BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi tentang komunikasi, yakni banyaknya definisi yang dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu yang memberi masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistik, dan lain sebagainya. Jadi pengertian komunikasi tidak sesederhana yang kita lihat sebab para pakar memberikan definisi menurut pemahaman dan perspektif masing-masing (Cangara, 2007: 17). Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari bahasa Latin “communicates” atau “communication” atau “cummunicare” yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan (Riswandi, 2009: 1). Joseph A.Devito (1978) dalam bukunya “Communicologi: An Introduction to The Study of Communication” menjelaskan komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan komunikasi yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan beberapa efek yang timbul dari kesempatan arus balik (Lubis, 2005:10).
Universitas Sumatera Utara
Howard Stephenson (1971) dalam bukunya “Handbook of Public Relations” menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan komunikasi dan efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok lainnya (Lubis, 2005:10). Carl I Hovland, Janis, dan Kelley mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Menurut Bernard Berelson dan Gary A. Steiner komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti katakata, gambar, angka-angka, dan lainnya. Sedangkan menurut Weaver Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya (Riswandi, 2009: 2). Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi ilmu komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki
orang-orang
mengatur
lingkungannya
dengan
membangun
hubungan antarsesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2006: 18-19). Menurut Rogers bersama D Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
Universitas Sumatera Utara
informasi dengan satu sama lainnya, yang pada giliranya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2006: 19). Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit banyaknya kita telah memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan Shannon dan Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Karena itu, jika kita berada dalam suatu situasi berkomunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol–simbol yang digunakan dalam berkomunikasi (Cangara, 2007: 19-20).
2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi (Cangara, 2006: 21). Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Aristoteles, ahli filsafat Yunani Kuno dalam bukunya Rhetorica menyebut bahwa suatu proses komunikasi cukup
Universitas Sumatera Utara
didukung oleh tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan (Cangara 2006:21). Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949), dua orang insinyur listrik menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang mendukungnya yaitu pengirim, transmitter, signal, penerima dan tujuan. Awal tahun 1960-an David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR”, yakni: Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima). Kemudian Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. De Fleur menambahkan lagi unsur efek dan umpan balik (feedback). Perkembangan terakhir adalah munculnya pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah penting dalam proses komunikasi. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut: 1.
Pengirim Pesan atau Sumber Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi, atau lembaga.
2.
Pesan Pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis maupun lisan. Pesan nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara.
Universitas Sumatera Utara
3.
Saluran atau Media Saluran atau media adalah jalan/alur yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima. Saluran yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang cahaya dan gelombang suara yang dapat kita lihat dan dengar. Media yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.
4.
Penerima Pesan Penerima pesan adalah pihak yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver.
5.
Pengaruh Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang.
6.
Tanggapan Balik Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai kepada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai ke
Universitas Sumatera Utara
tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber. 7.
Lingkungan Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.
2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut: a.
Menyampaikan informasi (to inform)
b.
Mendidik (to educate)
c.
Menghibur (to entertain)
d.
Mempengaruhi (to influence) (Effendy, 2005: 8) Widjaja (2000 : 64), menjelaskan apabila komunikasi dipandang dari arti
yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide. Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut: 1.
Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam masyarakat.
3.
Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat
jangka pendek maupun
jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar. 4.
Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau penyelesaian perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
5.
Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk ketrampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.
6.
Memajukan kehidupan, meyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horison seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya.
7.
Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imaji dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok, dan individu.
Universitas Sumatera Utara
8.
Intergrasi, menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain. Berdasarkan kerangka yang dikemukakan oleh William I. Gorden, fungsi
komunikasi terdiri dari empat bagian, yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. (Mulyana, 2005: 5). Berikut ini adalah penjelasan tentang masing-masing fungsi komunikasi yang diungkapkan oleh William I. Gorden.
1. Komunikasi Sosial Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Mulyana, 2005: 5). a.
Pembentukan konsep diri Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin mempunyai kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. Melalui
Universitas Sumatera Utara
komunikasi dengan orang lain, kita bukan saja belajar mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita (Mulyana, 2005: 7-8). b.
Pernyataan eksistensi diri Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepatlagi pernyataan eksistensi diri. Kita dapat memodifikasi pernyataan filosof Prancis Rene Descartes (1596-1650) yang mengatakan Cogito Ergo Sum (“Saya berpikir, maka saya ada”) menjadi “Saya berbicara, maka saya ada”. Bila kita berdiam diri, orang lain akan memperlakukan kita seolah-olah kita tidak eksis. Namun ketika kita berbicara, kita menyatakan bahwa kita ada (Mulyana, 2005: 12).
c.
Untuk
kelangsungan
hidup,
memupuk
hubungan,
dan
memperoleh
kebahagiaan Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.
2. Komunikasi Ekspresif Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan baik sendiri ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif
Universitas Sumatera Utara
tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal (Mulyana, 2005: 21-22). Komunikasi ekspresif dapat pula dikomunikasikan melalui karya seni seperti puisi, novel, lukisan, tarian, musik, dan seni patung. Musik dapat mengekspresikan perasaan, kesadaran, bahkan pandangan hidup atau ideologi manusia seperti cinta, penderitaan orang, atau kritik terhadap penguasa. Lukisan juga sering mengekspresikan perasaan pelukisnya. Perasaan tersebut terlihat dari penggunaan warna dan bentuk-bentuk garis dalam lukisan (Riswandi, 2009: 19).
3. Komunikasi Ritual Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara ritual. Suatu komunitas yang sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun (menyanyikan Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan, pernikahan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara tersebut orang-orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa’a, membaca kitab suci, naik haji, upacara wisuda, perayaan lebaran atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali
Universitas Sumatera Utara
komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka (Mulyana, 2005: 25). Komunikasi ritual sering kali bersifat ekspresif, artinya menyatakan perasaan terdalam seseorang, misalnya seorang anggota Paskibraka berlinang air mata ketika mencium bendera pusaka merah putih. Kegiatan komunikasi ritual memungkinkan pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi keterpaduan mereka. Yang menjadi esensi bukanlah kegiatan ritualnya, akan tetapi adanya perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainyam artinya adanya perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar dari diri kita, dan bahwa diri kita diakui dan diterima oleh kelompok kita (Riswandi, 2009: 20). Komunikasi ritual adakalanya bersifat mistik dan seringkali perilaku orangorang yang ada di dalam komunitas tersebut sulit dimengerti dan dipahami oleh orang-orang yang ada di luar komunitas. Contoh yang dapat dikemukakan adalah upacara-upacara ritual di beberapa suku pedalaman di Indonesia seperti suku Asmat, suku Badui, Dayak, dan beberapa suku lainnya yang mata pencahariannya adalah bertani, menangkap ikan di sungai atau di laut, atu berburu binatang. Komunikasi ritual ini bisa jadi akan tetap ada sepanjang zaman, karena ia merupakan kebutuhan manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah demi pemenuhan kebutuhan dirinya sebagai makhluk individu, anggota komunitas tertentu, makhluk sosial, dan sebagai salah satu bagian dari alam semesta.
