62
BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri
sutera
alam
merupakan
industri
pengolahan
yang
mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera, batik dan pakaian jadi sutera. Usaha dan budidaya sutera alam sebetulnya telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat di Indonesia, dan Departemen Kehutanan sebagai instansi pembina terus menerus mendukung dan memfasilitasi baik dalam bentuk proyek, program, maupun memberikan bantuan kredit dengan bunga rendah melalui kredit usaha tani sutera alam (KUPA) yang bersumber dari dana reboisasi. Kondisi agroindustri sutera alam di Indonesia pada kenyataannya belum maju, beberapa agroindustri yang dibangun tidak didasarkan kepada keterkaitan pembangunan pertanian rakyat yang kuat. Oleh karena itu pengembangan agroindustri sutera alam harus diarahkan untuk memanfaatkan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah yang tinggi melalui pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi serta melalui keterkaitan yang saling menguntungkan. Keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri dalam pengembangan agroindustri sutera alam menjadi mutlak dilaksanakan untuk mendukung kemajuan yang berarti bagi agroindustri tersebut. Pengembangan sektor pertanian harus terintegrasi dengan pengembangan sektor industrinya. Dukungan infrastruktur, pengembangan teknologi dan kualitas sumber daya manusia akan memberikan daya dorong yang kuat terhadap upaya kemajuan dan perkembangan agroindustri sutera alam, keterkaitan antar sektor tidak bisa dipisahkan, harus saling mendukung dan saling mengisi satu sama lain. Pemerintah telah berupaya melalui berbagai kebijakan, program dan kegiatan untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha sutera alam, namun sampai saat ini hasil nyata belum terlihat bahkan ada kecenderungan menurun mengingat beberapa industri sutera alam skala menengah banyak yang menghentikan operasinya. Beberapa masalah yang mengemuka saat ini dapat dilihat bahwa; (1) Belum ada keterkaitan kelembagaan, (2) belum mampu menjangkau akses terhadap permodalan
63
artinya belum mampu mendapatkan modal yang diperlukan untuk menjalankan usahanya dari lembaga keuangan formal, (3) belum menjangkau akses teknologi artinya belum mampu menerapkan system budaya atau cara-cara kerja yang bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan sehingga dapat memberikan nilai tambah, (4) belum menjangkau akses pasar artinya belum mampu menjual hasilnya dengan lancar dan dengan harga yang layak serta berkelanjutan, (5) Ketersediaan bahan baku kurang terjamin, (6) Pembinaan belum optimal karena koordinasi antar instansi terkait belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut menyebabkan daya saing IKM sutera alam rendah, nilai tambah yang dihasilkan rendah yang pada gilirannya kesejahteraan para pengusaha atau perajin juga rendah. Pengembangan industri melalui pendekatan klaster merupakan cara pengembangan yang menekankan keterkaitan antar kegiatan baik secara vertikal maupun horizontal sebagai basis peningkatan daya saing. Keterkaitan merupakan hubungan antara aktivitas yang dilakukan agroindustri sutera alam dengan industri maupun institusi lain. Porter (1998a), menyatakan bahwa keterkaitan menciptakan keunggulan bersaing melalui koordinasi dan optimasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan suatu sistem pengembangan industri dengan pendekatan klaster yang menekankan keterkaitan antar kegiatan baik secara vertikal maupun horizontal sebagai basis peningkatan daya saing dan juga melibatkan instansi-instansi terkait sehingga semua pelaku yang terlibat dalam usaha sutera alam dapat meningkatkan penghasilannya dan pada gilirannya dapat pula menciptakan lapangan kerja. Kerangka Pemikiran Konseptual dapat dilihat pada Gambar 18. Diagram alir sistem pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster disajikan pada Gambar 19.
64
Perpres No.7 Tahun 2005
Kebijakan Industri a.l: - Pendekatan Klaster - Pengembangan Kompetensi Inti
Potensi Agroindustri Daerah
Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
Hasil Yang Diharapkan : - Meningkatnya Kerjasama Industri - Meningkatnya Produktivitas dan Efisiensi - Meningkatnya Kualitas Produk - Meningkatnya Kemampuan dan Kesadaran SDM
Tujuan : - Peningkatan Daya Saing - Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Gambar 18. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
65
Mulai
Klasifikasi, Hirarkhi, dan Sub Elemen Kunci
AISA
Elemen dan Sub Elemen Penting
Pengembangan Industri Inti dan Kelembagaan Klaster AISA
Pemilihan Lokasi Pengembangan (Metode AHP)
Lokasi Pengembangan AISA
Pemilihan Industri inti (metode AHP)
Rantai Nilai Utama pada AISA
Daerah Potensial Pengembangan AISA
(Metode LQ)
Identifikasi Rantai Nilai Utama (Metode IPE)
Rantai Nilai AISA
Strukturisasi Sub Elemen (Metode ISM)
Identifikasi Daerah Potensial Pengembangan
Daerah penghasil agroindustri sutera alam (AISA) di Sulsel
Industri Inti
Identifikasi Elemen dan Sub Elemen penting (Metode IPE)
Perhitungan finansial : Rugi laba, Arus Kas, NPV, IRR, PBP, Net B/C, Keuntungan.
