126
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam BAB IV ini akan diuraikan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian. Uraian dalam deskripsi hasil penelitian disusun berdasarkan rumusan masalah yang kemudian di bahas sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. A. Gambaran Umum Sekolah 1. Sejarah MTs. Musaddadiyah MTs. Musaddadiyah merupakan suatu lembaga pendidikan formal terakreditasi baik (B) di bawah naungan Yayasan Al-Musaddadiyah. Di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan nama MTs. Musaddad. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1992 dengan surat keputusan nomor: D/W.I/MTs/261/93 tertanggal 23 Nopember 1993. Berdasarkan surat keputusan tersebut sekolah ini tercatat dengan nomor induk 212320716024. MTs. Musaddadiyah terletak di Jalan Mayor Syamsu nomor 2, kelurahan Jayaraga, kecamatan Tarogong Kidul, kabupaten Garut dengan kode pos 44151 dan nomor telepon (0262) 545864. Posisinya berada kurang lebih satu kilometer dari pusat kecamatan sedangkan dengan pusat otonomi daerah berjarak kurang lebih enam kilometer. Secara
geografis
MTs.
Musaddadiyah
terletak
di
tengah-tengah
pemukiman penduduk dan berada di pusat keramaian. Warga di sekitar kebanyakan mempercayakan pendidikan anaknya setelah lulus dari sekolah dasar ke sekolah ini. Antusiasme tersebut dipengaruhi karena posisinya yang
127
strategis dengan rumah warga di samping pertimbangan kualitas tentunya. Pertimbangan lainnya adalah biaya pendidikan untuk masuk ke sekolah ini relative terjangkau oleh masyarakat terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah. 2. Program Pendidikan MTs. Musaddadiyah Samapi saat ini MTs. Musaddad terus berusaha untuk meningkatkan kualitas disamping prestasi akdemik sekolah ini juga menekankan terhadap pemahaman dan bentuk praktek atau realisasi tentang nilai-nilai agama yaitu tentang akhlak para peserta didik. Upaya selanjutnya yang dilakukan oleh sekolah dalam meningkatkan prestasi siswa baik akademik maupun moralitas adalah dengan memberikan pelayanan pendidikan yang berbasis kualitas dan kontinuitas. Kualitas yang dimaksud adalah penyediaan tenaga pendidik yang berkompeten, peningkatan sarana dan prasarana pendukung dalam pendidikan. Guru dituntut memiliki wawasan yang luas, up to date atas segala informasi yang berkembang (broad knowledge) dan kemampuan mendidik secara aktif dan terampil. Guru tidak hanya berperan sebagai pemberi ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi benar-benar berperan sebagai pendidik yang bertugas membentuk pribadi yang berakhlakul karimah. Sebagai sekolah berstatus swasta, maka diperlukan suatu hubungan serta komunikasi dengan masyarakat. Fungsi masyarakat bagi MTs. Musaddad meliputi:
128
1. Sebagai kontrol, maksudnya ialah masyarakat memberikan perhatian kepada program pendidikan di sekolah baik perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 2. Sebagai input, maksudnya ialah sekolah harus terbuka terhadap segala macam masukan, laporan dan kritikan, karena untuk maju harus mau menerima kritikan. Kedua fungsi ini dilandasi oleh pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat berdasarkan kepada kedua kepentingan yaitu: 1. Kepentingan kualitas, ialah untuk menciptakan sekolah yang brkualitas harus terbuka kepada masyarakat bagi kemajemukan sekolah secara umum. 2. Kepentingan ekonomis, tidak dipungkiri bahwa sebagai sekolah yang berstatus swasta maka membutuhkan siswa sebagai masukan dana, karena operasionalisasi sekolah sebagian besra bersumber dari siswa. Dengan terjalinnya hubungan baik dengan masyarakat, diharapkan mereka memiliki kepercayaan yang tinggi untuk menyekolahkan anakanaknya ke MTs. Musaddadiyah tentunya tanpa mengesampingkn aspek kualitas sebagai tumpuan utama. Jumlah siswa tahun ajaran 2008/2009 Kelas
Laki-laki
Perempuan
Jumlah Siswa
VII
17
7
24
VIII
10
14
24
IX
16
8
24
129
Sementara data pegawai yang tercatat di MTs. Musadaddiyah dapat penulis deskripsikan sebagai berikut: Nomor
Nama
Jabatan
1
Munip, Drs. M.Pd
2
Hj. Ecih Sunarsih, Dra
Guru
Matematika
3
Dede Fu’ad, M.Ag
Guru
Quran hadits, fiqih
4
Bubun Bunyamin, SPdI
Guru
Aqidah Akhlak
5
Tedi Santana, SPdI
Guru
IPA
6
Eti Herniati, SPdI
Guru
Bahasa Indonesia
7
Agus Fajar Shidiq
Guru
Bahasa Arab
8
Priatna Setiadi, SPd
Guru
Seni Budaya
9
Agus Rosyidin, Sag
Guru
IPS
10
Herni Alifiah
Guru
Bahasa Inggris
11
Nunung Rahayu, SPd
Guru
Pkn
12
Lati Sulastri, SPd
Guru
IPA
13
Yadi Kusmayadi, SPdI
Guru
IPA
14
Mudin Mujasmedi, SP
Guru
SKI
15
Oih Solihin
Kepala TU
-
16
Nur ‘Aeni, ST
Bendahara
-
17
Arif Budiman
TU
-
18
Andri Agustiana, S Sos
Guru
IPS
19
Siti Sobiah, SPd
Guru
Bahasa sunda, BP
20
Dra. Tintin Suartini
Guru
Bahasa Indonesia
21
Adang Suganda, SPd
Guru
Matematika
22
Mumung Harmung, SAg
Guru
IPS, Keterampilan
23
Nur Rofiq, MAg
Wakamad
-
24
Budi
Penjaga
-
Kepala Madrasah
Bidang Studi -
130
3. Visi dan Misi Sekolah MTs. Musaddadiyah Visi : Terwujudnya lulusan yang memiliki integritas kepribadian yang bertaqwa, berwawasan serta unggul dalam berprestasi dengan sistem manajemen berbasis mutu. Misi : - Mewujudkan SDM yang berkualitas dan beriman serta berakhlak mulia - Mewujudkan system administrasi dengan manajemen berbasis madrasah - Meningkatkan pendidikan professional yang sesuai dengan kebutuhan daya fakir Indonesia pada umumnya dan masyarakat garut pada khususnya.
B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Subjek pertama peneliti yaitu kepada bapak Bubun Bunyamin, nama lengkap Bubun Bunyamin SPdI, lahir di Garut tanggal 4 September tahun 1970, pendidikan terakhir SI jabatan di MTs. Musaddadiyah sebagai guru tetap, mata pelajaran Aqidah Akhlak. Selain sebagai guru mata pelajaran bapak Bubun juga menjabat sebagai guru BP, dan juga sekaligus sebagai guru Pondok Pesantren Al Bayyinah Sanding garut. Yang kedua yaitu ibu Siti Sobiah, S. Pd, lahir di garut tanggal 22 Februari tahun 1977, pendidikan terakhir SI jabatan di MTs. Musaddadiyah sebagai
131
guru PNS, mata pelajaran Bahasa Sunda. Selain sebagai guru mata pelajaran ibu Siti juga menjabat sebagai guru BP. Nama siswa Abdul latif sering dipanggil Abdul atau ada juga yang suka memanggil latif, lahir di Garut tanggal 2 Februari tahun 1994, duduk di kelas VIII, nama ayah yaitu Idris Nurjaman yang beralamatakan di Kp. Cukang RT 02/RW 04, desa cinta Karang tengah kecamatan Karang Tengah. Abdul latif sendiri tinggal di Pondok Pesantren Al Bayyinah Sanding Garut yang berada di lingkungan sekolah. Siswa tersebut pernah melakukan pelanggaran yaitu berkelahi dengan anak-anak genknya sehabis bermain futsal di sekolah. Yang menyebabkan iqbal melakukan hal tersebut karena adanya salah faham antara dia dan teman-temannya. Nama siswa Herdiyana, sering dipanggil herdi lahir di Banten tanggal 20 Agustus tahun 1993, duduk di kelas IX, nama ayah yaitu Tatang yang beralamtkan di Jln. Tegal Parang Utara III, RT 12/RW 04 mampang Jakarta Selatan. Sedangkan herdi sendiri tinggal di Kp. Salawi desa Sindang Galih Karang Pawitan Garut di rumah saudaranya. Siswa tersebut pernah melakukan pelanggaran merokok, memalak, bolos sekolah. Dikarenakan terbawa oleh teman sepermainannya, kekurangan dalam hal keuangan dan tidak suka dengan guru mata pelajaran maka siswa tersebut sering bolos. Nama siswa Iqbal Sidik, sering dipanggil iqbal, lahir di Alor tanggal 8 Mei tahun 1995, duduk di kelas VIII, nama ayah Berkat Sidik yang beralamatkan di Kp. Weta Buah RT 01/RW01 desa Wota Buah Teluk Mutiara. Sedangkan iqbal sendiri tinggal di Pondok Pesantren Al Bayyinah Sanding Garut yang
132
bearada di lingkungan sekolah. Siswa tersebut pernah melakukan pelanggaran merokok dan berkelahi, meskipun iqbal melakukan pelanggaran tersebut tetapi dia tidak pernah meninggalkan shalat. Dia melakukan pelanggaran tersebut hanya sekedar coba-coba saja dan iqbal berkata “namanya juga remaja”. Nama siswa Solihin, sering dipanggil aldi, lahir di Garut 18 Mei 1994, duduk di kelas IX, nama ayah S Endang (alm) yang beralamatkan di Suka Sirna Pataruman Garut. Siswa tersebut pernah melakukan pelanggaran memalak dan merokok. Yang menyebabkan melakukan pelanggaran yaitu karena lupa bahwa itu dilarang oleh Allah dan dapat menyakiti orang lain, faktor lain yaitu terbawa oleh teman sepermainan dan faktor keuangan apalagi ayahnya itu telah almarhum jadi nekad melakukan yang dilarang oleh agama.
