap model konseptual Model konseptual yang disusun, mendapatkan berbagai masukan dari para ahli di bidang kepelatihan, Masukan yang diberikan diantaranya adalah : a) Model ini dianggap cukup inovatif dan menantang untuk dapat dilakukan karena ada kebutuhan masyarakat untuk peningkatan kompetensi tenaga pengasuh anak/baby sitter
195
b) Model ini dianggap cukup menantang karena ada upaya untuk melakukan intervensi kepada keluarga, yang secara konsep dikatakan bahwa keluarga adalah sebuah lembaga yang tidak mudah untuk diintervensi. c) Sekaitan dengan gambar keseluruhan model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter yang kurang tegas dalam menunjukkan 2 setting pelatihan yang dilakukan. Masukan yang di dapat adalah sekaitan dengan mempertegas pada gambar model mengenai setting pelatihan yang dilaksanakan, termasuk diantaranya penonjolan setting keluarga di dalam model ini. d) Model pelatihan ini harus memiliki berbagai panduan yang sekiranya dapat menjadi pegangan bagi yang ingin dapat melaksanakan lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan panduan bagi fasilitator. e) Model ini perlu dilengkapi dengan dibuat penegasan dan panduan mengenai kriteria fasilitator seperti apa yang dapat secara efektif memfasilitasi pelatihan in-service ini. f) Standar kompetensi mix yang dikembangkan, dianggap sangat kompleks sehingga disarankan untuk memilih satu kompetensi yang dianggap prioritas untuk penelitian ini. g) Sekaitan dengan pemilihan satu unit kompetensi dengan penamaan unit KOMPA (Unit Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak), sangat baik dirasa tepat serta cukup baik. Pemilihan kompetensi yang menjadi prioritas yaitu unit KOMPA dalam penelitian ini dianggap sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat.
196
h) Pola model yang meliputi berbagai karakteristik serta panduan yang jelas, akan menjadikan hasil penelitian sehingga keutuhan model ini dapat terbangun. i) Model pelatihan, khususnya dalam penunjukkan peran tutor dan fasilitator pada model pelatihan, hendaknya diperjelas dengan mencantumkan posisi tutor dan fasilitator pada gambar sehingga dapat tergambarkan bahwa ada peran tutor dan fasilitator dengan setting pelatihan yang berbeda untuk memberikan pelatihan dan fasilitasi pada baby sitter. j) Penggunaan bahasa standar dalam standar kompetensi hendaknya harus dipahami oleh penilai, dengan diperjelas sub indicator k) Format unjuk kerja baby sitter sebaiknya tidak hanya pilihan ya dan tidak, namun ada pilihan lain, bahkan paparan deskriptif yang akan memperjelas sudah sampai tahap mana kompetensi baby sitter tersebut. l) Konsep yang dikembangkan masih perlu dieksplorasi, khususnya mengenai pendekatan pembelajaran yang berbasis masalah dan pembelajaran melalui pengalaman. Berdasarkan hasil masukan dari tim ahli, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model ini beberapa aspek yang perlu diperkuat adalah sekaitan dengan (1) visualisasi model; (2) sosialisasi program pada mitra lembaga pelatihan dan keluarga yang bertahap; (3) proses dan alur pelatihan serta pendekatan pada keluarga; (4) penyiapan dan berbagai penyiapan fasilitator dalam model pelatihan; (5) bahan belajar dan penyiapan media yang tepat.
197
Berdasarkan berbagai masukan dari nara sumber, model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter ini dilakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan terutama berkaitan dengan kejelasan alur dan visualisasi model, instrumen unjuk kerja, dan skenario untuk sosialisasi program, penyiapan fasilitator dengan berbagai panduannya yang perlu diperjelas juga bahan belajar yang sesuai.
2) Penilaian praktisi terhadap desain model konseptual Penilaian praktisi terhadap model ini dilakukan oleh praktisi lembaga pelatihan dan penyalur tenaga kerja. Beberapa masukan untuk model ini diantaranya adalah (1) pelatihan yang dilaksanakan di keluarga memerlukan negosiasi yang cukup intens serta komunikasi serta kepercayaan yang baik; (2) Dalam tataran implementasi perlu adanya surat rekomendasi dari lembaga penyalur tenaga kerja, agar mempermudah akses masuk ke keluarga; (3) model ini cukup menantang untuk bisa dilakukan, dengan adanya dukungan ada pada lembaga apabila membutuhkan bantuan dan dukungan lebih lanjut. 3) Tanggapan keluarga pengguna jasa baby sitter terhadap model konseptual Pendapat beberapa keluarga mengenai model pelatihan yang akan dilaksanakan, menjadi penentu bagaimana model pelatihan ini dapat dilaksanakan lebih lanjut. Hal ini terjadi karena keluarga memiliki karakteristik yang unik dan menetukan apakah program ini dapat terlaksana dengan baik atau tidak. Beberapa masukan yang diberikan oleh keluarga adalah : (1) diharapkan tempat pelatihan
198
adalah tempat yang mudah dijangkau oleh baby sitter apabila ingin diajak untuk pelatihan; (2) waktu pelatihan hendaknya bisa menyesuaikan dengan jadwal cuti mereka; (3) waktu pelatihan bisa diefektifkan agar tidak terlalu lama meninggalkan tempat bekerja; (4) mempertanyakan bagaimana penilaian unjuk kerja dilakukan dan mungkin ke depan dapat digunakan kamera tersembunyi. Dari beberapa masukan, pada dasarnya, mereka cukup tertarik dengan model ini dan ingin bisa berpartisipasi bahkan memberi dukungan terlaksananya program ini. 4) Tanggapan peserta pelatihan terhadap model konseptual Calon peserta pelatihan yaitu baby sitter pada dasarnya senang dan menyetujui apabila ada pelatihan yang akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. Peningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dirasakan penting untuk ditingkatkan, dikarenakan permasalahan di lapangan kerja yang cukup menyita energi mereka. Mereka siap mengikuti pelatihan dengan syaratnya adalah mereka diijinkan oleh keluarga pengguna jasa. Dari berbagai masukan dari berbagai sumber mengenai model pelatihan, melalui proses validasi model konseptual, maka dilakukan berbagai perubahan yang dibutuhkan. Pada dasarnya terjadi beberapa perubahan yang ditunjukkan dalam bagan kerangka model konseptual. Perubahan yang cukup nyata khususnya terjadi pada bagan komponen perangkat pendukung, bentuk bagan penegasan pada output pelatihan dan penegasan dalam alur panah dalam pelatihan yang terjadi. Bagan visualisasi model konseptual revisi, dapat diperhatikan dalam bagan sebagai berikut :
199
PROSES PELATIHAN PERANGKAT PENDUKUNG - Waktu - Uang - Materi pembelajaran - Peralatan - Teknologi - Partner (Lembaga Penyalur Tenaga Baby sitter), penyandang dana, pengambil keputusan dan kebijakan. - Penyiapan tim pelatih (tutor dan fasilitator) melalui rekruitmen dan pelatihan
BABY SITTER YANG SUDAH BEKERJA
OUTPUT
Pembelajaran Berbasis Pengalaman
RAW INPUT PreTest
DUKUNG AN KELUAR GA PENGGU NA JASA
IMPACT
PEMBELAJAR AN KELOMPOK DI KELAS (Off the job)
PEMBELAJAR AN INDIVIDUAL DI KELUARGA (on the job)
TUTOR
FASILI TATOR
Pembelajaran Berbasis Masalah
Post Test
MENING KAT UNIT KOMPA
BABY SITTER PROFESI ONAL
Belum tercapai
KOMPETENSI YANG DIJADIKAN STANDAR DALAM PELATIHAN
MASUKAN LAIN
Bagan 4.3 Model Konseptual (Hasil Validasi) Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi dalam Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter
3. Deskripsi Model Konseptual yang dikembangkan Berdasarkan kajian dan elaborasi berbagai masukan yang didapatkan dari para nara sumber, maka model pelatihan in-service berbasis kompetensi dapat dideskripsikan sebagai berikut : a. Rasional Pengembangan Model Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter ini dibangun sekaitan dengan permasalahan kebutuhan dan fenomena penyiapan ketenagaan pengasuh anak/baby sitter di rumah yang belum seluruhnya optimal
200
dan memadai. Hasil studi pendahuluan dan penelitian terbatas pada beberapa lembaga serta kondisi empirik akan kebutuhan tenaga ini, membuat peneliti tergerak untuk dapat membuat model pelatihan bagi baby sitter yang sudah dan sedang bekerja di keluarga, sehingga mereka dapat meningkat pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Model pelatihan ini dibuat sangat fleksibel dan menjadi mitra keluarga dalam membina baby sitter dalam melakukan pekerjaan pengasuhan pada anak mereka. Belum memenuhinya standar kompetensi yang dapat memayungi tenaga kerja baby sitter secara diakui penuh, menantang peneliti untuk mengembangkan standar kompetensi bagi baby sitter/pengasuh yang sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan, perawatan dan pendidikan anak usia dini. Untuk kepentingan tersebut maka dibangun standar kompetensi mix, yang diharapkan dapat secara holistik mampu memenuhi kebutuhan kompetensi kerja dan tugas seorang tenaga kerja baby sitter/pengasuh anak. Kegiatan pembelajaran dalam pelatihan ini bersifat aktif dan berbasis pada masalah serta melalui pengalaman langsung. Artinya baby sitter yang dilatih akan secara langsung aktif terlibat dalam pembelajaran, bahkan mereka akan melakukan penyusunan program kerja sesuai tuntutan kompetensi yang harus dicapai secara individual dengan fasilitasi oleh fasilitator. Peran fasilitator adalah menjadi ujung tombak dari model pelatihan yang harus dibangun juga sampai titik mana peran seorang fasilitator dan harus seperti apa. Model ini mensyaratkan adanya peran seorang fasilitator yang sangat penting dalam menentukan apakah pelatihan ini akan efektif ataupun tidak.
201
b. Tujuan Pengembangan Model Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi Tujuan yang ingin dicapai dalam rancangan model konseptual yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah meliputi tujuan yang meliputi hasil jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yang dilakukan penelitian ini adalah meningkatnya unit KOMPA (kompetensi mendukung perkembangan anak) bagi baby sitter yang mengikuti pelatihan. Adapun untuk jangka menengah, yaitu diharapkan baby sitter memiliki dukungan dan kesempatan yang terbuka dari keluarga pengguna jasa untuk terus dapat mengikuti pelatihan secara bertahap hingga mencapai 13 unit kompetensi yang menjadi tujuan. Pada jangka panjang, harapan model ini dapat menjadikan tenaga pengasuh anak dirumah yaitu baby sitter menjadi professional yaitu baby sitter mitra keluarga dalam jasa kepengasuhan anak yang handal dan terpercaya. c. Ruang lingkup Ruang lingkup pengembangan : 1) Sasaran terdiri atas perempuan berjumlah 10 orang baby sitter yang memegang 10 anak, dalam 8 keluarga pengguna jasa. 2) Aspek-aspek yang dikembangkan terdiri dari pengelolaan pelatihan yang meliputi perencanaan program, pelaksanaan program dan evaluasi program untuk mencapai tujuan sesuai standar kompetensi yang dibangun. 3) Kompetensi yang dituju oleh peserta focus pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).
202
4) Profesionalisme dapat terbangun apabila baby sitter dapat memenuhi standar kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dalam dunia kerjanya. Unit KOMPA menjadi satu unit kompetensi yang harus dikuasai apabila ingin dianggap sebagai baby sitter professional. d. Strategi Pengembangan Strategi pengembangan model pelatihan ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yang diawali dengan identifikasi kondisi empirik di lapangan sekaitan dengan kebutuhan dari keluarga serta stake holders yaitu lembaga-lembaga pelatihan baby sitter dan penyalur tenaga kerja akan model pelatihan in-service berbasis kompetensi. Model pelatihan ini dibangun melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1) Identifikasi standar kompetensi Dalam mengidentifikasi standar kompetensi untuk tenaga baby sitter dilakukan upaya pengkajian terhadap draft Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk baby sitter pemula, pencarian berbagai draft standar kompetensi untuk baby sitter yang diakui internasional, melakukan validasi bahasa dari standar kompetensi certificate III yang digunakan di Australia, dan mengkaji standar pendidikan Anak Usia Dini dalam Permendiknas no.58 tahun 2009. (terlampir) 2) Pengembangan standar kompetensi mix
dari draft SKKNI, standar
internasional dan standar pendidikan anak usia dini
203
Pada tahap ini dilakukan upaya penyusunan standar kompetensi mix yang merupakan penggabungan dari standar kompetensi yang ada (terlampir). Berikut adalah kompilasi dari standar kompetensi yang dikembangkan, yaitu : a) Mengidentifikasi dan merespon anak-anak yang beresiko b) Memastikan kesehatan dan keselamatan anak SKKNI : Menjaga kebersihan bayi sebelum dan / atau sesudah bayi makan dan minum, Menjaga bayi dari gangguan hewan piaraan, Menjauhkan bayi dari benda atau / zat berbahaya, Permendiknas no. 58/2009 : Memahami layanan dasar kesehatan dan kebersihan anak, Terampil dalam melakukan perawatan kebersihan anak. c) Memberikan perawatan kepada anak-anak SKKNI : Menjaga bayi saat ibu bayi keluar rumah, Melayani kebutuhan susu dan makan bayi secara periodik, Menggendong dan memangku bayi dengan kasih sayang, Menidurkan bayi pada tempat tidur bayi d) Memberikan kontribusi bagi pemberian makanan dengan gizi seimbang dengan cara yang aman dan higinis Permendiknas no. 58/2009: Memahami pola makan dan kebutuhan gizi masing-masing anak e) Bekerja dalam lingkup hukum dan etika yang relevan SKKNI : Membekali diri tentang kondisi kerja dan resiko kerja, Membekali diri tentang remitansi, dokumen diri, perjalanan dan perjanjian kerja.
204
f) Mendukung perkembangan anak Permendiknas no. 58/2009: Memahami peran pengasuhan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. g) Melakukan interaksi yang efektif dengan anak-anak SKKNI : Mengendalikan emosi diri. Permendiknas no. 58/2009 : Berperilaku sabar, tenang, ceria, penuh perhatian, serta melindungi anak, Memiliki kepekaan dan humoris dalam menyikapi perilaku anak, Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bertanggung jawab, Berpenampilan rapi, bersih, dan sehat. h) Memberi pengalaman untuk bermain dan belajar anak SKKNI : Menemani dan menjaga bayi bermain Permendiknas no. 58/2009 : Terampil bermain dan berkomunikasi secara verbal dan non verbal dengan anak, Terampil merawat kebersihan fasilitas bermain anak i) Mengembangkan pemahaman atas minat dan kebutuhan anak Permendiknas no. 58/2009 : Mengenali dan mengatasi ketidaknyamanan anak, Menyayangi anak secara tulus j)
Menerapkan pertolongan pertama
k) Memberikan kontribusi dalam proses OHS/K3 (Keselamatan dan Keamanan Kerja) SKKNI : Menerapkan prosedur K3 di rumah tangga l)
Bekerja secara efektif dengan keluarga untuk merawat anak-anak mereka
205
SKKNI : Melakukan komunikasi dengan ibu bayi / orang tua bayi dan anggota keluarga bayi. Permendiknas no. 58/2009 : Berperilaku santun, menghargai, dan hormat kepada orang tua anak m) Bekerja secara efektif dengan klien dan rekan kerja yang berlatar budaya beragam Hasil kompilasi ketiga standar kompetensi tersebut dapat diperhatikan, bahwa standar kompetensi yang ada pada standar internasional (certificate III yang diakui di Australia) sementara ini, unit kompetensi intinya, sifatnya lebih umum dan mencakup beberapa standar yang disebutkan di standar pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 tahun 2009, maupun standar kompetensi kerja Indonesia (SKKNI) untuk bidang kerja baby sitter. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara cakupan maka standar internasional dalam kepengsuhan anak yang ada, sudah melingkupi standar yang ada di Indonesia dan bahkan masih ada beberapa unit kompetensi yang ada pada standar internasional yang masih belum terwakili. Berdasarkan hasil analisa dan kompilasi, maka standar kompetensi mix dalam model pelatihan ini meliputi standar kompetensi mix yang menjadi basis kompetensi pelatihan ini terdiri dari 13 unit kompetensi, yaitu : 1) Mengidentifikasi dan merespon anak-anak yang beresiko; 2) Memastikan kesehatan dan keamanan anak; 3) Memberikan perawatan kepada anak-anak; 4) Memberikan kontribusi bagi pemberian makanan dengan gizi seimbang dengan cara yang aman dan higinis; 5) Bekerja dalam lingkup hukum dan etika yang
206
relevan; 6) Mendukung perkembangan anak; 7) Melakukan interaksi yang efektif dengan anak-anak; 8) Memberi pengalaman untuk bermain dan belajar anak; 9) Mengembangkan pemahaman atas minat dan kebutuhan anak; 10) Menerapkan pertolongan pertama; 11) Memberikan kontribusi dalam proses OHS/K3 (Keselamatan dan Keamanan Kerja); 12) Bekerja secara efektif dengan keluarga untuk merawat anak-anak mereka; 13) Bekerja secara efektif dengan klien dan rekan kerja yang berlatar budaya beragam 3) Validasi standar kompetensi mix Tahapan selanjutnya adalah melakukan diskusi dan validasi dengan ahli mengenai standar kompetensi yang dibangun. Validasi standar kompetensi mix melalui diskusi dengan pakar praktisi, yaitu sebagai ahli terapis untuk perkembangan anak, memberikan validasinya terhadap standar kompetensi yang ada. Beliau menyatakan bahwa standar kompetensi ini dirasa cukup komprehensif untuk kompetensi seorang pengasuh anak, hanya perlu penyesuaian apakah memang unit tersebut menjadi kebutuhan masyarakat. Kegiatan validasi standar kompetensi mix pun dilakukan dengan akademisi di bidang program studi pendidikan dasar yang mengatakan bahwa standar kompetensi ini sangat komprehensif dan sangat kompleks. Beliau mengatakan selayaknya ini menjadi payung penelitian yang akan membawahi beberapa kajian lainnya. Beliau pun menyarankan agar fokus pada satu unit kompetensi yang menjadi prioritas kebutuhan mendesak masyarakat untuk meningkatkan kompetensi baby sitter tersebut. Sehingga secara bertahap dapat meningkatkan profesionalisme baby sitter.
