77
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan deskripsi dan pembahasan hasil penelitaian. Uraian dalam deskripsi hasil penelitian disusun berdasarkan rumusan masalah yang kemudian dibahas sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan dan saran penelitian. A. Gambaran Umum Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor merupakan salah satu lembaga di Kabupaten Bogor yang mengurus semua hal yang berkaitan dengan terselenggaranya pendidikan baik dari segi kebijakan yang diambil, tenaga pendidik profesiaonal yang tersedia, maupun pengadaan sarana dan prasarana yang memadai yang lokasinya terletak di Komplek Perkantoran Pemda Kabupaten Bogor Jalan Nyaman No. 1 Kelurahan Tengah Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Letaknya yang berdekatan dengan beberapa kantor pemerintah serta dapat dijangkau oleh angkutan umum sehingga memudahkan dalam hal pelayanan publik. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pendidikan mempunyai fungsi untuk melayani masyarakat. Untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, maka masyarakat dapat secara langsung mendatangi kantor Dinas Pendidikan yang berada di Komplek Perkantoran Pemda Kabupaten Bogor Jalan Nyaman No. 1 Kelurahan Tengah Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor atau dapat menghubungi Dinas Pendidikan dengan nomor layanan (021) 8753191.
78
Dinas Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah, yang mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah berdasarkan asas otonomi di bidang pendidikan dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor mempunyai fungsi : 1. Perumusan kebijakan teknis dibidang pendidikan, 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang pendidikan, 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pendidikan, dan 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten Bogor, susunan organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
79
Tabel 4.1 BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOGOR KEPALA DINAS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SEKRETARIS
Subag Program dan Pelaporan
Bidang Pendidikan Dasar
Bidang Pendidikan Menengah
Bidang Pendidikan Non Formal
Subag Umum dan Kepegawaian
Bidang Sarana dan Prasarana
Seksi Pendidikan TK/SD
Seksi Pendidikan SMA
Seksi Pendidikan Masyarakat
Seksi Sarana dan Prasarana TK/SD
Seksi Pendidikan SMP
Seksi Pendidikan SMK
Seksi Pendidikan Kesetaraan
Seksi Sarana dan Prasarana SMP
Seksi Bina Pendidik TK/SD
Seksi Bina Pendidik SMA/SMK
Seksi Pendidikan Anak Usia Dini
Seksi Sarana dan Prasarana SMA/SMK
Keterangan : : Garis Instruksi : Garis Koordinasi
UPT
Sumber : Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Tahun 2009-2013
Subag Keuangan
80
Pegawai yang bekerja di kantor Dinas Pendidikan memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari Sarjana Strata Satu ( S1) untuk pegawai di bawah Kepala Dinas dari Sarjana Strata Satu ( S3) untuk jabatan Kepala Dinas. 1.
Kondisi Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan data profil pendidikan
kabupaten Bogor 2009 mencapai 4.215.585 dengan jumlah rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk kabupaten Bogor adalah 7,2 tahun (data BPS 2009) artinya rata-rata lama sekolah penduduk kabupaten Bogor baru sampai pada kelas 1 SMP. Usia 7-12 tahun berjumlah 506.987 orang, usia 13-15 tahun berjumlah 243.208 orang dan usia 16-18 tahun berjumlah 263.057 orang. Kabupaten Bogor pada prosentase Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) sudah mencapai 108,14 % (sudah berada di atas standar Provinsi Jawa Barat yang mencapai 96,65%), namun jika melihat secara prosentase Angka Partisipasi Murni pada kabupaten/kota lain, Kabupaten Bogor masih di bawah mereka. Pada jenjang SD/MI + Paket A, APK dan APMnya masing-masing sebesar 127, 37% dan 108,51%. Jumlah siswa SD/MI dan Paket A seluruhnya sebanyak 645.737 siswa. Angka putus sekolah SD/MI sebesar 0,68%, sedangkan lulusan SD/MI sebesar 96,70%. Pada jenjang SMP/MTS + paket B, APK dan APMnya masing-masing sebesar 93,29% dan 79,29%. Dimana peranan SMP dan MTs swasta kira-kira sebesar 75% untuk mendukung pencapaian APK/APM tersebut.
81
Pada jenjang sekolah menengah dan paket C, APK dan APMnya sebesar 41,47% dan 34,22%, dengan peranan sekolah swasta sebesar 75% dalam pencapaian APK/APM tersebut. 1. Kondisi Sarana dan Prasarana Pendidikan a) Tingkat Sekolah Dasar (SD dan MI) Berdasarkan data yang ada pada profil Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Tahun 2009 – 2013 diketahui bahwa jumlah SD dan MI di Kabupaten Bogor adalah sebanyak 2.238 buah. Untuk menampung siswa tersedia jumlah ruang kelas sebanyak 12.517 dengan rincian 7.505 memiliki kondisi baik, 2.515 buah kondisi rusak ringan dan 1798 kondisi rusak berat dengan jumlah rombongan belajar sebesar 18.820. Jumlah guru yang mengajar di SD dan MI adalah sebanyak 20.777 orang, diantaranya bersertifikasi sebanyak 2.589 orang. Guru yang berijazah SMA sebanyak 4.720 orang, yang berijazah diploma 1 sebanyak 263 orang, yang berijazah diploma 2 sebanyak 8.457 orang, yang berijazah diploma 3 sebanyak 484 orang, berijazah Sarjana Strata 1 sebanyak 6.781 orang dan Pascasarjana sebanyak 72 orang (lampiran 1). Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di SD dan MI terdapat fasilitas perpustakaan sebanyak 522 ruang, lapangan olahraga sebanyak 1.548 buah, ruang UKS sebanyak 270 ruang, dan toilet sebanyak 3.471 ruang ( lampiran 2). b) Tingkat SMP (SMP dan MTs) Berdasarkan data yang telah dihimpun 2009/2010 pada profil pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dapat diketahui jumlah SMP dan MTs adalah
82
747 sekolah (termasuk SMP terbuka, kelas jauh, SMP Satu Atap, dan SMP LB) dan 111 PKBM, dengan persebaran lokasi SMP/MTs di 40 kecamatan. Untuk menampung jumlah siswa tersebut tersedia jumlah ruang kelas sebanyak 4.722 ruang kelas dengan rincian 3.895 memiliki kondisi baik, 690 buah kondisi rusak ringan dan 187 kondisi rusak berat dengan jumlah rombongan belajar sebesar 6.340 sehingga rasio kelas/ruang kelas atau shif sebesar 1,33. Jumlah guru yang mengajar di SMP dan MTs adalah sebanyak 6.741 orang, diantaranya bersertifikasi sebanyak 982 orang. Guru yang berijazah SMA sebanyak 1.052 orang, yang berijazah diploma 1 sebanyak 164 orang, yang berijazah diploma 2 sebanyak 332 orang, yang berijazah diploma 3 sebanyak 382 orang, berijazah Sarjana Strata 1 sebanyak 4.663 orang dan Pascasarjana sebanyak 148 orang (lampiran 3). Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di SMP dan MTs terdapat fasilitas perpustakaan sebanyak 256 ruang, lapangan olahraga sebanyak 397 buah, ruang UKS sebanyak 175 ruang, laboratorium 126 ruang, tempat ibadah 247 buah dan toilet sebanyak 747 ruang (lampiran 4). c) Tingkat SMA (SMA dan MA) Berdasarkan data yang telah dihimpun 2009/2010 pada profil pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dapat diketahui jumlah SMA, SMK dan MA masing-masing adalah 145, 178, 81 sekolah dan 111 PKBM, dengan persebaran lokasi di 40 kecamatan. Untuk menampung jumlah siswa tersebut tersedia jumlah ruang kelas sebanyak 2.131 ruang kelas dengan rincian 1.787 memiliki kondisi baik,
83
259 buah kondisi rusak ringan dan 83 kondisi rusak berat dengan jumlah rombongan belajar sebesar 2.943 sehingga rasio kelas/ruang kelas atau shif sebesar 1,38. Jumlah siswa SMA dibanding SMK adalah 39.494/56.801 yang memberi gambaran tentang minat dan peranan SMK untuk menghasilkan lulusan yang berketerampilan. Dilihat dari kebutuhan sektor-sektor pembangunan dan jenis lapangan kerja, maka bidangbidang keahlian pada SMK yang perlu dikembangkan adalah Bisnis Manajemen dan Jasa. Dan untuk memenuhi kebijaksanaan sistem ganda, sejumlah 178 SMK atau 100 persen telah melaksanakan sistem ganda (dual sistem). Jumlah guru yang mengajar di SMA, SMK dan MA adalah sebanyak 4.505 orang, diantaranya bersertifikasi sebanyak 526 orang. Guru yang berijazah SMA sebanyak 176 orang, yang berijazah diploma 1 sebanyak 10 orang, yang berijazah diploma 2 sebanyak 29 orang, yang berijazah diploma 3 sebanyak 247 orang, berijazah Sarjana Strata 1 sebanyak 3.925 orang dan Pascasarjana sebanyak 118 orang (lampiran 5). Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di SMA, SMK dan MA terdapat fasilitas perpustakaan sebanyak 181 ruang, lapangan olahraga sebanyak 164 buah, ruang UKS sebanyak 179 ruang, laboratorium 320 ruang, ruang keterampilan 198 ruang, BP 162 ruang, ruang serbaguna 163 ruang, tempat ibadah 284 buah dan toilet sebanyak 372 ruang, sedangkan untuk di SMK terdapat ruang praktik sebanyak 103 ruang (lampiran 6).
