BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG CANDI
2.1 Sejarah Candi Kata "candi" mengacu pada berbagai macam bentuk dan fungsi bangunan, antara lain tempat beribadah, pusat pengajaran agama, tempat menyimpan abu jenazah para raja, tempat pemujaan atau tempat bersemayam dewa, petirtaan (pemandian) dan gapura. Walaupun fungsinya bermacam-macam, secara umum fungsi candi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan keagamaan, khususnya agama Hindu dan Buddha, pada masa yang lalu. Oleh karena itu, sejarah pembangunan candi sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan-kerajaan dan perkembangan agama Hindu dan Buddha di Indonesia, sejak abad ke-5 sampai dengan abad ke-14. Karena sejarah Hindu dan Buddha berasal dari negara India, maka bangunan candi banyak mendapat pengaruh India dalam berbagai aspeknya, seperti: teknik bangunan, gaya arsitektur, hiasan, dan sebagainya. Walaupun demikian, pengaruh kebudayaan dan kondisi alam setempat sangat kuat, sehingga arsitektur candi Indonesia mempunyai karakter tersendiri, baik dalam penggunaan bahan, teknik kontruksi maupun corak dekorasinya. Dinding candi biasanya diberi hiasan berupa relief yang mengandung ajaran atau cerita tertentu.
Dalam kitab Manasara disebutkan bahwa bentuk candi merupakan pengetahuan dasar seni bangunan gapura, yaitu bangunan yang berada pada jalan masuk ke atau keluar dari suatu tempat, lahan, atau wilayah. Gapura sendiri bisa berfungsi sebagai petunjuk batas wilayah atau sebagai pintu keluar masuk yang terletak pada dinding pembatas sebuah komplek bangunan tertentu. Gapura mempunyai fungsi penting dalam sebuah kompleks bangunan, sehingga gapura juga mencerminkan keagungan dari bangunan yang dibatasinya. Perbedaan kedua bangunan tersebut terletak pada ruangannya. Candi mempunyai ruangan yang tertutup, sedangkan ruangan dalam gapura merupakan lorong yang berfungsi sebagai jalan keluar-masuk. Beberapa kitab keagamaan di India, misalnya Manasara dan Sipa Prakasa, memuat aturan pembuatan gapura yang dipegang teguh oleh para seniman bangunan di India. Para seniman pada masa itu percaya bahwa ketentuan yang tercantum dalam kitab-kitab keagamaan bersifat suci dan magis. Mereka yakin bahwa pembuatan bangunan yang benar dan indah mempunyai arti tersendiri bagi pembuatnya dan penguasa yang memerintahkan membangun. Bangunan yang dibuat secara benar dan indah akan mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat. Keyakinan tersebut membuat para seniman yang akan membuat gapura melakukan persiapan dan perencanaan yang matang, baik yang bersifat keagamaan maupun teknis. Salah satu bagian terpenting dalam perencanaan teknis adalah pembuatan sketsa yang benar, karena dengan sketsa yang benar akan dihasilkan bangunan
seperti yang diharapkan sang seniman. Pembuatan sketsa bangunan harus didasarkan pada aturan dan persyaratan tertentu, berkaitan dengan bentuk, ukuran, maupun tata letaknya. Apabila dalam pembuatan bangunan terjadi penyimpangan dari ketentuanketentuan dalam kitab keagamaan akan berakibat kesengsaraan besar bagi pembuatnya dan masyarakat di sekitarnya. Hal itu berarti bahwa ketentuan-ketentuan dalam kitab keagamaan tidak dapat diubah dengan semaunya. Namun, suatu kebudayaan, termasuk seni bangunan, tidak dapat lepas dari pengaruh keadaan alam dan budaya setempat, serta pengaruh waktu. Di samping itu, setiap seniman mempunyai imajinasi dan kreatifitas yang berbeda. Sampai saat ini candi masih banyak didapati di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Sumatra, Jawa, dan Bali. Walaupun sebagian besar di antaranya tinggal reruntuhan, namun tidak sedikit yang masih utuh dan bahkan masih digunakan untuk melaksanakan upacara