18
BAB II URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu Yuliafitri, Koesmawan, dan Amilin (2005) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Efektivitas Modal Kerja dan Operating Assets Turnover Terhadap Tingkat Rentabilitas Pada Sektor Industri Dasar dan Kimia Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan sampel 48 perusahaan yang bergerak di sektor industri dasar dan kimia yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, selama 3 tahun (2001-2003) dengan menggunakan Purposive Sampling method dan model analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengujian secara parsial (individual) terhadap perputaran modal kerja dan Operating Assets Turnover tidak bepengaruh secara signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Nainggolan (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Rasio Aktivitas Terhadap Return On Investment (ROI) Pada PT Hutan Baruman Perkasa Medan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data laporan keuangan selama 12 tahun (1995-2006). Variabel bebas yang digunakan oleh peneliti adalah rasio aktivitas (Inventory Turnover, Average Collection Period, Working Capital Turnover, Fixed Assets Turnover, dan Total Assets Turnover). Sedangkan variabel terikatnya adalah Return On Investment (ROI). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengujian secara simultan (Uji-F) keseluruhan rasio aktivitas (Inventory Turnover, Average Collection Period, Working Capital Turnover, Fixed Assets Turnover, dan Total Assets Turnover) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return On Investment (ROI). Sementara itu, pengujian secara
Universitas Sumatera Utara
19
parsial (Uji-t), Average Collection Period, Working Capital Turnover, Fixed Assets Turnover, dan Total Assets Turnover yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap ROI. Sedangkan Inventory Turnover tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap ROI.
B. Modal Kerja 1. Pengertian Modal Kerja Perusahaan selalu membutuhkan modal kerja, yaitu aktiva lancar yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan, dimana dana yang diharapkan dapat kembali masuk ke dalam perusahaan dalam jangka pendek melalui usaha perusahaan. Dana tersebut akan digunakan kembali untuk membiayai operasi selanjutnya, sehingga dana tersebut akan terus berputar setiap periodenya selama perusahaan beroperasi. Menurut Wild, dkk, (2004:259), Modal kerja adalah selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Hal senada diungkapkan oleh Keown (2004:190), Modal kerja bersih merupakan selisih antara asset lancar dan kewajiban lancar, menyediakan gambaran yang sangat berguna dalam menentukan kebijaksanaan pembiayaan jangka pendek. Jika modal kerja bersih rendah, keuntungan perusahaan cenderung meningkat, tetapi peningkatan keuntungan ini disaat yang sama juga meningkatkan resiko likuiditas perusahaan. Akibatnya kebijakan pembiayaan jangka pendek perusahaan berpengaruh pada modal kerja bersih. Burton A. Kolb dalam Sawir (2005:129) menyatakan modal kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek atau lancar, termasuk di dalammnya kas, sekuritas, piutang, persediaan, dan dalam beberapa perusahaan,
Universitas Sumatera Utara
20
biaya dibayar di muka. Sedangkan Riyanto (2001:57), mengemukakan tiga konsep pengertian modal kerja, yaitu : a. Konsep Kuantitatif Konsep kuantitatif mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar, dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian, modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Atau sering juga disebut sebagai modal kerja kotor (gross working capital). b. Konsep Kualitatif Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, atau disebut modal kerja bersih (net working capital). c. Konsep Fungsional Konsep
fungsional
mendasarkan
pada
fungsi
dari
dana
dalam
menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan.
2. Pentingnya Modal Kerja yang Cukup Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan, misalnya dalam menutup kerugian-kerugian dan dapat mengatasi keadaan krisis atau darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
21
Menurut Djarwanto (2004:89), manfaat dari tersedianya modal kerja yang cukup, antara lain: a. Memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan. b. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar. c. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat waktu. d. Menjamin perusahaan mamiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya seperti adanya kebakaran, pencurian dan sebagainya. e. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya. f. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang menguntungkan kepada para langganan. g. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa dan supplies yang dibutuhkan. h. Memungkinkan perusahaan untuk mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja Menurut Syahyunan (2004:40), Kebutuhan modal kerja dalam perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Volume Penjualan Volume penjualan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kebutuhn modal kerja. Apabila penjualan meningkat maka kebutuhan modal kerjapun akan meningkat, demikian pula sebaliknya. 2) Besar Kecilnya Skala Usaha Perusahaan 3) Aktivitas Perusahaan Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan, sedangkan perusahaan yang menjual barang secara tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal ini mempengaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. 4) Perkembangan Teknologi Kemajuan teknologi, khususnya yang berhubungan dengan proses produksi akan mempengaruhi kebutuhan modal. 5) Sikap Perusahaan Terhadap Likuiditas dan Profitabilitas. Adanya biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar transaksi-transaksi yang dilakukan dan resiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup.
