BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab IV ini memuat tentang deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Data yang diperoleh dari lapangan sesuai dengan permasalahan penelitian, kemudian dideskripsikan dan dianalisis sebagai dasar bagi penarikan kesimpulan A. Laporan Hasil Penelitian 1.
Sosiografi
a. SMA Negeri 2 Bandung 1) Sejarah SMA Negeri 2 Bandung berdiri dengan resmi tahun 1949 atas prakarsa Thio Anio yang sekaligus bertindak sebagai Kepala Sekolah. Pada saat berdirinya SMA Negeri 2 Bandung berlokasi di Jl. Ksatriaan, (di gedung SMPN I sekarang) yang lokasinya berdekatan dengan SD Douwes Dekker. Akan tetapi hal ini hanya berlangsung beberapa bulan saja. Pada tahun yang sama, SMA Negeri 2 Bandung pindah ke Jl. Belitung No. 8 (saat ini digunakan oleh SMAN 3 dan SMAN 5 Kota Bandung). Pada awalnya SMA Negeri 2 Bandung disebut SMA B yang merupakan bagian dari AMS sie B atau eksakta yang mengutamakan pelajaran Matematika dan Fisika. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 1952 resmi berdiri SMA Negeri 2 Bandung. Pada tahun 1966, akibat dari bentrokan antara Pribumi dan etnis Tionghoa tahun 1963 di Bandung mengakibatkan terjadinya pergolakan fisik yang hebat dan
88
89
kampus sekolah Cina yang berada di Jalan Cihampelas direbut oleh para pejuang muda pribumi. Sejarah inilah kemudian yang mengawali berpindahnya SMA Negeri 2 Bandung dari Jalan Belitung ke Jalan Cihampelas sampai sekarang. Dalam perjalananya, SMA Negeri 2 Bandung telah beberapa kali dipercaya untuk membina persiapan pembentukan SMA Negeri baru di wilayah Kota Bandung, diantaranya adalah SMA Negeri 3, SMA Negeri 15, SMA Negeri 23, dan SMA Negeri 27 Bandung. Dalam kurun waktu yang sangat panjang ini, telah banyak nama Kepala Sekolah yang memimpin SMA 2 Bandung, yaitu sebagai berikut: 1) Thio Anio ( 1949-1951 ) 2) H. Djusar ( 1951 – 1952 ) 3) M. Entoem ( 1952 – 1965 ) 4) Drs. Singgih Wiraharja ( 1965, beberapa bulan ) 5) Drs. Ibnu Hadi ( 1965, PYMT ) 6) Drs. Sabar Bratakoesoemah ( 1965 – 1966 ) 7) Drs. Nana Kusnadi ( 1966, beberapa bulan karena meninggal ) 8) Drs. Ibnu Hadi ( 1966 – 1968, PYMT ) 9) Drs. Ibnu Hadi ( 1968-1974 ) 10) Drs. Ahmad hamid ( 1974-1982 ) 11) Drs. Dono Yusuf ( 1982-1987 ) 12) Drs. E. Mulyadi ( 1987-1990 ) 13) Drs. Ihot Muslihat ( 1990-1994 ) 14) H. Ena Sumpena, BA ( 1994-1999 )
90
15) Drs. Ruhaedi W ( 1999-2003 ) 16) Dra. Hj. Hasmiati (2003-2004, PLT) 17) Drs. Encang Iskandar, MPd ( 2004-sekarang )
2) Motto dan Visi Motto SMA Negeri 2 Bandung adalah beriman, berilmu, dan beramal. Sedangkan visi SMA Negeri 2 Bandung adalah menciptakan sekolah yang religius, unggul dalam prestasi, tanggap terhadap perkembangan IPTEK, dan santun dalam bersikap. Visi tersebut diturunkan menjadi misi sebagai berikut: 1.
Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Meningkatkan profesionalisme dan keteladanan dalam mencipakan lingkungan yang kondusif.
3.
Mengoptimalisasikan fasilitas sarana prasarana pendidikan dan nara sumber yang ada.
4.
Mengoptimalisasikan dalam pelayanan peserta didik dalam upaya mengantarkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
5.
Meningkatkan lingkungan yang bersih, nyaman, sejuk dan kekeluargaan antar warga.
3) Data tanah/bangunan Luas tahan SMA Negeri 2 Bandung adalah 20.915 m2. Dipakai untuk bangunan seluas 3.387.50 m2, lapangan olah raga seluas 13.070.50 m2. Dan sisanya berupa halaman sekolah seluas 4.457 m2.
91
4) Jumlah Rombongan Jumlah rombongan kelas di SMA Negeri 2 Bandung adalah 30 rombongan, yang terdiri dari kelas X dengan jumlah 10 rombongan. Kelas XI IPA 9 rombongan, Kelas XI IPS 8 rombongan, Kelas XII IPA 8 rombongan, dan Kelas XII IPS 2 rombongan.
5) Jumlah Siswa Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri 2 Bandung sebanyak 1246 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 372 orang. Kelas XI sebanyak 456 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA sebanyak 369 orang dan IPS sebanyak 87 orang. Kelas XII sebanyak 418 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA sebanyak 380 orang dan kelompok IPS sebanyak 38 orang.
6) Data Guru Jumlah guru di SMA Negeri 2 Bandung sebanyak delapan puluh tujuh orang. Sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
7) Data Karyawan Tenaga kerja bukan pengajar yang terdapat di SMA Negeri 2 Bandung terdiri dari satu orang Kepala Tata Usaha (TU) dibantu oleh tujuh orang staff. Dua orang pembantu TU, dan tujuh orang tenaga kerja TU honorer. Satu orang staff administrasi. Tiga orang staff Teknologi Informasi (TI). Tiga orang petugas
92
laboratorium honorer. Tiga belas orang petugas lapangan honorer. Satu orang kepala perpustakaan yang dibantu oleh satu orang staff. Dan empat orang petugas satuan pengamanan. Sehingga jumlah keseluruhan tenaga kerja non pengajar sebanyak empat puluh enam orang.
8) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang terdapat di SMA Negeri 2 Bandung terdiri dari tiga puluh ruang belajar dengan luas 1,850 M2. Satu ruang Kepala Sekolah dengan luas 42 m2. Satu ruang guru dengan luas 72 m2. Satu ruang Tata Usaha (TU) dengan luas 72 m2. Satu ruang Laboratorium Fisika atau Komputer dengan luas 115 m2. Satu ruang Laboratorium Kimia dengan luas 115 m2. Dua
ruang
Laboratorium Biologi dengan luas masing-masing 83.70 m2 dan 104 m2. Satu ruang perpustakaan dengan luas 178 m2. Satu ruang serba guna dengan luas 56 m2. Satu ruang penggandaan atau stensil dengan luas 56 m2. Satu ruang gudang dengan luas 56 m2. Satu ruang penjaga dengan luas 56 m2. Satu ruang Koperasi dengan luas 56 m2. Satu ruang Bimbingan Karir (BK) dengan luas 75 m2. Mesjid dua lantai dengan luas 584 m2. Sanggar Matematika dengan luas 21 m2. Satu ruang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan luas 56 m2.
Sanggar
Pramuka dengan luas 42 m2. Sanggar Paskibra dengan luas 42 m2. Sanggar PMR dengan luas 42 m2. Sanggar Patroli Keamanan Sekolah (PKS) dengan luas 42 m2. Sanggar Seni dengan luas 182 m2. Sanggar Koperasi Siswa (KOPSIS) dengan luas 28 m2. Sanggar Paskibra dengan luas 12 m2. Sanggar Senam dengan luas 422 m2. Satu Toilet Guru dengan luas 18 m2. Satu Toilet Kepala Sekolah dengan luas 4
93
m2. Tiga Toilet Siswa dengan luas masing-masing 12 m2. Lapangan Basket dengan luas 140 m2. Dua buah Lapangan Voli dengan luas masing-masing 56 m2. Taman dengan luas 16.700 m2.
9) Struktur organisasi Bagan 4.1 Struktur organisasi SMA Negeri 2 Bandung
b. SMA Negeri 11 Bandung 1) Sejarah Secara de facto SMAN ini sudah berdiri sejak tahun ajaran 1967/1968, dikukuhkan dengan Keputusan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 132/UKK/3219 tanggal 8 April 1968 dengan nama SMA XI Bandung, merupakan penegerian “kelas Jauh” yang semula menginduk kepada SMAN IV Bandung.
94
Pada awal berdirinya SMAN 11 Bandung berlokasi di Jalan Mohamad Toha Nomor 178, menempati sebuah bangunan darurat bekas pabrik Topi Laken. Pada tahun 1978, lokasinya dipindahkan ke jalan Hasan Akhsan dengan nama resmi SMAN 11 Bandung, yang kemudian mengalami beberapa kali perubahan, yaitu: 1. SMAN XI Bandung ( tanggal 8 April 1968 s.d. 31 Januari 1968 ) 2. SMAN Jalan Mohammad Toha 178/399 (tanggal 1 Januari 1968) 3. SMAN XI Bandung ( tanggal 1 Januari 1976 s.d. 31 Desember 1981) 4. SMAN II Bandung (tanggal 1 januari 1982) 5. SMAN II Bandung (tanggal 1 Januari 1996) 6. SMUN 11 Kota Bandung (tanggal 1 Januari 2004 ) Adapun selama berdirinya sekolah ini, terdapat beberapa Kepala Sekolah yang pernah menjabat, yaitu: 1. Tatang Kosasih
: 1966 - 1969
2. Mohammad Muchtar
: 1969 - 1970
3. Drs. Soetopo
: 1970 - 1972
4. Drs. Amarullah
: 1972 – 1978
5. Drs. Dono Yusuf
: 1978 – 1982
6. M.Komarudin
: 1982
7. Drs. R.A. Iskandar
: 1982-1983
8. Muharam
: 1983 – 1986
9. Drs. H. Sudian AS, S. H.
: 1986
10. Drs. Djadja K
: 1986-1990
95
11. H. Muhammad Anshar
: 1990 – 1994
12. Drs. M. Said Syamsudin
: 1994 – 1996
13. Drs. Ate subrata
: 1996
14. Drs. Iri Setiadi
: 1996 – 1998
15. Drs. H. Nana
: 1998
2) Visi dan Misi Sekolah 1. Visi Visi SMAN 11 Bandung adalah: “Membentuk insan SMAN 11 Bandung yang Religius, Unggul dan Inovatif”, visi tersebut berdasarkan pada Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 9, yang artinya “ Dan hendaknya takut Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang merka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” 2. Misi Sesuai dengan visi yang didasarkan pada kompetensi dari berbagai komponen yang dimiliki, rumusan misi SMAN 11 bandung adalah: “ALIMAN, SHOLIHAN, MUJAHIDAN”. Aliman artinya menguasai ilmu pengetahuan , teknologi dan keterampilan. Setiap insan SMAN 11 Bandung dituntut untuk senantiasa belajar guna menambah penguasaan pengetahuan dan teknologi serta keterampilan. Sholihan artinya berbudi pekerti luhur, patuh melaksanakan perintah agama, terciptanya budaya disiplin, dan tertib. Sejalan dengan upaya peningkatan intelektual quality melalui proses pembelajaran, kepribadian civitas
96
akademica SMAN 11 Bandung pun dibimbing melalui peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mujahidin artinya memiliki daya saing yang tinggi atau mampu berkompetisi dengan siswa lain, semangat menuntut ilmu, dan melaksanakan setiap aspek kewajibannya.
3) Jumlah Rombongan Jumlah rombongan di SMAN 11 Bandung adalah 27 rombongan belajar, terdiri dari kelas X sebanyak 9 rombongan, Kelas XI sebanyak 9 rombongan, dan kelas XII sebanyak 9 rombongan.
4) Jumlah Siswa Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri II Bandung sebanyak 1.156 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 350 orang. Kelas XI sebanyak 382 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA sebanyak 235 orang dan IPS sebanyak 147 orang. Kelas XII sebanyak 424 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA sebanyak 239 orang dan kelompok IPS sebanyak 185 orang.
5) Data Guru Di SMAN II Bandung terdapat 70 orang pengajar (guru), yang terdiri dari beberapa tanggungjawab mata pelajaran yang berbeda. Sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya
97
6) Sarana dan Prasarana Luas lahan yang dimiliki oleh SMAN 11 Bandung seluruhnya berjumlah 11.395 (sebelas ribu tiga ratus Sembilan puluh lima) meter persegi. Disekolah ini terdapat 25 bangunan, yaitu 28 ruang kelas dengan luas 1.054 m2., satu ruang laboratorium Fisika seluas 81 m2, satu ruang laboratorium Biologi dengan luas 81 m2, satu laboratorium Kimia yang disatukan dengan ruang laboratorium Biologi, satu ruangan laboratorium Komputer dengan luas 81 m2, satu laboratorium Bahasa dengan luas 90 m2. Satu ruang perpustakaan dengan luas 12 m2, satu ruang kesenian dengan luas ruangan 20 m2, satu ruang OSIS dengan luas 30 m2, satu Masjid dengan luas 192 m2, satu ruang Kepala Sekolah dengan luas ruangan 73 m2, satu ruang Guru Mata Pelajaran dengan luas 165 m2, satu ruang Guru BK dengan luas 72 m2, satu ruang Tata Usaha dengan luas 72 m2, satu ruang secretariat Ekstra kulikuler dengan luas 50 m2, satu raung bengkel seni dengan luas 21 m2, satu ruang koperasi siswa, satu ruang Kantin dengan luas 120 m2, satu ruang Olah Raga dengan luas 9 m2, satu ruang Komite Sekolah dengan luas 48 m2, empat ruang WC dengan luas 80 m2, satu ruang WC Guru dengan luas 18 m2, satu ruang Tempat parkir siswa dengan luas 150 m2, satu ruang Tempat parkir Guru dengan luas 83 m2, Satu ruang pos satpam dengan luas 9 m2, satu ruang alatalat kesenian dengan luas 16 m2, satu gudang dengan luas 64 m2, serta satu ruang serbaguna dan multimedia dengam luas 231 m2.
98
c. SMA Negeri 13 Bandung 1) Sejarah Sekolah Menengah Atas
Negeri 13 kota Bandung adalah salah satu
sekolah negeri yang sudah berdiri lebih dari 30 tahun. Kelahiran sekolah ini tercatat sejak tahun 1979. Lokasi sekolah ini berada di daerah Cimahi, tepatnya di jalan H. Akhsan No.23, Bandung Selatan. Pada tahun 2009 ini, sekolah akan meluluskan ALUMNI angkatan ke-28. Dengan kata lain, baik secara fisik maupun secara proses, SMA Negeri 13 kota Bandung sudah tergolong senior.
2) Jumlah Rombongan Jumlah rombongan belajar di SMAN 13 Bandung berubah-ubah, yaitu pada tahun 2004 s.d. 2005 berjumlah 27 rombongan belajar, dengan rincian kelas X berjumlah 9 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 9 rombongan belajar, dan kelas XII berjumlah 9 rombongan belajar; sedangkan pada tahun 2005 s.d. 2006 memiliki 26 rombongan belajar, yaitu kelas X berjumlah 8 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 9 rombongan belajar dan kelas XI berjumlah 9 rombongan belajar; pada tahun 2006 s.d. 2007 memiliki 25 rombongan belajar, yaitu kelas X berjumlah 8 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 8 rombongan belajar, dan kelas XII berjumlah 9 belajar; pada tahun 2007 s.d. 2008 berjumlah 24 rombongan belajar, yaitu kelas X berjumlah 8 rombongan belajar, kelas XI 8 rombongan belajar dan kelas XII 8 rombongan belajar; hingga akhirnya dari tahun 2008 s.d. 2009 berjumlah 24 rombongan belajar, yaitu kelas X berjumlah 8 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 8 kelas, dan kelas XII berjumlah 8 kelas.
99
3) Jumlah Siswa Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri 13 Bandung sebanyak 934 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 310 orang. Kelas XI sebanyak 316 orang, yang terbagi kedalam kelas IPA dan IPS. Kelas XII sebanyak 308 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA dan kelompok IPS.
4) Data Guru Di SMAN I3 Bandung terdapat 69 orang pengajar (guru), dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Jumlah guru tamatan D3 sebanyak 5 orang, sedangkan lususan S1 berjumlah 63 orang serta lulusan S2 berjumlah satu orang. dengan Sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya, adapun jumlah guru yang mengajar akan tetapi tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya berjumlah 13 orang, sedangkan sisanya 56 orang guru sudah sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
5) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasaranan yang dimiliki oleh SMAN 13 bandung terdiri atas beberapa jenis, yaitu 21 ruang kelas dengan luas 1271, 24 m2, satu ruang laboratorium Fisika dengan luas 126 m2, satu ruang laboratorium Kimia dengan luas 140 m2, satu ruang laboratorium Biologi yang berlokasi menyatu dengan laboratorium Kimia, satu ruangan laboratorium Komputer dengan luas ruangan 56 m2, satu ruang perpustakaan dengan luas ruangan 113 m2, satu ruangan OSIS
100
dengan luas ruangan 9,72 m2, satu ruangan koprasi dengan luas ruangan 49 m2, satu mesjid dengan luas 35 m2, dua ruang ekstrakulikuler dengan luas 12 m2, tiga ruang Kantin dengan luas 21 m2, satu ruang Guru dengan luas 120 m2, satu ruang Tata Usaha dengan luas ruangan 75, satu ruang kepala sekolah dengan luas ruangan 17 m2, satu ruang wakasek dengan luas ruangan 40 m2, satu ruang BK dengan luas ruangan 35 m2, lima ruang WC siswa dengan luas ruangan 10 m2, empat ruang WC siswi dengan luas ruangan 12 m2, tiga ruang WC Guru dengan luas ruangan 12 m2, satu Rumah caraka dengan luas ruangan 24 m2.
6) Potensi di lingkungan sekolah yang diharapkan mendukung program sekolah 1. Instansi/Lembaga/Perusahaan a. POLSEKTA Andir b. Kecamatan Andir c. Dinas Kesehatan d. Unjani, Unpas, dll. e. Media Surat Kabar, PR, dll. 2. Optimalisasi Pemberdayaan SDM a. Siswa Bidang olahraga meliputi ; Tajimalela, Karate, taekwondo, pencinta alam, bola basket, sepak bola, bola volley, Matras, KIR, Penggenar Mata Pelajaran Bidang Akademis meliputi ; Bahasa Inggris & Arab Komputer , dan IMTAQ Ekstrakurikuler ; DKM (MTSC), Paskibra, Theater, Pramuka b. Guru Aktif dalam kegiatan MGMP/MGP , Seminar dan Pelatihan / IHT Kegiatan sosialisasi KBK
101
Senantiasa mampu secara optimal mengarahkan siswa, mengubah sikap dan prilaku etika dan akhlakul-karimah ke arah lebih positif, serta secara aktif berinteraksi dengan orang tua siswa Mengintegrasikan nilai-nilai IMTAQ pada mata pelajaran lain dan menciptakan suasana kondusif Pengembangan Manajemen Pendidikan Pengembangan bahasa Sunda dan nilai-nilai seni c. Tata Usaha Mampu memberikan pelayanan maksimal, baik secara internal maupun eksternal Setiap saat siap melayani siswa, orangtua, Guru dan masyarakat Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan Mampu melayani “Stake holder” dengan semangat kekeluargaan dan profesional Berfikir maju dan kompetitif Pendidikan dan latihan komputer dengan target Disain Grafis yang diikuti oleh siswa, guru dan karyawan dengan cara bekerja sama dengan pihak/ instansi lain Mengikutsertakan siswa dalam berbagai lomba-lomba Mengadakan pemantapan Bahasa Asing Menyeimbangkan kemajuan IPTEK dengan nilai-nilai IMTAQ
d. SMA Negeri 21 Bandung Sekolah Menengah Atas
Negeri 21 kota Bandung, adalah salah satu
sekolah yang memiliki lokasi sekolah yang berada di daerah Cimahi, tepatnya di jalan Rancasawo- Manjahlega. 1) Jumlah Rombongan Jumlah rombongan belajar di sekolah ini berubah- ubah, dimulai pada tahun 2000 s.d. 2001 berjumlah 22 rombongan belajar, yaitu jumlah kelas X
102
adalah 7 rombongan belajar, kelas XI 8 rombongan belajar dan kelas XII sejumlah 7 rombongan belajar. Ditahun 2001 s.d. 2002 berjumlah 23 rombongan belajar, yaitu kelas X sejumlah 8 rombongan belajar, kelas XI berjumlah 7 rombongan belajar, dan kelas XII berjumlah 8 rombongan belajar. Sedangkan ditahun 2002 s.d. 2003 berjumlah 21 rombongan belajar, dengan kelas X sejumlah 6 rombongan belajar, kelas XI sejumlah 8 rombongan belajar dan kelas XII sejumalah 7 rombongan belajar.
