16
BAB III BAHAN DAN METODE
3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai April 2008 – November 2008 yang dilaksanakan di Laboratorium Peningkatan Mutu dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pengujian ultrastruktur kayu dilakukan di Laboratorium Pengujian Hasil Hutan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH), Departemen Kehutanan RI di Gunung BatuBogor. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan peralatan yang digunakan untuk pengujian sifat anatomi dan kimia kayu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.2.1. Bahan dan Alat Pengujian Sifat Anatomi Kayu Bahan yang digunakan adalah lempengan kayu afrika (Maesopsis eminii), Pinus merkusii, Pinus insularis, mangium (Acacia mangium), sonokeling (Dalbergia latifolia), dan mahoni (Swietenia mahagoni) setebal 5 cm berdiameter ± 30 cm dengan jumlah 2 disk untuk tiap jenis kayu. Bahan tersebut digunakan untuk mengetahui sifat makroskopik, mikroskopik, dan ultrastruktur kayu. Bahan kimia yang digunakan untuk penentuan ciri anatomi kayu yaitu larutan CH3COOH dan H2O2 dengan perbandingan 1:20; alkohol konsentrasi 20%,30%,50%,70%,80%, 90% dan absolute; pewarna safranin 2 %; aquades; kertas saring; canada balsam; kertas lakmus biru; xylol ; gliserin; alkohol (1:1); dan celica gel. Alat yang digunakan adalah gergaji potong, pisau tajam, cutter, loupe/kaca pembesar dengan perbesaran 10x, ampelas, kertas kalkir, meteran, kertas milimeter blok, tabung reaksi, cawan petri, kuas, preparat, mikroskop untuk melihat dimensi serat, mikroskop foto dengan perbesaran 30x, camera digital, gelas objek, cover glass, waterbath, tabung film, X-Ray difraktometer, serta alat tulis.
17
3.2.2. Bahan dan Alat Pengujian Sifat Kimia Kayu Bahan yang dipergunakan untuk menganalisis sifat kimia kayu adalah serbuk kayu bagian gubal dan bagian teras yang lolos saringan 40 mesh/ 0,40 mm (TAPPI T 257 cm-85), dimana serbuk ini diambil dari tiap lempengan. Masingmasing pengujian dilakukan 2 kali pengulangan dari 10 lempengan dengan 2 bagian (kayu teras dan kayu gubal), sehingga total 40 sampel. Bahan kimia yang digunakan untuk menentukan komponen kimia kayu adalah NaClO2, CH3COOH, NaOH, HNO3, Na2SO3, asam sulfat, Etanol-Benzene, dan air destilata. Alat yang digunakan adalah Willey mill, saringan, waterbath/penangas air, gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala, cawan porselen, pipet, pengaduk, oven, timbangan, soxhlet, alumunium foil, kertas saring, termometer, pH meter, desikator, corong dan alat tulis. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan Bahan Lempengan yang digunakan diambil dari bagian pangkal pohon yang berjarak ± 10 cm dari atas permukaan tanah dengan diameter ± 30 cm (Gambar 1).
} 5 cm 5 cm
(B)
10 cm
(A)
(C)
Keterangan : (A) Pohon, (B) Bahan untuk pengujian sifat makroskopik kayu berupa disk, (C) Pembuatan pola (tangensial, radial, dan melintang) pada lempengan berdasarkan bagian kayu gubal dan teras untuk pengujian sifat mikroskopik dan ultastruktur, sekaligus untuk pengujian komponen kimia kayu.
