BAB II URAIAN TEORITIS
2.1
Kerangka Teori Menurut Kelinger, teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan
proposisi yang mengemukan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2005:6). Untuk itu, setiap penelitian memerlukan kerangka teori untuk memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut akan disoroti (Nawawi, 2001:39). Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah: 2.1.1
Model AIDDA Model AIDDA merupakan suatu pendekatan dalam kegiatan
persuasi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menumbuhkan perhatian komunikan. Wilbur Schramm manyatakan bahwa terdapat tiga elemen yang juga menentukan efektivitas komunikasi yaitu situasi di mana komunikan berada, keadaan kepribadian komunikan serta ikatan normanorma kelompok. Model ini juga biasa disebut sebagai A-A Procedure atau from Attention to Action. A-A procedure adalah proses pentahapan persuasi yang dimulai dari usaha menumbuhkan perhatian (attention) hingga pada akhirnya berusaha menggerakkan seseorang atau orang banyak agar berbuat (action) seperti yang komunikator harapkan (Roekomy, 1992:22). Komunikasi persuasif didahului dengan upaya membangkitkan perhatian (attention) komunikan. Hal tersebut dapat berupa kata-kata yang merangsang pendengaran komunikan, penampilan komunikator, atau raut wajah komunikator saat menyampaikan pesan. Disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest) pendengar. Upaya ini bisa berhasil apabila komunikator menyampaikan perihal yang menyangkut kepentingan komunikan. Oleh karena itu, komunikator harus mengenal terlebih dahulu siapa komunikan yang akan dihadapinya.
8 Universitas Sumatera Utara
9
Kemudian komunikator memunculkan hasrat (desire) komunikan untuk melakukan ajakan, bujukan/rayuan komunikator. Saat itu imbauan emosional perlu ditampilkan oleh komunikator, sehingga pada tahap berikutnya komunikan dapat mengambil keputusan (decision) untuk melakukan suatu kegiatan (action) sebagaimana diharapkan daripadanya (Effendi, 2004:25-26). AIDDA juga dikemukakan oleh Dorwin Cartwright yang mengemukakan empat prinsip dalam penyelenggaraan suatu kampaye persuasi terhadap massa (Roekomy, 1992:24). Cartwright menyatakan bahwa prinsip pertama, isi komunikasi hendaknya dilancarkan dengan membangkitnya emosi (emotional appeal). Kedua, isi komunikasi tersebut diusahakan agar dapat di terima sebagai salah satu bagian dari pendapat dan kepercayaannya. Ketiga, kegiatan (action) yang dianjurkan tersebut hendaklah di anggap komunikan sebagai salah satu jalan ke arah tercapainya suatu tujuan. Prinsip keempat, kegiatan persuasi tersebut benar-benar cukup terkontrol oleh motivasi, sikap dan opini dalam waktu yang tepat. Ian Harvey juga menyatakan dalam suatu kegiatan persuasi seorang persuader harus membiasakan diri berbicara dalam kata-kata yang dimengerti oleh orang banyak (Roekomy, 1992:25). Harvey menyatakan bahwa dalam mengadakan persuasi seseorang harus mengemukakan empat keharusan, yaitu: pertama, masalah harus dijelaskan sejelas mungkin; kedua, persuasi yang digunakan hendaknya intelektual; ketiga, bahasa yang dipergunakan hendaknya sesederhana mungkin sehingga dapat dipahami dengan mudah; keempat, pernyataan hendaknya di susun secara jelas dan di ulang berkali-kali. Graves dan Bowman mengemukakan delapan pendekatan yang sebaiknya diperhatikan seorang persuader dalam mencapai tujuan persuasi. Pertama, adanya penyesuaian gagasan yang hendak disampaikan oleh persuader dengan sikap yang dimiliki oleh komunikan. Kedua, persuader hendaknya dapat menumbuhkan keinginan komunikan karena komunikan selalu cenderung untuk mempercayai apa yang sudah dipercayainya.
Universitas Sumatera Utara
10
Ketiga, persuader hendaknya dapat menumbuhkan perhatian karena komunikan tidak akan mendengarkan atau membaca sesuatu yang menjemukan. Keempat, persuader hendaknya menjelaskan dan member keterangan sebaik mungkin karena komunikan yang kekurangan informasi (misinformation) atau bersikap masa bodoh dapat berubah menjadi orang yang berprasangka. Kelima, persuader hendaknya dapat menjadikan kenyataan dan alasan-alasan yang masuk akal dalam memperkuat sesuatu kesimpulan. Keenam, persuader hendaknya mampu menjawab tantangan serta penolakan karena komunikan yang perhatian serta pikirannya berlawanan dengan persuader akan mengabaikan permasalahan yang diajukan. Ketujuh, persuader hendaknya memikat hati pihak yang ragu-ragu, masa bodoh atau yang menentang sekalipun. Kedelapan, persuader hendaknya dapat menggerakkan komunikan untuk bersikap dan berbuat seperti yang diharapkan, manakala komunikan sudah terpengaruh dan meyakini hal-hal yang diajukan (Roekomy, 1992:26-27). 2.1.2
Komunikasi Persuasif Olson dan Zanna (1993) menjelaskan persuasi adalah perubahan
sikap akibat paparan informasi dari orang lain (Severin dan Tankard, 2005:177). Persuasif menurut Applbaum dan Anatol (Malik dan Iriantara, 1994:v) adalah proses komunikasi yang kompleks ketika individu atau kelompok mengungkapkan pesan (sengaja atau tidak sengaja) melalui cara-cara verbal dan nonverbal untuk memperoleh respons tertentu dari individu atau kelompok lain. Persuasi adalah kegiatan psikologis dalam usaha mempengaruhi pendapat, sikap dan tingkah laku sesorang atau orang banyak. Persuasi yang
dimaksudkan
komunikasi, menggunakan
yaitu
bukan
dengan
pernyataan
argumentasi
antar
serta
kekerasan
tetapi
berdasarkan
manusia
yang
semata-mata
alasan-alasan
psikologis
seperti
propaganda, publisitas, reklame, jurnalistik, public relations dan lain-lain. (Roekomy, 1992:2).