keagamaan. Sebagai hasil budaya manusia, keindahan dan keanggunan bangunan candi memberikan gambaran mengenai kebesaran kerajaankerajaan pada masa lampau. Candi-candi Hindu di Indonesia umumnya dibangun oleh para raja pada masa hidupnya. Arca dewa, seperti Dewa Wishnu, Dewa Brahma, Dewi Tara, Dewi Durga, yang ditempatkan dalam candi banyak yang dibuat sebagai perwujudan leluhurnya. Bahkan kadang-kadang sejarah raja yang bersangkutan dicantumkan dalam prasasti persembahan candi tersebut. Berbeda dengan candi-candi Hindu, candi-candi Buddha umumnya dibangun sebagai bentuk pengabdian kepada agama dan untuk mendapatkan ganjaran. Ajaran Buddha yang tercermin pada candi-candi di
Jawa Tengah adalah Buddha Mahayana, yang masih dianut oleh umat Buddha di Indonesia sampai saat ini. Berbeda dengan aliran Buddha Hinayana yang dianut di Myanmar dan Thailand. Deskripsi mengenai candi di Indonesia dikelompokkan ke dalam: candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, candi di Jawa Timur candi di Bali dan candi di Sumatra. Walaupun pada masa sekarang Jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan dua provinsi yang berbeda, namun dalam sejarahnya kedua wilayah tersebut dapat dikatakan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Hindu, yang sangat besar peranannya dalam pembangunan candi di kedua provinsi tersebut. Pengelompokan candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta berdasarkan wilayah administratifnya saat ini sulit dilakukan, namun, berdasarkan ciri-cirinya, candi-candi tersebut dapat dikelompokkan dalam candi-candi di wilayah utara dan candi-candi di wilayah selatan. Candi-candi yang terletak di wilayah utara, yang umumnya dibangun oleh Wangsa Sanjaya, merupakan candi Hindu dengan bentuk bangunan yang sederhana, batur tanpa hiasan, dan dibangun dalam kelompok namun masing-masing berdiri sendiri serta tidak beraturan beraturan letaknya. Yang termasuk dalam kelompok ini, di antaranya: Candi Dieng dan Candi Gedongsanga. Candi di wilayah selatan, yang umumnya dibangun oleh Wangsa Syailendra, merupakan candi Buddha dengan bentuk bangunan yang indah dan sarat dengan hiasan. Candi di wilayah utara ini umumnya dibangun dalam kelompok dengan pola yang sama, yaitu candi induk yang
terletak di tengah dikelilingi oleh barisan candi perwara. Yang termasuk dalam kelompok ini, di antaranya: Candi Prambanan, Candi Mendut, Candi Kalasan, Candi Sewu, dan Candi Borobudur. Candi-candi di Jawa Timur umumnya usianya lebih muda dibandingkan yang terdapat di Jawa Tengah dan Yogyakarta, karena pembangunannya dilakukan di bawah pemerintahan kerajaan-kerajaan penerus kerajaan Mataram Hindu, seperti Kerajaan Kahuripan, Singasari, Kediri dan Majapahit. Bahan dasar, gaya bangunan, corak dan isi cerita relief candi-candi di Jawa Timur sangat beragam, tergantung pada masa pembangunannya. Misalnya, candi-candi yang dibangun pada masa Kerajaan Singasari umumnya dibuat dari batu andesit dan diwarnai oleh ajaran Tantrayana (Hindu-Buddha), sedangkan yang dibangun pada masa Kerajaan Majapahit umumnya dibuat dari bata merah dan lebih diwarnai oleh ajaran Buddha. Candi-candi di Bali umumnya merupakan candi Hindu dan sebagian besar masih digunakan untuk pelaksanaan upacara keagamaan hingga saat ini. Di Pulau Sumatra terdapat 2 candi Buddha yang masih dapat ditemui, yaitu Candi Portibi di Provinsi Sumatra Utara dan Candi Muara Takus di Provinsi Riau. Sebagian candi di Indonesia ditemukan dan dipugar pada awal abad ke-20. Pada tanggal 14 Juni 1913, pemerintah kolonial Belanda membentuk badan kepurbakalaan yang dinamakan Oudheidkundige Dienst (biasa disingkat OD), sehingga penanganan atas candi-candi di Indonesia menjadi lebih intensif.