84
2. Visi dan Misi a. Visi dan Misi Jawa Barat Visi ” Dengan Iman Dan Takwa Jawa Barat Bsebagai Provinsi Termaju Di Indonesia Dan Mitra Terdepan Ibu Kota Tahun 2010.” Misi 1) Pengembangan stuktur perekonomian regional yang tangguh. 2) Meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia Jawa Barat. 3) Pemantapan kinerja pemerintah daerah. 4) Peningkatan implementasi pembangunan berkelanjutan. 5) Peningkatan kualitas kehidupan sosial berlandaskan agama dan budaya daerah. b. Visi dan Misi Kabupaten Bogor Visi ”Tercapainya masyarakat Kabupaten Bogor yang bertaqwa, berdaya dan berbudaya” Misi 1) Melakukan reformasi pelayanan publik menuju tata pemerintahan yang baik (good governance) 2) Meningkatkan profesionalisme aparatur dalampenyelenggaraan pemerintah daerah 3) Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan
85
4) Menumbuh-kembangkan potensi industri, pertanian, dan pariwisata secara optimal dan lestari 5) Meningkatkan kualitas dan menata sarana, prasarana, dan insfrastruktur wilayah 6) Memajukan kehidupan keagamaan dan kondisi sosial masyarakat c. Visi dan Misi Dinas pendidikan Kabupaten Bogor Visi ” Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor Yang Cerdas, Terampil, Mandiri Dan Partisipatif Berdasarkan Iman Dan Taqwa.” Misi 1) Meningkatkan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan. 2) Meningkatkan mutu pendidikan relevansi dan daya saing. 3) Meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas lembaga pendidikan. 4) Meningkatkan partisipasi masyarakat dan memfasilitasi potensi warga untuk menyelanggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat. 3. Program dan Kegiatan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam Renstra Dinas Pendidikan Tahun 2009-2013, program dan kegiatan dikategorikan ke dalam program/kegiatan lokalisasi SKPD, program/kegiatan Lintas
86
SKPD dan program/kegiatan kewilayahan. Berikut disajikan program dan kegiatan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Tahun 2009-2013. Program/kegiatan SKPD adalah sekumpulan rencana kerja suatu SKPD. Program Lintas SKPD adalah sekumpulan rencana kerja beberapa SKPD. Program kewilayahan dan lintas wilayah adalah sekumpulan rencana kerja terpadu antar-Kementrian/Lembaga dan SKPD mengenai satu atau beberapa wilayah, daerah, atau kawasan. a. Program dan Kegiatan Lokalitas SKPD Misi Pertama : ”Meningkatkan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan” 1) Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dan manajemen perkantoran. 2) Program Manajemen Pelayanan Pendidikan Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan manajemen pelayanan pendidikan. Misi Kedua
: ”Meningkatkan mutu pendidikan relevansi dan daya saing”
1) Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan daya saing, mempercepat wajib belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. 2) Program Pendidikan Menengah Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan daya saing, serta meningkatkan wajib belajar Pendidikan Dasar Dua Belas Tahun
87
3) Program manajemen Pelayanan Pendidikan Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan daya saing meningkatkan pelayanan pendidikan 4) Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga pendidik Program ini dimaksudkan meningkatkan relevansi pendidikan melalui peningkatan mutu pendidik dan tenaga pendidikan. Misi Ketiga
: ”meningkatkan
Profesionalitas
dan
Akuntabilitas Lembaga
Pendidikan” 1) Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Program ini dimaksud untuk memenuhi standar mutu lembaga pendidikan. Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan Program ini dimaksudkan meningkatkan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja keuangan. 2) Program manajemen pelayanan publik Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan manajemen pelayanan pendidikan Misi Keempat : ”Meningkatkan pertisifasi masyarakat dan memfasilitasi potensi warga untuk menyelenggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat”
88
1) Program manajemen pelayanan pendidikan Program
ini
dimaksudkan
untuk
memfasilitasi
potensi
warga
dalam
menyelanggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat. 2) Program pendidikan anak usia dini Program ini dimaksudkan meningkatkan partisipasi masyarakat. 3) Program pendidikan non formal Program
ini
dimaksudkan
meningkatkan
partisipasi
masyarakat
yang
dilaksanakan melalui pendidikan non formal. b. Program dan kegiatan lintas SKPD 1) Program program manajemen pelayanan pendidikan Program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi kegiatan lintas SKPD dalam menyelenggarakan manajemen pelayanan pendidikan. c. Program dan kegiatan kewilayahan 1) Program manajemen pelayanan pendidikan Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan manajemen pelayanan pendidikan. B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Deskripsi Kinerja Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Setelah Otonomi Daerah Diberlakukan Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak DK selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dapat peneliti ketahui bahwa kinerja dinas pendidikan
89
dirasakan belum optimal walaupun sudah diusahakan untuk memenuhi target yang ditetapkan namun dalam kegiatannya masih ada yang belum mencapai target. Hal ini dikarenakan tahun anggaran belum selesai. Selain itu, peran Pemerintah Daerah dalam kaitannya dengan kinerja pegawainya dapat dilihat dari keberhasilan pelaksanaan program kerja atau kebijakan-kebijakan yang telah direncanakan sebelumnya pada Program Kerja Tahunan dan Program Kerja Lima Tahunan. Menurut Veithzal Rivai (2005:14) bahwa kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standard hasil kerja, target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Selain itu, A.A Anwar Prabunegara mengatakan bahwa hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Peran pejabat tinggi dalam hal ini Kepala Dinas Pendidikan ialah melaksanakan sebagian peranan dari Bupati khusunya dalam bidang pendidikan, sehingga dalam pelaksanaanya semua dapat dilaksanakan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dalam Program Kerja Tahunan dan Program Kerja Lima Tahunan. Keberhasilan kinerja pemerintah dapat diukur dari kepedulian kepala daerah terhadap bidang pendidikan dan juga dapat dilihat dari keberhasilan pelaksanaan
90
program yang sudah direncanakan seperti Meningkatkan pertisifasi masyarakat dan memfasilitasi potensi warga untuk menyelenggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat. Seperti diungkapkan Mahsun (2006: 25) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai suatu gambaran mengenai tingkat pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Berbeda dengan DK, DN menyampaikan hal yang sama bahwa kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor memperlihatkan kemajuan yang cukup baik. Hal itu dapat dilihat dari keberhasilan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diambil. Peran DN disini yaitu sebagai Kepala Bidang Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor. DN menerangkan bahwa pengukuran keberhasilan kinerja dapat dilihat dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat dan dijalankan. Hal itu dapat dilihat dari Program Kerja Tahunan dan Program Kerja Lima Tahunan. AJ juga membenarkan bahwa keberhasilan kinerja suatu lembaga dapat dilihat dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat. Salah Satu kebijakan yang telah dijalankan yaitu pendidikan gratis untuk anak usia sekolah dasar dan program Wajib Belajar 9 Tahun. AJ disini dapat merasakan keberhasilan pendidikan gratis untuk anak sekolah dasar, sebab disini AJ menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar sehingga dapat langsung merasakan keberhasilan kinerja Pemerintah Kabupaten
