BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang persepsi konsumen sudah pernah dilakukan, dintaranya Widyastuti (2006) dengan judul “Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Bauran Pemasaran Pada Restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) Cabang Helvetia Medan”. Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen yang mengunjungi KFC yang secara kebetulan bertemu digunakan sebagai responden (sampel aksidental) dengan menelitri sebanyak 100 orang. Metode pengumpilulan data menggunakan kuisioner. Teknik analisis data menggunakan analisi deskriptif dan rata-rata hitung (mean score). Hasil penelitian diperoleh bahwea variabel produk dengan indikator kualitas produk merupakan satu-satunya indikator yuang memiliki persepsi konsumen yangb “Sangat Baik” yakni sebesar 4,31, sedangkan indikator lainnya hanya memiliki persepsi konsumen yang “Baik”. Secara umum responden memiliki persepsi yang positif terhadap bauran pemasaran KFC Cabang Helvetia Medan. Ritonga (2007) dengan judul “Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Brand Equity Nokia dan Sony Ericsson (Studi Kasus pada Mahasiswa/I Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara)”. Teknik analisis data menggunakan rata-rata hitung (mean aritmathic). Hasil penelitian diperoleh dimensi brand equity Nokia memiliki nilai yang lebih positif. Dimensi brand equity Nokia berupa brand awareness, brand association, dan brand royalty mendapat persepsi yang sangat baik, sedangkan dimensi brand equity Sony Ericsson hanya berupa brand awareness, dan brand royalty mendapat persepsi yang sangat baik.
B. Pemasaran Pemasaran merupakan faktor yang penting dalam siklus yang bermula dan berakhir dengan kebutuhan konsumen. Berhasil tidaknya dengan pencapaian tujuan bisnis bergantung pada keahlian mereka di bidang pemasaran. Selain itu juga tergantung pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi tersebut agar dapat berjalan lancar. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:9) pemasaran adalah proses sosial dan manajerial pribadi atau organisasi memeperoleh yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan nilai yang baik. Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler dan Killer (2007:6) menawarkan defenisi formal berikut : pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Saat berhadapan dengan proses pertukaran, harus ada sejumlah besar pekerjaan dan keterampilan. Manajemen pemasaran terjadi bila sekurang-kurangnya satu pihak pada pertukaran potensial berfikir tentang makna dari pencapaian tanggapan yang diinginkan dari pihak lain. Ada beberapa konsep yang perlu diperhatikan,yaitu : 1.
Kebutuhan adalah suatu keadaan ketika dirasakannya ketidakpuasan dasar tertentu yang sifatnya ada dan terletak dalam tubuh dan kondisi manusia.
2.
Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendalam tadi.
3.
Permintaan adalah keinginan terhadap produk-produk tertentu yang didukung oleh suatu kemampuan dan kemauan untuk membelinya. Keinginan akan menjadi perrmintaan jika didukung oleh kekuatan membeli.
4.
Produk adalah sesuatu yang didapat ditawarkan kepada seseorang untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan. Produk dapat berupa barang, jasa, maupun ide-ide. Istilah lain yang sering digunakan untuk produk adalah penawaran atau solusi.
5.