Universitas Sumatera Utara
11
Roekomy (1992) berpendapat bahwa ada empat faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan pernyataan antar manusia yang bertujuan mempengaruhi pendapat, sikap dan tingkah laku yaitu kebutuhan, keinginan (wants and desire), dorongan dasar (drive) dan motivasi. Roekomy mengumpamakan persuasi bagaikan sebuah kendaraan. Faktorfaktor kebutuhan, keinginan dan dorongan dasar merupakan motor atau katalisator yang menggerakkan kendaraan menaiki atau menuruni jalan melewati segala liku-likunya dengan peningkatan (eskalasi). Hal tersebut juga dapat menjadi penghambat kecepatan sesuai dengan intensitas faktor-faktor tersebut di atas, sedangkan motivasi adalah kemudi yang dikendalikan oleh seseorang yang ditujukan ke arah tercapainya sesuatu. Persuasi memerlukan serangkaian proses yang harus dicetuskan dari dalam orang yang hendak dipengaruhi, oleh karena tingkah laku ditentukan oleh pendapat, kepercayaan dan sikap yang sudah dimiliki oleh orang yang bersangkutan. Mempengaruhi tingkah laku seseorang atau orang banyak “dari luar” memerlukan cara-cara yang khusus dan kemampuan untuk menembus fakta-fakta pembatas intern (yang juga harus diperhatikan keberadaannya misalnya hal-hal yang bersifat rohaniah atau batiniah yang menentukan) yang bersembunyi “di dalam” manusia itu (Roekomy, 1992:3). Para ahli komunikasi menekankan bahwa persuasi adalah kegiatan psikologis. Penegasan ini dimaksudkan untuk membedakan persuasi dengan koersi. Persuasi dilakukan dengan halus yang mengandung sifatsifat manusiawi sedangkan koersi dilakukan dengan keras mengandung sanksi atau ancaman. Koersi dapat berupa perintah, instruksi, bahkan suap, pemerasan dan boikot. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengubah sikap. Akibat dari koersi adalah perubahan sikap dengan perasaan terpaksa yang menimbulkan rasa tidak senang bahkan benci. Persuasi memiliki akibat berupa kesadaran, kerelaan disertai perasaan senang.
Universitas Sumatera Utara
12
Malik dan Iriantara (1994:33-35) menyimpulkan komunikasi persuasi kedalam lima bagian, yaitu: pertama, persuasi adalah suatu proses komunikasi. Manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Dalam proses tersebut pesan yang diterima bukan berarti pesan yang dikirimkan, setiap pesan memiliki suatu aspek substantif dan interpersonal, suatu pesan yang sama banyaknya dengan suatu respons adalah suatu stimulus, dan persuasi tersebut terjadi melalui tahap-tahap itu yang tidak lebih kuat dibandingkan hubungannya yang paling lemah. Kedua, persuasi merupakan proses belajar. Sikap, kepercayaan dan nilai dipelajari dan untuk itu dapat tak dipelajari (belajar mungkin berlangsung melalui pengondisian atau melalui aktivitas pemrosesaninformasi yang lebih kompleks, belajar dari respons sikap yang diharapkan dipermudah ketika respons itu diberi ganjaran atau ketika yang dibujuk percaya bahwa ia akan diberi ganjaran), dan pada level tertentu, pesanpesan dipelajari ketika pesan itu di sandi (decoded); misalnya, ketika pesan itu diikuti atau dipahami. Penyandian tidak perlu menyebabkan perubahan sikap dan perubahan sikap tidak perlu menyebabkan perubahan perilaku. Ketiga, persuasi adalah suatu proses perseptual. Manusia adalah binatang pencari-makna yang memantau stimuli yang masuk. Apa yang manusia terima adalah suatu fungsi dari sejumlah faktor eksternal dan kebutuhan, keinginan, nilai, harapan mereka dan lain-lain. Di antara persepsi yang paling penting dimiliki orang adalah sifat-sifat yang menyebabkan mereka cenderung mengabaikan sifat layak dipercaya dari para pembujuk ketika mereka menyifati pesan-pesan mereka terhadap kasus-kasus
eksternal.
Mereka
juga
cenderung
menduga
sikap,
kepercayaan dan nilai melalui tindakan mereka ketika memiliki alas an untuk percaya bahwa tindakan tersebut bukan disebabkan kasus-kasus eksternal. Keempat, persuasi adalah suatu proses adaptif. Pesan-pesan dirancang untuk mengubah sikap terhadap proposisi-proposisi kebijakan yang mesti disesuaikan dengan tingkat reseptivitas khalayak (para penerima termasuk mereka yang memusuhi, di dalam ketidaksetujuan,
Universitas Sumatera Utara
13
“belum mengambil keputusan” atau on the fence termasuk orang yang apatis, tak mengetahui atau ambivalen, mereka yang setuju atau melakukan tindakan yang menyenangkan dan pada waktu yang bersamaan, para pembujuk mungkin berusaha mengurangi permusuhan, mengubahnya berdasarkan
ketidaksetujuan
memutuskan”
atau
sebagaimana
mengintensifkan
mereka
yang
komitmen-komitmen
“belum yang
menyenangkan). Kepercayaan dan nilai merupakan komponen afektif dan kognitif dari sikap, berturut-turut (Sebagian besar sikap merupakan fungsi gabungan dari kemungkinan-kemungkinan yang ditunjuk dari kepercayaan yang relevan dan dari perasaan yang dihasilkan oleh nilai-nilai yang relevan dan proposisi-proposisi kepercayaan dan nilai mendukung proposisi-proposisi kebijakan, tetapi para pembujuk memfokuskan pada pembelaan kepercayaan atau nilai tunggal di dalam upaya persuasi seseorang). Kelima, persuasi adalah suatu proses ketidakseimbangan dan penyeimbangan
kembali.
Manusia
berupaya
untuk
memelihara
keseimbangan psikologis atau konsistensi (unsur-unsur psikologis, yaitu: kognisi, evaluasi sumber dan proposisi yang dianjurkan serta nilai-nilai, satu sama lain mungkin seimbang, tidak seimbang atau tidak relevan satu sama lain; inkonsistensi di antara unsur-unsur psikologis mungkin logis atau psikologis; serta ketidakseimbangan seperti ketidakseimbangan sikapperilaku, ketidaksesuaian proposisi-sumber, ketidaksesuaian komponen sikap). Ketidakseimbangan psikologis tidak menyenangkan bagi individu. Dorongan untuk mereduksi ketidakseimbangan tidaklah otomatis. Setiap individu dapat menolerir level-level yang rendah dari ketidakseimbangan dan harus jika mereka ingin tumbuh dan berkembang. Dorongan untuk mereduksi ketidakseimbangan meningkat di dalam proposisi relatif terhadap jumlah dan pentingnya relasi-relasi yang tidak seimbang (versus seimbang) di antara kelompok-kelompok unsur psikologis.