Universitas Sumatera Utara
4. Komunikasi Instrumental Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut disebut membuajuk (bersifat persuasif). komunikasi yang berfungsi untuk memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasive dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. Ketika seorang dosen menyatakan bahwa ruang kuliah kotor, pernyataannya tersebut dapat membujuk mahasiswa untuk membersihkan ruang kuliah tersebut. Bahkan komunikasi yang menghibur (to entertain) pun secara tidak langsung membujuk khalayak untuk melupakan persoalan hidup mereka (Mulyana, 2005: 30). Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, tetapi juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkna kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, antara lain dapat diraih lewat pengelolaan pesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti
Universitas Sumatera Utara
berbicara sopan, mengobral janji, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan. Taktik itu lazim kita lihat pada orang-orang yang melakukan kampanye politik. Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian pidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karir, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.
2.1.4 Konteks-Konteks Komunikasi Menurut Mulyana (2005: 72), kategorisasi berdasarkan tingkat (level) paling lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikais yang melibatkan jumlah peserta yang paling sedikit hingga komunikasi yang melibatkan jumlah peserta yang paling banyak. Terdapat empat tingkatan yang disepakati oleh para pakar, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi,
dan
komunikasi
massa.
Beberapa
pakar
lain
menambahkan komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik (komunikasi dua orang), dan komunikasi publik (berpidato di depan umum).
a. Komunikasi Intrapribadi Komunikasi intrapribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau tidak. Contohnya berpikir. Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam kontekskonteks lainnya, meskipun dalam disiplin komuniikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inhern dalam komunikasi dua orang, tiga orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikais dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri (Mulyana, 2005: 72-73)
b. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi (interpersonal coomunication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap raksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suamiisteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya. Cirri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2005: 73).
c. Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
Universitas Sumatera Utara
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi; kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small-group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan komunikasi antar pribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok (Mulyana, 2005: 74).
d. Komunikasi Publik Komunikasi publik (public communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak bisa dikenali satu per satu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah, atau kuliah umum. Beberapa pakar menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large-group communication) untuk komunikasi ini (Mulyana, 2005: 74). Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dari pada komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok, karena komunikasi publik menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah besar orang. Daya tarik fisik pembicara bahkan sering merupakan faktor penting untuk menentukan efektivitas pesan, selain kehalian dan kejujuran yang dimiliki pembicara. Tidak seperti komunikasi antarpribadi yang melibatkan pihak-pihak yang sama-sama aktif, satu pihak (pendengar) dalam
Universitas Sumatera Utara
komunikasi publik cenderung pasif. Umpan balik yang mereka berikan terbatas, terutama umpan balik yang bersifat verbal.
e. Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan adakalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horizontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk gossip (Mulyana, 2005: 75).
f. Komunikasi Massa Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses
Universitas Sumatera Utara
untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan oleh media massa ini (Mulyana, 2005: 75).
2.2 Komunikasi Kelompok 2.2.1 Pengertian Komunikasi Kelompok Ada begitu banyak pengertian maupun berbagai definisi mengenai seluk beluk komunikasi kelompok. Berikut ini adalah beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli. 1.
Peter L. Berger (1991) Komunikasi kelompok merupakan hubungan antara manusia dengan masyarakat
secara
dialektis
dalam
eksternalisasi,
obyektifitas,
dan
internalisasi. Ekternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik dalam aktifitas
maupun
mentalitas.
Melalui
eksternalisasi,
manusia
mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Obyektifitas adalah disandangnya produk-produk aktifitas suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya (manusia) dalam suatu kefaktaan yang eksternal terhadap yang lain, dari pada podusennya sendiri. Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentranformasikannya sekali lagi strukturstruktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif. 2.
Elwood Murray Komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai disiplin karena komunikasi kelompok ini mempunyai ruang lingkup, menunjukkan kemajuan dalam pengembangan teori serta mempunyai metodologi riset, kritik, dan penerapan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Carl E. Larson dan Alvina A. Goldberg Komunikasi kelompok adalah salah satu dari sejumlah kecil disiplin ilmu yang mempunyai penerapan dan kritik sebelum mempunyai suatu lingkup yang jelas, teori ataupun metodologi riset. (Lubis, 2007: 118-119) Sendjaja (2002: 3.3) menjelaskan bahwa Michael Burgoon dan Michael
Ruffner dalam bukunya Human Communiation, A Revisian of Approaching Speech/Comumunication, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota kelompok dapat menumbuhkan karateristik pribadi anggota lainnya dengan akurat (the face-to-face interaction of three or more individuals, for a recognized purpose such as information sharing, self-maintenance, or problem solving, such that the members are able to recall personal characteristics of other members accurately). Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi di atas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya. Kita mencoba membahaas keempat elemen dari batasan tersebut dengan lebih rinci. 1.
Terminologi tatap muka (face-to face) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari
Universitas Sumatera Utara
setiap anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok. 2.
Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai 20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.
3.
Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahun (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
4.
Elemen terakhir adalah kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti
Universitas Sumatera Utara
bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.
2.2.2 Klasifikasi Kelompok Dari persepsi psikologi dan juga sosiologi, kelompok dapat diklasifikasikan ke dalam empat bagian, yaitu kelompok primer dan sekunder, in-group dan outgroup, kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan, serta kelompok deskriptif dan preskriptif (Riswandi, 2009: 120).
a. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder Pembagian kelompok seperti ini dikemukakan oleh Charles Horton Cooley. Kelompok primer ditandai adanya hubungan emosional, personal, dan akrab, menyentuh hati seperti hubungan dengan keluarga, teman sepermainan, tetangga sebelah rumah di pedesaan. Sedangkan kelompok sekunder adalah lawan dari kelompok primer, ditandai dengan hubungn yang tidak akrab tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita seperti organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya. Perbedaan kelompok primer dan kelimpok sekunder dari karakteristik komunikasinya adalah sebagai berikut: 1.