207
Berdasarkan berbagai kajian dan pembahasan mengenai standar kompetensi mix tersebut, maka peneliti melakukan pula identifikasi kebutuhan masyarakat akan kompetensi baby sitter yang menjadi prioritas dibutuhkan. Identifikasi kebutuhan ini adalah untuk semakin memperkuat peneliti dalam menentukan kompetensi yang memang dibutuhkan dan menjadi prioritas dari lingkup kerja baby sitter. Identifikasi dilakukan pada berbagai stakeholders seperti pengguna jasa dan baby sitter juga pemangku kebijakan dan kelembagaan. 4) Identifikasi kebutuhan kompetensi baby sitter Pada tahap ini, diadakan forum grup discussion dengan baby sitter dengan fasilitasi dari lembaga penyalur tenaga baby sitter, dilakukan wawancara dengan lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter, lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter, dan keluarga pengguna jasa. (Terlampir). Hasil angket dan pemilihan prioritas unit kompetensi, pada dasarnya keluarga pengguna jasa sangat mendambakan seorang baby sitter yang memiliki kreatifitas dalam melakukan aktivitas dengan anak dan sikap yang penuh kasih sayang serta perhatian pada anak yang diasuh. Sikap ini akan menjadikan hubungan komunikasi dengan anak berjalan lancar sehingga anak menjadi merasa bahagia dan senang tetapi tetap dalam proporsi yang tepat. Sehingga berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kompetensi dengan menggunakan teknik wawancara dan angket dalam menetukan urutan prioritas standar kompetensi mix, maka hasilnya adalah dimana ada 3 unit kompetensi prioritas dari 13 unit kompetensi yang ada yang menjadi kebutuhan dari masyarakat. Unit kompetensi prioritas menurut kacamata masyarakat adalah unit kompetensi mendukung perkembangan
208
anak, unit kompetensi memberikan perawatan pada anak, dan unit kompetensi pengembangan pemahaman akan kebutuhan anak. Ketiga unit kompetensi ini pada akhirnya menjadi perhatian peneliti untuk selanjutnya dilakukan pengkajian lebih lanjut 5) Analisis kebutuhan kompetensi yang akan dikembangkan dan pengembangan standar kompetensi serta kurikulum dan bahan ajar untuk model pelatihan inservice. Pada tahap ini dilakukan
analisa mendalam mengenai hasil kebutuhan
kompetensi dari masyarakat dan dibandingkan dengan standar kompetensi mix yang telah disusun. Hasil analisa tersebut menghasilkan standar kompetensi serta unit kompetensi yang akan digunakan yang kemudian dibuat kurikulum untuk pelatihannya. Proses ini diikuti dengan kegiatan validasi standar kompetensi dari pakar pendidikan anak usia dini untuk unit kompetensi yang dikembangkan. Dari 13 unit kompetensi yang dikembangkan, telah didapatkan 3 kompetensi prioritas yang menjadi kebutuhan masyarakat. Namun dengan adanya diskusi dan validasi dengan ahli, maka disarankan untuk dapat lebih fokus pada satu unit kompetensi saja. Fokus utama dalam pengembangan model ini akan lebih dahulu mengembangkan unit kompetensi mendukung perkembangan anak (unit KOMPA), yang meliputi 8 elemen kompetensi. Alasan pemilihan fokus kompetensi ini adalah karena unit ini adalah yang paling utama dan pertama dalam kaitannya dengan tugas kepengurusan dan berhubungan dengan anak. Adapun unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA) meliputi elemen-elemen kompetensi : 1) Mendukung perkembangan anak dalam
209
kelompok usia yang sesuai; 2) Mendukung perkembangan fisik anak sesuai kelompok usia yang sesuai; 3) Mendukung perkembangan sosial anak sesuai dengan kelompok usia yang sesuai; 4) Mendukung perkembangan emosi dan psikologi anak pada usia yang sama; 5) Mendukung perkembangan bahasa anak untuk kelompok usia yang sesuai; 6) Mendukung perkembangan kreatif anak sesuai dengan tingkat usia yang sesuai; 7) Mendukung perkembangan kognitif sesuai dengan kelompok usia yang sesuai; 8) Mendukung perkembangan spiritual dan keagamaan sesuai dengan kelompok usia yang sesuai. Unit kompetensi mendukung perkembangan anak yang meliputi 8 elemen kompetensi untuk selanjutnya dijabarkan dalam bentuk indicator capaian baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai. Berikut
adalah
struktur kurikulum
untuk
unit
kompetensi
mendukung
perkembangan anak (KOMPA), yaitu: Tabel 4.5 Struktur Kurikulum Unit Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak (KOMPA) Elemen Kompetensi 1. Mendukung perkembangan anak dalam kelompok usia yang sesuai
Pengetahuan
Keterampilan
Mengetahui pola perkembangan anak dan perbedaanperbedaan kemampuan anak pada tingkat usia yang berbeda
Mampu memberikan fasilitatoran yang tepat dan membangun sesuai tingkat perkembangan anak sehingga anak terbangun kemandiriannya
Kriteria Unjuk Kerja - Memberikan dorongan pada setiap anak sesuai tingkatan usianya. - Menggunakan bahasa dengan tepat dalam kompleksitas bahasa dan kehangatannya - Menunjukkan komunikasi yang relevan dengan ketertarikan dan kapabilitas anak
Jumlah JP 8 JP
210
c) Mendukung perkembangan fisik anak sesuai kelompok usia yang sesuai
Mengetahui pola perkembangan fisik anak Mengetahui cara menstimulasi perkembangan fisik anak yang tepat
- Menunjukkan harapan pada tingkah laku anak yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. - Menunjukkan strategi dan pengelolaan tingkah laku pengasuhan yang tepat dengan tingkat pemahaman anak - Menunjukkan intensitas fasilitatoran yang disesuaikan dengan kemampuan dari perkembangan anak. - Menunjukkan tipe fasilitatoran pada anak untuk meningkatkan perkembangan akan kemandirian anak - Menunkukkan komunikasi yang respek pada anak, merespon anak dan mengikuti anak mampu - Menunjukkan menyediakan aktivitas rutin harian pengalaman yang yang dijadikan tepat melalui kesempatan untuk kegiatan rutin melatih dan dalam permainan, mempraktekkan stimulasi alat keterampilan/skill mainan dan fisik anak dalam peralatan lain kegiatan rutin sehariyang tepat dalam hari mendukung - Menunjukkan perkembangan aktivitas fisik anak menggunakan peralatan bermain dan mainan untuk membangun keterampilan/skill fisik anak
8JP
211
d) Mendukung perkembangan sosial anak sesuai dengan kelompok usia yang sesuai.
Mengetahui bagaimana mendukung anak dalam membangun persahabatan dengan teman dan mengetahui cara memberi pemahaman pada anak akan aturan di masyarakat/ lingkungan sekitar
mampu mengkondisikan interaksi anak pada lingkup satu teman, interaksi dengan lingkup kelompok kecil dan interaksi dengan lingkup kelompok besar
e) Mendukung perkembangan emosi dan psikologi anak pada usia yang sama
Mengetahui tentang pengembangan konsep diri, percaya diri, dan mengatasi emosi anak
mampu menyediakan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan dan menunjukan perhatian pribadi
- Mengikuti bersama anak berbagai kegiatan dan acaraacara yang secara budaya dilakukan di lingkungan masyarakat - Menyediakan kesempatan untuk interaksi dengan satu teman, interaksi dengan kelompok kecil dan interaksi dengan kelompok lebih besar. - Menunjukkan cara komunikasi yang tepat sehingga dapat menjadi model yang baik untuk anak. - Memberikan pemahaman akan perbedaan, melalui penilaian dan respek ketika dalam berbicara mengenai anak dan dengan anak. - Memberikan kesempatan pada individu anak dan kelompok anak untuk dapat mengambil keputusan selama ada pada lingkungan yang aman - Menunjukkan usaha dan upaya menghargai, mendukung dan mengapresiasi anak. - Menunjukkan perhatian penuh pada anak - Menunjukkan perhatian pada perasaan anak dengan
8JP
8JP
212
f) Mendukung perkembangan bahasa anak untuk kelompok usia yang sesuai
Mengetahui mengenai pola perkembangan bahasa dapat terbentuk/terbang un pada anak
g) Mendukung perkembangan kreatif anak sesuai dengan tingkat usia yang sesuai.
Mengetahui pentingnya kreativitas dan mengetahui cara menyediakan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitas
h) Mendukung perkembangan kognitif sesuai dengan kelompok usia yang sesuai
Mengetahui bagaimana kognisi dapat terbentuk
mampu berinteraksi melalui berbahasa yang tepat dengan anak dan menyediakan pengalaman yang tepat untuk perkembangan bahasa anak mampu memberikan fasilitatoran dalam bermain dalam imaginasi, drama, melukis, menggambar, bermain malam (playdough), menari, musik, puisi dan menulis komposisi lagu.
mampu menyediakan pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan
merespon secara terbuka dan penuh respek - Memberikan dukungan pada anak untuk dapat mengekspresikan diri secara verbal/lisan - Memberikan pengalamanpengalaman agar anak dapat mengungkapkan berbagai bentukbentuk bahasa. - Memberikan berbagai kesempatan pada anak untuk menggunakan seluruh rasa mereka - Memberikan dukungan pada anakanak untuk mengekspresikan imajinasi dan kreativitas dalam interaksi bermain mereka - Memberikan berbagai pengalaman yang mendukung anak agar dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan diri. - Menyediakan sumber peralatan dan alat yang tepat sehingga dapat memudahkan anak mengembangkan aktivitas kreatif. - Memberikan lingkungan dan kesempatankesempatan agar dapat memberikan stimulasi perkembangan
8JP
8JP
8JP
213
lingkungan untuk stimulasi dalam perkembangan kognisi anak
i) Mendukung perkembangan spiritual dan keagamaan sesuai dengan kelompok usia yang sesuai
Mengetahui pentingnya penanaman spiritual/keagama an pada anak sejak dini
Mampu menyediakan pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan lingkungan untuk stimulasi dalam perkembangan spiritual dan keagamaan anak
kognitif - Memberikan dukungan agar anak dapat mengeksplorasi dan menyelesaikan permasalahan dengan peralatan dan pengalaman mereka yang beraneka ragam. - Mendukung keluarga dalam melaksanakan ritual keagamaan secara proporsional - Memperkenalkann anak pada ciptaan Tuhan - Mendukung anak untuk melakukan kegiatan berdoa - Mengarahkan anak untuk melatih melaksanakan ritual keagamaan sesuai agamanya
Adapun untuk jumlah Jam Pelajaran untuk unit KOMPA (Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak) adalah : 13 JP (elemen perkembangan anak secara umum) + 8 JP (7 elemen kompetensi) = 69 JP. Jumlah tersebut meliputi kegiatan pelatihan dengan tutor dengan pembelajaran kelompok dengan setting kelas dan kegiatan pelatihan dengan fasilitasi dari fasilitator di tempat bekerja Dari susunan struktur kurikulum dengan elemen kompetensi dan indikator ketercapaiannya, maka dirumuskan materi dan bahan ajar yang akan disampaikan dalam model pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk baby sitter. (terlampir)
8 JP
214
6) Penyusunan model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi Pada tahap ini mulailah dilakukan penentuan model pelatihan yang akan dilakukan serta standar kompetensi yang akan dijadikan basis uji coba pelatihan. Hasil validasi dari pakar pelatihan dan perkembangan anak maka untuk penelitian ini unit kompetensi yang akan menjadi fokus adalah pelatihan untuk meningkatkan kompetensi untuk unit KOMPA (Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak) yang selanjutnya diikuti dengan kegiatan pengembangan kurikulum dan standar kompetensi untuk unit KOMPA serta instrumen unjuk kerja. Berdasarkan kerangka model konseptual di atas dapat dijelaskan aspekaspek
komponen
pelatihan
dalam
pengelolaan
program
pelatihan
dan
pendekatannya dalam model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter, dimana perencanaan pelatihan dilakukan melalui beberapa tahap program. Program yang dilaksanakan meliputi program penyiapan perangkat pendukung, pelaksanaan model pelatihan, dan evaluasi program pelatihan. Adapun program yang meliputi penyiapan perangkat pendukung meliputi kegiatan-kegiatan : (1) Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter, (2) Program sosialisasi dan rekruitmen tutor (3) Program sosialisasi dan rekruitmen fasilitator (4) Program TOF (Training of Facilitator) Adapun program dalam rangka proses pelatihan yang dilakukan adalah : (1) Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off the job training)
215
(2) Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran individual di tempat bekerja (on the job training) Untuk tahapan perencanaan dari setiap program yang merupakan bagian dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini, maka dilakukan kegiatan perencanaan program yang meliputi : a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter, tutor, dan fasilitator Keterlaksanaan program ini dilakukan melalui berbagai perencanaan diantaranya : 1) Seleksi calon fasilitator baby sitter dengan metode psikotest dan wawancara (lampiran); 2) Merekrut calon peserta pelatihan, dengan menjalin kemitraan pada lembaga penyalur baby sitter untuk memperoleh data baby sitter; 3) Perijinan pada keluarga tempat baby sitter bekerja untuk mengikutsertakan baby sitter dalam pelatihan in-service berbasis kompetensi dengan menyertakan surat keterangan dari lembaga penyalur baby sitter. b. Program sosialisasi dan rekruitmen tutor Program penyiapan komponen utama seperti penyiapan tenaga tutor, materi dan bahan ajar (baik untuk TOF maupun pelatihan in-service baby sitter), dan instrumen evaluasi program (keseluruhan program). Dalam program ini, yang dilakukan adalah : 1) Menyusun kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan untuk TOF dan pelatihan baby sitter (lampiran); 2) Menyusun panduan bagi tutor dan fasilitator; 3) Menyusun instrumen evaluasi c. Program sosialisasi dan rekruitmen fasilitator Program penyiapan komponen utama seperti penyiapan tenaga fasilitator, materi dan bahan ajar (untuk pelatihan in-service), dan instrumen evaluasi program
216
(keseluruhan program). Dalam program ini, yang dilakukan adalah : 1) Menyusun kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan baby sitter (lampiran); 2) Menyusun panduan bagi tutor dan fasilitator; 3) Menyusun instrumen evaluasi d. Program TOF (Training of Facilitator) 1) Menyusun jadwal pelatihan Training of Trainer (TOT) bagi calon fasilitator (lampiran); 2) Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti daftar hadir, data lengkap, dll; 3) Menyiapkan scenario pembelajaran yang detail; 4)Menyiapkan sarana dan prasarana pendukung; 5) Menyusun jadwal latihan fasilitasi di keluarga sebagai uji coba awal Adapun program yang berkenaan dengan proses pelatihan, dilakukan berbagai penyiapan dalam mengembangan program-program yang meliputi : a. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off the job training) Penyiapan sarana dan prasarana pendukung, 2)format kehadiran, 3) Media pelatihan, 4) Materi b. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran individual di tempat bekerja (on the job training) Perijinan dari keluarga pengguna jasa; 2) penyiapan format-format yang dibutuhkan; 3) Penyiapan denah lokasi
217
4. Implementasi model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter Implementasi uji coba model pelatihan in-service berbasis kompetensi dilaksanakan mulai bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011. Dalam kurun waktu tersebut, melalui uji coba yang dilaksanakan, model konseptual yang disusun telah mengalami pengembangan secara operasional. Pelaksanaan uji coba model pelatihan ini dilakukan pada 10 orang baby sitter yang telah bekerja keluarga dengan memberikan pengasuhan pada 10 anak usia dini. Pelaksanaan ujicoba ini pun dapat terlaksana berkat dukungan dari 8 keluarga yang menjadi pengguna jasa dari 10 orang baby sitter tersebut. Uji coba ini dilakukan di kota Bandung. Adapun dalam pelaksanaan model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini meliputi beberapa program yaitu meliputi program penyiapan perangkat pendukung, dan program proses pelaksanaan model pelatihan. Adapun program yang meliputi penyiapan perangkat pendukung meliputi kegiatan-kegiatan : a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter, b. Program rekruitmen tutor c. Program rekruitmen tenaga fasilitator d. Program penyiapan tenaga fasilitator melalui TOF (training of facilitator) Adapun program dalam rangka proses pelatihan yang dilakukan adalah : a. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off the job training)
218
b. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran individual di tempat bekerja (on the job training) Setiap program yang dilaksanakan, merupakan bagian dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter. Program-program yang dijalankan tersebut masing-masing meliputi tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan evaluasi. Deskripsi kegiatan pada setiap tahapan dalam program-program tersebut dijelaskan dalam uraian berikut ini : a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter yang meliputi tahapan : 1) Perencanaan Pada tahapan perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah : a) Menentukan persyaratan baby sitter yang dapat diikutsertakan di dalam pelatihan in-service berbasis kompetensi Adapun yang menjadi persyaratan peserta pelatihan ini adalah baby sitter/pengasuh yang memenuhi kriteria di bawah ini, yaitu : (1) usia : 17 – 40 tahun; (2) pengalaman bekerja dengan anak minimal 1 tahun; (3) jenis Kelamin perempuan; (4) tingkat pendidikan minimal SD; (5) sedang bekerja di keluarga dan mengasuh anak. Penentuan persyaratan ini diambil untuk dapat memudahkan pelaksanaan pelatihan dan kesesuaian dengan syarat minimal sehingga keefektifan pelatihan dapat terukur.
