BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
3.1.
Kajian Teori Pada bab ini akan disampaikan beberapa kajian pustaka mengenai
disiplin kerja, kompensasi, serta kinerja pada Denma Mabes TNI. 3.1.1 Disiplin Kerja Pegawai Dalam menjalankan setiap aktivitas atau kegiatan sehari-hari, masalah disiplin sering didefinisikan dengan tepat, baik waktu maupun tempat. Apapun bentuk kegiatan itu, jika dilaksanakan dengan tepat waktu tidak pernah terlambat, maka itu pula yang dikatakan tepat waktu. Demikian pula dengan ketepatan tempat, jika dilaksanakan dengan konsekuen, maka “predikat” disiplin tersebut telah merasuk ke dalam jiwa seseorang. Didalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Kerja Pegawai, diatur mengenai kewajiban, larangan dan sanksi, yang apabila dilanggar akan dikenakan sanksi berupa hukuman disiplin kerja ringan dan hukuman disiplin berat. 3.1.1.1 Pengertian Disiplin Gambaran umum memperlihatkan bahwa disiplin merupakan tonggak penopang bagi keberhasilan tujuan organisasi, baik organisasi sektor publik (pemerintahan) maupun sektor swasta. Untuk itu, setiap organisasi harus menerapkan kebijakan disiplin pada pegawai dalam organisasi-organisasi 28
29
tersebut. Bagi pegawai, disiplin merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menyelesaikan tugas dan kewajibannya. Disisi lain, organisasi juga akan memperoleh manfaat dari penerapan kebijakan disiplin. Tanpa adanya disiplin dan ancaman tindakan disiplin, efektifitas organisasi akan menjadi sangat terbatas. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para pimpinan untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku Rivai ( 2005 : 824). Davis dan Newstrom (2005 : 87) menjelaskan disiplin (discipline) sebagai
tindakan
manajemen
untuk
menegakkan
standar
organisasi
(“discipline is management action to enforce organization standards”). Sedangkan, Mathis dan Jackson (2012 : 314) menyebutkan disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan perusahaan. Selanjutnya, Saydam (2007 : 54) menggambarkan disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Lebih jauh lagi, Simamora (2006 : 746) menjelaskan disiplin sebagai bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan sebuah organisasi. Secara lebih jelas, Mangkunegara (2006 : 129) menjelaskan disiplin kerja sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Lain halnya dengan Sastrohadiwiryo (2008 : 291) yang
30
menyebutkan disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sannggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Davis (2005 : 549) menjelaskan disiplin sebagai kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Sedangkan, dari jenisnya terdapat dua tipe mengenai disiplin: 1)
Disiplin Preventif Adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para pegawai agar mengikuti
berbagai
standarisasi
dan
aturan,
sehingga
penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. 2)
.Disiplin Korektif Adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Berdasarkan uraian-uraian di atas, para pegawai perlu terus dilakukan
pembinaan terhadap kedisiplinannya. Pembinaan disiplin merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi, guna menumbuhkan dan mengembangkan ketertiban agar pegawai mematuhi semua peraturan, sistem dan prosedur yang berlaku (Herman dkk., 2006 : 44). Sasaran pembinaan disiplin adalah seluruh orang yang ada dalam organisasi agar mereka mematuhi semua rambu-rambu peraturan, sistem dan prosedur yang sudah ditentukan Saydam
31
(2007 : 197). Lebih jauh, tujuan utama dari pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan organisasi yang sesuai, baik hari ini maupun hari esok Sastrohadiwiryo (2008 : 296). Pembinaan disiplin dalam organisasi dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut: 1)
Penciptaan peraturan-peraturan dan tata tertib-tata tertib yang harus dilaksanakan.
2)
Menciptakan dan memberikan sanksi bagi pelanggar disiplin.
3)
Melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan kedisiplinan yang terus menerus.
Untuk mewujudkan tujuan dari kegiatan pembinaan disiplin, maka harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Saydam (2007 : 204) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan disiplin, yaitu: 1)
Besar kecilnya kompensasi.
2)
Ada tidaknya keteladanan dari pimpinan.
