18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA DAN KEPAILITAN 2.1
Bank
2.1.1
Pengertian Bank Pengertian Bank Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart ialah badan usaha yang
wujudnya ialah memuaskan keperluan orang lain, dengan cara memberikan kredit yang berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan cara dengan menambah uang baru (kertas atau logam). Menurut O.P Simorangkir, “Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Ada pun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-danayang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.13 Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
13
Sentosa Sembiring, 2012, Hukum Perbankan, Cv. Mandar Maju, Bandung, h.1.
18
19
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
2.1.2
Fungsi Bank
Berbicara tentang fungsi Bank, maka fungsi Bank sebagai berikut : 1. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Trust fungsi Bank sebagai agent of trust ialah suatu lembaga yang berlandaskan pada suatu kepercayaan. Dasar utama pada kegiatan perbankan yaitu kepercayaan, baik itu sebagai penghimpun dana ataupun penyaluran dana. Dalam hal tersebut Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di Bank apabila dilandasi dengan kepercayaan. 2. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Development Fungsi Bank ialah sebagai agent of development ialah suatu lembaga yang memobilisasi dana berguna untuk
pembangunan ekonomi suatu negara.
Kegiatan Bank tersebut berupa penghimpun dan juga penyalur dana sangatlah diperlukan bagi lancarnya suatu kegiatan perekonomian di sektor riil. Dalam hal tersebut Bank memungkinkan masyarakat untuk melakukan kegiatan untuk investasi, distribusi, dan juga kegiatan konsumsi barang serta jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan juga konsumsi tidak terlepas dari adanya penggunaan uang.
20
3. Fungsi Bank Sebagai Agent Of Services Fungsi Bank sebagai agent of service ialah merupakan lembaga yang memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal tersebut Bank memberikan jasa pelayanan perbankan kepada masyarakat agar masyarakat tersebut merasa aman dan juga nyaman dalam menyimpan dananya itu. Jasa yang ditawarkan didalam Bank tersbut sangat erat kaitannya dengan suatu kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. 2.2
Bank Indonesia
2.2.1
Pengertian Bank Indonesia Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan
badan hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Berdasarkan pasal 4 ayat (2) UUBank Indonesiamemberikan definisi Bank Indonesia sebagai berikut. “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.” Istilah Bank Sentral dan penggunaanya dalam sejarah ekonomi baru muncul belakangan, paling awal pada permulaan abad ke-20. Perdefinisi, bank sentral adalah banknya Bank, banknya pemerintah, dan penjaga cadangan devisa suatu negara. Bank sentral tumbuh karena dua faktor utama. Pertama, banyak pemerintah (di eropa)
21
menyadari bantuan finansial yang akan diperoleh jika mereka mendukung Bank sentral baik swasta maupun Bank negara. Kedua, Bank sentral dibutuhkan untuk menyatukan sistem pembuatan dan peredaran mata uang, mengelola dan melindungi cadangan uang negara, dan meningkatkan sistem pembayaran (Swiss, Itali dan Jerman). Bank sebagai lembaga keuangan memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan, baik dengan modal sendiri maupun modal pihak ketiga maupun dengan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.14 Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan atau kekurangan dana. Hermansyah berpendapat bahwa pada prinsipnya sumber dana dari suatu Bank itu terdiri dari 4 (empat) sumber dana, yaitu.15 1. Dana yang bersumber dari Bank sendiri 2. Dana yang bersumber dari masyarakat 3. Dana yang bersumber dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral 4. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank
14
Mohhmad Fajrul Falaakh, 2002, Bank Sentral Dalam Hukum Konstitusi, Jurnal Mimbar Hukum, Universitas Gadjah Mada h.161. 15
Hermansyah, 2007, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.44.
22
Dana yang terdapat pada Bank merupakan dana yang bersumber dari berbagai pihak. Pihak Bank memperoleh dana tersebut dengan melakukan perjanjian tertentu dengan pihak-pihak yang memiliki dana tersebut. Sehingga ketika Bank menjalankan fungsinya Bank dapat berkedudukan sebagai kreditor dalam hubungannya dengan pihak yang menerima dana dari pihak Bank, dan disisi lain Bank berkedudukan sebagai debitor ketika berhubungan dengan pihak yang memberikan dana.
2.2.2
TujuanBank Indonesia Di dalam pasal 7 UUBank Indonesiasecara tegas dinyatakan bahwa “tujuan
Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”. Kestabilan nilai rupiah yang diinginkan oleh Bank Indonesia yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah tersebut sangat penting untuk mendukung
pembangunan
ekonomi
yang
berkelanjutan
dan
meningkatkan
kesejahteraan rakyat.16
16
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta h.106.
23
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undangundang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efesien.