219
b) Menentukan lembaga pelatihan baby sitter dan penyalur tenaga kerja serta keluarga yang dapat menjadi mitra dalam penyusunan model pelatihan inservice. Pengambilan sampel dan penentuan keluarga serta lembaga asal tidak dibatasi dengan persyaratan apapun, namun lebih kepada faktor ketermudahan dan keterjangkauan dalam melakukan koordinasi dan kemudahan akses dalam pelaksanaan pelatihan. c) Koordinasi penelitian yang dilakukan dengan lembaga penyalur tenaga kerja dan keluarga pengguna jasa Pada tahap ini, dipersiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan rancangan pelaksanaan pelatihan mengenai berbagai komponen pelatihan yang akan dilaksankan.Hal tersebut meliputi waktu, jadwal, Materi/kurikulum, pemateri, pengelola, dll 2) Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, beberapa kegiatan yang dilakukan adalah : a) Dalam penentuan lembaga pelatihan, dari beberapa lembaga yang ada di kota Bandung, maka ditentukan tiga lembaga yang dapat menjadi mitra dalam menjembatani antara peneliti dan keluarga pengguna jasa. Lembaga tersebut memberikan data-data alamat dan telepon keluarga yang bisa dihubungi, yang menurut lembaga, dapat kooperatif dan akan tertarik dengan pelatihan ini. Alat yang digunakan peneliti dalam tahapan pendekatan kepada keluarga adalah dengan memberikan surat tugas. Surat tugas menunjukkan bahwa lembaga memiliki kerjasama dalam mengembangkan pelatihan in-service berbasis
220
kompetensi dengan lembaga penyalur tenaga kerja. Adapun lembaga yang menjadi mitra peneliti dalam penelitian ini adalah LPK Bina Mandiri Dago, Muslimah Center Yayasan Daarut Tauhiid, dan Yayasan Mutiara Bandung. b) Langkah selanjutnya adalah peneliti menentukan baby sitter yang akan mengikuti pelatihan berdasarkan ijin dan dukungan dari keluarga pengguna jasa baby sitter. Dalam hal ini, peneliti langsung mendatangi keluarga pengguna jasa untuk dapat memberikan informasi rencana penelitian sekaligus melakukan wawancara sekaitan dengan kompetensi baby sitter yang bekerja di keluarga pengguna jasa. Baby sitter yang diijinkan oleh keluarga pengguna jasa inilah yang selanjutnya yang akan menjadi subjek penelitian. Pemilihan keluarga dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari lembaga pelatihan baby sitter dan penyalur tenaga kerja maupun informasi yang sifatnya umum mengenai data keluarga. c) Informasi lain mengenai kesediaan beberapa keluarga untuk mengikut sertakan baby sitternya yang merupakan bukan dari lembaga, pada akhirnya ditindaklanjuti oleh peneliti karena memang fenomena yang ada, jumlah baby sitter yang tidak dari lembaga lebih mendominasi pasar tenaga kerja baby sitter yang ada. d) Dalam memberikan advokasi dan undangan untuk mengikuti pelatihan peneliti melakukan negosiasi serta melakukan pendekatan dengan keluarga-keluarga tersebut. Peneliti mendapatkan informasi mengenai sifat dan karakter keluarga pengguna jasa dari pengelola lembaga penyaluran tenaga kerja sehingga dalam
221
melakukan negosiasi dan penyampaian informasi, dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang ada. e) Berdasarkan hasil rekruitmen dan advokasi serta berbagai pendekatan yang dilakukan, maka didapatkan peserta sebanyak 10 orang baby sitter yang mengasuh dan menjaga 10 anak usia dini, pada 8 keluarga pengguna jasa. Dari 10 baby sitter yang menjadi subjek penelitian dalam model pelatihan inservice berbasis kompetensi ini, 4 orang baby sitter diantaranya adalah baby sitter yang berasal dari lembaga. Sedangkan sisanya 6 orang adalah baby sitter yang bukan dari lembaga. Berikut adalah daftar baby sitter dan keluarga yang menjadi subjek penelitian sebagai berikut :
No
Nama Baby sitter
1
SS
2
US
3
YI
4
DJ
5
SKh
Tabel 4.6 Penyebaran Subjek Penelitian Usia Tingkat Asal Baby Alamat Keluarga Baby Pendidik sitter Pengguna sitter an Jasa/Pekerjaan 18 thn SMP LPK Bina Jl. Bengawan Mandiri Bandung/Kadivre POS V Indonesia 19 thn MTs Muslimah Jl. Kota Mas Raya Center /Dokter Daarut Tauhiid 17 thn SMP Muslimah Perumahan Bojong Center Koneng Makmur Daarut Timur /IT Perusahaan Tauhiid Swasta 36 thn SMP Yayasan Jl. Pakar Permai Mutiara Bandung/Dokter Spesialis Bedah Jantung 18 thn SMP Mandiri Jl. Pakar Permai VII/6 Bandung/ Dokter Spesialis Bedah Jantung
Usia anak yang diasuh 18 Bulan
24 Bulan
36 Bulan
7 Bulan
48 Bulan
222
6
JJ
28 thn
SD
Mandiri
7
EN
31 thn
SMP
Mandiri
8
SH
17 thn
SMP
Mandiri
9
CH
18 thn
SMP
Mandiri
10
Ptr
17 thn
SMP
Mandiri
Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD Jl. Cisaranten Kulon Bandung/TNI Venus Barat Bandung/Swasta Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD Jl.Idiadimaja Bandung/Swasta
f) Koordinasi dengan lembaga pelatihan dan khususnya dengan keluarga dilakukan dengan memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan program pelatihan yang akan dilaksanakan. Adapun informasi yang diberikan oleh lembaga pelatihan adalah berkaitan dengan hal-hal dibawah ini, yaitu : (1)Waktu pelaksanaan pelatihan; (2) Materi Pelatihan; (3) Lamanya pelatihan; (4) Metode pelatihan; (5) Jadwal pelatihan. 3) Evaluasi Kegiatan sosialisasi dan rekruitmen baby sitter membutuhkan waktu yang cukup intensif. Artinya, pendekatan yang dilakukan dari satu keluarga ke keluarga lain. Pola pendekatan yang dilakukan harus sesuai dengan fleksibilitas keluarga yang dihadapi. Penjabaran mengenai program yang akan dilaksanakan secara jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, menjadi kunci berhasilnya ajakan pada keluarga. Pada umumnya, keluarga-keluarga yang didatangi, sangat tertarik dengan model pelatihan dan ingin mengikutsertakan baby sitternya dalam program. Kendala mengenai kesanggupan waktu menjadi kendala yang perlu disikapi
18 Bulan
30 Bulan 36 Bulan 18 Bulan
48 bulan
223
secara arif dan fleksibel. Penyesuaian waktu dan solusi terhadap permasalahan ini menjadi salah satu masukan yang berarti dan menjadi bagian dari pengembangan model pelatihan ini. b. Program Rekruitmen tutor Model pelatihan ini menempatkan posisi nara sumber yang dilakukan oleh tutor. Adapun dalam kegiatan ini, dilakukan tahapan : 1) Perencanaan. Pada tahap ini dilakukan beberapa hal, yaitu : a)
Menentukan panduan dan kriteria tutor Tutor dalam pengertiannya disebut juga sebagai seorang pembimbing suatu
kegiatan pembelajaran dan berfungsi sebagai penentu arah serta model dari pendidikan yang akan dilaksanakan dalam suatu kegiatan belajar mengajar yang bersumber dari kemauan atau permintaan dari warga belajar itu sendiri. Sehingga dengan adanya tutor keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung dari keterampilan serta kecakapan seorang tutor menjadi seorang fasilitator dalam proses belajar. Adapun yang menjadi kualifikasi dari tutor adalah Sarjana Pendidikan minimal S1, sehat, dan memiliki beberapa kompetensi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki
kompetensi
kepribadian,
kompetensi
profesional,
kompetensi
pedagogik, dan kompetensi sosial. Adapun yang menjadi tugas yang menjadi bagian keahliannya adalah (1) mampu mengidentifikasi perkembangan anak asuh peserta pelatihan dengan mengacu pada standar tingkat pencapaian perkembangan anak sesuai kelompok usia (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58
224
Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini); (2) mampu memberikan
materi
tentang
pengasuhan
anak
yang
menunjang
pada
perkembangan sesuai dengan usia; (3) mampu menyusun silabus pelatihan sesuai dengan kurikulum pelatihan yang telah ditentukan oleh penyelenggara; (4) mampu mengembangkan rencana pembelajaran sesuai dengan usia perkembangan anak asuh peserta pelatihan saat itu; (5) mampu mengelola kegiatan pelatihan secara menarik agar peserta pelatihan tidak jenuh; (6) mampu menjalin komunikasi yang baik dengan peserta secara langsung maupun tidak langsung (media elektronik misalnya : telepon, pesan singkat). b) Merencanakan program seleksi tutor Program seleksi tutor dilakukan dengan melakukan rekruitmen dan pengumuman melalui brosur dan penyebaran informasi dalam lingkup lembaga tertentu yang berkaitan dengan kompetensi tutor yang dibutuhkan, dalam hal ini adalah tutor yang memiliki keahlian dan mampu menyampaiakn materi yang berkaitan dengan unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA). Program seleksi tutor lebih pada melihat curriculum vitae dan porto folio yang ada serta melalui kegiatan wawancara mendalam dalam menimba pengalaman yang sudah dilakukan oleh calon tutor. Kegiatan seleksi tutor ini didasarkan pula pada berbagai informasi dan masukan yang menunjukkan bahwa tutor
tersebut
memang
berkompeten
dalam
pembimbingan dalam peningkatan unit KOMPA.
memberikan
materi
dan
225
2) Pelaksanaan Pada tahap ini dilakukan beberapa hal yaitu : a)
Menyebarkan informasi dan rekruitmen tutor Kegiatan ini dilakukan dengan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya
mengenai kebutuhan tutor untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk unit kompetensi mendukung perkembangan anak bagi baby sitter. Pada tahapan ini, calon tutor yang memenuhi kriteria dipersilakan untuk melampirkan curriculum vitae yang tersedia dan menyerahkan pada panitia penyelenggara. b)
Melaksanakan seleksi tutor dan penentuan tutor Seleksi tutor dilaksanakan sebagai bagian dari pemenuhan perangkat yang
sangat penting dalam pelaksanaan pelatihan. Seleksi dilakukan melalui pemeriksaan berkas-berkas curriculum vitae dan porto folio yang ada serta melakukan wawancara mendalam dengan calon tutor. Berbagai masukan dan diskusi dalam pemilihan pun dilakukan dengan pihak yang berkompetensi seperti para ahli terkait. 3) Evaluasi Kegiatan seleksi tutor pada prinsipnya berjalan dengan lancar dan memberikan masukan bahwa tutor yang dilibatkan sebaiknya selain memiliki pemahaman dalam materi mengenai peran pengasuhan anak dalam mendukung perkembangan anak, juga tutor memiliki dasar-dasar pemahaman dalam mendidik orang dewasa (andragogy) sehingga materi yang disampaikan dapat menjadi efektif diterima dan efektif dalam penyampaiannya.
226
c. Program Rekruitmen fasilitator 1) Perencanaan Program rekruitmen fasilitator adalah bagian yang paling penting dalam penelitian ini. Hal ini dirasakan penting karena fasilitator akan menjadi ujung tombak dari program pelatihan yang dilaksanakan. Fasilitator akan menjadi seseorang yang langsung bersentuhan dan berinteraksi dengan peserta pelatihan yaitu baby sitter, stake holders yaitu keluarga pengguna jasa dan juga anak yang diasuh serta masyarakat lain sebagai bagian dari keluarga tersebut. Pentingnya peran dari seorang fasilitator dalam pelatihan ini, maka dalam proses perencanaan, dilakukan persiapan dari beberapa hal seperti : a) Pola rekruitmen yang meliputi sasaran sosialisasi program untuk penerimaan calon fasilitator Dalam kaitan dengan sasaran fasilitator, maka ditetapkan area sasaran untuk calon peserta seleksi fasilitator adalah wilayah yang dekat dengan kompetensi yang dikembangkan yaitu unit kompetensi mendukung perkembangan anak (unit KOMPA). Diantaranya yang menjadi sasaran awal adalah tenaga praktisi di Yayasan Surya Kanti, praktisi pengajar anak usia dini, praktisi yang menggeluti bidang kepengasuhan anak usia dini, yang juga memenuhi syarat administrasi minimal sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. b) Penyusunan panduan fasilitator Panduan fasilitator yang disusun, mengacu pada standar minimal seorang fasilitator yang disesuaikan dengan kebutuhan dari pelatihan in-service berbasis kompetensi. (Terlampir)
227
c) Penyusunan tim penyeleksi Tim penyeleksi fasilitator dalam model pelatihan ini, terdiri dari tim ahli dalam kepelatihan, tutor pelatihan, dan pengelola. Tim penyeleksi tersebut melakukan diskusi dan kesepakatan untuk menentukan berbagai pola seleksi, isi materi untuk seleksi, metode dan alur seleksi sehingga ada kesepahaman mengenai pola dan kriteria fasilitator yang diharapkan. d) Penyusunan instrumen penyeleksian fasilitator Kegiatan seleksi mengacu pada panduan fasilitator dan syarat minimal seorang fasilitator untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk fokus pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak. Beberapa instrumen yang disusun adalah: - Soal tertulis esai (terlampir) - Instrument psikotest terdiri dari soal pilihan ganda yang mengacu pada kualifikasi yang dibutuhkan sebagai fasilitator pelatihan. (terlampir) - Pedoman wawancara adalah pengembangan dari psikotest untuk memperkuat jawaban psikotest yang sulit diukur dari jawaban psikotes.(terlampir) - Wawancara (terlampir) - Praktek e) Menyiapkan administrasi; profil calon fasilitator, daftar hadir seleksi Untuk tertib administrasi, maka profil calon fasilitator dan daftar hadir seleksi harus disiapkan lebih dahulu. Profil fasilitator digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam proses wawancara.
228
f) Penyusunan agenda seleksi fasilitator Dalam tahapan ini dilakukan penyusunan agenda seleksi untuk fasilitator. Adapun yang menjadi susunan agenda kegiatan tersebut disusun ke dalam run down kegiatan seleksi fasilitator untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk baby sitter, sebagai berikut : Tabel 4.7 Agenda Kegiatan Penyiapan Fasilitator Pelatihan Baby sitter NO
KEGIATAN
WAKTU
1
Sosialisasi program seleksi fasilitator dengan kriteria yang dibutuhkan Penyebaran syarat lamaran untuk menjadi calon fasilitator Penentuan batas waktu penerimaan berkas Penentuan waktu seleksi fasilitator Koordinasi dengan tim seleksi fasilitator Pelaksanaan seleksi Pengolahan hasil seleksi dan pengumuman Pelatihan fasilitator
April 2011
PENANGGUNG JAWAB Penyelenggara
Mei 2011
Penyelenggara
20 Juni 2011
Penyelenggara
20 Juni 2011
Penyelenggara
15 Juni 2011
Penyelenggara
23 Juni 2011 24-30 Juni 2010
Penyelenggara Penyelenggara
5-7 Juli 2011
Penyelenggara
2
3
4 5 6 7
8
2) Pelaksanaan Seleksi calon fasilitator dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengisian soal tes tertulis esai, mengerjakan psikotest, dan wawancara serta praktek. Teknis penyelenggaraan, untuk mengefektifkan waktu maka peserta yang sedang
229
mengerjakan soal esai, kemudian berdasarkan daftar hadir dilakukan pemanggilan untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan oleh tim penyeleksi yaitu ketua pelaksana pelatihan dibantu oleh satu orang panitia dan panitia pengawas. a) Agenda kegiatan seleksi Penetapan fasilitator yang memenuhi kriteria seluruhnya dipanggil. Adapun dalam seleksi ini, dari sekitar 15 orang peserta seleksi, maka ada 5 orang yang bersedia melaksanakan tugas sebagai fasilitator. Penetapan fasilitator ditentukan oleh tim penilai berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan, sehingga penyelenggara pelatihan menetapkan lima orang fasilitator. Berikut adalah agenda kegiatan seleksi, sebagai berikut : Tabel 4.8 Agenda Kegiatan Seleksi Fasilitator Pelatihan Baby sitter WAKTU
KEGIATAN
TEMPAT
09.00 – 09.30
Kelas
09.30 – 10.30 10.30 – 12.00 12.00 – 13.00
Mengisi daftar hadir Pembukaan Tes tertulis Ishola
PENANGGUNG JAWAB Penyelenggara
Kelas Kelas Mushola
Penyelenggara Penyelenggara Penyelenggara
13.00-15.00
wawancara
Kelas
Penyelenggara
15.30
Penutupan
Kelas
Penyelenggara
b) Materi wawancara dan praktek Materi wawancara dan praktek yang dilakukan dalam proses seleksi fasilitator, yaitu : (1) Kesesuaian riwayat hidup secara lisan (latar belakang keluarga, asal dan pekerjaan kegiatan saat ini, kegiatan pelatihan yang pernah diikuti, pendidikan terakhir); (2) Komitmen waktu pada kegiatan fasilitasi; (3)
230
Keminatan pada anak; (4) Mengungkapkan pengalaman selama ini dengan anakanak dan berbagai kasus menarik; (5) Pemahaman pendekatan andragogis; (6) Pemahaman karakter dari fasilitator. Dalam hal ini tim penilai hendaknya memperhatikan calon fasilitator dengan mengobservasi beberapa hal berkaitan dengan yang ada dibawah ini, yaitu sikap dan akhlak (cara bersalamankepercayaan diri, cara duduk, cara menatap, gerak-gerik/bahasa tubuh, penampilan/pakaian, sopan santun bersikap), cara berkomunikasi (gaya bahasa, intonasi, memaksakan ide pribadi, demokratis); (7) Praktek, dimana dalam tahapan ini peserta seleksi diminta untuk mempraktekkan cara memberikan fasilitasi kepada baby sitter, dengan situasi diandaikan mereka sedang berada di rumah keluarga bersama baby sitter, menghadapi kondisi tertentu. Seleksi praktek ini telah meliputi berbagai hal yang utamannya berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan memfasilitasi, pemahaman andragogis, dan karakter yang diharapkan sebagai fasilitator. Mengenai stimulasi pertanyaan yang diberikan kepada fasilitator diantaranya diantaranya : (a) Menurut anda, pengasuhan untuk mendukung perkembangan anak seperti apa yang tidak tepat diberikan baby sitter kepada anak?; (b) Coba praktekkan/mensimulasikan cara anda mengarahkan baby sitter yang kurang tepat dalam memberikan pengasuhan. 3) Evaluasi Pada umumnya kegiatan seleksi fasilitator berjalan dengan baik dan lancar. Kegiatan seleksi dengan jumlah peserta seleksi sekitar 15 orang dalam 1 hari dirasakan cukup padat. Sehingga apabila kemudian jumlah peserta melebihi
231