Kualitas komunikasi pada kelompok primerr bersifat dalam dan luas, artinya dalam kelompok primer kita mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan berbagai lambang, baik verbal maupun nonverbal. Sebaliknya pada kelompok sekunder, komunikasi bersifat dangkal (hanya menembus bagian luar dari kepribadian kita) dan terbatas (hanya berkenaan dengan hal-hal tertentu saja). Di sini lambang komunikasi umumnya verbal dan sedikit sekali nonverbal. 2.
Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Dalam kelompok primer
yang
penting
adalah
siapa
dia,
bukan
apa
dia.
Kita
mengkomunikasikan seluruh pribadi kita. Hubungan kita dengan anggota kelompok primer bersifat unik dan tidak dapat dipindahkan (nontransferable). 3.
Pada kelompok primer, komunikasi lebih menekankan aspek hubungan dari pada aspek isi. Komunikasi dilakukan untuk memelihara hubungan baik, dan isi komunikasi bukan merupakan hal yang sangat penting.
b. In-group dan Out-group In-group adalah kelompok kita dan Out-group adalah kelompok mereka. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluarga kita adalah ingroup kelompok primer. Fakultas adalah in-group kelompok sekunder. Perasaan in-group diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama. Untuk mebedakan in-group dan out-group, kita membuat batas (boundaries) yang menentukan siapa yang masuk orang dalam dan siapa yang masuk orang luar. Batas-batas ini dapat berupa lokasi geografis (Indonesia, Thailand, dan sebagainya), suku bangsa (Jawa, Batak Minang), pandangan atau ideologi
Universitas Sumatera Utara
(Muslim, Kristen), profesi (pedagang, dosen), bahasa (Inggris, Cina), status sosial (elite, menengah, bawah) dan kekerabatan (keluarga, clans).
c. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan Pembagian kelompok ini diungkapkan oleh Theodore Newcomb pada tahun 1930-an. Ia melahirkan istilah membership group dan reference group. Kelompom rujukan diartikan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur atau standar untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Jika Anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya bersikap, maka
kelompok
itu
menjadi
kelompok
rujukan
positif.
Jika
Anda
menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap, maka kelompok tersebut menjadi kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat dengan kita secara nominal adalah kelompok rujukan kita, sedangkan yang memberikan kepada kita identifikasi psikologis adalah kelompok rujukan. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2005: 120) menjelaskan bahwa menurut teori kelompok rujukan, kelompok rujukan mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi kompratif dan fungsi normatif. Tamotsu Shibutani (1967) menambahkan satu fungsi lagi, yaitu fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif). Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki – kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya., sekaligus menunjukkan apa yang seharusnya saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan
Universitas Sumatera Utara
kepada saya cara memandang dunia ini – cara mendefinikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbgai objek, peristiwa, dan orang-orang yang saya temui (fungsi perspektif).
d. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif John F. Cragan dan David W. Wright (Rakhmat, 2005:147), dari Illinois University, membagi kelompok pada dua kategori: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.
Kategori preskriptif mengklasifikasikan
kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya. Untuk kategori deskriptif, kita dapat “mengelompokkan” kelompok berdasarkan tujuannya. Barlund dan Haimann (1960) menjejerkan kelompokkelompok itu dari tujuan yang bersifat interpersonal sampai tujuan yang berkenaan dengan tugas (task) kelompok. Mereka menyusunnya dalam rentangan kontinuum seperti berikut: Gambar 2 Pembagian Kelompok Deskriptif Berdasarkan Tujuan
kelompok sepintas
kelompok katartis
kelompok belajar
kelompok pembuat kebijaksanaan
kelompok aksi
Sumber: Rakhmat, 2005: 147
Universitas Sumatera Utara
Kelompok sepintas (casual group) dibentuk hanya semata-mata untuk “membina hubungan manusiawi yang hangat”. Kelompok katartis dimaksudkan untuk melepaskan tekanan batin atau frustrasi anggota-anggotanya. Kelompok belajar tentu dibentuk untuk menambah informasi. Kelompok pembuat kebijaksanaan dan kelompok aksi keduanya dibentuk untuk menyelesaikan tugas berupa perumusan kebijakan atau tindakan. Kelompok preskriptif, seperti yang telah dijelaskan di muka, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Masih menurut Cragan dan Wright, ada enam format kelompok, yaitu diskusi meja bundar, simposim, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
2.2.3 Karakteristik Komunikasi Kelompok Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan oleh dua hal, yaitu norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan yang yang lainnya. Severin dan Tankard mengatakan norma-norma sosial (social norm) terdiri dari dua jenis, yaitu deskriptif dan perintah. Norma-norma deskriptif menentukan apa yang umumnya dilakukan dalam sebuah konteks, sedangkan norma perintah (injunctive norm) menentukan apa yang pada umunya disetujui oleh masyarakat. Keduanya mempunyai dampak pada tingkah laku manusia, namun norma-norma perintah tampaknya mempunyai dampak yang lebih besar (Bungin, 2006: 267).
Universitas Sumatera Utara
Norma oleh para sosiolog disebut juga dengan ‘hukum’ (law) ataupun ‘aturan’ (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural, dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para anggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat suatu keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dialakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Dari norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan (Sendjaja, 2002: 3.6). Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran (Soekanto, 2002: 242). Peran dibagi menjadi tiga, yaitu peran aktif, peran parsitipatif, dan peran pasif. Peran aktif adalah peran yang diberikan oleh angora kelompok karena kedudukannya di dalam kelompok sebagai aktivis kelompok, seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran parsitipatif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya pada kelompoknya, parsitipasi anggota macam ini akan member sumbangan yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, di mana anggota kelompok menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik. Dengan cara bersikap pasif, seseorang telah memberikan sumbangan kepada terjadinya kemajuan dalam kelompok atau
Universitas Sumatera Utara
memberi sumbangan kepada kelompok agar tidak terjadi pertentangan dalam kelompok karena adanya peran-pran yang kontradiktif (Bungin, 2006: 267-268). Peran juga mencakup tiga hal yaitu: (a) peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dengan denikian peran berfungdi membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat; (b) peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; (c) peran juga menyangkut perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat (Soekanto, 2002: 244).