Gambar 1. Skema pemotongan lempengan untuk pengambilan contoh uji
18
Ukuran contoh uji untuk pengamatan sifat mikroskopik adalah 2 cm arah radial, 2 cm arah tangensial dan 4 cm arah aksial (Gambar 2). Potongan kayu tersebut diambil dari 2 bagian (gubal dan teras) di tiap lempengan dan juga dari tiga arah (tangensial, radial, dan melintang). Selanjutnya dari contoh kayu tersebut, dibagi atas ukuran (1,5 x 1,5 x 4) cm untuk slide maserasi dan slide mikrotom, dan ukuran (0,5 x 0,5 x 4) cm untuk ultrastruktur kayu (Pandit 2007). Jumlah slide maserasi untuk penentuan ukuran serat sebanyak 10 sampel, dan slide mikrotom untuk pengamatan struktur kayu sebanyak 10 buah untuk 3 bagian (tangensial, radial, dan melintang) sehingga total 30 slide. Jumlah mikrotom untuk pengujian ultrastruktur kayu (pengamatan sudut mikrofibril) sebanyak 6 sampel, dimana sampel diambil dari tiap jenis kayu pada penampang tangensialnya. Selain itu, diperlukan contoh uji berukuran (2 x 2 x 2) cm sesuai standar ASTM D143 (2000) untuk pengukuran kerapatan kayu tiap-tiap bagian. Bahan sisa dari lempengan tersebut diatas, dapat digunakan untuk bahan penentuan komponen kimia kayu. Bahan terlebih dahulu dibuat chip kemudian digiling dengan menggunakan Willey mill berdasarkan bagian kayu (gubal dan teras), lalu disaring untuk menghasilkan serbuk yang lolos 40 mesh. X
a b
R
a
T
4 cm
4 cm
b
2 cm 2 cm Keterangan : (a) Jari-jari, (b) Riap tumbuh, (X) Penampang lintang, (R) Penampang radial, (T) Penampang tangensial.
Gambar 2. Contoh tiga dimensi untuk bahan pembuatan mikrotom 3.3.2. Pengujian Sifat Anatomi Kayu 3.3.2.1. Sifat Makroskopik Untuk pengamatan sifat makroskopik, lempengan diampelas pada bagian permukaannya hingga penampakan pada penampang melintang terlihat jelas.
19
Sifat-sifat makroskopik yang diamati dengan menggunakan mata telanjang atau loupe adalah pola lingkaran tumbuh, persentase kayu gubal-teras dan tekstur kayu. Dari pengamatan tersebut, kemudian digambar/difoto. Untuk menghitung persentase kayu gubal-teras dilakukan berdasarkan metode Dot Grid. Metode ini melakukan pengukuran perhitungan luas secara langsung dengan menggunakan milimeter blok dan kertas kalkir. Kertas kalkir diletakkan diatas penampang melintang kayu hingga tampak kayu gubal dan terasnya, kemudian dilakukan penggambaran sketsa batas kayu teras dan gubal pada kertas kalkir. Perhitungan luas kayu teras dan gubal dilakukan dengan cara menempelkan kertas kalkir dengan milimeter blok. Menghitung luas kayu teras dan gubal dilakukan dengan menghitung tiap kotak didalam milimeter blok, adapun yang luasnya lebih dari setengah kotak dianggap memiliki luas 1 cm, dan bila luasnya kurang dari setengah kotak dianggap memiliki lus nol (Brillianty dan Franswesti 2001). Menurut Anggraini (2005) ada ketentuan dalam menghitung luas kayu teras dengan menjumlahkan daerah kayu teras yang telah tergambar pada kertas milimeter blok yaitu : a. Apabila luasnya lebih dari 0,75 cm² maka dihitung 1 cm² b. Apabila luasnya 0,3 – 0,7 cm² dihitung 0,5 cm² c. Apabila luasnya kurang dari 0,3 cm² maka tidak dihitung Sehingga, perhitungan dapat dilakukan dengan rumus : Kayu teras (%) =
luas kayu teras
x 100 %
luas kayu secara keseluruhan Keterangan : kayu gubal = 100% - % kayu teras 3.3.2.2. Sifat Mikroskopik Dari contoh lempengan kayu setebal 5 cm dibuat sediaan mikrotom berukuran 2 cm arah radial, 2 cm arah tangensial dan 4 cm arah aksial pada kedua bagian yaitu gubal dan teras. a) Pembuatan slide maserasi Pembuatan slide maserasi untuk pengukuran dimensi sel dibuat dengan metode Forest Product Laboratory (FPL), dimana mikrotom dibuat potonganpotongan kecil seperti batang korek api.