2.2.3
Tugas Bank Indonesia Bank Indonesia mempunyai tugas sebagaimana tercantum dalam pasal 8
UUBank Indonesia, tugas tersebut terbagi menjadi 3 pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia, yaitu : 1. tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 2. tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; 3. tugas mengatur dan mengawasi Bank. Dalam pasal 10 UUBank Indonesiaditegaskan bahwa dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran
laju inflasi
yang
ditetapkannya, serta melakukan pengendalian moneter dengan mempergunakan
24
berbagai cara, antara lain operasi pasar terbuka, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit pembiayaan. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang
melaksanakan
dan
memberikan
persetujuan
atau
izin
atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
untuk
menyampaikan
laporan
kegiatannya,
serta
menetapkan
penggunaan alat pembayaran. a. Pengaturan dan penyelenggaraan kliring serta penyelesaian akhir transaksi terdapat dalam pasal 16 UUBank Indonesia. Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. b. Mengeluarkan dan mengedarkan uang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah, serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran. Bank Indonesia juga berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah (terdapat pada pasal 19 UUBank Indonesia). Sebagai konsekuensinya, Bank Indonesia harus
25
menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah cukup dan dengan kualitas memadai. Pasal 8 UUBank Indonesia menyatakan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah pengaturan dan pengawasan Bank. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu Bank, melaksanakan pengawasan Bank, serta mengenakan sanksi terhadap Bank (terdapat dalam pasal 24 UUBank Indonesia). Berkaitan dengan kewenangannya, Bank Indonesia dapat. 1. Memberikan dan mencabut izin usaha Bank; 2. Memberikan izin pembukaan, penutupan, pemindahan kantor Bank; 3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank; 4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu (terdapat dalam pasal 26 UUBank Indonesia). 17 Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus saling mendukung. Untuk mencapai kebijakan moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar, diperlukan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Sementara itu, sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut juga tidak terlepas dari kondisi sistem perbankannya yaitu sistem 17
H. Malayu S.P.Hasibuan, 2011, Dasar-DasarPerbankan, Bumi Aksara, Jakarta, h.32.
26
perbankan yang sehat.Dalam hal ini, sistem perbankan yang sehat, selain mendukung kinerja sistem pembayaran, juga akan mendukung pengendalian moneter mengingat mekanisme transmisi kebijakan moneter ke kegiatan ekonomi riil terutama berlangsung melalui sistem perbankan. Dengan keterkaitan yang saling mendukung tersebut, maka pencapaian tujuan Bank Indonesia akan berhasil dengan baik. 18 Salah satu tugas Bank Indonesia adalah pengaturan dan pengawasan Bank, pengawasan terhadap Bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dapat bersifat langsung atau pengawasan tidak langsung. Yang dimaksud pengawasan langsung adalah bentuk pemeriksaan yang disertai dengan pengawasan tindakan tindakan perbaikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung dalam bentuk penelitian, analisis, evaluasi laporan Bank. 2.3
Kepailitan
2.3.1
Pengertian Kepailitan Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.19 Subekti dan Tjitrosoedibio mengemukakan pengertian pailit sebagai berikut. “Pailit adalah keadaan di mana seorang debitor telah berhenti membayar utang-utangnya. Setelah orang yang demikian atas permintaan para 18
F.X.Sugiyono dan Ascarya, 2005, Kelembagaan Bank Indonesia, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, Jakarta, h.15. 19
M. Hadi Shubhan II, op.cit, h.1.
27
kreditornya atau atas permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit, maka harta kekayaannya dikuasai oleh balai Harta Peninggalan selaku curatrice(pengampu) dalam urusan kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan bagi semua kreditor”.20 Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitor (orangorang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya (orang-orang berpiutang).21 Dalam kepustakaan, Algra mendefinisikan kepailitan adalah “faillissementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een schuldenaar ten behoeve van zijn gezamenlijke schuldeiser”.22 (Kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor (si berutang) untuk melunasi utangutangnya kepada kreditor (si berpiutang)). Istilah pailit bila ditelusuri lebih mendasar dijumpai di dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda, didalam bahasa Perancis dijumpai istilah lefailliyang artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran, untuk arti yang sama didalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillietsedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah to fail, dan didalam bahasa latin dikenal dengan
20
Syamsudin M. Sinaga, 2012, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta, h.98.
21
Adrian Sutedi, op.cit, h.24.
22
Algra, Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht (Groningen: Tjeenk Willink, 1974), h.425 dikutip dalam M.Hadi Shubhan, 2009, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta h.1.