Universitas Sumatera Utara
14
Ketidakseimbangan
mungkin
dikurangi
atau
diseimbangkan
kembali dengan berbagai cara, satu diantaranya adalah sikap atau perilaku perubahan berdasarkan tujuan yang diharapkan oleh komunikator (penyeimbangan kembali mungkin terjadi melalui perubahan-perubahan unsur psikologis, termasuk perubahan-perubahan yang diharapkan sebagaimana degorasi-degorasi sumber dan efek-efek “boomerang”; penyeimbangan kembali mungkin terjadi melalui berbagai bentuk pertarungan psikologis, misalnya pencarian informasi baru atau dukungan sosial; penyeimbangan kembali mungkin terjadi melalui berbagai bentuk pelarian psikologis, misalnya rasionalisasi). Pembujuk tidak hanya menciptakan ketidakseimbangan, ia juga mesti menutup diri dari bentukbentuk ketidakseimbangan kembali yang tidak diharapkan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi persuasif yang tujuannya merubah sikap yaitu: karakteristik sumber komunikasi (komunikator), karakteristik pesan, karakteristik audiens (komunikan). 1. Karakteristik Sumber (Komunikator) Ada tiga karakteristik sumber komunikasi (komunikator) yang mempengaruhi yaitu kredibilitas, daya tarik (likability) dan kekuasaan. Kredibilitas atau dipercaya (believability) dari komunikator tergantung terutama pada dua faktor yaitu keahlian (expertise) dan keterandalan (trustworthiness).
Keahlian
adalah
luasnya
pengetahuan
yang
kelihatan/tampak dimiliki komunikator, sedangkan keterandalan merujuk pada niat komunikator yang nampaknya tulus dan tidak memiliki keinginan untuk memperoleh sesuatu untuk kepentingan pribadinya yang berasal dari perubahan sikap audiens yang mungkin terjadi. Kedua, daya tarik komunikator berdasarkan pada beberapa faktor yaitu penampilan fisik, menyenangkan, disukai dan kesamaan dengan audiens. Ketiga, berkaitan dengan kekuasaan (power). Jika sumber komunikasi memiliki kekuasaan untuk memberikan ganjaran/imbalan atau menghukum kepada orang yang menjadi sasaran komunikasi
Universitas Sumatera Utara
15
(audiens), maka orang tersebut akan menyetujui dan dapat dipengaruhi adalah mungkin terjadi bahwa perubahan sikap yang karena terpaksa (compliance), lama kelamaan dapat menjadi terinternalisasi dan diterima secara pribadi. 2. Karakteristik Pesan Pesan yang disampaikan jika itu sesuai dengan pandangan atau nilai-nilai dari audiens akan cenderung lebih diterima. Namun adanya kesenjangan antara isi pesan yang disamnpaikan dengan pendapat audiens dapat pula menimbulkan perubahan sikap. Hal ini sesuai dengan teori disonansi kognitif, bahwa semakin besar kesenjangan, semakin besar tekanan potensial untuk berubah. Meskipun demikian, tekanan yang semakin kuat dengan semakin besarnya kesenjangan, tidak selalu menghasilkan lebih banyak perubahan. Ada dua faktor yang menyulitkan: (1) sejalan dengan semakin besarnya kesenjangan, komunikan (audiens) menemukan kesulitan yang semakin besar untuk mengubah sikap mereka guna menghilangkan kesenjangan; (2) kesenjangan yang terlalu besar juga cenderung menyebabkan individu meragukan kredibilitas sumber. Sehingga pada tingkat kesenjangan yang tinggi, tekanan cenderung menurun, yang biasanya disebabkan oleh adanya penghinaan terhadap sumber dan bukannya karena perubahan sikap. Dengan kata lain, penghinaan terhadap sumber merupakan mekanisme pemulihan konsistensi yang lebih umum dipilih daripada perubahan sikap. Namun kredibilitas yang semakin tinggi akan memperbesar kemungkinan keberhasilan komunikator untuk mengemukakan pandangan yang lebih senjang, karena mereka tidak akan mudah ditolak. Hasil penelitian selanjutnya menemukan bahwa ternyata lebih banyak perubahan pada tingkat kesenjangan menengah dibandingkan pada tingkat kesenjangan yang lebih tinggi. Tingkat kesenjangan optimal untuk sumber dengan kredibilitas tinggi. Misalnya hasil penelitian Sears (1999) menunjukkan bahwa sumber dengan kredibilitas tinggi hanya dapat menurunkan sikap subyek pada tingkat terbaik dari rata-rata delapan jam setiap malam sampai sekitar
Universitas Sumatera Utara
16
enam jam setiap malam. Jadi tingkat kredibilitas tidak mengubah dasar hubungan U terbalik antara kesenjangan dan perubahan sikap. 3. Karakteristik Audiens (Komunikan) Harga diri dan intelegensi berhubungan dengan perubahan sikap. Orang dengan harga diri tinggi pada umumnya sulit dipersuasi, karena mereka memiliki keyakinan dengan pendapat mereka. Evaluasi diri mereka yang tinggi membuat komunikator yang kredibel dipersepsi menjadi kurang kredibel dalam perbandingannya; orang yang memiliki harga diri tinggi mungkin berpikir mereka mengetahui sebanyak yang disampaikan oleh komunikator. Sedangkan subyek dengan harga diri rendah cenderung lebih mudah dipengaruhi, karena biasanya mereka memberikan penilaian yang rendah pada opininya sehingga tidak menghargai opininya sendiri, agak segan mempertahankannya dan kemungkinan besar akan mengubahnya bila dipersuasi. Brigham (1991) menyatakan orang yang intelegensinya tinggi lebih baik dalam memahami pesan yang kompleks tetapi mungkin kurang bersedia untuk menerima pengaruh pesan. Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh usia terhadap perubahan sikap setelah mendengar suatu pesan dari komunikator. Pada umumnya perubahan tertinggi pada subyek remaja akhir atau dewasa dini, dan semakin tua akan semakin sulit untuk berubah (Dayakisni & Hudaniah, 2003:115-119). Hovland, Janis dan Kelley (Baron & Byrne, 2004:138-142) juga mengemukakan hal yang serupa. Efektivitas komunikasi persuasif dilihat berdasarkan: 1. Karakteristik komunikator, berkaitan dengan komunikator yang kredibel, daya tarik komunikator serta kemampuan berbicara komunikator. 2. Karakteristik pesan, pesan yang disampaikan dapat merangsang emosi yang kuat pada pendengar, gangguan dalam penyampaian pesan serta berjalan melalui satu atau dua arah.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Karakteristik komunikan, yaitu komunikan yang lebih mudah dipersuasi jika mendapat dukungan dari orang sekitar mengenai pesan yang disampaikan. Rakhmat menjelaskan ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan tetapi juga keadaan dia sendiri. Berdasarkan tulisan Aristoteles, Rahkmat menyatakan bahwa terkadang siapa lebih penting dari apa. Komunikator tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Aristoteles menyebut karakter komunikator sebagai ethos. Dimensidimensi ethos tersebut adalah: 1. Kredibilitas Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang
kemampuan
komunikator
menyangkut
topik
yang
dibicarakan. Kepercayaan adalah kesan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Koehler, Annatol dan Applbaum menambahkan
empat
komponen,
yaitu:
dinamisme
(cara
komunikator berkomunikasi), sosiabilitas (kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul), koorientasi (kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang memiliki nilai-nilai yang
dimiliki
komunikan),
karisma
(sifat
yang
dimiliki
komunikator yang menarik dan dapat mengendalikan komunikan). 2. Atraksi Atraksi (attractiveness) berupa daya tarik komunikator secara penampilan fisik serta kesamaan yang dimiliki oleh komunikator dan komunikan. Kesamaan yang dimaksudkan oleh Rakhmat adalah penegasan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud dan nilai-nilai yang sehubungan dengan suatu persoalan.