2.2 Pengertian Candi Prof. Hj Krom dan Dr. WF Stutterheim mengartikan candi dari asal katanya Candika Ghra. Candika berarti Dewi Maut (di Indonesia dikenal Bethari Durga = Durga Sura Mahesa Mardhani) Dan Grha = Graha = Griya/Griyo yang artinya rumah. Jadi pengertian Candi menurut mereka adalah rumah untuk Bethari Durga = Rumah Dewi Maut. Wikipedia mendefinisikan Candi sebagai bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari agama Hindu-Budha. Pada masa klasik candi dipahami sebagai tempat suci untuk bakti kepada para Dewa. Namun dalam perkembangannya istilah ‘candi’ tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah dengan bentuk bangunan layaknya bangunan peribadatan saja. Hampir semua situs-situs purbakala dari masa HinduBudha atau klasik Indonesia, baik sebagai istana, pemandian/petirtaan, gapura, dan sebagainya disebut dengan istilah candi. 2.3 Fungsi Candi Hampir semua ahli sejarah serpendapat bahwa konsep an arsitek candi berasal dari pengaruh Hindu dari india yang menyebar pengarhnya hingga ke Nusantara sekitar abad ke 5 hingga abad ke 14. Pengertian pengaruh Hindu ini adalah untuk menyebut semua bentuk pengaruh yang berasal dari India yang masuk ke Nusantara pada periode yang telah disebutkan sebelumnya. Pengaruh-pengaruh itu diantaranya agama/kepercayaan Hindu dan Budha dengan tata cara ritualnya,
bahasa dan tulisan (Sansekerta dan Palawa), konsep kasta dalam masyarakat (statifikasi sosial), system pemerintahan feudal dan arsitektur bangunan. Dari tempat asalnya, fungsi candi merupakan bangunan suci untuk pemujaan/upacara ritual kepada para Dewa. Setibanya di Nusantara fungsi Candi tdak hanya difungsikanuntuk pemujaan (bangunan suci) tetapi juga untuk tempat perabuan (kuburan). Dimasa kerajaan Hindu-Budha Berjaya di tanah air, jenazah para raja yang diyakinisebagai titisan dewa setelah dikremasi (diperabukan = dibakar) ditanam di candi pada suatu wadah yang disebut peripih. Dalam istilah kuno proses ritual demikian diistilahkan dengan kata dicandikan, artinya dimakamkan di candi. Sebagaimana kita pahami di atas, bahwa pengertian candi di Indonesia tidak hanya dipakai untuk menyebut peninggalan-peninggalan masa klasik dalam bentuknya seperti bangunan suci tempat ibadah/ritual. Terdapat banyak peninggalan berupa “petirtan” atau tempat pemandian. Tentu saja peninggalan seperti ini dahulu difungsikan sebagai tempat mandi dan aktifitas sehari-hari seperti mandi dan cuci atau tempat pemandian para putrid raja dan kerabatnya. Demikian pula bentuk candi berupa keratin dan gapura. Keraton merupakan tempat tinggal dan pusat pemerintahan raja yang memerintah, dan gapura difungsikan sebagai tempat pintu maasuk ke wilayah keraton atau tempat penting lainnya.
2.4 Pengertian Objek Wisata Objek wisata merupakan suatu kawasan yang dipilih oleh seorang pengunjung dimana dia dapat tinggal dan menikmati liburannya selama waktu tertentu. Objek wisata adalah kawasan terencana yang dilengkapi dengan pelayanan produk wisata, fasilitas rekreasi, restoran, akomodasi, dan jalur transportasi yang memadai serta fasilitas lainnya yang diperlukan oleh wisatawan. Adapun objek wisata dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu : 1. Objek wisata alam yakni objek wisatayang merupakan ciptaan Tuhan. 2. Objek wisata hasil buatan manusia, yaitu wisata yang seluruhnya merupakan hasil dari kreatifitas manusia. 2.5 Pengertian Atraksi Wisata Atraksi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang semakin memiliki minat yang lebih besar untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Agar suatu tujuan wisata mempunyai daya tarik maka suatu DTW juga harus mempunyai beberapa syarat yang harus dimiliki yaitu : 1. Adanya sesuatu yang dapat dilihat 2. Adanya suatu aktifitas yang akan dilakukan 3. Adanya sesuatu yang dapat dibeli.