2) Jumlah Siswa Jumlah siswa secara keseluruhan di SMA Negeri 21 Bandung sebanyak 812 orang. Terdiri dari kelas X sebanyak 236 orang. Kelas XI sebanyak 316 orang, yang terbagi kedalam kelas IPA dan IPS. Kelas XII sebanyak 260 orang yang terbagi kedalam kelompok IPA dan kelompok IPS.
3) Data Guru Di SMAN 21 Bandung terdapat 54 orang pengajar (guru), dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Jumlah guru tamatan D3 sebanyak 1 orang, sedangkan lususan S1 berjumlah 52 orang serta lulusan S2 berjumlah 1 orang. Dengan Sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
103
4) Sarana dan Prasarana Di SMAN 21 Bandung ini, terdapat lima jenis bangunan, yaitu 21 ruangan kelas dengan luas ruangan 128 m2,
satu buah ruangan laboratorium Ilmu
Pengetahuan Alam dengan luas ruangan 81 m2, satu ruang perpustakaan dengan luas ruangan 81 m2, satu ruang OSIS dengan luas ruangan 24 m2, serta satu ruang ibadah dengan luas 80 m2. Dimana semua jenis ruangan tersebut berada dalam kondisi bangunan yang baik.
5) Potensi di lingkungan sekolah yang diharapkan mendukung program sekolah. 1. Faktor Internal : a. Bebas dari asap rokok. b. Jauh dari jalan raya, sehingga dalam belajar siswa tidak bising. c. Siswa nyaman, aman dalam belajar karena lingkungan sekitar teduh. d. Lingkungan sekolah jauh dari polusi pabrik. e. Menghasilkan lulusan yang berkepribadian luhur, amenguasai iptek yang didasarai dengan imtaq f. Lulusan mampu bersaing masuk Perguruan Tinggi yang terkemuka. g. Guru yang berpenagalaman dan berizajah berkelayakan. h. Seluruh personel yang meiliki daya kerja dan dedikasi tinggi. i. Disiplin guru, karyawan dan siswa yang tinggi. j. Tenaga Tata Usaha yang berpengalaman.
104
k. Budaya kekeluargaan kelauarga besar SMA Negeri 21 Bandung terjalin dengan baik. l. Potensi dan prestasi siswa dalam kegiatan intra kurikuler dan ekstrakurikuler sangat tinggi. 2. Faktor Ekstranal : a. Kepercayaan masyarakat/ orangtua yang besar. b. Partisipasi alumni yang tinggi terhadap kemajauan dan perkembangan sekolah c. Peran serta perusahaan swasta. d. Partisipasi instransi terkait.
B. Deskripsi Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti membagikan angket kepada siswa SMAN di Kota Bandung. Siswa dari setiap sekolah diwakili oleh dua kelas, yaitu: kelas XD dan XI IPA-4 untuk SMAN 2 Bandung (cluster satu); X-8 dan XI IPA 6 untuk SMAN 11 Bandung (cluster 2); kelas X-I dan XI IPS 3 untuk SMAN 13 Bandung (cluster 3); kelas X-2 dan XI IPA 1 untuk SMAN 21 Bandung (cluster 4). Hasil penyebaran angket tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pengembangkan isi Pendidikan Kewarganegaraan di setiap cluster SMAN di Kota Bandung. Untuk
mengetahui
bagaimana
pengembangan
isi
pendidikan
kewarganegaraan pada setiap cluster SMAN di kota bandung, dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya adalah penekanana guru terhadap aspek materi
105
PKn, penerimaan siswa (reciving), respon siswa terhadap materi (responding), penilaian (valuing), serta dampak yang ditimbulkan dalam membentuk karakter siswa (caracterizing). Hal tersebut dapat terlihat pada tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.6. Tabel IV.1 Penekanan aspek materi PKn saat pembelajaran Pertanyaan
Apa yang paling sering kalian dapatkan saat pembelajaran PKn?
Jumlah
Jawaban Cluster 1 12,1%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 12,5% 5,2%
Cluster 4 20%
a.
Hapalan konsepkonsep saja
b.
Hafalan teori-teori saja
3%
22,2%
17,2%
24,1%
c.
Mendengarkan ceritacerita yang berkaitan dengan materi
66,7%
29,2%
70,7%
23,1%
d.
pelaksanaan diskusi kelas
18,2%
36,1%
6,9%
30,8%
100%
100%
100%
98%
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan materi PKn di sekolah masih menekankan pada penguasaan hafalan saja (knowledge based), yaitu berupa hafalan konsep-konsep dan teori-teori. Sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan materi PKn telah dibelajarkan pada tataran nilai-nilai (value based), dimana saat pemebelajaran PKn guru sering memberikan cerita-cerita yang berkaitan dengan materi serta melaksanakan diskusi kelas. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan penekanan materi PKn pada penguasaan hafalan, paling tinggi berada di cluster 4 (44,1%), kemudian disusul oleh cluster 2 (34,7%), cluster 3 (22,4%) dan cluster 1 (15,1%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan penekanan materi PKn pada tataran nilai-nilai, paling tinggi berada pada cluster 1
106
(84,9%), kemudian disusul oleh cluster 3 (77,6%), cluster 2 (65,3%) dan cluster 4 (53,9%). Pada cluster 1, kecenderungan penekanan yang dilakukan oleh guru terhadap isi Pendidikan Kewarganegaraan, tidak hanya pada tataran kognitif akan tetapi penekanan juga dilakukan pada tataran nilai-nilai (afektif). Hal tersebut dapat diketahui dari jawaban sebagian besar responden (84,9%) yang menyatakan bahwa hal yang paling sering didapatkan selama pembelajaran PKn selain ceritacerita yang berkaitan dengan materi (66,7%) juga diskusi kelas (18,2%). Dari tabel pula dapat diketahui bahwa cluster ini, memiliki kecenderungan jumlah persentase paling tinggi diantara cluster lainnya. Sedangkan sisanya (15,1% responden), menyatakan bahwa hal yang paling sering didapatkan selama pembelajaran PKn ialah konsep-konsep (12,1%) serta teori saja (3%). Kecenderungan penekanan isi materi PKn pada cluster 2 pun dilaksanakan tidak hanya pada ranah kognitif akan tetapi sudah mengarah pada ranah afektif, hal tersebut dapat dilihat dari 65,3% responden yang menyatakan bahwa hal yang paling sering didapatkan saat pembelajaran PKn selain mendengarkan cerita-cerita yang berkaitan dengan materi (29,2%) juga pelaksanaan diskusi kelas (36,1%). Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum maksimum, cluster 2 memiliki jumlah persentase yang lebih rendah dari cluster 3 dan 1, akan tetapi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan cluster 4. Pada cluster 3 dan 4, penekanan isi materi PKn cenderung bergeser, tidak hanya pada ranah kognitif akan tetapi sudah dibelajarkan pada ranah afektif pula. Hal ini dapat terlihat, baik pada cluster 3 maupun cluster 4, sebagian besar
107
responden
menyatakan bahwa hal yang paling sering didapatkan saat
pembelajaran PKn selain mendengarkan cerita-cerita yang berkaitan dengan materi (37,9% pada cluster 3 dan 23,1% pada cluster 4) juga pelaksanaan diskusi kelas (41,4% pada cluster 3 dan 24,6% pada cluster 4). Pada kontinum maksimum, apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, jumlah persentase pada cluster 3, lebih tinggi dari cluster 2 dan cluster 4. Sedangkan cluster 4 sendiri apabila dibandingkan dengan semua cluster lainnya menduduki urutan paling rendah. Tabel IV.2 Penekanan guru saat memberkan materi System Politik Indonesia Pertanyaan
Apa yang paling sering disampaikan oleh guru saat memberikan materi sistem politik Indonesia?
Jawaban
a.
b.
c.
d.
Guru menyampaikan konsepkonsep sistem politik Indonesia saja Guru menyampaikan teoriteori sistem politik Indonesia saja Selain konsep dan teori, guru memberikan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi Selain konsep dan teori, guru menyampaikan contoh studi kasus untuk dianalisis
Jumlah
Option a dan b, adalah option
Cluster 1 18,2%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 16,7% 10,3%
Cluster 4 7,6%
15,2%
29,2%
10,3%
23,1%
25,8%
33,3%
37,9%
23,1%
40,9%
20,8%
41,4%
24,6%
100%
100%
100%
78,4%
yang menggambarkan materi PKn di
sekolah masih menekankan pada penguasaan pengertian atau pemahaman (knowledge based), dimana saat menyampaikan materi system politik Indonesia, hal yang paling sering diberikan oleh guru ialah konsep- konsep serta teoriteorinya saja. sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan materi PKn telah dibelajarkan pada tataran nilai-nilai (value based), dimana
108
selama guru menyampaikan materi system politik Indonesia, selain konsep dan teori guru juga sering memberikan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi serta memberikan contoh-contoh studi kasus untuk dianalisis oleh siswa. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa cluster 2 memiliki kecenderungan
penekanan materi PKn pada penguasaan pengertian atau
pemahaman paling tinggi (45,9%), kemudian disusul oleh cluster 1 (33,4%), cluster 4 (30,7%) dan cluster 3 (20,6%). Sedangkan SMAN yang memiliki kecenderungan penekanan materi PKn selain pada penguasaan pengeritan dan pemahaman juga pada penguasaan nilai-nilai, paling tinggi berada pada cluster 3 (79,3%), kemudian disusul oleh cluster 1 (61,7%), cluster 2 (54,1%) dan 4 (47,7%). Penekanan guru saat penyampaian materi sistem politik tidak berbeda jauh hasilnya dengan penekanan materi selama pembelajaran PKn berlangsung (jumlah persentase pada tabel 1). Dimana pada cluster 1,2, dan 3, sebagian besar responden, menyatkan bahwa selama menyampaikan materi PKN, (dalam hal ini peneliti mengangkat materi system politik Indonesia), guru tidak hanya menekankan penguasaan pengertian dan pemahaman, akan tetapi, penekanan dilakukan juga terhadap penguasaan nilai-nilai siswa. Pada cluster 1 lebih dari sebagian responden (61,7%) menyatakan bahwa saat guru menyampaikan materi sisterm politik indonesia, selain konsep dan teori, guru juga memberikan gambargambar serta contoh- contoh kasus yang berkaitan dengan materi (25,%) untuk kemudian dianalisis oleh siswa(40,9%) . Walaupun apabila dibandingkan dengan cluster yang lain, jumlah persentase pada cluster ini di titik maksimum lebih kecil
109
dari pada cluster 3 akan tetapi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan cluster 2 dan 4. Sama halnya dengan cluster 1, dua cluster berikutnya (cluster 2 dan cluster 3), sebagian besar respondennya menyatakan bahwa saat menyampaikan materi sistem politik, selain konsep dan teori, guru juga memberikan gambar-gambar serta
contoh- contoh kasus yang berkaitan dengan materi untuk kemudian
dianalisis oleh siswa. Akantetapi apabila dibandingkan secara keseluruhan, jumlah persentase pada cluster 3 lebih tinggi dibandiingkan dengan cluster 2. Begitupula dengan cluster lainnya, cluster 3 memiliki kecenderungan kearah value based paling tinggi, sedangkan cluster 2 sendiri lebih tinggi dari pada cluster 4 dan lebih rendah apabila dibandingkan dengan cluster 1. Dari tabel IV. 2 di atas, dapat diketahui pula bahwa pada titik maksimum, jumlah persentase cluster 4 berada pada urutan paling bawah dibandingkan dengan cluster lainnya. Apabila kita lihat pada tabel tersebut, masih terdapat banyak responden yang tidak memberikan jawabannya pada pertanyaan ini, yaitu hanya 78,4% responden yang memberikan, sedangkan sisanya (21,6%) tidak memberikan jawabannya. Dari hasil wawancara dengan siswa pada kelas X, dapat diketahui bahwa siswa kesulitan dan bingung untuk memilih option yang peneliti berikan, dikarnakan guru jarang sekali masuk kelas, jarang sekali guru memberikan atau menjelaskan materi, yang sering dilakukan hanyalah diskusi.
110
Tabel IV.3 Gambaran penerimaan siswa (receiving) terhadap materi system Politik Indonesia Pertanyaan
Apa yang kalian dapatkan setelah mengikuti materi sistem politik Indonesia?
Jawaban
a. Memahami konsep-konsep yang ada dalam materi tersebut b. Selain konsep, juga memahami teori-teori yang ada dalam materi tersebut c. Selan konsep dan teori, juga faham akan fenomenafenomena yang muncul didalamnya d. Selain konsep dan teori, juga mampu untuk menganalisis permasalahan yang ada dalam materi tersebut.
Jumlah
Cluster 1 31,8%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 34,7% 12,1%
Cluster 4 43,1%
27,3%
26,4%
17,2%
12,3%
36,4%
27,8%
46,6%
1,4%
4,5%
11,1%
24,2%
36,9%
100%
100%
100%
93,7%
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan penerimaan siswa (receiving) terhadap materi PKn yang telah disampaikan di sekolah masih rendah, karena penerimaannya hanya berdampak pada penguasaan hafalan atau pemahaman konsep serta teori saja(knowledge based), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan penerimaan siswa terhadap materi PKn tidak hanya pada tataran hafalan saja, akan tatapi telah mampu untuk mengikuti dengan penuh perhatian akan fenomena yang muncul kemudian menganaisis hal tersebut (value based). Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang
memiliki
kecenderungan penerimaan siswa (receiving) rendah terhadap materi PKn, paling tinggi berada pada cluster 2 (61,1%), kemudian disusul oleh cluster 1 (59,1%), cluster 4 (55,4%), dan cluster 3 (29,3%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan penerimaan paling tinggi terhadap
materi PKn,
berada pada
111
cluster 3 (70,7%), kemudian disusul oleh cluster 1 (40,9%), cluster 2 (38,9%) dan cluster 4 (38,3%). Pada cluster 1, penerimaan siswa (receiving)
atas materi yang telah
disampaikan oleh guru masih rendah apabila dibandingkan dengan cluster 3, hal ini dapat dilihat dari jawaban yang diberikan oleh 59,1% responden, dimana hal yang didapat oleh siswa setelah mengikuti materi system politik Indonesia, hanya pemahaman terhadap konsep-konsep (31,8%) serta teori-teori saja (27,3%). Walaupun sebagian dari responden (40,9%) menyatakan bahwa setelah mengikuti materi system politik Indonesia, selain memahami konsep dan teorinya, juga faham akan fenomena-fenomena yang muncul serta mampu untuk menganalisis permasalahan yang terdapat dalam materi tersebut. Pada cluster 3, kecenderungan penerimaan (Receiving) siswa terhadap materi sistem politik indonesia, tidak hanya pada tataran hafalan (konsep dan teori) saja, akan tatapi telah mampu menggerakan siswa untuk mengikuti dengan penuh perhatian atas apa yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut dapat diketahui dari 70,7% responden yang menyatakan bahwa yang didapatkan oleh siswa setelah mengikuti materi system politik Indonesia, selain memahami konsep dan teorinya, juga faham akan fenomena-fenomena yang muncul serta mampu untuk menganalisis permasalahan yang terdapat dalam materi tersebut. Dan apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, cluster ini menempati jumlah persentase tertinggi. Adapun sebagian responden (29,3%), menggambarkan bahwa penerimaan siswa terhadap materi PKn yang telah disampaikan di sekolah
112
masih rendah, karena penerimaannya hanya berdampak pada penguasaan hafalan atau pemahaman. Pada tabel IV.3, dapat terlihat bahwa pada titik minimum, kecenderungan penerimaan siswa (Receiving) pada cluser 2 paling rendah apabila dibandingkan dengan tiga cluster lainnya, hal ini dapat dilihat dari jawaban yang diberikan oleh 61,1% responden yang menyatakan bahwa hal yang didapat setelah mengikuti materi system politik Indonesia hanya pemahaman terhadap konsep-konsep serta teori-teori saja. Sedangakan pada titik maksimum cluster ini memiliki jumlah persentase yang lebih baik apabila dibandingkan dengan cluster 4. Pada cluster 4 sendiri, kecenderungan penerimaan siswa (receiving) terhadap materi PKn yang telah disampaikan di sekolah masih rendah apabila dibandingkan dengan cluster 1 dan 3, karena penerimaannya hanya berdampak pada penguasaan hafalan atau pemahaman, hal tersebut dapat dilihat pada tabel IV.3, dimana 55,4% responden menyatakan bahwa setelah mengikuti materi system politik Indonesia, hal yang paling banyak didapat oleh siswa adalah mampu memahami konsep – konsep serta teori-teori yang ada pada materi tersebut. sedangkan sebagian responden (38,3%) menggambarkan penerimaan yang tinggi terhadap materi PKn, akan tetapi untuk pernyataan ini, apabila kita bandingkan dengan berapa cluster lainnya, cluster ini, menduduki urutan yang paling rendah.
113
Tabel IV.4 Gambaran respon siswa (responding) terhadap penyampaian materi Sistem Politik Indonesia Pertanyaan
Setelah mendapatkan materi sistem politik Indonesia, bagaimana respon kalian terhadap materi tersebut?
Jawaban
a. respon biasa saja b. membahas teori-teori yang berkaitan dengan materi tersebut dengan teman-teman c. Setelah membahas teori, diteruskan pada diskusi bersama teman yang lain d. Setelah membahas teori, diteruskan pada pemahaman fenomena-fenomena yang muncul dalam system politik indonesia.