2.2.4 Fungsi Komunikasi Kelompok Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh fungsifungsi yang akan dilaksanakan. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, serta fungsi terapi. Semua fungsi itu dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok, dan para anggota kelompok itu sendiri (Sendjaja, 2002: 3.8). Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur. Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan
Universitas Sumatera Utara
mempertukarkan pengetahuan. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhankebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri, bahkan kebutuhan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak,, bergantung pada tiga factor, yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok, serta frekuensi interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan oleh masing-masing anggota, mustahil fungsi edukasi ini akan tercapai. Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok beruapaya mempersuasi anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang telibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya di dalam kelompok. Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya. Sedangkan pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Tentunya individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsesus. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama pengungkapan diri (self-disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap anggota diajurkan untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadai permasalahannya. Jika muncul konflik, antara anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.
2.3 Komunikasi dan Pendidikan 2.3.1 Hubungan Komunikasi dengan Pendidikan Seperti yang sudah disepakati bahwa fungsi utama komunikasi adalah informatif, edukatif, persuasif, dan rekreatif (entertainment). Maksudnya secara singkat adalah bahwa komunikasi berfungsi memberi keterangan, memberi data, atau fakta yang berguna bagi segala aspek kehidupan manusia. Di samping itu, komunikasi juga berfungsi mendidik masyarakat, mendidik setiap orang dalam menuju pencapaian kedewasaannya bermandiri. Seseorang bisa banyak tahu karena benyak mendengar, banyak membaca, dan banyak berkomunikasi. Menurut Jourdan (1984), bidang pendidikan tidak dapat berjalan tanpa ada
Universitas Sumatera Utara
dukungan komunikasi, bahkan pendidikan hanya bisa berjalan melalui komunikasi atau dengan kata lain tidak ada perilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh komuniksi. Bagaimana mungkin mendidik manusia tanpa berkomunikasi, mengajar orang lain tanpa komunikasi, atau memberi kuliah tanpa berbicara. Semuanya membutuhkan komunikasi yang sesuai dengan bidang daerah yang disentuhnya (Yusup, 1990: 1-2). Perbedaan komunikasi dengan pendidikan terletak pada tujuannya atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan, tujuan komunikasi sifatnya umum, sedangkan tujuan pendidikan sifatnya khusus. Kekhususan inilah yang dalam proses komunikasi komunikasi melahirkan istilah-istilah khusus seperti penerangan, propaganda, indoktrinasi, agitasi, dan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah khas atau khusus, yakni meningkatkan pengetahuan seseorang mengenai suatu hal sehingga ia menguasainya. Jelas perbedaannya dengan tujuan penerangan, propaganda, indoktrinasi, dan agitasi. Tujuan pendidikan itu akan tercapai jika prosesnya komunikatif, minimal harus demikian. Jika proses belajar itu tidak komunikatif, tidak mungkin tujuan pendidikan itu akan tercapai (Effendy, 2005: 101). Pada umumnya pendidikan berlangsung secara berencana di dalam kelas secara tatap muka (face-to-face). Karena kelompoknya relatif kecil, meskipun komunikasi antara pengajar dan pelajar dalam ruang kelas itu termasuk komunikasi kelompok (group communication), sang pengajar sewaktu-waktu bisa mengubahnya menjadi komunikasi antarpersona. Terjadilah komunikasi dua arah atau dialog dimana si pelajar menjadi komunikan dan komunikator, demikian pula
Universitas Sumatera Utara
sang pengajar. Terjadinya komunikasi dua arah ini ialah apabila para pelajar bersikap responsif, mengetengahkan pendapat atau mengajukan pendapat, diminta atau tidak diminta. Jika pelajar pasif saja, dalam arti kata hanya mendengarkan tanpa ada gairah unutk mengekpresikan suatu pernyataan atau pertanyaan, maka meskipun komunikasi itu bersifat tatap muka, tetap saja berlangsung satu arah, dan komunikasi itu tidak efektif. Menurut Effendi dalam bukunya Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (2005: 102), komunikasi yang paling efektif dalam proses belajar mengajar adalah komunikasi dalam bentuk diskusi, baik antara pengajar dengan pelajar maupun di anatara para pelajar sendiri. Hal tersebut dianggap paling efektif karena mekanismenya memungkinkan pelajar terbiasa untuk mengemukakan pendapat secara argumentative dan dapat mengkaji dirinya, apakah yang telah diketahuinya itu benar atau salah. Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting kedudukannya. Bahkan sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan. Orang sering berkata bahwa tinggi-rendahnya suatu capaian mutu pendidikan dipengaruhi pula oleh faktor komunikasi ini, khususnya komunikasi pendidikan (Yusup, 1990: 13).
2.3.2 Proses Komunikasi Dalam Pendidikan Menurut Berlo (Yusup, 1990: 10), proses belajar merupakan proses komunikasi. “Berbicara tentang komunikasi dalam konteks personal artinya berbicara tentang bagaimana orang belajar”, katanya. Selanjutnya lagi, dengan
Universitas Sumatera Utara
atau tanpa media, proses belajar bisa terjadi, terutama apabila terjadi balikan atau umpan balik dari pihak sasaran (komunikan) kepada penyampai atau sumber pesan secara berlanjut. Apabila proses komunikasi tersebut berakibat timbulnya perubahan perilaku pada pihak sasaran, terutama perubahan dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotorik, maka prosesnya sudah berada pada suasana pendidikan, suasana belajar. Dalam hal ini, belajar dan atau lebih luasnya pendidikan juga membutuhkan komunikasi karena sebenarnya proses belajar merupakan suatu proses komunikasi. Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber melalui saluran atau media tertentu kepada penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran atau media, dan penerima pesan adalah
komponen-komponen
proses
komunikasi.
Pesan
yang
akan
dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada di dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, prang lain ataupun penulis buku dan produser media, salurannya media pendidikan, dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru (Sadiman, 1996: 11). Pesan berupa isi ajaran dan didikan yang ada di kurikulum dituangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi baik simbol verbal (kata-kata lisan ataupun tertulis) maupun simbol no-verbal atau visual. Proses penuangan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi itu disebut encoding. Sedangkan penerima pesan (siswa, peserta latihan, ataupun guru dan pelatihnya sendiri) menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperoleh
Universitas Sumatera Utara
pesan. Proses penafsiran simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut disebut decoding. Adakalanya penafsiran tersebut berhasil, dan adakalanya tidak. Penafsiran yang gagal atau kurang berhasilberarti kegagalan atau kekurangberhasilan dalam memahami apa-apa yang didengar, dibaca, atau dilihat dan diamatinya. Media komunikasi sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jaeak waktu dan lain-lain dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan. Media tersebut bisa berupa buku, poster, foto, program kaset audia, film, ataupun kaset video.