2. Keadaan Pemahaman nilai-nilai Keagamaan Remaja di MTs. Musaddadiyah Garut Dalam deskripsi ini penulis mencoba mengungkapkan temuan hasil penelitian tentang tingkat pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai keagamaan di kalangan remaja (siswa). Berdasarkan rumusan batasan masalah, maka pemahaman nilai-nilai yang dimaksud adalah pemahaman terhadap nilai-nilai yang terdapat di dalam ajaran islam. Batasan tersebut berdasarkan kepada realitas bahwa seluruh siswa MTs. Musaddadiyah beragama islam. Berdasarkan penelitian, terungkap bahwa pemahaman remaja (siswa) denliquen secara umum hanya terbatas pada pengetahuan terhadap apa yang
133
telah digariskan dalam nilai-nilai agama saja. Secara umum para siswa mengetahui tentang prinsip-prinsip keTuhanan, yakni berkewajiban untuk mengaku keberadaan Tuhan, tunduk dan patuh kepada perintah serta laranganNya. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada sejumlah siswa menunjukan bahwa aktualisasi dari pemahamannya terhadap nilai agama rendah. IS mengungkapkan bahwa ia percaya dan mengakui keberadaan Allah dan berkewajiban untuk mentaati segala perintah dan larangannya namun pengalaman terhadap nilai dasar agama tersebut sangat kurang. Begitu juga dengan AL, HD dan SL berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukan hal yang sama. Kewajiban-kewajiban agama seperti sholat, puasa, berbakti kepada orang tua, tutur kata yang baik tidak sepenuhnya mereka kerjakan bahkan cenderung mengabaikannya. Kesadaran dalam menjalankan ajaran agama merupakan masalah yang sedang dihadapi siswa di MTs. Musaddadiyah. Kesadaran tersebut adalah kesadaran otonom, yakni kesadran yang selalu mengingatkan akan hakikat hidupnya untuk beribadah kepada Allah tanpa disuruh atau diancam dengan suatu apapun, sepenuh hati akan mengerjakan semua kewajiban agamanya. Dengan demikian tidak ada waktu dan ruang yang terlewat untuk mengingat Allah Tuhan-Nya baik itu ibadah yang sifatnya langsung (mahdhah) seperti sholat, puasa, membaca Al-Quran dan lain-lain maupun ibadah yang sifatnya tidak langsung (ibadah ghair mahdhah) seperti: berbakti kepada orang tua, belajar dengan jujur dan tekun, menolong orang lain, bersedekah, toleran, sopan santun kepada siapa saja dan lain-lain. Sedangkan hal lain yang lebih
134
mendalam tentang nilai-nilai agama islam (dzikir, doa) banyak mereka tidak ketahui. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa para siswa terutama yang berprilaku menyimpang tidak mengetahui makna, hakikat atau tujuan Allah menggariskan suatu aturan bagi manusia. Sebagai contoh, mereka tidak memahami mengapa manusia diwajibkan sholat hikmah apa yang bisa diperoleh dengan melaksanakan shalat, mereka juga tidak mengetahui akibat serta hukuman apa yang akan diterima jika tidak mengerjakan sholat. Pemahaman hanya terbatas kepada pengetahuan bahwa shalat dan puasa itu wajib, membaca Al-Quran itu diperintahkan dan lain-lain. Sehingga yang terjadi adalah pribadi yang tidak bertanggung jawab, sikap dan perilaku yang acuh
terhadap
kewajiban
beragama.
Ketika
ditanyakan
bagaimana
perasaannya apabila melalaikan atau meninggalkan kewajiban shalat dan tidak mematuhi perintah orang tua, dengan kepolosannya mereka merasa biasabiasa saja walaupun kadang-kadang ada perasaan takut berdosa tetapi tidak kemudian menjadikannya lebih taat kepada aturan-aturan agama tersebut. Berdasarkan wawancara kepada ibu siti sobiah (guru BP) terungkap bahwa perhatian dan pembinaan nilai-nilai agama dari sejumlah siswa bermasalah yang pernah dikunjungi ke rumahnya kurang. Orang tua HD misalnya, mereka kurang dalam hal pemahaman keagamaan sehingga dalam mendidik. HD orang tuanya tidak sepenuhnya, namun meskipun orang tua tersebut kurang dalam hal pemahaman keagamaan mereka tetap memperhatikan anaknya dan sikap orang tuanya tidak lepas begitu saja. Semaksimal mungkin orang tua
135
mereka memberikan perhatian khusus agar melaksanakan kewajiban agama, sekolah dengan baik, bergaul dan berperilaku sewajarnya. Meskipun demikian, perhatian orang tua tersebut tidak cukup untuk mencegah mereka untuk berperilaku menyimpang. Minimnya pemahaman, penghayatan dan pengalaman nilai-nilai agama tersebut karena kurangnya penekanan pada sentuhan mental tentang keimanan, kurang sentuhan ubudiyah tentang pengabdian dan kurang sentuhan muamalah interaksi antara sesama makhluk. Hal ini juga dipengaruhi oleh peran serta pendidik dimana pendidik (guru) hanya menanamkan tentang pemahaman saja pada setiap mata pelajaran. Seharusnya guru lebih menekankan kepada bentuknya atau praktek realisasi agama, karena hal tersebut merupakan kewajiban (fardu’ain) dari setiap pendidik. Karena dalam hal ini guru bukan hanya sebagai pemberi pengetahuan tetapi juga sebagai pendidik. Dengan adanya keseimbangan antara wawasan dengan moralitas maka akan terbentuk perilaku siswa yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama. Dalam hal ini juga tidak terlepas dari peran orang tua siswa. Menurut bapak Bubun Bunyamin selaku guru akhlak dan guru pondok mengatakan bahwa siswa yang melakukan perilaku yang menyimpang itu tidak terlepas dari peran orang tua yang tidak menyadari lingkungan yang mendukung dimana anak tersebut tinggal, karena orang tua adalah orang yang pertama yang berkewajiban dalam hal mendidik anak sesuai dengan ajaran agama islam yang telah diajarkan. Selain orang tua teman sepergaulanpun sangat mempengaruhi perilaku anak, karena jika anak tersebut bergaul dengan orang
136
yang salah maka tidak menutup kemungkinan anak tersebut akan terbawa salah, tetapi jika sebaliknya anak bergaul dengan orang-orang yang baik maka anak tersebut akan berperilaku baik pula. Dari sejumlah kenakalan yang ditemukan seperti bolos sekolah, memalak, berkelahi, mengolok-olok temannya dan lain-lain, umumnya mereka sadar atas kesalahan yang dilakukan nya itu, ada penyesalan atau ketakutan yang sungguh-sungguh untuk merubah perilaku buruknya. Kondisi ini apabila dipandang dari segi pemahaman terhadap agama jelas menunjukan bahwa dalam diri mereka tidak terdapat kontrol hati berupa keimanan yang apabila di fahami dengan benar mereka akan menyesal dan tidak akan sampai melakukan hal-hal yang dilarang oleh norma agama. Sekolah sebagai pihak yang juga bertanggung jawab mendidik semua siswanya, menyadari pentingnya pembinaan nilai-nilai keagamaan dengan melakukan suatu terobosan dalam kurikulum yang di susunnya. Terdapatnya mata pelajaran akhlak, aqidah dan hal tersebut lebih di perdalam lagi di pondok baik pondok putri maupun pondok putra yaitu mempelajari tentang tauhid, fiqih, sorof, bahasa arab, belajar ceramah, tilawatil quran sambil lagam dan kegiatan agama lainnya yang dapat mempertebal pemahaman tentang nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian diatas dapat peneliti simpulkan bahwa siswa yang melakukan perilaku menyimpang memiliki pemahaman dan pengahayatan nilai-nilai keagamaan kurang. Fakta tersebut terungkap baik melalui observasi dan wawancara langsung terhadap sejumlah siswa, guru dan
137
guru pondok. Pemahaman beragama dipengaruhi oleh faktor pendidikan dalam keluarga, sekolah, teman sepergaulan maupun masyarakat dan yang paling mendasar adalah kesadaran dalam diri remaja itu sendiri. Minimnya pemahaman tersebut mengakibatkan rendahnya keimanan sebagai kontrol perilaku dan perasaan sehingga tanggung jawabnya sebagai pribadi yang memiliki kewajiban kepada Tuhan, kepada diri sendiri dan kewajiban kepada sesama manusia tidak terealisasikan dengan baik.
