BAB II URAIAN TEORITIS
2.1
Pengeluaran Pemerintah Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu
anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum, anggaran berimbang yaitu suatu kondisi di mana penerimaan sama dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan (G < T). Sedangkan anggaran defisit yaitu anggaran pengeluaran lebih besar dari penerimaan (G > T). Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi. Sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi angka pengangguran maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya. (Mangkoesoebroto, 1994). Pengeluaran pemerintah terdiri dari : 1. Pengeluaran rutin Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah,
kegiatan operasional dan pemeliharaan aset
negara,
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian. (Mangkoesoebroto, 1994) Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Besarnya dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian
seperti
perbaikan
pendapatan
aparatur
pemerintah,
penghematan pembayaran bunga utang dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu, juga terjadi pada pos pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara pinjaman dalam dan luar negeri yaitu pada saat implikasi di saat pengembalian. Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang oleh pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena terjadi transfer pendapatan oleh kelompok masyarakat yang membayar pajak kepada kelompok masyarakat yang menjadi kreditur. Dampak dari aliran ini masih berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak adalah warga negara Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar negeri, terjadi aliran dampak ekonomi (multiplier effect) yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Pihak-pihak yang menerima pengembalian pinjaman adalah pihak kreditur di luar negeri (Mangkroesoeboto, 1994). Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin meningkat. Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain disebabkan oleh membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Selain pengeluaran untuk belanja pegawai dan pembayaran bunga utang, pos lain yang menarik adalah pengeluaran pemerintah untuk berbagai subsidi. Satu pos diantaranya yang berperan cukup besar adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada pada tahun 1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar dunia menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM sehingga melebihi hasil penjualan BBM itu sendiri. Akibatnya pemerintah terpaksa memberikan subsidi terutama terhadap minyak tanah dan solar. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. (Dumairy, 1997)
Universitas Sumatera Utara
2. Pengeluaran pembangunan Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia maka pencapaian sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin. (Nota Keuangan dan APBN, 2004) Sehubungan dengan hal tersebut formulasi distribusi dan alokasi dari penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan penting dalam pencapaian target kebijaksanaan fiskal. Di samping itu, pengelolaan anggaran permbangunan juga harus tetap di tempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran pendapatan dan belanja negara yang sehat melalui upaya mengurangi secara bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
Pengeluaran
pembangunan
dibedakan
atas
pengeluaran
pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pembiayaan pembangunan rupiah dibiayai dari sumber pembiayaan dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk departemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah. (Basri, 2005) Dalam
rangka
menutupi
kesenjangan
antara
kebutuhan
pembangunan dengan kemampuan dana dalam negeri maka pembiayaan proyek masih tetap dibutuhkan. Pembiayaan proyek bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman proyek dan dimanfaatkan untuk pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial dalam rangka mendukung program jaringan pengaman
sosial,
penyediaan
sarana
dan
prasarana
transportasi,
pembangunan dibidang pertanian, tenaga listrik dan pengairan. Di samping itu
juga
dilakukan
pengadaan
prasarana
pendukung
Hankam,
Telekomunikasi dan pembangunan prasarana perkotaan. (Basri, 2005)
Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget,
Universitas Sumatera Utara
dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Sejak tahun 2005 mulai ditetapkan penyatuan anggaran antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan serta pengklasifikasian anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja, organisasi dan fungsi. (Nota Keuangan dan RAPBN, 2005). Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian format dan struktur belanja negara yang baru, maka belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan (viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget). (Suminto, 2004) Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting dalam belanja tersebut antara lain : (Suminto, 2004) 1. Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, tunjangan khusus dan belanja pegawai, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara
Universitas Sumatera Utara
belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Di sinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih. 2. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. 3. Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i) belanja modal asset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/non-fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya nonfisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan. 4. Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta. 5. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan kepada
Universitas Sumatera Utara
penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial. 6. Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Tabel 2.1 Konvensi Belanja Negara menurut jenis belanja dalam I-Account Format lama A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga utang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran Pembangunan II. Belanja untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. Keseimbangan Primer D. Surplus / Defisit Anggaran E. Pembiayaan Sumber : Suminto, 2004