Universitas Sumatera Utara
23
4. Jenis-Jenis Modal Kerja Menurut Syahyunan (2004:39), Modal kerja dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu : a. Modal Kerja Tetap (Permanent Working Capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk menjalankan operasional perusahaan sehari-hari. fungsinya. Tanpa adanya modal kerja ini mengakibatkan operasi perusahaan akan berhenti. Modal kerja tetap dibedakan atas : 1) Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. 2) Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai kapasitas produksi normal secara dinamis. b. Modal Kerja Variabel (Variabel Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Perubahan tersebut dikarenakan fluktuasi musim, fluktuasi konjungtur, dan perubahan yang sifatnya darurat, sehingga modal kerja variabel dibedakan atas : 1) Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubahubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2) Modal kerja siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubahubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. 3) Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang besarnya berubahubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
24
5. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Perubahan-perubahan dari unsur-unsur Non Current Account (aktiva tetap, utang jangka panjang, dan modal sendiri) yang mempunyai efek memperbesar modal kerja disebut sebagai sumber modal kerja (Sources of Working Capital). Sebaliknya perubahan-perubahan dari unsur-unsur Non Current Account yang mempunyai efek memperkecil modal kerja disebut sebagai penggunaan modal kerja (Application of Working Capital). Apabila sumber lebih besar daripada penggunaan, berarti ada kenaikan modal kerja. Sebaliknya apabila penggunaan lebih besar dari pada sumber, berarti terjadi penurunan modal kerja. Menurut Syahyunan (2003:11), perubahan unsur-unsur rekening tidak lancar yang mempunyai pengaruh efek memperbesar modal kerja (Netto) adalah : Berkurangnya aktiva tidak lancar, Bertambahnya utang jangka panjang, Bertambahnya modal saham, dan Adanya keuntungan dari operasi perusahaan. Sedangkan perubahan unsur-unsur rekening tidak lancar yang mempunyai pengaruh memperkecil modal kerja (Netto) adalah : Bertambahnya aktiva lancar, Bekurangmya utang jangka panjang, Berkurangnya modal saham, Pembayaran deviden tunai, dan Adanya kerugian dalam organisasi perusahaan.
6. Working Capital Turnover (WCT) Pada setiap perusahaan kemampuan manajemen modal kerjanya tidak sama, maka ada kebutuhan untuk mengukur efektivitasnya. Efektivitas modal kerja
mempengaruhi
tingkat
penjualan
perusahaan
dan
akhirnya
akan
mempengaruhi perputaran dari Operating Asset (Riyanto, 2001:62). Efektivitas modal
kerja
ditunjukkan
dengan
rasio perputaran modal kerja, yang
Universitas Sumatera Utara
25
memperlihatkan adanya keefektivan modal kerja dalam pencapaian penjualan. Tingkat Working Capital Turnover dihitung sebagai berikut:
WCT
Sales x 1 kali Current Assets Current Liabilities
Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan netto yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja. Dari hubungan antara penjualan netto dengan modal kerja tersebut dapat diketahui juga apakah perusahaan bekerja dengan modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan modal kerja yang rendah. Perputaran modal kerja yang tinggi diakibatkan rendahnya modal kerja yang ditanam dalam persediaan dan piutang atau dapat juga menggambarkan tidak tersedianya modal kerja yang cukup dan adanya perputaran persediaan dan piutang yang tinggi. Tidak cukupnya modal kerja mungkin disebabkan banyaknya hutang jangka pendek yang sudah jatuh tempo sebelum persediaan dan piutang dapat diubah menjadi uang kas. Perputaran modal kerja yang rendah dapat disebabkan karena besarnya modal kerja netto, rendahnya tingkat perputaran persediaan dan piutang atau tingginya saldo kas dan investasi modal kerja dalam bentuk surat-surat berharga.
C. Aktiva 1. Pengertian Aktiva
Aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan yang bentuknya dapat berupa hak atas kekayaan atau jasa yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan. Harta kekayaan tersebut harus dinyatakan secara jelas, diukur dalam satuan uang dan diurutkan berdasarkan lamanya waktu atau kecepatannya berubah kembali menjadi uang kas.
Universitas Sumatera Utara
26
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004:2) dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan: “Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.”