3)
Ada tidaknya aturan yang dapat dijadikan pegangan
4) Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan. 5) Ada tidaknya pengawasan pimpinan. 6) Ada tidaknya perhatian (manajemen) terhadap para pegawai;
32
Sementara itu, Hasibuan (2008 : 194) menggambarkan bahwa pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai dalam suatu organisasi, antara lain: tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan. Pendapat senada dikemukakan oleh Nitisemito (2006 : 122) bahwa perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat menunjang kedisiplinan,
yaitu:
ketegasan
dalam
pelaksanaan
kedisiplinan,
kedisiplinan perlu dipartisipasikan, kedisiplinan harus menunjang tujuan dan sesuai dengan kemampuan, keteladanan pimpinan, kesejahteraan dan ancaman. Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disebutkan beberapa ukuran untuk mengukur disiplin, yakni adanya kepatuhan pegawai pada Saydam (2007 : 204) 1). Mentaati jam kerja masuk dan jam kerja pulang. 2). Mematuhi pemakaian pakaian seragam lengkap dengan atribut dan tanda pengenalnya. 3). Ikut serta dalam setiap upacara yang diwajibkan. 4). Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap semua karyawan, atasan dan anggota masyarakat lainnya. Sementara itu, dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan nasional, diperlukan adanya pegawai negeri sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila,
33
Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya. Untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, maka diperlukan pembinaan terhadap pegawai negeri sipil dalam suatu peraturan disiplin. Mengacu pada permasalahan belum optimalnya pelayanan di Denma Mabes TNI yang merupakan salah satu tolok ukur dari kinerja pegawai yang terkait dengan masalah disiplin kerja pegawai, hal-hal yang berkenaan dengan kompensasi yang berlaku di lingkup organisasi ini juga akan diuraikan, karena sebagaimana diketahui kompensasi yang berlaku selama ini di lingkungan pegawai negeri sipil dianggap belum mampu menyentuh rasa keadilan dan kesejahteraan para pegawai negeri sipil dan kompensasi juga merupakan salah satu variabel penelitian yang akan diteliti. 3.1.1.2 Dimensi dan Indikator Disiplin Dari penjelasan di atas Dimensi dan indikator dari Displin penulis menggunakan perpaduan pendapat antara Saydam (2007), Sastrohadiwiryo (2008), Mangkunegara (2006) karena secara subtansial pendapat dari mereka memiliki banyak persamaan dapat disebutkan beberapa ukuran untuk mengukur dimensi disiplin, yakni adanya kepatuhan pegawai pada 1). Mentaati jam kerja masuk dan jam kerja pulang. 2).
Mematuhi pemakaian pakaian seragam lengkap dengan atribut dan tanda pengenalnya.
34
3). Ikut serta dalam setiap upacara yang diwajibkan. 4). Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap semua karyawan, atasan dan anggota masyarakat lainnya. 5). Mematuhi instruksi atasan dan tata terib instansi yang berlaku. Adapun indikator dari dimensi disiplin yang dapat di gunakan antara lain: Ketepatan waktu kehadiran personil untuk melaksanakan dinas, kesesuaian waktu pulang personil, kepatuhan personil kepada perintah atasan, pemahaman terhadap tata tertib organisasi, kesopanan, kerapihan dan kesesuaian dalam berpakaian, kepatuhan dalam penggunaan tanda pengenal satuan/instansi, pelaksanaan perintah berdasarkan surat tugas/surat perintah. 3.1.2. Kompensasi Dalam lingkup pegawai negeri sipil, gaji memiliki definisi sendiri, yakni pengeluaran untuk kompensasi yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa gaji pokok ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang sah yang berhak diterima oleh penerima gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.1.2.1 Pengertian Kompensasi Flippo (dalam Ranupandojo dan Husnan 2008 : 129) menjelaskan bahwa kompensasi adalah harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedangkan, Hariandja memberi pengertian kompensasi sebagai jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masa atau syarat-syarat tertentu
35
(Poerwono dalam Ranupandojo dan Husnan, 2008 : 137). Sementara itu, Soekemi dkk. (2008 : 7.21) menjelaskan kompensasi sebagai imbalan jasa yang diterima seseorang di dalam hubungan kerja yang berupa uang atau barang, melalui perjanjian kerja, imbalan mana diperuntukkan memenuhi kebutuhan bagi dirinya dan keluarganya. Dengan demikian, pengertian kompensasi bisa dirujuk dari pendapat Handoko (2005 : 155), yaitu segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Salah satu tujuan manajemen sumber daya manusia, yaitu memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan yang dapat memenuhi kebutuhan pekerjanya. Dalam usaha mendukung pencapaian tenaga kerja yang memiliki motivasi dan berkinerja tinggi, yaitu dengan cara memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kompensasi juga berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak organisasi mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa “kompensasi tidak lebih sekadar cost yang harus diminimisasi”. Tanpa disadari beberapa organisasi yang mengabaikan potensi penting dan berpersepsi keliru telah menempatkan sistem tersebut justru sebagai sarana meningkatkan perilaku yang tidak produktif atau counter productive. Akibatnya muncul sejumlah persoalan personal misalnya low employee motivation, poor job performance, high turn over, irresponsible behaviour dan bahkan employee dishonestry yang diyakini berakar dari kompensasi yang tidak proporsional.