Jumlah
Option a dan b, adalah option
Cluster 1 51,5% 6,1%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 54,2% 27,6% 6,9% 8,6%
Cluster 4 62,1% 15,4%
16,7%
11,1%
6,9%
7,6%
27,3%
27,8%
56,9%
13,5%
100%
100%
100%
100%
yang menggambarkan respon siswa
(responding) rendah terhadap materi PKn (knowledge based), karena respon yang ditimbulkan belum mampu menggerakan siswa untuk berpartisipasi aktif, sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan respon siswa terhadap materi PKn sudah baik, karena dampak yang dihasilkan setelah pembelajarn PKn, telah mampu untuk menggerakan siswa berpartisipasi aktif, dimana setelah membahas teori siswa meneruskan pada pemehaman akan fenomena-fenomena yang muncul kemudian melakukan diskusi bersama(value based). Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang
memiliki
kecenderungan respon siswa (responding) rendah terhadap materi PKn, paling tinggi berada pada cluster 4 (77,5%), kemudian disusul oleh cluster 2 (61,1%), cluster 1 (57,6%) dan cluster 3 (36,2%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan respon siswa tinggi terhadap materi PKn, paling tinggi berada
114
pada cluster 3 (63,8 %), kemudian disusul oleh cluster 1 (44%), cluster 2 (38,9%), dan terakhir cluster 4 (21,1%). Pada cluster 1 kecenderungan respon siswa (responding) terhadap materi yang disampaikan oleh guru masih rendah, hal ini terlihat dari sebagaian besar responden (51,6%) yang menyatakan respon biasa-biasa saja, kalaupun ada keinginan untuk berdiskusi dangan teman, hal yang dibahas hanya pada tataran konsep-konsep yang ada (6,1%). Pada kontinum minimum, bila dibandingkan dengan cluster lainnya, jumlah persentase pada cluster ini, berada dibawah cluster 4 dan cluster 2, serta berada diatas cluster 3. Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 2, respon siswa (responding) terhadap materi yang telah disampaikan masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan cluster 1 dan cluster 3, dimana sebagaian besar responden (61,1%) pada cluster ini, mengungkapkan respon yang ditimbulkan setelah mengikuti materi system politik Indonesia adalah biasa-biasa saja (54,2%), kalaupun ada keinginan untuk berdiskusi dangan teman, hal yang dibahas hanya pada tataran konsep-konsep yang ada (6,9%). Apabila dilihat serta dibandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum minimum, cluster ini memiliki jumlah persentasi yang lebih rendah dibandingkan dengan cluster 4, serta lebih tinggi dibandingkan dengan cluster 1 dan 3. Berbeda halnya dengan dua cluster di atas (cluster 1 dan 2) kecenderungan respon siswa (Responding) terhadap materi PKn sudah lebih baik apabila dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 1, 2 dan 4), hal ini dapat terlihatdari lebih dari 63,8% responden yang menyatakan bahwa setelah
115
penyampaian materi PKn, timbulnya keinginan dari siswa untuk berpartisipasi aktif
dalam mengikuti diskusi dan meneruskan pada pembahasan tentang
fenomens-fenomena yang muncul dalam materi tersebut bersama teman-teman. Dan apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, pada titik maksimum, cluster ini berada pada urutan paling tinggi. Sedangkan pada cluster 4, respon yang ditimbulkan cenderung rendah. Lebih dari setengah responden (77,5%), menyatakan respon yang ditimbulkan setelah mengikuti materi system politik Indonesia adalah biasa-biasa saja (62,1%), kalaupun ada keinginan untuk berdiskusi dangan teman, hal yang dibahas hanya pada tataran konsep-konsep yang ada (15,4%). Apabila dibandingkan dengan tiga cluster lainnya, cluster ini, memiliki jumlah persentase tertinggi pada kontinum minimum. Yang berarti, respon siswa terhadap materi PKn yang telah disampaikan pada cluster ini paling buruk dibandingkan dengan tiga cluster lainnya Tabel IV.5 Gambaran dampak penyampaian materi Sistem politik Indonesia terhadap kemampuan mengkaji serta menilai siswa (valueing). Pertanyaan
Saat kelas melaksanakan diskusi tentang permasalahanpermasalahan yang terdapat sistem politik Indonesia saat ini. Apa yang paling sering kalian lakukan? Jumlah
Jawaban
a. Kurang memperhatikan, karena tidak suka dengan diskusi b. Mendengarkan argumen dari teman-teman c. Ikut bergabung untuk menyampaikan pendapat dan bertanya d. Selain menyampaikan pendapat, disertai dengan pernyataan sikap pribadi.
Cluster 1 7,6%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 5,5% 0%
Cluster 4 6,1%
45,5%
44,4%
15.5%
30,8%
34,8%
27,8%
58,6%
50,8%
12,1%
22,2%
25,9%
12,3%
100%
100%
100%
100%
116
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan penyampaian materi PKn di sekolah belum mampu menimbulkan kemauan untuk mengkaji
serta
menilai (valueing) suatu permasalahan yang timbul (knowledge based), hal ini terlihat dari sikap siswa yang kurang memperhatikan diskusi, dan kalaupun memperhatikan hanya untuk mendengarkan argument yang disampaikan oleh temen-temannya. Sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa penyampaian materi PKn disekolah telah mampu mengajak siswa menggunakan pengetahuannya untuk mengkaji dan membandingkan serta menilai permasalahan yang ada, hal ini dapat terlihat dari adanya kemauan dari siswa untuk bergabung saat diskusi dengan aktif mengemukakan pendapat dan menyampaikan sikap pribadinya (value based). Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa sekolah yang
memiliki
kecenderungan “Dalam penyampaian materi PKn belum mampu menimbulkan kemauan siswa untuk mengkaji serta menilai (valueing)”, paling tinggi berada pada cluster 1 (53,1%), kemudian disusul oleh cluster 2 (49,9%), cluster 4 (36,9%) dan cluster 3 (15,3%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “ Dalam penyampaian materi PKn disekolah telah mampu mengajak siswa menggunakan pengetahuannya untuk mengkaji dan membandingkan serta menilai permasalahan yang ada”, paling tinggi berada pada cluster 3 (84,5%), kemudian disusul oleh cluster 4 (63,1%), cluster 2 (50%) dan cluster 1 (46,9%). Pada cluster 1, sebagian besar responden menyatakan bahwa guru belum mampu untuk mengajak siswa menggunakan pengetahuannya dalam mengkaji dan membandingkan serta menilai permasalahan yang ada, hal tersebut dapat
117
terlihat dari 54,3% responden yang mengungkapkan bahwa hal yang paling sering dilakukan siswa selama diskusi, cenderung mendengarkan argument dari teman-temannya (45,1%), serta sebagian lagi menyatakan ketidaksukaannya akan kegiatan diskusi tersebut (7,6). Jumlah persentase pada kontinum minimum menduduki urutan tertinggi, apabila dibandingkan dengan tiga cluster lainnya. Pada cluster 2, 3 dan 4 sebagian besar siswa menyatakan bahwa guru telah mampu mengajak siswa untuk menggunakan pengetahuannya dalam mengkaji dan membandingkan serta menilai (Valueing) permasalahan yang ada, hal tersebut dapat dilihat pada cluster 2, dimana setengah jumlah respondennya (50%), menyatakan bahwa saat diskusi berlangsung, hal yang biasa dilakukan ialah ikut berpatisipasi dalam menyampaikan pendapat, bertanya juga menyatakan sikap pribadi. Sedangakan sebagian dari responden pada cluster ini (49,9%), menyatakan bahwa penyampaian materi PKn di sekolah belum mampu menimbulkan kemauan untuk mengkaji serta menilai. Sama halnya dengan cluster 2, pada cluster 3 dan cluster 4, guru telah mampu mengajak siswa untuk menggunakan pengetahuannya dalam mengkaji dan membandingkan serta menilai (Valueing) permasalahan yang ada. Hal tersebut dapat terlihat dari 84,5% responden (cluster 3) dan 63,1% (cluster 4), mengungkapkan bahwa setelah mengikuti materi tentang system politik, selain konsep dan teori, siswa juga faham akan fenomena-fenomena serta mampu untuk menganalisis permasalahan yang muncul dalam materi tersebut. Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum maksimum, cluster 3
118
menempati posisi tertinggi. Sedangkan cluster 4, berada dibawah cluster 3, dan berada diatas cluster 1 dan 2. Tabel IV.6 Dampak penyampaian materi Sistem Politik Indonesia terhadap pembentukan sikap (characterizing) atau prinsip bagi siswa Pertanyaan
Dalam pelaksanaannya, banyak kecurangan yang terjadi dalam sistem poltik negara kita, misalkan banyak terjadi politik uang, KKN dan sebagainya. Atas kejadian tersebut, bagaimana respon kalian?
Jawaban
a. Mecoba untuk lebih memahami masalah tersebut. b. Menyarankan kepada pemerintah untuk memberantas tindakan tersebut dengan tegas c. Secara pribadi menolak secara tegas hal tersebut dan tidak akan melakukannya. d. Menanamkan dalam diri, bahwa hal tersebut adalah salah, dan harus ditinggalkan
Jumlah
Cluster 1 19,7%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 8,3% 6,9%
Cluster 4 15,4%
16,7%
12,5%
12,1%
26,2%
25,8%
15,3%
10,3%
10,8%
37,9%
63,9%
70,7%
47,7%
100%
100%
100%
100%
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan bahwa dampak dari penyampaian materi PKn atas masalah-malsalah yang muncul, belum mampu membentuk suatu sikap (characterizing) atau prinsip bagi siswa (knowledge based), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan dampak dari penyampaian materi PKn telah mampu untuk mengarahkan siswa agar memiliki sikap atau kepribadian, hal ini dapat terlihat dari pernyataan pribadi siswa untuk menolak tindakan tersebut serta menanamkan dalam dirinya untuk tidak melakukan hal tersebut (value based). Dari tabel di atas, dapat dilihat kecenderungan sekolah yang belum mampu memberikan dampak pembentukan suatu sikap (characterizing) atau prinsip bagi siswa, paling tinggi berada pada cluster 4 (41,6%), kemudian disusul oleh cluster
119
1 (36,4%), cluster 2 (20,8%) dan cluster 3 (19%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan telah mampu untuk mengarahkan siswa agar memiliki sikap atau kepribadian, paling tinggi berada pada cluster 3 (81%), kemudian disusul oleh cluster 2 (79,2%), cluster 1 (63,7%) dan cluster 4 (58,5%). Dalam penyampaian materi PKn disekolah telah mampu mengajak siswa menggunakan pengetahuannya untuk mengkaji dan membandingkan serta menilai permasalahan yang ada”, paling tinggi berada pada cluster 3 (84,5%) Pada cluster 1, dampak penyampaian materi PKn, cenderung telah mampu mengarahkan siswa untuk memiliki sikap atau kepribadian, hal tersebut terlihat dari sekitar 63,7% responden menyatakan sikapnya untuk menolak secara tegas pelaksanaan KKN, kemudian menanamkan dalam diri masing-masing bahwa hal tersebut adalah salah, dan harus ditinggalkan. Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum maksimum, jumlah persentase cluster ini berada dibawah cluster 3 dan 2, serta berada diatas cluster 4. Sedangkan 36,4% responden lainnya menggambarkan dampak dari penyampaian materi PKn atas masalah-malsalah yang muncul, belum mampu membentuk suatu sikap atau prinsip bagi siswa. Sama halnya dengan cluster 1, pada tiga cluster lainnya yiatu cluster 2, 3 dan 4, dampak yang ditimbulkan dari penyampaian materi PKn, cenderung telah mampu
mengarahkan
siswa
untuk
memiliki
sikap
atau
kepribadian
(Characterizing), hal ini dapat terlihat dari 79,2% responden (pada cluster 2), 81% responden (pada cluster 3) dan 58,5% responden (pada cluster 4), yang menyatakan sikapnya untuk menolak secara tegas pelaksanaan KKN, kemudian
120
menanamkan dalam diri masing-masing bahwa hal tersebut adalah salah, dan harus ditinggalkan. Apabila dibandingakan pada titik maksimum, cluster 3 menempati urutan tertinggi diantara semua cluster yang ada, cluster 2 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 1 dan 4). Dan cluster 4 selalu pada posisinya, yaitu berada pada urutan paling bawah.
2. Pencapaian
visi
dan
misi
Pendidikan
Kewarganegaraan
untuk
membentuk Warga Negara yang baik dan cerdas pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung. Untuk mengetahui bagaimana pencapaian visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk Warga Negara yang baik dan cerdas pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung, dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya adalah cakupan materi ajar PKn yang, materi ajar PKn, gambaran pengaturan posisi duduk siswa, dan posisi duduk guru saat pembelajaran PKn berlangsung. Tabel IV.7 Cakupan materi ajar PKn yang paling sering disampaikan guru Pertanyaan
Cakupan materi yang paling sering disampaikan oleh guru adalah…
Jumlah
Jawaban
a. Apa yang ada dalam Buku paket b. Apa yang ada dalam Buku paket dan LKS c. Selain dari Buku paket dan LKS, juga dikaitkan dengan mata pelajaran lainnya, seperti agama, sosiologi, geografi, ekonomi dan mata pelajaran lain yang relevan. d. Selain dari buku paket dan LKS, juga diambil dari nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat
Cluster 1 28,9% 12,1%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 5,5% 1,7% 45,8% 20,7%
Cluster 4 40% 47,7%
15,1%
6,9%
32,8%
3,1%
43,9%
41,8%
44,8%
9,2%
100%
100%
100%
100%
121
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan cakupan materi ajar PKn, masih terpaku pada buku paket dan LKS saja (exclusive), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan cakupan materi ajar PKn tidak hanya terpaku pada buku paket PKn dan LKS, akan tetapi dikaitkan dengan mata pelajaran lain (pada rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilainilai yang ada dan berkembang dalam masyarakat (inclusive). Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “ Cakupan materi ajar PKn, masih terpaku pada buku paket dan LKS saja”, paling tinggi berada pada cluster 4 (87,7%), kemudian disusul oleh cluster 2 (51,3%), cluster 1 (41 %) dan cluster 3 (22,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Cakupan materi ajar PKn tidak hanya terpaku pada buku paket dan LKS, akan tetapi dikaitkan dengan mata pelajaran lain (pada rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam masyarakat”, paling tinggi berada pada cluster 3 (77,6%), kemudian disusul oleh cluster 1 (59%) , cluster 2 (48,7%) dan cluster 4 (12,3%). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada cluster 1, 59% responden menyatakan bahwa cakupan bahan ajar PKn tidak hanya diambil dari buku paket PKn dan LKS, akan tetapi diambil serta dikaitkan pula dengan mata pelajaran lain (pada rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan sebagian responden lainnya (41%), mengungkapkan bahwa cakupan bahan ajar PKn, masih terpaku pada buku paket dan LKS saja.
122
Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 3 sebagian besar responden (77,6%) menyatakan bahwa cakupan bahan ajar PKn tidak hanya terpaku pada buku paket PKn dan LKS, akan tetapi dikaitkan dengan mata pelajaran lain (pada rumpun sosial) bahkan telah mampu dikaitkan dengan nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Jumlah persentase tersebut, apabila dibandingkan dengan cluster lainnya (cluster 1,2 dan 4) menempati urutan tertinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan FS, muatan yang biasa diberikan oleh guru saat pembelajaran PKn, terdiri atas materi yang dilengkapi dengan contohcontohnya. Selain itu, guru juga sering mengaitkan dengan muatan moral-moral yang ada dalam masyarakat. Biasanya guru sering mengaitkan dengan mata pelajaran Sosiologi dan Ekonomi , sedangkan Agama, Geografi, dan Sejarah tidak pernah dikaitkan. Kemudian guru juga sering mengaitkan materi ajar dengan isuisu global saat ini, contohnya tentang debat capres. Berbeda keadaannya dengan cluster cluster 2 dan cluster 4, pada kedua cluster ini, cakupan bahan ajaran PKn, cenderung masih terpaku pada buku paket dan LKS saja, hal ini dapat diketahui dari sebahagian besar responden yaitu 51,3% (pada cluster 2) dan 87,7% (pada cluster 4) menyatakan hal tersebut. Dari hasil wawancara dengan GU1 (pada cluster 2), saat GU 1 menyampaian materi PKn, terkadang mengaitkan dengan mata pelajaran yang lain, hal ini tergantung pada materi yang akan dibelajarakan pada siswa, apabila materinya bersinergi dengan mata pelajaran lainnya, maka biasanya akan dikaitkan. Mata pelajaran lain yang sering dikaitkan dengan mata pelajaran PKn ialah Sosiologi dan ekonomi, sedangkan mata pelajaran Agama dan Geografi jarang disinggung.
123
Dari hasil wawancara dengan MA dan AR (siswa kelas X) dapat diketahui bahwa pada cluster 4, materi PKn tidak pernah dikaitkan dengan mata pelajaran lain, misalnya agama, sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah atau mata pelajaran lainnya, hal ini dikarenakan guru jarang sekali menyampaikan materi serta dikarenakan guru jarang sekali masuk kelas. Sedangkan menurut AR (siswa pada pada kelas XI), menyatakan bahwa saat guru menyamapaikan materi biasanya guru tidak mengaitkan materi PKn dengan mata pelajaran lain, baik agama, sosiologi, geografi, sejarah maupun ekonomi. Akan tetapi apabila dengan isu-isu yang sedang hangat, guru biasanya suka mengaitkannya. Tabel IV.8 Materi ajar PKn yang paling sering diberikan guru Pertanyaan
Materi ajar PKn yang paling sering disampaikan oleh guru, berkaitan dengan…
Jawaban
a. Ketatanegaran saja b. Moral saja c. Selain materi diatas, juga dikaitkan dengan mata pelajaran ilmu social lainnya d. Selain materi PKn juga dikaitkan dengan isu-isu terhangat dalam masyarakat
Jumlah
Cluster 1 6,1% 1,5% 15,1%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 30,6% 12,1% 2,8% 0% 15,3% 13,8%
Cluster 4 32,3% 1,5% 12,3%
77,3%
48,6%
74,1%
52,3%
100%
97,3%
100%
98,4%
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan bahan ajar PKn yang disampaikan oleh guru, terpaku pada materi inti PKn saja (exclusive), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa bahan pembelajaran PKn yang disampaikan oleh guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan masyarakat (inclusive).
124
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan
“Bahan ajar PKn yang disampaikan oleh guru, terpaku pada
materi inti PKn saja”, paling tinggi berada pada cluster 4 (33,8%), kemudian disusul oleh cluster 2 (33,4%), cluster 3 (12,1%) dan cluster 1 (7,6%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Bahan ajar PKn yang disampaikan oleh guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan masyarakat”, paling tinggi berada pada cluster 1 (92,4%), kemudian disusul oleh cluster 3 (87,9%), cluster 4 (64,6%) dan cluster 2 (63,9%). Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa pada semua cluster (1,2,3 dan 4), sebagian besar responden menyatakan bahwa bahan ajar PKn yang sering disampaikan oleh guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan masyarakat. Hal ini terlihat pada cluster 1 dimana 92,4% responden menyatakan bahwa materi ajar PKn tidak hanya materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan mata pelajaran pada rumpun social serta isu-isu terhangat saat ini. Pada cluster 2, sekitar 63,9% responden menyatakan bahan ajaran PKn yang biasa disampaikan oleh guru tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan masyarakat. Adapun pada cluster 3, sebagian besar (87,9%) responden menyatakan hal yang sama. Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, cluster 2 memiliki jumlah persentase yang paling rendah. Sedangkan cluster 3, jumlah
125
persentase pada kontinum maksimum berada lebih rendah daripada cluster 1, dan lebih tinggi dari cluster 2 dan 4. Adapun bahan ajar yang biasa diberikan oleh guru pada cluster 4, tidak hanya terpaku pada materi inti PKn, akan tetapi dikaitkan pula dengan bahan ajar yang terdapat dalam lingkungan masyarakat, hal ini dapat terlihat dari 64,4% responden yang menyatakan bahwa “ materi ajar yang diberikan oleh guru, selain materi inti juga dikaitkan dengan materi pada mata pelajaran social lainnya serta isu-isu terhangat dalam masyarakat”. Selain itu, berdasarakan hasil wawancara dengan guru, dapat diketahui bahwa saat pembelajaran PKn, bahan ajar PKn telah mampu di kaitkan dengan beberapa mata pelajaran lainnya, seperti mata pelajaran Agama, Sosiologi, Sejaran, geografi dan Ekonomi. Selain mengaitkan dengan mata pelajaran lainnya, seperti Agama, sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan Sejarah, menurut G1, guru juga sering mengaitkan dengan isu-isu global yang sedang hangat saat ini, semisal isu tentang Kasus Antasari Azah (mantan Ketua KPK RI). Walaupun apabila dibandingkan dengan cluster lain, cluster ini memiliki jumlah persentase dibawah cluster 1 dan 3, dan diatas cluster 2. Tabel IV. 9 Gambaran pengaturan tempat duduk siswa saat pembelajaran PKn Pertanyaan
Bagamiana pengaturan tempat duduk saat pembelajaran PKn berlangsung?