2. Unsur-Unsur Aktiva.
Aktiva dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, lancar dan tidak lancar. a. Aktiva Lancar Menurut Wild, dkk (2004:186): “Aktiva Lancar adalah kas dan aktiva lain yang secara wajar dapat direalisasi sebagai kas dan dijual serta digunakan selama satu tahun (atau dalam siklus normal perusahaan jika lebih dari satu tahun).” Akun neraca biasanya memasukkan efek-efek yang telah jatuh tempo dalam satu tahun fiskal kedepan, kas, piutang, persediaan dan beban dibayar dimuka sebagai aktiva lancar. Munawir (2004: 14) menyatakan bahwa aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumer dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal). Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (2004:42), suatu aktiva diklasifikasikan sabagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut: 1) Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan; atau
Universitas Sumatera Utara
27
2) Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca; atau 3) Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi Aktiva lancar termasuk persediaan dan piutang dagang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi perusahaan walaupun aktiva tersebut tidak diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca. Surat berharga diklasifikasikan sebagai aktiva lancar apabila surat berharga tersebut diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca dan jika lebih dari 12 bulan diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar. Djarwanto (2004:25) mengemukakan bahwa yang termasuk dalam aktiva lancar (current asset) adalah: Kas (Cash), Investasi Jangka Pendek (Temporary Investment), Wesel Tagih (Notes receivable), Piutang dagang (Account Receivable), Penghasilan yang masih akan diterima (Accrual Receivable), Persediaan barang (Inventories), dan Biaya yang dibayar dimuka (Prepaid expenses). b. Aktiva Tidak Lancar Menurut Wild, dkk (2004: 257), Aktiva tidak lancar merupakan sumber daya atau klaim atas sumber daya yang diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan selama periode melebihi periode kini. Aktiva tidak lancar meliputi: investasi jangka panjang, aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, beban biaya yang ditangguhkan dan aktiva tidak lancar lainnya.
Universitas Sumatera Utara
28
1) Investasi jangka panjang Investasi jangka panjang dapat berupa saham dan obligasi dari dan pinjaman kepada perusahaan lain; harta kekayaan yang tidak digunakan dalam operasi rutin perusahaan seperti gedung yang disewakan kepada pihak lain; dana yang diperuntukkan untuk tujuan khusus selain pembayaran utang jangka pendek dan pinjaman kepada anak perusahaan. 2) Aktiva Tetap Djarwanto (2004:27) mengatakan bahwa Aktiva tetap (Fixed cost) merupakan harta kekayaan yang berwujud, yang bersifat relatif permanen, digunakan dalam operasi reguler lebih dari satu tahun, dibeli dengan tujuan untuk tidak dijual kembali. Yang termasuk dalam aktiva tetap adalah : Tanah (Land), Bangunan atau gedung (Building), Mesin-mesin (Machinery), Perabot dan peralatan kantor (Office furniture and fixtures), Perabot dan peralatan toko (Store furniture and fixtures), Alat pengangkutan (Delivery Equipment), dan Sumber-sumber alam (Natural resources). 3) Aktiva tidak berwujud Aktiva tidak berwujud berupa hak-hak yang dimiliki perusahaan. Hak-hak ini diberikan kepada penemunya, penciptanya, atau penerimanya. Pemilikan hak ini dapat karena menemukan sendiri atau diperoleh dengan jalan membeli dari penemunya, misalnya hak cipta, leashold, franchises, hak patent, good will, trademark, biaya organisasi.
Universitas Sumatera Utara
29
4) Beban biaya yang ditangguhkan Beban biaya yang ditangguhkan adalah pengeluaran-pengeluaran atau biaya yang mempunyai manfaat jangka panjang dimana pembebanannya sebagai biaya usaha berlangsung untuk beberapa tahun atau periode misalnya biaya pemasaran, biaya penelitian. 5) Aktiva tidak lancar lainnya Misalnya uang kas pada bank tertutup atau dinegara asing, investasi lainlain yang tidak termauk investasi jangka panjang atau jangka pendek.
3. Total Assets Turnover (TATO)
Sawir (2005:17) mengemukakan bahwa Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih (Net Sales) yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Jika perputarannya lambat, ini menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual. Menurut Djarwanto (2004:203), rasio Total Asset Turnover bertujuan untuk mengukur pendayagunaan aktiva usaha (Operating Asset) yakni apakah misalnya terjadi kecederungan kelebihan investasi dalam aktiva dalam kaitannya dengan volume penjualan yang dicapai. Pada umumnya semakin tinggi perputaran aktiva, semakin efisien penggunaan aktiva tersebut. Perhitungan Total Assets Turnover dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Brigham, 2001:83) : Total Assets Turnover
Net Sales 1 kali Total Asset
Universitas Sumatera Utara
30
D. Rentabilitas Ekonomis (Basic Earning Power)
Rentabilitas pada umumnya diartikan sebagai suatu perbandingan antara laba yang diperoleh dalam operasi perusahaan dengan modal. Riyanto (2001:35), mengemukakan bahwa rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain, rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Harahap (2004:304) mengemukakan bahwa rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.
Rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut
juga
Operating Ratio. Rentabilitas dalam suatu perusahaan umumnya lebih penting daripada laba, karena laba yang besar bukanlah merupakan ukuran bahwa perusahaan telah bekerja
secara
efisien.