2.2
Format Baru A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Penerimaan Hibah B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Bunga Utang 5. Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lain-lain II. Belanja untuk Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. Keseimbangan Primer D. Surplus / Defisit Anggaran E. Pembiayaan
Teori Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. (Mangkoesoebroto, 1994)
Universitas Sumatera Utara
Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikan atau menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya. Tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai. Melainkan harus diperhitungkan siapa yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak melemahkan kegiatan pihak swasta. (Dumairy, 1997) Teori mengenai pengeluaran pemerintah juga dapat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu teori makro dan teori mikro. (Mangkoesoebroto, 1994)
2.2.1 Teori Makro Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. (Suparmoko,1987)
Universitas Sumatera Utara
Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut : (Boediono,1999) a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa. b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai. Perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi, di mana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung. c. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment bukan pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun,
pembayaran
bunga
untuk
pinjaman pemerintah
kepada
masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya berbeda. (Boediono, 1999)
2.2.1.1 Model
Pembangunan
Tentang
Perkembangan
Pengeluaran
Pemerintah Model
ini
dikembangkan
oleh
Rostow
dan
Musgrave
yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapan pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal ini dikarenakan pada
Universitas Sumatera Utara
tahap ini persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sehingga pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. (Dumairy, 1997) Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. (Basri, 2005) Dalam satu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi swasta terhadap GNP semakin besar. Tetapi rasio investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil. Sementara itu, Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran untuk layanan sosial seperti program kesejahteraan hari tua, program pendidikan, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya. (Dumairy, 1997)
Universitas Sumatera Utara
Teori Rostow dan Musgrave adalah pandangan yang timbul dari pengamatan atas pengalaman pembangunan ekonomi yang dialami banyak negara tetapi tidak disadari oleh suatu teori tertentu. Selain tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan. (Mangkoesoebroto, 1994)
2.2.1.2 Hukum Wagner Pengamat empiris oleh Adolf Wagner terhadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke 19 menunjukan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap
PDB dengan
mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. (Dumairy, 1997) Wagner
menyatakan
bahwa
dalam
suatu
perekonomian
apabila
pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. (Mangkoesoebroto, 1994). Temuannya kemudian oleh Richard A. Musgrave dinamakan Hukum Pengeluaran Pemerintah yang selalu Meningkat (The Law of Growing Public Expenditure). Sedangkan Wagner sendiri menamakannya sebagai Hukum Wagner yaitu Hukum Aktivitas Pemerintah yang selalu Meningkat (The Law of Ever Increasing State Activity). (Dumairy, 1997)
Universitas Sumatera Utara
Hukum tersebut dapat dirumuskan dengan notasi: GpCt YpCt
>
GpCt-1 GpCt-2 GpCt-n > > ……….. > YpCt-1 YpCt-2 YpCt-n
Di mana : GpC : Pengeluaran pemerintah perkapita YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita I
: Indeks waktu Hukum tersebut memberi dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan
eksternalitas. Sehingga Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian akan menyebabkan hubungan antara industri dengan industri dan hubungan industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan kompleks. Sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif semakin besar. (Mangkoesoebroto, 1994) Secara grafik rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional (GpC / YpC) atau (G / Y) ditunjukan oleh sebuah kurva eksponensial berikut. Gambar 2.1 Kurva Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Nasional berdasarkan Hukum Wagner G/Y
t
0
Sumber : Dumairy, 1997
Universitas Sumatera Utara
Persoalan yang belum terpecahkan ialah apakah dalam jangka panjang kurva tersebut akan berpola gompertsian (berarti sampai dengan suatu titik tertentu rasio G/Y akan kembali menurun) sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar kurva Gompertsian di bawah ini. (Dumairy, 1997) G/Y
Gompertsian
Parabolik
0
t
Sumber : Dumairy, 1997
Hukum Wagner terdapat kelemahan yaitu tidak didasarkan pada suatu teori pemilihan barang publik. Tetapi Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain. Sebagaimana ditunjukan dalam gambar sebagai berikut : secara relatif peranan pemerintah semakin meningkat. (Mangkoesoebroto, 1994)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut Wagner Pengeluaran Pemerintah/ GDP Kurva 1
Kurva 2
0
Waktu
Sumber: Mangkoesoebroto, 1994
Menurut Wagner ada 5 hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidakefisienan
birokrasi yang
mengiringi
perkembangan pemerintahan.
(Dumairy, 1997).
2.2.1.3 Teori Peacock Wiseman Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Peacock dan Wiseman
mengemukakan
pendapat
lain
dalam
menerangkan
perilaku
perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkannya pada suatu analisis
Universitas Sumatera Utara
penerimaan pengeluaran pemerintah. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak. Padahal
masyarakat
tidak
menyukai
pembayaran
pajak
yang
besar.