Jumlah
Jawaban
a. Posisi tempat duduk tidak pernah berubah b. Posisi tempat duduk kadang berubah. c. Posisi tempat duduk berubah, Ketika diskusi kelompok. d. Tempat duduk berubah, sesuai dengan metode yang digunakan
Cluster 1 13,6%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 13,9% 56,9%
Cluster 4 33,8%
19,7%
9,7%
17,2%
6,1%
37,9%
38,9%
20,7%
41,5%
28,8%
37,5%
5,2%
18,5%
100%
100%
100%
100%
126
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan posisi duduk siswa saat pembelajara PKn masih kaku, siswa terpaku pada tempat yang tetap dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran (exclusive), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan posisi duduk siswa yang baik, dimana posisi siswa diubah agar kemampuan siswa saat belajar dapat optimal (inclusive). Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Posisi duduk siswa saat pembelajara PKn masih kaku, siswa terpaku pada tempat yang tetap dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran”, paling tinggi berada pada cluster 3 (74,1%), kemudian disusul oleh cluster 4 (39,9%), cluster 1 (33,3%) dan cluster 2 (23,6%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Posisi duduk siswa yang baik, dimana posisi siswa diubah agar kemampuan siswa saat belajar dapat optimal”, paling tinggi berada pada cluster 2 (76,4%), kemudian disusul oleh cluster 1 (66,7%), cluster 4 (60%) dan cluster 3 (25,9%). Dari empat cluster yang ada, tiga cluster diantaranya (cluster 1, 2 dan 4), menyatakan bahwa posisi duduk siswa sering diubah. Perubahan tersebut dilaksankan saat pelaksanaan diskusi kelas, serta apabila menggunakan metode yang lebih bervariasi. Hal ini seperti apa yang diutarakan oleh AP saat melaksanakan wawancara pada Cluster 1 dimana menurut penuturannya posisis tempat duduk siswa, saat ceramah, posisinya biasa, tapi posisi siswa berubah saat dilaksanakan diskusi berkelompok. Sedangkan pada cluster 3, kecenderungannya berbeda, dimana posisi duduk siswa saat pembelajara PKn masih kaku, siswa terpaku pada tempat yang
127
tetap dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Dari hasil wawancaran dengan FS (siswa kelas XI pada cluster 3), dapat diketahui bahwa pada saat pembelajaran PKn berlangsung, posisi tempat duduk siswa tidak pernah berubah. Tabel IV.10 Posisi guru saat pembelajaran PKn Pertanyaan
Bagaiamana posisi guru saat pembelajaran PKn berlangsung… .
Jumlah
Jawaban
a. Dari awal hingga akhir duduk dikursi b. Dari awal hingga akhir berada di depan siswa c. Selain berada di depan juga terkadang di tengahtengah siswa d. Selain berada di depan juga terkadang Berkeliling kelas.
Cluster 1 3%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 36,1% 1,7%
Cluster 4 27,7%
33,3%
5,6%
0%
10,8%
27,3%
9,7%
41,4%
30,8%
36,4%
48,6%
56,9%
9,2%
100%
100%
100%
78,5%
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan posisi duduk guru yang kurang baik, dimana posisi guru dari awal hingga akhir berada di depan siswa atau duduk (exclusive), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan posisi duduk guru yang baik, dimana posisi guru saat pembelajaran tidak hanya diam di depan siswa, akan tetapi terkadang berada di tengah siswa bahkan berkeliling (inclusive) Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Posisi duduk guru yang kurang baik, dimana posisi guru dari awal hingga akhir berada di depan siswa atau duduk”, paling tinggi berada pada cluster 2 (41,6%), kemudian disusul oleh cluster 4 (38,5%), cluster 1 (36,3 %) dan cluster 3 (1,7 %). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Posisi duduk guru yang baik, dimana posisi guru saat pembelajaran tidak hanya duduk atau
128
diam di depan siswa, akan tetapi terkadang berada di tengah siswa bahkan berkeliling”, paling tinggi berada pada cluster 3 (98,3%), kemudian disusul oleh cluster 1 (63,7%), cluster 2 (58,3%) dan cluster 4 (40 %). Pada cluster 1, sebagian besar respondennya (63,75) menyatakan bahwa posisi guru saat pembelajaran tidak hanya diam di depan siswa, akan tetapi terkadang berada di tengah siswa bahkan berkeliling. Hal tersebut dapat diperkuat dari hasil wawancara dengan AT, dimana
posisi guru saat melakananakan
pembelajaran PKn ialah jalan-jalan mengelilingi siswa. Sama halnya dengan posisi duduk guru pada cluster 2, 3 dan 4 dimana pada ketiga cluster ini posisi guru saat melaksanakan pembelajaran PKn, tidak hanya diam di depan siswa, akan tetapi terkadang berada di tengah siswa, bahkan berkeliling. Perbedaannya terletak pada perolehan jumlah persentase diantara tiga cluster tersebut, dimana pada clsuter 2 jumlah persentase yang menyatakan hal tersebut ialah 58,3%, pada cluster 3 berjumlah 78,6% dan pada cluster 4 berjumalah 40%. Diantara cluster lainnya, pada kontinum maksimum cluster 2 memiliki jumlah persentase diatas cluster 4 dan dibawah cluster 1 dan 3. Sedangkan cluster 3 menempati urutan tertinggi sedangkan cluster 4 selalu menduduki urutan terendah diantara cluster lainnya Apabila kita lihat pada cluster 4, dari 100% responden siswa yang seharusnya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang dilontarkan penulis, hanya 78,5% responden yang memberikan, sedangkan sisanya (21,5%) tidak memberikan pilihannya. Dari hasil wawancara terhadap beberapa siswa di kelas
129
X, mereka tidak ingin menjawab pertanyaan ini, karena pada dasarnya guru PKn jarang sekali masuk kelas.
3. Pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung. Untuk
mengetahui
bagaimana
pelaksanaan
proses
pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung, dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya adalah pelaksanaan pembelajaran PKn, Tempat pembelajaran PKn yang paling sering digunakan, keterlibatan siswa saat proses pembelajaran PKn berlansung, Respon siswa selama mengikuti PBM PKn, Sumber belajar yang digunakan, Metode yang digunakan, dan Media yang digunakan. Tabel IV.11 Pelaksanaan pembelajaran PKn Pertanyaan
Tindakan yang sering dilaksanakan oleh guru, saat proses pembelajaran PKn berlangsung adalah…
Jawaban
a. Guru menyampaikan materi hingga pelajaran berakhir b. Guru menyampaikan materi dan Tanya jawab. c. Setelah menyampaikan materi, dilanjutkan untuk melaksanakan diskusi kelas d. Siswa diberi kesempatan yang lebih banyak untuk menyampaikan ide, aspirasi dan gagasannya
Jumlah
Option a dan b, adalah option
Cluster 1 22,7%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 13,9% 31%
Cluster 4 40%
31,9%
38,9%
51,8%
16,9%
22,7%
12,5%
8,6%
26,2%
22,7%
34,7%
8,6%
12,3%
100%
100%
100%
95,4%
yang menggambarkan pelaksanaan
pembelajaran PKn masih berpusat pada guru (didactictransmission), guru menyampaikan materi dari awal hingga akhir dengan diselingi Tanya jawab.
130
Sedangkan option c dan d,
adalah option yang menggambarkan bahwa
pengajaran PKn cenderung mengarah pada siswa sentries, dimana siswalah yang menjadi pusat saat pembelajaran PKn berlangsung, guru memberikan kesempatan kepada siswa untk menyampaikan ide, aspirasi dan gagasannya lebih banyak dan juga sering mengadakan diskusi (interactive interpretation). Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Pengajaran PKn masih berpusat pada guru”, paling tinggi berada pada cluster 3 (80,7%), kemudian disusul oleh cluster 4 (56,9%), cluster 1 (54,5%) dan cluster 2 (52,8%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Pengajaran PKn cenderung mengarah pada siswa sentries, dimana siswalah yang menjadi pusat saat pembelajaran PKn berlangsung”, paling tinggi berada pada cluster 2 (47,2%), kemudian disusul oleh cluster 1 (45,4%), cluster 4 (38,5%) dan cluster 3 (17,2%). Pada cluster 1, pelaksanaan pembelajaran PKn masih didominasi oleh guru, hal ini terlilhat dari pelaksanaan pembelajaran PKn, kegiatan guru ialah menyampaikan materi, yang kemudian diiringi dengan tanya jawab (31,9%), bahkan 22,7% responden lainnya menyatakan bahwa biasanya saat pembelajaran PKn berlangsung, guru berceramah materi dari awal hingga akhir pembelajaran. Sedangkan
responden
lainnya,
mengungkapkan
bahwa
selama
proses
pembelajaran PKn berlangsung, siswa diberikan banyak kesempatan untuk mengutarakan ide, aspirasi dan gagasannya (22,7%) juga melaksanakan diskusi kelas (22,7%).
131
Pada cluster 2, pelaksanaan pembelajaran PKn relatif sama dengan cluster 1, dimana pembelajaran masih didominasi oleh guru bukan siswa, hal ini terlihat dari 13,9% responden menyatakan bahwa tindakan yang paling sering dilaksanakan oleh guru saat pembelajaran berlangsung ialah menyampaikan materi dari awal hingga akhir dan terkadang guru menyampaikan materi kemudian diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa (38,9%). Walaupun sebagian responden lainnya (37,4%) menyatakan bahwa siswalah yang menjadi pusat saat pembelajaran PKn, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untk menyampaikan ide, aspirasi dan gagasannya lebih banyak dan juga sering mengadakan diskusi (12,5%) (interactive interpretation). Pelaksanaan pembelajaran pada cluster 3, masih didominasi oleh guru, hal ini terlihat dari 51,8% responden yang menyatakan bahwa selama porses pembelajaran PKn berlangsung, tindakan yang dilakukan oleh guru ialah menyampaikan materi dengan sesekali memberikan pertanyaan kepada siswa. Kemudian 31% responden lainnya mengungkapkan bahwa selama pembelajaran guru berceramah murni dari awal hingga akhir. Sedangakan 8,6% responden lainnya menyatakan bahwa selama pembelajaran berlangsung guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide, gagasan dan pertanyaannya dan 8,6% lagi menyatakan bahwa tindakan yang sering dilaksanakan guru selain menyampaikan materi juga melaksanakan diskusi kelas. Pada cluster terakhir, yaitu cluster 4, sangat nampak sekali guru yang mendominasi pembelajaran, hal ini terlihat dari 40% responden yang menyatakan bahwa selama proses pembelajaran PKn berlangsung, tindakan yang dilakukan
132
oleh guru ialah berceramah murni dari awal hingga akhir. Dan kalaupun ada kegiantan lain, hanya berkisar pada lontaran pertanyaan yang diberikan oleh guru (16,9%). Sedangkan sisanya, menyatakan bahwa pembelajaran sudah bergerak pada siswa centris, hal ini dibuktikan dengan 26,2 % responden yang menyatakan bahwa selama pembelajaran berlangsung selain guru menyampaikan materi, juga sering melaksanakan diskusi. Dan 12,3% lainnya mengungkapkan bahwa selama pembelajaran, guru memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide, kreasi dan aspirasinya. Tabel IV.12 Tempat pembelajaran PKn yang paling sering digunakan. Pertanyaan
Tempat pembelajaran PKn biasanya dilaksanakan di...
Jumlah
Jawaban
a. Hanya di Kelas saja
Cluster 1 81,9%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 88,9% 94,8%
Cluster 4 46,2%
b. Pernah sekali diluar kelas
10,6%
6,9%
1,7%
32,2%
c. Sering dilaksanakan diluar kelas
4,5%
1,4%
0%
3,1%
d. Tempat pembelajaran disesuaikan dengan materi yang sedang dibelajarkan..
3%
2,8%
3,5%
18,5%
100%
100%
100%
100%
Option a dan b, adalah option yang menggambarkan tempat pembelajaran PKn yang didominasi dikelas (didactictransmission), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa pembelajaran PKn tidak hanya menggunakan kelas sebagai tempat pembelajaran, akan tetapi lingkungan sekitar digunakan pula sebagai tempat pembelajaran PKn (interactive interpretation) Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Tempat pembelajaran PKn yang didominasi dikelas”, paling
133
tinggi berada pada cluster 3 (96,3%), kemudian disusul oleh cluster 2 (95,8%), cluster 1 (92,5%) dan cluster 4 (78,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Pembelajaran PKn tidak hanya menggunakan kelas sebagai tempat pembelajaran, akan tetapi lingkungan sekitar digunakan pula sebagai tempat pembelajaran PKn”, paling tinggi
berada pada cluster 4 (22,6%),
kemudian disusul oleh cluster 1 (7,5%), cluster 2 (4,2%) dan cluster 3 (3,5%). Secara keseluruhan dimulai dari cluster 1, 2, 3 dan 4, pelaksanaan pembelajaran masih didominasi di kelas. Pada cluster satu dibuktikan dengan 81,9% responden yang menyatakan bahwa tempat belajar PKn dilaksankan hanya dikelas saja. Kalupun dilaksankan diluar kelas hanya sekali (10, 6%). Sedangkan 4,5% responden lainnya menyatakan bahwa tempat pembelajaran PKn sering dilaksanakan diluar kelas, dan 3% responden lainnya mengungkapkan bahwa tempat pembelajaran disesuiakan dengan metode yang digunakan. Pada cluster 2, kondisinya tidak jauh berbeda dengan cluster 1, dimana sebagian besar responden (88,9%), menyatakan bahwa tempat yang biasa digunakan selama pembelajaran berlangsung ialah di kelas. Kalaupun diluar kelas, hanya dilaksanakan sekali saja (66,9%). Terdapat sekitar 1,4% responden yang menyatakan bahwa tempat pelaksanaan pembelajaran sering dilaksanakan diluar kelas dan sisanya (2,8% responden), menyatakan bahwa tempat yang digunakan saat pembelajaran PKn berlangsung, disesuaikan dengan metode yang dipakai. Pada cluster 3, 94,3% responden menyatakan bahwa tempat yang biasa digunakan saat pembelajaran PKn ialah dikelas saja. Dan kalaupun diluar kelas, itu hanya sekali saja (1,7%). Sisanya (3,5% responden) menyatkan bahwa tempat
134
pembelajaran disesuiakan dengan metode yang digunakan oleh guru. Begitu pula dengan cluster 4, dimana 46,2% respondennya menyatkan bahwa tempat yang biasa digunakan saat pembelajaran PKn ialah di dalam kelas. 32,2% lainnya menyatakan bahwa pernah sekali dilaksanakan diluar kelas. Dan 3,1% mengungkapkan bahwa selama pembelajaran, tempat yang digunakan sering berada diluar kelas, dan 18,5% responden menyatakan bahwa tempat yang digunakan untuk pembelajaran PKn disesuaikan dengan metode yang digunakan oleh guru. Tabel IV.13 Keterlibatan siswa saat proses pembelajaran PKn Pertanyaan
Bagaimana keterlibatan kalian saat proses pembelajaran PKn?
Jumlah
Jawaban
a. Hanya mendengarkan guru menerangkan materi b. Hanya mengdengarkan teman yang bertanya dan mengemukakan pendapat. c. Selain mendengarkan juga Sering bertanya d. Selain mendengarkan materi dari guru, dan pertanyaan dari teman, juga menyampaikan pertanyaan dan pendapat pribadi
Cluster 1 40,9%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 43,1% 58,6%
Cluster 4 60,%
22,7%
25%
5,2%
12,3%
12,2%
2,8%
3,4%
9,2%
24,2%
29,1%
32,8%
15,4%
100%
100%
100%
96,9%
Option a adalah option yang menggambarkan bahwa saat pembelajaran PKn berlangsung, hanya sedikit kesempatan atau dukungan yang diberikan untuk inisiatif dan interaksi siswa, saat pembelajaran berlangsung siswa hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. (didactictransmission), sedangkan option b, c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa selama pembelajaran PKn, guru memberikan kesempatan atau dukungan untuk inisiatif
135
dan interaksi siswa lebih banyak, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendengarkan, bertanya, menjawab (interactive interpretation). Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Terdapat sedikit kesempatan atau dukungan untuk inisiatif dan interaksi siswa”, paling tinggi berada pada cluster 4 (60%), kemudian disusul oleh cluster 3 (58,6%), cluster 2 (43,1%) dan cluster 1 (40,9%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Pembelajaran PKn memberikan kesempatan atau dukungan untuk inisiatif dan interaksi siswa lebih banyak”, paling tinggi berada pada cluster 1 (59.1%), kemudian disusul oleh cluster 2 (56.9%), cluster 3 (41,4%) dan cluster 4 (36,9%). Pada cluster 1, sebagian besar responden (40,9%) menyatakan bahwa keterlibatan siswa selama pembelajaran PKn hanya mendengarkan guru menyampaikan materi. Sedangkan aktivitas 22,7% responden lainnya ialah mendengarkan siswa lain yang mengungkapkan pertanyaannya. 12,2% responden mengungkapkan bahwa selain bertanya, juga sering mengemukakan pendapat. 24,2% respondeng mengungkapkan bahwa selain mendengarkan materi dari guru, dan pertanyaan dari teman, juga menyampaikan pertanyaan dan pendapat pribadi. Adapun pada cluster 2, kesempatan atau dukungan yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk mengembangkan ide, kreasi serta kemampuan interaksi dengan siswa lainnya sudah baik, hal ini terlihat dari 56,9% responden yang menyatakan bahwa saat proses pembelajaran berlangsung selain mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru, juga sering bertanya dan mengemukakan pendapat serta menyampaikan pandangan pribadi tentang suatu hal. Walaupun
136
memang 43,1% responden lainnya menyatakan bahwa kegiatan yang sering dilakukan hanya mendengarkan guru berceramah. Berbeda halnya dengan cluster 1 dan 2, pada cluster 3 dan 4, dimana sebagian besar responden (58,6%) menyatkah bahwa keterlibatan siswa saat proses pembelajaran berlangsung, hanya mendengarkan guru menyampaikan materi. Sedangkan kesempatan serta dukungan yang diberikan guru terhadap siswa, untuk mengemukakan ide, bersosialisasi serta berinteraksi dengan siswa lainnya masih relative kecil. Kondisi tersebut dialami pula oleh cluster 1, dimana 60%
responden
yang
menyatakan
bahwa
saat
proses
pembelajaran
berlangsung,aktifitas siswa hanya mendengarkan guru menyampaikan materi saja. Tabel IV.14 Respon siswa selama mengikuti proses pembelajaran PKn Pertanyaan
Selama melaksanakan proses pembelajaran PKn, Respon yang kamu rasakan adalah…
Jawaban
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 4,2% 10,3%
Cluster 4 21,5%
a.
Menjenuhkan
Cluster 1 9,1%
b.
Biasa-biasa saja
46,9%
58,3%
37,9%
63,1%
c.
Menimbulkan rasa ingin tau terhadap materi yang dibelajarkan Menyenangkan
21,3%
20,8%
41,5%
15,4%
22,7%
16,7%
10,3%
0%
100%
100%
100%
100%
d. Jumlah
Option a dan b, adalah option
yang menggambarkan adanya proses
pembelajaran PKn yang kurang mampu untuk mendorong siswa ingin tau (didactictransmission), sedangkan option c dan d,
adalah option yang
menggambarkan adanya proses pembelajaran PKn yang mendorong siswa untuk ingin tau (interactive interpretation)
137
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Adanya proses pembelajaran PKn yang kurang mampu untuk mendorong siswa agar ingin tau”, paling tinggi berada pada cluster 4 (84,6%), kemudian disusul oleh cluster 2 (62,5%), cluster 1 (56%) dan cluster 3 (48,3%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Adanya proses pembelajaran PKn yang mendorong siswa untuk ingin tau”, paling tinggi berada pada cluster 3 (51,8%), kemudian disusul oleh cluster 1 (43,9%), cluster 2 (37,5%) dan cluster 4 (15,4%). Apabila dilihat secara umum, dari empat cluster yang ada, sebagian besar responden pada cluster 1,2 dan 4, menyatkan bahwa respon yang ditimbulkan selama mengikuti pembelajaran PKn ialah biasa-biasa saja serta menjenuhkan. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa proses pembelajaran PKn belum mampu mendorong siswa merasa ingin tau. Sedangkan pada cluster 3, lebih dari sebagian respondennya mengungkapkan bahwa dengan adanya proses pembelajaran PKn telah mampu mendorong siswa unguk ingin tau. Pada cluster 1 sekitar 56% responden yang menyatakan bahwa selama mengikuti pembelajaran PKn respon yang ditimbulakan ialah biasa-biasa saja serta menjenuhkan. Walaupun sekitar 44% responden menyatkan bahwa selama mengikuti proses pembelajaran ini, respon yang ditimbulkan ialah menyenangkan dan menimbulkan keinginan untuk menumbuhkan rasa ingin tau terhadap materi yang disampaikan. Sama halnya dengan cluster 2 dan 4, dimana sebagian besar respondennya (62,5% responden pada cluster 2 dan 84,6% responden pada cluster 4),
138
mengungkapkan kejenuhannya serta kondisi yang biasa-biasa saja, selama mengikuti pembelajaran PKn. Berbeda dengan cluster 3, dimana sebagian besar dari
respondennya
(51,8%)
mengungkapkan
bahwa
selama
mengikuti
pembelajaran PKn respon yang ditimbulkan ialah menyenangkan dan mampu menimbulkan keinginan untuk menumbuhkan rasa ingin tau terhadap materi yang disampaikan. Tabel IV.15 Sumber belajar yang digunakan Pertanyaan
Sumber belajar yang biasa digunakan guru saat pembelajaran PKn adalah…
Jawaban
a. Hanya Buku Paket saja b. Buku Paket dan LKS c. Selain buku paket dan LKS, guru memberikan materi tentang isu-isu hangat saat ini. d. Selain buku paket dan LKS, guru memberikan materi tentang masalahmasalah yang ada dalam masyarakat.