36
Lawler III, (1991), dalam Soedarmanto (2009 : 202) menjelaskan bahwa
kompensasi
idealnya
dapat
mendorong
pegawai
untuk
lebih
meningkatkan kinerjanya. Dengan diberikan penghargaan baik berupa financial ataupun non finansial, pegawai cenderung memiliki harapan (ekspektasi) untuk memperoleh penghargaan tersebut. Menurut Mondy (2006), bentuk dari kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1). Financial compensation (kompensasi finansial) Kompensasi finansial artinya kompensasi yang diwujudkan dengan sejumlah uang kartal kepada karyawan yang bersangkutan. Kompensasi finansial implementasinya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Direct Financial compensation (kompensasi finansial langsung) Kompensasi finansial langsung adalah pembayaran berbentuk uang yang karyawan terima secara langsung dalam bentuk gaji/upah, tunjangan ekonomi, bonus dan komisi. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti, sedangkan upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja dengan berpedoman pada perjanjian yang disepakati pembayarannya. b. Indirect Financial compensation (kompensasi finansial tak langsung). Kompensasi finansial tidak langsung adalah termasuk semua penghargaan keuangan yang tidak termasuk kompensasi langsung. Wujud dari kompensasi tak langsung meliputi program asuransi tenaga kerja
37
(jamsostek), pertolongan sosial, pembayaran biaya sakit (berobat), cuti dan lain-lain. 2). Non-financial compensation (kompensasi non finansial). Kompensasi non-finansial adalah balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan bukan berbentuk uang, tapi berwujud fasilitas. Kompensasi jenis ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Non financial the job (kompensasi berkaitan dengan pekerjaan) Kompensasi non finansial mengenai pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan yang menarik, kesempatan untuk berkembang, pelatihan, wewenang
dan
tanggung
jawab,
penghargaan
atas
kinerja.
Kompensasi bentuk ini merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan harga diri (esteem) dan aktualisasi (self actualization). b. Non financial job environment (kompensasi berkaitan dengan lingkungan pekerjaan). Kompensasi non finansial mengenai lingkungan pekerjaan ini dapat berupa supervisi kompetensi (competent supervision), kondisi kerja yang mendukung (comfortable working conditions), pembagian kerja (job sharing). (Mondy, 2006 : 442). Di lain pihak, Armstrong (1987) dalam Soedarmanto (2009 : 36) menyatakan bahwa manajemen atau sistem penghargaan dapat meningkatkan kinerja individu dan kinerja organisasi yang dapat mendorong pencapaian misi dan
38
strategi organisasi dan membantu mencapai keberlangsungan keuntungan kompetitif dan meningkatkan nilai shareholder. Kompensasi sebagai imbalan jasa di atas, berdasarkan kemampuan nilai tukarnya dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, yakni: 1). Memenuhi kebutuhan hidup tingkat yang rendah (poverty level) artinya bahwa upah yang diperoleh masih dirasakan kurang menurut ukuran objektif untuk memenuhi kebutuhan pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. 2)
Tingkat hidup minimum (substinence level), bahwa upah berada pada tingkat mampu memenuhi kebutuhan hidup pada titik minimum.
3) Tingkat hidup yang layak (living wage level) dimana secara objektif kebutuhan hidup cukup terpenuhi bagi dirinya maupun bagi keluarganya melalui penerimaan upah Soekemi dkk (2008 : 721). Program kompensasi bagi suatu organisasi merupakan hal yang penting karena mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusianya. Disamping itu, kompensasi (dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya) sering merupakan komponen-komponen biaya yang paling besar dan penting. Oleh karenanya, kompensasi yang dapat mempengaruhi organisasi dan para karyawan/pegawai itu perlu disusun dalam suatu sistem yang efektif Handoko (2005 : 156). Lebih jauh Handoko menguraikan pentingnya kompensasi yang efektif dikarenakan memiliki tujuan-tujuan
39
1)
Memperoleh personalia yang memenuhi syarat
2) Mempertahankan para karyawan yang ada saat ini. 3)
Menjamin keadilan.
4)
Menghargai perilaku yang diinginkan.
5) Mengendalikan biaya-biaya. 6) Memenuhi peraturan-peraturan legal. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya penentuan/tingkat kompensasi yang dilakukan suatu organisasi, yaitu: 1)
Penawaran dan permintaan tenaga kerja.
2) Organisasi buruh. 3)
Kemampuan untuk membayar.
4) Produktivitas. 5)
Biaya hidup.
6)
Pemerintah. Dalam konteks pegawai negeri sipil, kompensasi sebagai balas jasa atau
hasil kerja ditetapkan berdasarkan atas pekerjaan dan besarnya tanggung jawab serta dengan tidak melupakan aspek “kelayakan” untuk hidup. Selama ini penggajian pegawai negeri sipil di Indonesia mengikuti 3 (tiga) sistem, yaitu: Sistem skala tunggal, Sistem skala ganda, dan Sistem skala gabungan. 1)
Sistem skala tunggal, adalah suatu sistem penggajian dengan memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan dan tanggung jawab yang harus dipikul. Keuntungan sistem ini adalah sederhan dan hanya cukup
40
diperlukan satu satu peraturan yang mengatur skala gaji untuk semua pegawai negeri sipil. Adapun kelemahannya adalah tidak adil, dikarenakan bagi pegawai negeri sipil yang mempunyai beban tugas besar dan berat tidak ada perbedaan. 2)
Sistem skala ganda, adalah sistem penggajian berdasarkan sifat pekerjaan dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan tugas. Artinya, penentuan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, tetapi prestasi yang dicapai dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan tugas tersebut. Dalam sistem ini dimungkinkan pangkat sama tetapi besarnya gaji tidak sama. Keuntungannya antara lain memberikan perangsang yang dapat menimbulkan kegairahan bekerja bagi mereka yang mempunyai tanggung jawab berat. Kelemahannya adalah dapat menimbulkan ketidakadilan pada waktu pensiun.
