BAB III BAHAN DAN METODE 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah kawasan Hutan Pusat Konservasi Alam Bodogol
(PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol berada pada ketingian 800 dpl, merupakan salah satu zona pemanfaatan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Zona pengambilan sampel dilakukan di blok Rasamala dan Puspa. Penelitian dilakukan pada musim hujan (September
2010- Maret
2011). Peta lokasi penelitian dan denah lokasi
pengambilan sampel berturut-turut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Gambar 3 Denah lokasi pengambilan sampel di Hutan Pusat Konservasi Alam Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Sumber: http://ppkab.blogspot.com).
3.2. Bahan dan Metode Penelitian Bahan penelitian ini menggunakan Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di kawasaan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol. Jenis tumbuhan yang menjadi kajian (target) adalah Altingia excelsa Noronha dan Schima wallichii (DC.) Korth. Plot penelitian
ditentukan dengan metode
purposive sampling dengan memperhatikan faktor lingkungan, yaitu kemiringan dan jenis tanah. Kemiringan tanah yang digunakan yaitu kemiringan lebih dari 50%. Kedua jenis tumbuhan diidentifikasi ciri-ciri biologi dan morfologinya. Model arsitektur pohon ditentukan berdasarkan determinasi Halle et al (1978) dengan memperhatikan dan mengukur parameter-parameter berikut: 1.
Bentuk pertumbuhan batang
2.
Bentuk dan susunan cabang pada batang
3.
Bentuk dan susunan cabang pada cabang lateral
4.
Posisi organ seksual (perbungaan)
5.
Tinggi batang bebas cabang.
3.3
Pengukuran Parameter Konservasi Air dan Tanah Langkah berikutnya, daerah di sekitar bawah pohon dibersihkan dari segala
serasah dan vegetasi yang tumbuh di bawah, kemudian dilakukan pengukuran terhadap parameter-parameter sebagai berikut: 3.3.1 Aliran batang Pengukuran aliran batang dilakukan melalui cara menampung air yang mengalir pada batang. Penampungan dilakukan dengan cara melingkarkan selang pada sekeliling permukaan batang pohon dengan salah satu ujungnya diletakkan lebih rendah, kemudian ditampung dengan menggunakan jerigen penampungan (Gambar 4). Pengukuran aliran batang dilakukan pada setiap sampling jenis tumbuhan, dengan pengulangan dua kali untuk setiap jenis tumbuhan. Volume aliran batang (cm3) yang tertampung dikonversi kedalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan persamaan: Sfi = Vi/Li cm = Vi/Li X 10 mm
dimana: Sfi Vi
(Kaimuddin 1994)
= Tinggi aliran batang ke-i (mm) = Volume aliran batang ke-i (cm3)
Li = Luas tajuk pohon ke-i (cm2)
Gambar 4 Pengukuran aliran batang di hutan PPKAB Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
3.3.2 Air Curahan Tajuk Pengukuran curahan tajuk dilakukan dengan cara menampung air hujan dengan lembaran plastik yang diberi kerangka kayu dengan luas penampung (1 x 1) m2, kemudian ditempatkan di bawah tajuk pohon (Gambar 5). Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali pengulangan untuk setiap contoh jenis tumbuhan . Untuk volume curahan tajuk (cm3) yang tertampung dikonversi kedalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan persamaan: Tfi = Vi/Li x 10 (Kaimuddin 1994)
dimana: Tfi = Tinggi curahan tajuk ke-i (mm) Vi = Volume curah hujan ke-i (cm3) Li = Luas penampungan ke-i (cm2)
Drum penampung
Gambar 5 Cara pengukuran curahan tajuk di lokasi penelitian menggunakan metode Kaimuddin (1994). 3.3.3 Infiltrasi Laju
infiltrasi
diukur
dengan menggunakan paralon dengan ukuran
diameter 8 cm dan tinggi 50 cm (Gambar 6). Laju infiltrasi diukur dengan menghitung laju penyerapan atau habisnya air dalam pipa infiltrasi ke dalam tanah
menggunakan stopwatch (Setiadi 1998). Data infiltrasi berupa laju infiltrasi air kedalam tanah persatuan waktu (ml/mm2/sekon).
Gambar 6
Cara pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian menggunakan metode Setiadi (1998).
3.3.4 Curah hujan Curah hujan diukur dengan menggunakan penakar hujan yang terbuat dari corong plastik dan botol jerigen plastik berukuran 20 lt (ombrometer buatan) yang diletakkan di tempat terbuka (Gambar 7). Pengukuran curah hujan dilakukan selama 30 kali kejadian hujan. Untuk mengukur banyaknya air yang tertampung dalam jerigen, air tersebut dituangkan ke dalam tabung pengukur, sehingga dapat diketahui volume (V) dalam mm3, dengan luas corong (A) adalah πr2 = 3,14 x jari-jari corong (mm2). Untuk menghitung curah hujan harian, digunakan persamaan:
CH = V/A dimana:
CH = Curah hujan V
= Volume air hujan yang tertampung dalam jerigen (mm3)
A
= Luas permukaan corong (mm2)
.
Gambar 7
Cara pengukuran curah hujan harian di lokasi penelitian dengan menggunakan ombrometer buatan.