Universitas Sumatera Utara
18
3. Kekuasaan Kekuasaan
menyebabkan
seorang
komunikator
dapat
“memaksakan” kehendaknya kepada orang lain karena ia memiliki sumber
daya
yang
sangat
penting.
Raven
(1974)
mengklasifikasikan kekuasaan ke dalam lima jenis yaitu kekuasaan koersif, kekuasaan keahlian, kekuasaan informasional, kekuasaan rujukan dan kekuasaan legal (Rahkmat, 2005:254-267). Rakhmat menyatakan bahwa penelitian persuasi mengalami pergeseran
dalam
penekanannya.
Awalnya
penelitian
persuasi
berusaha untuk menemukan imabauan yang menimbulkan perubahan skap atau perilaku, kemudian penelitian persuasi berusaha mencari faktor-faktor yang menerangkan penolakan atau penerimaan usaha untuk mengubah sikap. Rakhmat juga menyatakan bahwa penelitian tentang ethos atau kredibilitas sumber memperlihatkan penekanan pada kapasitas pengolahan informasi dari individu. Karakteristik atau dimensi kredibilitas sumber tersebut yang ditangkap oleh penafsir yang mengolah informasi (Rakhmat, 1986:220-222). Dalam melakukan komunikasi persuasi terdapat hambatanhambatan yang harus diperhatikan yaitu noise-factor (hambatan berupa suara-suara yang mengganggu komunikasi sehingga tidak dapat berjalan
sebagaimana
mestinya),
semantik
(hambatan
berupa
pemakaian kata atau istilah yang menimbulkan salah paham atau salah paham), faktor kepentingan atau interest yang membuat seseorang atau banyak orang selektif memberikan pengahayatan atau tanggapannya (bukan hanya mempengaruhi perhatian tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku), motivasi (pendorong yang membuat seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya) dan prasangka atau prejudice (hambatan yang membuat komunikan sudah merasa was-was dan menentang komunikator sebelum komunikasi di lakukan) (Roekomy, 1992:6-9).
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.3
Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal menurut Joseph A. Devito dalam
bukunya “The Interpersonal Communication Book” yaitu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (Fajar, 2009:78). Komunikasi antarpribadi menurut Littlejohn (1999) merupakan komunikasi antara individu-individu. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal, seperti suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan sebagainya (Surip, 2011:27). Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003:85). Fungsi
komunikasi
antarpribadi
adalah
berusaha
untuk
meningkatkan hubungan kemanusiaan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi, menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2007:60). Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri yang tetap, yaitu: komunikasi interpersonal adalah komunikasi secara verbal dan nonverbal; komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu termasuk perilaku spontan, perilaku menurut kebiasaan dan perilaku sadar; komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan hubungan; komunikasi interpersonal mengandungumpan interpersonal
balik,
berjalan
interaksi
menurut
dan
peraturan
koherensi;
komunikasi
tertentu;
komunikasi
Universitas Sumatera Utara
20
interpersonal adalah kegiatan yang aktif; komunikasi interpersonal saling mengubah (Hardjana, 2003:86-90). Liliweri
(1997)
menyebutkan
beberapa
ciri
komunikasi
antarpribadi, yaitu: arus pesan dua arah; konteks komunikasi adalah tatap muka; tingkat umpan balik yang tinggi; kemmapuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi; kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban; efek yang terjadi antara lain perubahan sikap (Surip, 2011:24). Adapun
karakteristik-karakteristik
efektivitas
komunikasi
interpersonal atau antar pribadi menurut Joseph A. Devito dilihat dari dua perspektif. Perspektif pertama adalah humanistis yang meliputi sifat-sifat: keterbukaan, yaitu kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita serta dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya. Sifat kedua adalah perilaku suportif. Jack R. Gibb menyebutkan tiga perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yaitu: deskriptif (suasana yang deskriptif
akan menimbulkan sikap suportif dibanding
dengan suasana yang evaluatif), spontanitas (orang yang spontan dalam berkomunikasi adalah orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya), dan provisionalisme (seseorang yang memiliki sifat berpikir terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain bila memang pendapatnya keliru). Ketiga adalah perilaku positif. Komunikasi antar pribadi akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap orang lain dan berbagai situasi komunikasi. Keempat adalah sifat empati. Empati adalah kemauan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Kelima adalah kesamaan. Hal ini mencakup dua hal, pertama kesamaan bidang pengalaman di antara para pelaku komunikasi. Kedua, kesamaan dalam percakapan di antara para pelaku komunikasi member pengertian
Universitas Sumatera Utara
21
bahwa dalam komunikasi antar pribadi harus ada kesamaan dalam hal mengirim dan menerima pesan. Aspek yang kedua adalah pragmatis yang meliputi sifat-sifat: bersikap yakin (komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila seseorang mempunyai keyakinan diri karena manusia yang mempunyai sifat ini akan bersikap luwes dan tenang baik secara verbal maupun nonverbal); kebersamaan (seseorang bisa meningkatkan efektivitas komunikasi antar pribadi dengan orang lain bila ia bisa membawa rasa kebersamaan karena manusia yang memiliki sifat ini akan memperhatikan dan merasakan kepentingan orang lain). Sikap kebersamaan ini dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Sifat selanjutnya adalah manajemen interaksi (seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak). Hal ini diperlihatkan dengan mengatur isi, kelancaran dan arah pembicaraan serta konsistensi. Sifat
selanjutnya
adalah
perilaku
ekspresif.
