III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium pengujian (Santoso, 2010). Unit pengadaan bahan baku merupakan unit yang menghasilkan komoditas udang sebagai bahan baku, yang terdiri dari unit budidaya udang, unit penangkap udang, dan importir udang. Unit penyediaan bahan baku merupakan unit perantara yang menghubungkan unit pengadaan bahan baku dan unit pengolahan udang, yaitu pedagang pengumpul udang. Unit pengolahan adalah industri yang mengolah udang menjadi produk jadi atau setengah jadi. Laboratorium pengujian merupakan otoritas kompeten yang berwenang dalam melakukan pengujian kualitas fisik, kimia dan biologis udang dan produk udang olahan. Jaminan mutu dan keamanan pangan udang saat ini telah menjadi faktor yang diperhatikan oleh konsumen terutama di negara-negara maju. Jaminan mutu dan keamanan pangan udang perlu diupayakan pada setiap rantai usaha karena saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahaya yang timbul dari satu rantai usaha akibat jaminan mutu dan keamanan yang buruk akan berdampak pada rantai usaha lainnya. Standar mutu dan keamanan pangan untuk unit usaha udang telah disusun oleh badan-badan internasional seperti FAO, US FDA, CAC, dan European Commission. Standar mutu dan keamanan pangan pada setiap rantai usaha berbeda-beda sesuai dengan kegiatan penanganan udang pada masingmasing rantai usaha. Pemerintah Indonesia melalui berbagai peraturan telah mengadopsi dan menerapkan standar-standar tersebut dalam kebijakan sertifikasi. Sebagai salah satu sarana evaluasi bagi pelaksanaan sertifikasi produk perikanan untuk produk udang, model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dikembangkan untuk menilai secara mandiri jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada setiap jenis unit usaha.
13
Penyusunan program komputer dilakukan untuk memudahkan penggunaan model. Model yang telah terprogram selanjutnya diverifikasi untuk membuktikan bahwa model tersebut telah disusun dengan benar dan mampu melakukan penilaian sesuai dengan prosedur. Verifikasi model dapat dilakukan dengan data aktual hasil penilaian unit usaha udang.
Gambar 3 . Kerangka Pemikiran Penelitian
B. Pendekatan Sistem Metode yang digunakan dalam pengembangan model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan adalah pendekatan sistem. Menurut Marimin (2004), pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah dan (2) penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Tahapan dalam pendekatan sistem yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan, implementasi model, dan verifikasi model. Berikut ini adalah penjelasan dari tahap analisis kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem. 1. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini dideskripsikan kebutuhan-kebutuhan dari setiap pelaku yang terlibat dalam sistem. Menurut Marimin (2004), analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari
14
seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya. Pelaku yang terlibat dalam model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan adalah pengusaha udang, dan pemerintah. Analisis kebutuhan dari masing-masing pelaku adalah sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Analisis Kebutuhan No
Pelaku
Kebutuhan
1
Pemerintah
2
Pengusaha udang
• Informasi yang akurat untuk mengevaluasi sistem sertifikasi hasil perikanan • Baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan udang Indonesia • Peningkatan nilai ekspor udang • Mengetahui dengan cepat masalah penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan • Baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan produk • Peningkatan keuntungan
Hasil analisis kebutuhan diperlukan untuk menentukan kebutuhankebutuhan
mana
saja
yang
dapat
dipenuhi
oleh
sistem
yang
dikembangkan. Hasil analisis kebutuhan selanjutnya digunakan sebagai input untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sistem.
