BAB III BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous feeding (72 jam) dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.
3.2
Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Ikan uji Ikan uji yang digunakan adalah larva lele dumbo berumur 0 hari (D-0) yang diperoleh dari hasil pemijahan indukan lele dumbo di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Jumlah larva yang digunakan sebanyak 1950 ekor dengan padat penebarannya 30 ekor per liter.
2.
Hormon Ovaprim merek syndel sebagai hormon perangsang untuk mempercepat proses ovulasi.
3.
NaCl untuk pengenceran sperma ikan.
4.
Aquades untuk pengenceran ovaprim.
5.
Lugol untuk pengawet sampel larva ikan.
6.
Amoniak tes kit untuk mengukur kadar NH3.
7.
Bulu ayam untuk mengaduk campuran sperma dan telur.
3.2.2 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah : 1.
Toples 3 L sebanyak 15 sebagai wadah percobaan.
2.
Bak fiber 1000 L, sebanyak 6 buah untuk penyimpanan wadah perlakuan.
16
17
3.
Bak fiber, sebagai tempat penetasan telur induk lele dumbo yang telah dibuahi.
4.
Aerator, selang aerasi dan batu aerasi untuk suplai oksigen di air.
5.
Heater, sebanyak 15 buah sebagai penstabilkan suhu air.
6.
Instalasi lampu,untuk memberikan pencahayaan pada larva.
7.
Termometer air raksa untuk mengukur suhu air.
8.
pH meter, untuk mengukur kadar pH air.
9.
DO meter untuk mengukur kadar oksigen terlarut dalam air.
10. Gelas ukur, ukuran 500 ml untuk mengukur volume air. 11. Mikroskop yang dilengkapi lensa mikrometer okuler, untuk mengukur volume kuning telur dan pertumbuhan panjang larva. 12. Gelas objek sebagai tempat untuk pengamatan larva. 13. Alat suntik dengan volume 1ml untuk menyuntikkan ovaprim kedalam tubuh ikan. 14. Pipet tetes sebagai alat untuk pengambilan dan penetesan lugol. 15. Sendok plastik untuk pengambilan larva. 16. Botol film, sebanyak 15 buah sebagai wadah sampel. 17. Jangka sorong, sebagai alat untuk mengukur panjang larva (postlarva) 18. Kamera digital untuk mendokumentasi kegiatan selama penelitian. 19. Alat tulis untuk mencatat kegiatan selama penelitian.
3.3
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari lima perlakuan dan tiga ulangan. Suhu perlakuan yang diberikan, yaitu: Perlakuan A : Suhu Ruang, dengan kisaran suhu 18 sampai 250C Perlakuan B : Pemberian suhu media pemeliharaan larva lele 260C Perlakuan C : Pemberian suhu media pemeliharaan larva lele 280C Perlakuan D : Pemberian suhu media pemeliharaan larva lele 300C Perlakuan E : Pemberian suhu media pemeliharaan larva lele 320C
18
Model percobaan Rancangan Acak Lengkap yang digunakan berdasarkan Gaspersz (1991) adalah: Yij = µ + τi + εij Keterangan: Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= nilai rata-rata umum
τi
= pengaruh dari perlakuan ke- i
εij = galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Tabel 1. Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sidik ragam DB JK KT Fh Perlakuan Galat Total 3.4
t-1 t(r-1) tr-1
JKP JKG JKT
KTP KTG -
F0,05
KTP/KTG -
Prosedur Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian 3.4.1.1 Persiapan wadah penelitian Persiapan yang dilakukan antara lain adalah wadah pemeliharaan yang digunakan disterilisasi menggunakan larutan kaporit 30 ppm, dibilas dengan menggunakan air, kemudian dikeringkan. wadah yang sudah kering diisi air sebanyak 2,5 L, selanjutnya di dalam wadah dipasang aerasi selama 1 hari. Wadah pemeliharaan yang telah disiapkan disusun berdasarkan perlakuan yang akan diberikan. Heater dipasang dan diatur sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan. 3.4.1.2 Persiapan bahan penelitian Persiapan bahan penelitian (pengadaan larva lele dumbo) adalah dengan memijahkan sepasang Induk lele dumbo yang telah matang gonad dengan umur 1,5-2 tahun yang diperoleh dari BPBAT Cijengkol Subang. Induk lele dipijahkan secara intensif dengan langkah-langkah sebagai berikut: Hormon Ovaprim dengan dosis 0,3 ml/ekor untuk disuntikan kepada induk betina. Teknik penyuntikan hormon pada induk betina dilakukan secara intra muscular (penyuntikan kedalam otot) pada bagian dorsal yaitu sesuai arah
19
jarum suntik dengan sudut 450 dari ekor bagian belakang, jarum suntik disuntikan sedalam 1,25-1,5 cm kedalam tubuh indukan. Setelah dilakukan penyuntikan maka induk betina distripping 12 jam kemudian dengan cara bagian perut diurut pelan kearah lubang genital sedangkan untuk induk jantan sperma didapatkan melalui proses pembedahan pada perut bagian atas ke arah kelamin induk jantan kemudian kantung sperma dengan menggunakan tangan. Kantung sperma yang telah diambil, kemudian di gunting kecil pada bagian pinggirnya dan sperma dikeluarkan melalui lubang-lubang kecil tersebut. Sperma yang telah dikeluarkan ditampung pada botol plastik, kemudian ditambahkan NaCl secukupnya. Telur dan sperma yang telah didapatkan kemudian dicampur dalam wadah dan diaduk menggunakan bulu ayam. Pada tahap inilah pembuahan telur oleh sperma terjadi. 