(Mangkoesoebroto, 1994) Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini
merupakan kendala bagi pemerintah untuk
menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Menurut Peacock dan Wiseman adalah pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. (Basri, 2005) Jadi dalam keadaan normal, kenaikan PDB menyebabkan baik penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal jadi terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar
pengeluarannya
untuk
mengatasi
gangguan
tersebut.
Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian
Universitas Sumatera Utara
(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. (Basri, 2005) Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). (Mangkoesoebroto, 1994) Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi perang. Jadi berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis,tetapi seperti tangga. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini : (Mangkoesoebroto, 1994)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Kurva Teori Peacock dan Wiseman Pengeluaran Pemerintah/ GDP C
D
G A
0
t
t +1
Pengeluaran F Pemerintah
Pengeluaran B Swasta
Tahun
Sumber: Mangkoesoebroto, 1994
Dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana yang ditunjukan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang selesai pada tahun t+1, pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan setelah perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan. Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi oleh masyarakat sehingga tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat. Secara grafik, perkembangan
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan Musgrave. Melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2.4 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Berdasarkan Pendapat Rostow Mugrave dan Peacock Wiseman Pengeluaran Pemerintah/ GDP
Wagner, Solow, Mugrave Peacock & Wiseman
0
Tahun
Sumber : Dumairy, 1997
Bird mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman. Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi pengalihan
aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke
pengeluaran yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan diikuti oleh peningkatan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB. Akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB akan menurun secara perlahan-lahan kembali ke keadaan semula. Jadi menurut
Universitas Sumatera Utara
Bird, efek pengalihan merupakan gejala dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang. (Mangkoesoebroto, 1994)
2.2.2 Teori mikro Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran akan barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut, selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Sebagai contoh, misalnya pemerintah menetapkan akan membuat sebuah pelabuhan udara baru. Pelaksanaan pembuatan pelabuhan baru tersebut menimbulkan permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta seperti semen, baja, alat-alat pengangkutan dan sebagainya. (Basri, 2005) Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Penentuan permintaan Ui = f (G, X) Di mana :
G = Vektor dari barang publik X = Vektor dari barang swasta i = Individu U = Fungsi utilitas
Universitas Sumatera Utara
Seorang individu mempunyai permintaan akan barang publik dan swasta. Akan tetapi, permintaan efektif akan barang tersebut (pemerintah dan swasta) tergantung pada kendala anggaran (budget constraints). Misalkan seorang individu (i) membutuhkan barang publik (K) sebanyak Gik. Untuk menghasilkan barang K sebanyak Gk, pemerintah harus mengatur sejumlah kegiatan. Misalnya pemerintah
berusaha untuk
meningkatkan
penjagaan keamanan.
Dalam
pelaksanaan usaha meningkatkan keamanan tersebut tidak mungkin bagi pemerintah untuk menghapuskan sama sekali angka kejahatan. Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus menetapkan suatu tingkat keamanan yang dapat ditolerir oleh masyarakat. Suatu tingkat keamanan tertentu dapat dicapai dengan berbagai kombinasi aktivitas atau dengan menggunakan berbagai fungsi produksi. (Basri, 2005) Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa faktor dibawah ini yaitu : (Mangkoesoebroto, 1994) Perubahan permintaan akan barang publik. Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Perubahan kualitas barang publik. Perubahan harga faktor produksi. 2. Penentuan tingkat output Barang dan jasa publik yang disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh politisi yang memilih jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Disamping itu, para
Universitas Sumatera Utara
politisi juga menentukan jumlah pajak yang akan dikenakan kepada masyarakat untuk membiayai barang dan jasa publik tersebut dalam menentukan jumlah barang dan jasa yang akan disediakan. Para politisi memperhatikan selera atau keinginan masyarakat, agar masyarakat merasa puas dan tetap memilih mereka dalam sebagai wakil masyarakat. Fungsi utilitas para politisi adalah sebagai berikut : (Basri, 2005) Up = g (X, G, S) Di mana : Up = Fungsi utilitas S
= Keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau kedudukan
G = Vektor barang publik X
2.3
= Vektor barang swasta
Pertumbuhan Ekonomi Secara singkat dapat dikatakan, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang yang ditekankan pada tiga aspek proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu waktu yang dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Yang perlu diperhatikan adalah dari sisi output totalnya (GDP)
Universitas Sumatera Utara
dan sisi jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total dibagi jumlah penduduk. (Boediono, 1999) Pertumbuhan
ekonomi
berarti
perkembangan
kegiatan
dalam
perekonomian menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Dari satu periode ke periode lainnya, kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal. Teknologi yang digunakan berkembang. Disamping itu, tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk dan pengalaman kerja dan pendidikan menambah ketrampilan. (Sadono Sukirno, 2006) Ada 3 faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa yaitu: 1. Akumulasi modal Meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal (SDM). Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapata dikemudian hari. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi infrastruktur ekonomi dan sosial.