Nilai adalah estimasi konsumen terhadap kapasitas produk secara keseluruhan untuk memuaskan kebutuhannya. Berdasarkan defenisi-defenisi di atas dapat dikemukakan bahwa pemasaran adalah proses yang melibatkan analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang mencakup barang dan jasa, dan gagasan yang tergantung pada pertukaran dan dengan tujuan untuk menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat di mana tugas pemasaran dalam pasar pelanggan secara formal dilaksanakan oleh manajer penjualan, wiraniaga, manajer iklan dan promosi, manajer produk dan merek, manajer pasar dan industri yang setiap bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab yang jelas sehingga masing-masing bagian dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. Konsep pemasaran adalah kegiatan terorganisasi yang dilakukan perusahaan atau organisasi yang terorientasi pada penciptaan suatu pemuasan bagi konsumen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena persaingan yang semakin ketat, perusahaan yang hanya berorientasi pada usaha pemasaran yang berhubungan dengan produk saja tidak cukup untuk mengantisipasi persaingan sehingga harus mempertimbangkan juga keefektifan usaha perusahaann untuk mempromosikan
produk yang ditawarkan, karena secara tidak langsung akan berpengaruh juga terhadap tingkat penjualan. C. Perilaku Konsumen Tujuan utama pemasarsan adalah melayani, memuaskan kebutuhan dan keingina konsumennya. Kebutuhan dan keinginan konsumen pada saat ini sangatn beragam, maka pemasar harus memenuhi kebutuhan konsumen tersebut dengan menciptakan produk atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Produsen harus mempelajari perilaku konsumen untuk menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, maka hal inilah yang menyebabkan mengapa perusahaan atau organisasi perlu mempelajari perilaku konsumen dalam kegiatan pemasrannya. Ada beberapa defenisi mengenai perilaku konsumen yang dikemukan oleh beberapa ahli. The American Marketing Association mendefenisikan perilaku konsumen yaitu sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka (Setiadi, 2003:3). Menurut Shiffman dan Kanuk dalam Anoraga (2004:223) perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolahan, konsumsi dan pembuangan barang dan jasa, pengalaman, serta ide-ide.
Berdasarkan pengertian-pengertian perilaku konsumen yang dikemukan diatas, maka perilaku konsumen merupakan suatu kegiatan yang berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan untuk membeli sampai untuk mengkonsumsin atau menggunakan suatu produk atau jasa. Pemahaman perilaku konsumen ini juga meliputi pertanyaan-pertanyaan seperti : apa yang dibeli, siapa yang membeli, bagaimana mereka membeli, dalam kondisi seperti apa, dan mengapa mereka membeli. Dapat disimpilkan bahwa perilaku konsumen mengacu pada tindakantindakan yang dilakukan individu yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam usaha memperoleh serta menggunakan barang dan jasa dengan harapan dapat memuaskan mereka. Kotler dan Simamora (2004:6) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumen adalah faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor personal dan psikologis. Sebagian besar faktor tersebut tidak dapat dikendalilkan oleh pemasar, namun harus tetap diperhitungkan.
1. Faktor Kebudayaan Faktor budaya berpengaruh luas dalam tingkah laku konsumen. Faktor-faktor kebudayan terdiri dari : a. Budaya adalah keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsim, keinginan, dan tingkah laku
yang dipelajari oleh seseorang anggota masyarakat darin keluarga dan lembaga penting lainnya. b. Sub-budaya. Setiap budaya mempunyai kelompok-kelompok sub-budaya yang lebih kecil, yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya. Kelompok-kelompok sub-budaya dapat di bedakan menjadi empat macam, yaitu kelompok yang relative homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama. 2. Faktor sosial Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial diantaranya a. Kelompok referensi adalah kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung sikap dan perilaku seseorang. b. Keluarga. Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat atas perilaku pembelian. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. c. Peran dan status. Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peran dan status. Sebuah peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dan dilakukan oleh seseorang menurut orang-orang yang ada di sekitarnya. Setiap peran membawa suatu status yang akan mempengaruhi perilaku membelli konsumen. 3. Faktor Pribadi
Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian, seperti : a. Usia dan tahap daur hidup. Orang membeli suatu barang dan jasa yang berubahubah selama masa hidupnya. Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Selera kan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi berhubungan dengan usia. b. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata dalam produk dan jasa mereka. c. Keadaan ekonomi. Situasi ekonomi akan sangat mempengaruhi pilihan produk. Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung. d. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan minat dan pendapatan yang bersangkutan. e. Kepribadian dann konsep diri. Setiap oang mempunyai kepribadian yang berbeda yang akan mempengaruhi perilaku pembelianya. Kepribadian merupakan karakteristik psikologis yang membedakan seseorang, yang menyebabkan terjadinnya jawaban yang secara relatif tetap dan bertahan lama terhadap lingkungannya. 4. Faktor Psikologis
Pilihan membeli seseorang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu : a. Motivasi. Seseorang mempunyai beberapa kebutuhan pada suatu waktu. Namun kebutuhan tersebut tidak cukup kuat untuk mendorong seseorang supaya bertindak pada suatu waktu. Suatu kebutuhan berubah menjadi dorongan bila kebutuhan itu muncul hingga mencapai taraf intensitas yang mencukupi. b. Persepsi. Seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan suatu tindakan. Bagaimana seseorang bertindak adalah dipengaruhi oleh persepsinya atas situasi yang dihadapinya. c. Pengetahuan. Ketika seseorang bertindak, mereka belajar. Penngetahuan menggambarkan perubahan dalam perilaku seorang individu yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia diperoleh dengan mempelajarinya. d. Kepercayaan dan sikap. Melalui perbuatan dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan sikap. Hal ini selanjutnya mempengaruhi tingkah laku membeli mereka. Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki oleh seseorang tentang sesuatu. Sedangkan sikap mennggambarkan penilaian kognitif yang baik maupun tidak baik, perasaan-perasaan emosional, dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu objek atau ide yang bertahan selama waktu tertentu.
D. Persepsi Konsumen Persepsi mereupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Menurut Stanton (dalam Setiadi, 2003:160). Persepsi dapat didefenisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu, stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui lima indera, sedangkan menurut webster (dalam Setiadi, 2003:160) persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Kotler dan Armstrong (2008:174) menyebutkan bahwa persepsi (perception) adalah proses dimana orang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti. Sedangkan stimuli menurut Simamora (2003:102) adalah setiap input yang dapat ditangkap oleh indera, seperti produk, kemasan, merek, iklan, harga, dan lain-lain. Kotler dan Armstrong (2008:174) menyebutkan bahwa orang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga proses perseptual: atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif. 1. Atensi selektif (perhatian yang selektif) Orang pada umumnya dihadapkan pada sejumlah ransangan (stimuli) yang sangat banyak setiap hari dan tidak semua rangsangan ini dapat diterima. Perhatian yang selektif berarti harus dapat menarik perhatian konsumen, dimana pesan disampaikan akan hilang bagi kebanyakan orang yang berada dalam pasar untuk
produk tersebut, kecuali untuk pesan yang cukup menonjol atau dominan yang mengelilingi konsumen pasar tersebut. 2. Distorsi selektif (gangguan yang selektif) Ransangan (stimuli) yang diperhatikan konsumen pun tidak selalu seperti apa yang dimaksud. Setiap orang berusaha menyesuaikan informasi yang masuk dengan pandangannya. Distorsi selektif menggambarkan kecenderungan orang untuk meramu informasi kedalam pengertian pribadi. Orang cenderung menafsirkan informasi dengan cara yang lebih mendukung daripada menentang konsepsi-konsepsi yang telah dimilikinya. 3. Retensi selektif (mengingat kembali yang selektif) Orang cenderung melupakan apa yang mereka pelajari dan menahan informasi yang mendukung sikap dan kepercayaan mereka. Mengingat yang selektif berarti mereka akan mengingat apa yang dikatakan sebagai keunggulann suatu produk dan melupakan apa yang dikatakan pesaing. Konsumen akan mengingat pada saat ia mengingat tentang pemilihan suatu produk. Menurut Horovitz (dalam Tantrisna, 2006:38), persepsi dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni: 1. Faktor psikologis Faktor psikologis akan membuat perubahan dalam persepsi konsumen. Perubahan yang dimaksud termasuk memori, pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai yang dianggap konsumen penting dan berguna.