jumlah tersebut, hendaknya dipertimbangkan penambahan jumlah penilai ataupun jumlah hari penyeleksian. d. Program penyiapan tenaga fasilitator melalui TOF (Training of Facilitator) 1) Perencanaan Program ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan seleksi calon fasilitator. Penyelenggaraan pelatihan untuk fasilitator ini dilakukan setelah pelaksanaan seleksi. Fasilitator yang diundang dalam kegiatan tersebut adalah fasilitator yang dianggap telah lulus seleksi untuk fasilitator yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan pelatihan untuk fasilitator dilakukan pada fasilitator yang telah lulus seleksi dan dianggap telah siap menjadi fasilitator. TOF (Training of Facilitator) adalah pelatihan yang dilaksanakan bagi fasilitator pelatihan baby sitter. Pada umumnya kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyiapkan tenaga fasilittor yang dapat memfasilitasi baby sitter di tempat bekerja yaitu di keluarga. Fasilitator yang melakukan tugas di keluarga diharapkan memiliki pemahaman dan kemampuan dalam: a) Memahami perkembangan anak; b) Memahami bagaimana memperlakukan anak; c) Mampu berkomunikasi dengan orang lain secara luwes dan fleksibel; d) Mampu mendidik orang dewasa; e) Memahami instrumen penilaian yang akan dikerjakan; f) Sopan santun dan dapat dipercaya; g) Mampu berkomunikasi tepat dengan keluarga. Program pelatihan untuk fasilitator ini meliputi kegiatan pelatihan yang bersifat teori dan praktek. Hal ini mengandung makna bahwa para fasilitator terpilih tersebut akan mendapatkan pelatihan dengan pendekatan pelatihan aktif melalui kegiatan diskusi, demonstrasi dan eksplorasi suatu topik. Kegiatan
232
tersebut
kemudian
dilanjutkan
dengan
latihan
praktek
fasilitasi
dalam
memfasilitasi baby sitter di keluarga. Dalam tahapan persiapan beberapa yang dipersiapkan, yaitu : a) Menyusun kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan (terlampir) b) Menyusun jadwal pelatihan
Training of Facilitator (TOF) bagi calon
fasilitator c) Menyiapkan sarana prasarana keluarga yang akan dijadikan tempat berlatih praktek fasilitator d) Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti daftar hadir. 2) Pelaksanaan Pelaksanaan TOF dilakukan dalam dua metode pelatihan, yaitu pelatihan yang sifatnya kelas dan pelatihan yang sifatnya melalui latihan praktek. Pelaksanaan pelatihan di kelas dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, dan demonstrasi selama 1 hari penuh. Sedangkan kegiatan latihan praktek dilakukan langsung di rumah keluarga yang dijadikan tempat berlatih. Kegiatan praktek dari pelatihan untuk fasilitator dilaksanakan dalam rangka untuk dapat mengkondisikan kesiapan fasilitator dalam menghadapi situasi rumah dan keluarga sebenarnya. Fasilitator dibekali dengan instrument yang akan digunakan pada arena yang nanti akan dihadapi. Kesempatan ini dijadikan pula sebagai arena peneliti melakukan ujicoba instrument sehingga untuk selanjutnya instrumen teruji validitas dan reliabilitasnya. Berikut ini adalah hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, yaitu:
233
a) Profil peserta fasilitator yang memenuhi panggilan dan telah lulus seleksi Tabel 4.9 Profil Peserta Fasilitator No
Nama Fasilitator
1
F Dju
2
F YK
3
F IJ
4
F CH
5
F SA
Pendidikan Pekerjaan Pengalaman Terakhir SMA (sedang Guru Tk dan 1998-2003 di kuliah) Penanggung AJB Bumi Jawab Program Putera 1999-sekarang mengajar di TK SMA Guru TK / Tutor PAUD Tutor PAUD) Tutor Keaksaraan Fungsional(KF) D3-KA STMIK Guru PAUD Guru SMA Bandung Az-zahra Negeri 6 Aisyiyah 2 Bandung Guru TK Saipullah Administrasi kontraktor Imanuel Bandung SPG Tutor Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional Tutor Kesetaraan SMA Pengajar Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional Tutor Kesetaraan Pengajar Privat
234
b) Pelatihan fasilitator di kelas Kegiatan ini dilaksanakan melalui kegiatan orientasi 1 hari, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1011. Adapun mengenai materi yang disampaikan adalah berkaitan dengan (1) materi umum pertumbuhan dan perkembangan anak; (2) materi stimulasi perkembangan anak dalam lingkup perawatan anak di rumah; (3) materi peran dan tugas fasilitator di keluarga dalam memfasilitasi baby sitter serta etika fasilitasi di keluarga; (4) materi pembahasan instrumen fasilitasi baby sitter di lapangan. (Jadwal terlampir) c) Pelatihan fasilitator praktek di keluarga Kegiatan praktek dalam pelatihan untuk fasilitator merupakan kelanjutan dari kegiatan orientasi dan pelatihan yang dilaksanakan di kelas. Tujuan dari pelatihan praktek untuk fasilitator di keluarga tersebut adalah : (1) Melatih situasi fasilitasi dalam rumah; (2) Melatih komunikasi dengan keluarga; (3) Melatih penerapan instrumen penilaian; (4) Melatih kegiatan fasilitasi pada baby sitter/pengasuh untuk mengikuti sesuai materi dalam mendukung perkembangan anak. Pelaksanaan pelatihan praktek ini dilakukan secara individual oleh masingmasing fasilitator. Mereka diberikan jadwal selama 5 jam untuk dapat hadir di keluarga dan melakukan latihan fasilitasi. Dalam persiapan sebelum latihan praktek, fasilitator dibekali dengan prosedur tahapan yang harus dilaksanakan dan instrument yang harus dikerjakan dalam fasilitasi. Adapun tahapan yang harus dilakukan adalah : (1) Memperkenalkan diri kepada keluarga sebagai fasilitator untuk baby sitter/pengasuh; (2) Mengenali aktivitas baby sitter/pengasuh sehari-
235
hari; (3) Memperhatikan apa yang dilakukan baby sitter/pengasuh, mengacu pada instrumen penilaian; (4) Memberikan penilaian yang dilakukan baby sitter dan membuat catatan yang diperlukan (dilakukan sesaat sesudah fasilitasi agar tidak menimbulkan kecurigaan); (5) Memberikan pendampingan sesuai materi stimulasi mendukung perkembangan 3) Evaluasi Kegiatan pelatihan untuk fasilitator pada umumnya secara proses berjalan dengan baik dan lancar. Masa orientasi dan pelatihan di kelas selama 1 hari dirasakan cukup karena pada dasarnya peserta fasilitator telah memiliki pemahaman dasar mengenai isi materi fasilitasi. Kegiatan pelatihan lebih kepada memberikan penguatan dengan melakukan diskusi, demonstrasi dan melakukan eksplorasi kasus-kasus. Fokus utama dalam kegiatan pelatihan di kelas adalah memberikan pemahaman pada peran dan tugas sebagai fasilitator di keluarga. Kegiatan pelatihan praktek di keluarga, sangat membantu peserta fasilitator dalam memberikan pemahaman dan pengalaman yang menyeluruh sebagai bekal fasilitator melakukan tugas yang sebenarnya kemudian. Uji coba sekaligus latihan praktek ini diketahui manfaatnya melalui kegiatan evaluasi fasilitasi. Hasil evaluasi dari pengalaman peserta fasilitator, memberikan masukan dan perbaikan dalam pola implementasi fasilitasi yang kemudian dilaksanakan. Adapun masukan dari hasil pengalaman latihan praktek fasilitasi dari peserta fasilitator, adalah : a) Penguatan bahwa sangat pentingnya memahami data base keluarga yang akan dikunjungi, sehingga sebelum hadir di tempat fasilitasi/keluarga, fasilitator telah memahami kondisi keluarga pengguna jasa, baby sitter/pengasuh anak, dan anak
236
yang diasuhnya; b) Keluarga sebaiknya mengetahui mengenai profil dan latar belakang dari fasilitator yang akan memfasilitasi baby sitter di rumahnya; c) Fasilitator harus memiliki persiapan dan kesiapan dalam pemahaman mengenai standar perkembangan anak sesuai dengan usia anak yang akan difasilitasi, sesuai dengan perkembangan usia anak; d) Target utama pada kedatangan pertama adalah perkenalan diri dan saling mengenal secara sosial dan emosi, targetnya adalah ada rasa aman, nyaman, dan bisa memebri manfaat pada keluarga; e) Target lain dalam pertemuan pertama adalah mengidentifikasi pola keseharian anak dan jam rutin anak per hari; f) Perlu dilakukan identifikasi bersama-sama secara partisipatif dengan baby sitter dalam mengenal tingkat perkembangan anak, sebagai sarana memperkenalkan baby sitter mengenai unit kompetensi KOMPA; g) Identifikasi tersebut dilakukan dengan alamiah dan tidak mencurigakan serta alamiah sesuai dengan situasi kondisi dan dengan melakukan permainan dengan anak, artinya dilakukan secara informal; h) Suasana dalam pertemuan pertama, hindari mengeluarkan kertas dan menulis serta alat perekam lainnya, pendataan dilakukan sesaat setelah fasilitasi di luar rumah keluarga; i) Fasilitasi harus diupayakan dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta bersahabat, seolah-olah kita adalah tamu yang datang ke rumah tersebut; j) Waktu kedatangan pertama di rumah, tidak terlalu lama, berikan kesan yang baik dan menyenangkan pada pertemuan pertama (2-3 jam sudah cukup); (k) Penilaian terhadap kinerja baby sitter sesuai standar, dilakukan tidak di hadapan keluarga dan baby sitter.
237
Hasil kegiatan evaluasi dari kegiatan dan pengalaman dalam latihan kerja tersebut menjadi masukan yang sangat berharga dalam pengembangan model implementasi pelatihan in-service yang akan dilaksanakan yang kemudian menjadi panduan fasilitasi di keluarga yang harus dijalankan oleh fasilitator di lapangan keluarga yang sebenarnya. e. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off the job training) 1) Perencanaan Ruang lingkup pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter dalam setting kelompok di kelas ini dilaksanakan bagi baby sitter. Adapun mengenai materi yang disampaikan adalah sekaitan dan mencakup unit kompetensi mendukung perkembangan anak dalam pengasuhan anak dalam mencapai tugas perkembangan berdasarkan kelompok usia. Adapun materi pelatihan diarahkan pada pengertian perkembangan anak dan cara pemberian stimulus pada setiap aspek perkembangan anak yaitu aspek fisik (motorik kasar dan halus), kognitif, bahasa, sosial emosional. Tujuan pelatihan
yang dilaksanakan, secara umum adalah untuk
meningkatkan kompetensi baby sitter dalam menjalankan pekerjaannya sehingga menjadi baby sitter professional dan juga bekal dalam meningkatkan kesejahteraan hidup. Sedangkan yang menjadi tujuan khusus adalah menjadikan baby sitter mampu untuk : 1) mengidentifikasi kebutuhan perkembangan anak; 2) merancang program pengasuhan harian, mingguan, bulanan dalam membantu anak dalam
238
mencapai standar perkembangan anak; 3) memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam melaksanakan rancangan program yang telah disusun, sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat pengasuhan; 4) menilai tingkat pencapaian perkembangan anak asuh. 2) Pelaksanaan Pelatihan Baby sitter dalam setting kelas dalam kelimpok ini dilaksanakan di Daarul Muthmainnah pada hari sabtu tanggal 9 Juli 2011. Peserta pelatihan terdiri baby sitter yang berasal dari berbagai lembaga penyalur baby sitter maupun mandiri yang berjumlah 10 orang dan fasilitator yang berjumlah 5 orang. Tempat bekerja baby sitter berasal dari keluarga menengah ke atas, dimana rata-rata orangtua anak sibuk karena pekerjaannya. Sebelum pelatihan dimulai, peserta melakukan registrasi terlebih dahulu dengan mengisi daftar hadir dan mengisi format biodata diri dan format biodata keluarga yang menjadi tempatnya bekerja. Pelatihan dimulai dengan melakukan ice breaking yang dipimpin oleh Teh Hani yang berasal dari pelatihan Daarut Tauhiid di departemen Santri Siap Guna (SSG DT). Peserta diminta untuk membuat lingkaran dan melakukan perkenalan terlebih dahulu, baik dari panitia, pemateri, fasilitator dan baby sitter. Perkenalan dilakukan dengan menyebutkan nama, asal dan menyanyikan lagu untuk anakanak dengan menggunakan gayanya masing-masing. Setiap peserta diminta untuk menghafalkan nama dan asal dari masing-masing peserta. Setelah peserta diberikan lembaran kerja “3 menit” yang diberikan oleh pemateri yang berisi tentang soal yang menanyakan kebiasaan sehari-hari. Peserta diberi waktu 3 menit untuk mengerjakannya. Kemudian peserta diberikan ice breaking melempar
239
gulungan kertas kecil kedalam aqua gelas yang ada di depan mereka. kegiatan tersebut bertujuan untuk melihat seberapa besar usaha kita untuk mencapai tujuan yang kita inginkan dalam hidup. Peserta mulai melempar satu demi satu gulungan kertas yang dimilikinya ke dalam gelas plastik yang ada di depannya sambil mengucapkan keinginannya. Setelah semua peserta merasa refresh dan semangat untuk mengikuti pelatihan tersebut, barulah teh Hani menyampaikan materi tentang motivasi menjadi seorang baby sitter atau pengasuh anak. Pada materi yang disampaikan oleh teh hani tediri dari cara mengembangkan diri sebagai baby sitter yang memiliki kemampuan diri dalam memotivasi dirinya. Sebelum dilanjutkannya materi yang kedua, pemateri kedua meminta peserta mengisi lembaran pre test tentang kemampuan kognitif peserta dalam memahami perkembangan dan pertumbuhan anak yang mereka asuh. soal dikerjakan pada saat istirahat untuk persiapan materi ke dua selama 15 menit. Selanjutnya adalah materi ke dua tentang aspek perkembangan yang dimiliki oleh anak usia dini. Peserta diberikan simulasi otak kanan dan otak kiri dengan menggunakan jari kelingking dan jari jempol. Materi stimulasi pada anak ini dibedakan berdasarkan usia anak kemudian pemateri melakukan metode brain storming tentang aktivitas sehari-hari anak asuh mereka. Menganalisis tentang semua aktivitas anak, dari mulai bangun tidur sampai dengan tidur kembali. Dan mengklasifikasi anak berdasarkan usia. Peserta dibagi kelompok dengan jumlah tiap kelompok 5 orang dan mereka memilih usia anak asuh mereka. Satu persatu diminta memperagakan dan
240
mendemonstrasikan aktivitas yang dilakukan sehari-hari bersama anak asuhnya. Untuk memudahkan proses demonstrasi, maka disiapkan anak yang menjadi model untuk memudahkan peragaan. Panitia membagikan kertas rancangan unjuk kerja baby sitter yang didampingi oleh fasilitator untuk merencanakan program stimulasi yang akan dilakukan. Pemateri menjelaskan tugas peserta, kemudian peserta mengisi bagian kosong dalam rancangan unjuk kerja. Hasil peserta digabung dan didiskusikan bersama. Pemateri memberi masukan jika masih ada yang belum terisi. Pelatihan ditutup dengan makan malam bersama dan melakukan wawancara mendalam kepada peserta (2 orang fasilitator dan 2 orang baby sitter). Wawancara dilakukan untuk mengetahui kesan dan pesan untuk pelatihan tersebut. 3) Evaluasi Kegiatan evaluasi dari pelatihan kepada baby sitter didapatkan dari peserta baby sitter, peserta fasilitator, dan tutor. Adapun yang menjadi masukan dari kegiatan pelatihan ini pada dasarnya adalah kegiatan berjalan dengan baik dan lancar. Kesan dan pesan selama mengikuti pelatihan, umumnya mereka mendapatkan tambahan pengetahuan yang juga dibuktikan dari hasil tes yang dilakukan. Selain itu, dengan metoda pelatihan yang variatif, berupa diskusi, permainan, demonstrasi dan kelompok kerja, dirasakan pelatihan sangat menyenangkan dan tidak membosankan.
241
f. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran individual di tempat bekerja (on the job training) 1) Perencanaan Pelatihan in-service berbasis kompetensi di tempat bekerja dilaksanakan di keluarga tempat baby sitter bekerja dengan fasilitasi dari fasilitator. Untuk terlaksananya kegiatan ini, maka disusun berbagai hal yang berkaitan dengan : a) Menyusun materi dan bahan ajar Materi yang diberikan adalah meliputi materi-materi yang berkaitan dengan unit
kompetensi
mendukung
perkembangan
anak,
yang
sudah
lebih
dioperasionalkan dengan situasi kondisi pekerjaan di rumah. Dalam kaitan dengan ini, peserta difasilitasi untuk dapat menyusun kegiatan harian
dalam
pengurusannya dengan anak dan dibantu untuk dapat memberikan stimulasi kepada anak asuhannya sesuai dengan kebutuhan dalam mengembangkan perkembangan anak. Standar aspek perkembangan anak yang digunakan sebagai patokan adalah yang ada pada permendiknas no. 58 tahun 2009. (Terlampir) Kompetensi yang diharapkan ada pada baby sitter adalah ditunjukkan dengan unjuk kerja dengan patokan standar kompetensi dalam unit mendukung perkembangan anak yang telah disusun dan menjadi acuan dari pelatihan ini.(Terlampir) b) Menyusun skenario pelatihan on the job Skenario pelatihan on the job disusun untuk dapat memberikan arahan kepada fasilitator mengenai kegiatan apa yang harus dilakukan di lapangan.
242
Berikut adalah skenario pelatihan on the job yang menjadi arahan bagi fasilitator, dalam melaksanakan kegiatan fasilitasi di keluarga, yaitu : Tabel 4.10 Skenario Fasilitasi Baby sitter oleh Fasilitator di Tempat Kerja NO TAHAPAN 1. Persiapan sebelum berangkat
a. b.
c. d.
2.
Identifikasi
KEGIATAN Data base keluarga (orang tua, anak, baby sitter) Menyiapkan pemahaman dan pengetahuan tentang aspek perkembangan sesuai dengan usia anak yang akan didatangi Penampilan fasilitator yang meyakinkan ID Card (kartu pengenal)
e. Jadwal fasilitasi dan kejelasan alamat serta denah tempat tinggal a. Membuat kondisi nyaman dengan keluarga
b. Mengidentifikasi tahapan perkembangan anak dengan mencobakan beberapa stimulasi c. Mengidentifikasi pola keseharian anak (aktivitas anak)-cukup dihafalkan, diingatingat d. Mengidentifikasi sikap baby sitter e. Mengidentifikasi stimulasi yang sudah dilakukan oleh baby sitter f. Mengidentifikasi pengetahuan baby sitter (tumbuh kembang
KETERANGAN Profil keluarga Instrumen penilaian perkembangan anak
Pakaian sopan Pakaian rapi Profil fasilitator dan surat pengantar Jadwal dan denah alamat yang jelas Membangun komunikasi yang baik Memahami keinginan keluarga Mengikuti pola pengasuhan (untuk sementara) Bersikap ramah Tidak menggurui Terbuka Prinsip : Aku aman bagimu, aku bermanfaat bagimu, aku menyenangkan bagimu Menggunakan instrumen penilaian perkembangan anak (terlampir), namun tidak mengeluarkan kertas sedikitpun Jadwal bangun, mandi, makan, main, tidur Kebiasaan anak Bagaimana pengasuhan yang biasa dilakukan baby sitter Stimulasi apa yang sudah dilakukan baby sitter? Apakah baby sitter mengetahui aspek perkembangan anak?
243
anak dan aspek-aspek perkembangan) Segera a. Menganalisis permasalahan mencatat (perkembangan anak, sikap hasil baby sitter dan stimulasi yang identifikasi, sudah atau belum dilakukan) tanpa dilihat b. Merancang program fasilitasi keluarga dan sesuai masalah dan kebutuhan baby sitter baby sitter
2.
Fasilitasi pertama
3.
Fasilitasi kedua
4.