3. Keadaan Perilaku Remaja di MTs. Musaddadiyah Garut Berdasarkan penelitian terungkap bahwa beragamnya tingakah laku anak merupakan sebuah aktualisasi diri dari latar belakang kehidupan yang beragam. Bapak bubun selaku guru pondok memaparkan bahwa perbedaan latar belakang meliputi dua hal yakni : pertama, kondisi keluarga yang beragam baik itu perhatian, kasih sayang, tingkat ekonomi, keharmonisan keluarga kehidupan keagamaannya dan yang kedua adalalah lingkungan pergaulan baik di masyarakat dan sekolah yang juga beragam. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan beragamnya tingkah laku remaja sehingga baik buruknya perilaku remaja sangat dipengaruhi oleh kedua kondisi tersebut. Hakikatnya keberagaman tersebut sudah merupakan karakteristik yakni penuh emosi dan coba-coba, maka diperlukan kontrol agar perilakunya tidak menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku. Antisipasi yang dilakukan agar anak tidak melakukan kenakalan diantaranya dengan memberikan suri tauladan. Orang tua dirumah, guru
138
disekolah hendaknya memberikan contoh sikap dan periaku terpuji kepada anak-anaknya. Jangan sampai anak melihat keburukan-keburukan perilaku orangtuanya karena pandangan anak sangat dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan dirasakannya. Ketika orangtua berbuat keburukan maka itu menjadi semacam justifikasi bagi anak untuk melakukan untuk melakukan keburukan yang sama. Dengan demikian, maka pentinglah orangtua untuk memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik kepada anak-anaknya. Mendidik secara verbal saja tidak cukup, tetapi harus disertai oleh contoh dari orangtuanya. Ketika orangtua melarang merokok kepada anaknya, maka seharusnya orang tuapun tidak merokok, sehingga anak lebih mampu memahami dan mematuhi apa yang diajarkan. Pendidikan dan suasana kehidupan keluarga sangat dominan mempengaruhi perilaku remaja. Keluarga yang konsisten dan penuh perhatian terhadap pendidikan anaknya, tentu akan membentuk karakter anak yang baik. Perhatian kasih sayang menjadi sebuah pembinaan mental dan spiritual bagi anak, tentunya disandarkan pada nilainilai keagamaan. Lebih lanjut bahwa pendidikan agama merupakan pondasi dasar dalam mendidik anak. Sebagai pondasi maka pembinaan mental dan spiritual anak melalui nilai-nilai agama harus benar-benar kuat. Anak tidak akan mudah terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh buruk di sekitarnya. agama mengajarkan bagaimana bergaul, bagaimana bertututur kata, bagaimana seharusnya berperilaku, apa saja yang harus dikerjakan dan apa saja yang harus di tinggalkan.
139
Di samping itu, antisipasi terhadap perilaku moral yang menyimpang harus
dilakukan
oleh
sekolah.
Bapak
bubun
selaku
guru
akhlak
mengungkapkan bahwa langkah antisipasi yang dilakukan sekolah sebagai perwujudan tanggung jawab dalam membentuk sikap dan perilaku generasi muda, maka tindak lanjutnya adalah memberikan pelayanan berbasis kuantitas dan kontinuitas kepada siswa. Kualitas tersebut meliputi penyediaan tenaga pendidik yang berkompeten yang mampu memberikan penekanan terhadap sentuhan-sentuhan mental tentang keimanan, sentuhan ubudiyah tentang pengabdian dan sentuhan muamalah interaksi antara sesama mahluk dan peningkatan sarana dan prasarana pendukung dalam pendidikan. Guru di tuntut memiliki wawasan yang luas atas segala perkembangan informasi dan kemampuan mendidik secara aktif dan terampil. Guru tidak hanya berperan sebagai pemberi ilmu pengetahuan, tetapi benar-benar berperan sebagai pendidik bukan pengajar. Mendidik merupakan sebuah seni artinya seorang guru haru kreatif, memahami kondisi fisik dan psikis siswa serta lingkungannya. Sehingga pada akhirnya tujuan-tujuan pendidikan berupa kompetensi pembelajaran secara menyeluruh dapat diserap siswa. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan dan pemahaman yang di aktualisasikan dalam sikap dan tindakan ( kognitif, afektif dan psikomotor ). Itulah yang dimaksud guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi pendidik. Sebagai pendidik guru harus memiliki pengusaaan terhadap materi dan informasi untuk disampaikan kepada siswa, kemudian dihayati dan dilaksanakan oleh siswa berupa sikap dan perilaku yang baik.
140
Tidak bisa dipungkiri bahwa langkah-langkah tersebut seringkali menghadapi sejumlah persoalan, terutama berkaitan dengan perilaku menyimpang siswa ( remaja ). Setiap siswa yang bermasalah selalu ditindak lanjuti secara serius. Sebenarnya pelanggaran yang dilakukan siswa bukan hanya menjadi tanggung jawab guru BP, melainkan setiap guru untuk selanjutnya di komunikasikan dengan guru BP. Berdasarkan penelitian terungkap bahwa jenis kenakalan yang dilakukan siswa sangat beragam, mulai dari pelanggaran ringan sampai pelanggaran yang berat. Kenakalan-kenakalan tersebut dicatat dalam buku permasalahan siswa disekolah. Buku ini mencatat siapa saja yang melakukan pelanggaran, jenis atau bentuk pelanggaran dan langkah yang dilakukan untuk menindak pelanggaran tersebut. Pelanggaran tersebut diantaranya : ketidak disiplinan dalam berpakaian seragam, bolos sekolah, pulang tanpa izin, merokok, berkelahi, dan memalak. Informasi bentuk kenakalan yang berhasil peneliti ungkap yaitu terdapat berbagai faktor sehingga siswa melakukan perilaku menyimpang. Pelanggaran terhadap aturan berpakaian dilatar belakangi oleh tuntutan mode dengan berbagai gaya dan aksesoris lainnya seperti pakaian ketat pada perempuan, gaya rambut yang mereka anggap funky dan lain-lain. Sedangkan merokok dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan dan merupakan identitas diri bagi seorang laki-laki, begitu juga dengan masalah berkelahi, mereka menganggap itu merupakan jati diri seorang laki-laki dengan berkelahi jiwa laki-lakinya tampak. Adapula yang menyatakan bahwa
141
merokok itu sebagai pelampiasan kaena stres karena merasa tidak betah tinggal di pondok, begitu juga dengan pelanggaran bolos sekolah karena ia tidak menyukai guru mata pelajaran tertentu faktor teman sebaya atau sepermainan. Faktor teman sebaya atau sepermainan sangat berpengaruh terhadap perilaku, mereka mengakui bahwa terdapat kebutuhan untuk bersosialisasi dengan teman. Hubungan pertemanan ini juga berpengaruh terhadap psikologi dan kebiasaan bergaul sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa bersama teman-teman sepermainanlah waktu remaja banyak dilalui, mereka bisa sering dan berbagi pengalaman. Keterikatan pergaulan bersama teman-teman itu membuat remaja sulit untuk menghindarkan diri dari pengaruh buruk temannya sehingga yang terjadi adalah terbawanya mereka untuk melakukan perbuatan buruk teman-temannya. Ketakutan untuk dikucilkan oleh teman dan dianggap tidak gaul atau tidak solider merupakan alasan sehingga mereka terjerumus dalam kebiasaan buruk seperti merokok, berkelahi, memalak dan lain-lain. Teman-teman seperti itu sangat jauh dari nilai-nilai moral dalam masyarakat, terlebih lagi norma agama. Kondisi ini sesuai dengan yang diungkapkan dan dialami AL, HD, IS dan SL. Sementara kenakalan yang biasa dilakukan seperti bolos sekolah, menyontek, tidak mengerjakan tugas, dan sering telat masuk dikarenakan malas dan suasana belajar yang tidak menyenangkan serta guru mata pelajaran yang kurang disukai.