2. Faktor fisik Faktor ini akan mengubah persepsi konsumen melalui apa yang konsumen lihat dan rasakan. Faktor fisik dapat memperkuat atau malah menghancukan persepsi konsumen terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh perusahaan. Misalnya saat konsumen memilih restoran mana yang akan dikunjungi, ada hal penting yang menjadi faktor penentu konsumen dalam memilih yakni kebersihan. Bila dekorasi restoran terlihat kotor dan tidak terawat, maka konsumen mempunyai anggapan bahwa dapur dan restoran tersebut tidak sehat. 3. Image yang terbentuk Image yang terbentuk disini adalah image konsumen terhadap perusahaan atau produk. Ketika terjadi persaingan antara dua merek produk yang sama, konsumen bisa melihat perbedaan melalui image dari perusahaan atau merek itu sendiri. Oleh karena itu perusahaan harus mampu menciptakan image yang akan membedakannya dari pesaing. Menciptakan image yang kuat dan berbeda memerlukan kreatifitas dan kerja keras. Image yang sudah tercipta harus didukung oleh segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan oleh perusahaan. Proses persepsi terdiri dari : 1. Seleksi perseptual Seleksi perseptual terjadi ketika konsumen menangkap dan memilih stimulus berdasarkan pada berbagai informasi yang ada dalam memori konsumen sebelum
seleksi persepsi terjadi, terlebih dahulu stimulus harus mendapat perhatian dari konsumen. 2. Organisasi persepsi Organisasi persepsi (perceptual organization) berarti konsumen mengelompokkan informasi dari berbagai sumber ke dalam pengertian untuk memahami dan bertindak atas pemahaman itu. Prinsip dasar organisasi persepsi adalah penyatuan yang berarti bahwa berbagai stimulus akan dirasakan sebagai suatu yang dikelompokkan secara menyeluruh. Pengorganisasian seperti itu memudahkan untuk memproses informasi dan memberikan pengertian yang terintegrasi terhadap stimulus.
3. Interpretasi perseptual Proses terakhir dari persepsi adalah memberikan interpretasi atas stimuli yang diterima oleh konsumen. Setiap stimuli yang menarik perhatian konsumen baik yang disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan oleh konsumen. Dalam proses interpretasi konsumen membuka kembali berbagai informasi dalam memori yang tersimpan dalam waktu yang lama (long term memory) karena interpretasi itu didasarkan pengalaman penggunaan pada masa lalu, dan pengalaman itu tersimpan dalam memori jangka panjang konsumen.
E. Etika Dalam Periklanan Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalanlan pada taraf popular maupun ilmiah. Lembaga Penegak Etika ialah organisasi independen yang bertugas dan berwenang untuk menegakkan etika periklanan, dan bernaung di bawah Dewan Periklanan Indonesia atau asosiasi pengemban EPI. Periklanan ialah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, penyampaian, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran. Pengiklan ialah pemrakarsa, penyandang dana, dan pengguna jasa periklanan. Iklan ialah pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Periklanan didefenisikan sebagai bentuk dari komunikasi bukan pribadi yang dibayar dimana sponsor atau perusahaan diidentifikasi. Ini merupakan bentuk popular dari promosi, khususnya bagi produk kemasan konsumen dan jasa (Lamb, 2001:202). EPI tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundangan. Jika untuk sesuatu hal ditemui penafsiran ganda, maka makna undang-undang dan peraturan perundangan yang dianggap sah. Begitu pula jika terjadi ketidaksesuaian, maka ketentuan terkait yang termaksub dalam EPI ini dianggap batal dengan
sendirinya. Bahwa meskipun sistem nilai yang sudah ada dapat bergeser akibat dinamika masyarakat, namun penyesuaian kepada sistem nilai baru ini tidak serta-merta
menggugurkan
sistem
nilai
yang
terkandung
dalam
EPI
ini
(www.pppi.or.id).