3)
Sistem skala gabungan, yaitu perpaduan/gabungan dari dua golongan sistem, yakni sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem ini gaji pokok bagi pegawai negeri sipil yang berpangkat sama ditetapkan sama, dan disamping itu diberikan tunjangan bagi pegawai negeri sipil yang melaksanakan beban kerja dan memikul tanggung jawab lebih besar (memerlukan pemusatan pemikiran dan tenaga secara terus menerus). Keuntungan sistem ini antara lain dapat memberikan perangsang/motivasi bagi pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab lebih berat. Kelemahannya adalah, jika tidak dilakukan analisis, klasifikasi, dan
41
evaluasi jabatan yang baik dan jelas akan menimbulkan kecemburuan dan persaingan yang tidak sehat Irfan (2009). Atas dasar pemikiran yang terus menerus, pemerintah telah menetapkan sistem penggajian pegawai negeri sipil dengan Sistem skala gabungan. Sistem skala gabungan menetapkan gaji pegawai negeri sipil berdasarkan atas kepangkatan dan memberikan tunjangan kepada pegawai-pegawai yang memikul beban tanggung jawab yang besar atau yang melakukan pekerjaan dengan resiko tinggi. Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, struktur gaji pegawai terdiri atas unsur-unsur gaji pokok, kenaikan gaji berkala, kenaikan gaji istimewa dan tunjangan. Komponen gaji menurut PP tersebut adalah: 1)
Gaji Pokok Gaji Pokok PNS ditetapkan dengan PP No. 7 Tahun 1977 kemudian diperbaharui dengan PP No. 15 Tahun 1985, PP No. 51 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1997. Penentuan gaji pokok didasarkan atas pangkat dan golongan/ruang penggajian serta masa kerja yang dimiliki pegawai negeri sipil. Ada beberapa pengecualian dalam ketentuan penggajian, misalnya gaji hakim. Gaji Hakim tidak mengikuti PP No. 6 Tahun 1997 tetapi diatur dalam PP No. 33 Tahun 1994 (1 September 1994). Alasannya adalah:
a. Bahwa hakim sebagai pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman dan sebagai salah satu aparat hukum perlu terus ditingkatkan kualitas dan kemampuan profesionalnya.
42
b. Untuk mendukung kedudukan kekuasaan kehakiman serta agar melakukan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab, sehingga kepada hakim perlu diberikan jaminan hidup yang sesuai dengan kedudukan dan tanggung jawabnya. 2)
Kenaikan gaji berkala Sistem kenaikan gaji dengan besaran yang sesuai dengan golongan dan masa kerja. Sistem kenaikan gaji dilakukan secara berkala, dan diberikan setelah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan dan penilaian pelaksanaan pekerjaan
3)
Kenaikan gaji istimewa Diberikan sebagai penghargaan kepada pegawai negeri sipil atas hasil pelaksanaan kerja dengan katagori “amat baik”.
Kenaikan gaji
istimewa ini hanya diberikan kepada pegawai yang telah nyata-nyata menjadi teladan bagi pegawai di lingkungan kerjanya. Keputusannya dilakukan dengan Keputusan Menteri dan Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. 4)
Tunjangan Tunjangan diatur dalam PP No. 7 Tahun 1977. Jenis tunjangan yang diberikan kepada pegawai negeri sipil adalah tunjangan yang berupa tunjangan untuk jabatan struktural dan fungsional. Kedua tunjangan ini diatur oleh Keputusan Presiden. Tunjangan lain yang diberikan antara lain tunjangan kemahalan daerah, tunjangan penyesuaian indeks harga, tunjangan resiko pekerjaan dan lain-lain.
43
3.1.2.2 Dimensi dan Indikator Kompensasi Dari penjelasan di atas Dimensi dan indikator dari Kompensasi penulis menggunakan pendapat Mondy (2006) untuk mengukur dimensi kompensasi: 1) Gaji/Upah yang indikatornya meliputi Gaji pokok, kenaikan gaji berkala, kenaikan gaji istimewa, tunjangan yang di berikan 2)
Cuti dengan indikatornya meliputi Cuti Tahunan, Cuti pendidikan, Cuti Melahirkan.