Perilaku
ekspresif
memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain. Sifat yang terakhir adalah orientasi pada orang lain. Kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan orang lain selama melakukan komunikasi
antar
pribadi.
Seringkali
dalam
berkomunikasi,
kita
berorientasi pada diri kita sendiri. Seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain untuk dapat mencapai komunikasi yang efektif (Fajar, 2009:84-86). Selanjutnya Fajar (2009) menyatakan komunikasi antar pribadi memiliki tahapan-tahapan yang meliputi: kontak (first impression) di awal pertemuan, berlanjut ke arah perkenalan, selanjutnya ke arah pertemanan, mengalami puncak hubungan (decline) dan terjadi perpecahan dalam hubungan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.4
Anak Berkelainan Perilaku (Tunalaras) Pemberian sebutan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
penderita mengalami problem intrapersonal dan atau interpersonal secara ekstrem (Hallahan & Kauffman, 1991) sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menyelaraskan perilakunya dengan norma umum yang berlaku di masyrakat. Dokumen SLB bagian E tahun 1977, menjelaskan tunalaras adalah pertama, anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah laku sehingga tidak atau kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat; kedua, anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku di masyarakat; ketiga, anak yang melakukan kejahatan (Efendi, 2006:142-143). Sedangkan Kauffman (1977) mengemukakan batasan mengenai anak-anak yang mengalami gangguan perilaku “sebagai anak yang secara nyata dan menahun merespon lingkungan tanpa ada kepuasan pribadi namun masih dapat diajarkan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan pribadinya. Anak tunalaras juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain (Somantri, 2006:139-140). Dengan kata lain tingkah lakunya menyusahkan orang lain. Somantri menyebutkan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya. Oleh karenanya, mereka tidak bisa dilayani layaknya seperti anak pada umunya.
Universitas Sumatera Utara
23
Secara garis besar, anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang mengalami gangguan emosi. William M. Cruickshank (1975) mengemukakan anak yang mengalami hambatan sosial diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu: 1. The semi-socialize child Anak yang termasuk kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial, tetapi terbatas pada lingkungan tertentu, misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan ini terjadi pada anak yang dating dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Di lingkungan sekolah, karena perilaku mereka sudah diarahkan oleh kelompoknya, maka seringkali menunjukkan perilaku memberontak karena tidak mau terikat oleh peraturan di luar kelompoknya. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya. 2. Children arrested at a primitive level or socialization Anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke arah sikap sosial dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perhatian dari orang tua, yang berakibat pada perilaku anak kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah. 3. Children with minimum socialization capacity Anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk
belajar
sikap-sikap
sosial.
Ini
disebabkan
oleh
pembawaan atau kelainan atau anak tidak pernah mengenal
Universitas Sumatera Utara
24
hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois. Demikian pula anak yang mengalami ganggguan emosi. Anakanak ini mengalami kesulitan adalam menyesuaikan tingkah laku dengan lingkungan sosialnya karena ada tekanan-tekanan dari dalam dirinya. Adapun anak yang mengalami gangguan emosi diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Neurotic Behavior (Perilaku Neurotik) Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain, akan tetapi mereka mempunyai permasalahan pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan marah, cemas dan agresif, serta rasa bersalah disamping juga kadang-kadang mereka melakukan tindakan lain seperti yang dilakukan oleh anak unsocialized (mencuri, bermusuhan). Anak pada kelompok ini dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh keadaan atau sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat. 2. Children with Psychotic Processes Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya: minuman keras dan obat-obatan. Oleh karena itulah usaha penanggulangannya lebih sulit karena anak tidak dapat berkomunikasi, sehingga layanan pendidikan
Universitas Sumatera Utara
25
harus disesuaikan dengan kemajuan terapi dan dilakukan pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Pada kelompok neurotik, anak mengalami gangguan yang sifatnya fungsional. Sedangkan pada kelompok psikotis disamping mengalami gangguan fungsional, anak juga mengalami gangguan yang sifatnya organis. Oleh karena itu, anak-anak yang termasuk kelompok psikotis kadang-kadang memerlukan perawatan medis (Somantri, 2006:141-143). Patton
(1991)
mengklasifikasikan
penyebab
terjadinya
ketunalarasan menjadi dua, yaitu faktor penyebab bersifat internal dan faktor penyebab yang bersifat eksternal. Faktor penyebab yang bersifat internal adalah faktor-faktor yang langsung berkaitan dengan kondisi individu itu sendiri, seperti keturunan, kondisi fisik, dan psikisnya. Sedangkan faktor penyebab eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu terutama lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah (Efendi, 2006:148-151). Lebih lanjut Patton menjelaskan bahwa ciri-ciri yang menonjol pada kepribadian anak tunalaras, antara lain kurang percaya diri, menunjukkan sikap curiga terhadap orang lain, rendah diri, dan sebaliknya menunjukkan sikap permusuhan terhadap lingkungan atau otorita, mengisolasi diri, kecemasan yang berlebihan, tidak memiliki ketenangan jiwa, sering melakukan perkelahian atau bentrokan. 2.1.5
Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif (Agustiani, 2006:28). Jahja mengemukakan makna remaja sebagai fase dimana segmen perkembangan individu sangatlah penting, diawali dengan matangnya organ fisik (seksual) hingga matangnya psikologi. Masa remaja meliputi:
Universitas Sumatera Utara
26
remaja awal (11-15 tahun), remaja madya (16-18 tahun) dan remaja akhir (19-22 tahun). Masa praremaja biasanya berlangsung singkat dan ditandai dengan sifat-sifat negatif. Masa remaja madya ditandai dengan mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja. Masa remaja akhir ditandai dengan kemampuan menentukan pendirian hidup (2011:219-242). Lebih