Efisiensi
perusahaan
dapat
diketahui
dengan
membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut, atau dengan menghitung rentabilitasnya. Penilaian rentabilitas perusahaan bermacam-macam, caranya tergantung laba dan aktiva mana yang akan dibandingkan, apakah yang dibandingkan itu laba yang berasal dari operasi perusahaan atau laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan seluruh aktiva yang digunakan ataukah membandingkan laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
Universitas Sumatera Utara
31
Rentabilitas hanya terjadi apabila penggunaan sumber-sumber dana dapat memberikan hasil lebih tinggi terhadap nilai input yang dipergunakan. Dengan kata lain, semakin tinggi hasil yang diperoleh dari penggunaan sumber-sumber dana dibandingkan input yang digunakan, maka rentabilitaspun akan tinggi. Dalam praktik, rentabilitas dipakai sebagai ukuran untuk menilai kondisi dan potensi suatu perusahaan. Rentabilitas Ekonomis atau disebut juga Daya Laba Dasar (Basic Earning Power)
dimaksudkan
untuk
mengukur
efektivitas
perusahaan
dalam
memanfaatkan seluruh sumber dayanya, yang menunjukkan Rentabilitas Ekonomis perusahaan. Semakin besar rasio ini, semakin baik. Perhitungan Rentabilitas Ekonomis (Basic Earning Power) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Brigham, 2001: 90): Rentabilitas Ekonomis =
Laba Sebelum Bunga dan Pajak ( EBIT ) x 100 % Total Aktiva
Menurut Sawir (2005:19), bahwa tinggi rendahnya Rentabilitas Ekonomis (Basic Earning Power) ditentukan oleh dua faktor, yaitu : 1. Operating Profit margin, yaitu perbandingan antara laba usaha (EBIT) dan penjualan (sales). Rasio ini dapat dicari dengan rumus berikut : Operating Profit Margin =
Laba Operasi ( EBIT ) Sales
Besar kecilnya operating profit margin ditentukan oleh dua faktor yaitu net sales dan laba usaha (EBIT). Besar kecilnya laba usaha tergantung pada pendapatan dari
Sales dan besarnya biaya usaha (Operating
Expense).
Universitas Sumatera Utara
32
2. Total Assets Turnover (Tingakat Perputaran Aktiva) Yaitu tingkat perputaran aktiva dalam satu periode, biasanya satu tahun, berapa kali perputaran aktiva usaha dalam satu tahun. Total Assets Turnover mengukur sampai seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Semakin cepat perputaran rasio ini, akan semakin baik. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus berikut: Total Assets Turnover =
Net Sales x 1 kali Total Aktiva
Operating Profit Margin dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan Sales, sedangkan Total Assets Turnover dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi relatif penggunaan total aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan pada suatu periode tertentu. Hasil akhir dari percampuran kedua efisiensi Operating Profit Margin dengan Total Assets Turnover menentukan tinggi rendahnya Rentabilitas Ekonomis (Basic Earning Power). Oleh karena itu, makin tingginya Tingkat Profit Margin atau Total Assets Turnover masing-masing atau kedua-duanya akan mengakibatkan naiknya Basic Earning Power. Hubungannya antara
Operating Profit Margin atau Total
Assets Turnover dengan Basic
Earning Power dapat digambarkan sebagai berikut Operating Profit Margin x Total Assets Turnover = Basic Earning Power Laba Operasi ( EBIT ) Sales x = Basic Earning Power Sales Total Assets Laba Sebelum Bunga dan Pajak ( EBIT ) x 100 % = Basic Earning Power Total Aktiva
Universitas Sumatera Utara
33
Menurut (Riyanto, 2001:39), Ada beberapa cara untuk meningkatkan Rentabilitas Ekonomis antara lain sebagai berikut: 1. Menaikkan Profit Margin yaitu dengan jalan menambah biaya usaha (Operating Expenses) sampai tingkat tertentu diusahakan tercapainya tambahan Sales sebesar-besarnya, atau dengan kata lain, tambahan Sales harus lebih besar daripada tambahan Operating Expenses. 2. Menaikkan Profit Margin dengan mengurangi pendapatan dari Sales sampai tingkat tertentu diusahakan adanya pengurangan Operating Expenses yang sebesar-besarnya. 3. Menaikkan Turnover of Operating Assets dengan menambah modal usaha (Operating Assets) sampai tingkat tertentu diusahakan tercapainya tambahan Sales yang sebesar-besarnya. 4. Menaikkan Turnover of Operating Assets dengan mengurangi Sales sampai tingkat tertentu diusahakan penurunan atau pengurangan Operating Assets sebesar-besarnya.
Universitas Sumatera Utara