91
Bogor khususnya Dinas Pendidikan dalam menjalankan kebijakannya. Suatu kinerja dapat dianggap berhasil secara optimal apabila kebijakan yang dibuat telah dilaksanakan dan mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya. MN berpendapat sama, ukuran untuk sebuah kinerja adalah keberhasilan. Keberhasilan dapat berjalan apabila ada komitmen kuat diantara para pegawai. Komitmen tersebut dapat dilihat dari banyaknya kemajuan yang telah dicapai setelah adanya pemberlakuan status otonomi daerah di Kabupaten Bogor, hal tersebut dapat menjadi salah satu tolak ukur terhadap pencapaian kinerja Pemerintah Daerah. Selaku salah satu Kepala Sekolah Menegah, MN dapat menyimpulkan bahwa kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor sudah baik secara kualitas, dapat dilihat dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan seperti Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Meningkatkan pertisifasi masyarakat dan memfasilitasi potensi warga untuk menyelenggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat. Kinerja Kabupaten Bogor memiliki kemajuan yang cukup pesat, banyak perubahan-perubahan yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat luas. Keberhasilan kinerja tersebut didukung oleh kedisiplinan dan tanggung jawab dari pribadi pegawai itu sendiri, tiap pegawai memiliki komitmen ynag kuat untuk membangun pendidikan di Kabupaten Bogor agar dapat berkompetisi dengan daerah lain. Menurut WM selaku masyarakat Kabupaten Bogor program-program yang dijalankan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor sudah cukup bagus karena adanya
92
program Meningkatkan partisipasi masyarakat dan memfasilitasi potensi warga untuk menyelenggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat. 2. Gambaran Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Di Kabupaten Bogor Setelah Otonomi Daerah Diberlakukan Seperti yang diungkapkan oleh Bapak DK selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, dapat peneliti ketahui bahwa banyak sekali pengaruh yang dirasakan oleh Kabupaten Bogor setelah diberlakukannya status otonomi daerah. Hal ini diakibatkan adanya penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah, yaitu salah satunya adalah kewenagan di Bidang Pendidikan; Akibat dari penyerahan kewenagan tersebut berpengaruh juga terhadap pengelolaan pendidikan. Pengaruh tersebut mengakibatkan adanya perubahan yaitu : a) Perubahan implementasi kurikulum; b) Perubahan persyaratan penerimaan siswa baru; c) Perubahan dalam bidang pelaporan; dan d) Perubahan dalam pengadaan sarana dan prasarana. Perubahan-perubahan tersebut pada prakteknya tidak terlalu menyulitkan pihak Dinas Pendidikan. Tidak semua kewenangan mengenai pendidikan diserahkan sepenuhnya pada kepada daerah, ada beberapa kewenangan yang masih ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yaitu mengenai standarisasi Ujian Akhir Nasional dan standar isi yang digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan. DN berpendapat bahwa tidak banyak dampak yang dirasakan karena pemberian otonomi dari pemerintah pusat kepada daerah adalah berupa kewenangan.
93
Akan tetapi masih tetap ada dampaknya, hal ini diakibatkan adanya penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah, yaitu salah satunya adalah kewenangan dalam bidang pendidikan. Akibat penyerahan kewenangan tersebut juga berpengaruh terhadap pelayanan publik dan pengelolaan pendidikan. Pengaruh tersebut mengakibatkan adanya perubahan yaitu, perubahan implementasi kurikulum, perubahan persyaratan penerimaan siswa baru, perubahan dalam bidang pelaporan, perubahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, perubahan terhadap pembinaan, pengelolaan, penilaian, peningkatan yang harus dilaksanakan oleh unsur Dinas Pendidikan, banyak sekali yang sifatnya sangat teknis tidak terlaksana. Sedangkan menurut DN dan BD selaku pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor berpendapat bahwa dampak yang dirasakan dari Otonomi daerah dirasakan baik. Dalam hal ini, pemerintah Kabupaten Bogor dapat peduli dengan pendidikan baik formal maupun informal. Akan tetapi pengelolaan, pembinaan penilaian dan peningkatan mutlak harus dilaksanakan oleh unsur Dinas Pendidikan itu sendiri, dan banyak sekali yang sifatnya teknis belum terlaksana dengan baik. Sama halnya menurut MN selaku Kepala Sekolah Menengah berpendapat bahwa dampak otonomi daerah dirasakan baik, dalam hal ini sekolah dapat mengurus rumah tangganya sendiri yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Dulu sebelum adanya otonomi daerah semua kegiatan pendidikan dipegang oleh pemerintah provinsi yang menyulitkan pihak pemerintah untuk berkoordinasi karena jaraknya
94
yang cukup jauh akan tetapi setelah penyerahan wewenag kepada pemerintah daerah, sekolah semakin mudah untuk berkoordinasi mengenai bidang pendidikan karena jaraknya cukup dekat untuk ditempuh. Menurut WM selaku masyarakat Kabupaten Bogor secara teoritis dampak dari status otonomi daerah sudah bagus karena lebih mengarah pada sasaran, dengan adanya otonomi daerah seharusnya lebih mengedepankan teknologi. Tujuan otonomi daerah untuk lebih memfokuskan rumah tangganya sendiri, akan tetapi apakah sudah bisa dijankan dan apakah sudah merata bagi masyarakat. Menurutnya masih ada kebijakan yang tumpang tindih, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaannya kurang maksimal. 3. Upaya Yang Dilakukan Pihak Pemerintah Untuk Mengatasi Hambatan Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Publik Dalam Otonomi Pendidikan Di Kabupaten Bogor a. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pelayanan publik dalam otonomi pendidikan di Kabupaten Bogor Seperti yang dikemukakan DK, banyak hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendidikan, hambatan tersebut berkaitan dengan kualitas serta kuantitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor serta sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang dimiliki oleh lembaga pendidikan. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya pegawai yang bekerja di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor yang bukan masyarakat Kabupaten Bogor itu sendiri,
95
hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya pegawai yang berdomisili diluar wilayah Kabupaten Bogor seperti di Daerah Cianjur, Sukabumi, Bekasi, Tangerang dan Depok. Serta masih adanya pegawai yang diberi tugas serta jabatan yang kurang sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Hambatan lainnya yaitu datang dari masyarakat Kabupaten Bogor yang belum mampu untuk menyekolahkan anak mereka diakibatkan keterbatasan ekonomi dan masih kurangnya kesadaran masyarakat berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak mereka kelak. Menurut DN, hambatan yang dialami oleh Dinas pendidikan diantaranya, koordinasi belum berjalan dengan baik, masih adanya usia sekolah yang tidak bersekolah, masih banyaknya yang DO dari keluarga tidak mampu. BD mengatakan bahwa hambatan yang dihadapi dinas pendidikan adalah latar belakang/disiplin ilmu bagi pegawai dinas yang tidak sesuai dengan tugas serta jabatannya, kurangnya pengetahuan di bidang pendidikan yang berdampak buruk bagi kualitas pendidikan. MN mengutarakan bahwa yang menjadi hambatan mengenai anggaran atau pembiayaan operasional untuk sekolah karena selama ini semenjak adanya sekolah gratis pihak sekolah hanya mengandalkan dari BOSKITA dan BOSPROVINSI sedangkan dari pemerintah setempat belum ada. Sedangkan menurut WP sebagai masyarakat Kabupaten Bogor menilai bahwa hambatan yang dihadapi Dinas Pendidikan tidak begitu signifikan, hambatan lebih
96
terjadi pada masalah ekonomi masyarakat misalnya jarak sekolah yang begitu jauh dari tempat tinggal masyarakat yang menyebabkan adanya biaya transportasi bagi sebagian masayarakat, mungkin hal itu tidak jadi soal. Akan tetapi bagi masyarakat miskin yang untuk makan saja kurang pasti sangat memberatkan. Karena faktor itu maka banyak anak kurang mampu yang putus sekolah atau DO. Untuk apa ada dana BOS apabila tidak dapat dirasakan masyarakat sepenuhnya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dilihat bahwa beberapa hambatan yang dialami oleh Dinas Pendidikan Kabupaten
Bogor saat ini hanya dari tingkat
profesionalitas pegawai kurang didukung oleh disiplin ilmu atau latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan tugas dan jabatan, koordinasi yang belum berjalan dengan baik, serta ekonomi masyrakat yang masih rendah dan masih kurangnya kesadaran masyarakat berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak mereka kelak. b. Upaya yang dilakukan pihak pemerintah untuk mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan pelayanan publik dalam otonomi pendidikan di Kabupaten Bogor Upaya yang dilakukan Dinas Pendidikan untuk mengatsi hambatan-hambatan yang terjadi seperti dikemukakan oleh DK yaitu salah satunya dengan memberikan beasiswa bagi para pegawai dinas yang berkompeten untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Upaya lain yaitu dengan melakukan rekruitmen pegawai, baik untuk pemerintahan maupun untuk tenaga pengajar dengan cara melakukan seleksi Pegawai Negeri Sipil dengan melakukan Tes CPNS (Calon
97
Pegawai Negeri Sipil) yang dilaksanakan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Upaya yang dilakukan oleh dinas pendidikan dalam penyediaan serta peningkatan sarana dan prasarana pendidikan yaitu dengan menganggarkan anggaran pemerintah daerah setiap tahunnya. Selain itu juga, di setiap sekolah yang ada di Kabupaten Bogor mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat dalam peningkatan sarana dan prasarana sekolah melalui Program Dana BOS dan Dana Alokasi Khusus untuk pemeliharaan bangunan sekolah dan bangunan penunjang lainnya. Sedangkan upaya untuk mengatasi hambatan yang datang dari masyarakat yakni dengan cara pemberian beasiswa atau subsidi silang kepada anak usia sekolah yang ingin bersekolah tetapi tidak memiliki kemampuan dari segi ekonomi keluarga. Menurut DN upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dinas pendidikan yaitu sosialisasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor kepada UPTK, Kepala Sekolah, dan diteruskan kepihak Orang Tua/Wali Murid serta masyarakat atau tokoh yang terkait dibidang pendidikan. Sedangkan menurut WP selaku masyarakat Kabupaten Bogor untuk menghadapi
hambatan-hambatan
yang
terjadi
di
lingkungan
masyarakat,
diprioritaskan adanya sekolah di setiap daerah diperuntukan untuk warganya sendiri jadi dalam satu kecamatan Dinas Pendidikan harus dapat memprediksi berapa persentase jumlah sekolah yang seharusnya berada di kecamatan tersebut agar menjadi ideal.
98
C. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian ini dikaitkan dengan kajian-kajian teoritis sehingga diharapkan dapat di peroleh gambaran yang jelas serta komprehensif tentang permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Oleh karena itu, agar lebih terarah pembahasan disesuaikan dengan batasan masalah yaitu sebagai berikut: 1. Deskripsi Kinerja Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Setelah Otonomi Daerah Diberlakukan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap beberapa responden dapat peneliti ketahui bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi bidang pendidikan akibat diberlakukannya status otonomi daerah. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan ditemukan beberapa hal yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam kaitannya dengan pelayanan publik bidang pendidikan setelah diberlakukannya satus otonomi daerah. Beberapa hal tersebut diantaranya : a. Tingkat disiplin pegawai dinas pendidikan Dari hasil penelitian di dinas pendidikan dapat diketahui bahwa tingkat kedisiplinan pegawai dinas pendidikan masih rendah, hal ini dapat dilihat dari keterlambatan masuk jam kerja, pemakaian jam kerja untuk urusan yang bersifat pribadi, pulang sebelum jam kerja habis, serta cara kerja yang kurang efektif dan efisien dari segi pemanfaatan waktu. Kedisiplinan yang masih rendah dapat menghambat laju perkembangan pembangunan yang ada, keadaan tersebut bukanlah sesuatu hal yang tidak mungkin
99
terjadi. Suatu kinerja dapat dikatakan berhasil, salah satu faktor pendorongnya adalah adanya kedisiplinan dari pegawai itu sendiri. Seperti apa yang dikemukakan Malayu S. P. Hasibuan (2001:95) tingkat dan sumber kinerja diantaranya yaitu: Kesetiaan, Prestasi Kerja, Kejujuran, Kedisiplinan, Kreativitas,
Kerjasama,
Kepemimpinan,
Kepribadian,
Prakarsa,
Kecakapan,
Tanggung jawab. Seperti juga Menurut James A. F. Stoner dan R.E. Freeman (Dharma, 2001:554) mengatakan mengenai tingkat dan sumber kinerja, diantaranya: Kuantitas kerja, Kualitas kerja, Kreativitas, Pengetahuan mengenai pekerjaan, Kerjasama, Inisiatif, Ketergantungan, Kualitas pribadi. Berdasarkan analisis di atas, penulis berpendapat bahwa kedisiplinan yang kurang dapat menghambat laju pembangunan yang ada. Suatu kinerja dapat dikatakan berhasil apabila adanya kedisiplinan dari pegawai itu sendiri. Seperti tingkat dan sumber kinerja terdapat pada Kuantitas kerja (quantity of work) yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan, ketergantungan (dependability) yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan dan kualitas pribadi (personal quality) yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi. b. Program kerja yang dibuat Seperti yang dikemukakan oleh DK selaku Kepala Dinas Pendidikan, program kerja oleh Dinas Pendidikan ada yang terencana ada juga yang bersifat insidental.