lanjut
Jahja
menyatakan
ciri-ciri
remaja
meliputi
peningkatan emosional yang terjadi secara cepat, perubahan yang sangat cepat secara fisik yang disertai kematangan seksual, perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain, perubahan nilai (dimana pada masa kanak-kanak dianggap tidak penting menjadi penting karena telah mendekati dewasa) dan adanya sikap ambivalen (satu sisi remaja menginginkan kebebasan tetapi takut mengambil tanggung jawab dan meragukan kemampuan mereka sendiri). Menurut Spear (2000), ada tiga masalah yang cenderung muncul pada masa remaja dibandingkan pada masa kanak-kanak atau dewasa, yaitu konflik dengan orang tua, suasana hati yang berubah-ubah (mood swings) dan tindakan berisiko. Teman sebaya memegang peranan paling penting karena mereka mewakili nilai dan gaya generasi yang termasuk dalam kelompok usia remaja tersebut, yakni generasi di mana remaja akan berbagi pengalaman sebagai orang dewasa nantinya (Wade & Tavris, 2007:268). Selanjutnya Wade dan Tavris (2007:281) menyimpulkan masa remaja sebagai berikut: masa remaja diawali dengan perubahan fisik saat pubertas. Anak laki-laki dan anak perempuan yang memasuki pubertas lebih awal cenderung memiliki kesulitan untuk menyesuaikan diri di tahapan berikutnya dibandingkan dengan mereka yang memasuki pubertas terlambat dibandingkan anak-anak pada umumnya. Otak remaja mengalami pemangkasan sinapsis besar-besaran terutama di bagian prefrontal cortex dan sistem limbri, dan juga myelinization,
yang
meningkatkan
efisiensi
transmisi
saraf
dan
menguatkan hubungan antara dua bagian otak ini. Perubahan neurologis
Universitas Sumatera Utara
27
ini mungkin belum selesai sampai usia seseorang menginjak usia 20 tahun awal, yang mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa emosi kuat dalam masa remaja seringkali membuat remaja tidak dapat mengambil keputusan secara rasional dan mengapa remaja berperilaku lebih impulsif dibandingkan dengan orang dewasa. Bukti ini mungkin memiliki implikasi penting bagi penanganan remaja oleh pihak berwajib saat mereka melakukan tindakan kejahatan. Kebanyakan
remaja
tidak
mengalami
gejolak
emosional,
kemarahan, atau pemberontakan yang ekstrem, tidak membenci orang tua mereka dan tidak menderita karena rendahnya harga diri. Namun, konflik dengan orang tua, mood swing dan depresi serta perilaku sembrono memang meningkat pada masa remaja. Teman sebaya berperan sangat penting. Anak laki-laki cenderung untuk mengekspresikan masalah emosional mereka dalam bentuk agresivitas dan perilaku antisosial lainnya; anak perempuan cenderung untuk menginternalisasi masalah mereka dan menjadi depresi atau mengembangkan gangguan makan. 2.1.6
Prestasi Belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya (Slameto, 2013:2). Pengertian belajar secara lebih mendalam yaitu, merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, perubahan tersebut terjadi melalui pengalaman atau latihan, perubahan tersebut harus relatif mantap (merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang) dan tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kehidupan baik secara fisik maupun psikis, seperti: perubahan
dalam
pengertian,
pemecahan
suatu
masalah/berpikir,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap (Purwanto, 2013:85).
Universitas Sumatera Utara
28
Pada kenyataannya proses belajar dan hasil belajar atau prestasi belajar tidak dapat dipisahkan. Winkel menyatakan prestasi (performance) menampakkan hasil belajar. Hasil belajar seseorang tidak langsung terlihat, tanpa seseorang tersebut melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Kemampuan yang dimaksudkan oleh Winkel adalah kemampuan kognitif yang meliputi pengetahuan dan pemahaman; kemampuan sensorik-motorik yang meliputi ketampilan melakukan rangkaian gerak-gerik badan dalam urutan tertentu; kemampuan dinamik-afektif yang meliputi sikap dan nilai, yang meresapi perilaku dan tindakan. Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan ini bersifat relatif konstan dan berbekas. Perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh. Hasil belajar dapat berupa hasil yang utama; dapat juga berupa hasil sebagai efek sampingan. Proses belajar dapat berlangsung dengan penuh kesadaran, dapat juga tidak (Winkel, 1996:51-55). Pengertian belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:895) adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hal itu, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah. b. Prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi. c. Prestasi belajar siswa dibuktikan dengan ditujukkan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas
Universitas Sumatera Utara
29
siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya (Tu’u, 2004:75). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar: 1. Faktor luar, terdiri dari lingkungan (alam dan sosial) dan instrumental (kurikulum/bahan pembelajaran, guru/pengajar, sarana dan fasilitas, administrasi/manajemen). 2. Faktor dalam, terdiri dari fisiologi (kondisi fisik dan kondisi panca indera) dan psikologi (bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif) (Purwanto, 2013:107). Pada awalnya, Gagne mengklasifikasikan jenis-jenis belajar ke dalam sistematika yang dikenal dengan “Delapan Tipe Belajar”. Sistematika ini memusatkan perhatian pada hasil belajar yang diperoleh, bukan pada proses belajar yang yang dilalui untuk sampai pada hasil belajar tersebut. Sistematika ini memuat tahapan belajar mulai dari belajar sinyal, belajar perangsang-reaksi dengan mendapatkan penguatan, belajar membentuk rangkaian gerak-gerik, belajar asosiasi, belajar diskriminasi yang jamak, belajar konsep, belajar kaidah dan belajar memecahkan masalah (Winkel, 1996:90-97). Gagne kemudian mengganti sistematika ini dengan sistematika lain yang hanya mengenal lima jenis belajar. Hasil belajar yang diperoleh masih menjadi pusat perhatian, tetapi hasil itu di pandang sebagai kemampuan internal (capability) seseorang. Aspek proses belajar, perhatian khusus yang diberikan pada syarat yang harus dipenuhi pelajar supaya proses belajar dapat berhasil (internal condition), dan pada syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam lingkungan di mana proses belajar berlangsung agar benar-benar efisien (external condition) merupakan halhal yang ditinjau dalam “Lima Jenis Belajar” tersebut.