Jumlah
Cluster 1 15,2% 12,1% 39,4%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 0% 0% 54,2% 24,1% 11,1% 25,9%
Cluster 4 43,1% 47,7% 4,6%
33,3%
34,7%
50%
6,2%
100%
100%
100%
100%
Option a dan b, menggambarkan bahwa sumber belajar PKn masih terpaku pada apa yang terdapat pada buku paket PKn dan LKS (didactictransmission), sedangkan option c dan d, adalah option yang menggambarkan bahwa sumber pembelajaran PKn tidak hanya menggunakan Buku paket serta LKS, akan tetapi memberdayakan
seluruh
potensi
lingkungan
belajar
siswa
(interactive
interpretation). Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Sumber belajar PKn masih terpaku pada apa yang terdapat pada buku dan LKS”, paling tinggi berada pada cluster 4 (90,8%), kemudian disusul
139
oleh cluster 2 (54,2%), cluster 1 (27,3%) dan cluster 3 (24,1%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Sumber pembelajaran PKn tidak hanya menggunakan Buku paket, akan tetapi memberdayakan seluruh potensi lingkungan belajar siswa”, paling tinggi berada pada cluster 3 (75,8%), kemudian disusul oleh cluster 1 (72,7%), cluster 2 (45,8%) dan cluster 4 (10,8%). Sumber belajar yang biasa digunakan saat proses pembelajaran pada cluster 1, tidak hanya diambil dari buku paket dan LKS, akan tetapi diambil pula dari seluruh potensi lingkungan belajar siswa, hal tersebut terihat dari 72,7% responden menyatakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung, sumber belajar yang digunakan diambil dari Buku paket, LKS, isu-isu terhangat serta masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Kondisi ini sama halnya dengan cluster 3, dimana sebagian besar respondennya menyatakan bahwa sumber belajar tidak hanya diambil dari buku paket dan LKS akan tetapi diambil pula dari isu-isu yang ada pada lingkungan masyarakat. Berbeda dengan cluster 2 dan cluster 4, pada dua cluster ini penggunaan sumber belajar PKn, masih terpaku pada apa yang terdapat pada buku paket dan LKS, hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh 54,2% responden pada cluster 2 dan 90,8% responden pada cluster 4 yang menyatakan bahwa sumber belajar yang digunakan selama proses pembelajaran ialah buku paket dan LKS. Dari hasil wawancara dengan guru pada cluster 3 diketahui bahwa sumber belajar yang digunakan selama pembelajaran PKn ialah buku paket, dan buku lainnya yang menunjang materi PKn. Sedangkan pada berdasar hasil wawancara dengan G1 pada cluster 4, dapat diketahui bahwa sumber belajar yang digunakan oleh G1
140
adalah buku paket, buku dari mata pelajaran lain yang berada di perpustakaan, dan informasi dari Koran. Berdasarkan penuturan G1, pada Sekolahnya setiap siswa tidak memiliki buku paket dan LKS, dikarenakan kebijakan terbaru, bahwa guru tidak diperbolehkan untuk menjual buku dalam bentuk apapun, baik buku paket maupun LKS. Sehingga G1 selalau memberikan hand out yang dilengkapi dengan soal-soal, yang kemudian difotokopi oleh semua siswa. Tabel IV.16 Metode yang sering digunakan saat pembelajaran PKn Pertanyaan
Metode yang paling sering diterapkan di kelas saat pembelajaran PKn… Jumlah
Jawaban
a. Ceramah, b. Ceramah dan Tanya jawab c. Diskusi kelas d. Lainnya sebutkan….
Cluster 1 16,7% 45,5%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 4,2% 27,6% 38,9% 65,5%
Cluster 4 36,9% 13,8%
27,3% 10,5%
33,3% 23,6%
1,7% 5,2%
29,2% 20,1%
100%
100%
100%
100%
Option a dan b, menggambarkan Metode yang digunakan saat pembelajaran PKn masih bersifat tradisional (didactictransmission), dimana metode yang digunakan hanya ceramah dan Tanya jawab. sedangkan c dan d, adalah option yang menggambarkan Metode yang digunakan saat pembelajaran PKn sudah beralih pada bentuk pembelajaran yang lebih modern (interactive interpretation) Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Metode yang digunakan saat pembelajaran PKn masih bersifat tradisional”, paling tinggi berada pada cluster 3 (93,1%), kemudian disusul oleh cluster 1 (62,2%), cluster 4 (50,7%) dan cluster 2 (43,1%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Metode yang digunakan saat pembelajaran PKn
141
sudah beralih pada bentuk pembelajaran yang lebih modern”, paling tinggi berada pada cluster 2 (56,9%), kemudian disusul oleh cluster 4 (49,3%), cluster 1 (37,8%) dan cluster 3 (6,9%). Adapun metode yang biasa digunakan oleh guru PKn pada cluster 1, masih didominasi oleh metode yang bersifat tradisional, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 16, dimana 62,1% responden menyatakan bahwa metode yang biasa digunakan saat pembelajaran PKn masih didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab. Walaupun sebagian dari responden (37,8%) menyatakan bahwa metode yang biasa digunakan selama proses pembelajaran ialah diskusi dan metode lainnya. Kondisi ini, berbeda dari apa yang diutarakan oleh GR 1 bahwa metode yang biasa digunakan selama proses pembelajaran bervariasi yaitu diskusi, debat, kepala bernomor, snow ball throwing. Pada cluster 2, metode yang digunakan saat pembelajaran PKn cenderung paling baik apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, hal ini dapat diketahui dari 56,9% responden yang menyatakan bahwa metode yang biasa digunakan guru saat melaksanakan pembelajaran PKn tidak hanya ceramah dan Tanya jawab, sering pula guru melaksanakan dikusi kelas serta beberapa macam metode pembelajaran lainnya. Sedangkan sebagian responden (43,1%) menyatakan bahwa metode yang digunakan saat pembelajaran PKn masih bersifat tradisional, yaitu meteode ceramah dan Tanya jawab. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa siswa dapat diketahui bahwa diskusi yang biasa dilaksanakan hanya diskusi sederhana, dimana peran guru saat melaksanakan pembelajaran PKn sangat dominan, karena anak-anaknya pasif, selain itu menurut siswa lainnya,
142
peran guru saat pembelajaran PKn ialah memberi atau menjelaskan materi, kemudian mengadakan tanya jawab, dan langsung diskusi kelompok. Pada clustler 3, metode yang biasa digunakan saat pembelajaran PKn yaitu metode ceramah dan Tanya jawab (93,1%). Sama seperti apa yang dikemukakan oleh siswa, bahwa sikap siswa saat pembelajaran biasanya hanya mendengarkan guru yang sedang menjelaskan materi. Dan apabila kita bandingkan dengan cluster lainnya, jumlah persentase pada cluster ini, menduduki urutan tertinggi, yang artinya diantara empat cluster yang ada, cluster 3 memiliki kecenderungan paling buruk dari segi metode yang digunakan selama pembelajaran PKn berlangsung. Pada cluster 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (50,7%), menyatakan bahwa metode yang sering digunakan masih bersifat tradisional yaitu metode ceramah dan tanyajawab. Hal tersebut, ditanggapi berbeda oleh siswa pada dua kelas yang berbeda, yaitu siswa pada kelas X dan siswa pada kelas XI, berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian siswa kelas X, metode yang biasa digunakan saat pembelajaran PKn ialah ceramah, diskusi, mengisi soal-soal dan tanya jawab. Sedangkan menurut siswa pada kelas X , bahwa metode yang paling sering dilaksanakan ialah diskusi. Metode ini dilaksanakan karena guru yang bersangkutan jarang sekali hadir, jadi setiap guru tidak hadir, tugas yang biasa diberikan adalah diskusi. Berbeda halnya dengan apa yang disampaikan oleh guru, dimana selama proses pembelajaran PKn, metode yang digunakan bervariasi, yaitu metode ceramah, diskusi, Tanya jawab dan tugas proyek.
143
Tabel IV.17 Media yang sering digunakan saat pembelajaran PKn Pertanyaan
Media apa yang paling sering digunakan oleh guru saat pembelajaran PKn?
Jawaban
a. Papan tulis b. Gambar-gambar dari Koran atau internet c. Menggungakan alat peraga atau multimedia d. OHP atau LCD
Jumlah
Option
a,
menggambarkan
Cluster 1 68,3% 24,2%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 90,3% 84,5% 4,2% 13,7%
Cluster 4 55,4% 38,5%
4,5%
1,4%
0%
1,5%
3%
0%
0%
1,5%
100%
95,9%
98,2%
96,9%
bahwa
media
yang
digunakan
saat
pembelajaran PKn masih sangat sederhana, yaitu hanya menggunakan papan tulis (didactictransmission), sedangkan option b, c dan d,
adalah option yang
menggambarkan bahwa media yang digunakan saat pembelajaran PKn sudah semakin baik, karena mampu menggunakan media yang ada disekitar, seperti Koran dan perlengkapan multimedia (interactive interpretation) Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Media yang digunakan saat pembelajaran PKn masih minimal, yaitu hanya menggunakan papan tulis”,
paling tinggi berada pada cluster 2
(90,3%), kemudian disusul oleh cluster 3 (84,5%), cluster 1 (68,2%) dan cluster 4 (55,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Media yang digunakan saat pembelajaran PKn sudah semakin baik, karena mampu menggunakan media yang ada disekitar, seperti Koran dan perlengkapan multimedia”, paling tinggi berada pada cluster 4 (41,5%), kemudian disusul oleh cluster 1 (31,7%), cluster 3 (13,7%) dan cluster 2 (5,6%). Media yang digunakan pada cluster 1, masih relatif sederhana, hal ini terlihat dari 68,2% responden menyatakan bahwa media yang paling sering
144
digunakan oleh guru selama proses pembeljaran ialah papan tulis. Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, kualitas penggunaan media pada cluster ini masih berada dibawah cluster 2 dan 4. Akan tetapi apabila dilihat kembali, terdapat kecendeurngan yang mengarah pada penggunaan media lain saat pembelajaran PKn, hal ini dapat diketahui dari sebagian responden (31,7%), yang menyatakan bahwa selain papan tulis, yang biasa digunakan untuk media pembelajaran, ialah koran, internet, OHP dan LCD. Dari hasil wawancara dengan guru PKn, media yang biasa digunakan saat pelaksanaan pembelajaran PKn ialah internet yang terdapat dari HP, peta konsep, dan papan tulis. Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 2, media yang biasa digunakan cenderung sangat sederhana, yaitu hanya menggunakan papan tulis, hal ini dapat kita lihat dari 90,3% responden yang menyatakan bahwa selama pembelajaran PKn media yang paling sering diguankan ialah papan tulis. Apabila dibandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum minimum, cluster ini berada pada urutan terbawah. Sedangkan pada cluster 3 media yang biasa digunakan saat pembelajaran PKn cenderung masih sederhana, yaitu hanya menggunakan papan tulis, hal tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh 84,5% reponden siswa. Kondisi tersebut diperkuat dari haisl wawancara dengan siswa dan guru, dimana media yang biasa digunkan saat pembelajaran PKn ialah papan tulis saja. Sama halnya dengan tiga cluster lainnya, pada cluster 4 media yang digunakan saat pembelajaran cenderung masih sederhana, yaitu hanya menggunakan media papan tulis. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan
145
cluster lainnya, pada cluster ini, memiliki kecenderungan paling baik, dimana sebagian dari responden (41,5%) mengungkapkan bahwa selain papan tulis, guru juga sering menggunakan media dari Koran, internet, dan multimedia lainnya. Hal tersebut seperti hasil wawancara dengan salah seoran guru, bahwa media yang digunakan saat pembelajaran berlangsung adalah papan tulis dan peta konsep yang telah disiapkan dari rumah.
4. Aspek Penilaian Pendidikan Kewarganegaraan pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung. Untuk mengetahui bagaimana penilaian Pendidikan Kewarganegaraan pada setiap cluster SMAN di Kota Bandung, dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya adalah aspek penilaian yang digunakan guru saat ujian, Fungsi penilaian yang dilakukan oleh guru, bentuk penilaian yang dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung dan bentuk penilaian yang dilakukan setelah proses pembelajaran PKn selesai. Tabel IV.18 Aspek penilaian yang digunakan guru saat ujian PKn Pertanyaan
Jawaban
Biasanya a. konsep-konsep/ teori kalian mendapatkan b. Konsep dan pertanyaan soal-soal ujian analisis kasus berbentuk… c. Konsep dan analisis isu controversial saat ini. d. Pembiasaan Jumlah
Cluster 1 63,8%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 75% 67,2%
Cluster 4 67,7%
16,7%
19,5%
24,1%
18,5%
6,1%
5,5%
6,8%
4,6%
9,1% 95,7%
0% 100%
0% 98,1%
3,1% 93,9%
Option a, menggambarkan penilaian yang sering digunakan oleh guru masih berupa konsep atau teori-teori (easier to achieve measure in practice),
146
sedangkan option b, c dan d,
menggambarkan bahwa penilaian yang sering
digunakan oleh guru sudah bergeser pada penilaian afektif dan psikomotorik (more difficult to achieve and measure in practice ) Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Penilaian berpa aspek kognitif saja”, paling tinggi berada pada cluster 2 (75%), kemudian disusul oleh cluster 4 (67,7%), cluster 3 (67,2%) dan cluster 1 (63,8%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Penilaian mencakup penilaian afektif dan psikomotorik”, paling tinggi berada pada cluster 1 (31,9%), kemudian disusul oleh cluster 3 (30,9%), cluster 4 (26,2%), dan cluster 2 (25%). Apabila dilihat secara keseluruhan, pada semua cluster, hampir sebagian besar dari respondennya menyatakan bahwa penilaian yang digunakan oleh guru pada setiap ujian masih berupa konsep dan teori-teori. Pada cluster 1, penilaian yang biasa digunakan oleh guru saat ujian, masih menekankan pada ranah kognitif, yaitu berupa konsep atau teori-teori, hal tersebut seperti kita lihat pada sebagian besar responden (63,8%), menyatakan bahwa soal-soal ujian yang biasa diberikan pada siswa berupa konsep-konsep atau teori-teori. Apabila kita bandingkan dengan cluster lainnya, pada kontinum maksimum, cluster ini memiliki kecenderungan paling baik diantara semua cluster.
Dari hasil
wawancara dengan guru pada cluster 1, dimana soal-soal yang biasa diberikan kepada siswa saat ujian, penekanannya tidak hanya ranah kognitif akan tetapi ranah afektif. Apabila bentuk kognitif, biasanya berbentuk PG dan Essai. Dimana
147
esensinya dalam setiap butir soal tersebut terdapat konsep, teori dan analisa kasus, sedangakan apabila berbentuk afekit, bentuknya skala sikap. Sama halnya dengan cluster 2, penilaian yang sering digunakan oleh guru masih menitikberatkan pada penilaian konginitif, yaitu penilaian yang terpaku pada teori-teori. Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa cluster 2, pada kontinum minimum memiliki tingkat persentase paling tinggi dibandingkan dengan cluster lainnya. Yaitu 75% responden yang mengungkapkan bahwa soal-soal ujian yang biasa diberikan oleh guru hanya berupa konsep-konsep atau teori. Hal tersebut seperti apa yang telah diungkapkan GG, bahwa soal-soal ujian yang biasanya diberikan oleh guru berbentuk Pilihan Ganda (PG) dan uraian singkat serta analisis kasus. Adapun ungkapan yang dilontarkan oleh guru berbeda dengan ungkapan siswa. Menurut GU1, soal-soal ujian yang biasa diberikan kepada siswa berbentuk Teka Teki Silang (TTS). Penilaian yang biasa digunakan oleh guru pada cluster 3 pun cenderung masih menekankan pada ranah kognitif, yaitu berupa konsep atau teori-teori, hal tersebut seperti kita lihat pada tabel diatas, dimana 67,2% responden menyatakan bahwa soal-soal yang biasa diberikan saat ujian (UTS atau UAS) memuat konsepkonsep atau teori-tori saja. Jumlah persentase tersebut cenderung lebih rendah apablila dibandingkan dengan cluster 1 dan lebih tinggi apabila dibandinkan dengan cluster 2 dan 4. Tidak berbeda dengan cluster yang lain, pada cluster 4, penilaian yang sering digunakan oleh guru pun masih berupa penilaian yang cakupannya pada ranah kognitif yaitu konsep atau teori-teori, hal tersebut terlihat dari 67,7%
148
responden yang menyatakan bahwa saat ujian berlangsung, bentuk soal-soal yang diberikan berupa konsep/teori-teori. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh beberapa siswa saat dilakukan wawancara, dimana soal-soal ujian yang biasa diberikan guru saat ujian berbentuk soal-soal PG dan Essai. Sedangkan dari hasil wawancara bersama guru, hasil yang didapat sedikit berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh siswa, dimana menurut G1 soal-soal ujian yang diberikan kepada siswa berbentuk Pilihan Ganda (PG) dan essai, dan terkadang berbentuk skala sikap. Cluster ini memiliki kecenderungan bentuk penilaian yang lebih baik apabila dibandingkan dengan cluster 2, dan lebih buruk apabila dibandingkan dengan cluster 1 dan 3. Tabel IV.19 Fungsi penilaian yang digunakan oleh guru Pertanyaan
Setelah selesai melaksanakan ujian, biasanya apa yang sering dilakukan oleh guru terhadap soal-soal tersebut?