2.4 Komunikasi Antarpribadi 2.4.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Pada dasarnya, komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana
orang-orang
yang
terlibat
di dalamnya
saling
mempengaruhi.
Sebagaimana diungkapkan oleh Devito (1997: 97), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Selanjutnya Devito (1997: 169-170) menjabarkan komunikasi antarpribadi menjadi tiga pendekatan secara umum, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a.
Komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain. Atau sekelompok kecil orang, dengan efek dan umpan balik yang langsung.
b.
Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara dua orang yang memang telah ada hubungan di antara keduanya.
c.
Interpersonal communication is seen a kind of progrestion (or development) from interpersonal communication at one extreme to personal communication at the other extreme, yang artinya “Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk perkembangan atau peningkatan dari komunikasi dari satu sisi menjadi komunikasi pribadi pada sisi yang lain”. Dalam bukunya “Komunikasi Antarpribadi” (1991: 12), Alo Liliweri
mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi anatarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan dan arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikank etika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikan mengetahui pasti apakah komunikasi itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberikan kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Menurut Everet M. Rogers (Liliweri 1991: 46) ada beberapa ciri komunikasi yang menggunakan saluran antarpribadi, yaitu : 1.
Arus pesan yang cenderung dua arah
2.
Konteks komunikasinya tatap muka
Universitas Sumatera Utara
3.
Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi
4.
Kemampuan mengatasi tingkat selektifitas (terutama “selectivitas exposure’) yang tinggi
5.
Kecepatan jangkauan terhadap audiens yang besar relatif lambat
6.
Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap
2.4.2 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu dari mereka yang belum mengenal karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang liku-liku hidup pihak lain, pikiran, dan pengetahuannya, perasaanya, maupun menanggapi tingkah lakunya. Sehingga jika hendak menciptakan komunikasi anatarpribadi yang lebih bermutu maka didahului dengan keakraban, dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan anatara dua orang dapat digolongkan ke dalam komunikasi antarpribadi. Ada tujuh sifat yang menunjukan bahwa sesuatu komunikasi antara dua orang merupakan sikap komunikasi anatarpribadi dan bukanya komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat Effendy (2003:.46) Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu sendiri adalah : (1) melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal; (2) melibatkan pernyataan ataupun ungkapan yang spontan, scripted, dan contrived; (3) tidak statis, namun dinamis; (4) melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan satu dan harus berkaitan dengan sebelumnya); (5) dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsic dan
Universitas Sumatera Utara
ekstrinsik. (6) komunikasi antarpribadi merupakan satu kegiatan dan tindakan; (7) melibatkan didalamnya bidang persuasif (Liliweri, 1991:31).
2.4.3 Komponen
Komunikasi
Antarpribadi
dan
Proses
Komunikasi
Antarpribadi Menurut Effendy (2003:7), yang mencoba mengutip paradigma Laswell. Ada lima komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu: • Who (komunikator)
: pihak penyampaian pesan
• Says whatn (pesan)
: pernyataan yang didukung oleh lambang-lambang
• In which channel (media) : sarana atau saluran penyampaian pesan • To whom (komunikan)
: pihak penerima pesan
• With what effect (efek)
: dampak yang timbul sebagai pengaruh dari pesan
Apabila digambarkan secara sederhana kelima komponen yang telah diuraikan di atas melalui proses sebagai berikut: Komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi antarpribadi dapat berganti peran, artinya suatu ketika komunikator dapat berganti peran, demikian juga sebaliknya dengan komunikan (Effendy, 2003:12).
2.5 Metode Pengajaran 2.5.1 Makna Mengajar Sering di persoalkan tentang adanya makna dua istilah “mengajar atau pengajaran” dan “mendidik atau pendidikan”. Secara praktis mengajar dan
Universitas Sumatera Utara
mendidik adalah kegiatan bersama guru dan anak didik dalam interaksi pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sedangkan secara toritis, mengajar lebih bersifat menyampaikan pengetahuan, dan mendidik lebih beraksentuasi pada penanaman nilai. Pendidikan merupakan kegiatan yang menyangkut seluruh kepribadian manusia. Makna pengajaran ini diperkuat dengan adanya istilah interactional effect yang biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa pengajaran adalah bagian dari pendidikan (Thoifuri, 2008: 37-38) Perbedaan teoritis di atas tidak serta merta harus diterima secara logis, karena mengajar ilmu pengetahuan kepada anak didik akan berimplikasi pada penanaman nilai atau perilaku juga. Artinya, semakin banyak peserta didik menguasai ilmu pengetahuan, maka akan semakin meyakinkan untuk berbuat lebih baik, walaupun hal ini tidak menjamin kebenarannya. Akan tetapi, minimal dengan banyaknya ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang akan menjadikan ia mampun mengontrol perilakunya apakah bernialai atau tidak. Dapat juga dianalogikan bahwa pengajaran identik dengan ilmu hal dan pendidikan adalah ilmu amal. Ilmu hal yaitu ilmu yang terkait dengan perilaku sehari-hari sehingga dapat memperbaiki diri dan lingkungan dalam bentuk perilaku yang positif. Sedangkan ilmu amal adalah ilmu yang dapat mengontrol atau menjaga perilaku tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah lebih luas ruang lingkupnya atau pengajaran adalah bagian dari kegiatan pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Silang pendapat makna di atas tidaklah menjadi suatu stigma dalam aktivitas pembelajaran. Pembelajaran tetap berjalan, baik itu menggunakan kata pengajaran atau pendidikan. Pengajran dan pendidikan selalu mengikat tiga unsure, yaitu guru, siswa, dan materi ajar. Dan yang terpenting lagi adalah bagaimana guru dalam bertindak di hadapan anak didik ketika mengajar atau mendidik. Artinya mengajar bertitik tolak pada penyampaian materi dan mendidik berorientasi pada penanaman nilai, bukanlah seorang pengajar dan pendidik adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan. Boleh jadi seorang guru pada saat menghadapi anak didiknya akan dikategorikan mengajar, manakala tidak berperilaku baik, dan bisa juga pada waktu tetentu guru menjadi pendidik karena memang benar-benar memberikan pencerahan pada anak didiknya yang mempunyai etika, moral, dan nilai dalam berperilaku. Ketidakpastian perilaku guru sebagai manusia biasa inilah yang menjadikan kita sulit membedakan makna mengajar atau pengajaran dan mendidik atau pendidikan. Mengajar
adalah
membimbing
siswa
belajar
atau
mengatur
dan
mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar. Willian H. Burton dikutip Clauhan memberikan arti mengajar adalah kegiatan yang memberi perangsang, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada anak didik agar terjadi proses belajar. Mengajar adalah kegiatan yang memberi pengaruh kepada peserta didik untuk belajar dan difasilitasi. Makna ini lebih membuka peluang seluas-luasnya pada siswa (student centered) karena perang guru adalah membimbing, mengatur, dan menumbuhkan
Universitas Sumatera Utara
siswa untuk mampu melakukan belajar. Guru mengajar dikatakan membimbing karena guru mengarahkan apa yang menjadai kebutuhan, minat, dan tujuan siswanya. Guru mengajar dikatakan mengatur, karena guru dapat menciptakan situasi pembelajaran dalam lingkungan yang kondusif. Guru mengajar dapat dikatakan menumbuhkan, karena guru mampu memberi motivasi terhadap anak didiknya.