Elemen dan Sub elemen Sistem pengembangan AISA
Biaya Tetap, Biaya Tidak Tetap, Volume produksi, Harga
Tidak Layak Financial ? NPV>0, IRR>18%, PBP<20, B/C>1?
Ya Tidak Δ B/C minimum masing-masing usaha?
Ya Rencana Implementasi
Pengembangan Agroindustri sutera alam
Pembagian keuntungan optimal
Selesai
Gambar 19. Diagram Alir Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster
66
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di daerah Sulawesi Selatan. Penentuan lokasi didasarkan atas potensi daerah Sulawesi Selatan yang mempunyai jumlah usaha persuteraan terbesar di seluruh Indonesia. Jumlah usaha agroindustri sutera alam di Sulawesi Selatan sebanyak 13.810 unit usaha yang terdiri dari 2.815 produsen kokon, 1.606 industri pemintalan, dan 9.387 industri pertenunan. Penelitian dimulai dari bulan April sampai dengan Desember 2006. 3.3. Tahapan Penelitian Berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini, sejak awal perlu dirumuskan suatu pendekatan yang cukup komprehensif agar pelaksanaan penelitian dapat diarahkan pada pencapaian tujuan. Tahapan penelitian dalam merancang pengembangan agroindustri sutera alam dengan pendekatan klaster secara garis besar terdiri dari kajian studi literatur dan sumber informasi yang dapat menunjang pelaksanaan penelitian, studi lapang dan survey pakar. Pada tahapan ini dilakukan analisis sistem meliputi identifikasi dan pemilihan lokasi pengembangan klaster, pemilihan Rantai Nilai (Value Chain) Agroindustri Sutera Alam, penentuan industri inti, identifikasi elemen penting dalam pengembangan industri inti antara lain elemen kebutuhan pengembangan, elemen kendala, elemen tujuan, elemen aktivitas dan elemen pelaku, elemen peran pemerintah dan hambatan pembentukan klaster. Identifikasi lokasi dilakukan melalui kajian pustaka dan teknik LQ, identifikasi rantai nilai dilakukan berdasarkan pohon industri dan kajian pustaka. Penentuan industri inti dilakukan dengan prosedur teknik Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan penilaian pakar secara berpasangan (Saaty, 1988). Tahap strukturisasi elemen-elemen penting pengembangan industri inti dilakukan dengan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian oleh suatu tim, namun dapat juga digunakan oleh seorang peneliti. (Eriyatno, 2003).
67
Tahap analisis kelayakan agroindustri sutera alam (pemeliharaan ulat sutera, pemintalan, pertenunan, pembatikan dan usaha integrasi) dilakukan dengan menggunakan kriteria Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio, dan Pay Back Period (PBP) dilengkapi dengan analisis kesetaraan. Data diperoleh dari wawancara dengan pengusaha agroindustri sutera alam. 3.3.1 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan survei lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dan survei lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Data primer yang dikumpulkan antara lain biaya produksi, harga produk agroindustri sutera alam diperoleh dari pengusaha agroindustri sutera alam Kabupaten Wajo. Data untuk perbandingan berpasangan dalam pemilihan lokasi pengembangan klaster, pemilihan industri inti dilakukan dengan menggunakan teknik AHP, elemen-elemen pengembangan yang digunakan dalam IPE dan ISM diperoleh dari hasil pendapat beberapa pakar dari birokrat, dan pengusaha dengan kualifikasi pendidikan S1, S2 dengan pengalaman kerja di bidang persuteraan alam lebih dari 10 (sepuluh) tahun dan pakar dari birokrat dan akademisi dengan pendidikan S3 di bidang teknologi industri pertanian dengan pengalaman kerja lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Ketiga kelompok ini yaitu pengusaha, birokrat dan akademisi diharapkan dapat mewakili seluruh aspek yang mempunyai kepentingan dalam pengembangan agroindustri sutera alam. Pengumpulan pendapat (pengambilan keputusan) dari pakar dilakukan dengan wawancara langsung dan pengisian kuesioner. Penentuan pakar sebagai responden dilakukan melalui purposive sampling. Studi pustaka untuk mendapatkan data sekunder yang dibutuhkan meliputi luas area tanaman murbei, potensi usaha agroindustri sutera alam (jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja, nilai produksi, jumlah ekspor, dan impor), kebijakan pemerintah dalam pengembangan agroindustri sutera alam, ketersediaan sumber daya manusia, dan
permintaan
pasar
tentang
komoditas
agroindustri
sutera
alam
yang