2.6 Sarana dan Prasarana Pariwisata 2.6.1 Sarana Kepariwisataan Sarana Pariwisata adalah fasilitas dan perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Maju mundurnya sarana kepariwisataan tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan. Jenis-jenis sarana kepariwisataan antara lain: 1) Perusahaan perjalanan seperti travel agent, travel biro dan tour operator. 2) Perusahaan transportasi, terutama transportasi angkutan wisata 3) Perusahaan akomodasi 4) Perusahaan makanan dan minuman 5) Perusahaan daya tarik wisata dan hiburan 6) Perusahaan cinderamata atau art shop. a)
Biro Perjalanan Wisata Adalah perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan paket wisata dan agen
perjalanan. Kegiatan usaha biro perjalanan wisata: 1) Menyusun dan menjual paket wisata luar negeri atas dasar permintaan. 2) Menyelenggarakan atau menjual pelayaran wisata (cruise). 3) Menyusun dan menjual paket wisata dalam negeri kepada umum atau atas dasar permintaan. 4) Menyelenggarakan pemanduan wisata. 5) Menyediakan fasilitas untuk wisatawan.
6) Menjual tiket/karcis sarana angkutan, dan lain-lain. 7) Mengadakan pemesanan sarana wisata. 8) Mengurus dokumen-dokumen perjalanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. b) Agen Perjalanan Wisata Adalah perusahaan yang melakukan kegiatan penjualan tiket (karcis), sarana angkutan, dan lain-lain serta pemesanan sarana wisata. Kegiatan APW: 1. Menjual tiket, dan lain-lain 2. Mengadakan pemesanan sarana wisata 3. Mengurus dokumen-dokumen perjalanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. c) Cabang Biro Perjalanan Umum Adalah satuan-satuan usaha dari suatu Biro Perjalanan Umum Wisata yang berkedudukan di tempat yang sama atau ditempat lain yang memberikan pelayanan yang berhubungan dengan perjalanan umum. d) Industri-industri dalam Kepariwisataan a) Pengakutan b) Akomodasi Segala sesuatu yang menarik wisatawan untuk berkunjung sesuai sifat kegiatan perusahaan perjalanan dibagi menjadi:
1. Wholesaler adalah perusahaan perjalanan yang menyusun acara perjalanan wisata secara menyeluruh atau secara khusus menjual paket perjalanan wisata kepada Retail Travel Agent
2. Retailer atau Retailer Travel Agent adalah biro perjalanan yang menjual perjalanan wisata secara langsung kepada wisatawan.
e) Hotel dan Jenis Akomodasi Lainnya Yang termasuk jenis akomodasi: hotel, motel, wisma, pondok wisata, villa, apartemen, karavan, perkemahan, kapal pesiar, yacht, pondok remaja dan sebagainya. Ada dua jenis akomodasi yaitu : a) Serviced Accomodation, yaitu akomodasi yang menyediakan fasilitas dan pelayanan makanan dan minuman. b) Non-Service Accomodation, akomodasi yang tidak menyediakan makanan dan minuman. Sekurang-kurangnya harus menyediakan kamar berperabot (furnished room) dan tenaga untuk melayani keperluan tamu. f) Bar, Restoran, catering, dan usaha Boga lainnya g) Toko cinderamata dan Pusat Kerajinan h) Daya Tarik Wisata Suatu daya tarik wisata pada prinsipnya harus memenuhi tiga persyaratan berikut: a) Something to see (ada yang dilihat) b) Something to do (ada yang dikerjakan)
c) Something to buy (ada yang dibeli/suvenir) Daya Tarik Wisata dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) Daya tarik wisata alam: laut, pantai, gunung, danau, fauna, flora, kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam. b) Daya tarik wisata budaya: upacara kelahiran, tari-tari tradisional, pakaian adat, perkawinan adat, upacara laut, upacara turun ke sawah, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradisional, festival budaya, kain tenun tradisional, tekstil lokal, pertunjukan tradisional, adat-istiadat lokal, musem, dan lain-lain. c) Daya tarik wisata buatan manusia: sarana dan fasilitas olehraga, permainan (layang-layang),
hiburan
(lawak,
akrobatik),
ketangkasan
(naik
kuda), Tamanrekreasi, taman nasional, pusat-pusat perbelanjaan dan lain-lain. i) Organisasi Kepariwisataan Adalah suatu badan yang langsung bertanggung jawab terhadap perumusan dan kebijakan kepariwisataan dalam lingkup nasional. Adapun fungsinya yaitu : 1)
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab tentang maju mundurnya pariwisata di suatu negara.