Universitas Sumatera Utara
2. Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Di mana positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor penunjang seperti kecakapan manajerial atau administrasi. 3. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi dapat terbagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1) Kemajuan teknologi yang netral Terjadi apabila teknologi tersebut menungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama, inovasi yang sama seperti pengelompokan tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan output atau kenaikan output masyarakat. 2) Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja Sebagian besar kemajuan teknologi pada abad ke 20 adalah teknologi yang hemat tenaga kerja. Jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan produksi sudah mulai berkurang. Sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input tenaga kerja atau modal yang sama. 3) Kemajuan teknologi yang hemat modal merupakan fenomena yang relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk menghemat modal. (Todaro, 1998) Di dalam proses pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh 2 macam faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, modal dan teknologi yang disebut faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, keadaan politik dan nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang yang disebut faktor non ekonomi. (Jhingan, 2001)
2.4
Teori Pertumbuhan Teori pertumbuhan ekonomi menjelaskan mengenai faktor-faktor yang
menentukan pertumbuhan ekonomi dan prosesnya dalam jangka panjang, penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor itu berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sehingga menimbulkan terjadinya proses pertumbuhan (Todaro, 1998). Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi, masing-masing teori mengemukakan faktor-faktor apa saja yang mendorong pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Teori Pertumbuhan Kuznet Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideology terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Masing-masing dari ketiga komponen pokok dari definisi itu sangat penting yaitu: 1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan kemampuan dalam menyediakan berbagai barang jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu negara yang bersangkutan. 2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan tetapi tidak cukup itu saja namun masih dibutuhkan faktor-faktor lain. 3. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam teknologi
baru,
maka
perlu
diadakan
serangkaian
penyesuaian
kelembagaan, sikap, dan ideologi. (Todaro, 1998)
2.4.2 Teori Pertumbuhan Neoklasik Sejak pertengahan tahun 1950-an berkembang serangkaian analisis mengenai
pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pandangan ahli-ahli
ekonomi klasik. Oleh sebab itu, dewasa ini terori tersebut dikenal sebagai teori pertumbuhan Neoklasik. Fokus dari teori pertumbuhan neoklasik adalah
Universitas Sumatera Utara
akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melalukan investasi. (Rahardja, 2004) Dalam analisis Neoklasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju pertumbuhan.
Suatu
perekonomian
akan
berkembang
tergantung
pada
pertambahan faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Sehingga sumbangan terpenting dari teori pertumbuhan Neoklasik bukanlah dalam menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi kepada
kemungkinan
menggunakan
teori
tersebut
untuk
mengadakan
penyelidikan empiris dan menentukan peranan sebenarnya dari berbagai faktor dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Ahli ekonomi yang menjadi perintis mengembangkan teori tersebut adalah Solow. (Sadono Sukirno, 2006)
2.4.2.1 Robert M. Solow Dalam teori Solow, model yang dikembangkan memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertambahan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. (Boediono, 1999). Proses pertumbuhan dilihat sebagai suatu proses yang berlangsung dengan pertimbangan variabel diantara faktor produksi. Harga faktor produksi adalah fleksibel sehingga ada kemungkinan substitusi diantara faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi yaitu substitusi anatara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dalam keadaan di mana jumlah tenaga kerja melebihi pasok modal maka harga tenaga kerja (tingkat upah) akan menurun terhadap harga modal (tingkat bunga). Sebaliknya jika pertambahan modal melampaui pertambahan jumlah
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja maka tingkat upah akan meningkat. Dengan adanya perubahan pada harga faktor produksi dan melalui substitusi satu jenis faktor produksi oleh jenis faktor produksi lainnya, hal itu satu sama lain dapat membatasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dari equilibrium pertumbuhan. (Sadono Sukirno, 2006)
2.4.2.2 Pendekatan Keynes Teori klasik yang beranggapan tanpa campur tangan pemerintah dalam ekonomi maka pembangunan ekonomi berjalan maksimal. Setelah terjadi depresi ekonomi dunia tahun 1929 -1932, teori Smith kemudian dikoreksi oleh John Maynard Keynes (1936). Dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money, Keynes melihat perekonomian secara keseluruhan (makro). Implikasi pandangan Keynes adalah untuk menjamin pertumbuhan yang stabil diperlukan peranan pemerintah dalam pengelolaan perekonomian baik melalui kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar) maupun kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah).