2.5.2 Pengertian Metode Pengajaran Metode pengajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat berdasarkan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh hasil yang maksimal (Thoifuri, 2008: 55). Metode merupakan bagian dari komponen pengajaran yang menduduki posisi penting, selain tujuan, guru, peserta didik, media, lingkungan, dan evaluasi. Dalam kata lain proses pembelajaran dapat dikatakan sulit mencapai hasil manakala guru tidak menggunakan metode yang tepat sesuai dengan karakteristik bidang studi masing-masing. Oleh karena itu, guru hendaknya menguasai, mengetahui dan memahami berbgai metode pengajaran baik kelebihan maupun kekurangannya. Guru yang tidak mengetahui beraneka ragam metode pengajaran akan menjadikan siswa cepat bosan, ngantuk, dan bahkan siswa tidak mudah memahami pelajaran yang disampaikan guru. Apabila diibaratkan guru adalah aktor sedangkan metode adalah seni. Aktor tidak akan menarik pada audiensnya jika kator tersebut tidak mempunyai gaya seni dalam memerankan perannya. Aktor yang monoton di dalam panggung akan
Universitas Sumatera Utara
menjadikan penonton bergegas pulang tanpa kesan. Demikian pula manakala guru tidak mampu menggunakan metode yang bervariasi dan tidak tepat dengan tujuan dan sifat bidang studi, maka siswa akan berbicara sendiri, bahkan mencemooh gurunya sendiri. Mengajar yang baik adalah tentunya membutuhkan metode yang baik pula. Mengajar di sini tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa, melainkan mengajar adalah menanmkan sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dasar dari seseorang yang telah mengetahui dan menguasainya pada seseorang lainnya. Atau mengajar adalah membimbing seseorang atau sekelompok orang supaya belajar berhasil. Pengertian ini lebih menuntut pentingnya posisi metode dalam pengajaran agar lebih efektif dan efisien. Guru inisiator tentunya kaya penguasaan metode pengajaran yang disertai ruang lingkupnya. Dengan kekayaan penguasaan metode, guru inisiator selalu menggali persoalan yang menghambat proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas yang disebabkan oleh metode lainnya. Dengan demikian, hal yang perlu diperhatikan oleh guru inisiator dalam meilih metode adalah: 1) Asas maju berkelanjutan, yaitu memberi kemungkinan pada siswa untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya. 2) Penekanan pada belajar mandiri, yakni siswa diberikan kesempatan untuk mempelajari dan mencari sendiri bahan pelajaran lebih banyak lagi daripada yang diberikan guru. 3) Bekerja secara tim, yaitu siswa dapat mengerjakan suatu pekerjaan yang memungkinkan ia bekerja sama. 4) Multidispliner, maksudnya memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
siswa untuk mempelajari sesuatu dari berbagai sudut pandang. 5) Fleksibel, yaitu dapat dilakukan menurut keperluan dan keadaan.
2.5.3 Macam-Macam Metode Pengajaran Guru perlu memilih metode pembelajaran yang cocok untuk strategi pembelajaran yang diterapkan menurut caranya sendiri. Pemilihan strategi pembelajaran dalam rangka membelajarkan siswa harus dibangun atas dasar asumsi bahwa tidak ada syupun metode ataupun namanya yang dapat digunaklan dengan baik untuk semua bahan kajian. Semua metode memiliki keunggulan dan kekurangan. Metode tertentu hanya baik untuk mencapai tujuan tertentu (spesifik), sementara metode yang lainnya baik digunakan untuk mencapai tujaun yang lain. Berikut adalah beberapa metode pembelajaran yang inovatif.
1. Metode Quantum Menurut DePorter (Suyatno, 2009: 39) metode pembelajaran quantum (Quantum Learning and Teaching) dimulai di Super Camp, sebuah program percepatan berupa Quantum Learning yang ditawarkan Learning Forum, yaitu perusahaan
pendidikan
internasional
yang
menekankan
perkembangan
keterampilan akademis dan keterampilan pribadi. Metode
Quantum diciptakan
berdasarkan teori pendidikan seperti
Accelerated Learning (Lazanov), Multiple Inteligences (Gardner), NeuroLinguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiental Learning (Hahn),
Universitas Sumatera Utara
Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson and Johnson), dan Element of Effective Instruction (Hunter). Pada tahun 1940-an Freire sudah memaparkan konsep pendidikan seperti itu. Kemudian pada tahun 1954, George Lazanov, seorang psikolog, melalui penelitian bahasa menemukan bahwa belajar menghitung dengan metode Lazanov dapat menjadi seratus kali lebih cepat jika dibandingkan dengan hitungan biasa. Metode Lazanov dinamakan pendekatan Sugestopedia karena memanfaatkan sugestif
dalam
pembelajarannya.