Universitas Sumatera Utara
30
Dalam
sistematika
“Lima
Jenis
Belajar”,
Gagne
tidak
menyusunnya secara hierarkis, di mana jenis belajar yang satu menjadi landasan bagi jenis belajar yang lain. Kelima kategori hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne adalah (Winkel, 1996:97-105): 1. Informasi verbal (verbal information), kemampuan seseorang untuk menuangkan pengetahuannya ke dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan dengan orang lain. 2. Kemahiran
intelektual
(intellectual
skill),
kemampuan
berhubungan dengan lingkungan dan diri sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan lambang/simbol. Kemahiran
intelektual
ini
terbagi
lagi
ke
dalam
empat
subkemampuan yaitu: •
Diskriminasi jamak (multiple discrimination), kemampuan membedakan suatu obyek dengan obyek lainnya dengan cara mengamati. Selama mengamati, dibentuk berbagai persepsi atau hasil mental dari pengamatan.
•
Pengertian (concept), kemampuan memberikan satuan arti mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri sama. Orang yang memiliki konsep akan mampu menempatkan obyek ke dalam golongan tertentu (kalsifikasi).
•
Kaidah (rule), kemampuan menggabungkan dua konsep atau lebih yang dapat menghasilkan suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan atau penguasaan beberapa konsep yang relevan.
•
Prinsip (higher-order rule), kemampuan menggabungkan beberapa kaidah yang dapat dijadikan prinsip pemecahan masalah.
3. Pengaturan kegiatan kognitif (cognitive strategy), kemampuan seseorang mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya. Pengaturan kegiatan kognitif mencakup penggunaan beberapa konsep dan kaidah yang sudah dimiliki terutama saat menghadapi
Universitas Sumatera Utara
31
suatu masalah. Orang yang memiliki kemampuan ini akan dapat belajar secara efisien dan efektif. 4. Keterampilan motorik (motor skill), kemampuan untuk melakukan suatu gerak-gerik jasmani secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme yaitu rangkaian gerakgerik berlangsung teratur dan berjalan dengan lancar dan supel. 5. Sikap (attitude), kemampuan mengambil tindakan terutama saat kemungkinan untuk bertindak sedang terbuka. 2.2
Kerangka Konsep Konsep atau variabel merupakan abstraksi dari gejala atau fenomena yang
akan diteliti (Adi, 2004:27). Kerangka konsep merupakan abstraksi tentang fenomena sosial yang dirumuskan melalui generalisasi dari sejumlah karakteristik peristiwa atau keadaan fenomena sosial tertentu. Konsep di bentuk melalui proses abstraksi, yaitu proses menarik intisari dari ide-ide dan gambar tentang fenomena sosial (Silalahi, 2009:112). Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel terikat (Idrus, 2009:79). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi persuasif pengajar di SLB-E Pembina Medan. 2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat atau dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Idrus, 2009:79). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar anak didik SMP di SLBE Pembina Medan.
Universitas Sumatera Utara
32
2.2.1. Model Teoritis Berdasarkan variabel-variabel penelitian dalam kerangka konsep di atas, maka model teoritis dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Model Teoritis
Variabel Bebas (X)
Variabel Terikat (Y)
Komunikasi Persuasif
Prestasi Belajar
Karakteristik Responden
Universitas Sumatera Utara
33
2.3
Variabel Penelitian Variabel adalah satu konsep atau konstruk yang memiliki variasi (dua atau lebih) nilai. Nilai yang melekat dalam variabel dapat
berupa angka dan kategori (Silalhi, 2009:114-117). Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan maka di buat variabel penelitian sebagai berikut: Tabel 2.1 Variabel Penelitian Variabel Teoritis Variabel Bebas (X)
Variabel Operasional a. Kredibilitas
Komunikasi Persuasif: Kegiatan
komunikator
psikologis
dalam
Pertanyaan
Teknik Skor
a. Seperangkat persepsi komunikan
Skala Likert
tentang
sifat-sifat
usaha
komunikator. •
mempengaruhi
Descriptor
Keahlian
•
Kesan
7. Apakah guru menjelaskan yang
pelajaran
sesuai
dengan
pendapat, sikap dan
terlihat mengenai
materi yang sedang Anda
tingkah laku seseorang
luasnya
pelajari?
atau
pengetahuan
orang
banyak
(Roekomy, 1992:2).
komunikator.
8. Apakah
Anda
mengerti
pelajaran yang diberikan oleh guru di kelas?
•
Kepercayaan
•
Kesan jujur yang
9. Apakah Anda menanyakan
8 Universitas Sumatera Utara
34
terlihat
ketika
kepada guru di kelas tentang
komunikator
pelajaran yang tidak Anda
menyampaikan
pahami? 10. Apakah guru Anda pernah
pesan.
menjawab tidak tahu ketika Anda
bertanya
tentang
yang
sedang
pelajaran
dijelaskan di kelas? •
Dinamisme
•
11. Apakah
Cara
guru
komunikator
dengan
berkomunikasi
menjelaskan
misalnya intonasi
kelas?
suara, berbicara
tempo atau
12. Apakah
cepat
berbicara ketika
pelajaran
Anda
di
dapat
mendengar dengan jelas apa
kejelasan
yang dikatakan oleh guru di
mengucapkan
kelas?
kata-kata. •
Sosiabilitas
•
Kesan
13. Apakah guru Anda pernah
Universitas Sumatera Utara
35
komunikan
mengajar dengan wajah yang
tentang
sedih atau marah?
komunikator sebagai
14. Apakah pernah guru Anda
orang
menyapa Anda ketika sedang
yang periang dan
berada di luar lingkungan
senang bergaul.
sekolah (misalnya bertemu di dalam angkutan umum)?
•
Koorientasi
•
15. Apakah guru Anda datang
Kesan
tepat waktu?
komunikan
16. Apakah guru Anda orang
tentang
yang menyenangkan?
komunikator sebagai
orang
yang menyenangkan karena memiliki nilai-nilai
yang
sama dengannya. •
Karisma
•
Sifat
17. Apakah guru Anda dapat
Universitas Sumatera Utara
36
komunikator
menenangkan keadaan kelas
yang
ketika terjadi kericuhan pada
menarik
dan
dapat
mengendalikan komunikan.
saat menjelaskan? 18. Apakah
Anda
memperhatikan
dan
mendengarkan ketika guru sedang menjelaskan di kelas? b. Daya tarik komunikator
•
Penampilan fisik
b. Penampilan komunikator
yang
terlihat
oleh
19. Apakah
guru
memperhatikan
komunikan
penampilannya
•
masuk
Penampilan tubuh
yang
menarik perhatian komunikan.