2)
Lembaga yang bertanggung jawab tentang pembinaan, perencanaan, pengembangan dan promosi kepariwisataan baik dalam lingkup lokal, nasional dan internasional.
3)
Bertanggung jawab untuk mengadakan penelitian memperbaiki produk dan mengembangkan produk baru sesuai dengan ketentuan.
4)
Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan departemen yang berkaitan dengan kegiatan kepariwisataan.
5)
Sebagai badan yang mewakili negara dalam kegiatan dan percaturan kepariwisataan internasional.
j) Sarana Penunjang Sebagai akibat dari perkembangan kunjungan wisatawan, berbagai sarana penunjang tumbuh dengan pesat di pusat hunian wisata ataupun di kawasan obyek wisata seperti misalnya restoran, art shop, pasar seni, sarana hiburan, dan rekreasi. 2.6.2 Prasarana Kepaariwisataan Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas utama atau dasar yang mendukung agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang dalam rangka memberikan pelayanan kepada para wisatawan guna memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka ragam. Yang termasuk prasarana pariwisata yaitu : 1) Prasarana perhubungan, meliputi: jalan raya, jembatan dan terminal bus, rel kereta api dan stasiun, pelabuhan udara (air-port) dan pelabuhan laut (sea port/harbour) 2) Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih. 3) Instalasi penyulingan bahan bakar minyak. 4) Sistem pengairan atau irigasi untuk kepentingan pertanian, peternakan dan perkebunan.
5) Sistem perbankan dan moneter. 6) Sistem telekomunikasi seperti telepon, pos, telegraf, faksimili, telex, email, dan lain. 7) Prasarana kesehatan seperti rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat. 8) Prasarana, keamanan, pendidikan dan hiburan. 2.7 Dasar Pengembangan Kepariwisataan Pengembangan kepariwisataan dalam negeri telah diarahkan untuk memupuk cinta tanah air dan bangsa, menanamkan jiwa dan semangat serta nilai-nilai luhur berbangsa, meningkatkan kualitas budaya bangsa, memperkenalkan peninggalan sejarah, keindahan alam termasuk bahari dengan terus meningkatkan wisata remajaremaja pemuda. Peningkatan kesadaran dan pariwisata masyarakat melalui usaha penyuluhan dan pembinaan kelompok-kelompok seni budaya, industri kerajinan, memperkenalkan dan mengembangkan budaya bangsa, dan kelestarian lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, kebijaksanaan yang digariskan adalah bahwa yang dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata berupa keadaan alam, flora, dan fauna hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan model dari perkembangan dan peningkatan kepariwisataan di Indonesia. Model ini harus dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan untuk berbagai tujuan nasional, termasuk untuk masyarakat dan persahabatan antarbangsa.