dikembangkan. Data dikumpulkan dari laporan instansi terkait seperti Departemen Kehutanan, Badan Pusat Stasistik, Departemen Perindustrian, Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi
68
Sulawesi Selatan, Dinas Perindag Kabupaten Wajo, Dinas Perindag Kabupaten Soppeng dan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. 3.3.2 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode pengolahan yang tercakup dalam satu model yang akan dirancang yang terdiri dari pengembangan model lokasi/daerah,
pengembangan
model
industri
inti,
pengembangan
model
kelembagaan, pengembangan model kelayakan usaha, dan pengembangan model kesetaraan harga. Permodelan sistem diintegrasikan dalam software AI-Sutera dengan menggunakan Visual Basic. Identifikasi lokasi pengembangan klaster dilakukan dengan teknik Location Quotient (LQ). Identifikasi elemen rantai nilai, elemen pengembangan industri inti, elemen
pelaku/lembaga,
elemen
peran
pemerintah
dan
elemen
pembentukan klaster dilakukan dengan menggunakan teknik
hambatan
Independence
Preference Evaluation (IPE). Identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode “non numeric multi-criteria multi-person” yang dikembangkan oleh Yager (1993), menggunakan operasi negasi dan “ Ordered Weighted Averaging (OWA)”. Untuk pemilihan lokasi dan pemilihan industri inti digunakan teknik Analytical Hierarchi Process (AHP). Strukturisasi elemen pengembangan model industri inti dan pengembangan model kelembagaan dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Analisis finansial pemeliharaan ulat sutera, industri pemintalan sutera, dan usaha integrasi digunakan kriteria NPV, IRR, Net B/C, PBP. Pengembangan model kesetaraan harga menggunakan software solver Addins pada aplikasi Microsoft Excel dengan teknik optimasi Non Linier Programming (NLP) 3.3.3. Metode Pengembangan Model. Pengembangan model dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : a. Tahap seleksi konsep b. Rekayasa model sistem penunjang keputusan. c. Implementasi model sistem penunjang keputusan. d. Validasi dan Verifikasi model.
69
Menurut Sargent (1998), validasi model adalah kebenaran bahwa model yang telah dikomputerkan memiliki akurasi/ketepatan sesuai model aplikasi yang diharapkan, sedangkan verifikasi model adalah keyakinan bahwa program komputer dan implementasinya sudah benar. Ada 3 (tiga) pendekatan dasar digunakan dalam menentukan validasi model sebagai berikut: 1). Pendekatan yang biasa dan umum digunakan adalah keputusan valid tidaknya model diserahkan kepada tim pengembang. Keputusan ini adalah subjektif yang didasarkan atas hasil dari berbagai pengujian dan evaluasi yang dilakukan sebagai bagian dari proses pengembangan model. 2) Independent Verification and Validation (IV-V), menggunakan pihak ketiga untuk menentukan valid tidaknya model. Pihak ketiga tidak tergantung (independent) dari tim pengembang model ataupun pengguna model. Setelah model dikembangkan, pihak ketiga melakukan evaluasi untuk menentukan valid tidaknya model. Berdasarkan validasi tersebut, pihak ketiga membuat keputusan yang subjektif terhadap validitas dari model. 3). Pendekatan ketiga adalah dengan menggunakan skor. Pendekatan ini sangat jarang digunakan. Menurut Hoover dan Perry (1989), Verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model (program komputer) sesuai dengan logika diagram alur. Kalimat sederhananya, apakah ada kesalahan dalam program atau tidak. Validasi adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi, merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata. Dalam penelitian ini langkah awal yang dilakukan dalam kegiatan Validasi dan Verifikasi adalah meminta ahli yang independen dari Perguruan Tinggi untuk memeriksa ketepatan (soundness) dari logika yang digunakan dan ketepatan dari konsep dalam pembuatan model dan sub model. Sesudah program komputer dikembangkan dan diimplementasikan, program tersebut diuji kebenaran dan akurasinya. Pertama, fungsi-fungsi simulasi diuji untuk melihat apakah fungsi-fungsi tersebut sudah benar. Biasanya pengetesan dapat dilakukan langsung apakah fungsi-fungsi sudah berjalan dengan benar. Selanjutnya setiap sub model dan keseluruhan model diuji untuk melihat kebenarannya. Perlu diperhatikan bahwa ketika melakukan pengujian atau pengetesan kebenaran program
70
komputer dan implementasinya kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh data, konsep model, program atau implementasi komputer.