Anda
ke
sebelum dalam
kelas
(misalnya merapikan pakaian atau rambut)? 20. Apakah
penampilan
guru
Anda mempengaruhi suasana hati Anda untuk mengikuti pelajaran di kelas?
•
Kesamaan
•
Persamaan yang
21. Apakah
guru
Anda
Universitas Sumatera Utara
37
dimiliki
mengingatkan Anda untuk
komunikator dan
mengerjakan
komunikan
rumah (PR)?
dalam
hal
22. Apakah
pekerjaan
guru
Anda
kepercayaan,
mengingatkan Anda untuk
sikap,
menghormati
dan
maksud nilai-nilai
semua
guru
dan karyawan di sekolah?
sehubungan dengan suatu hal. c. Kekuasaan yang
c. Kekuatan
dimiliki
dimiliki
komunikator
komunikator dapat
yang oleh untuk
memaksakan
kehendaknya kepada
23. Apakah
guru
Anda
memberikan hukuman ketika Anda
melakukan
pelanggaran di sekolah? 24. Apakah
guru
Anda
dapat
memberikan ganjaran ketika
berupa ganjaran atau
Anda melakukan tugas Anda
hukuman.
(mengerjakan
komunikan,
membuang tempatnya,
PR, sampah
pada
memperoleh
Universitas Sumatera Utara
38
kejuaraan)? Variabel Terikat (Y)
a. Belajar di bidang
Prestasi Belajar: Suatu mental/psikis, berlangsung
kognitif
a. Pembelajaran mental yang
setidaknya
aktivitas
mencakup
aktivitas
yang
mengingat
dan
dalam
interaksi aktif dengan
berpikir. •
Informasi
verbal
•
25. Apakah
Kemampuan
Anda
dapat
bahasa
asing
lingkungan,
(Verbal
untuk
berbicara
menghasilkan
information)
mengungkapkan
(misalnya bahasa Inggris)?
perubahan
dalam
26. Apakah
pengetahuan
pengetahuan-
dalam
pemahaman,
bahasa, lisan dan
keterampilan
dan
nilai-sikap. Perubahan itu
bersifat
relatif
konstan dan berbekas (Winkel, 1996:53).
bentuk
Anda
mengungkapkan
dapat pendapat
dengan baik?
tertulis. •
Kemahiran
•
Kemampuan 27. Apakah
Anda
dapat
intelektual
untuk
(Intellectual skill)
berhubungan
membuat garis besar untuk
dengan
setiap pelajaran yang sudah
lingkungan
dan
Anda ikuti? 28. Apakah
Anda
dapat
Universitas Sumatera Utara
39
diri sendiri yang
menyelesaikan
direpresentasikan
diberikan oleh guru di kelas?
dalam
soal
yang
bentuk
konsep
dan
berbagai lambang/simbol. •
•
Pengaturan kegiatan
kognitif
dan
mengarahkan
strategy)
aktivitas mental
b. Belajar di bidang sensorik-motorik
mengulang
yang sudah Anda terima di sekolah?
(Cognitive
terutama
Anda
kembali di rumah pelajaran
Kemampuan mengatur
29. Apakah
bila
30. Apakah
Anda
mampu
menerima setiap pelajaran
menghadapi
yang diberikan oleh guru di
suatu problem.
kelas?
b. Pembelajaran dalam menghadapi dan
menangani
obyek-obyek secara fisik
mencakup
aktivitas mengamati
Universitas Sumatera Utara
40
(sensorik) maupun bergerak
dan
menggerakkan (motorik). •
Keterampilan motorik skill)
(Motor
•
31. Apakah
Anda
dapat
Kemampuan
mengoperasikan
merangkai
atau alat portable sejenis
gerakan
secara
teratur
dan
berjalan dengan lancar
tanpa
dibutuhkan banyak
komputer
(misalnya laptop, projector, smartphone)? 32. Apakah
Anda
dapat
melakukan gerakan senam lantai dengan baik?
refleksi
tentang apa yang harus dilakukan dan
mengapa
harus mengikuti urutan
gerakan
tertentu.
Universitas Sumatera Utara
41
c. Belajar di bidang dinamik-afektif
c. Pembelajaran berkehendak
dan
berkemauan secara wajar, menghayati nilai
dari
suatu
obyek
dan
mengungkapkan perasaan bentuk
dalam ekspresi
yang wajar. •
Sikap (Attitude)
•
33. Apakah Anda memiliki dan
Kemampuan
mengikuti jam belajar secara
internal
teratur di rumah?
untuk
34. Apakah
mengambil tindakan
Karakteristik
a. Jenis kelamin
Responden
atau
untuk
memperbaiki
pilihan.
yang kurang bagus?
a. Jenis
kelamin
b. Tingkatan
memiliki
keinginan
menentukan
responden. b. Usia
Anda
nilai
Anda
1. Laki-laki atau Perempuan. 2. 11-12, 13-14, 15-16, di atas
umur
16 tahun.
Universitas Sumatera Utara
42
responden. c. Suku
c. Daerah
3. Batak, asal
(keturunan) responden. d. Pendidikan orangtua
e. Pekerjaan orangtua
f. Penghasilan orangtua
d. Jenjang pendidikan
4. SD, SMP, SMA, Akademi/ Sarjana. 5. Pegawai Swasta,
responden.
Lainnya.
pencaharian
Melayu,
Lainnya.
orangtua/wali
e. Mata
Jawa,
Negeri,
Pegawai
Wiraswasta,
6. Di bawah Rp. 500.000 per
orangtua/wali
bulan, Rp. 500.000 - Rp
responden.
1.000.000 per bulan, Rp.
f. Penghasilan
1.000.001 – Rp. 1.500.000
orangtua/wali
per bulan, Rp. 1.500.001 – di
responden.
atas Rp. 2.000.000 per bulan.
Universitas Sumatera Utara
43
2.4
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono, 2008:96). Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang akan dilakukan (Bungin, 2001:90). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: Ho: Tidak terdapat hubungan antara komunikasi persuasif yang dilakukan pengajar terhadap prestasi belajar anak didik SMP di SLB-E Negeri Pembina Medan. Ha: Terdapat hubungan antara komunikasi persuasif yang dilakukan pengajar terhadap prestasi belajar anak didik SMP di SLB-E Negeri Pembina Medan.
Universitas Sumatera Utara