142
Penelitian ini mengungkap sejumlah faktor-faktor penyebab siswa melakukan perilaku kenakalan diantaranya: a. Lemahnya kontrol diri b. Pengaruh pergaulan atau teman yang nakal c. Pengaruh media hiburan seperti televisi, internet dan lain-lain d. Kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua e. Kurangnya penekanan pada sentuhan iman f. Kurangnya sentuhan ubudiyah tentang pengabdian g. Kurangnya sentuhan muamalah interaksi antara sesama makhluk h. Keadaan ekonomi yang kurang i. Merasa tidak betah tinggal di pondok Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku menyimpang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tersebu di atas. Sehingga dlam penanggulangannya pun diperlukan suatu usaha yang optimalkan untuk meminimalisir setiap faktor kenakalan. Pada dasarnya faktor kenakalan disebabkan oleh lemahnya pembinaan, sikap dan perilaku anak dalam keluarga. Berdasarkan relalita tersebut dilakukanlah sejumlah upaya untuk mencegah
dan
menaggulangi
beragamnya
perilkau
siswa
di
MTs
Musaddadiyah ini yaitu: a. Upaya pencegahan yang dilakukan sekolah diantaranya sebagai berikut: 1. Upaya dari guru dengan memberiklan bimbingan dan pengarahan bagaiman bersikap dan berperilaku yang baik.
143
2. Pembinaan secara berkelanjutan oleh wali kelas masing-masing disetiap akan mengajar 3. Menciptakan suasana komunikasi yang baik antara siswa dan guru, masing-masing terbuka atas masalah yang dihadapinya, guru bersikap demokratis dan penuh kasih saying terhadap siswanya 4. Tata tertib yang dilaksanakan secara benar kepada siswa. 5. Memberikan kegiatan-kegiatan keagamaan yang efektif dan intensif untuk meningkatkan keimanan para siswa. b. Upaya penanggulangan yang dikemukan oleh ibu Siti Sobiah dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: 1. Memberi peringatan kepada siswa yang melanggar. 2. Jika siswa masih melanggar maka pihak sekolah membuat perjanjian secara tertulis dengan siswa yang bersangkutan, dimana perjanjian tersebut harus ditandatangani oleh orang tua, guru dan siswa yang bersangkutan. 3. Jika perjanjian tersebut dilanggar maka orang tua siswa yang bersangkutan dipanggil oleh pihak sekolah untuk bersama-sama mencari solusi tas kenakalan anaknya. 4. Jika orang tua tidak memenuhi undangan pihak sekolah, sementara anaknya masih terus melanggar, maka terpaksa pihak sekolah harus mengembalikan siswa yang bersangkutan kepada orang tuanya. Selain upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah tersebut di atas, dukungan pembinaan keluarga sangat penting untuk mencegah perilaku
144
menyimpang terhadap siswa. Perhatian dan didikan orang tua mutlak diperlukan sebagai bekal bagi anak remaja untuk menjalani kehidupannya di luar lingkungan keluarga, sehingga dapat memilih dan memilah perilaku pergaulan yang pantas dilakukan.
4. Implikasi Pemahaman Nilai-nilai Keagamaan Terhadap Perilaku Moral Siswa (remaja) Agama bagi manusia khususnya remaja merupakan unsur pokok yang menjadi kebutuhan spiritual. Nilai-nilai yang terdapat di dalam agama pada prinsipnya merupakan nilai tertinggi dan bagi anak remaja norma-norma agama tetap diakui sebagai kaidah-kaidah suci yang bersumber dari Tuhan. Kaidah-kaidah agama berisi larangan dan perintah, sehingga jika remaja benar-benar mendalami dan memahami ajaran agama, maka kemungkinan mereka akan menjadi pribadi yang baik dengan enggan melakukan hal-hal yang merugikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam kehidupan betapa pentingnya pemahaman terhadap agama. AlQur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW telah memberikan petunjuk tentang hal-hal yang harus dijalankan seperti tolong menolong dalam kebaikan, menjaga kesucian diri termasuk kehormatan, jujur, ramah dan pemaaf, serta hal-hal yang harus ditinggalkan seperti judi, mabuk, mengkonsumsi narkoba, pencurian, berzina, penganiyaan dan lain-lain. Dalam kenyataan dilapangan, peneliti menemukan sejumlah perbuatan yang seharunya ditinggalkan justru seringkali dilakukan, sedangkan perbuatan
145
yang harusnya dilakukan justru ditinggalkan. Perbuatan melanggar terhadap nilai-nilai agama tersebut bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi anak-anak remaja pun seringkali melakukannya. Berdasarkan penelitian terungkap sejumlah perilaku menyimpang sebagian remaja seperti: bolos sekolah, pacaran, merokok, berkelahi, memalak dan lain-lain. Siswa yang melakukan penyimpangan tersebut sangat mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh agama dan melnggar tata tertib sekolah. Akan tetapi meskipun mereka mengetahui dan sadar bahwa perbuatan tersebut tidak pantas dilakukan tetap saja mereka lakukan. Dalam hal ini dikarenakan siswa (remaja) belum memiliki keseimbangan antara intelektual, emosional, dan spiritual yang tertanam dalam masing-masing pribadi, kurangnya pemahaman serta penghayatan nilai-nilai keagamaan sehingga mereka melakukan hal-hal tersebut. Seringkali siswa hanya dapat mengetahui nilai-nilai keagamaan tetapi belum bisa mengaktualisasikan atau merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam bersikap, berbuat dan berperilaku.
C. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini penulis akan membahas hasil penelitian di lapangan meliputi pemahaman remaja terhadap nilai-nilai keagamaan, kondisi perilaku kenakalan remaja yang dilakukan dan implikasi pemahaman nilai-nilai keagamaan terhadap perilaku kenakalan remaja.