100
Program kerja yang terencana yaitu berupa Program Kerja Tahunan dan Program Kerja Lima Tahunan sedangkan program kerja yang sifatnya insidental dibuat untuk menunjang program kerja yang telah dibuat. 1) Tujuan dibuatnya program kerja Salah satu Program Kerja Tahunan dan Lima Tahunan yaitu adanya Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Meningkatkan pertisifasi masyarakat dan memfasilitasi potensi warga untuk menyelenggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat. Salah satu tujuan dibuatnya Program Kerja Tahunan
dan
Lima
Tahunan
yaitu
agar
lebih
memudahkan
dalam
hal
pengklasifikasian tujuan pembangunan yang diharapkan, isi dari program tahunan adalah target jangka pendek yang akan dilakukan oleh pemerintah sedangkan program lima tahunan adalah program jangka panjang yang telah direncanakan. Tujuan dibuatnya program kerja yaitu agar target dan pencapaian dapat diukur sejauhmana keberhasilan tersebut telah diperoleh dan hal apa saja yang belum dilakukan pemerintah demi pembangunan derahnya kearah yang lebih baik. 2) Sasaran program kerja Program kerja dibuat untuk lebih meningkatkan kesejehteraan masyarakat dan meningkatkan pembangunan daerahnya agar dapat sejajar dengan daerah lain yang lebih dahulu maju. Program kerja dibuat untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
101
3) Tingkat ketercapaian Tingkat ketercapaian program kerja dapat dilihat dari keberhasilan dalam pelaksanaan program kerja tersebut dilapangan. c. Kriteria pengukuran kinerja pegawai Dinas Pendidikan Dalam hal kriteria pengukuran kinerja, pemerintah setempat mengacu kepada tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan dilapangan. Seperti yang dikemukakan oleh DN bahwa kinerja dinas pendidikan saat ini sudah mulai menampakan perubahan yang cukup berarti, hal ini dapat dilihat dari program kerja yang telah dilaksnakan dengan hasil yang maksimal. Menurut Mardiasmo (2004: 219-221) penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Pada dasarnya terdapat dua hal yang dapat dijadikan sebagai Indiator kinerja, yaitu kinerja anggaran (anggaran policy) dan anggaran kinerja (performance budget). Kinerja anggaran adalah alat atau instrumen yang dipakai oleh DPRD untuk mengevaluasi kinerja kepala daerah. Alat tersebut berupa strategi makro dan policy yang tertuang dalam Propeda dan Renstrada, arah dan kebijakan umum APBD, serta strategi dan Priorotas APBD. Anggaran kinerja adalah alat atau instrument yang dipakai oleh kepala daerah untuk mengevaluasi unit-unit kerja yang ada dibawah kendali kepala daerah selaku manajer eksekutif. Beberapa ahli menyatakan bahwa dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa hal yang harus diperhatiakan, yaitu :
102
1) Masukan Seperti yang dikemukakan oleh BPKP (2000: 4), masukan disini yaitu adanya sumber pendanaan, sumber daya manusia yang berkualitas serta kerja, informasi yang diperoleh, kebijakan yang dihasilkan serta perundang-undangan yang mengatur. 2) Proses Proses yaitu dilakukannya pengelolaan mengenai segala informasi yang telah diterima, dilihat dan diamati sebelumnya dilapangan serta dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan yang ada di daerah, maka lahirlah kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk meningkatkan pembangunan daerah. 3) Keluaran Seperti yang dikemukakan Hughes (1994: 207) memilahkan indiktor ukuran kinerja organisasi pada tiga pusat perhatian, yaitu: (1) apabila perhatian utamanya pada efisiensi penggunaan sumberdaya, dipergunakan adalah pendekatan ekonomis dengan penekanannya pada indiktor keluaran, dan apabila memungkinkan pada hasil (outcome); (2) apabila perhatian utamanya pada akuntabilitas, penekanannya pada indikator pelayanan publik; dan (3) apabila pusat perhatiannya pada kompetisi manajerial, tekanannya pada pencapaian target. Bentuk dari keluaran bisa berupa fisik maupun non fisik yang dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai bentuk dari keberhasilan pelaksanaan kinerja pemerintah. Hal ini dapat berupa kebijakan yang dibuat seperti adanya pendidikan gratis bagi anak usia sekolah dasar, adanya beasiswa, serta keluaran lain yang berupa fisik salah
103
satunya dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana pendidikan seperti sekolah dan media penunjang lainnya. 4) Hasil Hasil dari pengukuran kinerja dapat dilihat dari dampak yang dihasilkan dari dikeluarkannya kebijakan yang telah dibuat, dampak tersebut dapat berupa komentar, ataupun asumsi dari masyarakat mengenai apa yang telah dilakukan oleh pemerintah. Seperti memperkenalkan
UNDP sebuah
(United konsep
Nation
Development
pembangunan
Prograam)
yang
yang diberi nama Human
Development. Konsep ini memprioritaskan pada tujuan pembangunan yang menjadikan manusia sebagai fokus pembangunan (Human Centered Development). Pencapaian tujuan tersebut dapat diukur dengan Indikator Indeks Pembangunan Manusia (Human Develompent Indeks). 5) Manfaat Manfaat merupakan salah satu tujuan akhir dari suatu kebijakan yang dibuat, setelah melewati beberapa waktu maka kebijakan tersebut dapat dirasakan dan dilihat manfaatnya. Manfaat yang dapat dirasakan seperti dalam perbaikan sarana dan prasarana pendidikan ataupun Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Meningkatkan pertisifasi masyarakat dan memfasilitasi potensi warga untuk menyelenggarakan pendidikan sejak usia dini sampai akhir hayat, saat ini di Kabupaten Bogor sudah dapat dilihat kemajuannya dengan banyaknya anak usia
104
sekolah yang tettap bersekolah sampai jenjang yang lebih tinggi. Hal itu dikarenakan sudah adanya kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Tujuan pembangunan daerah seharusnya menempatkan manusia sebagai sasaran akhir dan fokus utama dari seluruh kegiatan pembangunan, melalui pemberian pelayanan dalam berbagai segi kehidupan yaitu kesehatan, pendidikan, sosial dan ekonomi. BD juga memiliki pendapat yang sama mengenai kinerja Dinas Pendidikan yang saat ini sudah mulai menampakan perubahan yang cukup berarti, hal ini dapat dilihat dari program kerja yang telah dilaksanakan dengan hasil yang cukup maksimal. Hal tersebut dapat dirasakan dari keberhasilan program pendidikan gratis bagi siswa sekolah dasar. Lain halnya yang dirasakan sekolah menengah pertama, MN mengungkapkan bahwa kinerja pemerintah dapat dirasakan sudah cukup berhasil. Hal ini dapat dirasakan dari banyaknya perubahan yang terjadi baik dari segi sarana prasarana maupun dari bentuk persyaratan penerimaan siswa baru, pelaksanaan perubahan tersebut dilapangan dirasakan oleh lembaga pendidikan sudah cukup berhasil, hal ini bisa dilihat dari banyaknya siswa SD yang melanjutkan pendidikannya ke SMP. Itu merupakan salah satu bukti nyata bahwa perubahan yang diberlakukan dapat mempengaruhi kuantitas siswa yang melanjutkan pendidikan.