Menegakkan Etika Periklanan
Pada dasarnya fungsi dasar kegiatan periklanan adalah informasi dan jembatan komunikasi tentang suatu produk/jasa/ perusahaan/organisasi kepada target khalayaknya. Selain Itu, iklan juga menjadi sarana edukasi, produk baru, inovasi, dan bagaimana cara menggunakan produk dun.ik sud dengan perubahan kognitif sampai perilaku. Iklan juga berfungsi sebagai media persuasi untuk memengaruhi target khalayak
agar mau
mengakuisisi suatu produk/jasa secara terus-menerus.
Namun sayangnya tujuan mulia dunia periklanan itu dicapai dengan cara-cara yang kurang etis.
Belantara periklanan ditandai dengan hukum siapa yang kuat dia yang menang atau siapa yang memiliki kekuatan dialah yang menentukan. Beragam fakta membuktikan betapa karut-marutnya dunia periklanan Indonesia. Beberapa pelanggaran terjadi, seperti masih banyaknya iklan yang melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI) seperti iklan menggunakan kata-kata superlatif seperti klaim sebagai yang paling atau ter (www.bataviase.co.id).
Penegakan Terdiri dari :
A. Landasan
1. Pengertian EPI harus ditafsirkan dalam kerangka jiwa, semangat dan isi sebagai satu kesatuan.
2. Penerapan EPI diberlakukan kepada setiap pelaku periklanan nasional, baik sebagai individu atau profesional, maupun sebagai entitas, atau usaha.
3. Penegakan dilakukan oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI) dengan membentuk organisasi internal yang bertugas khusus untuk itu.
4. Pengawasan pelaksanaan EPI dilakukan oleh lembaga-lembaga pemantau, pengamat, atau pengawas periklanan, serta masyarakat luas dan pamong.
Dalam kaitan komitmen, perlu disimak adanya ketegasan pula dalam beberapa isu penting periklanan, khususnya dalam hal-hal:
a. Swakrama, sebagai sikap dasar industri periklanan yang dianut secara universal.
b. Menempatkan etika dalam struktur nilai moral yang saling dukung dengan ketentuan perundang-undangan sebagai struktur nilai hukum.
c. Membantu khalayak memperoleh informasi sebanyak dan sebaik mungkin, dengan mendorong digencarkannya iklan-iklan persaingan, meskipun dengan syarat-syarat tertentu.
d. Mengukuhkan paham kesetaraan jender, bukan sekadar persamaan hak, perlindungan, ataupun pemberdayaan terhadap perempuan.
e. Perlindungan terhadap hak-hak dasar anak.
f. Menutup ruang gerak bagi eksploitasi dan pemanfaatan pornografi dalam periklanan.
g. Membuka diri bagi kemungkinan terus berkembangnya isi, ragam, pemeran, dan wahana periklanan.
h. Dukungan bagi segala upaya yang sah dan wajar untuk dapat meningkatkan belanja per kapita periklanan nasional, dengan membuka peluang bagi beberapa institusi tertentu untuk beriklan secara penuh ataupun terbatas.
B. Asas
Iklan dan pelaku periklanan harus :
a. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
b. Bersaing secara sehat.
c. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Pedoman Etika Periklanan terpadu kepada :
1. Tata krama (code of conducts)
Tata karma terdiri atas kata tata yang berarti adat, norma atau aturan. Karma yang berarti sopan santun atau tindakan. Jadi tata krama adalah norma kebiasaan yang mengatur sopan santun, dan disepakati oleh lingkungan. Tata krama periklanan yang terdapat pada kartu As harus disesuaikan berdasarkan bahasa iklan tersebut didalam menyampaikan pesan iklan, didalam periklanan tidak boleh menggunakan kata satusatunya sebelum iklan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Didalam periklanan juga tidak boleh memakai kata gratis bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Jika didalam iklan tersebut dicantumkan harga maka harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut. Didalam periklanan juga tidak boleh menunjukkan adegan kekerasan, merendahkan produk pesaing, seta peniruan. 2. Tata Cara (code of practices)
Segala bentuk peraturan yang harus ada didalam pembuatan sebuah iklan agar tidak melanggar etika yang berlaku. Seperti halnya didalam pembuatan iklan harus adanya izin produksi sebelum iklan tersebut diterbitkan. Ketidaksempurnaan hasil pesanan, tampilan iklan, atau pelaksanaan kesepakatan akibat kelalaian pelaksana pesanan, wajib diganti tanpa dipungut pembayaran, atau sesuai perjanjian antara para pihak. Pengiklan wajib memberi taklimat periklanan (advertising brief) atau keterangan yang benar dan memadai mengenai produk yang akan diiklankan.