3.3.5 Intersepsi Pengukuran intersepsi dilakukan dengan cara menghitung selisih jumlah curah hujan di tempat terbuka, dikurangi dengan jumlah air hujan yang mengalir melalui curahan tajuk dan aliran batang. Berdasarkan metode Heth dan Karchon (1963), perhitungan intersepsi dapat menggunakan persamaan: Ic dimana: Ic
= CH – (Tfi – Sfi) = Intersepsi tajuk
CH = Curah hujan Tfi = Curahan tajuk Sfi = Aliran Batang 3.3.6 Pengamatan aliran permukaan dan erosi Pengukuran aliran permukaan dilakukan plot percobaan yang terbuat dari bahan karpet yang tidak tembus air. Plot percobaan berukuran 8 m x 4 m memanjang dari atas ke bawah lereng. Banyaknya plot percobaan sebanyak 2 buah untuk setiap sampel jenis tumbuhan, dengan demikian jumlah seluruh plot sebanyak 4 plot. Plot percobaan ini dibuat pada kemiringan tanah lebih dari 50 % yang diukur dengan Clinometer Suunto. Untuk mengukur volume aliran permukaan, maka pada bagian ujung bawah plot dibuat penampungan air dari drum. Drum yang digunakan berukuran ± 100 liter dan ± 50 liter dengan diameter ± 50 cm. Drum I dipasang untuk menampung aliran permukaan dan erosi langsung dari plot percobaan dan bagian atasnya dibuat lubang pembagi sebanyak 5 buah. Lubang pembagi ini berfungsi untuk menghitung banyaknya air yang keluar bila terjadi luapan. Masing-masing lubang berdiameter 1 cm, berkedudukan rata dan berjarak 2 cm satu sama lain. Drum II dipasang untuk menampung luapan yang terjadi pada salah satu lubang pembagi dari drum I dengan menghubungkannya memakai selang plastik (Gambar 8). Sehingga jumlah total volume luapan adalah 5 x volume drum II. Semua drum diberi penutup untuk menghindari masuknya air secara langsung dari atas.
Banyaknya aliran permukaan yang tertampung pada setiap plot erosi dapat dihitung menggunakan persamaan matematis di bawah ini, yaitu: Vap = V1+5V2
(Santosa, 1985)
dimana : Vap = Volume total aliran permukaan (mm3) V1 = Volume aliran permukaan pada drum I (mm3) V2 = Volume aliran permukaan pada drum II (mm3) Untuk mendapatkan nilai aliran permukaan dalam satuan tinggi kolom air, maka volume total aliran permukaan dibagi dengan luas petak percobaan, dimana luas petak percobaanya 32 m2. 4m
8m
drum I drum II
Gambar 8 Plot percobaan erosi di lokasi penelitian menggunakan metode Santosa (1985). Penentuan berat tanah yang tererosi dapat dilakukan dengan cara mengambil contoh air dari setiap drum, yaitu drum I dan drum II sebanyak 1 liter untuk setiap plot erosi. Agar mendapat hasil yang baik, terlebih dahulu dilakukan pengadukan hingga homogen. Setelah itu sampel air tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring, yang sudah diketahui berat keringnnya. Selanjutnya kertas saring dan endapannnya tersebut dikeringkan dalam oven pada temperatur 1050 C sampai beratnya konstan, kemudian dilakukan penimbangan. Untuk menghitung berat tanah yang tererosi dapat menggunakan persamaan matematis dibawah ini, yaitu: Wtc = W1 + W2 (Santosa 1985) W1 dan W2 = Vd / Vs x (Wksc – Wks)
Dimana Wtc = Berat tanah dalam drum 1 dan drum II Vs
= Volume air yang tersaring (mm3)
Wksc = Berat kertas saring beserta endapan (g) Wks = Berat kertas saring (g) Vd
= Volume air (mm3)
Nilai erosi = berat tanah/luas petak percobaan/satuan waktu (gr/m2/bulan) Luas petak percobaan = 32 m2 = 32000 mm2.
3.4
Analisis data Untuk menginterpretasikan hubungan hasil pengukuran dari setiap variabel
yang diukur, dilakukan analisis komponen utama (Principal Component Analysis). Analisis komponen utama merupakan suatu teknik statistik untuk mengubah dari sebagian besar variabel asli yang digunakan yang saling berkorelasi satu dengan yang lainnya menjadi satu set variabel baru yang lebih kecil dan saling bebas (tidak saling berkorelasi lagi). Jadi analisis komponen utama berguna untuk mereduksi data, sehingga data lebih mudah untuk diinterpretasikan (Supranto.2004). Korelasi antar parameter dianalisis dengan menggunakan rumus koefisien Korelasi produk moment di bawah ini: N XY rxy N X2 X
X 2
N
Y Y
2
Y
2
(Budiono & Koster IW 2002) Budiono & Koster IW (2002) mengemukakan interpretasi nilai koefisien korelasi dapat mengikuti aturan sebagai berikut: 1.
bila 0.90 < r < 1.00 atau -1,00 < r < - 0,90; artinya hubungan yang sangat kuat.
2.
bila 0.70 < r < 0,90 atau -0,90 < r < - 0,70; artinya hubungan yang kuat.
3.
bila 0.50 < r < 0,70 atau -0,70 < r < - 0,50; artinya hubungan yang moderat.
4.
bila 0.30 < r < 0,50 atau -0,50 < r < - 0,30; artinya hubungan yang lemah.
5.
bila 0.00 < r < 0,30 atau -0,30 < r < - 0,00; artinya hubungan yang sangat lemah.