146
1. Keadaan Pemahaman Nilai-nilai Keagamaan Agama merupakan dasar utama dalam kehidupan manusia yang menjadi kebutuhan universal. Pada hakikatnya segala yang digariskan oleh agama, terutama agama islam selalu baik yakni: membimbing umat manusia menentukan jalan yang baik dan benar secara vertikal maupun horizontal. Nilai yang terkandung dalam islam menunjukan pada aktifitas rohani dan jasmani dalam wujud perintah (amr), larangan (nahi) dan ibadah, juga kualitas nilai baik dan buruk. Hal inilah yang perlu difahami oleh semua orang termasuk remaja nilai-nilai tersebut mengandung arti, jika seseorang memahami dengan baik kemudian beramal sesuai ajaran isalam, maka pastilah mereka adalah umat yang baik, dengan ciri khas tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan dan menyimpang. Dengan pemahaman dan beramal menurut nilai-nilai islam, berarti kejahatan akan terkendali. Akan berbeda keadaannya njika ajaran islam hanya dijadikan simbol sebagaimana yang tercermin dalam hasil penelitian tentang pemahaman remaja di MTs. Musaddadiyah terhadap nilai-nilai islam. Penelitian menunjukan bahwa kaidah-kaidah tersebut kurang berarti bagi kehidupan manusia (remaja), bahkan remaja yang tidak memahami ajaran islam tersebut akan mengabaikan petunjuk-petunjuk-Nya sebagai indikator iman yang lemah. Hasil penelitian mengungkap bahwa pemahaman terhadap aqidah sebagai nilai dasar yang mutlak dimiliki remaja muslim sebagai pondasi dasar menjalani aktifitas kehidupan tidak dimiliki sebagaimana mestinya. Mereka
147
hanya mengetahui bahwa Allah itu ada tanpa memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap sifat-sifat-Nya. Hal penting lainnya dalam aqidah yang tidak dimiliki oleh siswa adalah ketaatan menjalankan ibadah. Hakikatnya aqidah yang kuat akan membuahkan amaliah syar’iah berupa ibadah baik yang mahdhah maupun ghair mahdhah. Seorang mukmin adalah ia yang beriman kepada Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Hari kiamat dan Qadar-Nya. Sedangkan pengertian ibadah adalah “tunduk mutlak kepada Allah disertai cinta sepenuhnya kepada-Nya”. Terdapat dua unsur ibadah yang fundamental ialah: tunduk dan cinta. Unsur tunduk adalah suatu ketaatan dan rasa berkewajiban menjalankan peraturan-peraturan Allah yang berupa ketentuan halal dan haram, perintah atau larangan. Sedangkan unsur cinta kepada Allah adalah kondisi kalbu yang menjadi sumber dari rasa wajib dan tunduk kepadaNya. Dengan unsur ibadah tersebut berarti “keimanan” atau Keyakinan beragama secara kejiwaan akan lebih mudah untuk dipribadikan dalam diri setiap individu dan di sudut yang lain "keimanan” tersebut akan mewarnai amaliyah setiap individu. Pemahaman keimanan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh remaja delinquen di MTs. Musaddadiyah. Terdapat suatu indikasi, jika anak-anak remaja telah mampu memahami nilai-nilai agama Islam dengan baik dan telah menjadikan keimanan (keyakinan beragama) sebagai bagian integral dari kepribadiannya, maka keimanan itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan dan kondisi emosional. Hal ini berarti jika mabuk, penyalahgunaan narkoba dapat
148
rnenimbulkan perbuatan-perbuatan jahat yang dilarang oleh agama antara lain (membunuh, mencuri, pemerasan, perzinahan), maka mabuk dan penyalahgunaan narkoba dipandang sebagai suatu kejahatan menurut agama Islam. Sebagai konsekuensinya dapat diambil pengertian : anak-anak remaja yang memiliki keimanan, maka dorongan
nafsu untuk berperilaku
menyimpang selalu akan digagalkan oleh keimanannya. Sebab peringatan wahyu ilahiyah. tetap mewarnai sikap mentalnya: "Adakah disangka orang-orang yang memperbuat kejahatan bahwa mereka akan lepos dari siksa Kami? Amat salah mereka" (QS AI-Ankabut:4), disamping itu: "Barang siapa yang memerangi hawa nafsunya maka faedahnya untuk dirinya sendiri bukan untuk Allah karena Allah maha Kaya dari sekalian" (QS AIAnkabut:6). Maka dari itu jelaslah bahwa segala perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam akan mendapat siksaan dari Allah, ini berarti ada pertanggung jawaban vertikal dari makhluk kepada Khaliqnya. Sejalan dengan pertanggungjawaban horizontal dan individual, jika berhasil mengendalikan hawa nafsunya maka manfaatnya akan dinikmati oleh seluruh anggota masyarakat atau oleh dirinya sendiri. Masalah
pemahaman
terhadap
nilai-nilai
keagamaan
lain
yang
ditemukan penulis adalah aktualisasi dari keyakinan kepada Allah yakni ketaatan dalam menjalankan syariat. Syari'at membimbing manusia untuk melaksanakan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Aktiftas yang mencerminkan kuatnya aqidah seseorang
149
diantaranya dzikir, sholat dan do'a. Akhlak merupakan permasalahan selanjutnya yang akan dibahas pada kesempatan ini. Masalah akhlak yang terjadi di sebagian kalangan siswa MTs. Musaddadiyah kurang. Seorang siswa dituntut untuk mentaati segala aturan tata tertib di sekolah. aturan di dalam keluarga serta mentaati segala norma-norma yang berlaku di masyarakat. Hal normatif tersebut tidak mereka fahami dengan benar sehingga aturan yang sehaursnya mereka taati justru dilanggar. Pelanggaran yang penulis temukan diantaranya tidak taat dan patuh kepada orang tua, merokok, memalak, berkelahi dan lain-lain. Secara mendasar, hal yang menyebabkan dilanggarnya aturan-aturan itu adalah minimnya pengetahuan remaja tentang akhlak. Akhlak telah menuntun kita bagaimana bersifat, bersikap dan berperilaku. Ungkapan akhlak dimaksudkan untuk menyebutkan "akhlak al-karimah" (akhlak mulia) atau "akhlak al mahmudah" (akhlak terpuji), yakni akhlak yang baik sebagai lawan dari akhlak yang buruk. Akhlak diartikan sebagai suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia kepada Iainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Berkaitan dengan permasalahan akhlak yang berkembang di kalangan remaja
MTs.
Musaddadiyah,
akan
dibahas
mengenai
faktor
yang
memperkuat akhlak. Secara umum faktor-faktor yang memperkuat akhlak
150
ini tidak dimiliki oleh siswa yang berperilaku delinquen. Faktor-faktor tersebut ialah: Pertama, mantapnya keimanan, tidak diragukan lagi bahwa, mantapnya keimanan seseorang akan memperkuat akhlaknya Para nabi dan orang-orang shaleh sudah terbuki merupakan teladan-teladan akhlak. Hanya saja sepanjang sejarah sangat sedikt kaum mu'minin yang memiliki kualifikasi demikian. Kebanyakan keimanan manusia adalah yaziidu wa yanqushu" (naik turun): artinya perlu pemahaman terus-menerus. Kedua, terbimbing oleh seorang guru yang shaleh Seorang guru yang shaleh terbukti mampu mengalahkan segala faktor yang melemahkan tindakan akhlak. Atas bimbingan gurunya yang shaleh, Umar bin Abdul Aziz mencapai ketinggin akhlak dan menjadi pemimpin yang sejajar dengan Khulufaur-Rasyidin; padahal baik ayahnya, keluarga besarnya. ataupun lingkungan pergaulannya adalah di istana yang jauh dari akhlak Islam. Ketiga, memiliki pengetahuan agama yang cukup dan benar. Pengetahuan agama terbukti memperkokoh keimanan, sekaligus peribadatan dan akhlak. Dala tilik ekstrim kita bisa membandingkan akhlak kaum santri (yang berbekal pengetahuan agama yang cukup dan benar) dengan preman (berbekal pengetahuan agama yang minim). Sebagian menyebutkan bahwa siswa SMU lebih banyak melakukan pelanggaran etis ketimbang siswa Madrasah Aliyah. Karena di Madrasah Aliyah lebih banyak dibekalkan pengetahuan agama ketimbang SMU. Begitu juga di MTs. Musaddadiyah tidak begitu parah ketimbang siswa di SMP biasa, diantara siswa yang
151
memiliki perilaku menyimpang itu diakibatkan karena terbawa oleh teman dan pemahaman agama yang kurang mereka sekedar tahu belum memahami dengan sungguh-sungguh. Keempat, memiliki lingkungan keluarga yang baik. Keluarga yang baik akan membimbing anak-anaknya dengan suritauladan dan pendidikan yang baik pula Pendidikan dalam keluarga hendaknya bersumber pada nilai-nilai keagamaan karena pendidikan semacam ini akan mudah difahami dan dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh anak. Kelima, memiliki lingkungan pergaulan yang baik, karena kawan-kawan di sekitarnya memiliki pengaruh yang kuat bagi pembentukan perilaku seorang remaja. Begitu pula apa yang ditemukan di kalangan siswa MTs. Musaddadiyah
karena
lokasinya
bergabung
dengan
SMP,
SMU
musaddadiyah, mereka yang suka merokok, bolos sekolah, melihat blue film, pacaran dan lain-lain memiliki lingkungan dan teman pergaulan yang suka melakukan hal-hal tersebut.