Jumlah
Jawaban
a. Cukup dinilai saja b. Setelah dinilai, dilanjutkan pada pembahasan hasil test kepada siswa didepan kelas c. Selain membahas soalsoal ujian, kemudian guru merencanakan dan melaksanakan program perbaikan bagi siswa dengan nilai rendah d. Selain kegiatan diatas, guru memaparkan data kemajuan belajar setiap siswa
Cluster 1 39,4%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 20,8% 24,1%
Cluster 4 43,1%
19,7%
33,4%
13,8%
12,3%
37,9%
45,8%
58,6%
40%
3%
0%
3,5%
1,5%
100%
100%
100%
96,9%
Option a, menggambarkan bahwa guru melaksanakan penilaian proses pembelajaran PKn, hanya sebatas ingin mengetahui hasil/nilai dari hasil belajar siswa (easier to achieve measure in practice), sedangkan option b, c dan d,
149
menggambarkan bahwa penilaian yang sering digunakan oleh guru selain untuk melihat hasil belajar siswa, juga dijadikan umpan balik (feedback), yang selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang sedang atau sudah, dimana setelah selesai menilai jawaban sisiwa, kemudian guru membahas soal-soal tersebut bersama siswa, merencanakan program perbaikan bagi siswa yang mendapat nilai jelek, untuk kemudian guru juga menyampaikan hasil kemajuan belajar siswa (more difficult to achieve and measure in practice ) Dari tabel di atas, dapat diketahui kecenderungan “Sekolah yang menekankan perolehan nilai saja”, paling tinggi berada pada cluster 4 (43,1%), kemudian disusul oleh cluster 1 (39,4%), cluster 3 (24,1%) dan cluster 2 (20,8%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Penekanan penilaian tidak hanya pada perolehan nilai, tetapi sebagai feedback pembelajaran”, paling tinggi berada pada cluster 2 (79,2%), kemudian disusul oleh cluster 3 (72,5%), cluster 1 (60,6%) dan cluster 4 (53,8%). Penekanan fungsi penilaian pada semua cluster cenderung bergeser kearah yang lebih baik, dimana pada semua cluster tersebut fungsi penilaian tidak hanya berorientasi pada perolehan nilai, akan tetapi digunakan pula sebagai feedback pembelajaran. Pada cluster 1, fungsi penilaian tidak hanya untuk mendapatkan nilai saja, akan tetapi 19,7% responden menyatakan bahwa setelah ditilai, kemudian guru melaksanakan pembahasan soal, sedangkan 37,9% responden menyatakan pula bahwa setelah guru melaksanakan pembehasan maka guru melaksanakan penjadwalan untuk remidial bagi siswa yang mendapatkan nila dibawah standar. Dan 3% diantaranya menyatakan pula bahwa guru membacakan
150
perkembangan hasil belajar siswa. Kondisi ini, senada dengan apa yang disampaikan oleh GR1 saat wawancara, dimana setelah melaksanakan ujian, biasanya GR1 memeriksan soal tersebut, kemudian soal-soal dianalisis untuk mengetahui apakah Valid atau tidak. Setelah itu, melaksanakan remedial bagi siswa yang mendapatkan nilai dibawah standar yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 2, tujuan guru dalam melaksanakan penilaian selain digunakan untuk melihat hasil belajar siswa, juga dijadikan umpan balik (feedback), yang selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang sedang atau sudah, hal ini dapat terlihat dari sebagian bersar responden (79,2%), yang menyatakan bahwa, setelah menilai soal-soal, guru membahasnya didepan kelas bersama siswa, kemudian guru merencanakan dan melaksanakan program perbaikan bagi siswa dengan nilai rendah. selain itu, pada kontinum maksimum, cluster ini memiliki tingkat persentase paling tinggi dibandingkan dengan cluster lainnya. Begitu pula dengan cluster 3, dimana Penekanan fungsi penilaian sudah bergeser kearah yang lebih baik, hal tersebut dapat terlihat dari kecenderungan responden (72,5%), yang menyatakan bahwa setelah menilai soal-soal, guru membahasnya didepan, kemudian guru merencanakan dan melaksanakan program perbaikan bagi siswa dengan nilai rendah. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh GR1, bahwa setelah selesai ujian soal-soal dianalisis mana soal yang valida dan yang tidak valid, kemudian biasanya melaksanakan pembahasan atas soal-soal tersebut. Apabila anak mendapat nilai jelek, biasanya diremidial. Kecenderungan penekanan fungsi penilaian pada cluster ini, masih cenderung lebih baik apabila
151
dibandingkan dengan custer 1 dan 4, akan tetapi masih lebih jelek apabila dibandingkan dengan cluster 3. 53,8% responden pada cluster 4, menyatkan bahwa setelah ujian selesai, biasanya guru membagikan nilai ujian kemudian melaksanakan remedial bagi siswa yang mendapatkan nilai dibawah standar. Akan tetapi, sebagian responden (43,1%) menyatakan bahwa setelah selesai ujian, guru hanya menilai hasil ujian saja dan membahasnya didepan kelas, tanpa diteruskan pada remedial bagi siswa yang mendapat nilai rendah. Apabila kita lihat perbandingan antar empat cluster, cluster 4 memiliki kecenderungan persentase paling tinggi diantara cluster lainnya. Tabel IV.20 Penilaian proses pembelajaran PKn Pertanyaan
Selama proses pembelajar-an PKn, tugas yang sering diberikan oleh guru berbentuk apa? Jumlah
Jawaban
a. Pengerjaan soal-soal PG dan Essai dalam Buku Paket b. Pengerjaan soal-soal PG dan Essai dalam LKS c. Diskusi kelompok untuk menganalisis kasus d. Bermain peran
Cluster 1 48,5%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 6,5% 0%
Cluster 4 29,2%
30,3%
73,6%
86,2%
49,2%
18,2%
2,8%
10,4%
9,2%
3% 100%
4,2% 87,1%
3,4% 100%
7,7% 95,3%
Option a dan b, menggambarkan bahwa penilaian proses pembelajaran PKn menitik beratkan pada aspek kognitif siswa, yaitu pemberian penilaian yang terpaku pada soal-soal yang berada pada buku paket dan LKS (easier to achieve measure in practice), sedangkan option c dan d,
adalah option yang
menggambarkan bahwa penilaian proses pembelajaran PKn sudah mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, yaitu dengan pemberian tugas diskusi dan bermain peran (interactive interpretation).
152
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan “Penilaian proses dalam pembelajaran PKn yang masih menitik beratkan pada aspek kognitif”, paling tinggi berada pada cluster 3 (86,2%), kemudian disusul oleh cluster 2 (80,1%), cluster 1 (78,8%) dan cluster 4 (78,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Penilaian proses pembelajaran PKn mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”, paling tinggi berada pada cluster 1 (21,2%), kemudian disusul oleh cluster 4 (16,9%), cluster 3 (13,8%) dan cluster 2 (7%). Apabila dilihat kembali, sebagian besar responden pada semua cluster menyatakan bahwa aspek penilaian yang diberikan selama ujian masih berpusat pada aspek kognitif. Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada cluster 1, penilaian yang digunakan saat proses pembelajaran masih menitik beratkan pada aspek kognitif siswa, hal tersebut dapat diketahui dari jawaban 78,8% responden yang menyatakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung, tugas yang biasa diberikan oleh guru adalah mengerjakan soal-soal PG dan Essai yang terdapat dalam buku paket dan LKS, hal tersebut dibenarkan oleh GR2, dimana saat proses pembelajaran biasanya tugas yang diberikan kepada siswa ialah mengerjakan soal-soal. Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada cluster 1, kecenderungan penilaian porses pembelajaran paling baik apabila dibandingkan dengan cluster lainnya. Sama halnya dengan cluster 1, pada cluster 2, penilaian yang digunakan selama proses pembelajaran PKn, masih menitik beratkan pada aspek kognitif, hal ini dapat kita lihat dimana sebagian besar responden (80,1%) menyatakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung, tugas yang paling sering diberikan oleh
153
guru ialah tugas untuk mengerjakan PG dan essai yang terdapat dalam LKS dan buku paket. Hal tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh beberapa orang siswa dimana tugas yang biasa disampaikan guru saat pembelajaran ialah mengerjakan tugas dalam LKS dan buku paket. Sedangkan menurut Guru, saat proses pembelajaran berlangsung, tugas-tugas yang biasa diberikan berupa tanya jawab, secara lisan. Kecenderungan tersebut Pada cluster 3 dan 4 pelaksanaan penilaian selama proses pembelajaran PKn, masih menitik beratkan pada aspek kognitif, hal ini dapat kita lihat pada tabel diatas, dimana pada kontinum minimum cluster 3, menempati urutan tertinggi, yaitu 86,2% responden yang menyatakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung, tugas yang paling sering diberikan oleh guru ialah tugas untuk mengerjakan PG dan essai yang terdapat dalam LKS dan buku paket. Hal tersebut, sedikit berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh guru, selama proses pemelajaran berlangsung tugas yang biasa diberikan ialah diskusi, mengerjakan LKS, tugas kliping atau mencari data-data di luar. Kecenderungan tersebut diperkuat dengan penuturan beberapa siswa pada cluster 4, yang menyatakan bahwa saat proses pembelajaran berlangsung, bisanya guru memberikan soal-soal Pilihan Ganda PG. sedangkan pada kelas X, saat proses pembelajaran biasanya guru memberikan tugas untuk mengerjakan soalsoal melalui diskusi. Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh G1, yang menyatakan bahwa saat proses pembelajaran berlangsung, biasanya tugas yang diberikan berbentuk pertanyaan langsung kepada siswa, kemudian menyuruh siswa untuk membuat teka-teki silang serta mengartikan istilah-istilah penting.
154
Tabel IV.21 Gambaran penilaian setelah pembelajarn PKn Pertanyaan
Jawaban
Tugas rumah, a. Tugas untuk mengerjakan yang sering buku paket diberikan oleh b. Tugas untuk mengerjakan guru, soal-soal dalam LKS berbentuk… c. Selain tugas LKS dan buku paket, juga tugas untuk mendapatkan data-data dari beberapa media informasi atau beberapa lembaga. d. Selain mengerjakan LKS dan Buku paket, juga tugas untuk melakukan obsrvasi / pengamatan Jumlah
Cluster 1 24,2%
Frekuensi (f) Cluster Cluster 2 3 0% 1,7%
Cluster 4 35,4%
21,2%
66,7%
70,7%
41,5%
45,5%
29,1%
22,5%
18,5%
9,1%
4,2%
5,1%
0%
100%
100%
100%
95,4
Option a dan b, menggambarkan bahwa penilaian setelah pembelajaran PKn masih menitik beratkan pada aspek kognitif siswa, yaitu penugasan yang terpaku pada buku dan LKS. (easier to achieve measure in practice), sedangkan option c dan d, menggambarkan bahwa penilaian PKn yang dilakukan sudah mencakup ranah afektif dan psikomotorik (more difficult to achieve and measure in practice) Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sekolah yang memiliki kecenderungan “Penilaian pada aspek kognitif”, paling tinggi berada pada cluster 4 (76,9%), kemudian disusul oleh cluster 3 (72,4%), cluster 2 (66,7%) dan cluster 1 (45,4%). Sedangkan sekolah yang memiliki kecenderungan “Penilaian sudah pada ranah afektif dan psikomotorik”, paling tinggi
berada pada cluster 1
(54,6%), kemudian disusul oleh cluster 2 (33,3%), cluster 3 (27,6%) dan cluster 4 (18,5%). Adapun aspek penilaian yang biasa diberikan setelah pembelajaran PKn pada cluster 1, sudah menuju pada ranah afektif dan psikomotorik, hal tersebut
155
dapat kita lihat pada tabel diatas, dimana sebagian besar responden (54,6%), menyatakan bahwa tugas rumah yang biasa diberikan oleh guru selain mengerjakan soal-soal PG dan essai dalam buku paket dan LKS, juga mencari data-data yang berada pada beberapa media informasi atau lembaga tertentu serta melakukan observasi. Dan apabila dibandingkan dengan jumlah persentase pada cluster lain, pada kontinum maksimum, cluster ini memiliki jumlah persentase tertinggi. Berbeda halnya dengan tiga cluster lainnya, yaitu cluster 2, 3 dan 4. Kecenderungan aspek penilaian yang biasa diberikan setelah pembelajaran PKn, masih menitik beratkan pada aspek kognitif siswa, yaitu penugasan yang terpaku pada buku paket dan LKS, hal tersebut dapat dilihat dari penyataan 66,7% responden (pada cluster 2), 72,4% responden (pada cluster 3) dan 76,9% (pada cluster 4), yang menyatakan bahwa tugas yang biasa diberikan oleh guru setelah pembelajaran berakhir ialah tugas untuk mengerjakan soal-soal PG dan essai yang terdapat dalam buku paket dan LKS. Dari hasil wawancara yang dilaksanakan dengan siswa pada cluster 2, menyatakan bahwa tugas tugas yang biasa diberikan setelah pembelajaran berakhir ialah tugas untuk mengerjakan LKS serta tugas untuk merangkum materi yang telah diberikan. Pada cluster 3, menurut FS tugas yagn diberikan oleh guru setelah pembelajaran berakhir ialah mengerjakan soalsoal yang terdapat dalam LKS. Begitu pula dengan hasil wawancara dengan siswa pada cluster 4 (G1, ma Dan AR), dimana tugas yang diberikan setelah proses pembelajaran berakhir bisanya berbentuk tugas LKS (apabila tugas individu), sedangkan bila tugas kelompok misalnya dengan tugas untuk membuat
156
makalah atau kliping. Sedangkan pada kelas yang berbeda, dengan guru yang berbeda pula, MA dan AR menyatakan bahwa setelah proses pembelajaran berakhir, guru jarang memberikan tugas. Dan apabila dilihat, cluster ini memiliki jumlah persentase tertinggi diantara cluster lainnya.
C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Semakin
baik
Cluster
sekolah,
cenderung
mengembangkan
isi
Pendidikan Kewarganegaraan lebih kearah values based daripada knowledge based David Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4) dalam kajian internasionalnya yang dilakukan bersama School Curriculum and Assessment Authority (SCAA) melalui “National Foundation for Educationnal Research in England and Wales (NFER)”, mendefinisikan secara operasional istilah “citizenship education” sebagai berikut: Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilties as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning) in that preparatory process. Maksud dari pernyataan di atas adalah “pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut” (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4).
157
Dari pengertian diatas tampak bahwa dalam studi tersebut, “citizenship education” atau pendidikan kewarganegaraan “dilihat sebagai suatu domain pendidikan yang bersifat multi dimensional dan tersebar secara programatik dalam keseluruhan tatanan kurikulum” (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4). Karena PKn bersifat multi dimensional, maka bahan kajian PKn meliputi seluruh aspek kehidupan warga negara di segala bidang. Dimana
aspek
kehidupan warga negara tersebut diadaptasi ke dalam suatu tatanan kurikulum yang terprogram secara teratur dengan harapan dapat memberikan alternatif solusi bagi permasalahan yang dialami oleh warga negara. Margaret S. Branson (1999:8) mengidentifikasi tiga komponen penting dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu
“Civic
(keterampilan
Knowledge
(pengetahuan
kewarganegaraan),
dan
kewarganegaraan), Civic
Dispositions
Civic
Skills
(watak-watak
kewarganegaraan)”. Komponen pertama, Civic Knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara” (Branson, 1999:8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang
dikembangkan dari
berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara
lebih
terperinci,
materi
pengetahuan
kewarganegaraan
meliputi
pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang
158
bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intelectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Ketiga, Civic Disposition (Watak-watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai "muara" dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif. Oleh karena itu, untuk mencapai ketiga komponen tersebut, isi atau contentt materi Pendidikan Kewarganegaraan harus menekankan pada tiga aspek penting dalam pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh Djahiri (1985:6), dimana tiga sasaran yang hendaknya tercapai dalam suatu proses pembelajaran PKn , yaitu: “Hal ihwal pengetahuan, hal ihwal sikap atau afektif, dan hal ihwal kelakuan dan atau keterampilan (psikomotorik).” Menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-55), yang termasuk
pada ranah
kognitif ialah
pengetahuan
(recall),
Pemahaman
(Comprehension), Aplikasi (application), Analisis (analysing), Sintesis dan Evaluasi. Ranah
afektif ialah Penerimaan (receving), Respon (Responding),
159
Menilai
(evaluating),
Mengorganisir
(Organizing),
Karakterisasi
(Characterizing). Dan ranah psikomotorik ialah Persepsi , Kesiapan, Imitasi, Peningkatan dan Orisinalisasi. Akan tetapi, dalam pelaksanaan dilapangan, penekanan ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik) belum mampu diimplementasikan secara optimal. Hal ini seperti apa yang dikemukanakan Winataputra dan Budimansyah (2007:121), dimana beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah satu kesalahan tersebut antara lain adalah : Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak Instructional (intructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (contentt mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya (Winataputra dan Budimansyah, 2007:118). Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster, kecenderungan pengembangan isi Pendidikan Kewarganegaraan SMAN di kota bandung, dapat dilihat dari score rata-rata setiap cluster, yang terdapat dalam tabel dibawah ini: Tabel IV.22 Kecenderungan isi Pendidikan Kewarganegaraan SMAN di Kota Bandung NAMA CLUSTER
KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Knowledge Based
Value Based
CLUSTER 1
42,4%
57,8%
CLUSTER 2
45,6%
54,4%
CLUSTER 3
20,1%
79,9%
CLUSTER 4
47,7%
47,1%
Seluruh Cluster
38,95%
59,8%
160
Dari tabel di atas, kecenderungan pengembangan isi Pendidikan Kewarganegaraan pada titik minimum (Knowledge based), paling tinggi berada pada cluster 4 (47,7%), kemudian cluster 2 (45,6%), cluster 1 (42,4) dan cluster 3 (20,1%).
Sedangkan
kecenderungan
pengembangan
isi
Pendidikan
Kewarganegaraan pada titik maksimum (Value Based), paling tinggi berada pada cluster 3 (79,9%), kemudian disusul oleh cluster 1 (57,8%), cluster 2 (54,4%), dan cluster 4 (47,1%). Apabila kita lihat secara keseluruhan, semakin baik cluster, kecenderungan pengembangan isi Pendidikan Kewarganegaraan lebih kearah value based dari pada knowledge based, hal ini terbukti dari jumlah persentase cluster 1 pada kontinum maksimum (value based) lebih tinggi dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 2 dan 4), begitupun cluster 2 memiliki jumlah persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan cluster 4.
Akan tetapi pada cluster 3,
pengemabangan isi PKn lebih baik dari cluster lainnya, termasuk cluster 1. Pada kontinum minimum (knowledge based), jumlah persentase cluster 1 lebih rendah dari pada dua cluster lainnya (cluster 2 dan 4), begitupun cluster 2 memiliki jumlah persentase yang lebih rendah dari cluster 4. Akan tetapi, cluster 3 memiliki kecenderungan pengembangan isi PKn lebih rendah dari semua cluster lainnya. Pada titik maksimum, cluster 3 berada pada urutan paling atas, hampir disemua aspek yang peneliti tilai, dimulai dari aspek penekanan yang paling sering dilakukan oleh guru saat menyampaikan materi (system politik Indonesia), penerimaan siswa (receiving) terhadap materi, respon siswa (responding) atas materi yang disampaikan, kemampuan menilai (valueing) serta mengkaji suatu
161
permasalahan yang timbul, hingga dampak atas materi yang disampaikan pada pembentukan sikap (characterizing) atau prinsip siswa. Kondisi diatas, dapat semakin tergambarkan dengan melihat hasil studi dokumentasi terhadap Silabus setiap cluster. Berdasarkan hasil penelitian, standar isi PKn di SMAN Kota Bandung dikembangkan kedalam Silabus dan Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP). Silabus menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP, 2006:14) ialah: Rencara pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pokok pembelajaran, indikator, peniliaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan silabus menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP, 2006:14) ialah: 1. Ilmiah, artinya keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat diperatanggungjawabkan secara keilmuan. 2. Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengna tingkat perkembangan fisik, intelektual, social, emosional, dan spiritual peserta didik. 3. Sistematis, artinya komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. 4. Konsisten, artinya adanya hubungan yang ajeg antara kompetensi dasar, indikator, materi pokik pembelajran, kegiatan pembelajran, sumber belajra dan system penilaian. 5. Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan system penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. 6. Actual dan kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan system penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir, dalam kehidupan nyata da peristiwa yang terjadi.