2.4.3 Teori Pertumbuhan Neokeynes Teori pertumbuhan Neokeynes dikembangkan oleh 2 orang ahli ekonomi sesudah Keynes yaitu Evsey D. Domar dan R.F. Harrod. Domar mengemukakan teori tersebut untuk pertama kalinya dalam tahun 1947 dalam American Economic Review. Sedangkan Harrod telah mengemukakannya pada tahun 1939 dalam Economic Journal. Maka pada dasarnya teori tersebut sebenarnya dikembangkan oleh kedua orang ahli ekonomi secara terpisah. Tetapi karena inti dari teori tersebut sangat sama maka lebih dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori
Universitas Sumatera Utara
Harrod – Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. (Sadono Sukirno, 2006)
2.4.3.1 Teori Harrod-Domar Perhatian Harrod berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat berlangsung secara terus menerus dalam keadaan equilibrium yang stabil. Perhatian Harrod dipusatkan pada persyaratan yang harus dipenuhi untuk memelihara keseimbangan antara tabungan, investasi dan pendapatan dalam dinamika pertumbuhan ekonomi. Sedangkan gagasan Domar berpangkal tolak pada berlakunya asas investment multiplier. Laju pertumbuhan pada permintaan efektif langsung dihadapkan kepada pertumbuhan kapasitas produksi. Dengan demikian, di dalam teori Harrod-Domar menganggap pula bahwa pertambahan dan kesanggupan memproduksi tidak secara sendirinya akan menciptakan pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional. Harrod dan Domar sependapat dengan Keynes bahwa pertambahan produksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Walaupun kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi tercipta apabila pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan kalau dibandingkan dengan pada masa sebelumnya. Bertitik tolak dari pandangan ini, analisis Harrod – Domar bertujuan untuk menunjukan syarat yang diperlukan supaya dalam jangka panjang kemampuan memproduksi yang bertambah dari masa ke masa (yang diakibatkan oleh
Universitas Sumatera Utara
pembentukan modal pada masa sebelumnya) akan selalu sepenuhnya digunakan. (Sadono Sukirno, 2006)
2.5
Penelitian Sebelumnya Penelitian Ramayandi tahun 2003 berjudul “Economic Growth And
Government Size In Indonesia: Some Lessons For The Local Authorities Department of Economics” menyatakan bahwa dengan menggunakan metode ECM antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dan mempunyai hubungan dalam jangka panjang selama periode 19691999. Dalam penelitian Alfirman dan Sutriono tahun 2005 berjudul “Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan menggunakan pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression” menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara total pengeluaran pemerintah dengan produk domestik bruto. Pengeluaran rutin tidak signifikan mempengaruhi produk domestik bruto karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Sementara pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausalitas positif dan signifikan terhadap produk domestik bruto. Hal ini dapat dijelaskan oleh pengaruh positif pengeluaran sektor pertanian, infrastruktur dan transportasi serta pendidikan terhadap produk domestik bruto dan pengaruh positif perubahan produk domestik bruto terhadap pengeluaran pemerintah di sektor infrastruktur dan transportasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Wijayanti tahun 2008 berjudul “Analisis Kausalitas antara Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia tahun 1970-2005” menyatakan bahwa dengan menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger dan uji kausalitas Granger, secara empiris kita tidak bisa menemukan kedua arah hubungan kasusalitas, baik Hukum Wagner maupun hipotesis Keynes tidak valid untuk kasus Indonesia. Menurut penelitian Manalu tahun 2004 berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” menyatakan bahwa pengeluaran rutin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sementara pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan metode OLS dalam periode 19842003. Menurut hasil penelitian Jiranyakul tahun 2007 berjudul The Relation Between Government Expenditure And Economic Growth In Thailand menunjukan bahwa dengan menggunakan Granger hanya terdapat hubungan satu arah antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Thailand yaitu kenaikan pengeluaran pemerintah yang menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi. Dalam hasil penelitian ini juga disebutkan tidak terdapat hubungan jangka panjang antara kedua variabel. Sedangkan dengan menggunakan metode OLS, menunjukan bahwa antara kedua variabel berhubungan positif selama periode penelitian.
Universitas Sumatera Utara