3.1.3. Kinerja Pegawai Kinerja Pegawai Negeri Sipil menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena akan sangat berguna bagi penegakan hukum yang juga bermanfaat baik bagi kepentingan individu, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Fungsi pelayanan yang di jalankan dengan baik harus di wujudkan oleh PNS guna menciptakan pemerintahan yang bersih dan wibawa. 3.1.3.1 Pengertian Kinerja Pada suatu organisasi, baik organisasi swasta (private sector) maupun organisasi pemerintah (public sector), kinerja atau prestasi kerja pegawai merupakan aspek yang sangat penting dalam upaya organisasi mencapai tujuannya. Kinerja organisasi tidak dapat dilepaskan dari kinerja para pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Dengan demikian, maju atau tidaknya suatu organisasi sangat ditentukan oleh peran dan kualitas para pegawainya. Secara umum kinerja sering diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu hasil. Seperti dikemukakan oleh
Robbin (2006 : 260)
”kinerja
44
merupakan ukuran performance yang meliputi efektivitas dan effisiensi. Efektif berkaitan dengan pencapaian sasaran, sedang efisien adalah ratio antara output yang efektif dengan input yang diperlukan untuk mencapai sasaran”. Rivai (2005 : 15-16) menyebutkan : “kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok
orang
untuk
melakukan
sesuatu
kegiatan
dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan”. Selanjutnya Rivai (2005) menjelaskan bahwa : “pada hakikatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu”. Oleh karenanya, kinerja merupakan hal yang penting untuk dilakukan secara berkelanjutan dan memberikan umpan balik dalam upaya mencapai keberhasilan di masa mendatang. Sedangkan, Irawan (2007 : 11) mendefinisikan kinerja sebagai ”perbuatan yang berdaya guna”. Lebih lanjut Irawan menjelaskan bahwa, kinerja adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Prestasi kerja pegawai merupakan penampilan kerja seorang pegawai dan potensinya dalam upaya mengembangkan diri untuk kepentingan organisasi. Bernardin dan Russel dalam Gomes (2010 : 135) menyatakan bahwa kinerja adalah catatan out come yang dihasilkan dari fungsi suatu catatan pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Sedangkan, Hariandja (2012 : 195) berpendapat bahwa unjuk kerja merupakan prestasi kerja atau hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan peranannya dalam organisasi. Membicarakan kinerja akan selalu terkait
45
dengan ukuran atau standar kinerja. Ukuran atau standar kinerja terkait dengan parameter-parameter tertentu atau dimensi yang dijadikan dasar atau acuan oleh organisasi untuk mengukur kinerja. Berikut pendapat dari beberapa ahli dalam Soedarmanto, (2009 : 8-11): 1). Martin dan Bartol dalam Bohlander, dkk, (2001), menyatakan bahwa standar kinerja seharusnya didasarkan pada pekerjaan, dikaitkan dengan persyaratan yang dijabarkan dari analisis pekerjaan, dan tercermin dalam deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. 2)
Bufford, (1998) dalam Werther dan Davis, (1996), menyatakan bahwa untuk menjadi efektif, standar kinerja seharusnya dikaitkan dengan hasil yang diinginkan dari masing-masing pekerjaan.
3)
David Devries, dkk (1981) menyatakan bahwa dalam melakukan pengukuran kinerja terdapat 3 (tiga) pendekatan yaitu:
a. Pendekatan personality trait : Yaitu dengan mengukur kepemimpinan, inisiatif dan sikap. b. Pendekatan perilaku, yaitu dengan mengukur umpan balik, kemampuan presentasi, respon terhadap keluhan pelanggan. c. Pendekatan hasil, yaitu dengan mengukur kemampuan produksi, kemampuan
menyelesaikan
produk
sesuai
dengan
jadwal,
peningkatan produksi atau penjualan. Dari berbagai pendapat ahli tersebut, maka standar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan mengukur 4 (empat) hal, yaitu:
46
1)
Pengukuran kinerja dikaitkan dengan analisis pekerjaan, dan uraian pekerjaan.
2)
Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur sifat atau kharakter pribadi (traits).
3)
Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur hasil pekerjaan yang dicapai.
4) Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur perilaku atau tindakantindakan dalam mencapai hasil. Selain pengertian-pengertian tersebut di atas, kinerja dalam berbagai literatur sering disebut sebagai pelaksanaan kerja atau job performance. Maier dalam As”ad, (2007 : 84) menjelaskan bahwa Job performance pada umumnya diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lawler dan Porter (dalam As’ad, 2007 : 84) menyatakan bahwa Job performance adalah “successful role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Sementara itu, penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian atas kinerja suatu individu, kelompok/team dan organisasi. Kegiatan ini berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi organisasi untuk dapat melihat sumbangan yang diberikan pegawai dengan berfokus pada strategi yang telah dibuat oleh organisasi tersebut. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.
47
Dessler (2005 : 528) menyebutkan terdapat dimensi-dimensi prestasi kerja secara individual, seperti kualitas dan kuantitas yang perlu dinilai, dimensidimensi prestasi kerja hendaknya berdasarkan atas perilaku sehingga seluruh penilaian dapat dilakukan dengan bukti-bukti yang obyektif dan dapat diamati. Hal ini menggambarkan bahwa baik buruknya kinerja tidak hanya ditentukan dari tingkat kuantitatif yang dapat dihasilkan seseorang dalam bekerja, akan tetapi juga harus diukur dari sisi kualitasnya. Handoko (2005 : 135) menjelaskan penilaian kinerja adalah ”proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai”. Seterusnya, T. Hani Handoko memberikan berbagai aspek yang dapat terjadi pada waktu penilaian kinerja adalah: (1) hallo effect, (2) kesalahan kecenderungan terpusat, (3) terlalu lunak atau terlalu keras, (4) prasangka pribadi, (5) pengaruh kesan terakhir (recentry effect). Adapun literatur dalam Soedarmanto (2009 : 11) mengenai dimensi yang menjadi ukuran kinerja adalah sebagai berikut : 1)
Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
2)
Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3)
Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidak hadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif.