Penyelenggaraan
kepariwisataan
tersebut
dilaksanakan
dengan
tetap
memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup, serta daya tarik wisata itu sendiri. Nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan peradaban, mempertinggi derajat kemanusiaan, kesusilaan dan ketertiban umum guna memperkokoh jatidiri bangsa dan dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Karena itu, untuk mewujudkan pembangunan pariwisata harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya. 2) Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 3) Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup. 4) Kelanjutan dari usaha pariwisata itu sendiri. Asas
perikehidupan
dalam
keseimbangan
adalah
penyelenggaraan
kepariwisataan, tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga meningkatkan kehidupan sosial budaya serta hubungan antarmanusia dalam upaya meningkatkan kehidupan bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia. Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan Indonesia dimaksudkan agar daya tarik wisata yang sedemikian banyak dimiliki bangsa Indonesia dapat dikenal, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat dunia, serta dapat didayagunakan secara optimal, dengan tetap menjaga keutuhan dan
keasliannya, serta menghindarkan dari kerusakan-kerusakan. Sebaliknya, dengan adanya penyelenggaraan kepariwisataan tersebut, maka daya tarik wisata tersebut harus senantiasa ditingkatkan. Dalam kepariwisataan terdapat keterkaitan yang erat antara kegiatan pariwisata dalam aspek sosial yang menyangkut hubungan antara manusia, yaitu wisatawan dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata. Di samping itu, kegiatan pariwisata tdak menutup kemungkinan akan membawa dampak terhadap lingkungan fisik di daerah tujuan tersebut. Pasal 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataaan menyebutkan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan Indonesia adalah: 1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi 2) Meningkatkan kesejahteraan rakyat 3) Menghapus kemiskinan 4) Mengatasi pengangguran 5) Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya 6) Memajukan kebudayaan 7) Mengangkat citra bangsa 8) Memupuk rasa cinta tanah air 9) Memperkukuh jatidiri dan kesatuan bangsa 10) Mempererat persahabatan antar bangsa.
Berdasarkan undang-undang tersebut kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dengan sesama manusia, serta hubungan manusia dengan lingkungan. 2) Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal. 3) Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas. 4) Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. 5) Memberdayakan masyarakat setempat. 6) Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antarpusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan. 7) Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata. 8) Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2.8 Konsep Pengembangan Pariwisata Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara
langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata (Swarbrooke 1996:99). Terdapat beberapa jenis pengembangan, yaitu : a. Keseluruhan dengan tujuan baru, membangun atraksi di situs yang tadinya tidak digunakan sebagai atraksi. b. Tujuan baru, membangun atraksi pada situs yang sebelumnya telah digunakan sebagai atraksi. c. Pengembangan baru secara keseluruhan pada keberadaan atraksi yang dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan untuk membuatatraksi tersebut dapat mencapai pasar yang lebih luas, dengan meraih pangsa pasar yang baru. d. Pengembangan baru pada keberadaan atraksi yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya pengeluaran sekunder oleh pengunjung. e. Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan dari kegiatan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain dimana kegiatan tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur. 2.9 Aspek dan Daya Tarik Pariwisata dapat berkembang di suatu tempat pada dasarnya karena tempat tersebut memilki daya tarik yang mampu mendorong wiatawan untuk datang mengunjunginya. Menurut Inskeep (1991:77) daya tarik dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
a) Natural attraction : berdasarkan pada bentukan lingkungan alami b) Cultural attraction : berdasarkan pada aktivitas manusia c) Special types of attraction : atraksi ini tidak berhubungan dengan kedua kategori diatas, tetapi merupakan atraksi buatan seperti theme park, circus, dan shopping. Yang
termasuk
dalam
natural
attraction
diantaranya
yaitu,
iklim
pemandangan, flora dan fauna serta keunikan alam lainnya. Sedangkan cultural attraction mencakup sejarah, arkeologi religi dan kehidupan tradisional. Dalam pengembangan pariwisata diperlukan aspek-aspek untuk mendukung pengembangan tersebut. Adapun aspek-aspek yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1. Aspek Fisik Menurut UU RI No. 23 Tahun 1997 dalam Marsongko (2001),lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang termasuk dalam lingkungan fisik yaitu : a)
Geografi
Aspek geografi meliputi luas kawasan DTW, luas area terpakai dan juga batas administrasi serta batas alam.