Pemantauan atas penyiaran iklan wajib dilakukan perusahaan periklanan sebagai bagian dari layanan usahanya. Penggantian iklan yang tidak memenuhi mutu reproduksi atau siaran, ataupun tidak sesuai dengan jadwal akibat kelalaian media, wajib diulang siar tanpa biaya, atau diselesaikan menurut kesepakatan sebelumnya antara para pihak.
Jenis Utama Periklanan
1. Periklanan Institusi Bentuk dari periklanan institusi dikenal sebagai periklanan sokongan (advocacy advertising), khusunya digunakan untuk melindungi terhadap sikap negatif konsumen dan meningkatkan kredibilitas perusahaan diantara konsumen yang telah menyukai posisinya. Sering kali perusahaan menggunakan periklanan sokongan untuk menngungkapkan pandangan mereka pada pokok-pokok persoalan yang kontroversial. Dilain waktu, kampanye sokongan perusahaan bereaksi terhadap kritikan atau tudingan, beberapa di antaranya berespon langsung terhadap kritikan media. 2. Periklanan produk Beberapa jenis iklan produk : a. Periklanan perintisan (Pioneering Advertising) yaitu dimaksudkan untuk merangsang permintaan primer terhadap produk atau kategori produk baru. Banyak digunakan selama tahap perkenalan daur hidup produk, periklanan perintisan menawarkan pelanggan suatu informasi yang mendalam tentang manfaat suatu kelas produk.
b. Periklanan bersaing (Competitive Advertising). Perusahaan menggunakan periklanan bersaing atau merek ketika suatu produk memasuki fase pertumbuhan dalam daur hidup produk dan perusahaan lainnya mulai memasuki pasar. Bukannya membangun permintaan untuk kategori produk, tujuan dari periklanan bersaing adalah untuk mempengaruhi pemintaan atas merek tertentu. c. Periklanan perbandingan (Comparative Advertising) secara langsung atau tidak langsung membandingkan dua atau lebih merek yang bersaing pada satu atau lebih atribut tertentu. Banyak pemasang iklan bahkan menggunakan periklanan perbandingan menghadapi merek mereka sendiri. Produk mengalami pertumbuhan. yang lamban atau mereka yang memasuki pasar menghadapi pesaing yang kuat lebih mungkin menggunakan tuntutan perbandingan dalam periklanan mereka. Fungsi Periklanan Periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya seperti : 1. Informing. Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif. Karena merupakan suatu bentuk komunikasi yang efektif, berkemampuan menjangkau khalayak luas dengan biaya per kotak yang relative rendah, periklanan memfasilitasi pengenalan (introduction) merekmerek baru meningkatkan jumlah permintaan terhadap merek-merek yang telah ada, dan meningkatkan puncak kesadaran dalam benak konsumen (TOMA – top of
mind awareness) untuk merek-merek yang sudah ada dalam kategori produk yang matang. 2. Persuading. Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. Terkadang persuasi membentuk mempengaruhi permintaan primer yakni menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk. Lebih sering, iklan berupaya untuk membangun permintaan sekunder, permintaan bagi perusahaan yang spesifik. 3. Reminding. Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalan ingatan para konsumen. Saat kebutuhan muncul yang behubungan dengan produk yang diiklankan, dampak periklanan dimasa lalu memungkinkan merek pengiklan untuk hadir dibenak konsumen sebagai suatu kandidat merek yang akan dibeli. 4. Adding Value. Terdapat tiga cara mendasar dimana perusahaan bisa memberi nilai tambah bagi penawaran-penawaran mereka : inovasi, penyempurnaan, kualitas, atau mengubah persepsi konsumen. Ketiga komponen nilai tambah tersebut benar-benar independen (Shimp, 2003:357). Penilaian etis terhadap iklan Refleksi tentang masalah –masalah etis di sekitar praktek periklanan merupakan contoh bagus mengenai kompleksifitas pemikiran moral. Disini prinsipprinsip etis memang penting, tapi tersedianya prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan. Dalam penerapannya banyak faktor lain ikut berperan. Refleksi tentang etika periklanan ini mengingatkan kita bahwa penalaran