105
Dari uraian pendapat diatas, dapat dilihat bahwa kinerja pemerintah dapat diukur tingkat keberhasilannya melalui ketepatan waktu pelaksanaan kebijakan dan hasil yang dicapai dari pelaksanaan kebijakan terebut. Menggapai hasil penelitian di atas, Kurniawan (2005:52) mengemukakan bahwa untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah, perlu adanya kriteria yang menunjukkan apakah mutu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Sedangkan pendapat lain mengenai pengukuran kinerja Hatry (1989) mengemukakan bahwa Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan berpedoman pada sumber data dari (1) analysis of agency records, (2) trained observer procedures, (3) citizen/client surveys. Tujuan pengukuran kinerja disebutkan Hatry adalah untuk: (1) mengetahui efisiensi dan kualitas layanan, (2) memotivasi birokrasi publik guna meningkatkan kualitas layanan, (3) pengawasan pelaksana kebijakan, (4) menentukan dan menyesuaikan anggaran, (5) mendorong birokrasi publik untuk memusatkan perhatian pada kebutuhan masyarakat, dan (6) memperbaiki kualitas layanan. Seperti juga Harmon dan Mayer (1986: 384) mengemukakan bahwa efektivitas pelayanan merupakan ukuran accountability dari suatu kebijakan organisasi publik sebagai standar kinerja pelayanan (provide standart of correct action). Dari beberapa pendapat diatas dapat diartikan bahwa kinerja adalah hasil yang telah dicapai oleh seseorang atau organisasi untuk mencapai sasaran yang telah
106
ditetapkan sebelumnya dengan memperlihatkan seluruh kemampuan yang ada yang dilakukan secara legal tanpa melanggar hukum juga sesuai moral dan etika. Bukan hanya kinerja yang professional yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan, akan tetapi juga erat kaitannya dengan jarak tingkat kedisiplinan pegawai Dinas Pendidikan sebab sampai saat ini kedisiplinan pegawai Dinas pendidikan masih kurang. Hal ini disebabkan jarak yang harus ditempuh oleh pegawai antara tempat kediaman mereka dengan tempat mereka bekerja yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan waktu yang tidak produktif, serta masih ada kecenderungan orientasi yang bukan mengarah kepada produktifitas kerja tetapi kepada perolehan yang menguntungkan pribadi dan pemborosan waktu. Mengenai distribusi pembagian tugas, dilakukan sesuai dengan jabatan dan latar belakang pendidikan serta kemampuan masing-masing. Hal ini guna menunjang keberhasilan dalam melaksanakan segala tugas dalam memberikan pelayanan publik. Dalam melaksanakan program kerja Dinas Pendidikan dituntut cara kerja aparat pemerintah yang lebih baik serta pelayanan kepada masyarakat yang semakin baik pula, mengingat masyarakat senantiasa menginginkan agar pelayanan dari pemerintah Dinas Pendidikan beserta administrasinya lebih baik. Dari hasil temuan di atas dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar yang paling utama dalam melaksanakan implementasi desentralisasi pendidikan. Banyak kekhawatiran dalam bidang kesiapan sumberdaya manusia ini,
107
diantaranya belum terpengaruhinya lapangan kerja dengan kemampuan sumber daya yang ada. Implementasi desentralisasi pendidikan masih menyimpan beberapa kendala
seperti
dalam
pengangkatan
pengelolaan
pendidikan
yang
tidak
memperhatikan latar belakang profesionalisme. Bagaimanapun sumber daya manusia yang kurang professional akan menghambat pelaksanakan sistem pendidikan. Penataan sumber daya manusia yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan tidak professional. Sebab, berhasil tidaknya pelaksanaan otonomi daerah paling tidak ditentukannya tiga hal, yaitu: (1) Sumber daya manusia dan kemampuan aparatur
serta partisipasi masyarakat,(2)
Keuangan yang stabil, terutama pendapatan asli daerah, (3)Peralatan yang lengkap, (4)Organisasi dan manajemen yang baik. Berdasarkan
analisis
di
atas
peneliti
berpendapat
bahwa
Adanya
pemberlakuan status otonomi daerah di Kabupaten Bogor berpengaruh terhadap pelayanan publik dan pengelolaan pendidikan. Tingkat keberhasilannya kinerja pemerintah dapat diukur melalui ketepatan waktu pelaksanaan kebijakan dan hasil yang dicapai dari pelaksanaan kebijakan terebut. Dengan konsep pembangunan manusia, keberhasilan pembangunan bukan semata-mata dilihat dari perkembangan atau pertumbuhan yang terjadi melainkan kemampuan pemerintah untuk menciptakan atau memungkinkan orang menikmati hidup dengan layak, mendapatkan kesehatan, dan meningkatkan kreativitas hidup. Pembangunan manusia mencakup dua proses dimana orang-orang melakukan
108
perluasan pilihan-pilihan dan pencapaian tingkat kesejahteraan. Salah satu hal penting adalah menjamin kondisi kesehatan hidup dalam jangka panjang, memperoleh pendidikan dan menikmati standar hidup yang layak. Pilihan tambahan lainnya adalah kebebasan berpolitik dan perlindungan hak asasi manusia. Salah satu bentuk kemampuan manusia yang dapat diperbaiki yaitu kesehatan dan pengetahuan, 2. Gambaran Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Di Kabupaten Bogor Setelah Otonomi Daerah Diberlakukan Sebagaimana hasil dari wawancara dengan Bapak DK selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, dapat peneliti ketahui bahwa banyak sekali pengaruh yang dirasakan oleh Kabupaten Bogor setelah diberlakukannya status otonomi daerah. Hal ini diakibatkan adanya penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah, yaitu salah satunya adalah kewenagan di Bidang Pendidikan. Akibat dari penyerahan kewenangan tersebut berpengaruh juga terhadap pengelolaan pendidikan. Pengaruh tersebut mengakibatkan adanya perubahan yaitu : a) Perubahan implementasi kurikulum; b) Perubahan persyaratan penerimaan siswa baru; c) Perubahan dalam bidang pelaporan; dan d) Perubahan dalam pengadaan sarana dan prasarana. Perubahan-perubahan tersebut pada prakteknya tidak terlalu menyulitkan pihak Dinas Pendidikan. Tidak semua kewenangan mengenai pendidikan diserahkan sepenuhnya pada kepada daerah, ada beberapa kewenangan yang masih ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yaitu mengenai standarisasi Ujian Akhir Nasional dan standar isi yang
109
digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Beberapa perubahan-perubahan yang terjadi setelah diberlakukannya status otonomi daerah diantaranya: a. Perubahan Implementasi Kurikulum Pemberian status otonomi daerah kepada Kabupaten Bogor memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan pembangunan daerah terlebih dalam bidang pendidikan yang saat ini menjadi sorotan yang paling diperhatikan oleh pemerintah setempat. Berdasarkan hasil wawancara dengan DK selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, dapat diketahui bahwa perubahan implementasi kurikulum dimulai pada saat otonomi daerah diberlakukan. Pada saat ini Pemerintah Daerah khususnya Dinas Pendidikan harus mampu mengatur segala sesuatunya secara mandiri dan mengacu pada standar isi yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, Di lembaga pendidikan menengah MN mengatakan bahwa lembaga pendidikan menengah sudah cukup siap dengan adanya perubahan implementasi kurikulum yang terjadi. SMP yang ada di Kabupaten Bogor saat ini sudah mampu menyampaikan perubahan kurikulum yang ada dengan ditunjang oleh media pembelajaran yang telah ada sebelumnya, sebelum status otonomi daerah diberlakukan. Perubahan implementasi kurikulum juga tidak begitu mempengaruhi sistem pembelajaran. Ketika diberlakukan sistem otonomi daerah di Kabupaten Bogor lembaga pendidikan menengah sudah memiliki kesiapan dari segi pembelajaran.