Kemudian
Bobby
DePorter
(1992)
mengembangkan konsep sugestopedia melalui berbagai penelitian sehingga menyodorkan konsep Quantum Learning (QL). Dalam metode QL, yang dipentingkan adalah pemercepatan belajar, fasilitasi, dan konteks dengan prinsip segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum menemukan, akui setiap usaha pembelajar, dan jika layak dipelajari berarti layak untuk dirayakan. QL mengutamakan konteks dan isi. Konteks tersebut berisi tentang: (1) suasana yang memberdayakan, (2) landasan yang kukuh, (3) lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Adapun isi terdiri atas (1) penyajian yang prima, (2) fasilitas yang luwes, (3) keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup. Metode kuantum
mencakup
petunjuk
spesifik
untuk
menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses balajar. Metode kuantum adalah perubahan bermacammacam interaksi yang ada di dalam dan sekitar momen belajar dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara
Universitas Sumatera Utara
sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pangajaran yang sesuai, cara efektif pembelajaran, dan keterlibatan aktif siswa dan guru. Asas yang digunakan adalah “Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Ada lima prinsip yang mempengaruhi seluruh aspek metode kuantum. Prinsip tersesbut adalah: (1) segalanya berbicara,(2) segalanya bertujuan, (3) pengalaman sebelum pemberian nama, (4) akui setiap usaha, dan (5) jika layak dipelajari, layak pula dirayakan. Konteks dan isi sangat mendominasi dalam pelaksanaan pembenlajaran kuanttum. Konteks adalah latar untuk pengalaman pembelajaran. Konteks dianggap sebagai suasana yang mampu memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Adapun isi berkaitan dengan penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup. Menurut Suyatno (2009: 42), oleh metode kuantum, siswa dianggap sebagai pusat keberhasilan belajar. Saran-saran yang di kemukakan dalam membangun hubungan dengan siswa adalah: 1.
Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat.
2.
Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka, dan perasaan mereka.
3.
Bayangkan apa yang mereka katakan kepada diri sendiri dan mengenai diri sendiri.
4.
Ketauhilah apa yang menghambat mereka untuk memperoleh hal yang benarbenar mereka inginkan jika guru tidak tahu tanyakanlah kepada siswa.
Universitas Sumatera Utara
5.
Berbicaralah dengan jujur kepada mereka dengan cara yang membuat mreka mendengarnya dengan jelas dan halus.
6.
Bersenang-bersenanglah kepada mereka.
2. Metode Parsitipatori Metode pembejaran parsitipatori lebih mnekankan keterelibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukan sebagai subjek belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator (Suyatno, 2009: 44). Berkaitan dengan penyikapan guru kepada siswa, partisipatori beranggapan bahwa: 1.
Setiap siswa adalah unik. Setiap siswa mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, proses penyeragaman dan penyemarataan akan membunuh keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar lebih berkembang.
2.
Anak buakn orng dewasa dalam bentuk kecil. Jalan pikir anak tidak selalu sama dengan cara pikir orang dewasa. Orang dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan berpikir anak-anak.
3.
Dunia anak adalah dunia bermain.
4.
Usia anak adalah usai yang paling kreatif dalam hidup manusia. Dalam metode partisipatori, siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai objek.
Namun bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi
Universitas Sumatera Utara
belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh motivasi, pandai berperan sebagai mediator, dan kreatif. Konteks siswa menjadi tumpuan utama. Metode partisipatori mempunyai ciri-ciri pokok: (1) belajar dari rellitas dan pengalaman, (2) tidak menggurui, dan (3) dialogis. Kemudian, panduan system prosesnya disusun dari daur belajar dari pengalaman yang di strukturkan saat itu ( structural experiencies learning cycle). Proses tersebut sudah di uji sebagai satu proses yang mempenuhi tuntutan pendidikan partisipatori. Berikut ini adalah rincian proses berdasarkan tahapannya: 1.
Rangkai- Ulang
2.
Ungkapan
3.
Kaji garis urai
4.
Kesimpulan
5.
Tindakan Hal di atas sebagai metode pertama. Kemudian metode berikutnya siswa
sebagai subjek, pendekatan prosesnya menerapkan pola induktif, kemudian tahapannya sebagai berikut: 1.
Persepsi.
2.
Identifikasi diri
3.
Aplikasi diri
4.
Penguatan diri
5.
Pengukuhan diri
6.
Reflefksi diri.
Universitas Sumatera Utara
Semua metode tersebut tentunya memperhatikan tujuan yang akan dicapai, bentuk pendidikan, proses yang akan dilakukan , meteri yang akan disajiakan, media atau sarana yang perlu disiapkan, dan peran fasilitator atau pemandu.
3. Metode kolaboratif Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey menulis sebuah buku Democracy and Education. Dalam buku tersebut Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran dewey yang utama tentang pendidikan adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing, (2) belajar
hendaknya
didasari
motivasi
intrinsik,
(3)
pengetahuan adalah
berkembang, tidak bersifat tetap, (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting, (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut (Suyatno, 2009: 46-47). Metode
kolaboratif
dalam
pembelajaran
lebih
menekankan
pada
pembangunan makna oleh siswa dari proses sosial yang bertumpu pada konteks belajar. Metode kolaboratif ini lebih jauh dan mendalam dibandingkan hanya sekedar kooperatif. Dasar dari metode kolabooratif adalah teori interaksional yang
Universitas Sumatera Utara
memandang balajar sebaai suatu proses membangun makna melalui interaksi sosial. Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktik-praktik pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolabotaif melibatkan partisipasi aktif siswa dan meminimalisasi perbedaan-perbedaan antarindividu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu: (1) realisasi praktik, bahwa di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata, (2) menumbuhkan
kesadaran
berinteraksi
sosial
dalam
upaya
mewujudkan
pembelajaran bermakna. Menurut Smith dan McGregor (Suyatno, 2009: 47) metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai proses belajar sebagai berikut: 1.
Belajar itu aktif dan konstruktif. Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru dan terkait dengan bahan pelajaran.
2.
Belajar itu bergantung konteks. Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
Universitas Sumatera Utara
3.
Siswa itu beraneka latar belakang. Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
4.
Belajar itu bersifat sosial. Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama. Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran kolaboratif:
1.
Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dana membagi tugas sendiri-sendiri.
2.
Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
3.
Kelompok
kolaboratif
bekerja
secara
bersinergi
mengidentifikasi,
mendemonstrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawabanjawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri. 4.
Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5.
Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan lebih kurang selama 20-30 menit.
6.
Setiap siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang dikumpulkan.
Universitas Sumatera Utara
7.
Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun per kelompok kolaboratif.
8.
Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.
4. Metode Kooperatif Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar kelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi – komunikasi – sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok heterogen saling membantu satu sama lain, bekerja sama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun individual. Jadi, model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-parsitipatif), tiap anggota kelompok terdiri atas 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada control dan fasilitasi,
Universitas Sumatera Utara
dan menerima tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Suyatno, 2009: 51-52): a.