2. Formulasi Permasalahan Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dari masing-masing pelaku. Permasalahan dapat dikenali melalui kebutuhan-kebutuhan yang saling kontradiktif akibat kelangkaan sumberdaya dan perbedaan kepentingan (Hartrisari, 2007). Berdasarkan hasil analisis kebutuhan, permasalahan yang ditemui adalah masih buruknya jaminan mutu dan keamanan pangan udang Indonesia akibat sistem sertifikasi yang belum dapat menjangkau seluruh unit usaha udang. Banyak unit usaha udang yang belum dapat mengetahui
15
informasi untuk menerapkan jaminan mutu dan keamanan pangan di lingkungan produksinya. Umumnya keterbasan modal dan tenaga ahli menjadi kendala dalam penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan. Permasalahan lainnya adalah pelaksanaan sertifikasi yang belum bisa menjamin mutu dan keamanan pangan produk udang. Belum semua rantai usaha udang dilibatkan dalam pelaksanaan sertifikasi. Rantai usaha udang yang saling berkaitan dari hulu ke hilir seharusnya terintegrasi dalam kebijakan sertifikasi. Pelaksanaan sertifikasi yang tidak terintegrasi memungkinkan adanya kontaminasi silang pada rantai usaha udang yang belum dilibatkan dalam kebijakan sertifikasi. Solusi yang dapat ditawarkan terhadap permasalahan yang ditemui adalah dengan pengembangan model penilaian yang dapat membantu unit usaha dalam menilai dan merencanakan prioritas perbaikan bagi pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan. Apabila unit usaha dapat mengetahui dengan cepat kekurangan dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan, perbaikan dapat segera dilakukan. Perbaikan yang dilakukan secara berkesinambungan tentunya akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, model penilaian juga dibuat dengan melibatkan seluruh unit usaha yang terlibat dalam rantai usaha udang sehingga pemerintah dapat menggunakan model ini sebagai masukan dalam perbaikan kebijakan sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang. Dengan perbaikan kebijakan sertifikasi dan meningkatnya jaminan mutu dan keamanan pangan udang Indonesia, peningkatan ekspor udang dapat diperoleh di masa depan.
3. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut (Eriyatno, 2003). Pada tahap ini, pengkaji sistem mencoba memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk
16
mengenali hubungan antara “pernyataan kebutuhan” dengan “pernyataan masalah” yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut (Hartrisari, 2007). Selanjutnya hasil identifikasi sistem dapat digambarkan dalam sebuah diagram input-output. Diagram input-output model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan digambarkan dalam diagram pada Gambar 4. OUTPUT DIKEHENDAKI INPUT LINGKUNGAN INPUT TAK TERKENDALI
Kebijakan pemerintah
Hasil penilaian unit usaha Baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan produk udang Unit usaha mengetahui permasalahannya
Komitmen unit usaha
Informasi akurat untuk perbaikan kebijakan sertifikasi
MODEL PENILAIAN UDANG EKSPOR BERBASIS JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN
INPUT TERKENDALI
OUTPUT TAK DIKEHENDAKI PARAMETER RANCANG BANGUN
Data aktual keadaan unit usaha udang
kriteria dan standar jaminan mutu dan keamanan pangan
Buruknya jaminan mutu dan keamanan pangan Unit usaha tidak mengetahui permasalahannya
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 4 . Diagram Input-Output Model Penilaian Udang Ekspor Berbasis Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan
Pada Gambar 4, input terkendali yang berperan penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian adalah keadaan aktual dari unit usaha udang. Input terkendali akan diolah menjadi output berupa hasil penilaian yang memperlihatkan tingkat pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit usaha udang tersebut. Parameter rancang bangun yang mempengaruhi input hingga menjadi output pada model penilaian tersebut adalah kriteria dan standar jaminan mutu dan keamanan pangan. Output yang dikehendaki tentunya adalah baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan. Berdasarkan hasil penilaian tersebut unit usaha udang diharapkan mengetahui permasalahan yang ada dan dapat menentukan prioritas dalam usaha perbaikan pelaksanaan jaminan mutu
17
dan keamanan pangan. Selain itu, hasil penilaian ini merupakan informasi yang berguna bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan sertifikasi. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa output tak dikehendaki berupa hasil penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan yang buruk dan ketidaktahuan unit usaha udang terhadap masalahnya akan dijadikan umpan balik melalui manajemen pengendalian untuk menghasilkan output yang dikehendaki. Pada model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan terdapat pula input lingkungan dan input tak terkendali. Input lingkungan berupa kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem dan input tak terkendali berupa komitmen unit usaha udang dalam melakukan perbaikan. Input tak terkendali dibutuhkan dalam berjalannya sistem meskipun bukan bagian
yang dapat dikendalikan untuk
menghasilkan output yang dikehendaki.