20
Menurut Pandit dan Prihatini (2005), dalam pembuatan slide maserasi dengan metode Forest Product Laboratory (FPL), sebelumnya beberapa potong kayu kecil dimasukkan dalam tabung reaksi tertutup yang berisi campuran asam asetat glasial dan H2O2 (perbandingan 1:20) dipanaskan dalam pemanas dengan suhu 60°C selama 48 jam. Contoh dipindahkan ke dalam kertas penyaring dan dicuci dengan aquades sampai bebas asam (dengan kertas lakmus biru). Serat yang telah bebas asam dipindahkan ke dalam petri dish atau biasa juga menggunakan tabung film, lalu diberi zat pewarna safranin 2% sebanyak 2-3 tetes untuk mempermudahkan pengukuran. Untuk tujuan pembuatan dokumentasi diperlukan perendaman selama 6 sampai 8 jam agar zat warna meresap ke dalam serat. Serat yang sudah diberi warna kemudian dicuci dengan aquades, lalu dehidrasikan dengan alkohol 10%, 20%, 30%, 50%, 70%, 80%, 90%, dan alkohol absolut masing-masing selama 2 menit. Setelah itu diberi xylol sebagai pengganti alkohol. Setelah selesai, secepat mungkin pindahkan sayatan ke object glass kemudian segera dibubuhi canada balsam dan langsung ditutup dengan cover glass, lalu keringkan.
Keterangan gambar : A. panjang serat B. diameter lumen C. tebal dinding sel D. diameter sel
Gambar 3. Sel serabut/serat yang utuh Dalam pengukuran serat, pengukuran panjang serat dilakukan dari ujung ke ujung yang runcing, sedangkan pengukuran diameter serat yang ujungnya terbuka dan tidak runcing dalam hal ini dianggap tidak utuh sehingga tidak layak untuk diamati. Pengukuran serat dilakukan sebanyak 25 serat pada bagian kayu gubal (kayu dewasa), sehingga banyaknya contoh serat yang diukur adalah 25 serat untuk 10 lempengan sehingga total 250 serat.
21
Sifat-sifat mikroskopik lainnya yang diamati yaitu pembuluh atau pori, jarijari, dan parenkim. Sifat ini dapat dilihat dengan mikroskop dengan cara pembuatan slide mikrotom. b) Pembuatan slide mikrotom Contoh kayu berukuran (1,5 x 1,5 x 4) cm dalam tiga bidang orientasi dilunakkan dengan gliserin, pembuatan sayatan tipis dilakukan setebal 15-20 mikron dengan bantuan alat sliding microtome, dehidrasi sayatan dilakukan dengan alkohol bertingkat terakhir dengan xylene, pewarnaan dilakukan dengan safranin 2%. Mounting dilakukan dengan canada balsam (Pandit 2007). X
Keterangan gambar :
R
X : Sayatan penampang lintang
T
R : Sayatan penampang radial T : Sayatan penampang tangensial
Label
Gambar 4. Penyusunan sayatan pada gelas obyek 3.3.2.3. Sifat Ultrastruktur Kayu Sifat ultrastruktur yang akan diamati yaitu besaran sudut mikrofibril dan indeks kristalinitas dengan menggunakan alat X-Ray difraktometer di Litbang Kehutanan Bogor. Pengujian ultrastruktur kayu dilakukan dengan menggunakan difraktometer sinar–X. Difraktograf sinar-X merekam luas daerah kristalin dan amorph dalam bentuk diagram. 3.3.3. Pengujian Sifat Kimia Kayu 3.3.3.1. Kadar Holoselulosa Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui zat yang tertinggal setelah kayu bebas dari zat ekstraktif dan telah didelignifikasi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Browning (1967). Serbuk kayu bebas zat ekstraktif sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 500 ml, lalu ditambahkan 100 ml aquadest, 3 ml Hipoklorit dan 1 ml CH3COOH. Sampel dipanaskan dengan waterbath pada suhu 70-80 °C
22
selama 5 jam dimana pada setiap jam ditambahkan 3 ml Hipoklorit dan 0,2 ml CH3COOH. Setelah pemanasan selesai, sampel disaring dan dicuci dengan aquadest panas, lalu ditambahkan 50 ml etanol. Sampel holoselulosa dioven pada suhu 103 ± 2 °C lalu ditimbang sampai beratnya konstan. Kadar holoselulosa : % holoselulosa =
B 100% A