2. Keadaan Perilaku Kenakalan Remaja di MTs. Musaddadiyah Garut Penelitan ini telah mengungkap berbagai hal yang berkaitan dengan kenakalan remaja yang terjadi di kalangan siswa MTs. Musaddadiyah. permasalahan yang telah meneliti ungkap dintaranya pemahaman siswa terhadap perilaku kenakalan remaja, bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan, faktor-faktor yang menyebabkan siswa melakukan kenakalan dan upaya-
152
upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kenakalan. Secara umum diantara siswa yang melakukan suatu kenakalan tahu dan menyadari bahwa perilaku yang dilakukan merupakan sebuah pelanggaran dan akan mendapal sanksi apabila diketahui. Mereka mengetahui bahwa sanksi yang akan mereka terima apabila ketahuan baik itu sanki dari orang tua, sekolah, musyarakat dan Tuhan. Namun tanpa disertai kesadaran yang otonom, yakni kesadaran yang muncul dari dalam diri dalam situasi dan kondisi apapun tidak akan mampu mencegahnya ketika akan berperilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Tanpa kesadaran tersebut kenakalan-kenakalan remaja akan terus terjadi dan membawa akibat tersendiri, Kenakalan remaja atau juvenile delinquensi adalah salah satu problem lama yang senantiasa muncul ditengah-tengah masyarakat. Masalah tersebut hidup, berkembang dan membawa manusia sendiri sepanjang masa seusia kelompok masyarakat manusia terbentuk. Kenakalan remaja di MTs. Musaddadiyah sebagai salah satu problem sosial sangat mengganggu keharmonisan dan keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam kenyataannya kenakalan remaja merusak nilainilai moral, nilai-nilai susila, nilai-nilai luhur agama dan beberapa aspek pokok yang terkandung di dalamnya baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Di samping nilai-nilai dasar kehidupan sosial, juga kebutuhan dasar kehidupan sosial tidak luput dari gangguan delinquensi remaja. Secara materiil, masyarakat maupun perseorangan kerap kali terpaksa harus menerima beban kerugian. Hal ini seiring dengan hal-hal yang
153
immaterial; masyarakat maupun perseorangan merasa tidak aman, ketentraman hidup tidak terjamin bahkan kedamaian nyaris tidak terwujud. Pada hakikatnya, kenakalan remaja bukanlah suatu problem sosial yang hadir dengan sendirinya, akan tetapi masalah tersebut muncul karena beberapa keadaan yang berkaitan bahkan mendukung kenakalan itu. Berdasarkan penelitian terungkap bahwa kenakalan-kenakalan yang terjadi di kalangan remaja di MTs. Musaddadiyah disebabkan karena kehidupan keluarga yang buruk yakni dalam bentuk broken home memberi dorongan yang kuat sehingga remaja menjadi nakal (delinquen). Bukan hanya Iingkungan terdekat yang buruk dapat mendorong anak menjadi delinkuen, akan tetapi lembaga pendidikan formal pun menjadi pengaruh negatif terhadap siswa-siswi di sekolah. Di lembaga-Iembaga formal, terdapat anak baik-baik (dalam arti belum delinquen) menjadi delinquen karena pengaruh temanteman
di
sekolah.
Demikian
pula
keadaan
lingkungan
dengan
keanekaragaman kondisi negatif akan memberi dukungan kuat dalam proses delinkuensi atau kenakalan remaja hadir karena salah satu sebab atau sebagai himpunan kompleks dari beberapa sebab yang ada dengan segala variasinya. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor kenakalan remaja di MTs. Musadaddiyah dapat dibagi ke dalam 2 hal yaitu: a. Faktor Internal 1) Reaksi frustasi negatif (kelemahan dalam mengendalikan dorongan-
154
dorongan emosional dan kecenderungannya) Pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan urbanisasi yang berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin banyak pula anak remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian din terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka mengalami banyak kejutan, frustasi, konflik tcrbuka baik eksternal maupun internal, ketegangan batin dan gangguan kejiwaan. Apalagi ditambah dengan banyaknya tuntutan sosial, sangsi-sangsi dan tekanan sosial/masyarakat yang mereka anggap melawan dorongan kebebasan mutlak dan ambisi mereka yang sedang menggebu-gebu. Faktor ini banyak dialami oleh siswa sehingga melakukan hal-hal yang negatif seperti karena malas atau belum mengerjakan pekerjaan rumah mereka mangkir dari sekolah, kemudian berkelahi karena merasa direndahkan atau tidak dihargai oleh temannya. 2) Gangguan Berpikir dan Intelegensi pada Remaja Diantara siswa yang melakukan kenakalan pada umumnnya tidak mampu berfikir dengan benar, di satu sisi mereka sadar dengan pelanggaran yang dilakukannya tetapi di sisi lain perbuatan tersebut tetap dilakukan bahkan berlangsung terus-menerus. Berpikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi wajar terhadap tuntutan Iingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya memecahkan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Juga anak remaja tidak mampu mengoreksi pikiran-pikirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu, ia kemudian diihinggapi bayangan semu yang palsu. Lalu pola reaktifnya
155
juga menjadi menyimpang dan tidak normal lagi. 3) Tidak memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai keagamaan sebagai aspek penting pcmbentukan hati nurani Jika dipahami dengan benar nilai-nilai akhlakul karimah memiliki daya efektif untuk ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan umat manusia. Perbuatan-perbuatan tercela (fakhsya dun munkar) yang dilakukan anak-anak rcmaja adalah sebagai hijab sehingga nilai-nilai akhlakul karimah mcmudar dan lenyap sama sekali padahal nilai-nilai luhur memiliki aspek efektifitas untuk mcngendalikan manusia dengan segala perilakunya. Islam memberikan nilai-nilai dasar dari moral untuk membimbing dan mengendalikan seluruh kehidupan manusia.
b. Faktor Eksternal 1) Faktor keluarga Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan edukasi pribadi anak. Di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta-kasih, simpati, Ioyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pcmbentukan watak dan kepribadian anak, dan menjadi inti sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa perilaku menyimpang remaja dipengaruhi pula oleh kondisi keluarga yang tidak sesuai dengan syari'at. Secara khusus kondisi yang dimaksud adalah schagai berikut:
156
a) Pembinaan dan pendidikan moral anak yang minim b) Kontrol, perhatian serta kasih sayang orang tua c) Kurangnya kondisi ekonomi keluarga 2) Faktor Sekolah Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa mereka yang melakukan kenakalan dipengaruhi oleh teman-teman yang buruk, perlakuan guru yang tidak adil dan lain-lain. Banyak indikasi yang membuktikan bahwa anakanak remaja yang memasuki sekolah hanya sebagian saja yang berwatak shaleh, sedangkan sebagian yang lain adalah pemabuk, peminum, penghisap ganja dan pecandu narkotika. Indikasi lain yang tidak kalah penting dan mcnarik, terdapat diantara mereka yang "cross girl" dan "cross boy'', keadaan ini sangat memberi kesan sangat kuat bahwa kehidupan yang serba bebas tersebut akan mudah sekali ditiru/diterima teman-temannya di sekolah. 3) Faktor lingkungan Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak remaja dimana mereka hidup dan berkelompok. Begitu pula dengan apa yang melatarbelakangi perilaku kenakalan remaja di MTs. Musaddadiyah. Untuk kenakalan remaja di MTs. Musaddadiyah ditemukan bahwa kenakalan yang dilakukan antara siswa laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan. kenakalan remaja laki-laki bentuk dan intensitasnya sangat beragam sedangkan kenakalan yang dilakukan perempuan kebanyakan
157
dikategorikan selagi kenakalan yang bersifat asosial seperti bolos sekolah, keluyuran, pakaian yang ketat, menonton blue film, membawa gambar yang seronok dan lain-lain. Di sarnping itu, perilaku delinkuen yang dilakukan remaja di MTs. Musaddadiyah ialah: bolos sekolah, pulang tanpa izin, pacaran, merokok, berkelahi, memalak dan lain-lain. Secara garis besar bentuk-bentuk kenakalan tersebut dapat dibagi kedalam dua bagian yakni kenakalan yang bersifat asosial dan kenakalan yang melanggar hukum. Kenakalan yang bersifat amoral dan asosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum, seperti tidak patuh pada orang tua, keluyuran, berkelahi, merokok dan lain lain. Pada bagian ini akan dibahas pula mengenai upaya penanggulangan kenakalan remaja. Berdasarkan penelitian bahwa terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan kenakalan remaja, sebagai tindak lanjutnya diperlukan upaya
untuk
meminimalisir
setiap
faktor
tersebut.