Fasilitasi ketiga
c)
c. Menyampaikan program kepada keluarga a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument
Apakah baby sitter mengetahui kebutuhan anak sesuai usianya? Apa saja kekurangan baby sitter? Apa saja kesalahan yang dilakukan baby sitter? Apa saja yang harus dilatihkan pada baby sitter? Bagaimana cara memberi pemahaman dan contoh pada baby sitter? Jadwal memberikan pelatihan
Instrument penilaian baby sitter (terlampir)
Menyusun instrumen penilaian baby sitter Instrumen penilaian baby sitter yang digunakan adalah : (1) instrumen
dalam bentuk check list unjuk kerja baby sitter sesuai dengan standar kompetensi
244
untuk unit mendukung perkembangan anak. (Terlampir); (2) Ketercapaian dalam upaya mencobakan stimulasi kepada anak asuhan, dengan demonstrasi dari fasilitator; (3) Ketercapaian perkembangan anak sesuai dengan patokan (Meskipun ini tidak menjadi ukuran yang utama). d) Menyusun jadwal kegiatan fasilitasi dan pembagian tugas fasilitator pada keluarga Dalam menyusun jadwal kegiatan fasilitasi, dilakukan beberapa pengaturan yang dianggap menajdi penting dan krusial dalam penentuan fasilitator siapa, dimana dan kepada siapa. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah jarak tempuh dari fasilitator pada alamat keluarga pengguna jasa tempat baby sitter bekerja. Pertimbangan yang lain adalah dalam hal karakter fasilitator dan kesesuaian dengan karakter baby sitter yang akan dilatih. Kegiatan pelatihan di kelas, memungkinkan penyelenggara mengenal lebih jauh dan menentukan jadwal agar kegiatan pelatihan dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan pelatihan on the job kepada baby sitter yang dilakukan di rumah keluarga tempat baby sitter tersebut bekerja di pengguna jasa, meliputi pengaturan sebagai berikut :
245
Tabel 4.11 Jadwal Fasilitasi kepada Baby sitter di keluarga Nama Fasilitator
Nama Baby sitter
Asal Baby sitter
Alamat Keluarga Pengguna Jasa/Pekerjaan
LPK Bina Mandiri Muslima h Center Daarut Tauhiid Muslima h Center Daarut Tauhiid Yayasan Mutiara
Jl. Bengawan Bandung/Kadivre POS V Indonesia Jl. Kota Mas Raya /Dokter
F Dj
SS
F YK
US
F Dj
YI
F SA
DJ
FSA
SKh
Mandiri
F CH
Ju
Mandiri
F YK
EN
Mandiri
F IJ
SH
Mandiri
F CH
CH
Mandiri
F IJ
Ptr
Mandiri
Perumahan Bojong Koneng Makmur Timur /IT Perusahaan Swasta Jl. Pakar Permai Bandung/Dokter Spesialis Bedah Jantung Jl. Pakar Permai Bandung/ Dokter Spesialis Bedah Jantung Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD Jl. Cisaranten Kulon Bandung/TNI Venus Barat Bandung/Swasta Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD Jl.Idiadimaja Bandung/Swasta
Usia anak yang diasu h 18 Bulan
Waktu Fasilitasi I
II
III
IV
Juli minggu ke-II Juli minggu ke-II
Juli minggu ke-III Juli minggu ke-III
Juli minggu ke-IV Juli minggu ke IV
Agts minggu ke-I Agts minggu ke I
36 Bulan
Juli minggu ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu ke I
7 Bulan
Juli minggu ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu ke I
48 Bulan
Juli minggu ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu ke I
18 Bulan
Juli minggu ke-II Juli minggu ke-II Juli minggu ke-II Juli minggu ke-II Juli minggu ke-II
Juli minggu ke-III Juli minggu ke-III Juli minggu ke-III Juli minggu ke-III Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV Juli minggu ke IV Juli minggu ke IV Juli minggu ke IV Juli minggu ke IV
Agts minggu ke I Agts minggu ke I Agts minggu ke I Agts minggu ke I Agts minggu ke I
24 Bulan
30 Bulan 36 Bulan 18 Bulan 48 Bulan
246
e) Menyusun instrumen evaluasi program Keseluruhan program hendaknya dapat terevaluasi. Dalam hal ini perlu disusun mengenai : (1) pedoman wawancara kepada keluarga pengguna jasa mengenai peran dan kinerja dari fasilitator dan memfasilitasi pembelajaran (terlampir); (2) pedoman wawancara kepada peserta baby sitter mengenai kesan dan pesan dalam mengikuti fasilitasi dari fasilitator (terlampir); (3) pedoman wawancara kepada keluarga pengguna jasa, baby sitter dan fasilitator mengenai kesan dan pesan serta masukan bagi kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan. (terlampir) 2) Pelaksanaan Pelaksanaan pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter, dilakukan melalui pendekatan off the job dan atau on the job training. Kegiatan on the job training, dilakukan oleh peserta pelatihan (baby sitter) dalam lingkup tempat bekerja yang dalam hal ini adalah tempat rumah keluarga tempat masing-masing bekerja. Berikut ini disajikan kegiatan pelatihan on the job yang difasilitasi oleh fasilitator terhadap baby sitter di tempat bekerja. (terlampir) 3) Evaluasi Evaluasi dalam pelaksanaan pelatihan on the job training, dilakukan baik dalam proses maupun melihat hasil yang dicapai oleh peserta pelatihan. Evaluasi dilakukan oleh fasilitator dan juga user yaitu keluarga pengguna jasa. Evaluasi proses dilakukan melalui wawancara dan juga dilakukan tes uji penampilan dalam tiga fase berdasarkan standar kompetensi yang ada.
247
Hasil evaluasi pada setiap fase pada setiap baby sitter dan keluarga adalah sebagai berikut : a)
Nama baby sitter : Cu Nama Fasilitator : F CH Hasil evaluasi didapatkan berupa identifikasi awal situasi dan kondisi serta peran dan tugas baby sitter di rumah keluarga Ibu R, yaitu dikarenakan ibunya adalah pengusaha, maka waktu bekerja disesuaikan dengan kondisi anak. Artinya pola pengasuhan secara keseluruhan tetap didapatkan dari kedua orang tua. Adapun apabila ibu harus keluar tumah, anak yang kembar tersebut dan berusia 7 bulan tersebut, mengikuti program ibu. Diidentifikasi bahwa anak dan baby sitter lebih sering berada di luar rumah daripada di dalam rumah, yaitu mengikuti aktivitas ibu ke kantor. Baby sitter bertugas hanya pada proses memandikan, makan dan tidur saja, tetap tetap mendapatkan pengawasan dan arahan dari ibu. Harapan awal orang tua dalam mengikuti program ini adalah diharapkan baby sitternya dapat semakin kreatif sehingga dapat menambah pintar anak asuhnya. Orang tua ingin anaknya pintar bahasa inggris, tetapi baby sitter tidak bisa berbahasa inggris sehingga dimotivasi terus untuk terus belajar Hasil identifikasi dan wawancara dengan baby sitter yang bersangkutan, dia sangat senang bisa diikutkan dengan program ini, meskipun memang baby sitter merasa tidak nyaman dan tertekan dengan permintaan orang tua untuk penggunaan bahasa inggris. Baby sitter merasa tidak bisa mengasuh anak dengan benar
248
Tantangan yang ada di keluarga ini, pada awalnya ibu R sangat tertutup dan kurang terlalu merespon program yang ada, namun fasilitator terus berusaha membuka komunikasi dengan pihak keluarga. Usaha ini masih terus berlangsung dan akan terus ditingkatkan untuk menambah perhatian dan kepercayaan dari orang tua. Pada akhir fase pelaksanaan program, orang tua sangat senang dan merasa ada peningkatan pada kedua anaknya. Baby sitter pun merasa lebih percaya diri untuk dapat memberikan stimulasi pada anak yang diasuhnya. Rasa kebanggaan dan puas kedua orang tua ini, ditunjukkan dengan memberikan cindera mata pada fasilitator dan undangan untuk bisa datang pada saat lain untuk memberikan program serupa. b) Nama baby sitter : US Nama Fasilitator : F YK Hasil identifikasi awal, bahwa terlihat bahwa baby sitter kurang memberikan stimulasi untuk mendukung perkembangan anak, anak terlihat ada masalah dalam makan (makan 1,5 jam). Identifikasi menunjukkan bahwa anak perlu ditingkatkan dalam perkembangan bahasa. Hasil identifikasi akan kebutuhan pada aspek meningkatkan stimulasi dalam perkembangan
bahasa,
menjadikan
program
disusun
dalam
rangka
meningkatkan perkembangan bahasa anak. Hal ini dilakukan dengan mengarahkan dan membantu baby sitter semakin intens dalam mengajak anak berkomunikasi, bernyanyi, bercerita dan berbicara.
249
Di akhir kegiatan, baby sitter sudah mulai dapat melakukan stimulasinya sendiri meskipun masih harus dibantu. Tanggapan dari keluarga pengguna jasa, dia merasakan baby sitternya mendapatkan banyak masukan yang berharga. Memang dirasa ucu tidak terlalu bermasalah, hanya perlu ditingkatkan sisi kreativitasnya dalam memberikan permainan dan mengajak anak bermain. Sehingga peningkatan akan baby sitter dirasa cukup memadai. Hasil wawancara dengan keluarga, fasilitator harus lebih ditingkatkan dalam kemampuan berkomunikasinya. Baby sitter dan orang tua merasa kurang bisa berkomunikasi dengan baik, meskipun tahu bahwa yang disampaikannya adalah hal yang baik. c) Nama baby sitter : EN Nama Fasilitator : F YK Hasil evaluasi awal, fasilitator menilai bahwa baby sitter cukup tegas dalam memberikan aturan kepada anak, namun kurang konsisten. Artinya anak yang berusia 2,5 tahun ada kalanya diminta membereskan mainannya sendiri, namun pada saat yang lain dia lupa dan tidak menerapkannya. Perkembangan anak asuh sudah cukup baik, hanya perlu ditingkatkan dalam perkembangan kognitif, berupa warna-warna, meskipun belum pada batas akhir usia. Keluarga sangat terbuka, baby sitter diperlakukan sebagai anggota keluarga sendiri. Beban yang diberikan kepada baby sitter cukup berat dengan tugas yang tidak hanya mengurus anak namun juga kegiatan rumah sehari-hari lainnya. Meskipun memang pengaturan waktunya disesuaikan dengan jadwal tidur dan istirahat anak ketika tugas rumah dilakukan.
250
Pada akhir fase, baby sitter sudah memahami apa yang harus dilakukan dalam memberikan stimulasi kognitif kepada anak. Anak diajak untuk mengobservasi warna benda yang ada di sekelilingnya dan memberikan pemahaman konsep warna. Keluarga berpendapat bahwa terjadi peningkatan yang luar biasa pada baby sitter. Gaya bahasa dan cara memilih bahasa yang digunakan serta kelembutan, mulai ditingkatkan dibalik ketegasannya. Anak menjadi lebih nyaman dan senang bermain dengan baby sitter. Anak terlihat semakin berkembang dalam sisi perkembangan kognitifnya. d) Nama baby sitter : Ju Nama Fasilitator : F CH Hasil evaluasi didapatkan berupa identifikasi awal situasi dan kondisi serta peran dan tugas baby sitter di rumah keluarga Ibu R, yaitu dikarenakan ibunya adalah pengusaha, maka waktu bekerja disesuaikan dengan kondisi anak. Artinya pola pengasuhan secara keseluruhan tetap didapatkan dari kedua orang tua. Adapun apabila ibu harus keluar tumah, anak yang kembar tersebut dan berusia 7 bulan tersebut, mengikuti program ibu. Diidentifikasi bahwa anak dan baby sitter lebih sering berada di luar rumah daripada di dalam rumah, yaitu mengikuti aktivitas ibu ke kantor. Baby sitter bertugas hanya pada proses memandikan, makan dan tidur saja, tetap tetap mendapatkan pengawasan dan arahan dari ibu. Harapan awal orang tua dalam mengikuti program ini adalah diharapkan baby sitternya dapat semakin kreatif sehingga dapat menambah pintar anak asuhnya. Orang tua ingin
251
anaknya pintar bahasa inggris, tetapi baby sitter tidak bisa berbahasa inggris sehingga dimotivasi terus untuk terus belajar Hasil identifikasi dan wawancata dengan baby sitter yang bersangkutan, dia sangat senang bisa diikutkan dengan program ini, meskipun memang baby sitter merasa tidak nyaman dan tertekan dengan permintaan orang tua untuk penggunaan bahasa inggris. Baby sitter merasa tidak bisa mengasuh anak dengan benar Tantangan yang ada di keluarga ini, pada awalnya ibu R sangat tertutup dan kurang terlalu merespon program yang ada, namun fasilitator terus berusaha membuka komunikasi dengan pihak keluarga. Usaha ini masih terus berlangsung dan akan terus ditingkatkan untuk menambah perhatian dan kepercayaan dari orang tua. Pada akhir fase pelaksanaan program, orang tua sangat senang dan merasa ada peningkatan pada kedua anaknya. Baby sitter pun merasa lebih percaya diri untuk dapat memberikan stimulasi pada anak yang diasuhnya. Rasa kebanggaan dan puas pengguna jasa ditunjukkan dengan memberikan cindera mata pada fasilitator dan undangan untuk bisa datang pada saat lain untuk memberikan program serupa. e)
Nama baby sitter : SS Nama Fasilitator : F Dju Hasil identifikasi awal, baby sitter memiliki tugas yang cukup berat, terutama setelah pukul 1 siang, karena 2 kakaknya datang, sehingga ia dibebani dengan 3 anak yang tergolong manja. SS mengasuh 3 anak (2,5 tahun, kelas 1 SD dan
252
4 SD). Pola didik keluarga, sepenuhnya diserahkan pada baby sitter. Ibu dari anak ada di rumah, namun sibuk dengan kegiatan sebagai istri dari pejabat di kantor sehingga tidak memiliki waktu khusus dengan anak. Perkembangan anak terlihat sangat mengkhawatirkan terutama dalam sisi perkembangan sosial dan emosi. Pada usianya, dia belum mampu buang air besar dan kecil di kamar mandi. Tidak ada teguran dari orang tua agar anak mandiri. Nilai agama pun terlihat kurang dimiliki oleh baby sitter dan tidak ada budaya penanaman nilai yang terlihat di keluarga. Program disusun untuk bagaimana baby sitter dapat memberikan stimulasi untuk meningkatkan kemandirian anak, sosialisasi dan emosi anak. Namun dalam pelaksanaan program tidak seluruhnya mulus dapat dilaksanakan. Meskipun begitu baby sitter terlihat ada upaya peningkatan kemampuan dengan pemahaman setelah mengikuti pelatihan. Pengguna jasa lebih sering tidak ada di rumah, namun pada prinsipnya keluarga sangat senang dan mendukung program ini. Keluarga khususnya ibu sangat terbuka dan memberikan keleluasaan fasilitator untuk dapat memberikan arahan pada baby sitter. Hasil evaluasi akhir terlihat ada perkembangan bahasa pada anak asuh. Anak tertarik
dengan
media
untuk
melakukan
stimulus
mengembangkan
perkembangan anak. Baby sitter yang awalnya malas mengeluarkan mainan pada saat waktu main anak, dengan motivasi dan dukungan, ternyata anak sangat menikmati permainan yang ada.
253
f) Nama baby sitter : YI Nama Fasilitator : F Dju Hasil identifikasi awal terlihat bahwa baby sitter sangat pasif sekali, artinya dia kurang kreatif dan sangat pendiam. Dukungan keluarga dan orang tua dalam program ini sangat besar. Baby sitter didukung untuk terus mengikuti program dengan baik. Perkembangan anak, cukup baik, artinya anaknya kreatif dan cerdas, terlihat pula banyakntya sarana dan media belajar dan bermain anak seperti buku dan mainan yang lengkap. Program disusun untuk dapat meningkatkan keaktifan dan bahasa baby sitter kepada anak. Anak yang aktif dan cerdas, akan sangat baik bila didukung dengan pengasuh yang juga mendukung kemajuan anak. Perkembangan sosial emosi dan kemandirian masih harus ditingkatkan dengan kenyataan bahwa anak belum mau buang air besar di kamar mandi. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat memotivasi anak melakukannya. Kekurangan baby sitter yang lain adalah dia kurang memberikan pembiasaan kebersihan dan kerapihan, terkadang langsung tidur setelah main ke luar rumah, tanpa cuci kaki dulu. Baby sitter menyadari kekurangannya diantaranya kurang kreatif, kurang komunikasi dengan anak dan perlu ilmu dan pembiasaan pada saat makan anak agar tidak sambil berjalan karena jika makan sedang duduk sebenarnya bisa. Pada akhir kegiatan dan evaluasi didapatkan bahwa baby sitter sangat senang bisa mendapatkan bimbingan langsung. Karakter yang pendiam dan kaku, dengan adanya masukan dia ebrsaha untuk bisa bekerja lebih baik lagi dengan
254
anak. Terlihat oleh orang tua bahwa sudah ada upaya upaya dari baby sitter untuk dapat mengajak anak lebih kreatif, mengajak makan di dalam rumah, membiasakan buang air besar di kamar mandi, dan lebih sering mengajak anak mengobrol. g) Nama baby sitter : DJ Nama Fasilitator : F SA Hasil identifikasi awal, baby sitter sudah cukup berpengalaman kerja. Dukungan dari keluarga yang cukup baik, sangat menyambut program ini. Hasil identifikasi awal, ditemukan bahwa perkembangan anak pada dasarnya sudah cukup berkembang, namun perlu ada dukungan lebih lanjut dalam stimulasi pada perkembangan fisik anak. Kesibukan ibu sebagai dokter anak, menjadikan tidak ada kesempatan beliau untuk melihat proses fasilitasi. Namun dalam satu kesempatan, ibu dari anak asuh mengikuti program pelatihan dan ikut mendengarkan arahan dari fasilitator serta stimulasi yang diberikan kepada anak. Proses pelatihan berjalan dengan baik, dan baby sitter semakin merasa ingin tahu pada materi yang disampaiakan oleh fasilitator. Baby sitter semakin aktif bertanya dan mencoba berbagai materi stimulus yang diberikan. Anak abisha yang masih berusia 7 bulan, distimulasi agar mulai mau merangkak dan duduk. Di akhir fase, hasil evaluasi menunjukkan bahwa baby sitter, sangat baik perkembangannya, artinya dengan dukungan usia dan tingkat kematangannya, materi stimulasi dapat diterima dengan mudah dan ada keinginan untuk
255
mempraktekannya. Orang tua pun merasa senang dan puas dalam program pelatihan yang dilaksanakan. h) Nama baby sitter : SKh Nama Fasilitator : F SA Hasil identifikasi awal, sambutan keluarga sangat terbuka dalam pelaksaan pelatihan bagi baby sitter ini. Bahkan orang tua berharap baby sitternya dapat meningkat kemampuannya karena dirasakan dia masih sangat hijau dan kurang pengalaman. Anak yang berusia 4 tahun, terlihat masuh belum mampu mandiri, yang terlihat masih menggunakan pampers, tidak bisa berganti pakaian sendiri dan tidak mau mencoba makan sendiri. Kedala dalam proses pelatihan adalah baby sitter dan anak yang sudah sekolah, lebih sering di luar rumah, sehingga intensitas lamanya pertemuan menjadi kurang maksimal. Meskipun begitu baby sitter sangat bersemangat untuk belajar dan bertanya. Pada akhir fase pelatihan, terlihat bahwa baby sitter sudah lebih percaya diri dalam melakukan dampingan dan pengasuhan pada anak. Baby sitter menjadi lebih paham pada aspek perkembangan anak dan memiliki alternatif cara dan stimulasi yang dapat dilakukan untuk dapat mendukung perkembangan anak. i)
Nama baby sitter : Ptr Nama Fasilitator : F IJ Hasil evaluasi pada fase awal, baby sitter yang dilatih masih sangat muda dan belum berpengalaman. Dia mengasuh anak usia 4 tahun. Dalam melihat perkembangan anak, memang anak sudah memiliki tingkat perkembangan
256
yang cukup sesuai dengan standar perkembangan yang ada, namun terkadang dalam sisi sosial emosinya masih harus dibangun. Program pelatihan yang dirancang lebih mengarah pada bagaimana baby sitter dapat memberikan stimulasi dalam mendukung sosial emosi anak, khususnya dikarenakan anak cukup ekstrim mengungkapkan tangisannya apabila ada permasalahan. Dukungan keluarga yang sangat baik, membuat fasilitator sangat leluasa memberikan arahan dan masukan pada baby sitter. Baby sitter pun semangat mengikuti program. Pada akhir fase, baby siiter sudah lebih matang dan memiliki kepercayaan diri dalam memberikan pengasuhan pada anak. Anak asuh pun terlihat lebih tenang dan tidak terlalu beremosi apabila menemukan permasalahan. j)
Nama baby sitter : SH Nama Fasilitator : F IJ Hasil evaluasi pada fase awal, diketahui bahwa baby sitter ini masih sangat muda dan belum berpengalaman. Baby sitter belum sepenuhnya diberikan tanggung jawab mengasuh anak yang berusia 3,5 tahun. Ibu anak baru memiliki adik bayi sehingga intensitas ibu di rumah sangat tinggi, meskipun perhatiannya sudah tertuju pada adik bayi. Perkembangan anak pada dasarnya sudah cukup baik, namun pada masa ini dia harus diberikan pemahaman akan hadirnya adik yang baru. Program disusun untuk memberikan stimulasi dalam bahasa, kreatifitas dan kognitif anak sehingga pada akhirnya baby sitter diajak untuk sejak awal memahami seluruh aspek perkembangan anak. Metoda pemberian pelatihan
257
dengan dukungan keluarga yang sangat baik, memungkinkan dilakukan semacam kuliah pengantar awal dalam aspek perkembangan anak. Selanjutnya pola contoh dan suri tauladan dari fasilitator, sert arahan dan dukungan dilakukan pada baby sitter Pelaksanaan pelatihan, sepenuhnya diikuti pula oleh orang tua atau ibu anak yang memang ada selalu di sekitar pelatihan. Tanggapan keluarga dan orang tua pada akhir pelatihan, adalah dirasakan kegiatan ini sangat baik dan bermanfaat juga termasuk bagi orang tua. Harapannya adalah kegiatan serupa bisa terus dilakukan dan ditingkatkan intensitas waktunya sehingga bisa lebih lama dari 1 bulan. Berdasarkan hasil evaluasi keseluruhan maka, dalam pengembangan program ini, tahapan yang dilakukan fasilitator setelah fase awal ke fase selanjutnya secara umum adalah : a)
Mengevaluasi hasil identifikasi awal mengenai pola keseharian anak, sikap baby sitter, pengetahuan baby sitter, dan unjuk kerja yang dilakukan baby sitter.
b) Menyusun hasil evaluasi dan deteksi perkembangan anak, serta sikap dan pengetahuan serta unjuk kerja baby sitter c)
Menyusun solusi dari permasalahan dan kekurangan yang ada, dengan menyajikan program stimulasi yang menarik dan dapat dilakukan di rumah tersebut.
d) Program yang ditawarkan tersebut, akan dikomunikasikan kepada keluarga untuk selanjutnya dapat diterapkan pada pertemuan selanjutnya
258
Fase selanjutnya, pada umumnya dilakukan dengan : a)
Bina suasana dan refreshing perkenalan dengan seluruh anggota rumah
b) Mulai memberikan arahan dengan memberi contoh pada baby sitter c)
Mendiskusikan berbagai hal mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak
d) Baby sitter dimotivasi untuk juga mencoba melakukan stimulasi dan sikap serta komunikasi yang tepat sesuai arahan program e)
Melakukan penilaian secara tidak terbuka, mengenai upaya dan kesulitan baby sitter
dalam
melakukan
program
serta
evaluasi
pelaksanaan
pendampingan secara umum f)
Catatan yang harus dilakukan baby sitter di rumah kepada anak menjadi catatan program di rumah tersebut untuk mengisi kekurangan yang ada
g) Perubahan dilakukan secara bertahap. 5.
Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter Implementasi model pelatihan telah dilaksanakan dalam beberapa tahapan
program yang dilaksanakan. Adapun untuk mengetahui keefektifan dari pelatihan, dilakukan pula uji efektifitas untuk mengetahui keefektifan model pelatihan inservice berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter. Uji efektivitas dalam satu kelompok ini dilakukan melalui pengujian berulang/time series desain. Pelatihan yang dilakukan dalam kurun waktu dua bulan ini, dibagi menjadi tiga fase dalam penilaian. Untuk dapat mengukur keefektifan model pelatihan ini maka uji efektivitas yang dilakukan meliputi dua tahap analisis, yaitu pertama,
259
melalui analisis korelasi antara variabel X dan variabel Y pada setiap fase dan kedua, analisis korelasi hasil pelatihan antar fase. Untuk analisa pertama yaitu dengan analisa korelasi pada setiap fase pelatihan dilakukan dengan analisis korelasi antara variabel bebas (persepsi mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi) dan variable terikat (profesionalisme baby sitter) sedangkan analisis kedua, dilakukan dengan melihat uji beda hasil pelatihan yaitu profesionalisme baby sitter (variabel Y) antar fase. a.
Hasil Skor variabel X dan variabel Y Proses pengumpulan data tentang persepsi peserta pelatihan terhadap
pelaksanaan model pelatihan in-service berbasis kompetensi (variabel X) diperoleh data sebagai berikut : Tabel 4.12 Persepsi Terhadap Model Pelatihan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peserta DD EN US YI SKh Ju SS SN CH Ptr RATA-RATA
X1 X2 X3 55 57 64 63 65 65 59 60 62 54 59 64 53 57 62 55 55 60 54 58 54 52 54 63 51 57 62 53 52 57 54.90 57.40 61.30
Tabel di atas menunjukkan perolehan skor mengenai persepsi baby sitter terhadap model pelatihan yang mengalami peningkatan dari setiap fase pelatihan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
260
Bagan 4.4 Peningkatan Persepsi terhadap Model M Pelatihan
Selanjutnya tnya adalah mengukur variabel Y yaitu profesionalisme baby sitter selama proses pelatihan. Namun untuk melihat kompetensi awal baby sitter sebelum mengikuti pelatihan, peneliti melakukan pre-test pre test yang hasilnya disebut Y0 , kemudian test pertama setelah pelatihan disebut Y1,selanjutnya Y2, dan Y3. Adapun perolehan data sebagai berikut : Tabel 4.13 Profesionalisme Baby sitter No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peserta DD D EN N US S YI SKh Kh Ju SS SN CH Ptr tr RATA RATA-RATA
Y0 75.75 75.75 76.50 66.75 66.25 57.50 64.50 63.75 53.75 60.75 66.13
Y1 76.75 77.50 82.00 69.75 68.50 61.00 65.75 66.00 58.75 62.00 68.80
Y2 77.00 78.00 83.00 71.25 68.75 57.50 66.50 66.75 60.50 62.75 69.20
Y3 80 81.25 86.25 80 73.75 72.5 70.75 74.75 68.5 67.75 75.55
261
Terlihat adanya peningkatan rata-rata rata rata skor peserta selama empat fase sudah termasuk dengan fase nol yaitu hasil pre-test. pre test. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Bagan 4.5 Peningkatan profesionalisme Baby sitter b. Uji efektifitas model dalam setiap fase Berdasarkan data tersebut maka dilakukan uji efektivitass model dengan melihat korelasi antara persepsi mengenai model pelatihan in--service berbasis kompetensi (variabel variabel X) X dengan profesionalisme baby sitter (variabel variabel Y) Y dari setiap fase, mulai dari fase pertama, fase kedua dan fase ketiga. Pengkodean untuk fase pertama adalah X1 dengan Y1, untuk fase kedua yaitu X2 dengan Y2, dan sedangkan untuk fase ketiga adalah X3 dengan Y3, Korelasi antara variabel x dan variabel y dihitung menggunakan rumus Spearmen Brown dengan menggunakan aplikasi SPSS 17.0.. Perhitungan yang dilakukan menghasilkan perolehan data sebagai berikut :
262
1) Fase 1 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis Korelasi X1 dengan Y1)
Correlations X1 Spearman's rho
X1
Correlation Coefficient
Y1
1.000
.679*
.
.031
10
10
*
1.000
.031
.
10
10
Sig. (2-tailed) N Y1
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.679
Nilai sig (2-tailed) sebesar 0,031 adalah < 0.05 maka data tersebut memiliki korelasi yang siginifikan. Dimana berdasarkan penghitungan data di atas diperoleh nilai sig (2-tailed) yaitu 0,031<0,05 maka X1 memiliki korelasi yang signifikan terhadap Y1 dengan besar korelasinya adalah sebesar 0,679.
2) Fase 2 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis korelasi X2 dengan Y2 )
263
Correlations X2 Spearman's rho
X2
Correlation Coefficient
Y2
1.000
.706*
.
.023
10
10
*
1.000
.023
.
10
10
Sig. (2-tailed) N Y2
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.706
Melihat hasil tersebut maka dihasilkan nilai sig (2-tailed) < 0.05, yaitu 0,023<0,05. Artinya bahwa X2 memiliki korelasi yang signifikan terhadap Y2. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi pada fase kedua (X2) dengan profesionalisme baby sitter pada fase kedua (Y2), dengan besar koefisien korelasi sebesar 0,706.
3) Fase 3 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis Korelasi X3 dengan Y3)
264
Correlations X3
Y3
1.000
.728*
.
.017
10
10
*
1.000
.017
.
N 10 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
10
Spearman's rho X3
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Y3
Correlation Coefficient
.728
Sig. (2-tailed)
Melihat hasil tersebut maka dihasilkan nilai sig (2-tailed) < 0.05 artinya data tersebut memiliki korelasi yang siginifikan, berdasarkan penghitungan data di atas diperoleh nilai sig (2-tailed) yaitu 0,017<0,05. Artinya bahwa X3 memiliki korelasi yang signifikan terhadap Y3. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi pada fase ketiga (X3) dengan profesionalisme baby sitter pada fase ketiga (Y3), dengan besar koefisien korelasi sebesar 0,728. c.
Uji efektifitas model dengan uji beda antar fase Uji
keefektifan
kedua
adalah
dengan
melakukan
uji
beda
dari
profesionalisme baby sitter antar fase. Analisis uji beda antar fase dihitung dengan menggunakan tes non parametrik dengan distribusi bebas karena jumlah responden kurang dari 30 orang, sehingga menggunakan friedman test.
265
Data perolehan hasil tes dari mulai pre-tes, tes pada fase satu, tes pada fase dua, dan tes pada fase tiga untuk 10 orang peserta pelatihan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.14 Profesionalisme Baby sitter No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peserta DD EN US YI SKh Ju SS SN CH Ptr RATA-RATA
Y0 75.75 75.75 76.50 66.75 66.25 57.50 64.50 63.75 53.75 60.75 66.13
Y1 76.75 77.50 82.00 69.75 68.50 61.00 65.75 66.00 58.75 62.00 68.80
Y2 77.00 78.00 83.00 71.25 68.75 57.50 66.50 66.75 60.50 62.75 69.20
Y3 80 81.25 86.25 80 73.75 72.5 70.75 74.75 68.5 67.75 75.55
Berdasarkan data yang ada, dihitung dengan menggunakan SPSS 17.0 diketahui hasil sebagai berikut : Friedman Test Ranks Mean Rank pretest satu dua tiga
1.05 2.10 2.85 4.00
266
Test Statisticsa N Chi-Square Df Asymp. Sig.
10 28.091 3 .000
Interpretasi hasil pengolahan data adalah sebagai berikut : 1) Data variabel Y adalah signifikan jika nilai sig (2-tailed)<0,05. 2) Data variabel Y adalah tidak signifikan jika nilai sig (2-tailed)>0,05.
Berdasarkan hasil pengolahan data melalui friedman test yang dilakukan atas hasil capaian kompetensi dalam tiap fase, dihasilkan data chi-square sebesar 28.091 dan nilai probabilitas 0,00 (lebih kecil dari 0,05), sehingga kesimpulannya adalah bahwa data-data tersebut memiliki perbedaan yang signifikan antar fase. Berdasarkan data capaian kompetensi yang menunjukkan profesionalisme baby sitter pada beberapa fase tersebut maka dihasilkan bahwa mean rank dari pre-test sebesar 1,05, tes fase satu sebesar 2,10, tes fase dua sebesar 2,85, tes fase tiga sebesar 4,0. Maka dapat dikatakan terdapat perbedaan yang positif dari pretest sampai fase akhir dari model pelatihan yang dilaksanakan, artinya ada peningkatan capaian sehingga pelatihan ini dapat dikatakan efektif. Berdasarkan hasil implementasi model yang telah dilaksanakan, maka dihasilkan beberapa perubahan dari bagan model konseptual sebelumnya menjadi bagan visualisasi model implementasi sebagai berikut :
267
PROSES PELATIHAN PERANGKAT PENDUKUNG - Waktu - Uang - Materi pembelajaran - Peralatan - Teknologi - Partner (Lembaga Penyalur Tenaga Baby sitter), penyandang dana, pengambil keputusan dan kebijakan. - Penyiapan tim pelatih (tutor dan fasilitator) melalui rekruitmen dan pelatihan
BABY SITTER YANG SUDAH BEKERJA
PreTest
PEMBELAJAR AN KELOMPOK DI KELAS (Off the job) TUTOR
DUKUNG AN KELUAR GA PENGGU NA JASA
OUTPUT
Pembelajaran Berbasis Pengalaman
RAW INPUT
IMPACT
Post Test
PEMBELAJAR AN INDIVIDUAL DI KELUARGA (on the job) FASILI TATOR
Pembelajaran Berbasis Masalah
MENING KAT UNIT KOMPA
BABY SITTER PROFESI ONAL
Belum tercapai
KOMPETENSI UNIT KOMPA (KOMPETENSI MENDUKUNG PERKEMBANGAN ANAK) YANG DIJADIKAN STANDAR DALAM PELATIHAN
MASUKAN LAIN
Bagan 4.6 Model Akhir Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi Dalam Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter
B. Pembahasan Model pelatihan ini dapat terbentuk dan terlaksana atas dukungan dan proses pendalaman yang cukup intens. Peneliti melakukan berbagai diskusi dengan beberapa ahli dalam dunia pendidikan dan pelatihan, ahli dalam perkembangan anak, praktisi pelatihan, keluarga, baby sitter/pengasuh, juga rekan-rekan kolega yang sama-sama berkecimpung di dunia pendidikan luar sekolah. Hambatan dan tantangan tentunya sangat banyak dan beragam. Penelitian
268
ini berawal dari mulai bulan Juli 2010 sampai dengan masa akhir implementasi model pelatihan di bulan Agustus 2011. Pada rentang waktu tersebut, pada bulan Agustus 2010 sampai dengan November 2010, peneliti mendapat kesempatan mengikuti program Sandwich-like di University of Sydney, Australia. Bekal pengalaman dan referensi yang dibawa dari sana menjadi bahan diskusi dengan promotor, co-promotor dan anggota untuk terus dilakukan kajian dalam menghasilkan model ini. Pada akhirnya, dengan upaya penekunan dan keyakinan yang tidak berhenti, implementasi model dapat terlaksana mulai persiapan di bulan Maret 2011 dan berakhir di bulan Agustus 2011. Peneliti berusaha mengkaji lebih dalam mengenai model pelatihan yang tepat dan efektif dalam menghasilkan tenaga pengasuh anak di rumah khususnya baby sitter. Tantangan yang cukup beragam, mulai dari keterbatasan waktu baby sitter, keterbukaan keluarga, dan berbagai pendekatan dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelatihan, juga penyiapan fasilitator yang efektif, menjadi kajian peneliti. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa anak usia dini adalah tonggak utama pembangunan sumber daya manusia. Di samping itu, keluarga merupakan institusi dan lembaga pertama yang utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keyakinan ini menjadi dasar peneliti bahwa kepengurusan anak di dalam rumah di keluarga adalah menjadi pilar penting dalam pembentukan manusia. Perhatian ini membawa semangat bagi peneliti untuk melakukan peningkatan
269
kemampuan pada tenaga kerja baby sitter yang saat ini sedang bekerja di keluarga melalui model pelatihan ini. Untuk dapat melengkapi kajian yang sebelumnya telah disampaikan, dalam bagian pembahasan ini akan disampaikan uraian mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi empiris model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga kerja baby sitter dan kompetensi baby sitter yang ada, model konseptual, implementasi dan uji efektivitas model. Hasil analisis peneliti ini merupakan berbagai kajian dari hasil kondisi empiris yang terjadi yang dihubungkan dengan berbagai dukungan kajian teoritis.
Berikut disampaikan pembahasan dalam
pokok-pokok bahasan sebagai berikut : 1.
Kondisi Empirik model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga kerja baby sitter dan profesionalisme baby sitter Model Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi bagi baby sitter terbentuk
setelah melalui berbagai kajian dari kondisi empirik yang terjadi. Studi pendahuluan dilakukan pada beberapa lembaga pelatihan untuk baby sitter yang ada di kota Bandung dan juga berdasarkan hasil kajian dokumen yang terkait dengan penyelenggaraan pelatihan baby sitter di beberapa lembaga di Jawa Barat. Berdasarkan studi pendahuluan melalui kondisi empirik yang disampaikan diatas mengenai kondisi ketenagaan baby sitter di Indonesia serta standar kompetensi yang berlaku dan kompetensi baby sitter yang ada, maka dilakukan analisa SWOT. Berikut merupakan paparan identifikasi dari SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat) yang terjadi dalam lingkup permasalahan ini sebagai berikut :
270
a.
Kekuatan, meliputi : 1) Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja; 2) Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional; 3) Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter; 4) Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluargakeluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri; 5) Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter; 6) Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa.
b. Kelemahan, meliputi : 1) Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa; 2) Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan; 3) Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak; 4) Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama; 5) Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan; 6) Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu
271
dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional; 7) Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan; 8) Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas; 9) Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk lembaga penyedia jasa baby sitter); 10) Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi c.
Peluang, meliputi : 1) Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja; 2) Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan; 3) Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak; 4) Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak; 5) Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga; 6) Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga; 7) Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa; 8) Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan
272
program; 9) Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga d. Tantangan, meliputi : 1) Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain; 2) Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa baby sitter; 3) Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya; 4) Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan; 5) Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada Hasil identifikasi dari berbagai potensi tersebut diatas, dilakukan analisa SWOT yang pada akhirnya melahirkan strategi-strategi untuk model pelatihan yang dibangun. Berbagai strategi yang didapatkan adalah sebagai berikut : a. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan kompetensinya. b. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional. c. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan baby sitter professional
273
d. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter e. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan jasa pengasuhan anak di rumah. f. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional membutuhkan dukungan pelatihan in-service g. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun menjadi basis dari pelatihan h. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan anak secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun juga non-fisik anak i. Perlu dibangun sosialisasi dan program yang didukung pemerintah mengenai jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang diinginkan. j. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini k. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi oleh pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan juga dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan l. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak, menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di rumah untuk melakukan pembenahan diri. m. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati bersama
274
n. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola koordinasi yang diatur dengan baik o. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan asesor penilai p. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa tenaga kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan profesionalisme baby sitter Strategi-strategi tersebut di atas, untuk selanjutnya menjadi bagian yang menyatu dengan model pelatihan yang dibangun, sesuai dengan konteks yang dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan dalam peningkatan kemampuan kerja baby sitter.
2.
Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter Model pelatihan bagi baby sitter ini dikarenakan bagi baby sitter yang
sudah bekerja, maka dikatakan sebagai model pelatihan in-service. Kompetensi sebagai inti dari target capaian sesuai dengan standar yang dibangun, maka model pelatihan in-service ini berbasis kompetensi. Tujuan dari pelatihan ini secara keseluruhan adalah meningkatkan profesionalisme baby sitter, artinya pengasuh anak dapat diakui profesinya
275
sebagai sesuatu yang sangat penting bagi pembangunan sumber daya manusia dan masa depan bangsa Indonesia ada pada baby sitter sebagai mitra keluarga dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak, khususnya anak usia dini dengan masa golden age dalam lingkup rumah. Tahap pengembangan meliputi desain model konseptual mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter, validasi desain model, perbaikan desain model, uji coba pemakaian dan revisi model kembali. Pada tahap awal, pengembangan model pelatihan dikaji berdasarkan kebutuhan lapangan dan berbagai kajian teoritis dan konseptual. Model pelatihan yang telah tersusun secara konseptual kemudian mendapatkan masukan dan tanggapan dari stakeholders, diantaranya praktisi lembaga pelatihan terkait, baby sitter melalui forum diskusi, para akademisi dan ahli di bidang pelatihan serta bidang pendidikan anak usia dini. Model konseptual ini tentunya mendapatkan tanggapan dan saran yang sangat bermakna bagi perbaikan model konseptual. Para akademisi memberikan beberapa masukan sekaitan dengan alur pelatihan, penggunaan istilah asing, proses pelatihan dan
berbagai komponen
dalam program
yang perlu
disempurnakan. Adapun masukan dari para praktisi dan penyelenggara pelatihan lebih memberikan komentar mengenai berbagai hal yang terkait dengan proses penyelenggaraan pelatihan, diantaranya adalah mengenai berbagai tantangan dalam merekrut dan mendapatkan ijin untuk kegiatan pelatihan.