110
Dari beberapa penjelasan diatas, Penulis berpendapat bahwa kurikulum merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran. Standar isi kurikulum merupakan salah satu faktor penting untuk bisa mengukur sejauhmana keberhasilan peserta didik dalam pencapaian prestasi belajar mengajar di sekolah. Agar pencapain tersebut dapat terlaksana, maka pemerintah diharapkan dapat berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk bisa merumuskan standar isi seperti apa yang dibutuhkan oleh peserta didik di lapangan. b. Perubahan dalam persyaratan penerimaan siswa baru Segi non fisik yaitu dapat dilihat dari standarisasi penerimaan siswa baru ataupun standarisasi kenaikan tingkat siswa di sekolah, sistem belajar mengajar, dan pengelolaan-pengelolaan pendidikan lainnya BD mengatakan bahwa banyak hal yang berubah setelah pemberlakuan status otonomi daerah khususnya dilembaga-lembaga pendidikan., serta adanya perubahan sistem, baik sistem penerimaan siswa baru maupun sistem pembelajaran. Semua hal tersebut berubah seiring dengan kebutuhan pendidikan yang semakin hari semakin ketat persaingannya, haal ini diakibatkan juga oleh pengaruh globalitas yang ada. Akan tetapi, perubahan status Pemerintah Kabupaten Bogor dari sentralisasi menjadi desentralisasi bagi lembaga pendidikan yang sudah ada memiliki kesulitan yang sangat berarti. Hal tersebut dapat dilihat dari masih kurangnya tenaga pengajar dan media belajar mengajar serta sarana dan prasarana penunjang lainnya yang masih tergolong belum memadai. Ini dapat dilihat dari masih banyaknya orang tua siswa
111
yang menginginkan anak mereka untuk bersekolah ataupun melanjutkan pendidikan formalnya dilembaga-lembaga pendidikan tertentu saja, kecenderungan tersebut dapat dilihat dari kualitas sarana prasarana pendidikan yang dimiliki lembaga pendidikan yang menjadi tujuan. Lain halnya dengan MN, dia mengatakan bahwa keadaan pendidikan di Kabaputaten Bogor sedikit banyak memiliki perubahan yang cukup berarti. Perubahan itu sejalan dengan status Kabupaten Bogor saat ini, di setiap sudut Kabupaten Bogor berusaha untuk diperbaharui agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta agar lebih memudahkan dalam hal pelayanan publik. Dari beberapa pendapat di atas, Penulis berpendapat bahwa perubahan persyaratan penerimaan siswa baru diharapkan dapat memberikan motivasi terhadap calon peserta didik agar memiliki kemauan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan juga calon peserta didik diharapkan memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar tercipta lulusan-lulusan yang bukan hanya memiliki keteladanan dari segi keimanan dan ketakwaan c. Perubahan dalam Bidang Pelaporan Bukan hanya perubahan dari segi penerimaan siswa baru dan perubahan implikasi kurikulum saja akan tetapi terjadi juga dari segi pelaporan pendidikan, pelaporan dalam hal ini hanya sampai kepada Bupati Kabupaten Bogor. Pelaporan pendidikan dilakukan untuk mengukur sejauhmana pendidikan dilaksanakan
112
dilapangan. Pelaporan dilakukan mulai dari tingkat yang paling bawah ketingkat yang paling atas. Dimulai dari sekolah, guru/tenaga pendidik melaporkan hasil atau perkembangan siswa dalam pembelajaran kepada Kepala Sekolah selaku pimpinan tertinggi di sekolah. Kepala Sekolah melaporkan hasil tersebut kepada Komite Sekolah selaku wakil dari masyarakat sekolah termasuk orang tua siswa. Dari Komite Sekolah kemudian dilaporkan kepada Kepala UPT di masing-masing wilayah Kabupaten Bogor yang selanjutnya dilaporkan kepada Kepala Dinas Pendidikan untuk ditinjaklanjuti perubahan apa yang terjadi setelah adanya pemberlakuan status otonomi daerah baik dari sisi positif maupun dari sisi negatifnya. Setelah dikaji ulang oleh Dinas Pendidikan kemudian dilanjutkan kepada Bupati sebagai pimpinan tertinggi untuk membahas sajuhmana perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan, apa yang harus diperbaiki dan apa yang harus ditambah atau dihilangkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di Kabupaten Bogor. Seperti yang diungkapkan Mardiasmo (2002:207) bahwa perubahan proses meliputi perubahan yang menyentuh keseluruhan aspek dalam siklus pengendalian manajemen di pemerintah daerah, yaitu perumusan strategi, perencanaan strategi, penganggaran, pelaporan kinerja, penilaian kinerja, dan mekanisme reward dan punishment sistem. Perubahan kultur birokrasi terkait dengan perubahan budaya kerja dan perilaku pegawai yang mengarah pada terciptanya profesionalisme birokrasi.
113
Seperti yang diuraikan diatas, penulis berpendapat bahwa pelaporan merupakan hal yang paling penting sebab dengan adanya hasil laporan mengenai suatu pelaksanaan kegiatan maka dapat diketahui mengenai sejauhmana perubahan tersebut terjadi, apa yang harus dilakukan jika perubahan tersebut tidak sesuai dengan target yang diinginkan dan bagaimana cara menindaklanjuti hasil dari laporan tersebut. d. Perubahan dalam pengadaan sarana dan prasarana Akibat adanya pemberlakuan status otonomi daerah di Kabupaten Bogor banyak hal yang harus diperbaharui dari segi sarana dan prasarana pendidikan yang ada saat ini. Seperti yang diungkapkan DK, banyak hal yang berubah setelah pemberlakuan status otonomi daerah di Kabupaten Bogor, perubahan tersebut salah satunya yaitu adanya pembangunan sarana dan prasarana penunjang pendidikan di sekolah-sekolah, pembenahan administrasi sekolah dan pembenahan dalam sistem belajar mengajar di sekolah. Dilihat dari pengaruh pemberlakuan status otonomi daerah terhadap lembaga pendidikan mengharuskan pemerintah setempat membenahi pendidikan dari berbagai segi, baik fisik maupun non fisik. Adapun pembenahan pendidikan dari segi fisik diantaranya dapat berupa pembangunan sarana dan prasarana penunjang pendidikan seperti bangunan sekolah yang semakin ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, media belajar mengajar, meningkatkan kualitas tenaga pendidik.
114
BD mengatakan Perubahan dalam pengadaan sarana dan prasarana dapat dilihat dari peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang telah ada di lingkungan pendidikan. Pembenahan terhadap sarana dan prasarana pendidikan juga harus dilakukan agar tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat tercapai dengan maksimal. Sarana dan prasarana pendidikan yang belum maksimal merupakan salah satu faktor penghambat dari kemajuan pendidikan itu sendiri. MN menyatakan bahwa perbaikan sarana dan prasarana dapat menunjang pembelajaran yang terjadi di sekolah. Ini dapat dilihat dari masih adanya lembaga pendidikan dasar yang sarana dan prasarana pendidikannyakurang memadai. Akan tetapi, sampai saat ini perubahan-perubahan tersebut sudah mulai dilakukan, terlebih pendidikan di Kabupaten Bogor saat ini memiliki perhatian yang cukup besar dari pemerintah setempat. Sarana dan prasarana pendidikan terlebih dalam hal ini kesiapan media pembelajaran sangatlah diperlukan. Pada kenyataannya dilapangan terlebih pada jenjang pendidikan menengah saat ini masih belum memadai secara keseluruhan. Bagi lembaga pendidikan menengah sarana dan prasarana sangatlah diperlukan. Ini dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga pendidikan menengah yang baru berdiri, hal tersebut sengaja dilakukan oleh pemerintah setempat agar bisa menampung calon peserta didik yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
115
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa keberadaan sarana dan prasarana merupakan hal yang paling penting untuk menujang sistem belajar mengajar sehingga dapat dihasilkan kualitas lulusan yang lebih baik dari masa ke masa. Seperti diketahui bahwa sarana dan prasarana adalah faktor utama dalam pembangunan. Dari beberapa uraian diatas, mengenai beberapa perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan setelah diberlakukannya status otonomi daerah di Kabupaten Bogor, dapat diketahui bahwa pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah yang dimulai dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan diserahkannya sejumlah kewenangan yang semula menjadi urusan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, mengakibatkan perubahan dalam berbagai aspek pembangunan, termasuk juga dalam aspek pendidikan. Berdasarkan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan-urusan pemerintah yang menjadi urusan Pemerintah Pusatm meliputi: (1) politik luar negeri; (2) pertahanan; (3) keamanan; (4) yustisi; (5) moneter dan fiscal nasional; dan (6) agama. Selain urusan-urusan tersebut, semua urusan diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik pemerintah propinsi, kabupaten maupun kota. Termuat dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 bahwa urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Untuk itu dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
116