Upaya
penanggulangannya harus dilakukan dalam berbagai segi kehidupan yakni keluarga, sekolah dan mayarakat. Terciptanya suasana yang harmonis sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam ketiga aspek kehidupan tersebut maka anak akan memiliki kesehatan fisik dan psikologis (mental) yang baik. Pertama, keluarga merupakan tempat yang paling pertama dan utama dalam memberikan pendidikan dan pembinaan anak. Jika dikaji lebih lanjut tentang peran keluarga yang berkaitan dengan kenakalan remaja, maka
158
dalarn hal ini dapat kita jumpai mengenai penyebab yang paling menonjol sehingga remaja melakukan kenakalan. Faktor yang dimaksud adalah kurangnya pendidikan agama di dalamnya. Dewasa ini muncul beberapa gejala orang tua yang cenderung bahkan sangat memanjakan anak-anaknya; disamping mereka kurang memiliki bekal pengetahuan di dalam mendidik anak yang baik. Di samping itu, keluarga juga dapat menjadi tempat pembinaan anak yang paling baik. Tugas pokok kedua orang tua di dalam keluarga adalah menciptakan keluarga sejahtera atau keluarga bahagia. Dewasa ini timbul anggapan bahwa kebutuhan pokok anak-anak adalah yang bersifat jasmaniah atau biologis saja. Padahal secara ruhaniah anakanak membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua. Kasih sayang tidak akan dirasakan oleh anak, jika di dalam hidupnya mengalami hal-hal, seperti toleransi orang tua yang berlebihan, orang tua terlalu keras, sikap orang tua yang terlalu ambisius dalam mendidik anak, kehilangan pemeliharaan ibu dan kurang disayangi atau tidak diperhatikan. Pada intinya kehidupan anak di rumah memerlukan perlakuan dasar yang menuntut peranan sesungguhnya dari kedua orang tua. Dalam hal ini keluarga berperan untuk menjaga fitrah anak agar tidak melakukan penyimpanganpenyimpangan. Kedua, ajang pendidikan selanjutnya begi anak-anak setelah keluarga ialah sekolah. Sekolah harus mampu menjalankan peranannya untuk mengembangkan potensi anak didik sesuai dcngan fitrahnya sehingga
159
mencetak generasi yang cerdas baik secara intelektual, emosional dan spiritual. Fungsi utama sekolah adalah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syari'at demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah serta sikap meng-Esakan Allah dan mengembangkan segala bakat atau potensi manusia sesuai fitrahnya sehingga manusia terhindar dari bcrbagai penyimpangan-penyimpangan. Bagi bangsa Indonesia masa remaja mcrupakan masa pembinaan dan pendidikan. Langkah antisipasi yang dilakukan sekolah yang harus dilakukan untuk membentuk sikap dan perilaku generasi muda yang baik, maka perlu, memberikan pelayanan pendidikan yang berbasis kualitas dan kontinuitas kepada siswa. Kualitas yang dimaksud meliputi penyediaan tenaga pendidik yang berkompeten, peningkatan sarana dan prasarana pendukung dalam pendidikan. Penulis sependapat dengan yang dikemukakan oleh bapak Bubun (Guru Akhlak) bahwa guru dituntut memiliki wawasan yang luas, up to date atas segala informasi yang berkembang (broad knowledge) dan kemampuan mendidik yang aktif dan terampil. Guru tidak hanya berperan sebagai pemberi ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi benar-benar berperan sebagai pendidik. Dengan demikian, siswa di samping memiliki pcngetahuan tentang materi pembelajaran juga memiliki sikap dan perilaku terpuji sebagai aktualisasi dari pendidikan yang telah diterimanya. Guru dituntut bersikap adil, mampu menciptakan komunikasi dan interaksi yang akrab dengan siswanya. Penyediaan sarana dan prasarana yang
160
memadai seperti kelas, lapangan olah raga, masjid, kantin dan lain-lain merupakan suatu upaya yang dapat menanggulangi kenakalan remaja. Langkah yang paling penting adalah penegakan disiplin sekolah secara konsisten dan konsekuen. Ketiga, lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian untuk mengantisipasi kenakalan remaja adalah lingkungan pergaulan di masyarakat. Dengan demikian memilih lingkungan pergaulan yang baik sangat penting agar tidak terpengaruh oleh perilaku-perilaku yang menyimpang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penegakan sanksi-sanksi sosial yang tegas dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan keremajaan sebagai media pembinaan.
3. Implikasi Pemahaman Nilai-nilai Keagamaan Terhadap Perilaku Kenakalan Remaja. Masa remaja merupakan fase-fase perkembangan yang penuh dengan goncangan-goncangan kejiwaan yang timbul karena dorongan seksual atau dorongan jasmani maupun emosional. Dalam stadium tersebut, terutama di dalam menghadapi goncangan-goncangan tadi anak remaja sering merasa resah, cemas, gelisah bahkan kecewa. Kondisi psikis yang cenderung negatif apabila tidak segera diatasi akan menjerumuskan anak-anak remaja sendiri yang akan berdampak negatif pula. Dalam kondisi ini tidak jarang anak menjadi delinquen seperti kenakalan yang terjadi di MTs. Musadaddiyah. Bagi anak remaja sangat diperlukan adanya pemahaman, pendalaman serta ketaatan terhadap ajaran-ajaran agamanya. Dalam kenyataan sehari-hari
161
menunjukkan bahwa anak-anak remaja yang melakukan kejahatan/kenakalan sebagian besar kurang memahami nilai-nilai agama bahkan mungkin (lalai dalam dalam menunaikan perintah-perintah agama antara lain melaksanakan shalat, puasa, kebaktian, missa dan lain-lain. Salah satu jalan keluar yang paling representatif dan paling akrab dengan kehidupan anak remaja adalah pelaksanaan ibadah (syari'ah) secara istiqomah. Dalam hal ini terdapat dua unsur ibadah yaitu unsur tunduk dan cinta Dengan dua unsur ibadah tersebut beararti "keimanan" atau keyakinan beragama secara kejiwaan akan lebih mudah untuk dipribadikan dalam din setiap individu. Secara psikologis ketaatan dan ketekunan beribadah hampir tidak pernah dicapai oleh anak remaja dan anak delinkuen tanpa bimbingan dan keteladanan dari orang tua di rumah, para pendidik di sekolah (dan para pimpinan di tengah-tengah masyarakat. Ketaatan dalam melaksanakan shalat contohnya. Diantara, hikmah shalat adalah keberpihakan orang yang shalat kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan keji dan munkar. rendah hati, tidak suka berbuat sewenang-wenangan, menghindari maksiat, berdzikir dan menyayangi orang-orang yang lemah. Jika di analisisis dari segi ilmu jiwa, maka dapat diambil asumsi bahwa beda gelisahnya anak remaja dan anak delinquen sebelum menerima didikan agama pengambilan asumsi ini berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Usia muda adalah merupakan fase perkembangan di mana jiwa sedang bergejolak, penuh dengan kegelisahan dan
162
pertentangan batin dan masih banyak lagi dorongan-domngan yang menyebabkan mereka berada pada kondisi yang Iebih kritis. OIeh karena itu pembinaan agama terutama tekun dan taat beribadah bagi anak remaja dan anak-anak delinquen akan berfungsi sebagai penentram batin bagi mereka. Jika ajaran agama dipahami dengan baik, maka di dalamnya dapat dipahami bahwa moral merupakan bagian agama yang sangat penting, di dalamnya
terdapat
nilai
kejujuran,
kebenaran.
keadilan
dan
pengabdian. Konsepsi dasar yang perlu dipahami adalah bahwa Islam berisi petunjuk iman, tuntunan beribadah (mahdhah dang hair mahdhah), tata cara hidup di dunia baik dalam tata hubungan sosial kemasyarakatan maupun tata hubungan manusia dengan alam sekitar. Nilai-nilai agama lain yang perlu dipahami adalah adalah tcrdapatnya norma etik yang berisikan ancaman-ancaman absolut di samping janji-janji bahagia, sejahtera dan damai, yang selain berlaku di dunia juga berlaku di akhirat nanti. Jadi nilai-nilai agama menentukan suruhan-suruhan dan larangan-larangan yang dapat dicari sumbernya pada iman. Di sudut yang lain "keimanan" tersebut akan mewarnai amaliah setiap individu. Apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan maka keimanannya cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andai kata termasuk hal-hal yang terlarang, betapapun tarikan luar
163
itu, tidak akan diindahkan karena ia takut rnelaksanakan yang terlarang oleh agamanya. Keimanan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh sejumlah remaja di MTs. Musaddadiyah sehingga melakukan kenakalan yang hakikatnya dilarang oleh syari'ah Islam. Terdapat suatu indikasi, jika anak-anak remaja telah mampu memahami ajaran agama Islam dengan baik dan telah menjadikan "keimanan" (keyakinan beragama) sebagai bagian integral dari kepribadiannya, maka keimanan itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan dan kondisi emotional. Hal ini berarti jika remaja hendak melakukan suatu kenakalan baik yang sifatnya asosial apalagi yang mclanggar hukum maka kenakalan itu tidak akan jadi dilakukan. Konsepsi moralitas agama Islam menuntut kesadaran yang mendalam bagi penganutnya. Penerimaan norma-norma agama secara day sollen memiliki implikasi aplikatif dalam kenyataan hidup sehari-hari. (das sein). Keimanan sebagai anutan, berarti penerimaan integralistis terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya Kehadiran dan eksistensi agama hanya untuk
kesempurnaan
hidup
manusia
semata.