B = Berat holoselulosa (gram) A = Berat serbuk awal (gram) 3.3.3.2. Kadar Selulosa Penentuan kadar selulosa dilakukan dengan standar TAPPI T17 m-55. Serbuk bebas zat ekstraktif sebanyak 2,5 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer 300ml, lalu tambahkan 250 ml aquadest panas dan dipanaskan dalam waterbath bersuhu 80 °C selama 4 jam. Setelah pemanasan, sampel disaring serbuk dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Sampel yang telah dikering udarakan ditambahkan HNO3 3,5 % sebanyak 125 ml. Setelah itu sampel dipanaskan diatas waterbath suhu 80 °C selama 12 jam lalu disaring sampai bening dan dikering udarakan. Sampel ditempatkan dalam erlenmeyer 300 ml dan ditambahkan larutan campuran NaOH : Na2SO3 (20 gram : 20 gram dalam 1 liter) sebanyak 125 ml dan dipanaskan diatas waterbath suhu 50 °C selama 2 jam. Selanjutnya sampel disaring dengan kertas saring hingga filtrat tidak berwarna, lalu tambahkan 50 ml NaClO2 10 % dan dicuci dengan aquadest panas hingga berwarna putih. Sampel lalu dibilas dengan CH3COOH 10 % sebanyak 100 ml, kemudian dicuci hingga bebas asam dengan aquadest panas. Sampel dioven suhu 103±2 °C lalu ditimbang sampai berat konstan % selulosa =
B 100% A
B : Berat selulosa (gram) A : Berat serbuk awal (gram) 3.3.3.3. Kadar Hemiselulosa Pengukuran kadar hemiselulosa yang terkandung dalam kayu diperoleh dengan cara mengurangi kadar holoselulosa dengan kadar selulosanya, yaitu:
23
% hemiselulosa = holoselulosa (%) – selulosa (%) 3.3.3.4. Pengujian Kadar Lignin Penentuan kadar lignin dilakukan dengan metode modifikasi lignin klason (Dence 1992). Serbuk bebas zat ekstraktif sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran 50 ml, lalu ditambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4) 72 % secara perlahan sambil diaduk hingga serbuk terdispersi sempurna. Sampel disimpan pada suhu kamar selama 3 jam sambil diaduk sesekali. Kemudian sampel dipindahkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan diencerkan hingga konsentrasi asam sulfat 3% yaitu dengan penambahan air hingga total volume 381 ml. Larutan dipanaskan dalam autoclave selama 30 menit pada suhu 121°C. Setelah itu sampel disaring lalu dioven dan ditimbang. % Lignin =
B 100% A
B = Berat Lignin (gram) A = Berat serbuk awal (gram) 3.3.3.5. Kelarutan Kayu dalam Air Dingin Pengujian dilakukan dengan menggunakan TAPPI T207 om-88 dengan tujuan untuk melarutkan zat-zat ekstraktif seperti gula, gum, atau zat warna. Serbuk kayu sebanyak 2 gram, diekstrak 300 ml aquadest dingin dalam erlenmeyer 500 ml, selama 48 jam pada suhu kamar. Setelah itu serbuk disaring melalui kertas saring dan dicuci dengan air dingin. Pengeringan dilakukan pada oven bersuhu 103 ± 2 °C sampai beratnya konstan dan ditimbang. Kadar zat ekstraksi larut dalam air dingin : % kelarutan =
BKT A BKT E 100% BKT A
BKT A = Berat kering serbuk awal (gram) BKT E = Berat kering serbuk setelah ekstraksi (gram) 3.3.3.6. Kelarutan Kayu dalam Air Panas Pengujian dilakukan dengan menggunakan TAPPI T207 om-88, dengan tujuan untuk melarutkan zat-zat ekstraktif seperti gula, gum, atau zat warna dalam kayu dan pati. Serbuk kayu sebanyak 2 gram diekstrak dengan 100 ml aquadest
24
panas yang dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml. Sampel dipanaskan diatas waterbath pada suhu 80°C selama 3 jam, dan diaduk sesekali. Setelah reaksi, sampel disaring dan dicuci dengan aquadest panas hingga larutan bening. Pengeringan dilakukan pada oven bersuhu 103 ± 2 °C sampai beratnya konstan dan ditimbang. % kelarutan =
BKT A BKT E 100% BKT A