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang bertujuan memberdayakan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab, dan pasti, serta mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang jelas. Sejalan dengan arah kebijakan otonomi yang ditempuh oleh pemerintah, tanggung jawab Pemerintah Daerah akan meningkat dan semakin luas, termasuk dalam manajemen pendidikan. Pemerintah Daerah diharapkan untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, sejak tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan atau monitoring sejalan dengan kebijakan nasional yang digariskan pemerintah. Dapat penulis kemukakan disini bahwa perubahan akibat pemberlakuan status otonomi daerah memiliki dampak yang berbeda-beda di setiap lembaga pendidkian. Hal tersebut dapat diakibatkan masih kurangnya kesiapan Pemerintah Daerah dalam menyikapi pemberlakuan status otonomi daerah yang diberikan baik dari segi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, anggran pendapatan asli daerah (PAD), mental masyarakat yang belum siap atau bahkan adanya ketakutan masyarakat terhadap perubahan itu sendiri. Semua hal tersebut di atas dapat menjadi faktor penghambat pembangunan yang akan ataupun sedang dilaksanakan oleh pemerintah setempat. Pendidikan merupakan faktor utama dari pembangunan, pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkulaitas pula. Pada
117
saat ini pembangunan di Kabupaten Bogor mulai menampakan perubahan yang berarti, hal ini disebabkan oleh pemberlakuan status otonomi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah setempat demi memajukan pembangunan di Kabupaten Bogor terlebih dalam bidang pendidikan pada saat ini. Berdasarkan uraian pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa dengan adanya pemberlakuan status otonomi daerah di Kabupaten Bogor, akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan di Kabupaten Bogor terlebih dalam bidang pendidikan. Akan tetapi perubahan tersebut belum bisa dilaksanakan dengan maksimal disebabkan masi kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai serta kurangnya kesiapan yang dimiliki Kabupaten Bogor baik dari segi mental maupun material yang dapat menunjang kemajuan pendidikan. 3. Upaya Yang Dilakukan Pihak Pemerintah Untuk Mengatasi Hambatan Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Publik Dalam Otonomi Pendidikan Di Kabupaten Bogor a. Upaya yang dilakukan pihak pemerintah untuk mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan pelayanan publik dalam otonomi pendidikan di Kabupaten Bogor Akibat adanya hambatan yang dialami oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, maka pemerintah memberikan beberapa upaya untuk mengatasi hambatan tersebut diantaranya yaitu:
118
1) Memberikan beasiswa kepada pegawai dinas pendidikan yang memiliki loyalitas yang tinggi terhadap lembaganya serta memiliki kemampuan yang kompeten. 2) Menambah sumber daya manusia yang berkualitas dilakukan rekruitmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dengan cara mengadakan seleksi 3) Menganggarkan anggaran APBD setiap tahun untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan 4) Pemberian besiswa dan bantuan berupa BOSKITA dan BOSPROVINSI bagi peserta didik yang ingin tetap bersekolah tapi tidak memiliki kemampuan dalam hal ekonomi. 5) Adanya kedisiplinan yang tinggi dari semua pihak dalam hal pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal Pada prosesnya dilapangan, dapat penulis kemukakan bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut masih jauh dari penyelesaian. Hambatan yang terjadi sebenarnya dapat teratasi dengan baik dan cepat jika ada sikap tegas dari pemerintah Kabupaten Bogor sebagai pemerintah pusat bagi Dinas Pendidikan, sehingga perkembangan pendidikan tidak terhambat. Kurangnya sanksi tegas yang digunakan untuk mengatasi hambatan tersebut, membuat semua upaya yang dilakukan menjadi sia-sia. Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor
melakukan berbagai upaya untuk
mengatasi hambatan yang terjadi diantaranya adalah pemberian beasiswa kepada
119
pegawai yang berkompeten, adanya tes CPNS, pemberian beasiswa dan bantuan berupa BOS, walaupun pelaksanaannya masih jauh dari maksimal. b. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pelayanan publik dalam otonomi pendidikan di Kabupaten Bogor. Ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendidikan, diantaranya: 1) Sumber Daya Manusia Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pegawai yang bekerja di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor yang bukan merupakan penduduk Kabupaten Bogor serta masih adanya pegawai yang diberi tugas serta jabatan yang kurang sesuai bahkan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Hambatan tersebut masih sulit untuk diatasi sebab kondisi sumber daya manusia masih belum terkontrol. Seperti
yang
dikemukakan
oleh
Riwu
Kaho
(1991:
60-246),
mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi dan sangat menentukan penyelenggaraan otonomi daerah antara lain dengan: Sumber daya manusia dan kemampuan aparatur serta partisipasi masyarakat, keuangan yang stabil, peralatan yang lengkap, organisasi dan manajemen yang baik. Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan penyelenggaraan otonomi daerah diantaranya: (1) Sumber daya manusia dan kemampuan aparatur serta partisipasi masyarakat, (2) Keuangan yang stabil, terutama pendapatan asli daerah, (3) Peralatan yang lengkap dan (4) Organisasi dan manajemen yang baik.
120
2) Masyarakat Kabupaten Bogor Masih banyaknya masyarakat Kabupaten Bogor yang belum mampu untuk menyekolahkan anaknya diakibatkan keterbatasan ekonomi dan masih kurangnya kesadaran masyarakat berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak mereka kelak. Seperti menurut Mahmudi (2007:215) dalam suatu lingkaran kemiskinan terdapat tiga poros utama yang menyebabkan seseorang menjadi miskin, yaitu: rendahnya tingkat kesehatan, rendahnya pendapatan, rendahnya tingkat pendidikan Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab kemiskinan yaitu tingkat pendidikan yang masih rendah dan kurangnya kesadaran dari masyarakat sendiri akan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak mereka. 3) Sarana prasarana pendidikan yang belum memadai Hal ini bisa dilihat dari masih adanya pembenahan dari segi sarana prasarana untuk menunjang pendidikan, dimulai dari direnovasinya beberapa lembaga pendidikan dan kelengkapan sarana prasarana pembelajaran. 4) Tingkat kedisiplinan pegawai yang masih rendah Masih adanya pegawai yang datang terlambat pada saat jam kerja, hal ini diakibatkan jarak yang harus ditempuh oleh pegawai dari tempat tinggalnya menuju kantor tempat bekerja. Serta masih adanya pemakaian jam kerja untuk mengurusi urusan pribadi mereka, sehingga dapat menghambat kinerja mereka.
121
5) Jarak sekolah dan standar penerimaan sekolah negeri Adanya standar penerimaan sekolah negeri yang tinggi menyulitkan siswa untuk bersekolah di sekolah yang dekat rumah mereka sehingga mereka harus bersekolah di sekolah negeri negeri/swasta yang jaraknya lebih jauh dari rumah siswa. Hal ini mengakibatkan bertambah banyaknya siswa yang DO (Droup Out) karena kesulitan transportasi. Sehingga para orang tua mengharuskan anaknya bekerja daripada bersekolah. Hambatan-hambatan tersebut diatas, akan menjadi sangat berarti jika tidak diatasi secara tepat dan cepat sehingga akan mempengaruhi keadaan pelaksanaan pendidikan di Kabupaten Bogor. Hambatan tersebut terjadi diakibatkan masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pendidikan, anak usia sekolah diharuskan bekerja bukan bersekolah untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, pengekangan hak anak atas pendidikan, tidak adanya kebebasab mengemukakan pendapat sehingga aspirasi masyarakat terbatas. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa hambatan utama yang di hadapi oleh Dinas Pendidikan dengan adanya otonomi pendidikan di Kabupaten Bogor diantaranya disebabkan oleh faktor sarana dan prasarana pendidikan yang belum menunjang pembelajaran, sumber daya manusia yang masih rendah, faktor ekonomi keluarga yang masih rendah serta jarak sekolah yang cukup jauh untuk ditempuh oleh siswa.
122
D. Temuan Penelitian Setelah penulis mengadakan penelitian, maka pada bagian ini penulis akan mendeskripsikan beberapa temuan penting diluar permasalahan yang harusnya dibahas. Temuan-temuan tersebut yaitu: 1. Pendidikan di Kabupaten Bogor masih perlu diadakan pembenahan, hal ini diakibatkan masih kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang dalam hal pendidikan. 2. Sumber daya manusia yang kurang profesional, hal ini terjadi akibat banyaknya pegawai yang berasal dari luar daerah Kabupaten Bogor seperti Depok. 3. Masih minimnya sarana dan prasarana sekolah, dimana masih banyak gedung sekolah yang kurang memadai. 4. Masih adanya keluarga yang berada dalam ekonomi rendah yang tidak menyekolahkan anak mereka. 5. Masih kurangnya kedisiplinan pegawai, diakibatkan masih adanya pemakaian jam kerja untuk kepentingan pribadi dan masih banyaknya pegawai yang telat datang karena jarak tempat tinggal yang cukup jauh dari kantor.