b)
Topografi
Merupakan bentuk permukaan suatu daerah khususnya konfigurasi dan kemiringan lahan seperti dataran berbukit dan area pegunungan yang menyangkut ketinggian rata-rata dari permukaan laut dan konfigurasi umum lahan. c)
Geologi
Aspek dari karakteristik geologi yang penting dipertimbangkan termasuk jenis material tanah, kestabilan, daya serap, serta erosi dan kesuburan tanah. d)
Klimaologi
Termasuk temperatur udara, kelembaban, curah hujan, kekuatan tiupan angin, penyinaran matahari rata-rata dan variasi musim. e)
Hidrologi
Termasuk didalamnya karakteristik dari daerah aliran sungai, pantai dan laut seperti arus, sedimentasi, abrasi. f) Visability
Menurut Salim (1985:2239), yang dimaksud dengan visability adalah pemandangan terutama dari ujung jalan yang kanan-kirinya berpohon (barisan pepohonan yang panjang). g)
Vegetasi dan Wildlife
Daerah habitat perlu dipertimbangkan untuk menjaga kelangsungan hidup vegetasi dan kehidupan liar untuk masa sekarang dan akan datang. Secara umum dapat dikategorikan sebagai tanaman tinggi, tanaman rendah ( termasuk padang rumput )
beserta spesies-spesies flora dan fauna yang terdapat di dalamnya baik langka, berbahaya, dominan, produksi, konservasi maupun komersial. 2. Aspek Aksesbilitas Salah satu komponen infrastruktur yang penting dalam destinasi adalah aksebilitas. Akses yang bersifat fisik maupun non fisik untuk munuju suatu destinasi merupakan hal penting dalam pengembangan pariwisata. Aspek fisik yang menyangkut jalan, kelengkapan fasilitas dalam radius tertentu, frekuensi transportasi umum dari terminal terdekat. Menurut Bovy dan Lawson (1998:202), jaringan jalan memiliki dua peran penting dalam kegiatan pariwisata, yaitu : 1) Sebagai alat akses, transport, komuniksi antara pengunjung atau wisatawan dengan atraksi rekreasi atau fasilitas. 2) Sebagai cara untuk melihat-lihat (sightseeing) dan menemukan suatu tempat yang membutuhkan perencanaan dalam penentuan pemandangan yang dapat dilihat selama perjalanan. Pada peran kedua, menunjukan aspek non fisik yang juga merupakan faktor penting dalam mendukung aksesibilitas secara keseluruhan, dapat berupa keamanan sepanjang jalan, dan waktu tempuh dari tempat asal menuju ke destinasi. Lebih lanjut Bovy dan Lawson (1998;203) membagi jalan untuk kepentingan wisatawan menjadi tiga kategori, yaitu : 1) Jalan Utama yang menghubungkan wilayah destinasi utama dengan jaringan jalan nasional atau jalan utama di luar kawasan.
2) Jalan Pengunjung, yaitu jalan sekunder yang biasanya beraspal (makadam) ataupun gravel yang menghubungkan dengan fasilitas wisata yang spesifik seperti resort, hotel yang terpisah, restoran atau atraksi rekreasi lainnya. 3) Sirkuit Pengunjung, untuk kegiatan melihat-lihat dengan pemandangan yang menarik di sepanjang jalannya. 3. Aspek Aktivitas dan Fasilitas Dalam pengembangan sebuah objek wisata dibutuhkan adanya fasilitas yang berfungsi sebagai pelengkap dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam. Menurut Bukart dan Medlik (1974;133), fasilitas bukanlah merupakan faktor utama yang dapat menstimulasi kedatangan wisatawan ke suatu destinasi wisata, tetapi ketiadaan fasilitas dapat menghalangi wisatawan dalam menikmati atraksi wisata. Pada intinya, fungsi fasilitas haruslah bersifat melayani dan mempermudah kegiatan atau aktivitas pengunjung/wisatawan yang dilakukan dalam rangka mendapat pengalaman rekreasi. Di samping itu fasilitas dapat pula menjadi daya tarik wisata apabila penyajiannya disertai dengan keramahtamahan yang menyenangkan wisatawan, Dimana keramahtamahan dapat mengangkat pemberian jasa menjadi suatu atraksi. Bovy dan Lawson (1979;9) menyebutkan bahwa fasilitas adalah atraksi buatan manusia yang berbeda dari daya tarik wisata yang lebih cenderung berupa sumber daya.
4. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Dalam analisa sosial ekonomi membahas mengenai mata pencaharian penduduk, komposisi penduduk, angkatan kerja, latar belakang pendidikan masyarakat sekitar, dan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah. Hal ini perlu dipertimbangkan karena dapat menjadi suatu tolak ukur mengenai apakah posisi pariwisata menjadi sektor unggulan dalam uatu wilayah tertentu ataukah sektor yang kurang menguntungkan dan kurang selaras dengan kondisi perekonomian yang ada.