162
7. Fleksibel, artinya keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. 8. Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Setelah silabus tersebut disusun, selanjutkan silabus tersebut dijabarkan lebih detail kedalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan “penjabaran dari silabus yang telah disusun pada langkah sebelumnya. RPP disusun untuk sertiap kali pertemuan. Didalan RPP tercermin kegiatan yang dilakukan guru dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan” (Pusat Kurikulum, 2006:8). Berdasarkan penelitian, pengembangan standar isi dalam silabus di SMAN Kota Bandung telah disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Kurikulum menurut BSNP (2006:5) ialah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegaiatan pembelajaran untuk pencapaian tujuan pendidikan tertentu.” Untuk
mengetahui
perbedaan
pengembangan
isi
Pendidikan
Kewarganegaraan, dapat kita telaah melalui standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator dari setiap Cluster SMAN di Kota Bandung. Salah satunya dapat kita lihat dalam standar kompetensi “Menganalisis Sistem Politik Indonesia”. Kata oprasional “menganalisis” merupakan lingkup urutan taksonomi keempat dalam domain kognetif yang dikemukakan oleh J.R. Fraenkel (Djahiri, 1985:14), yaitu analisis (analysing). Tujuan dari analyzing atau analisis ialah agar mampu “mengenali hal yang tidak diungkap; mengenali hal yang salah/keliru;
163
membedakan; menyimpulkan; mempertautkan antar…; membaca keadaan/ bagian/ fakta/ data / fikiran dll.” Dengan demikian, dalam standar kompetensi “Menganalisis Sitem Politik Indonesia”, siswa harus dapat mengenali hal yang tidak diungkap dalam sistem politik di Indonesia; membedakan; menyimpulkan; mempertautkan antar…; membaca keadaan/ bagian/ data/ fikiran, dan lain-lain dalam sistem politik di Indonesia. Dalam standar kompetensi tersebut terdapat tiga kompetensi dasar dengan kata oprasionalnya adalah “mendeskripsikan, dan menampilkan”. Kata “mendeskripsikan” dapat kita sinonimkan dengan kata “menggambarkan.” Menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-15), kata kunci “menggambarkan” termasuk ke dalam likup urutan taksonomi kedua dalam domain kognetif, yaitu (comprehension), dan termasuk juga ke dalam lingkup urutan taksonomi keempat dalam
domain
afektif,
yairu
mengorganisir
(organizing).
Tujuan
dari
comprehension atau pemahaman menurut Fraenkel adalah “agar memahami, mengerti, mampu memperhitungkan, dapat menafsirkan, mampu menerjemahkan, mengemukakan dalam bahasanya sendiri, dll.” Sedangkan tujuan dari organizing atau mengorganisir ialah agar “lahir kebutuhan untuk menyerap/ mempelajari/ menerima/ menolak/ mengoreksi diri; mampu memperjelas/ mengklasifikasikan diri dan menginternalisasi, memahami keadaan diri; menyadari akan perlunya/ pentingnya sesuatu.” Dengan demikian, siswa harus mampu memahami, mengerti, mampu
memperhitungkan,
dapat
menafsirkan,
mampu
menterjemahkan,
mengemukakan dalam bahasanya sendiri tentang sistem politik di Indonesia; serta lahir kebutuhan untuk menyerap/ memperlajarai/ menerima/ menolak/ mengoreksi
164
diri; mampu memperjelas/ mengklasifikasi diri dan menginternalisasi, memahami keadaan diri; menyadari akan perlunya/ pentingnya sesuatu dalam sistem politik di Indonesia. Untuk kompetensi dasar berikutnya, menggunkan kata oprasional “menampilkan”,
kata
ini
dapat
kita
sinonimkan
dengan
kata
“mendemonstrasikan”. Menurut Fraenkel ( Djahiri, 1985: 14-15), kata kunci dari “mendemonstrasikan” termasuk dalam taksonomi ketiga dalam domain kognitif, yaitu aplikasi (application) dan termasuk juga kedalam domain afektif, yaitu mengorganisir (organizing). Tujuan dari application
atau aplikasi menurut
Fraenkel (Djahiri, 1985: 14), ialah agar “menerapkan konsep ke dalam realita; menggunakan teori/ hokum dalam situasi/ keadaan/ kehidupan yang aneka ragam; membuat bagan/ skema; menunjukkan penggunaan prosedur; dll.” Sedangkan tujuan dari “organizing” telah dibahas sebelumnya. Dengan demikian siswa harus mampu untuk menerapkan konsep sistem politik ke dalam realita; menggunakan teori/ hukum dalam situasi/ keadaan/ kehidupan yang aneka ragam; membuat bagan skema; menunjukkan penggunaan prosedur; serta lahir kebutuhan untuk menyerap/
mempelajari/
menerima/
menolak/
mengoreksi
diri;
mampu
memperjelas/ mengklasifikasikan diri dan menginternalisasi, memahami keadaan diri; menyadari akan perlunya/ pentingnya sesuatu dalam sistem politik di Indonesia. Kompetensi dasar tersebut kemudian dijabarkan ke dalam beberapa indikator. Dimana dalam indikator tersebut, terdapat beberapa kata-kata oprasional yang digunakan oleh setiap guru untuk menjabarkan indikator tersebut,
165
hal tersebut yang akan peneliti bandingkan dari setaiap cluster. Pada cluster 1, kompetensi dasar tersebut dijabarkan kedalam 9 indikator, dimana kata-kata oprasional yang digunakan ialah ”menganalisis, mendeskripsikan (tiga indikator), menguraikan, menunjukan (tiga indikator), mengidentifikasi serta berberan ”. Pada cluster 2 kompetensi dasar tersebut dijabarkan kedalam 8 indikator, dimana kata-kata oprasional yang digunakan ialah: ”menjelaskan, mendeskripsikan (dua indikator), menyebutkan, menganalisis (dua indikator), mendemonstrasikan, melaksanakan.” Pada cluster 3 kompetensi dasar tersebut dijabarkan kedalam 11 indikator, yaitu : ”menjelaskan (dua indikator), membedakan (dua indikator), melaksanakan, menyimpulkan, meyakini (dua indikator), mengikuti bentuk, mendukung, menganalisis” dan pada cluster 4 kompetensi dasar tersebut dijabarkan kedalam 5 indikator, yaitu: ”mendeskripsikan (dua indikator), mengidentifikasi, menguraikan, dan mengkaji.” Pada cluster 1, kata oprasional yang digunakan, yaitu ”menganalisis, mendeskripsikan, menguraikan, menunjukan, mengidentifikasi serta berperan.” kata
”menganalisis”
dan
’deskripsikan”
telah
dijelaskan
diatas,
kata
”menguraikan” menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-16) termasuk pada taksonomi kedua pada kawasan kognitif dan taksonomi pertama pada kawasan psikomotorik. Kata ”menunjukan” termasuk taksonomi pertama pada kawasan kognitif. Kata ”mengidentifikasi” termasuk taksonomi pertama pada kawasan kognitif dan termasuk juga pada kawasan afektif taksonomi pertama. Adapun kata ”berperan” termasuk pada kawasan afektif pada taksonomi empat.
166
Kata-kata oprasional yang digunakan pada cluster 2 ialah: ”menjelaskan, mendeskripsikan,
menyebutkan,
menganalisis,
mendemonstasikan,
melaksanakan.” kata ”mendeskripsikan dan menganalisis” telah dibahas sebelumnya. Kata ”menjelaskan’ menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-16), termasuk pada ranah kognitif tingkat pertama. Kata ”menyebutkan” termasuk pada ranah kognitif taksonomi pertama. Kata ”mendemonstrasikan” termasuk pada kawasan afektif tingkat empat. Dan kata ”mencintai” termasuk kawasan afektif kelompok kelima. Kata-kata oprasional yang digunakan pada cluster 3 ialah: ”menjelaskan, membedakan, melaksanakan, menyimpulkan, meyakini, mengikuti bentuk, mendukung, menganalisis”. Kata oprasional ”menjelaskan” menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-16) termasuk pada kawasan kognitif taksonomi kedua. Kata ”membedakan” termasuk pada kawasan kognitif taksonomi ketiga dan kawasan afektif pada taksonomi ketiga. Kata ”melaksanakan” termasuk pada kawasan afektif taksonomi keempat. Adapun kata ”menyimpulkan”
dikategorikan
termasuk pada kawasan kognitif taksonomi keenam. Kata ”meyakini” termasuk pada taksonomi terakhir pada kawasan afektif. Kata ”mengikuti bentuk”, kata ini dapat dipersamakan dengan kata ”meniru” yang merupakan kata yang terdapat pada taksonomi ketiga pada kawasan psikomotorik. Kata ”mendukung” dapat dipersamakan dengan kata ”menyatakan posisi/tanggapannya”, dimana kata ini termasuk pada kawasan afektif taksonomi ke empat. Adapun kata oprasional ”menganalisis” telah dijelaskan dimuka.
167
Pada cluster terakhir (cluster 4), kompetensi tersebut dijabarkan pada lima indikator,
dengan
menggunakan
beberapa kata oprasional,
yaitu:
”mendeskripsikan, mengidentifikasi, menguraikan, dan mengkaji.” pada kata oprasional yang pertama, yaitu ”mendeskripsikan” telah dibahas diawal. Kata berikutnya ialah kata ”mengidentifikasi” menurut Fraenkel (Djahiri, 1985:14-16) termasuk pada taksonomi pertama kawasan kognitif dan termasuk juga pada kawasan afektif taksonomi pertama. Kata ”menguraikan” termasuk pada kawasan kognitif taksonomi kedua. Sedangkan kata ”mengkaji” termasuk pada kawasan kognitif taksonomi keenam dan termasuk pula pada kawasan afektif taksonomi ke tiga. Dari uraian diatas, diketahui diantara empat cluster SMAN di Kota Bandung, pada cluster 3 guru mampu menjabarkan kompetensi dasar kedalam beberapa indikator yang beragam, yang mampu mewakili domain kognitif, afektif serta psikomotorik. Dan apabila dibandingkan dengan cluster lainnya (cluster 1, 2 dan 4), pengembangan isi materi PKn pada cluster 3 lebih kearah value based dari pada knowledge based. Begitupula dengan cluster 1 apabila dibandingkan dengan cluster 2 dan 4. Dan cluster 2 apabila dibandingkan dengan cluster 4.
2. Semakin baik cluster sekolah, pencapaian visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk Warga Negara yang baik dan cerdas, cenderung menuju arah inclusive dari pada exclusive Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang dibentuk dengan tujuan (visi) untuk mempersiapkan generasi muda bangsa
168
menjadi warga negera yang baik dan cerdas (good citizenship). Untuk membentuk generasi tersebut, setiap guru Pendidikan Kewarganegaraan harus mampu melatih siswa agar mampu menganalisis, berfikir kritis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sepertia apa yang diungkapkan oleh Djahiri (1985:3), bahwa “PKn merupakan bidang studi yang mengembangkan trifungsi peran yang diantaranya adalah membina manusia Indonesia yang melek masalah yaitu tau persoalan, kendala dan kesulitas yang dihadapi dirinya.” Untuk mencapai tujuan tersebut, mata pelajaran ini tidak dapat berdiri sendiri (exclusive) akan tetapi harus dikombinasikan (combine) dengan disiplin ilmu lain, terutama disiplin ilmu pada rumpun sosial, seperti mata pelajaran Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, dan Agama.
Hal ini, seperti
perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) di Pakistan yang tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah politik dari Negaranya, Dean (2000:75-96). Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster SMAN di Kota Bandung, kecenderungan pencapaian visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk Warga Negara yang baik dan cerdas dapat dilihat dari score rata-rata setiap cluster, dibawah ini:
169
Tabel IV.23 Kecenderungan Pencapaian Visi Dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membentuk Warga Negara Yang Baik Dan Cerdas NAMA CLUSTER
KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN exclusive
Inclusive
CLUSTER 1
28,05%
71,95%
CLUSTER 2
37,50%
61,83%
CLUSTER 3
27,57%
72,43%
CLUSTER 4
44,23%
49,975%
Seluruh Cluster
34,34%
64,05%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan pencapaian visi dan misi pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk warga negara yang baik dan cerdas, pada kontinum minimum (exclusive), paling tinggi berada pada cluster 4 (44,23%), kemudian cluster 2 (37,5%), cluster 1 (28,05%) dan cluster 3 (27,57%). Sedangkan kecenderungan pencapaian visi dan misi pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk warga yang baik dan cerdas, pada kontinum maksimum (inclusive), paling tinggi berada pada cluster 3 (72,425%), kemudian disusul oleh cluster 1 (71,95%), cluster 2 (61,83%), dan cluster 4 (49,975%). Apabila kita lihat secara keseluruhan, semakin baik cluster sekolah, pencapaian visi dan misi pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk warga negara yang baik dan cerdas cenderung menuju arah inclusive dari pada exclusive. Hal ini terbukti dari jumlah persentase cluster 1 pada kontinum maksimum (inclusive) lebih tinggi dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 2 dan 4), begitupun cluster 2 memiliki jumlah persentase yang lebih tinggi dibandingkan
170
dengan cluster 4. Akan tetapi pada cluster 3, pengembangan isi PKn lebih tinggi dari cluster lainnya. Pada kontinum minimum (exclusive), jumlah persentase cluster 1 lebih rendah dari pada dua cluster lainnya (cluster 2 dan 4), begitupun cluster 2 memiliki jumlah persentase yang lebih rendah dari cluster 4. Akan tetapi, cluster 3 memiliki kecenderungan pengembangan isi PKn lebih rendah
dari
semua cluster lainnya. Keadaan tersebut dapat semakin terlihat, apabila mengupas hasil wawancara bersama guru-guru PKn di empat cluster tersebut. Guru PKn pada cluster 3 dan 1, menyatakan bahwa “PKn merupakan materi yang tidak dapat berdiri sendiri, perlu banyak tambahan dari materi pada mata pelajaran yang lainnya (Sejarah, Agama, Sosiologi, Geografi dan Ekonomi)”, oleh karena itu, guru-guru pada dua cluster ini, telah mewajibkan mata Pelajarannya (PKn) dikaitkan dengan materi-materi pada rumpun sosial serta isu-isu terhangat yang ada dalam masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Somantri (2001:158), dimana terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain: a. Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu. b. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional. c. Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan. d. Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” Ilmu Kewarganegaraan. e. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara serta sejarah perjuangan bangsa. f. Kegiatan dasar manusia. g. Pengertian pendidikan IPS
171
Disamping itu, untuk mengetahui lebih jelas tentang bagaimana seharusnya penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan dipersekolahan, dimulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), akan dijelaskan dengan bagan perkembangan dan Program Civic Education dibawah ini: Bagan IV.2 Bagan perkembangan dan program Civic Education
ILMU POLITIK
EDUCATION
ILMU-ILMU
1
SOSIAL
CIVIC PSIKOLOGI
ETIKA, AGAMA
SOSIAL
TEKNOLOGI CIVICS
2
SCIENCE POSITIVE
BELAJAR
4
5 CIVIC EDUCATION 3
INFLUENCES MASYARAKAT
A
CONTENTT
B X1
KONSTITUSI
B E
PROSES BERFIKIR TRANSFER
6
INFORMAL
NEGARA
TEORI MENGAJAR
EDUCATION
X1
PERCEPTION AQUIRING
I
SKILL
GENERALISATION AFFECTIVE
X2
F
X2
K
LEARNING
C X3
G
X3
D
PERSONALITY AND
K
ADJUSMENT
Ket: 1) Sebagian dari ilmu politik, Political Democracy untuk pelajaran di sekolah, mula-mula civil government, kemudian civic 1970. 2) Timbulnya gerakan Civic Education 1901, oleh Howrd Wilson, karena pelajaran Civic kurang berusaha memenuhi kebutuhan pelajaran aspek pendidikan dan kebutuhan masyarakat. 3) Civic education 1971 mendapat perhatian yang luas di Amerika Serikat.
172
4) Civic Education diperkaya dengan berbagai sumber pengetahuan dan positive influence dari sekolah, keluarga dan masyarakat. 5) Konsep-konsep psikologi pendidikan sebagai alat untuk mendapatkan civic education. 6) A,B,C dan D adalah scope civic education yang sudah diperkaya. Kerucut EFG adalah inti civic education, yaitu political democracy. Tanda X1,X2,X3 dari sumber lain yang dimabil untuk memperkaya civic education. X1 E X1 adalah program civic education untuk Sekolah Dasar X2 F X2 adalah program civic education untuk SLTP X3 G X3 adalah program civic education untuk SMA Jika menelaah point (4) dapat diketahui bahwa civic education diperkaya dengan berbagai sumber pengetahuan, dari rumpun ilmu social, etika, science, positive influence masyarakat, informal contentt, dan kontitusi Negara, sehingga dapat memperkaya wawasan siswa, selain itu dapat berguna secara nyata bagi kebutuhan pribadi siswa, masyarakat dan Negara, Numan Somantri (1969:48). Berbeda halnya dengan guru PKn pada cluster 2, dimana saat menyampaikan materi PKn, jarang sekali dikaitkan dengan mata pelajaran Agama, Geografi dan Ekonomi. Adapun mata pelajaran yang sering dikaitkan dengan mata pelajaran PKn ialah mata pelajaran Sosiologi. Hal ini seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Udin S. Winataputra sebagaimana yang dikutip oleh Sapriya (2001:58) yang menunjukkan bahwa dilapangan, ditemukan adanya kelemahan-kelemahan yang mendasar pada Pendidikan Kewarganegaraan, yang salah satunya adalah keterisolasian proses pembelajaran dari konteks keilmuan dan lingkungan sosial budaya. Pengaturan posisi duduk siswa saat pembelajaran cenderung statis (jarang berubah posisi), walaupun dari hasil penyebaran angket, lebih dari setengan
173
responden pada tiga cluster (1,2, dan 4) menyatakan bahwa posisi duduk sering berubah, terutama saat terjadi diskusi kelas. Akan tetapi saat di cross ceck melalui wawancara bersama beberapa siswa pada empat cluster tersebut, diketahui bahwa memang saat diskusi posisi berubah, hanya pelaksanaan diskusi tersebut jarang sekali dilaksanakan, kalaupun dilaksanakan terkadang posisi duduk siswa hanya untuk membalikan badan ke bangku belakang, dengan komposisi kelompok empat orang. Sedangkan pada cluster 3, sebagian besar responden menyatakan bahwa posisi duduk siswa statis (hanya duduk ditempat). Sedikit berbeda dengan cluster lainnya, pada cluster 4, terdapat satu kelas, yaitu kelas X dimana guru PKn jarang sekali hadir saat pembelajaran berlangsung. menurut penuturan siswa pada kelas tersebut, kegiatan yang dilakukan saat pembelajaran PKn ialah melaksanakan diskusi kelompok (tanpa kehadiran guru), untuk menjawab beberapa pertanyaan. Materi tidak pernah dikaitkan dengan mata pelajaran lain apalagi dengan isu-isu yang sedang berkembang saat ini. walaupun pada kelas lainnya, yaitu kelas XI guru PKn sering mengkaitkan dengan mata pelajaran pada rumpun sosial (Agaman, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi dan Sejarah) serta isu-isu terhangat yang terdapat dalam masyarakat. akan tetapi secara keseluruhan, kondisi ini menyebabkan cluster ini berada pada urutan paling rendah di titik minimum.
174
3. Semakin
baik
cluster
sekolah,
proses
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah interactive interpretation dari pada didactic transmision Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003). Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa banyak hal yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran, yaitu: siswa (peserta didik), guru (peserta didik), sumber belajar, dan lingkungan belajar. Adapun pengertian lain diutarakan oleh Winataputra (1997:14), bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari komponen atau unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. “Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan” (Winataputra, 1997:14). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh David Kerr
tentang Civic
Education yang dilakukan oleh National Foundation for Educational Research in England and Wales (NFER) mengenai Perbandingan Internasional terhadap Pendidikan Kewarganegaraan, David Kerr mengemukakan sebuah kontinum dari hasil studi tersebut. Dari hasil studi di berbagai negara tersebut, pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan dikelompokkan menjadi 2(dua) kategori, yaitu “minimal interpretation dan maximal interpretation” (Kerr,1999:14). Lebih lanjut pengelompokkan tersebut dapat kita lihat pada bagan di bawah ini:
175
MINIMAL Thin Exclusive Elitist civics education Formal contentt led knowledge based didactic transmission easier to achieve and measure in practice
___________________ ___________________ ___________________ ___________________ ___________________ ___________________ ___________________ ___________________ ___________________ ___________________
MAXIMAL thick inclusive activist citizenship education participative process led values based interactive interpretation more difficult to achieve and measure in practice
Bagan IV.3 Citizenship education continuum (David Kerr, 1999:14) Citizenship Education pada titik minimal ditandai oleh “thin, exclusive, elitist, civics education, formal, contentt led, knowledge based, didactic transmission, easier to achieve measure in practice (Kerr, 1999:14)”. Maksudnya adalah “didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, bentuk pengajaran kewarga-negaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan,
menitikberatkan
pada
proses
pengajaran,
hasilnya
mudah
diukur”(Winataputra dan Budimansyah,2007:5-6). Sedangkan yang bersifat maksimal ditandai oleh “thick, inclusive, activist, citizenship education, participative, process led, values based, interactive interpretation, more difficult to achieve and measure in practice” (Kerr, 1999:14). Maksudnya adalah: didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, diberi label ”citizenship education”, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di dalam maupun di luar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar (Winataputra dan Budimansyah,2007:6).