28
istilah fallire. Pailit didalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitor (yang berhutang) yang berhenti membayar hutang-hutangnya.23 Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada UUKepailitanketentuan pasal 1 angka 1 mendefinisikan kepailitan sebagai berikut. “sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.” Dari penjelasan yang diberikan oleh para ahli dan penjelasan yang diberikan oleh Undang-undang di atas terdapat perbedaan pengertian antara istilah pailit dengan kepailitan. Pailit merupakan keadaan di mana debitor tidak mampu untuk membayar utang-utangnya kepada para kreditornya. Berbeda dengan pengertian pailit, yang dimaksud dengan kepailitan adalah mekanisme atau suatu proses di mana debitor yang tidak dapat membayar utang-utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Oleh sebab itu, istilah yang digunakan terhadap debitor dalam kepailitan adalah debitor pailit dan bukan debitor kepailitan, sebab istilah pailit merujuk pada keadaan debitor yang berhenti membayar dan telah diputus pailit oleh pengadilan, sementara istilah kepailitan merujuk pada mekanisme atau serangkaian proses yang digunakan sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan keadaan debitor yang demikian. 2.3.2
Maksud dan Tujuan Hukum Kepailitan
23
Zainal Azikin, 1990, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Hutang di Indonesia, PT Bina Ilmu, Surabaya, h.22.
29
Untuk memberi keadilan bagi para kreditor dan untuk melindungi debitor dari perbuatan semena-mena kreditor maka hukum kepailitan sangat dibutuhkan. Menurut Profesor Radin, dalam bukunya The Nature of Bankruptcy, sebagaimana dikutip oleh Jordan et al., tujuan semua Undang-Undang kepailitan adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya.24 Dari hal yang dikemukakan di atas itu dapat diketahui tujuan-tujuan dari hukum kepailitan (bankruptcy law), adalah sebagai berikut. 1. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara para kreditor. 2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. 3. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang. 25 Berdasarkan penjelasan umum UUKepailitan, maksud diaturnya hukum kepailitan adalah untuk. 1. Menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor. 2. Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya. 3. Menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk
24
Sutan Remy Sjahdeini, 2002, Hukum Kepailitan memahami Faillissementsverordening Joncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,h.38. 25
Ibid.
30
memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa maksud dan tujuan utama dibentuknya hukum kepailitan adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada kreditor dan debitor dalam kepailitan. Perlindungan dan kepastian hukum tersebut menjadi jaminan bagi setiap kreditor untuk memperoleh pembayaran atas segala piutang-piutangnya secara adil. Keadilan dalam kepailitan tersebut diwujudkan melalui ketentuan-ketentuan yang melarang para kreditor untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu guna kepentingannya sendiri yang dapat mengurangi harta kekayaan debitor pailit sehingga merugikan pihak-pihak lain dalam kepailitan hal-hal itulah yang menjadi alasan dilakukannya sita umum atau sita bersama atas harta kekayaan debitor pailit, yaitu untuk memberi keadilan kepada setiap pihak sesuai dengan porsinya masing-masing. 2.3.3
Syarat Permohonan Pailit Dari ketentuan pasal 2 ayat (1) UUKepailitan, dapat disimpulkan bahwa
permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.
31
Pasal 2 ayat (1) UUKepailitan tersebut mengandung pengertian bahwa untuk dapat mengajukan permohonan pailit maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. 1) 2) 3) 4)
Adanya utang; Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih; Adanya dua atau lebih kreditor; dan Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;
Adanya utang merupakaan penyebab adanya kepailitan, oleh karenanya maka adanya utang menjadi syarat mutlak dalam pengajuan permohonan pailit. Pasal 1 angka 6 UUKepailitan mengartikan utang secara luas yang meliputi segala kewajiban yang tidak hanya lahir karena perjanjian saja, namun juga lahir karena undang-undang. Keberadaan utang saja tidaklah cukup untuk dapat dijadikan alasan pengajuan permohonan pailit, utang tersebut harus jatuh tempo atau telah melewati batas waktu tertentu sehingga dapat ditagih. Utang yang belum melewati batas waktu penagihan tidak dapat dijadikan alasan pengajuan permohonan pailit. Selain utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, jumlah kreditor juga merupakan salah satu syarat pengajuan permohonan pailit. Debitor yang dapat dimohonkan pailit adalah debitor yang memiliki kreditor lebih dari satu dan debitor yang bersangkutan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dengan demikian maka debitor yang hanya memiliki satu kreditor saja tidaklah cukup dapat dimohonkan pailit.
32
Keseluruhan syarat-syarat yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1) UUKepailitan tersebut bersifat kumulatif atau tidak dapat dikurangi, dalam artian bahwa untuk dapat mengajukan permohonan pailit maka setiap syarat yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) UUKepailitan harus terpenuhi dan terbukti di sidang pengadilan.