30 menit setelah proses pembuahan, kemudian campuran telur dan sperma tersebut ditebar secara merata pada bak fiber yang sebelumnya telah diisi air dan telah diaerasi kuat selama 2 hari. Telur menetas 10-12 jam setelah pembuahan. Kemudian larva lele dumbo dimasukan kedalam wadah perlakuan dengan padat tebar 30 ekor per liter. 3.4.2 Pelaksanaan 3.4.2.1Pemeliharaan prolarva Larva lele yang baru menetas dari telur ditebar dengan kepadatan 30 ekor/L, dengan banyak penebaran larva pada tiap-tiap wadah sebanyak 60 ekor, selanjutnya dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan pengambilan 5 ekor larva dari masing-masing wadah perlakuan yang dimasukan pada botol film, selanjtunya sample diawetkan menggunakan lugol sebanyak 3 tetes. Larva yang telah diawetkan kemudian ditempatkan di bawah mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer pada lensa okuler, untuk diukur volume kuning telur dan panjang tubuh larva. Pengamatan pertama dilakukan pada saat penetasan dan kemudian dilanjutkan setiap 12 jam sekali. Pengamatan yang
20
dilakukan meliputi laju penyerapan kuning telur, laju pertumbuhan. Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan dengan menghitung secara manual (satu per satu) larva hidup, kemudian membandingkan jumlah larva pada awal dengan larva hidup diakhir pemeliharaan. 3.4.2.2 Pemeliharaan postlarva Larva lele yang telah melewati fase prolarva, selanjutnya dipelihara selama 2 minggu. Larva ikan diberi pakan Tubifex sp. dengan frekuensi setiap 4 jam. Jumlah pakan yang diberikan dengan menggunakan metode ad libitum (sekenyang-kenyangnya). Pada hari akhir pemeliharaan (postlarva) dilakukan pengamatan. Pengamatan yang dilakukan meliputi derajat kelangsungan hidup dan pertumbuhan panjang mutlak. Pertumbuhan panjang mutlak dilakukan dengan pengambilan 5 ekor larva dari masing-masing wadah pemeliharaan, selanjutnya panjang larva diukur menggunakan jangka sorong. Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan dengan menghitung secara manual (satu per satu) larva hidup, kemudian membandingkan jumlah larva pada awal dengan larva hidup diakhir pemeliharaan. 3.5
Pengamatan
3.5.1 Laju Penyerapan Kuning Telur Volume kuning telur dihitung menggunakan rumus Blaxter dan Hempel dalam Ardimas (2012): = Keterangan: V h L
= volume kuning telur (mm3) = diameter kuning telur memendek (mm) = diameter kuning telur memanjang (mm)
Laju penyerapan kuning telur dihitung dengan menggunakan rumus Kendall et al. (1984) dalam Sembiring (2011): =
Keterangan:
LKT lnVo lnVt t
= = = =
−
laju penyerapan kuning telur (mm3/jam) volume kuning telur awal (mm3) volume kuning telur akhir (mm3) waktu (jam)
21
3.5.2 Laju Pertumbuhan Panjang (Prolarva) Laju pertumbuhan (panjang) dihitung menggunakan rumus Huisman (1987) dalam Anggoro (2009): =
Keterangan: α Lt Lo t
−
= pertumbuhan panjang (mm) = panjang rata-rata ikan di akhir pemeliharaan (mm) = panjang rata-rata ikan di awal pemeliharaan (mm) = lama pemeliharaan (jam)
3.5.3 Efisiensi Pemanfaatan Kuning Telur Efisiensi pemanfaatan kuning telur dapat dihitung menggunakan rumus Blaxter (1968) dalam Anggoro (2009): =
Keterangan:
%
= efisiensi pemanfaatan kuning telur (%) = laju pertumbuhan (mm/jam) LKT = laju penyerapan kuning telur (mm3/jam)
3.5.4 Derajat Kelangsungan Hidup (Prolarva) Derajat kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie 1979): =
%
Keterangan: SR = kelangsungan hidup/ survival rate (%) Nt = jumlah larva ikan di akhir pemeliharaan (ekor) No = jumlah larva ikan di awal pemeliharaan (ekor) 3.5.5 Pertumbuhan Panjang Mutlak (Postlarva) Pertumbuhan panjang (Postlarva) dihitung menggunakan rumus Effendie (1979): P Lt L 0
Keterangan: P = pertumbuhan panjang (mm) L0 = panjang rata-rata ikan di awal pemeliharaan (mm) Lt = panjang rata-rata ikan di akhir pemeliharaan (mm)
22
3.5.6 Derajat Kelangsungan Hidup (Postlarva) Derajat kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus (Goddard 1996): =
%
Keterangan: SR = kelangsungan hidup/ survival rate (%) Nt = jumlah larva ikan di akhir pemeliharaan (ekor) No = jumlah larva ikan di awal pemeliharaan (ekor) 3.5.7 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur pada media penelitian meliputi Suhu, DO (Dissolved Oxygen), pH, TAN (Total Ammonia Nitrogen). Tabel 2. Pengukuran Kualitas Air
3.6
Paramete kualitas air
Satuan
Alat/metode pengukuran
Suhu
0
DO-meter dan Thermometer
DO
mg/L
DO-meter
pH
mg/L
pH-meter
TAN
mg/L
Ammonia Test kit
Analisis Data Data yang
telah
C
diperoleh
kemudian
ditabulasi
dan
dianalisis
menggunakan program MS. Excel 2007 dan SPSS 13.0, yang meliputi, analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayan 95%, digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju penyerapan kuning telur, laju pertumbuhan, efisiensi penyerapan kuning telur dan derajat kelangsungan hidup selama fase endogenous feeding serta pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan hidup selama exogenous feeding. Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju penyerapan kuning telur, laju pertumbuhan, efisiensi penyerapan kuning telur, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan hidup, untuk melihat perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Tukey pada selang kepercayaan 95%.