C. Teknik Analisis Pengembangan model penilaian dilakukan berdasarkan standar-standar jaminan mutu dan keamanan pangan pada parameter rancang bangun. Model penilaian yang telah dikembangkan terdiri dari sub-model, unsur penilaian, sub-unsur penilaian, dan kriteria untuk setiap unsur dan sub-unsur penilaian. Penilaian dilakukan dari tingkat sub-unsur hingga model penilaian. Penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha dapat dilakukan dengan membandingkan antara standar ideal dengan kinerja aktual, dalam hal ini yaitu dengan membandingkan kriteria setiap subunsur penilaian terhadap kondisi aktual perusahaan. Penilaian sub-unsur menggunakan dua skala (biner), yaitu: •
Skor 0 jika kondisi aktual tidak memenuhi kriteria
•
Skor 1 jika kondisi aktual memenuhi kriteria
Kinnear dalam Martawijaya (2009) menjelaskan bahwa penggunaan dua skala (biner) pada titik ekstrim kiri dan titik ekstrim kanan memiliki kelebihan yaitu memaksa responden untuk menentukan dengan pasti antara dua titik ekstrim, dalam hal ini memenuhi standar ideal atau tidak memenui
18
standar ideal. Hal ini berbeda dengan skala Likert. Skala Likert (tiga, lima, tujuh, atau sembilan skala) memungkinkan adanya kecenderungan sentral yang berakibat penilaian jatuh pada nilai tengah (sedang, rata-rata, cukup, dan sebagainya) dengan alasan segan, khawatir, atau alasan-alasan yang tidak rasional. Setelah pemberian skor untuk setiap sub-unsur dilakukan, deviasi dari setiap unsur (di) dihitung dengan rumus: di = Jumlah sub-unsur yang memiliki skor nol x 100% Total sub-unsur Rata-rata deviasi (D) dari seluruh unsur akan menjadi dasar penilaian baik atau tidaknya jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha. Rata-rata deviasi (D) dihitung dengan rumus:
n
∑ di D=
i =1
n
di = deviasi dari unsur ke-i (dalam %) n = jumlah unsur yang dianalisis
Meskipun Besterfield dalam Cahyadi (2005) menjelaskan bahwa penyimpangan 10% merupakan hal yang dapat diterima dalam dunia industri, tetapi pada penelitian ini subjek penilaian merupakan jaminan mutu dan keamanan pangan yang menuntut pemenuhan seluruh kriteria. Penyimpangan yang terjadi pada satu sub-unsur tetap menjadi bahaya potensial bagi keamanan pangan. Oleh karena itu, kesimpulan akhir penilaian dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. BAIK, apabila D = 0%, dengan kata lain memenuhi seluruh kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan. 2. TIDAK BAIK, apabila D > 0%, dengan kata lain masih terdapat kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan yang belum terpenuhi.
19
D. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian berupa data hasil studi pustaka dan data sekunder hasil pengujian unit usaha udang yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam Santoso (2010). Data hasil studi pustaka digunakan dalam tahap pengembangan model-model penilaian dan penyusunan program komputer, sedangkan data hasil pengujian unit usaha udang dari KKP digunakan dalam tahap verifikasi model. Nama-nama unit usaha dalam tahap verifikasi tidak dicantumkan dan diganti dengan kode angka untuk menjaga kerahasiaan.
20