276
Berbagai masukan yang ada menjadi bahan bagi revisi model konseptual sehingga dapat dirancang dan dipikirkan berbagai hal sekaitan dengan pola model secara gambar dan juga antisipasi penyelenggaraan program yang akan dilaksanakan. Pada prinsipnya adalah model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter dapat menjadi salah satu alternatif program dan model pelatihan yang dapat dilaksanakan dalam lingkup yang menjadi fokus sasaran penelitian. Desain model konseptual dari pelatihan in-service berbasis kompetensi ini melalui proses yang cukup panjang yaitu melalui tahapan pengelolaan pelatihan. Konsep pengelolaan pelatihan secara umum menurut Djudju Sudjana, meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. (Sudjana, 1998:186). Adapun dalam pelatihan berbasis kompetensi, mensyaratkan adanya standar kompetensi yang menjadi acuan. Menurut Zainudin Arif (1990:75) model pelatihan yang berorientasi pada kompetensi diawali dengan pengumpulan informasi mengenai standar kompetensi baby sitter dan kompetensi baby sitter yang ada dengan melibatkan stake holders, yaitu lembaga pelatihan yang melatih dan menyalurkan baby sitter serta dukungan keluarga pengguna jasa baby sitter. Untuk menyusun rancangan model pelatihan ini, dilakukan berbagai tahapan sebagai berikut yaitu : a.
Melakukan identifikasi dan pengumpulan informasi mengenai standar kompetensi baby sitter yang ideal dan kebutuhan kompetensi yang ada, dari keluarga pengguna jasa serta baby sitter yang bekerja di keluarga.
277
b.
Melakukan penyusunan tujuan pelatihan yang akan dilaksanakan yang meliputi kompetensi yang akan dituju yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.
c.
Menyusun kurikulum pelatihan, yang melingkupi berbagai komponennya seperti tujuan yaitu kompetensi dan kriteria unjuk kerja, silabus dan rpp, materi, media, metode, alokasi waktu dan evaluasi pembelajaran.
d.
Melakukan penyiapan delivery system program pelatihan, dimulai dari sosialisasi kepada lembaga/stake holders yang berkaitan dan akan dilibatkan dalam pelaksanaan uji coba pelatihan in-service bagi baby sitter, pendekatan kepada keluarga yang menggunakan jasa baby sitter atas referensi dari lembaga penyalur,
pendekatan kepada baby sitter yang sedang bekerja
melalui berbagai cara. e.
Melakukan persiapan delivery system dalam pembelajaran, yang dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan tutor mengenai strategi pembelajaran dalam pelatihan sampai pada penyusunan skenario pembelajaran, melakukan pelatihan untuk fasilitator, menyusun panduan bagi tutor dan fasilitator
f.
Melakukan persiapan untuk evaluasi dan uji coba keefektifan model, dilakukan dengan menyiapkan berbagai format evaluasi, mulai dari format tes tulisan, format panduan observasi dan panduan wawancara yang sesuai untuk penyelenggaraan pelatihan. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan mengenai sebuah sistem
pelatihan in-service berbasis kompetensi yang komprehensif menurut Rycus (2000) dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :
278
a.
Mendefinisikan target peserta pelatihan, yang dalam penelitian ini mengandung makna menyusun, melakukan validasi dan menetapkan standar kompetensi yang akan menjadi acuan.
b.
Melakukan analisis tugas dalam pekerjaan Tujuan utama dari pelatihan inservice berbasis kompetensi adalah mendukung ketercapaian “praktek terbaik”, sehingga penting sekali untuk mendefinisikan dan menggabungkan baik standar unjuk kerja yang merefleksikan “best practice” dan aktivitas-aktivitas pekerjaan yang penting untuk membutuhkan “best practice” tersebut. Best practice ini digali melalui identifikasi kebutuhan kompetensi yang dilakukan oleh peneliti. Hasil dari penelusuran ini menghasilkan kejelasan akan kebutuhan praktis dari pengguna jasa juga baby sitter mengenai kompetensi yang benar-benar dibutuhkan dan menjadi prioritas.
c.
Membangun Kompetensi-kompetensi Kompetensi adalah seperangkat elemen-elemen yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam mengefektifkan penampilan dari sebuah tugas pekerjaan. Seseorang yang kompeten memiliki kemampuan dari pengetahuan dan keterampilan yang menjadi syarat untuk pemenuhan penampilan dalam pekerjaannya. Untuk memenuhi ini disusun kompetensi berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai yang harus ditunjukkan oleh baby sitter yang telah dilatih. Karakteristik dari pelatihan in-service berbasis kompetensi adalah bahwa kumpulan kompetensi-kompetensi menunjukkan semua
279
komponen-komponen dari sistem pelatihan termasuk penilaian kebutuhan pelatihan individual, identifikasi dan seleksi kurikulum pelatihan, penilaian dan seleksi pelatih, pengembangan perencanaan pelatihan, dan aktivitas pembelajaran. Hal ini menjadikan peneliti sangat serius dalam membangun kompetensi yang akan dijadikan acuan sampai pada format penilaian serta kurikulum yang harus disusun. Hasil pekerjaan ini dituangkan dalam format penilaian unjuk kerja, struktur kurikulum, sub indikator capaian, jadwal dan berbagai format lainnya untuk mendukung proses perencanaan dalam pelatihan. (terlampir) d.
Penilaian
kebutuhan
pelatihan
individu
(Individual
Training
Need
Assessment/ITNA) Pada tataran ini, dibutuhkan pula identifikasi kebutuhan secara individu dari masing-masing peserta pelatihan. Peneliti melakukan kajian dan pendekatan secara khusus dengan pihak keluarga pengguna jasa untuk dapat menggali apa yang menjadi inti permasalahan dari tenaga kerja tersebut. Identifikasi ini termasuk digali dari sisi peserta pelatihan yaitu baby sitter mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan, kesulitan, ketidakpahaman, dsb. Tujuannya adalah dapat memetakan kondisi real serta kebutuhan secara individu sehingga diharapkan pelatihan dapat menjawab apa yang menjadi kebutuhan praktisnya tersebut dalam menjalankan pekerjaan. e.
Identifikasi dan Pemilihan kurikulum Kurikulum adalah menjadi jantungnya pelatihan sehingga kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Unit kompetensi mendukung perkembangan anak
280
(KOMPA) ditetapkan sebagai unit kompetensi yang akan dikembangkan. Penyusunan materi, metoda dan media serta evaluasi pelatihan mengacu pada tujuan pembelajaran berupa kompetensi yang telah disusun sebelumnya. f.
Mengembangkan perencanaan pelatihan Pada tahapan ini, dilakukan berbagai persiapan sekalitan dengan delivery system dalam pelatihan yang akan dirancang. Persiapan ini dimuali dari persiapan sosialisasi, rekruitmen peserta, penyiapan berbagai perangkat pelatihan seperti tutor dan fasilitator, sampai pada persiapan sarana dan prasarana pelatihan, bahkan berbagai instrument untuk memandu dan menilai pelatihan menjadi kajian peneliti.
g.
Menyelenggarakan Pelatihan Penyelenggaraan pelatihan merupakan puncak pelaksanaan model ini. Pelaksanaan pelatihan dalam model ini tidaklah langsung diselenggarakan, namun karena model perlu dilakukan melalui beberapa kali uji coba, maka peneliti melakukan semacam uji coba terbatas dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter ini dalam tataran yang mikro. Maksudnya adalah untuk mengujicobakan berbagai perangkat yang ada dan telah dipersiapkan.
h.
Mengimplementasikan aktivitas pembelajaran/Transfer of Learning Aktivitas
pembelajaran
dalam
pelatihan
berbasis
kompetensi
ini
menggunakan pendekatan mastery learning dan experiential learning. Pendekatan ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran adalah menjadi aktif dalam pembelajaran, dimana peserta benar-benar melaksanakan
281
pelatihan secara langsung dengan mengalami dan dilakukan drill atau latihan secara terus menerus sampai dapat terkuasainya kompetensi tersebut. Peningkatan dalam capaian kompetensi, diasumsikan sebagai sebuah proses menjadi lebih baik yang menjadi ukuran bahwa pelatihan ini dapat dikatakan efektif dan dapat dikembangkan lebih lanjut. i.
Melakukan evaluasi dan balikan Kegiatan evaluasi dan balikan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam 3 fase. Artinya pada setiap fase dilakukan evaluasi baik mengenai proses pelatihannya maupun hasil capaian kompetensi dari peserta pelatihan. Fase dalam pelatihan ini mengikuti patokan per-minggu. Elemen-elemen di dalam sebuah sistem pelatihan in-service berbasis
kompetensi yang disampaikan dalam Rycus (2000) sejalan dengan apa yang disampaikan pada kajian disertasi Weatherman (1976). Berbagai sumber tersebut menekankan bahwa dalam penyelenggaraan pelatihan in-service, akan mengalami beberapa tahapan penting yang meliputi berbagai hal di bawah ini, yaitu : a.
Menilai kebutuhan kompetensi, tahapan ini meliputi deskripsi pekerjaan bersamaan dengan analisis kenyataan secara lokal dan nasional.
b.
Memspesifikasikan kompetensi, tahapan ini meliputi menyusun pernyataan kompetensi dan memberikan laporan dilapangan sejauh mana pentingnya kompetensi ini dalam pekerjaan
c.
Menjelaskan komponen-komponen kompetensi, tahapan ini ditentukan elemen kompetensi, urutan dan kriteria unjuk kerja sebagai performance yang harus ditunjukkan dalam pekerjaan
282
d.
Mengidentifikasi prosedur pencapaian kompetensinya, dimana pada tahapan ini ditentukan isi, metode, materi dari program pelatihan.
e.
Membangun penilaian, meliputi proses menspesifikkan kriteria dan ukuran dari kompetensi yang akan dilihat/dinilai. Ini adalah tahapan yang paling penting dalam mendesain program pelatihan berbasis kompetensi. Hambatan dan tantangan yang ada dalam pelaksanaan penelitian dan uji
coba model ini dijadikan kesempatan bagi peneliti untuk dapat dipelajari mengenai berbagai hal yang belum dipahami. Uji coba pemakaian model pelatihan pun dilakukan dalam rangka mencobakan model pelatihan in-service ini, sekaligus pula uji coba instrumen yang akan digunakan dalam skala uji coba pelatihan yang lebih luas. Berbagai hal yang perlu diperbaiki untuk dapat sempurnanya pelatihan ini dilakukan agar dapat menghasilkan hasil yang optimal.
3.
Implementasi model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter Model pelatihan ini dapat menggunakan pendekatan mastery learning.
Dalam pendekatan ini, beberapa variabel yang digunakan oleh pendidik yaitu : 1) variabel petunjuk; 2) penguatan, 3) partisipasi siswa, 4) umpan balik dan 5) koreksi. Variabel-variabel tersebut digambarkan oleh Bloom sebagai kegiatan mengajar yang berkualitas. Menurut teori ini, jika fitur pengenalan terhadap siswa (aspek kognitif dan afektif siswa) yang terkait dengan kegiatan mengajar adalah positif dilakukan, maka hasil belajar akan mencapai tingkat yang tinggi. Dengan
283
hasil yang tinggi tersebut maka perbedaan antara para siswa akan berada di tingkat minimum (Sever, 1997:55). Model pelatihan ini menggunakan cara-cara yang menjadi variable dalam pendekatan mastery learning tersebut, dimana yang dilakukan adalah 1) variable petunjuknya adalah target capaian kompetensi yang jelas dan terperinci secara jelas. Perangkat ini menjadi kejelasan tujuan dan petunjuk yang dapat diikuti, disertai modul pelatihan yang sederhana dan jelas; 2) penguatan dilakukan secara intens, karena pelatihan dilakukan langsung di tempat bekerja baby sitter; 3) partisipasi peserta pelatihan ditunjukkan dengan kegiatan pelatihan on the job yang mana peserta memang melakukan aktivitas pekerjaaan disana; 4) umpan balik dalam model pelatihan ini dilakukan dalam tiap kali dilakukan kegiatan fasilitasi oleh fasilitator. Berbagai masukan dan saran serta pertanyaan dari kesulitan dalam program pelatihan yang dilaksanakan dapat langsung ditanyakan pada fasilitator. Peserta pelatihan dapat menanyakan segala kesulitan dan permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan dan dapat langsung ditunjukkan cara menyelesaikannya; 5) koreksi dalam model pelatihan ini tentu saja dapat dengan mudah dan langsung diberikan oleh fasilitator pelatihan, sesuai dengan apa yang perlu dikoreksi. Pelatihan yang dilakukan evaluasi proses secara fase per-minggu sangat memungkinkan koreksi secara umum per fase pun dapat dilakukan. Pendekatan mastery learning ini apabila dilakukan dalam sebuah pelatihan, menurut (Mulyasa, 2002:97) maka meliputi beberapa persyaratan, yaitu :
284
a. Secara jelas menyebutkan tujuan yang mewakili maksud kursus; maksudnya dalam penelitian ini telah dilakukan penetapan tujuan dari pelatihan melalui penetapan standar kompetensi yang akan dituju. b. Kurikulum dibagi menjadi unit-unit pembelajaran yang relatif kecil, masingmasing unit terdiri dari tujuan dan penilaian sendiri; Penelitian ini telah menyusun standar kompetensi yang dapat dijadikan acuan, namun keterbatasan penelitian akan waktu, tenaga dan biaya, maka atas dukungan berbagai pihak, fokus penelitian lebih pada satuunit kompetensi yaitu unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA). c. Bahan pembelajaran bahan dan strategi pengajaran diidentifikasi, meliputi pengajaran, model, praktek, evaluasi formatif, mengajar kembali, penguatan, dan termasuk evaluasi sumatif; d. Setiap unit diawali dengan tes diagnostik singkat, atau penilaian formatif; e. Hasil tes formatif digunakan untuk memberikan instruksi tambahan, atau kegiatan korektif untuk membantu pelajar mengatasi masalah. Dikatakan juga bahwa pengembangan kurikulum, mastery learning tidak berfokus pada konten, namun pada proses untuk menguasai itu. Hal ini menjadikan peneliti mengumpulkan berbagai bahan materi berdasarkan berbagai sumber yang ada, dan dilakukan proses pelatihan yang sangat fleksibel. Fasilitator sebagai salah satu sumber belajar, modul yang ada, lembar tugas yang disiapkan serta penilaian kompetensi, menjadi alat yang digunakan untuk mendukung tercapainya kompetensi serta penggalian materi pelatihan yang disiapkan.
285
Pendekatan ini dikombinasikan pula dengan pendekatan pembelajaran melalui pengalaman yang menurut Andresen, Boud & Cohen dalam Folley (2000:103), EBL didasarkan pada seperangkat asumsi tentang belajar dari pengalaman. Seperangkat asumsi yang diidentifikasi oleh Boud et al. (1993:87) yaitu: 1) Pengalaman adalah dasar dan stimulus untuk belajar; 2) Pembelajar aktif membangun pengalaman mereka sendiri; 3) Peserta didik adalah proses holistik; 4) Belajar dikonstruksi secara sosial dan kultural; 5) Belajar dipengaruhi oleh konteks sosioemosional di mana ia terjadi. Model pelatihan ini menggunakan setting di kelas dan juga setting di tempat bekerja yaitu di rumah keluarga tempat bekerja. Peneliti menggunakan asumsi yang digunakan oleh Boud et al, bahwa pengalaman adalah menjadi dasar dan stimulus untuk belajar artinya pengalaman yang telah dialami oleh baby sitter dalam dunia pekerjaannya menjadi dasar dari apa yang akan mereka pelajari di dalam pelatihan. Pelatihan di kelas, menggunakan teknik refleksi dari apa yang telah mereka alami di dunia pekerjaan untuk dapat digali apa yang perlu diperbaiki dan apa yang harus ditingkatkan. Khususnya dalam unit KOMPA, baby sitter diajak untuk merefleksikan, cara pengasuhan seperti apa yang mereka lakukan kemudian dibukakan mengenai berbagai hal yang selayaknya dilakukan dalam kepengasuhan kepada anak. Peserta pelatihan diharapkan dapat merefleksikan kegiatan sehari-hari mereka dengan format yang ada, untuk dikaji apa yang perlu ditingkatkan dari kegiatan pengasuhan yang telah mereka lakukan. Pembelajaran melalui pengalaman menuntut tiga faktor yang masingmasing dapat beroperasi, pada tingkat tertentu, yaitu :
286
a. Keterlibatan seluruh orang, baik dalam kecerdasan, perasaan dan indera. Misalnya, dalam pembelajaran melalui permainan peran (role plays) dan permainan, proses bermain atau bertindak yang biasanya melibatkan pemikiran, beberapa atau lain melibatkan indera dan berbagai perasaan. Belajar terjadi melalui semua kegiatan ini. Kegiatan ini dilakukan dalam pelatihan dalam setting kelas. Peserta pelatihan dilibatkan dalam berbagai permainan untuk memotivasi belajar mereka, bahkan mereka dilibatkan untuk mendemonstrasikan berbagai tindakan
yang harus dilakukan dalam
kepengasuhan pada anak asuhnya dengan menggunakan anak sebagai “boneka” dalam bermain peran tersebut. b. Pengakuan dan menggunakan secara aktif semua pengalaman hidup pembelajar yang relevan dan pengalaman belajar. Dimana belajar baru akan bisa berhubungan dengan pengalaman pribadi, artinya diturunkan dan diintegrasikan ke dalam nilai-nilai pemahaman dari pembelajar. Untuk factor ini, peserta baby sitter diberikan kesempatan untuk merefleksikan berbagai pengalaman yang telah dihadapi. Untuk baby sitter yang hanya mengikuti pelatihan di tempat bekerja, kegiatan ini dilakukan di tempat bekerja, dengan juga merefleksikan kegiatan-kegiatan sehari-hari yang dilakukan kepada anak. Artinya baby sitter merefleksikan agenda jadwal anak sehari-hari secara tertulis, sehingga dapat terlihat pada jam mana saja stimulasi untuk mendukung perkembangan anak pada aspek mana dan pada saat mana, dapat dilakukan.