BKT A = Berat kering serbuk awal (gram) BKT E = Berat kering serbuk setelah ekstraksi (gram) 3.3.3.7. Kelarutan Kayu dalam Etanol-Benzene (1:2) Pengujian ini berkaitan dengan kadar zat-zat seperti lemak, resin dan komponen-komponen lain yang tidak terlarut dalam eter. Pengujian dilakukan dengan menggunakan TAPPI T204 om-88. Serbuk kayu sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam kertas saring yang dibuat seperti thimbel, yang telah diketahui beratnya. Thimbel dimasukkan kedalam soxhlet dan diekstraksi dengan 300 ml etanol-benzene (1:2) selama 6-8 jam. Setelah itu timbel dicuci dengan etanol, hingga larutan bening, dan dianginanginkan. Thimbel dioven pada suhu 103 ± 2 °C hingga beratnya konstan. Kadar zat ekstraksi larut dalam etanol benzene : % kelarutan =
BKT A BKT E 100% BKT A
BKT A = Berat kering serbuk awal (gram) BKT E = Berat kering serbuk setelah ekstraksi (gram) 3.3.3.8. Kelarutan Kayu dalam NaOH 1% Pengujian ini dimaksudkan untuk melarutkan zat-zat ekstraktif seperti tanin, gula, atau zat berwarna dalam kayu serta pati. Berdasarkan standar TAPPI T212 om-93, untuk mengukur kelarutan ini disediakan serbuk kayu sebanyak 2 gram yang diekstrak dengan 100 ml NaOH 1% pada suhu 100ºC selama 1 jam sambil diaduk pada setiap 5, 10, 15, dan 25 menit pertama. Selanjutnya sampel disaring, dicuci dengan aquades panas, hingga filtrat tidak berwarna. Sampel dibilas dengan 25 ml asam asetat (CH3COOH) 10% sebanyak 2 kali, dan dicuci dengan air panas
25
sampai bebas asam. Pengeringan dilakukan dengan oven bersuhu 103 ± 2 °C hingga beratnya konstan. Kadar zat ekstraktif larut dalam NaOH 1% : % kelarutan =
BKT A BKT E 100% BKT A
BKT A = Berat kering serbuk awal (gram) BKT E = Berat kering serbuk setelah ekstraksi (gram) 3.3.3.9. Kadar Abu Pengukuran kadar abu ini berdasarkan TAPPI T 211 om-93. Serbuk sebanyak 1 gram ditimbang (Bo) dalam cawan porselen yang sudah diketahui beratnya dan dioven pada suhu 103±2 °C sampai berat konstan. Kemudian sampel dimasukkan kedalam tanur bersuhu 600ºC selama 6 jam. Setelah itu keluarkan sampel dari tanur dan dinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu : % mineral =
B 100% A
B = Berat Abu (gram) A = Berat serbuk awal (gram) 3.4. Analisis Data Data yang dikumpulkan diperoleh berdasarkan hasil observasi sifat kimia dan sifat anatomi. Untuk mengetahui jenis kayu dan pengaruh komponen kimia berdasarkan bagian kayu dilakukan perancangan percobaan rancangan acak lengkap dua faktorial menggunakan sistem SAS (Statistical Analysis System), dengan faktor A adalah variasi jenis kayu dan faktor B adalah variasi bagian kayu (gubal dan teras). Ulangan yang dilakukan adalah dua kali. Model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya 2002) : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk
= nilai pengamatan pada ulangan ke- k yang disebabkan oleh taraf ke- i faktor α dan taraf ke- j faktor β
26
i
=jenis kayu (Pinus insularis, Pinus merkusii, sonokeling, mahoni, mangium, afrika)
j
= bagian kayu (gubal dan teras)
k
= ulangan 1dan 2
µ
= nilai rata-rata sebenarnya
α
= jenis kayu (faktor 1)
β
= bagian kayu (faktor 2)
αi
= pengaruh jenis kayu pada taraf ke-i
βj
= pengaruh bagian kayu pada taraf ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor α (jenis kayu) pada taraf ke- i (Pinus insularis, Pinus merkusii, sonokeling, mahoni, mangium, afrika) dan faktor β (bagian kayu) pada taraf ke- j (gubal dan teras)
εijk
= galat (kesalahan percobaan) Selain itu untuk mengetahui hubungan sifat akustik dengan komponen kimia
kayu, dilakukan analisis data dengan menggunakan persamaan regresi linier sederhana. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007. Persamaan regresi linier sederhana yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya 2002) : Y = α + βx + ε Keterangan : Y = nilai dugaan berupa sifat akustik kayu yang berupa kecepatan gelombang ultrasonik dan sound damping α = konstanta regresi β = slope atau koefisien regresi x = nilai peubah bebas berupa komponen kimia kayu yang terdiri dari selulosa, lignin, hemiselulosa, dan zat ekstraktif ε = galat percobaan