Indonesia sebagai salah satu bagian dari Negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, termasuk dalam Negara yang berada pada kontium minimum. Hal
176
ini, diperkuat dengan apa yang diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007:118) yaitu: Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruiksional (Instructional effect) yang terbatas pada penguasaaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effect) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhaitan sebagmana mestinya. Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster SMAN di Kota Bandung, terdapat perbedaan pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, hal ini dapat dilihat dari score rata-rata setiap cluster, yang terdapat dalam tabel dibawah ini : Tabel IV.24 Kecenderungan Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan NAMA KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
CLUSTER didactictransmission
interactive interpretation
CLUSTER 1
57,37%
42,59%
CLUSTER 2
63,11%
36,30%
CLUSTER 3
69,37%
30,04%
CLUSTER 4
68,11%
28,80%
Seluruh Cluster
64,49%
34,43%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada titik minimum (didactic transmission), paling tinggi berada pada cluster 4 (68,11%) kemudian cluster 3 (69,37%), cluster 2 (63,11%), dan cluster 1 (57,37%). Sedangkan kecenderungan
177
Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada titik maksimum (interactive interpretation),
paling tinggi berada pada cluster 1 (42,59%),
kemudian disusul oleh cluster 2 (36,30%), cluster 3 (30,04%) dan cluster 4 (28,80%). Apabila kita lihat secara keseluruhan, semakin baik cluster sekolah, proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah interactive interpretation dari pada didactic transmission. Hal ini terbukti dari jumlah persentase cluster 1 pada kontinum maksimum (interactive interpretation), lebih tinggi dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan 4), begitu juga dengan cluster 2 yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih tinggi daripada cluster 4. Sedangkan pada kontinum minimum (didactic transmission), jumlah persentase cluster 1 lebih rendah dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan 4), begitu juga dengan cluster 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih rendah daripada cluster 4. Dari hasil wawancara dengan guru-guru
pada
empat cluster,
kecenderungan-kecenderungan pada table diatas dapat terlihat semakin jelas. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hal, yaitu penggunaan metode, media, dan sumber belajar. Berdasarkan hasil wawancara, penggunaan metode pembelajaran, pada cluster 1 menggunakan metode yang lebih variatif dibandingkan dengan cluster lainnya, yaitu metode diskusi, debat, kepala bernomor, snow ball throwing. Sedangkan pada cluster 2,3 dan 4, metode yang digunakan ialah ceramah, ceramah bervariasi, diskusi, dan tanya jawab.
178
Dalam pelaksanaan metode diskusi, seharusnya pembelajaran berpusat pada siswa. Akan tetapi dari hasil temuan lapangan, terungkap bahwa pada saat diskusi ada siswa yang aktif dan ada juga yang tidak aktif. Hal ini disebabkan oleh minat siswa masih kurang dan kemampuan guru untuk merangsang siswa untuk aktif dalam diskusi belum optimal. Melihat kenyataan tersebut, tetap saja dalam pembelajaran PKn kesempatan atau dukungan bagi siswa untuk berinisiatif masih minim. Apabila merujuk pada pandangan Numan Somantri (2001:289), teknik yang digunakan bersifat “tradisional”. Menurut beliau, yang termasuk teknik mengajar “tradisional” ialah “menekankan pada ceramah, indoktrinasi, dan guru berperan sebagai drill master”. Numan Somantri (2001: 289) menambahkan bahwa “teknik-teknik seperti itu, bukan tidak bermanfaat akan tetapi bila dilihat dari teori psikologi medan (field psychology) kurang dapat memobilisasi dan menumbuhkan potensi berfikir, sikap, dan keterampilan siswa. Sebagaimana diungkapkan pula oleh David Kerr (1999:15), bahwa tujuan utama dari pembelajaran Civic Education bukan hanya menginformasikan, akan tetapi juga menggunakan informasi tersebut untuk menolong siswa memahami dan meningkatkan kapasitas mereka untuk berpartisipasi. Dari sisi media, cluster 1 dan 2 lebih unggul dibandingkan dengan cluster 3 dan 4, pada dua cluster ini (terutama cluster 1), saat proses pembelajaran berlangsung, media internet yang terdapat pada hp setiap siswa mampu dioptimalkan untuk menunjang pembelajaran, sementara pada cluster lainnya media yang digunakan masih berkisar pada media papan tulis, peta konsep dan
179
kadang info dari TV.
Pada dasarnya penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran memiliki arti penting bagi keberhasilan kegitan belajar mengajar, sebab dengan adanya media pembelajaran diharapkan (Djahiri, 1996:31), dapat: a. Menjadi fasilitator proses kegiatan belajar siswa dan peningkatan hasil belajar real. b. Meningkatkan kadar proses CBSA atau proses kegiatan mengajar guru interaktif-reaktif. c. Meningkatkan motivasi belajar atau nuansa belajar yang baik. d. Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran dan keberhasilan pengajaran. e. Meningkatkan proses kegiatan belalajar mengajar secara efekit, effisien dan optimal. f. Menyegarkan kegiatan belajar mengajar.
Adapun sumber belajar yang digunakan, pada dasarnya hampir sama di semua cluster, yaitu menggunakan buku paket, buku lain yang menunjang serta berita-berita yang ada di Koran-koran. Sedangkan pada cluster 1,
selain
menggunakan sumber belajar yang telah disebutkan diatas, juga telah mampu memanfaatkan perpustakaan digital yang terdapat pada hp setiap siswa. Hal yang peneliti garis bawahi ialah penyelenggaraan proses pembelajaran pada cluster 4. Dari hasil angket, pada kontinum maksimum pelaksanaan proses pembelajaran PKn pada cluster ini, berada pada urutan paling rendah. Berdasarkan hasil wawancara bersama siswa kelas X, dapat diketahui bahwa pada kelas tersebut, guru jarang menghadiri proses pembelajaran. Fungsi guru hanya memberi tugas untuk melaksankan diskusi kelompok, kemudian setelah selesai jam pelajaran, siswa mengumpulkan hasil diskusi tersebut. Lazimnya, saat proses pembelajaran berlangsung, terdapata interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Karana pada dasarnya proses
180
pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru, siswa dan lingkungannya. Interaksi dalam peristiwa pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan juga penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar, Kosasih Djahiri (2007:1) mengemukakan bahwa: “Pembelajaran secara prosedural, dilihat dari komponen/instrumental inputs adalah proses interaksi/interradiasi antara kegiatan belajar siswa (KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta dengan lingkungan belajarnya (learning environments).” Dari kutipan diatas, guru menjadi salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru dapat membantu peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah yang dalam perkembangannya senantiasa memerlukan orang lain. Hal ini menunjukan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, begitupula dengan peserta didik. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam bukunya Martinis Yamin (2006:54), dalam setiap pembelajaran, seorang guru diharapkan mampu untuk: a. b. c. d. e. f. g. h.
Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa. Menjelaskan indicator/tujuan instuksional yang harus dicapai. Mengingatkan kompetensi prasyarat. Memberikan stimulus (masalalh, topic dan konsep) Memberikan petunjuk belajar. Memunculkan penampilan, kompetensi dan keterampilan siswa. Memberikan umpan balik. Menilai penampilan dan memberi tagihan kepada siswa.
181
i. Menyimpulkan materi yang telah disampaikan kepada siswa.
Dapat terlihat dengan jelas, bahwa keberadaan guru dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh besar, baik terhadap perkembagan mata pelajaran yang dipegang atau pun perkembangan siswa. Bagaimana guru dapat memberikan motivasi kepada siswa, apabila saat pelakasanaan pembelajaran guru tersebut tidak ada.
4.
Semakin
baik
cluster
sekolah,
aspek
peniliaian
Pendidikan
Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah more difficult to achieve and measure in practice dari pada easier to achieve measure in practice Penilaian merupakan suatu aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena semua variabel yang mendukung terselenggaranya pembelajaran tidak akan dapat dipisahkan dari penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian sendiri merupakan proses
penetapan kualitas hasil belajar,
berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran dapat diketahui dari hasil penilaian. Gronlund (1981:483) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa fungsi penilaian, yaitu untuk memperbaiki proses pembelajaran, laporan kemajuan belajar kepada orang tua, pedoman dalam bimbingan konseling, kepentingan administrasi sekolah, dan keperluan penelitian. Selain itu Rumini (1991: 121) menambahkan bahwa fungsi pembelajaran, sebagai: (1) insentif untuk meningkatkan belajar, (2) umpan balik bagi peserta didik, (3) peserta didik sebagai umpan balik bagi guru, (4) informasi bagi orang tua, dan sebagai informasi untuk keperluan seleksi.
182
Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil penilaian yang optimal, perlu prinsip-prinsip serta teknik yang sesuai. Dalam penilaian PKn, terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan, seperti yang diungkapkan oleh A. Kosasih Djahiri (1995:53) yaitu : a. Penilaian tidak hanya berfungsi untuk pengukuran tingkat keberhasilan belajar siswa melainkan juga tingkat keberhasilan/kegagalan mengajar, serta program reduksi, dan momentum membaca kualifikasi atau jati dirinya (siswa), keluarga dan lingkungan kehidupannya. b. Penilaian jangan hanya diartikan THB/TPB atau ulangan yang cenderung administratif formal yakni mencari dan menentukan nilai/angka melainkan momentum pengukuran diri untuk reduksasi atau remedial.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat cluster SMAN di Kota Bandung, dapat terungkap bahwa terdapat perbedaan penekanan aspek penilaian yang dilakukan oleh guru saat pembelajaran PKn, dimulai dari penilaian yang sederhana (penilaian yang menekankan aspek kognitif ) sampai dengan penilaian yang lebih kompleks (penlaian yang mencakup tigak asepk, yaitu aspek kognitif, afektif serta psikomotorik). Hal tersebut dapat kita lihat pada tabel score rata-rata setiap cluster, dibawah ini:
183
Tabel IV.25 Kecenderungan Penilaian Pendidikan Kewarganegaraan KONTINUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN NAMA CLUSTER easier to achieve measure in
more difficult to achieve and
practice
measure in practice
CLUSTER 1
56,85%
42,075%
CLUSTER 2
60,65%
36,13%
CLUSTER 3
62,48%
37,05%
CLUSTER 4
66,53%
28,88%
Seluruh Cluster
61,63%
36,03%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kecenderungan aspek peniliaian Pendidikan Kewarganegaraan pada titik minimum (easier to achieve measure in practice), paling tinggi berada pada cluster 4 (66,53%), kemudian cluster 3 (62,48%), cluster 2 (60,65%) dan cluster 1 (56,85%). Sedangkan kecenderungan Penilaian Pendidikan Kewarganegaraan, pada titik maksimum (more difficult to achieve and measure in practice ), paling tinggi berada pada cluster 1 (42,08%), kemudian disusul oleh cluster 3 (37,05%), cluster 2 (36,13%), dan cluster 4 (28,88%). Secara umum, seluruh cluster cenderung berada pada kontinum minimum, hal ini terlihat dari jumlah persentase seluruh cluster, cenderung lebih besar pada kontinum minimum dari pada kontinum maksimum. Akan tetapi apabila kita melihat perbandingan antar cluster, semakin baik cluster sekolah, aspek peniliaian Pendidikan Kewarganegaraan cenderung berkembang menuju arah more difficult to achieve and measure in practice dari pada easier to achieve measure in
184
practice. Hal ini terbukti dari jumlah persentase cluster 1 pada kontinum maksimum (more difficult to achieve and measure in practice), lebih tinggi dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan 4), begitu juga dengan cluster 2 yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih tinggi daripada cluster 4. Sedangkan pada kontinum minimum (easier to achieve measure in practice), jumlah persentase cluster 1 lebih rendah dibandingkan dengan tiga cluster lainnya (cluster 2, 3, dan 4), begitu juga dengan cluster 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan dua cluster lainnya (cluster 3 dan 4), dan cluster 3 lebih rendah daripada cluster 4. Pada cluster 1 bentuk tugas yang biasa diberikan
setelah selesai
pembelajaran, sudah bergeser lebih baik, dimana tugas yang diberikan tidak hanya mengerjakan soal-soal dalam buku paket dan LKS, akan tetapi terdapat tugas untuk mencari data dari beberapa media masa, lembaga-lembaga pemerintahan serta melaksanakan observasi. Berbeda halnya dengan beberapa cluster lainnya (cluster 2, 3 dan 4), dimana tugas yang diberikan didominasi pada pengerjaan soal-soal yang terdapat dalam Buku Paket serta LKS. Bahkan pada cluster 4, selama mengikuti pembelajaran PKn, relative tidak pernah mendapatkan tugas berbentuk proyek. Dari hasil wawancara dengan guru dan siswa pada empat cluster, dapat diketahui bahwa pada dasarnya, setelah selesai pembelajaran tugas yang paling sering diberikan pada siswa adalah mengerjakan soal-soal pada LKS dan Buku Paket. Adapun cluster yang pernah memberikan tugas proyek, hanya terdapat pada dua cluster, yaitu cluster 1 dan cluster 3.
185
Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya pelaksanaannya penilaian PKn yang digunakan pada SMAN di kota bandung masih didominasi pada penekanan aspek kognitif, sedangkan aspek lainnya (afektif dan psikomotorik) belum mampu untuk dioptimalkan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007:118) yaitu: Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruiksional (Instructional effect) yang terbatas pada penguasaaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effect) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhaitan sebagmana mestinya.
Selain itu, nana sudjana (2005:8) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan penilaian perlu memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian, yaitu sebagai berikut: 1. Dalam penilaian hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilain. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam merancang penilaian hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakan. 2. Penilana hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar, atinya penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. 3. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemauan siswa, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komfrehensif. 4. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun siswa. oleh kaena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa. Dari prinsip yang dikemukakan diatas, penilaian yang paling tepat digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah penilaian proses dan hasil, seperti apa yang telah diungkapkan oleh
Budimansyah
186
(2004:15) dimana penilaian proses dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hasil penilaian proses dipergunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Tujuan penilaian proses adalah mencari umpan balik (feedback) untuk memperbaiki pembelajaran yang sedang berlangsung. Penilaian proses dapat dilakukan pada kegiatan intra dan ekstrakurikuler. Selanjutnya kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut (Budimansyah dkk, 2004 : 18 - 20). 1. Intrakurikuler Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan belajar mengajar di kelas. Selama berlangsungnya proses belajar mengajar perlu dilakukan penilaian proses yang meliputi penilaian aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. a. Penilaian Kognitif Penilaian kognitif untuk menilai proses belajar mengajar di kelas dapat menggunakan tes formatif. Sebagai penilaian proses, tes formatif dapat digunakan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang sedang atau sudah dilaksanakan. b. Penilaian Afektif Tipe proses belajar afektif berkenaan dengan minat dan perhatian terhadap pelajaran, motivasi dan keinginan untuk berprestasi, penghargaan terhadap guru dan teman sekelas, disiplin, dan hubungan sosial. Untuk menilai proses belajar afektif dapat digunakan berbagai alat, di antaranya adalah Catatan Anekdot (Anecdotal Record). Catatan anekdot adalah catatan yang menggambarkan sikap dan/perilaku seorang siswa atau sekelompok siswa
187
dalam situasi apa adanya. Gambaran ini diambil secara sistematis dan diharapkan tidak bercampur baur dengan berbagai macam interpretasi. c. Penilaian Psikomotorik Tipe proses belajar psikomotorik berkenaan dengan perilaku dan kebiasaan siswa belajar, misalnya perilakunya ketika bel masuk berbunyi, kebiasaannya dalam mencatat bahan pelajaran, perilakunya pada saat guru menjelaskan pelajaran, kebiasaannya pada waktu istirahat, dan sebagainya. Untuk menilai proses belajar psikomotorik dapat digunakan berbagai alat, diantaranya adalah Catatan Anekdot (Anecdotal Record). 2. Ekstrakurikuler a. Penilaian Kognitif Penilaian kognitif untuk menilai proses pembelajaran di luar kelas (ekstrakurikuler) dapat menggunakan Daftar Ceklis Penguasaan Materi. Daftar ini digunakan untuk mengecek tingkat penguasaan para siswa terhadap substansi kegiatan ekstrakurikuler. b. Penilaian Afektif Penilaian proses belajar afektif dalam kegiatan pembelajaran ekstrakurikuler berkenaan dengan minat dan perhatian terhadap kegiatan pembelajaran, motivasi dan keinginan untuk menghasilkan karya yang bermutu, penghargaan terhadap guru dan teman sekelas, disiplin, dan hubungan sosial. Alat penilaian yang dapat digunakan adalah Daftar Ceklis Sikap Belajar.
188
c. Penilaian Psikomotorik Tipe proses belajar psikomotorik dalam kegiatan pembelajaran ekstrakurikuler berkenaan dengan perilaku dan kebiasaan siswa bekerja melakukan tugas-tugas, misalnya kebiasaan datang ke tempat kegiatan, keseriusannya dalam mengerjakan tugas, kerjasama dalam kelompok, dan sebagainya. Alat penilaian yang dapat digunakanadalah lembar observasi. Untuk memperoleh data atau informasi sampai di mana pengusaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu, dilakukan penilaian hasil belajar (Budimansyah dkk, 2004:21). Penilaian hasil dapat dilakukan pada kegiatan intra dan ekstrakurikuler. Selanjutnya kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut (Budimansyah dkk, 2004: 21 - 23). 1. Intrakurikuler a. Penilaian Kognitif Untuk menilai hasil belajar aspek kognitif digunakan tes sumatif, yaitu tes yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu. Fungsi dan tujuan penilaian sumatif ialah untuk menentukan apakah dengan nilai yang diperolehnya itu seorang siswa dinyatakan lulus atau tidak lulus. Alat penilaian sumatif untuk menilai penguasaan kognitif yang lazim dipergunakan adalah tes.
189
b. Penilaian Afektif Tipe hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap siswa pada waktu belajar di sekolah, terutama pada waktu guru mengajar maupun setelah pelajaran selesai. Salah satu teknik penilaian hasil belajar afektif adalah dengan skala sikap. Penilaian hasil belajar afektif harus menjadi bagian integral dari penilaian kognitif. Fungsinya adalah untuk menentukan apakah seorang siswa naik kelas dan dinyatakan lulus dalam ujian. c. Penilaian Psikomotorik Tipe hasil belajar psikomotorik sebenarnya merupakan tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungankecenderungan untuk berperilaku. Salah satu teknik penilaian hasil belajar psikomotorik adalah dengan Daftar Gejala Kontinum. Penilaian hasil belajar psikomotorik harus menjadi bagian integral dari penilaian kognitif dan afektif. Fungsinya sama seperti pada penilaian afektif. 2. Ekstrakurikuler a. Penilaian Kognitif Penilaian kognitif untuk menilai hasil pembelajaran di luar kelas (ekstrakurikuler) dapat menggunakan Daftar Ceklis Penguasaan Materi pada saat gelar kompetensi. Daftar ini digunakan untuk menilai tingkat penguasaan para siswa terhadap substansi pada saat gelar kompetensi. b. Penilaian Afektif Penilaian
hasil
belajar
afektif
dalam
kegiatan
pembelajaran
ekstrakurikuler berkenaan dengan sikap para siswa yang dibentuk setelah
190
proses pembelajaran berlangsung. Alat penilaian yang digunakan adalah daftar skala sikap. c. Penilaian Psikomotorik Tipe hasil belajar psikomotorik dalam kegiatan
pembelajaran
ekstrakurikuler berkenaan dengan perilaku kebiasaan siswa yang terbentuk setelah melalui proses pembelajaran.