moral selalu harus bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkret. Prinsipprinsip etis yang penting dalam konteks periklanan sudah dipelajari sebelumnya (tidak boleh berbohong, otonomi manusia harus dihormati). Dalam hal ini terdapat empat faktor, yaitu: a. Maksud si pengiklan Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen atau dengan sengaja ia menjelekkan produk dari pesaing, iklan tersebut menjadi tidak etis. b. Isi iklan Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan, karena iklan tentang hal yang tidak bermoral dengan sendirinya menjadi tidak etis. c. Keadaan publik yang tertuju Dalam uraian tentang etika konsumen, kita sudah berkenalan dengan pepatah caveat emptor , “Hendaklah si pembeli berhati-hati”. Sikap berhati-hati sebelum membeli memang merupakan sikap dasar bagi calon pembeli. Demikian juga dalam konteks periklanan. Publik sebaliknya mempunyai skepsis yang sehat terhadap usaha persuasi dari periklanan. Keganasan periklanan harus diimbangi dengan sikap kritis publik. Publik dalam hal ini adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Dalam
setiap
masyarakat
terdapat
orang
naïf,
tapi
janganlah
mereka
diambil sebagai patokan untuk menilai moralitas periklanan. Namun demikian, perlu diakui juga bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju. d. Kebiasaan dibidang periklanan Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan sering kali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu. Seperti halnya juga di bidang-bidang lain, tradisi itu menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan (Bertens, 2000:277). Masalah Etika Didalam Periklanan Berikut ini adalah alasan yang jelas namun elegan mengapa iklan begitu mendapat kritikan tajam : sebagai suara teknologi, periklanan diasosiasikan dengan berbagai ketidakpuasan ditingkat industri. Sebagai suatu dari kebudayaan massal, ia mengundang kritikan para intelektual. Dan sebagai penjelmaan yang paling terlihat dari kapitalisme, ia telah menyediakan tidak kurang dari sebuah kekuatan bagi kritik sosial.
Adapun kritikan-kritikan tersebut seperti : 1. Iklan dianggap tidak jujur dan menipu. Penipuan terjadi ketika iklan salah memprentasikan sebuah produk, dan konsumen mempercayainya sebagai representasi yang benar. 2. Iklan bersifat manipulatif. Kritik mengenai manipulasi menunjukkan bahwa iklan mempunyai kekuatan mempengaruhi orang untuk berperilaku tidak umum, atau melakukan sesuatu yang tidak akan mereka lakukan jika tidak ditunjukkan oleh iklan. 3. Iklan bersifat ofensif dan berselera buruk. Para kritikus iklan menganggap banyak iklan menghina intelegensia manusia, vulgar, dan secara umum menyerang selera banyak konsumen. 4. Iklan menciptakan dan mempertahankan stereotip. Akar dari kritik ini adalah bahwa iklan cenderung menggambarkan kelompok tertentu dengan cara yang amat sempit dan mudah ditebak. 5. Orang –orang membeli barang yang begitu tidak diperlukan. Kritik yang kerap dilemparkan adalah bahwa iklan menyebabkan orang-orang membeli produk atau jasa yang mereka tidak butuhkan.