287
c. Refleksi yang berkelanjutan pada pengalaman sebelumnya dalam rangka untuk menambah dan mengubah menjadi pemahaman yang lebih dalam. Hal ini dilakukan dalam model pelatihan ini dengan adanya kesempatan untuk melakukan refleksi dalam pelatihan pada setiap fase pelatihan yang dilakukan. Pendekatan lain yang digunakan untuk melengkapi pendekatan mastery learning dalam penelitian ini maka digunakan pula pola pendekatan dari pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Gagasan utama dari Problem based Learning (PBL) adalah bahwa titik awal untuk belajar harus dari suatu permasalahan, pertanyaan atau teka-teki yang dengan hal tersebut warga belajar berkeinginan untuk memecahkannya. (Boud & Felletti 1991). Penelitian ini memenuhi pendekatan tersebut dengan melaksanakannya pada model pelatihan yang khususnya dilaksanakan dalam setting kelas. Kegiatan yang dilaksanakan dalam pelatihan tersebut diantaranya dengan melaksanakan permainan puzzle yang pada akkhirnya menjadi teka-teki yang menganalogikan permasalahan dalam mengurus anak. Metode ini digunakan dalam pelatihan untuk memunculkan rasa rekreatif, rasa keingintahuan, bahkan motivasi untuk terus menggali apa yang dijadikan permasalahan tersebut. Model pelatihan in-service ini pun ditujukan bagi peserta pelatihan yang memang baby sitter/pengasuh yang sedang bekerja di keluarga pengguna jasa. Tentunya potensi yang dimiliki adalah mereka hadir dalam pelatihan dengan segudang permasalahan dan berbagai teka-teki kehidupan dalam kepengasuhan anak yang ingin diketahui jalan keluarnya. Potensi ini menjadi prasyarat awal
288
dalam pembelajaran berbasis masalah sehingga pendekatan yang dapat dilakukan menjadi sangat ideal dan memungkinkan untuk dapat dilaksanakan. Berdasarkan kajian, maka beberapa prinsip yang mendasari pembelajaran berbasis masalah menurut Barrows dan Tamlyn dalam Boud (1985:14), yaitu : 1) Masalah diangkat saat pertama dalam urutan belajar, sebelum ada persiapan atau belajar telah terjadi; 2) Situasi permasalahan disajikan kepada peserta pelatihan persis seperti yang ada dalam kenyataan; 3) Peserta pelatihan bekerja dengan permasalahan yang diangkat, dengan cara yang memungkinkannya meningkatkan kemampuan dengan berbagai alasan dan menantang dengan menerapkan pengetahuan serta mengevaluasi sesuai dengan tingkatan belajar dari warga belajar tersebut; 4) Keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dengan masalah tersebut, diterapkan kembali ke masalah, untuk mengevaluasi efektivitas pembelajaran dan untuk memperkuat hasil belajar; 5) Pembelajaran yang terjadi dalam penyelesaian masalah dan dalam proses pembelajaran mandiri (individual learning) dirangkum dan diintegrasikan ke dalam pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan yang telah terbentuk. Model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini dilaksanakan melalui pelatihan dalam setting kelas secara berkelompok dengan bimbingan tutor, juga dilakukan dalam setting di tempat kerja secara individual dengan bimbingan dari fasilitator. Kategori pelatihan di tempat bekerja dapat digolongkan kepada pelatihan melalui OJT (On the job training). Berdasarkan konsep yang ada bahwa untuk dapat melaksanakan OJT dengan sukses, ada beberapa tantangan yang besar yaitu:
289
a. Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan program, dimana harus ada ahli yang berpengalaman dalam pekerjaan tersebut dalam mempersiapkan program. Beberapa persiapan yang dilakukan yaitu persiapannya pada materi pembelajaran, membangun keterampilan dalam menjelaskan program, beradaptasi dengan gaya belajar individu, menyiapkan evaluasi dan bekerjasama dengan peserta pelatihan. Persiapan program ini dilakukan pada tahap perencanaan program dengan mengadakan tukar pikiran dengan tim tutor dan fasilitator yang akan dilibatkan di dalam proses pelatihan. Persiapan program
dirancang
secara
partisipatif
untuk
dapat
menggali
dan
mengembangkan program inti. b. Hilangnya waktu dalam mempersiapkan ini, menjadikan harus melepaskan pekerjaan yang biasa dilakukan. Hal ini terjadi, dimana tutor yang telah terpilih untuk dilibatkan dalam program juga fasilitator yang juga merupakan praktisi yang sedang mengenyam dunia pendidikan pun harus meluangkan waktu mereka secara khusus untuk dapat berdiskusi dan mengembangkan program (Piskurich, 2000:20). Desain dan tahapan dalam OJT dilakukan oleh desainer pelatihan dan expert dalam materi tersebut. Dalam hal ini yang menjadi desainer pelatihan adalah peneliti sendiri sedangkan expert dalam materi tersebut, peneliti melibatkan ahli yang berkaitan dengan unit kompetensi yang dikembangkan, yaitu pedagog dari surya kanti, akademisi pendidikan anak usia dini, dan praktisi serta akademisi di bidang pelatihan. Ada dua hal esensial yang harus dibangun oleh pendesain program, yaitu :
290
a. Petunjuk/panduan untuk pelatih/fasilitator/pendamping, yang berisi panduan mengenai tugas dan peran tutor dan fasilitator yang terlibat di dalam pelatihan dengan model ini. b. Petunjuk/panduan untuk peserta pelatihan, yang berisi mengenai arahan bagi baby sitter sebagai peserta pelatihan sekaitan dengan pelaksanaan pelatihan. Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter melalui pendekatan dengan setting di tempat bekerja ini melibatkan fasilitator. Adapun pemilihan fasilitator melalui proses seleksi dan pembekalan serta pelatihan yang harus memadai. Prasyarat awal dari fasilitator yang terlibat adalah mengikuti karakteristik sebagai berikut : 1) Paling utama dan pertama adalah pengetahuan yang mendalam pada subjek tersebut artinya materi pelatihan harus sangat jelas dan mudah untuk dipahami dan dilakukan. Berkaitan dengan materi pelatihan, untuk unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA), maka fasilitator adalah para praktisi yang juga berpendidikan di bidang ranah pendidikan anak usia dini. (tutor PAUD yang telah berpengalaman dan memiliki wawasan keilmuan yang memadai); 2) Kesungguhan dari pelatih dalam menjalankannya, dimana pelatihan memakan waktu dan tenaga juga emosi. Hal yang juga penting adalah dalam saat pemilihan pelatih juga harus bijaksana dan tepat. Berkaitan dengan ini, peneliti menerapkan sistem komitmen bersama untuk membangun kesuksesan bersama. Artinya kegiatan yang berbasis pada kesuksesan bersama menjadikan komitmen akan waktu, emosi, pikiran dan perasaan dapat dilaksanakan.
291
Model pelatihan ini melaksanakan TOF (Training of Facilitator) dalam rangka
penyiapan fasilitator bagi pelatihan di tempat bekerja. Proses
penyiapannya tidak hanya dalam tataran pemahaman materi dan proses pelatihan. Peneliti melakukan uji coba dan latihan secara praktek bagi fasilitator yang akan dilibatkan dalam pelatihan yang sesungguhnya. Syarat utama dari pelatihan dengan model on the job training adalah penguasaan dalam metode pembelajaran sesuai dengan prinsip pembelajaran orang dewasa. Hal ini dikaitkan dengan tempat fasilitator akan memberikan fasilitasi ke keluarga. Artinya seorang fasilitator yang telah memiliki keahlian dalam pembelajaran orang dewasa, prinsip andragogisnya ini akan dengan efektif diterapkan untuk menghadapi orang tua dalam keluarga sebagai pemilik rumah dan pengguna jasa, juga pada baby sitter. Prinsip andragogis dari fasilitator pun perlu diimbangi dengan pemahaman akan konsep keluarga dan karakteristik orang tua. Adapun apabila ditinjau dari ciri-ciri orang tua, bagaimana sikap orang tua terhadap anaknya tergantung pada beberapa faktor seperti : a.
Tingkat pendidikan dan status sosial Pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa orang tua dengan tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi rendah lebih cenderung ke sikap menuruti dan membiarkan saja. Sedangkan orang tua yang tingkat pendidikan dan status ekonomi lebih tinggi lebih cenderung ke sikap pendidikan yang menekankan pada disiplin dan tuntutan terhadap prestasi. Orang yang berpendidikan rendah, tingkat informasi dan pengetahuan yang dimiliki akan terbatas. Dalam hal pengasuhan anak yang
292
berkaitan juga dengan hal pendidikan, orang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai wawasan yang luas tentang makna pendidikan bagi anak. Sehingga mereka mengetahui fungsi aktivitas belajar, orang yang berpendidikan tinggi akan menyediakan situasi, sarana dan melatih anak untuk menentukan tujuan hari depannya dan selalu mendorong anak untuk belajar. Karena mengetahui fungsi pendidikan dan fungsi belajar maka orang tua akan memberikan perhatian yang besar dalam bentuk keterlibatan orang tua terhadap aktivitas anak dalam belajar seperti penyediaan fasilitas belajar, mengingatkan, memberi pujian atau teguran. Pemahaman ini dalam beberapa sampel keluarga yang lebih cenderung memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka pemahaman akan hal tersebut menjadi dasar untuk berpijak dan berbuat lebih lanjut. b.
Hubungan suami istri Jika hubungan suami istri hangat serta serasi, maka sikap mereka terhadap anak lebih menunjukkan sikap yang pengertian dan toleransi.
c.
Jumlah anak dalam keluarga Pada keluarga dengan satu anak, orang tua lebih cenderung untuk memberi perhatian lebih pada anak dan cenderung menuntut banyak pada anak.
d.
Kepribadian orang tua Kepribadian orang tua tidak dapat lepas dari bagaimana orang tua itu dulu diasuh oleh orang tuanya. Banyak orang tua yang berlaku keras dalam pendidikan anaknya karena dulupun mereka mendapat perlakuan yang keras dari orang tuanya.
293
e.
Pengalaman orang tua Bagaimana pengaruh orang tua terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian anaknya ditentukan oleh sikap, perilaku dan kepribadian orang tua. Perilaku orang tua terhadap anaknya ditentukan oleh sikapnya terhadap pengasuhan anak yang juga merupakan aspek dari struktur kepribadiannya. Kepribadian orang tua mempunyai dampak tehadap situasi psikologis dalam suatu keluarga dan terhadap perkembangan kepribadian anak. Keterampilan lain yang harus dimiliki oleh pelatih/fasilitator adalah
keterampilan one and one. Keterampilan tersebut berkaitan dengan keterampilan menyelesaikan permasalahan (George M. Piskurich, 2000:121-130). Beberapa tahapan
keterampilan
yang
dilakukan
adalah
keterampilan
dalam
1)
merencanakan; 2) mempersiapkan; dan 3) mempresentasikan. Hal ini menjadi penting sekali di dalam model ini karena yang terjadi adalah dimana setiap fasilitator bertugas dalam secara individu membantu peserta pelatihan baby sitter di tempat kerjanya untuk dapat meningkat kompetensinya dalam unit KOMPA. Untuk memenuhi target capaian sesuai dengan standar kompetensi, fasilitator perlu secara kreatif mampu merencanakan, mempersiapkan dan mempresentasikan sesuai dengan kebutuhan belajar setiap individu. Sebagai panduan, peneliti mempersiapkan format-format identifikasi untuk fasilitator agar dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar dari baby sitter tersebut. (terlampir). Fasilitator diharapkan benar-benar harus mampu mengidentifikasi sampai dapat dirancang materi stimulasi seperti apa yang harus dilakukan oleh baby sitter kepada anak asuhnya.
294
Adapun
secara
proses
pengajaran
untuk
memperhatikan
urutan
pembelajaran, dalam pelatihan ini menggunakan metode teknik pengajaran pekerjaan/Job Instruction Technique (JIT). JIT menggunakan strategi behavioral dengan fokus pada pengembangan keterampilan. JIT meliputi empat tahapan, : Gold, L. Job Instruction: Four Steps to Success. Training and Development Journal (September 1981:28-32) dalam Blanchard & Thacker, 2007:244), yaitu : a. Prepare-Persiapan. Pada tahapan ini wilayah pembelajaran yang dituju adalah memunculkan atensi dan motivasi dari peserta pelatihan. Hal yang dilakukan adalah merinci pekerjaan, mempersiapkan rencana pembelajaran dan melibatkan peserta pelatihan. b. Present-Menampilkan. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah mengatakan, menunjukkan, mendemonstrasikan, dan menjelaskan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan penyimpanan dalam kode-kode symbol dan organisasi kognitif. c. Try Out-Menguji coba. Pada tahapan ini, diberikan kesempatan peserta pelatihan untuk bertanya mengenai pekerjaan yang harus dilakukan, meminta fasilitator untuk menjelaskan bagaimana hal itu bisa dilakukan, kemudian peserta pelatihan dibiarkan untuk melakukan pekerjaan tersebut, memberikan masukan positif maupun negatif. Pada akhirnya fasilitator membiarkan peserta untuk melatihkan apa yang sudah dikomentari. Tujuan tahapan ini adalah untuk penyimpanan dalam pengulangan simbolis dan reproduksi tingkah laku. d. Follow up-Mengikuti untuk melakukan pengecekan, artinya dalam tahapan ini diharapkan dapat menghasilkan pola tingkah laku yang diinginkan dalam pekerjaan tersebut. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengecekan kemajuan
295
secara rutin dan bertahap, mengatakan pada peserta pelatihan bahwa apabila ada kesulitan dapat menemui siapa, dan secara rutin dilakukan pengecekan akan kemajuan dari peserta pelatihan.
4.
Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi memiliki
pengaruh yang signifikan pada peningkatan unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA). Keterbatasan peneliti dalam mengkaji unit kompetensi yang lain, karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, menjadikan focus penelitian pada satu unit. Harapan peneliti dari capaian keefektifan model pelatihan dalam mengembangkan unit KOMPA, menjadi asumsi dasar bahwa model pelatihan ini dapat efektif dalam mengembangkan unit kompetensi yang lain. Melihat pola dan tahapan yang telah ditemukan dalam model pelatihan ini, tentunya menjadi pijakan dasar yang cukup kuat bagi pengembangan lebih lanjut. Tinjauan efektifitas tersebut di atas, tentunya dikatakan memiliki signifikasi dalam pengaruh dari model tanpa mengesampingkan faktor-faktor lain yang juga pasti berpengaruh di dalamnya. Kajian hasil skor dari variabel persepsi model pelatihan dan variabel tingkat capaian kompetensi, menunjukkan hasil yang efektif meningkat dalam beberapa fase waktu pengukuran. Namun tidak dapat dipungkiri tentunya berbagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penilaian dan pemunculan skor akan menjadi salah satu hambatan keajegan dari data yang ada. Meskipun juga untuk memperkecil kesalahan, peneliti berusaha
296
bahwa penilaian terhadap hasil capaian kompetensi baby sitter, tidak hanya dilakukan oleh fasilitator namun yang paling utama adalah penilaian dari keluarga pengguna jasa. Pengambilan keputusan tersebut berdasarkan pada apa yang disampaikan oleh (Wolf, 1995:2) bahwa ada tiga komponen dari penilaian berbasis kompetensi yang sangat penting yaitu: a) dalam penilaian yang berbasis kompetensi sangat mengutamakan hasil yang terlihat nyata dan hasil yang dapat diyakini oleh penilai memang ditunjukkan oleh peserta; b) transparansi dan kejelasan dari aspek yang menjadi ukuran ketercapaian, menjadi sangat utama dalam penilaian berbasis kompetensi; c) untuk menghindari subjektivitas penilaian maka penilaian dapat dilakukan oleh pihak ketiga dengan mengacu pada standar dan ukuran yang sangat jelas. Untuk dapat mengkaji keefektifan pelatihan pun, lebih lanjut peneliti melakukan kajian secara kualitatif melalui wawancara mendalam kepada pihak keluarga dan melakukan diskusi mendalam dengan baby sitter pasca pelatihan. Hasil yang didapatkan pun ternyata bisa lebih dalam lagi membedah apa yang sebenarnya terjadi di dalam proses pelatihan, serta menghasilkan temuan-temuan untuk penghalusan model pelatihan lebih lanjut. Diskusi mendalam dengan keluarga pengguna jasa, pada umumnya mereka merasakan manfaat dari terlaksananya pelatihan ini. Peningkatan dalam kemampuan baby sitter, khususnya pada tampilan baby sitter yang lebih bersemangat dan memiliki program yang jelas dalam memberikan pengasuhan pada anak. Pengetahuan dan pemahaman yang meningkat dalam berbagai aspek perkembangan anak, membuat baby sitter bisa lebih memahami keinginan dan kebutuhan anak.
297
Hasil diskusi dengan orang tua pengguna jasa yang lain, didapatkan bahwa terlihat baby sitter menjadi lebih percaya diri dalam bermain dengan anak asuh. Mereka mulai lebih kreatif menyodorkan mainan dan mengajak anak berkomunikasi secara intens kepada anak. Hasilnya adalah anak menjadi senang dan bisa lebih kooperatif dengan baby sitternya. Pengakuan lain dari baby sitter digali bahwa ia merasa setelah mengikuti pelatihan, menjadi lebih tahu apa kemauan anak. Anak menjadi tidak sulit untuk dipahami ketika kita mengetahui apa yang dibutuhkannya dan mengetahui bagaimana mestimulasi untuk mendukung perkembangan anak. Hasil kompetensi yang diukur, melalui penetapan standar kompetensi mix, pada dasarnya telah mengikuti capaian ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor (taksonomi Bloom) dan definisi kompetensi pun memang seharusnya meliputi penentuan pengetahuan, keterampilan, sikap dan bahkan nilai-nilai yang sesuai dengan bidang kerjanya. Berdasarkan Gonczi et al., (1993;. Hager dan Beckett, 1995, Gonczi, 2004 dalam (Foley, 2000; Tennant, 2006) kompetensi harus dipandang secara terpadu dan holistik, dengan memfokuskan pada aplikasi dalam konteks tertentu, dari atribut-atribut yang ada pada seorang individu (pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai). Profesionalisme baby sitter dalam penelitian ini difokuskan pada penguasaan pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA), dalam arti bahwa baby sitter yang telah dilatih akan menunjukkan kompetensinya dalam : a) Mengetahui pola perkembangan anak dan perbedaan-perbedaan kemampuan anak pada tingkat usia yang berbeda serta mampu memberikan
298
pendampingan yang tepat dan membangun sesuai tingkat perkembangan anak sehingga anak terbangun kemandiriannya; b) Mengetahui pola perkembangan fisik anak serta mampu menyediakan pengalaman yang tepat melalui kegiatan rutin dalam permainan, stimulasi alat mainan dan peralatan lain yang tepat dalam mendukung perkembangan fisik anak; c) Mengetahui bagaimana mendukung anak dalam membangun persahabatan dengan teman, cara memberi pemahaman pada anak akan aturan di masyarakat/lingkungan sekitar serta mampu mengkondisikan interaksi anak pada lingkup satu teman, interaksi dengan lingkup kelompok kecil dan interaksi dengan lingkup kelompok besar; d) Mengetahui tentang pengembangan konsep diri, percaya diri, dan mengatasi emosi anak serta mampu menyediakan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan dan menunjukan perhatian pribadi; e) Mengetahui bagaimana bahasa dapat terbentuk /terbangun pada anak sehingga mampu berinteraksi melalui berbahasa yang tepat dengan anak dan menyediakan pengalaman yang tepat untuk perkembangan bahasa anak; f) Mengetahui pentingnya kreativitas dan mengetahui cara menyediakan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitas dengan memberikan pendampingan dalam bermain dalam imaginasi, drama, melukis, menggambar, bermain malam (playdough), menari, musik, puisi dan menulis komposisi lagu; g) Mengetahui bagaimana kognisi dapat terbentuk dan mampu menyediakan pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan lingkungan untuk stimulasi dalam perkembangan kognisi anak; h) Mengetahui pentingnya menanamkan pemahaman agama/spiritual sejak dini dan mampu menciptakan lingkungan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
299
Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter ini pada akhirnya dapat menunjukkan keefektifannya dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter. Artinya seorang pengasuh anak atau baby sitter yang telah mengikuti pelatihan ini, dalam melakukan interaksi dengan anak yang menjadi asuhannya telah memiliki kompetensi profesional dalam unit kompetensi mendukung perkembangan anak.
122