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
b.
Menyajikan informasi
c.
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
d.
Membimbing kelompok belajar dan bekerja
e.
Evaluasi
f.
Memberikan penghargaan
2.6 Persepsi 2.6.1 Definisi Persepsi Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perception, dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003: 445). Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terjadi dalam pengamatan seseorang terhadap orang lain. Pemahaman terhadap suatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi, berhubungan atau bekerjasama, jadi setiap orang tidak terlepas dari proses persepsi. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003: 445).
Universitas Sumatera Utara
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2007: 179). Definisi lain tentang persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi, menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2001: 57). Lahlry (1991) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Data-data sensoris sampai kepada kita melalui lima indera kita (Severin, 2005: 83). Sementara Joseph A. Devito mendefinisikan persepsi sebagai proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya yang mempengaruhi indera kita (Mulyana, 2007: 180). Brian Fellows juga mendefinisikan persepsi sebagai proses yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran menerima dan menganalisis informasi (Mulyana, 2007: 180). Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang datang dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah, selanjutnya diproses.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977) (dalam Rakhmat, 2001:58) menyebutnya sebagai faktor fungsional, faktor struktural, faktor situasional, dan faktor personal. 1.
Faktor Fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Dari sisi Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama, yaitu: persepsi bersifat selektif. Ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
2.
Faktor Struktural Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Dari sini Krech dan Cruthfield melahirkan dalil persepsi yang kedua, yaitu: medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.
3.
Faktor Situasional Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik adalah beberapa dari faktor-faktor situasional yang mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
4.
Faktor personal Faktor personal terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Pengalaman bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Sementara motivasi adalah faktor yang mempengaruhi stimuli yang akan diproses. Sedangkan kepribadian adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola tetap yang dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seorang individu. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi)
adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2007:170). Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antarindividu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2007:180).
2.6.3 Proses Persepsi Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subproses psikologis lainnya adalah pengenalan, penalaran, perasaan, tanggapan. Seperti dinyatakan dalam bagan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3 Variabel Psikologis di Antara Rangsangan dan Tanggapan Penalaran Rangsangan
Persepsi
Pengenalan
Tanggapan Perasaan
Sumber: Sobur, 2003:447 Dari bagan di atas, digambarkan bahwa persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan psikologis. Bahkan diperlukan bagi orang yang paling sedikit terpengaruh atau sadar akan adanya rangsangan menerima dan dengan suatu cara menahan dampak dari rangsangan. Secara singkat persepsi dapat didefinisikan sebagai cara manusia menangkap rangsangan. Kognisi adalah cara menusia memberi arti terhadap rangsangan. Penalaran adalah proses sewaktu rangsangan dihubungkan dengan rangsangan lainnya pada tingkat pembentukan psikologi. Perasaan adalah konotasi emosional yang dihasilkan oleh rangsangan baik sendiri atau bersama-sama dengan rangsangan lain pada tingkat kognitif atau konseptual. Dari segi psikologis dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh sebab itu untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya (Sobur, 2003:446). Persepsi adalah sumber pengetahuan kita tentang dunia, kita ingin mengenali dunia dan lingkungan yang mengenalinya. Pengetahuan adalah kekuasaan. Tanpa pengetahuan kita tidak dapat bertindak secara efektif. Persepsi adalah sumber utama dari pengetahuan itu. Dari definisi yang dikemukakan oleh Pareek (Sobur, 2003:451) yaitu: “persepsi adalah proses menerima, menyeleksi,
Universitas Sumatera Utara
mengorganisir, mengartikan, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera dan data”, tercakup beberapa segi atau proses yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut: 1.
Proses menerima rangsangan Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indera. Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya sehingga kita mempelajari segi-segi lain dari sesuatu itu.
2.
Proses menyeleksi rangsangan Setelah rangsangan diterima atau data diseleksi. Tidaklah mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring dan diseleksi untuk proses yang lebih lanjut.
3.
Proses pengorganisasian Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan, yakni pengelompokkan (berbagai rangsangan yang diterima dikelompokkan dalam suatu bentuk), bentuk timbul dan datar (dalam melihat rangsangan atau gejala, ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada gejala-gejala tertentu yang timbul menonjol, sedangkan gejala atau rangsangan yang lain berada di latar belakang), kemantapan persepsi (ada suatu kecenderungan untuk menstabilkan persepsi, dan perubahan-perubahan konteks tidak mempengaruhinya).
Universitas Sumatera Utara
4.
Proses penafsiran Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada dasarnya memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima.
5.
Proses pengecekan Setelah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses ini terlalu cepat dan orang mungkin tidak menyadarinya.
6.
Proses reaksi Tahap terakhir dari proses perseptual adalah tindakan sehubungan dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang bertindak sehubungan dengan persepsinya.
2.7 Model SOR Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response, ini semua berasal dari psikologi. Objek material dari psikologi dan komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, konasi. Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Elemen-elemen dari model ini adalah pesan (stimulus), komunikan (organism), efek (response). Model S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4 Model S-O-R
Stimulus
Organism: - Perhatian - Pengertian - Penerimaan
Response : Perubahan sikap
Proses diatas mengambarkan perubahan sikap dan bergantung kepada proses yang terjadi pada individu. Stimulus yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau dapat ditolak. Jika pada proses selanjutnya terhenti. Ini berarti stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi organisme, maka tidak ada perhatian (attention) dari organisme. Jika stimulus diterima oleh organisme berarti adanya komunikasi dan perhatian dari organisme, dalam hal ini stimulus efektif dan ada reaksi. Langkah selanjutnya adalah jika stimulus telah mendapat perhatian dari organisme, kemampuan dari organisme inilah yang dapat melanjutkan proses berikutnya. Pada langkah berikutnya adalah organisme dapat menerima secara baik apa yang telah diolah sehingga dapat terjadi kesediaan dalam mengubah sikap. Dalam perubahan sikap dapat dilihat bahwa sikap dapat berubah hanya jika rangsangan yang diberikan melebihi rangsangan semula. Perubahan berarti bahwa stimulus yang diberikan dapat meyakinkan organisme, dan akhirnya secara efektif dapat merubah sikap.
Universitas Sumatera Utara
Hovland beranggapan bahwa perubahan sikap adalah serupa dengan proses belajar. Dalam mempelajari sikap yang baru ada tiga variabel penting yang menunjang proses belajar tersebut yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan (Effendy, 2003: 255).
Universitas Sumatera Utara