4)
Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Dari 4 (empat) dimensi kinerja diatas, dua hal terkait dengan aspek
keluaran atau hasil pekerjaan, yaitu : kualitas hasil, kualitas keluaran dan dua hal terkait aspek perilaku individu yaitu, penggunaan waktu dalam kerja (
48
disiplin atau tingkat kepatuhan terhadap jam kerja), dan kerjasama. Hal-hal lain yang berkenaan dengan penilaian kinerja selain perlunya standar kinerja juga diperlukan tentang ruang lingkup kinerja yang dinilai. Ruang lingkup atau aspek-aspek kinerja sangat beraneka ragam. Mitchell (2008 : 343) memberikan sejumlah ruang lingkup aspek-aspek yang perlu dinilai dalam menilai kinerja seseorang. Aspek-aspek tersebut menurut Mitchell dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang di dalam setiap organisasi. Adapun aspekaspek tersebut adalah: 1)
Kualitas pekerjaan (quality of work).
2)
Kecepatan (promptness).
3)
Inisiatif (initiative).
4) Kemampuan (capability). 5)
Komunikasi (communication).. Menurut Rivai (2005 : 130), penilaian kinerja dapat efektif apabila
instrumen penilaian kinerja memenuhi syarat-syarat berikut ini: 1)
Reliability, yaitu ukuran kinerja harus konsisten. Mungkin yang paling penting adalah konsistensi suatu ukuran kinerja. Jika ada dua penilai menyangkut hasil mutu pekerja.
2)
Relevance, yaitu ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin.
3)
Sensitivity, yaitu beberapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan antara penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan tersebut harus dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan kinerja.
49
4)
Practicality, yaitu kriteria harus dapat diukur, dan kekurangan pengumpulan data tidak terlalu mengganggu atau tidak in-efisien. Berdasarkan definisi-definisi kinerja pegawai di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa: ”kinerja pegawai merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang (pegawai) dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, dan hasil kerjanya dapat dilihat dari segi kualitas maupun segi kuantitasnya”. 3.1.3.2 Dimensi dan Indikator Kinerja Dari beberapa teori yang dijabarkan diatas mengenai definisi kinerja, penulis mengunakan dimensi sebagai bahan acuan untuk mengisi data operasional variabel dari Mitchell yang meliputi dimensi dan indikator sebagai berikut: 1)
Kualitas pekerjaan (quality of work) Output pekerjaan yang dihasilkan, Ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan.
2)
Kecepatan (promptness) Waktu yang di gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, Kesesuaian kuantitas hasil pekerjaan dengan waktu penyelesaian.
3)
Inisiatif (initiative) Inisiatif dalam upaya peningkatan kuantitas hasil pekerjaan, inisiatif dalam upaya peningkatan kualitas hasil pekerjaan.
4)
Kemampuan (capability)
50
Kemampuan menghadapi hambatan dalam menyelesaikan pekerjaan, Kesesuaian
pengetahuan
yang
dimiliki
dengan
jenis
pekerjaan,
Kemampuan mengoperasikan alat bantu pekerjaan 5). Komunikasi (communication) Komunikasi antar sesama personil dalam
menyelesaikan tugas,
Komunikasi dengan atasan dalam menyelesaikan pekerjaan 3.2.
Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini, selain berpatokan kepada pendapat-pendapat ahli
mengenai variabel yang akan diteliti serta untuk memperkuat landasan dalam penelitian ini, dibahas juga hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, Tujuan pembahasan ini adalah untuk membandingkan dengan penelitian dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan variabel kinerja pegawai, disiplin dan kompensasi adalah sebagai berikut: 1). Faith, Mansfield. (2005) menulis sebuah artikel journal berjudul “Discipline, Internal Motivations and Cooperation in a Rules Production Cooperative” dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sistem disiplin sangat berpengaruh dan efektif terhadap motivasi internal dan eksternal serta kinerja karyawan. 2). Cole, Nina. (2008) menulis sebuah artikel journal berjudul “Consistency in Employee Discipline: an empirical exploration”. Dalam jurnal ini dikatakan bahwa tindakan yang konsisten terhadap karyawan yang kurang
51
disiplin akan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di kemudian hari. 3). Van Wyk, C. dan Pelser, A.M. (2014) menulis sebuah artikel journal berjudul “ Leadership’s Role in Effective Implementation of School Discipline Policies” Dikatakan bahwa disiplin merupakan aspek yang sangat penting di dalam kehidupan di sekolah.
Proses belajar dan
mengajar hanya akan dapat efektif di dalam lingkungan yang menerapkan disiplin. 4).
Concha, R. Neeley dan G. Boyd, Nancy. (2010) menulis sebuah artikel journal berjudul “The Influence of Executive Compensation on Employee Behavior Through Precipitating Event”. Dalam jurnal ini dikatakan bahwa kompensasi eksekutif akan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Namun sebaliknya PHK dan pemotongan gaji atau tunjangan akan dapat mengakibatkan perilaku kerja kontraproduktif yang dapat merugikan efektivitas organisasi.