Remaja
di
MTs.
Musaddadiyah beragama Islam, dengan demikian anak delinkuen yang telah penulis teliti juga beragama Islam. Maka semestinyalah mereka menginternalisasikan seluruh nilai-nilai moral Islam agar terhindar dan terselamatkan dari perilaku delinkuen. Dalam internalisasi nilai-nilai moral, pembinaan moral terhadap anak remaja dan anak delinquen layak dilakukan dengan lengkap secara teoritis
164
dan aplikatif baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Secara teoritis anak remaja dan anak delinkuen diperkenalkan terhadap nilai-nilai moral, sedangkan secara aplikatif anak remaja dan anak delinkuen memberi contoh kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat. Untuk mendukung berhasilnya usaha ini maka melalui pendidikan agama, dalam kaitan ini diharapkan agar keimanan atau keyakinar agama dapat menjadi bagian integral dari kesadaran moral anak remaja delinkuen. Dengan demikian berarti aqidahaqidah agama dan kepercayaan itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perbuatan dan perasaan anak remaja delinquen. Pembinaan moral yang dilandasi dengan pemahaman keagamaan secara sungguh-sungguh dan mendalam baik di rumah, sekolah serta masyarakat akan lebih banyak membantu anak remaja delinquen dalam mempersiapkan diri hidup di tengah-tengah masyarakat atau alam sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian ini maka asumsi dasar tentang implikasi pemahaman nilai-nilai keagamaan terhadap perilaku kenakalan remaja, apabila keyakinan agama sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kesadaran moral, maka seandainya menjumpai bujukan orang untuk melakukan sesuatu yang seolaholah menyenangkan dan menggembirakan niscaya aqidah atau keimanannya cepat mengontrol atau mengoreksi perbuatan tersebut apakah perbuatan tersebut diperbolehkan atau dilarang oleh agama. Bagi anak remaja delinquen yang sudah memahami ajaran-ajaran agama dengan baik jika perbuatan tersebut
adalah
larangan
agama,
maka
mereka
tidak
akan
melakukannya. Sebaliknya apabila perbuatan tersebut adalah perintah
165
agama, maka mereka akan melakukannya dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Masalah kenakalan remaja telah dibahas dalam etika Islam. Dalam etika Islam ukuran kebaikan dan ketidakbaikan bersifat mutlak, iadi pedomannya adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Dipandang dan segi ajaran yang mendasari etika Islam tergolong etika theologis. Hal ini menyatakan bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan buruk, yang sudah dijelaskan dalam kitab suci. Etika Islam menjelaskan secara mendetail tentang akhlak. Jelasnya etika Islam adalah doktrin etis berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam yang terdapat di dalam Al-Quran dan Sunnah Nahi Muhammad saw, di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur dan sitat-sifat terpuji (mahmudah). Namun dalam perkembangannya saat ini banyak manusia terutama remaja yang berperilaku melanggar terhadap aturan-aturan Allah. Padahal apabila dipahami dengan sungguh-sungguh manusia dapat terpelihara dari perilaku yang dapat merugikan baik di dunia maupun di akhirat tersebut. Berikut merupakan pandangan Islam terhadap beberapa perilaku delinkuen yang dilakukan remaja, perilaku tersebut diantaranya: a. Membolos sekolah (disiplin sekolah) Disiplin sekolah merupakan masalah kenakalan yang sedang terjadi di
166
MTs. Musadaddiyah. Diperlukan pemahaman akan pentingnya menuntut ilmu dengan jujur dan baik. Islam memiliki perhatian penghargaan yang sangat tinggi terhadap ilmu karena sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi kemanusiaan itu sendiri. Maka manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu seluas-luasnya baik secara formal, informal maupun non formal dari segala bidang keilmuan. Pada masa sekarang bentuk pendidikan formal merupakan suatu kehutuhan yang tidak dapat dihindarkan lagi. Berdasarkan penelitian diperoleh
banyak
siswa
yang
tidak
sepenuh
hati
menjalankan
kewajibannya sebagai pelajar dengan baik seperti bolos sekolah, menyontek, tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan lain-lain. Masalah ini menunjukkan ketidakpahaman siswa terhadap pentingnya menuntut ilmu dan belajar dengan baik sebagai kewajiban Allah yang diperintahkan kepadanya. b. Merokok Semakin hari semakin gencar rokok dipublikasikan di berbagai media cetak dan elektronik. Semakin hari pula banyak remaja yang merokok dan kecanduan. Dari penelitian terungkap bahwa tidak hanya anak usia SMU, anak usia SD pun sudah merokok termasuk di kalangan siswa MTs. Musadaddiyah yang telah penulis teliti. Hal tersebut, karena tidak ada batasan usia perokok, juga sangat mudahnya remaja untuk mendapatkan rokok dengan harga murah. Diantara siswa yang merokok mengaku bahwa merokok bisa menghilangkan rasa stres dan
167
pengaruh teman atau terbawa oleh teman atau bahkan korban paksaan. c. Memalak dan berkelahi Semakin hari semakin gencar masalah pemalakan dan perkelahian dipublikasikan diberbagai media. Baik yang ditayangkan melalui berita maupun dalam sebuah sinetron yang menceriterakan kehidupan para remaja sekarang ini. Harusnya berita tersebut menjadi contoh yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh para remaja, akan tetapi remaja sekarang hanya dapat mengambil sisi negatifnya yaitu dengan mencontoh perbuatan tersebut yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang terjadi di MTs. Musadaddiyah kasus pemalakan dan perkelahian merupakan masalah yang sedang dihadapi. Ada diantaranya anak yang melakukan perbuatan tersebut, hal itu dikarenakan anak tersebut tidak bisa menahan emosi dan faktor keadaan keuangan yang kurang. Sesungguhnya perbuatan tersebut sangat menyimpang dan dilarang oleh agama, ajaran agama mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik dan bersabar serta menahan amarah (emosi). Hal ini sesuai dengan yang diterangkan dalam Al-Quran yang artinya “wahai anaku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting” (QS AlLukman: 17). Berdasarkan firman tersebut, sudah menjadi kewajiban setiap manusia atau umat muslim untuk berbuat yang makruf dan mencegah yang
168
mungkar dan selalu sabar atas apa yang menimpanya. Dan perilaku tersebut harus menjadi perhatian orang tua di rumah dan guru di sekolah agar siswa atau anaknya terjaga dari perilaku yang menyimpang. Dari uraian-uaraian diatas dapat peneliti simpulkan: SIKAP Yang terpuji
Yang Tidak terpuji
•
Bertutur kata dengan baik
•
Selalu
mengutamakan
sopan santun
•
Bertutur kata yang kotor
•
Kurang sopan santun
•
Tidak merasa ujub
•
Selalu merasa sombong
•
Selalu rendah hati
•
•
Bersifat angkuh
Penuh dengan rasa simpati
•
Selalu menutp aurat
•
Merendahkan orang lain
•
Memperbanyak dzikir
•
•
Tidak peduli terhadap teman
Selalu membaca Al-Quran
•
Memelihara amalan Fardu
•
Selalu
menjauhi
hal-hal
yang sedang terkena musibah •
Quran
yang dilarang •
Sabar dalam menghadapi
Tidak pernah membaca Al-
•
cobaan
Selalu melakukan apa yang dilarang agama
•
Besifat jujur
•
Amanah
•
Bersifat tidak empati
•
Tawakal
•
Suka berbohong
•
Mengabaikan amanah