5). Pirie, Susan. (2005) menulis sebuah artikel journal berjudul “Disciplinary and appeal prosedur”. Dalam jurnal ini dikatakan bahwa proses dan prosedur penjatuhan hukuman disiplin dan prosedur pengajuan banding seharusnya tidak dipandang sebagai hukuman, namun lebih kepada kesempatan untuk membuktikan atau melaksanakan salah satu praktek manajemen. 6)
Kibet K. Buigut, et.al (2015) menulis sebuah artikel journal berjudul “Determinantsof CEO Compensation Evidence from UK Publik Limited
52
Companies” Dalam penelitiannya menunjukan bahwa pemberian kompensasi sangat berpengaruh terhadap kinerja pekerja. 7)
C. Shane, Hunt. (2012) menulis sebuah artikel journal berjudul “The Emerging Influence of Compensation Plan Choice on Salesperson Organizational Identification and Perceived Organizational Support”. Dalam studi ini menunjukkan bahwa rencana kompensasi pilihan tampaknya memiliki efek yang signifikan pada dua variabel yang paling penting yang diperiksa oleh para peneliti penjualan, dukungan organisasi yang dirasakan dan identifikasi organisasi.
8). Hijazi, Syed Tahir dan Khalid Bhatti, Komal. (2007) menulis sebuah artikel journal berjudul “Determinants of Executive Compensation and Its Impact on Organizational Performance”. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa pemberian kompensasi bagi eksekutif sangat disarankan sebagai variable kunci untuk meningkatkan motivasi para eksekutif. Kompensasi bagi eksekutif merupakan faktor kunci dan memainkan peranan penting bagi perkembangan dan keuntungan suatu perusahaan. 9). Minor, Allen C. (2013) menulis sebuah artikel journal berjudul“ Compensation as a Construct for Employee Motivation in Healthcare”. Dalam penelitiannya di dapat kesimpulan bahwa pemberian kompensasi berupa insentif merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja karyawan.
10). Blazovich, Janell L menulis sebuah artikel journal berjudul “Team Identity and Performance-Based Compensation Effects on Performance ” dalam
53
penelitiannya di dapat kesimpulan pemberian kompensasi terhadap individu maupun tim kerja secara konsisten sangat berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. 11) Prawira Utama, Putra. (2010) menulis sebuah artikel journal berjudul ‘Pengaruh Disiplin Kerja, Gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Hotel Matahari Terbit Bali Tanjung Benoa Nusa Dua’ tahun 2010. Dalam penelitiannya dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 12) Dharmawan, I Made Yusa (2011) “Pengaruh Kompensasi dan lingkungan Kerja Non fisik terhadap disiplin dan Kinerja Karyawan Hotel Nikki Denpasar” pada tahun 2011, menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis jalur, terbukti bahwa kompensasi dan lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap disiplin dan kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar.
54
Tabel 3.1 Rekapitulasi Hasil Penelitian Terdahulu NO
Nama Peneliti dan
Judul Penelitian
Variabel
Hasil penelitian
journal 1
Faith, Mansfield (2005) Environments Journal Volume 33 (1) 2005
Discipline,Internal motivations and Cooperation in a Rules Production Cooperative
2
Cole, Nina (2008) Personal Review Volume 37 No 1 2008 pp 109-117
Consistency in Employee Discipline: an empirical exploration
Disiplin
Tindakan yang konsisten terhadap karyawan yang kurang disiplin akan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
3
Van Wyk, C. dan Pelser, A.M. (2014) International Business dan Economics Research Journal Volume 13, No 4 Concha R. Neeley dan Nancy G. Boyd (2010) Journal Of Managerial Issues Volume XXII, No 4, Winter 2010 : 546559 Pirie, Susan (2005) British Journal of Perioperative Nursing 2005; 15,7; pg 285 Kibet K. Buigut1, Neddy C. Soi2 & Irene J. Koskei2
Leadership’s Role in Effective Implementation of School Discipline Policies”
Disiplin
Bahwa disiplin merupakan aspek yang sangat penting di dalam kehidupan berorganisasi
The Influence of Executive Compensation on Employee Behavior Through Precipitating Event
Kompensasi
Kompensasi akan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
4
5
6
International Journal of Business and Management; Vol. 10, No. 1; 2015
Disciplinary appeal prosedur
Disiplin
and Disiplin
Determinants of CEO Compensation Evidence from UK Public Limited Companies
Kompensasi
Sistem disiplin sangat berpengaruh dan efektif terhadap motivasi internal dan eksternal serta terhadap kinerja karyawan
Disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
Bahwa pemberian kompensasi sangat berpengaruh terhadap kinerja pekerja.
55
Tabel 3.1 Rekapitulasi Hasil Penelitian Terdahulu (lanjutan) NO
Nama Peneliti dan
Judul Penelitian
Variabel
Hasil penelitian
The Emerging Influence of Compensation Plan Choice on Salesperson Organizational Identification and Perceived Organizational Support “Determinants of Executive Compensation and Its Impact on Organizational Performance” Compensation as a Construct for Employee Motivation in Healthcare”.
Kompensasi
Kompensasi memiliki efek yang signifikan pada dukungan organisasi dan kinerja karyawan
Kompensasi
Bahwa pemberian kompensasi sangat disarankan sbg kunci utk meningkatkan motivasi, kinerja & keuntungan suatu perusahaan. Pemberian kompensasi berupa insentif merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja karyawan.
journal 7
C. Shane Hunt (2012) Journal of Leadership, Accountability and Ethics Volume 9 (1) 2012
8
Syed Tahir Hijazi dan Komal Khalid Bhatti (2007) Compensation and Benefits Review 2007; 39, 2; pg 58 Allen C. Minor (2013) American Journal of Management Volume 13 (1) 2013
9
Kinerja
10
Janell L. Blazovich (2013) Team Performance Management Vol. 19 No. 3/4, 2013 pp. 153-184
Team Identity and Performance-Based Compensation Effects on Performance
Kinerja
Pemberian kompensasi terhadap individu maupun tim kerja secara konsisten sangat berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
11
Gede Prawira Utama Putra (2010). E-Jounal Manjemen Universitas Udayana Volume 2 No 7 I Made Yusa Dharmawan (2011) E-Journal Manajemen Universitas Udayana Volume 3 no 5
Pengaruh Disiplin Kinerja Kerja, Gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja terhadap Kinerja Karyawan
Bahwa kinerja karyawan meningkat dengan di terapkan disiplin serta motivasi
Pengaruh Kompensasi dan lingkungan Kerja Non fisik terhadap disiplin dan Kinerja Karyawan Hotel Nikki Denpasar” pada tahun 2011
Kompensasi dan lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin dan kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar
12
Kinerja
56
3.3.
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran dan penelitian yang
disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah kepustakaan. Oleh karena itu kerangka pemikiran memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan di jadikan dasar dalam penelitian. Uraian dalam kerangka pemikiran menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian. Variabel-variabel penelitian dijelaskan secara mendalam dan relevan dengan permasalahan yang diteliti. sehingga dapat di jadikan dasar untuk menjawab permasalahan penelitian Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh disiplin kerja pegawai dan kompensasi secara bersama-sama terhadap kualitas kinerja di lingkungan Denma Mabes TNI. Berawal dari identifikasi masalah, maka dibuatlah penelitian yang mengaitkan hubungan sebab akibat antara Variable Disiplin, Kompensasi dan Kinerja Personil Denma Mabes TNI. Hubungan sebab akibat antara variabel yang mempengaruhi (independent) adalah Disiplin dan Kompensasi, sedangkan variabel yang dipengaruhi (dependent) adalah Kinerja. Oleh karenanya Paradigma penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
57
Disiplin ( X 1) 1. Tingkat kepatuhan kepada ketentuan jam kerja 2 .Tingkat kepatuhan kepada instruksi atasan 3. Tingkat kepatuhan penggunaan seragam satuan/instansi 4. Tingkat kepatuhan pada tata kerja yang telah di tentukan Sumber Saydam (2007) Kinerja Pegawai (Y) 1. Kualitas pekerjaan 2. Kecepatan 3. Inisiatif 4. Kemampuan 5. Komunikasi Sumber Mitchell (2008) Kompensasi ( X 2) 1. Kompensasi Gaji 2 Kompensasi Cuti Sumber Mondy (2006)
Gambar 3.1. Pengaruh Disiplin dan Kompensasi terhadap Kinerja
Variabel Disiplin menggambarkan bagaimana seorang personil Denma Mabes TNI yang mempunyai kepatuhan terhadap aturan jam kerja, memiliki kepatuhan dan ketaatan yang tinggi terhadap perintah atasan serta selalu melaksanakan tugas yang diberikan berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan yang berlaku, maka personil tersebut akan dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, sehingga akan berpengaruh positif terhadap kinerja personil tersebut.
58
Variabel Kompensasi menggambarkan pada saat seorang personil memperoleh gaji yang cukup dan memadai, mempunyai kesempatan untuk melaksanakan cuti dengan baik, mempunyai kesempatan untuk maju dan mengembangkan diri serta berada di lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, maka akan dapat mempengaruhi tingkah laku dan semangat dari personil tersebut, sehingga termotivasi untuk selalu mengerjakan setiap tugas yang diberikan dengan cepat, benar dan bertanggung jawab. 3.4.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, dan kerangka pemikiran yang telah penulis atau peneliti uraikan di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ho1: Tidak terdapat pengaruh Disiplin kerja pegawai terhadap Kinerja pegawai di lingkungan Denma Mabes TNI. Ha1: Terdapat pengaruh Disiplin kerja pegawai terhadap Kinerja pegawai di lingkungan Denma Mabes TNI. Ho2: Tidak terdapat pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja pegawai di lingkungan Denma Mabes TNI Ha2:
Terdapat pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja pegawai di lingkungan Denma Mabes TNI.
59
Ho3: Tidak terdapat pengaruh Disiplin kerja pegawai dan Kompensasi secara bersama-sama terhadap Kinerja pegawai di lingkungan Denma Mabes TNI. Ha3:
Terdapat pengaruh Disiplin kerja pegawai dan Kompensasi secara bersama-sama terhadap terhadap Kinerja pegawai di lingkungan Denma Mabes TNI.